UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI ENNIE RIBEN SIHTE, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Uni

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ENNIE RIBEN SIHITE, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Uni

3 TIALAMAII PERIYYATAA}T ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama NPM Ennie Riben Sihite, S.Farm Tanda Tangan Tanggal 17 lanltari20l4

4

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 September 01 November Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap MS., sebagai Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan tanggal 20 Desember Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Drs. Ignatius Muryanta, Apt., selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 5. Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution atas waktu, pikiran dan ijin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 6. Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada penulis. iv

6 7. Bapak Syafrial selaku pembimbing lapangan di Pedagang Besar Farmasi PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas ijin dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang Bogor. 8. Seluruh staf dan karyawan KFTD cabang Bogor yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Demikian laporan PKPA ini disusun, dengan harapan tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih. Penulis 2013 v

7 HALAMAN PER}I-YATAAI\T PERSETUJUAN PTIBLIKASI TUGAS AKIIIR UNTUK KEPENTINGAII AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama NPM Program Studi Ennie Riben Sihite, S.Farm s Apoteker Fakultas Farmasi Jenis karya Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalg Free Right'1atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION PERIODE 23 SEPTEMBER - 01 NOYEMBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 17 Januan2}l4 Yang menyatakan (Ennie Riben Sihite, S.Farm.)

8 ABSTRAK Nama : Ennie Riben Sihite, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Periode 23 September 01 November 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi apoteker di PBF dan memahami kegiatan di PBF baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kepatuhan Melaksanakan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk Sediaan Narkotika dan Psikotropika di PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Bogor. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengamati sejauh mana kepatuhan KFTD cabang Bogor menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam untuk sediaan narkotika dan psikotropika. Kata kunci : Pedagang Besar Farmasi, KFTD Kimia Farma Tugas umum : x + 63 halaman; 19 lampiran Tugas khusus : iii + 26 halaman; 19 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 12 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 ( )

9 ABSTRACT Name : Ennie Riben Sihite, S.Farm NPM : Program Study : Apothecary profession Title : Pharmacist Internship Program at PT. Kimia Farma Trading and Distribution Period Sept 23 th - Nov 1 st 2013 Practice Pharmacist at PT. Kimia Farma Trading and Distribution aims to understand the duties and functions of pharmacists in PBF and PBF understand the activities in both technical and non-technical pharmacy pharmacy. Given a special task entitled Implementing Compliance of Good Distribution Practices (CDOB) for the preparation of Narcotics and Psychotropic PT. Kimia Farma Trading and Distribution Bogor branch. The purpose of this special task is to observe the extent to which compliance KFTD implement the Bogor branch of Good Distribution Practices (CDOB) in preparation for narcotics and psychotropic substances. Keywords : Pharmaceutical wholesalers, KFTD Kimia Farma General Assignment : x + 63 pages; 19 appendices Specific Assignment : iii + 26 pages; 19 appendices Bibliography of General Assignment: 12 ( ) Bibliography of Specific Assignment: 6 ( )

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... BAB 2 TINJAUAN UMUM Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi Landasan Hukum PBF Tugas dan Fungsi PBF Persyaratan PBF Tempat atau Lokasi Bangunan Perlengkapan PBF Apoteker Penanggung jawab untuk PBF Tata Cara Perizinan PBF Pencabutan Ijin PBF Penyelenggaraan PBF Pengadaan Penyaluran Pelaporan Kegiatan PBF Larangan PBF Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Organisasi, Managemen, Personalia Bangunan dan Peralatan Operasional Inspeksi Diri Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Dokumentasi Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Pelaporan Narkotika dan Psikotropika... BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. Kimia Farma Trading And Distribution... i ii iii iv vi ix x vi

11 3.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan Visi dan Misi Visi Misi Strategi Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Jenis Pelanggan PT. KFTD (Channel Distribution) Manajemen Operational Manajemen Pengadaan Definisi Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab Standar Operational and Procedure Pengadaan Barang Sasaran Indikator Manajemen Penyimpanan Definisi Tujuan Tugas dan Tanggung Jawab Sistem Penyimpanan Barang di Gudang Penataan Alokasi Ruang Penyimpanan di Gudang Kelengkapan Peralatan Gudang Standar Operational and Procedure Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang Sasaran Indikator Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi Tujuan Standar Operational and Procedure Penjualan dan Pelayanan Sasaran Indikator Manajemen Piutang Definisi Standar Operational and Procedure Piutang Sasaran Indikator Manajemen Pembukuan Definisi Tujuan Standar Operational and Procedure Pembukuan Sasaran Indikator Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penghasilan (PPh) vii

12 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR ACUAN... LAMPIRAN viii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang Gambar 3.2. Diagram Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang 39 Gambar 3.3. Alur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang Gambar 3.4. Contoh Alat Kontrol Penjualan Gambar 3.5. Diagram Penjualan Gambar 3.6. Diagram Piutang Gambar 3.7. Diagram Pembukuan ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat pesanan pembelian ke pihak III Lampiran 2. Surat pesanan ke Unit Bisnis Logistik (UBL) Lampiran 3. Faktur pembelian dari pihak III Lampiran 4. Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD cabang Lampiran 5. Surat pesanan sementara Lampiran 6. Surat pesanan yang di faksimile Lampiran 7. Delivery order atau SKB penjualan Lampiran 8. Faktur penjualan Lampiran 9. Faktur pajak penjualan Lampiran 10. Kartu stok Lampiran 11. Buku ekspedisi tunai Lampiran 12. Buku ekspedisi kredit Lampiran 13. Tanda terima tukar faktur Lampiran 14. Konfirmasi piutang per pelanggan Lampiran 15. Nota inkaso Lampiran 16. Laporan harian kunjungan salesman Lampiran 17. Daftar kunjungan salesman Lampiran 18. Kunjungan penagih Lampiran 19. Customer record card x

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan keseharan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Dalam rangka menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat diperlukan suatu sumber daya kesehatan. Sediaan farmasi merupakan salah satu sumber daya kesehatan yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Untuk menjamin ketersediaan sediaan farmasi di masyarakat maka pemerintah menetapkan peraturan tentang pendistribusian obat. Menurut peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009, penyimpanan, pendistribusian atau penyaluran obat, dan pengelolaan obat merupakan salah satu pekerjaan kefarmasian dan fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi disebut instalasi sediaan farmasi dan pedagang besar farmasi (Presiden Republik Indonesia, 2009). Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun penanggung jawab PBF wajib seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, PBF dalam menyelenggarakan kegiatannya wajib menggunakan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang 1

16 2 jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012). Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan atau bahan obat bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi. Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman tentang peran apoteker di PBF. Oleh karena itu, bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Trading and Distribution yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran sediaan farmasi melaksanakan praktik kerja profesi apoteker pada tanggal 23 September 01 November Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa yang merupakan calon apoteker dapat mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja agar nantinya dapat diterapkan secara nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk : a. Mengetahui dan memahami cara distribusi obat yang baik di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di pedagang besar farmasi.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi PBF Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Landasan Hukum PBF PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. b. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. c. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Tugas dan Fungsi PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, tugas dan fungsi PBF yaitu: a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. b. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan. 3

18 Persyaratan PBF Suatu PBF beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB Tempat atau Lokasi Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya Bangunan Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan

19 5 terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu harus disediakan area khusussepertipenyimpananobat-obatnarkotikaseperti yang telahditetapkandalam CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Perlengkapan PBF Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki yaitu peralatan penyimpanan obat dan perlengkapan administrasi. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan penyimpanan, seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker.

20 6 Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 52, 54, yaitu sebagai berikut: a. Memiliki keahlian dan kewenangan. b. Menerapkan Standar Profesi. c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional. d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009): a. Memiliki ijazah apoteker. b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji apoteker. d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek. e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang apoteker yang akan bekerja sebagai apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua

21 7 puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN). b. Surat penyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/ penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar. Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat dilakukan apabila: a. Atas permintaan yang bersangkutan. b. STRA tidak berlaku lagi. c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin. d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter. e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Menurut Pedoman Teknis CDOB (2012), tugas dan kewajiban apoteker di PBF adalah sebagai berikut: a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.

22 8 c. Menyusun dan/ atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi. d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat. e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif. f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan. g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual. h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/ atau transportasi obat. i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan. j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/ tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan. k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat Tata Cara Perizinan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan Formulir 1. Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

23 9 c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab. d. Komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi. e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan. g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut: a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ identitas direktur/ ketua. b. Susunan direksi/ pengurus. c. Pernyataan komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. e. Surat Tanda Daftar Perusahaan. f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan. g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak. h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang. i. Peta lokasi dan denah bangunan. j. Surat penyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab. k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

24 10 Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF, yaitu: a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif. b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan Formulir 2. d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3. e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan Formulir 4. f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (c), (d), (e) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir 5. g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan Kepala Balai POM.

25 Pencabutan Ijin PBF Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila: a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau c. Izin PBF dicabut Penyelenggaraan PBF Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/ atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/ bahan obt dari PBF pusat. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/ pengurus PBF. Jika terjadi pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/ pengurus PBF wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambatlambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemeriksaan petugas yang berwenang.

26 Pengadaan Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/ atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri nonfarmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Penyaluran Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi: a. Penyaluran Obat 1) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. 2) PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab.

27 13 b. Penyaluran Narkotika Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. c. Penyaluran Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh: 1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan. 2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan atau diimpor secara langsung oleh lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.

28 Pelaporan Kegiatan PBF Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, laporan tersebut harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang Larangan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, terdapat beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan di PBF, yaitu: a. Setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran. b. Setiap PBF dilarang menerima dan/ atau melayani resep dokter. 2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/ atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.

29 15 Manajemen Mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantuan manjamen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa: a. Obat dan/ atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB; b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas; c. Obat dan/ atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai; d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan; e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki; f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action/ CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu. Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur. Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuranpencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis.

30 16 Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/ atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif Organisasi, Manajemen, Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu diterapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian kerja Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/ atau bahan obat meliputi gedung,gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan Bangunan dan Peralatan sesuai CDOB antara lain: a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang

31 17 memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat. b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut. c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/ atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/ atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/ atau bahan obat yang dapat disalurkan. d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan. e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/ atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/ atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/ atau bahan obat di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan

32 18 kemungkinan obat dan/ atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak. j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan peralatan sesuai CDOB antara lain: a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller. b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/ atau bahan obat harus di kalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/ atau bahan obat. d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/ atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan,

33 19 pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/ atau bahan obat. Proses penerimaan obat dan/ atau bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/ atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/ atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/ atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat dan/ atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/ atau bahan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/ atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/ sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/ atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/ atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau nonfarmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/ atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/ atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/ atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/ atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan danmemungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/ atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/ atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/ atau bahan obat harus ditangani dan

34 20 disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/ atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/ atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/ atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/ atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Pemusnahan obat dan/ atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/ atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/ atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat dan/ atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pengambilan obat dan/ atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/ atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/ atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor batch obat dan/ atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/ atau bahan obat kedaluwarsa. Obat dan/ atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/ atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/ atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel. Pengiriman obat dan/ atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk

35 21 penyaluran obat dan/ atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/ atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/ atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur. Dokumen untuk pengiriman obat dan/ atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurangkurangnya informasi berikut: a. Tanggal pengiriman; b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik); c. Deskripsi obat dan/ atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu); d. Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa; e. Kuantitas obat dan/ atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per kontainer (jika perlu); f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman; g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem. Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakahsistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri dilembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan

36 22 perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/ atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/ atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/ atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika: a. Obat dan/ atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan; b. Obat dan/ atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan; c. Obat dan/ atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang;

37 23 d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan/ atau bahan obat termasuk identitas obat dan/ atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/ atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/ atau bahan obat palsu. Sedangkan untuk obat dan/ atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/ atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/ atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/ atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi. Obat dan/ atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/ atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/ atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yangditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu

38 24 untuk menunjukkan bahwa obat dan/ atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/ atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut Dokumentasi Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.dokumentasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : a. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi.

39 25 c. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka dokumentasi harus tertulis jelas. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: a. Tanggal; b. Nama obat dan/ atau bahan obat; c. Nomor batch; d. Tanggal kedaluwarsa; e. Jumlah yang diterima/ disalurkan; f. Nama dan alamat pemasok/ pelanggan. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/ atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuatharus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 3 tahun dari tanggal pembuatan dokumen. Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat dan atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan

40 26 yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Menurut pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/Per/VI/2011 tentang pedagang besar farmasi : a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/ atau bahan obat. c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, Pasal 14 ayat 2 industri farmasi, pedagang besar farmasi, saranapenyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/ atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.

41 27 Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika. Pasal 7 ayat 1 pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika wajib mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan dengan menggunakan formulir laporan penyaluran psikotropika.

42 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION Sejarah Pendirian Perusahaan Kimia Farma merupakan pioneer dalam industri farmasi di Indonesia. Asal mula berdirinya perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1997, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp and Co, perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur didirikan pada tahun Sejalan dengan kebijakan nasional bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi Bhineka Kimia Farma (PNF). Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukumnya diubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001, Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya. Pada tanggal 28 Juni 2001, PT. Kimia Farma (Persero) menjadi Perusahaan Terbuka (Tbk.) dengan nama PT. Kimia Farma Tbk., dimana untuk privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT. Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. Berbekal atas tradisi industri yang panjang selama lebih dari 195 tahun dan nama yang identik dengan mutu, saat ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting dalam pengembangan, pembangunan bangsa dan masyarakat. Bisnis Kimia Farma meliputi antara lain: a. PT. Kimia Farma Tbk. (Holding) PT. Kimia Farma Tbk. dibentuk pada tanggal 16 Agustus 1971 dengan jalur usaha pelayanan kesehatan. Sebagai perusahaan publik sekaligus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kimia Farma berkomitmen penuh untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. PT. Kimia Farma Tbk., merupakan sebuah perusahaan pelayanan 28

43 29 kesehatan yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu industri, marketing, retail, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Pada tanggal 4 januari 2003 PT. Kimia Farma Tbk. membentuk 2 anak perusahaan yaitu: PT. Kimia Farma Health and Care dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution. b. Anak Perusahaan (Subsidiaries) 1) PT. Kimia Farma Apotek Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003 dengan jalur usaha Farmasi. Pada akhir tahun 2012 PT. Kimia Farma Apotek (KFA) mengelola sebanyak 412 apotek, 64 klinik kesehatan dan 33 laboraturium klinik. KFA menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan farmasi (apotek), klinik kesehatan, laboraturium klinik dan optik, dengan konsep One Stop Health Care Solution (OSHcS) sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan layanan berkualitas. Pelayanan farmasi menggunakan standar Good Pharmacy Practice (GPP) yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh The International Pharmaceutical Federation serta standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Pelayanan Kefarmasiaan di Apotek. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja KFA adalah orang, yang sebagian besar tenaga apoteker yang memiliki sertifikat kompetensi dari organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan didukung oleh Asisten Apoteker yang terlatih. 2) PT. Kimia Farma Trading and Distribution Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003, dengan jalur usaha distribusi obat dan alat kesehatan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) sebelumnya merupakan divisi yang bergerak dibidang yang sama, yaitu perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu pengalamannya bukan baru sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT. Kimia Farma Tbk. sendiri. Sebelum menjadi perusahaan tersendiri, PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dahulu merupakan divisi Pedagang Besar Farmasi (PBF)

44 30 dari PT Kimia Farma Tbk. yang memiliki tugas utama mendistribusikan produkproduk farmasi yang diproduksi PT. Kimia Farma Tbk. ke channel-channel yang tersebar di seluruh nusantara. Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian produk-produk PT Kimia Farma Tbk. sejak tahun 1917, pada tanggal 4 Januari 2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini kemudian berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT. Kimia Farma Trading and Distribution, yang berbasis Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi. PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) adalah anak perusahaan PT. Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 07 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H di Jakarta dan telah diubah dengan akta No.42 tanggal 22 April 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Nila Noordjasmani Soeyasa Besar, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No: C HT TH 2003 tanggal 1 Mei Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 44 kantor cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang kelas 3) dengan wilayah operasinya mulai dari Aceh sampai dengan Jayapura, jumlah salesman 450 orang dan armada pengantar roda 4 (mobil box) 477 unit dan pengantar roda 2 (motor box) 292 unit. Jaringan distribusi ini melayani lebih dari 31 rekanan principal, memenuhi kebutuhan sekitar apotek, Pedagang Besar Farmasi (PBF), toko obat, 106 horeka (hotel restoran karaoke), rumah sakit, pasar tradisional dan pasar modern Visi dan Misi Visi Menjadi perusahaan terkemuka dibidang distribusi dan perdagangan produk kesehatan (to be the greatest trading and distribution company).

45 Misi Misi PT. Kimia Farma Tbk. ialah sebagai berikut: a. Meningkatkan jumlah jaringan distribusi produk kesehatan baik produk sendiri maupun principal pihak ketiga. b. Meningkatkan perdagangan dan pengadaan produk kesehatan di pasar institusi. c. Meningkatkan perdagangan alat kesehatan dan diagnostik keagenan atau private label Strategi Dalam menjalankan kegiatannya, strategi yang diterapkan antara lain sebagai berikut: a. Cost leadership guna menciptakan comparative advantages. b. Product differentiation jenis produk unggulan guna meningkatkan competitive advantages Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Sesuai dengan anggaran dasarnya, perusahaan melakukan usaha dalam bidang Distribusi dan Perdagangan, yang produknya meliputi produk farmasi dan alat kesehatan. Principal meliputi principal perusahaan induk (PT. Kimia Farma Tbk) sebesar 60% dan principal pihak ketiga 40%, seperti Biofarma, Janssen, Otsuka, Daria Varia, Rohto, Novartis, dan lain-lain. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk non-principal. Di bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD menangani kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) Sesuai dengan jenis penjualannya, Pelanggan KFTD terdiri dari : a. Pelanggan reguler adalah pelanggan yang membeli produk secara rutin, tanpa melalui pelelangan (tender). Sesuai dengan Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, pelanggan reguler terdiri dari:

46 32 1) Pedagang Besar Farmasi (PBF) 2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit 3) Puskesmas 4) Klinik 5) Apotek 6) Toko obat b. Pelanggan Institusi adalah pelanggan yang membeli produk secara paket melalui pelelangan terbuka (tender) atau penunjukan langsung. Sesuai dengan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, pelanggan institusi terdiri dari : 1) Kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja, dan sebagainya) 2) Lembaga (BKKBN, BPOM, Universitas, dan sebagainya) 3) Satuan kerja perangkat daerah (Dinas kesehatan) 4) Institusi (Rumah Sakit) 3.2 Manajemen Operasional Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-fungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan, untuk mencapai tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda antara fungsi kegiatan yang dengan yang lainnya, karena pada setiap fungsi kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda. a. Fungsi kegiatan pembelian, yaitu memperoleh harga beli barang yang efisien dan menjaga ketersediaan (availability) barang. b. Fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang (warehousing), yaitu menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak dan tidak hilang. c. Fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, yaitu memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan jumlah pelanggan (customer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (customer rate retention). d. Fungsi kegiatan pengelolaan piutang (accounting), untuk menjaga likuiditas keuangan dan aliran kas (cash flow) yang sehat.

47 33 e. Fungsi kegiatan pembukuan atau tata usaha, yaitu menyajikan laporan yang tepat waktu, isi dan guna agar dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat Manajemen Pengadaan Definisi Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan, yang diperoleh dari pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar farmasi Tujuan Manajemen pengadaan dilakukan untuk menyediakan obat atau bahan obat untuk memenuhi kebutuhan stok di gudang Tugas dan Tanggung Jawab Tugas dan Tanggung jawab seorang supervisor pembelian di KFTD yaitu: a. Bertugas dan bertanggung jawab membuat rencana pembelian. b. Bertugas dan bertanggung jawab memantau hasil pembelian dengan cara memeriksa copy faktur yang diterima terhadap kelengkapan barang, dan kebenaran harga. c. Bertugas dan bertanggung jawab mengevaluasi hasil pembelian. d. Bertugas dan bertanggung jawab terhadap kelancaran penyediaan barang dagangan. e. Bertugas dan bertanggung jawab atas pilihannya dalam menentukan supplier Standard Operational and Procedure Pengadaan Barang Tahapan dalam melakukan pengadaan barang di KFTD adalah sebagai berikut: a. Membuat daftar rencana pembelian barang Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung buffer stock dan kebutuhan level stock per item barang setiap bulan berdasarkan data historis, lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya.

48 34 b. Membuat kontrak pembelian barang Petugas pembelian melakukan perjanjian kontrak pembelian barang dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang. c. Mengeksekusi pembelian barang Petugas pembelian menyiapkan Surat Pesanan (SP), ditandatangani oleh penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan SP ke principal atau pemasok. d. Menerima dan memeriksa barang Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) petugas gudang. e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan faktur pembelian ke fungsi tata usaha (TU). f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan hutang di kartu hutang lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap bulannya. Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang

49 Sasaran Sasaran mutu dari manajemen pengadaan yaitu memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien) serta dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level) 100% Indikator Indikator yang digunakan untuk mencapai sasaran diatas adalah sebagai berikut: a. Harga pokok penjualan (HPP) 1) Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2) Jika HPP yang diperoleh > dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik. b. Service level 1) Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2) Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik Manajemen Penyimpanan Definisi Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat Tujuan Tujuan adanya manajemen penyimpanan ialah untuk memastikan bahwa obat atau bahan obat yang disimpan sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi Tugas dan Tanggung Jawab a. Bertugas dan bertanggung jawab memeriksa kebenaran produk (fisik item, bets) di gudang pengeluaran barang yang akan didistribusikan.

50 36 b. Bertugas dan bertanggung jawab memvalidasi administrasi atas kebenaran mutasi pengeluaran dalam sistem informasi logistik sentral. c. Bertugas dan bertanggung jawab menyerahkan produk yang telah divalidasi ke masing-masing gudang tujuan hantaran. d. Bertugas dan bertanggung jawab meningkatkan ketepatan dan kecepatan proses pengeluaran barang. e. Bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan dokumentasi pengeluaran barang yang sistematis, tertib, rapi, bersih, dan mudah dicari. f. Bertugas dan bertanggung jawab membina SDM dalam jajaran fungsi kerjanya agar memiliki kemampuan dalam melaksanakan business process di pengeluaran barang yang efektif dan efisien sesuai fungsinya Sistem Penyimpanan Barang di Gudang Sesuai dengan SK Kepala BPOM No. HK tahun 2003, bangunan dan peralatan harus memenuhi beberapa persyaratan. a. Sistem penyimpanan obat di gudang dalam kegiatan distribusi berdasarkan sistem first expired first out (FEFO) atau sistem first in first out (FIFO). b. Kondisi fisik bangunan : 1) Memiliki sirkulasi udara yang baik 2) Tidak boleh banjir 3) Tidak boleh ada rembesan air tanah 4) Tidak boleh ada binatang, serangga dan tikus serta binatang lain yang dapat mempengaruhi kualitas obat dan bahan obat 5) Selalu dalam keadaan bersih dan rapih c. Suhu dan kelembaban udara harus sesuai dengan sifat obat dan bahan obatnya yang ditetapkan Farmakope Indonesia Indonesia, seperti: 1) Disimpan pada suhu kamar (pada suhu o C), untuk obat tablet, kaplet, sirup, infus atau ditentukan lain. 2) Disimpan pada tempat sejuk (pada suhu 5-15 o C), untuk minyak atsiri, salep mata, krim, ovula, suppositoria, tingtur. 3) Disimpan ditempat dingin (pada suhu 0 5 o C), untuk vaksin atau ditentukan lain.

51 37 d. Layout ruangan meliputi: 1) Ruang penerimaan dan pemeriksaan barang masuk (transito in) 2) Ruang penyimpanan barang 3) Ruang pengeluaran dan pemeriksaan barang keluar (transito out) e. Alokasi ruangan meliputi: 1) Ruang barang tidak kedaluwarsa 2) Ruang narkotika 3) Ruang psikotropika 4) Ruang barang barang kedaluwarsa f. Persyaratan peralatan 1) Alat penyimpanan barang, seperti rak dan paletnya 2) Alat pengukur suhu ruangan serta dokumen data kalibrasinya 3) Alat pengangkut barang di gudang, sepeti forklift, trolley dan tangga 4) Alat pengirim barang bersuhu 5-15 o C, seperti cooler box Penataan Alokasi Ruang Penyimpanan di Gudang Sesuai dengan ketentuan peraturan yang ditetapkan Pemerintah tersebut diatas dan berdasarkan sifat obatnya sendiri, maka ruang penyimpanan obat dibagi menjadi 6 yaitu: a. Ruang penyimpanan obat bersuhu o C, seperti untuk obat tablet, kaplet, sirup atau ditentukan lain. b. Ruang penyimpanan obat bersuhu 5 15 o C, seperti untuk minyak atsiri, salep, krim, ovula, suppositoria, tingtur, eter, floatane, halotane. c. Ruang penyimpanan obat bersuhu 0-5 o C, seperti untuk obat vaksin dan serum atau ditentukan lain. d. Ruang penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturan yang berlaku. e. Ruang penyimpanan psikotropika sesuai dengan peraturan yang berlaku. f. Ruang penyimpanan obat kedaluwarsa.

52 Kelengkapan Peralatan Gudang Kelengkapan peralatan gudang sesuai kebijakan KFTD yaitu: a. Alat pemeliharaan gedung: generator, alat pemadam kebakaran, alat kebersihan dan tempat sampah. b. Alat pemeriksaan dan penerimaan barang: komputer, barcode scanner, trolley dan stempel. c. Kelengkapan alat penyimpan barang: AC, lemari narkotika, rak besi dan palet, trolley, tangga dan forklift d. Kelengkapan alat pengeluaran barang: komputer, barcode scanner, trolley, forklift dan buku ekspedisi pengeluaran barang. e. Kelengkapan alat K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja): helm, sepatu dan rompi. f. Kelengkapan alat pengiriman barang: mobil box dan sepeda motor box Standard Operational and Procedure Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang a. Menerima barang di transito in 1) Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, di ruang transito in. 2) Membuat tanda terima barang (stempel atau paraf) di faktur pembelian. 3) Menyimpan dan memasukkan data barang pada sistem informasi. b. Menyimpan barang 1) Petugas logistik memasukkan barang dari ruang transito in ke ruang penyimpanan sesuai dengan lokasinya masing masing barang. 2) Mencatat barang masuk di sistem informasi dan masing masing kartu barangnya. 3) Melaporkan penerimaan barang ke TU sebagai pembelian dan hutang. c. Mengeluarkan barang dari gudang 1) Petugas logistik berdasarkan SP dan faktur penjualan dari fakturis, mengeluarkan barang dari gudang ke transito out. 2) Mencatat mutasi barang di kartu barang dan sistem informasi.

53 39 3) Mencatat penyerahan barang dari gudang ke pengantar barang di buku ekspedisi hantaran barang dan meminta paraf pengantar barang. 4) Memeriksa kembali penyerahan barang dari pengantar barang ke pelanggan melalui faktur yang ada tanda terima dari pelanggan. d. Membuat laporan mutasi barang di gudang 1) Petugas gudang membuat laporan mutasi barang. 2) Petugas gudang menghitung saldo barang setiap periode tertentu (1 bulan, 3 bulan), lalu membuat berita acara stock opname barang kemudian mengirim laporan tersebut ke fungsi TU. Gambar 3.2. Diagram penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang Gambar 3.3. Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang

54 Sasaran Sasaran dari manajemen penyimpanan ialah mencegah kehilangan dan kerusakan barang atau kedaluwarsa Indikator a. Jika jumlah barang hilang dan rusak > dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan berfungsi dengan baik. b. Jika jumlah barang hilang dan rusak < dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan tidak berfungsi dengan baik Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi The American Marketing Association mendefinisikan marketing (management) sebagai the process of planning and executing the conception, pricing, promotion,and distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational objectives. Philip Kotler mendefinisikan marketing management sebagai the art and science of choosingtarget markets and getting, keeping, and growing customers through creating, delivering, and communicating superior customer values Tujuan Tujuan dari manajemen penjualan ialah untuk memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan pertumbuhan jumlah pelanggan (costumer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (costumer rate retention) Standard Operational and Procedure Penjualan dan Pelayanan a. Mengecek SP terhadap status umur hutang pelanggan yang lebih dari 2 bulan 1) Salesman mengunjungi pelanggan yang tidak bermasalah (tidak memiliki hutang > 2 bulan), secara rutin. 2) Salesman menawarkan produk ke pelanggan (jumlah item dan SKU s) melalui program program dari principalnya, seperti program diskon dan bonus.

55 41 3) Salesman mengambil SP dari pelanggan dan memeriksa status umur hutang yang > 2 bulan, mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 4) Salesman menyerahkan SP ke fakturis untuk dibuatkan fakturnya. Gambar 3.4. Contoh alat kontrol penjualan b. Pembuatan faktur atas SP pelanggan 1) Fakturis mengecek kebenaran data dan alamat pelanggan melalui sistem informasi dan mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 2) Fakturis membuatkan faktur penjualan barangnya. 3) Fakturis menyerahkan faktur dan SP pelanggan ke fungsi logistik. c. Menyiapkan barang pesanan pelanggan 1) Petugas logistik mengeluarkan barang atas pesanan pelanggan berdasarkan faktur dan SP, dan mencatat mutasi barang di kartu barang. 2) Petugas mengecek kesesuaian barang dengan faktur dan SP kemudian mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 3) Petugas mencatat jumlah barang yang dikeluarkannya sesuai dengan nama pelanggan di sistem informasi. 4) Petugas memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang. 5) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. d. Memindahkan barang pesanan ke transito out 1) Petugas gudang memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang. 2) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. e. Menyerahkan barang ke petugas hantaran 1) Petugas gudang menyerahkan barang yang siap antar kepada petugas hantaran.

56 42 2) Petugas hantaran mencatat seluruh barang pesanan di buku ekspedisinya. f. Mengirim barang ke pelanggan 1) Petugas hantaran barang mengirim barang ke pelanggan. 2) Petugas hantaran barang meminta tanda terima barang dari pelanggan dan mencatat status penerimaannya (ok atau tidak ok). 3) Petugas hantaran barang menyerahkan tanda terima barang ke fungsi logistik. g. Memvalidasi pengeluaran barang 1) Petugas logistik memvalidasi pengiriman barang ke pelanggan di sistem informasi sebagai barang keluar. 2) Petugas logistik menyerahkan faktur penjualan yang telah ada tanda terima dari pelanggan dan SP ke fungsi TU. h. Mencatat hasil penjualan barang ke pelanggan 1) Petugas administrasi penjualan TU memasukkan data pengiriman barang di sistem informasi sebagai penjualan berdasarkan faktur dan SP yang telah ada TT nya dari pelanggan. 2) Petugas administrasi penjualan TU juga memasukkan ke sistem informasi hasil penjualan tersebut. 3) Petugas administrasi penjualan menyerahkan SP dan faktur penjualan ke administrasi inkaso. i. Menyimpan faktur dan penyerahan faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih 1) Petugas administrasi inkaso memasukkan data penjualan di kartu piutang berdasarkan faktur dan SP yang telah ada tanda terimanya dari pelanggan ke dalam sistem informasi. 2) Petugas administrasi inkaso menyimpan faktur penjualan dan membuat daftar tanggal jatuh temponya ke sistem informasi. 3) Petugas administrasi inkaso akan menyerahkan faktur tagihan ke juru tagih sesuai dengan daftar tagihan yang telah jatuh tempo untuk ditagihkan ke pelanggan.

57 43 Gambar 3.5. Diagram penjualan Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada penjualan ialah mencapai target penjualan dan service level yang ditentukan Indikator a. Jika penjualannya > target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik b. Jika penjualannya < target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik c. Jika service levelnya = 100 % atau > baik dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik d. Jika service levelnya < 100 %, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik Manajemen Piutang Definisi Menurut Nurjannah (2012), piutang adalah hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain, menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa kepada pihak terhutang. Piutang merupakan semua tuntutan terhadap langganan baik berbentuk perkiraan uang, barang maupun jasa dan segala bentuk perkiraan seperti transaksi. Penjualan secara kredit menimbulkan

58 44 hak bagi perusahaan yang melakukan penagihan pada langganannya sesuai persyaratan yang telah disepakati bersama pada saat melakukan transaksi. Piutang dapat diartikan sebagai jumlah nominal yang harus dibayarkan oleh pelanggan kepada pihak penyedia setelah dilakukan proses transaksi jual beli pada waktu jatuh tempo pembayarannya Standard Operational and Procedure Piutang SOP Piutang menurut Said (2013) yaitu: a. Penyerahan faktur tagihan dari fungsi TU ke administrasi Inkaso 1) Administrasi penjualan menerima dokumen penjualan kredit (faktur yang sudah ada tanda terima dari pelanggan beserta SP) dari fungsi gudang. 2) Administrasi penjualan mengelompokkan dokumen penjualan kredit sesuai dengan nama-nama pelanggannya dan mencatat di kartu piutang per pelanggan. 3) Administrasi penjualan membukukan penjualan kredit per pelanggan di sistem informasi (komputer). 4) Administrasi penjualan pada awal bulan merekap hasil penjualan kredit dan membuatkan rekap tagihan per pelanggan lalu menyerahkan ke administrasi inkaso. b. Penyerahan faktur tagihan dari administrasi inkaso ke juru tagih 1) Adminsitrasi inkaso memeriksa dan menerima penyerahan fisik faktur tagihan dan membuat tanda terima di buku ekspedisi penyerahan faktur dari administrasi penjualan. 2) Administrasi inkaso mencatat piutang masuk di sistem informasi (kartu piutang) per pelanggan. 3) Adminsitrasi inkaso membuat rencana penagihan berdasarkan tanggal jatuh temponya. 4) Administrasi inkaso menyerahkan sejumlah faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih disertai dengan nota inkaso (dokumen tanda penyerahan faktur tagihan ke juru tagih).

59 45 c. Penyerahan faktur tagihan dari juru tagih ke pelanggan 1) Juru tagih menerima faktur tagihan dari administrasi inkaso disertai tanda terima di nota inkaso. 2) Juru tagih menyerahkan faktur yang telah jatuh tempo ke pelanggan. 3) Pelanggan menerima faktur dan membayar hutangnya dengan 3 kemungkinan yaitu: a) Dibayar lunas (100 %) b) Dibayar sebagian c) Hanya membuat tanda terima faktur dan pembayaran pada tanggal berikutnya d. Penyetoran dan pelaporan uang hasil tagihan 1) Juru tagih menyetorkan uang hasil tagihan pada hari yang sama (sore hari) ke fungsi keuangan dengan meminta tanda terima setortan uang tagihan di nota inkaso, jika pelanggan membayar 100 % lunas atau sebagian lunas. 2) Juru tagih melaporkan dan menyerahkan kembali hasil dokumen alat tagih ke administrasi inkaso dengan tiga keterangan: a) Dibayar lunas (100 %) oleh pelanggan. b) Dibayar sebagian oleh pelanggan dengan melampirkan bukti sebagian pembayarannya di balik faktur aslinya. 3) Ditunda oleh pelanggan dengan melampirkan bukti tanda terima faktur dari pelanggan dan keterangan tanggal akan dibayar oleh pelanggan. 4) Administrasi inkaso menerima laporan dari juru tagih dan menyimpan kembali faktur faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas dibrankas. 5) Administrasi inkaso menyerahkan kembali faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas ke juru tagih untuk ditagihkan kembali ke pelanggan sesuai janji. e. Konfirmasi piutang ke pelanggan 1) Administrasi inkaso membuat data mutasi piutang per pelanggan pada setiap awal bulan. 2) Administrasi inkaso membuat surat konfirmasi setiap bulan tentang jumlah hutang kepada setiap pelanggan.

60 46 3) Bagi pelanggan yang tidak menjawab surat konfirmasi tersebut, maka angka hutang pelanggan yang dibuat apotek yang dianggap benar. Gambar 3.6. Diagram piutang Sasaran Sasaran yang ingin dicapai ialah mencegah kehilangan faktur dan pencurian uang hasil tagihan Indikator a. Jika tingkat kehilangan faktur atau pencurian uang hasil tagihan = 0 %, maka administrasi inkaso berfungsi dengan baik. b. Jika tingkat kehilangan atau pencurian uang hasil tagihan > 0, maka administrasi inkaso tidak berfungsi dengan baik Manajemen Pembukuan Definisi Manajemen pembukuan adalah cara mengelola pembukuan atau pencatatan (accounting) dan pengikhtisaran seluruh transaksi dagang dan keuangan serta penganalisaan, pembuktian dan pembuatan laporan. Di Indonesia istilah (bagian) pembukuan yang terdapat di suatu perusahaan juga dikenal dengan nama tata usaha yaitu fungsi kegiatan yang bertugas melakukan pencatatan, pemeriksaan, pembuatan laporan dan pengarsipan (Said, 2013).

61 Tujuan Pembukuan dibutuhkan untuk menyimpan seluruh kegiatan perusahaan dan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan Tujuan utama kegiatan pembukuan di PBF adalah agar seluruh transaksi keuangan dapat didokumentasikan sesuai dengan urutan peristiwa atau kejadian dan besarannya, sehingga dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan benar dan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan (Menteri Pekerjaan Umum, 2013) Standard Operational and Procedure Pembukuan Adapun proses pembuatan laporan akuntansi keuangan terdiri: a. Mengumpulkan seluruh dokumen transaksi b. Mencatat seluruh data transaksi ke buku jurnal c. Memindahkan dari buku jurnal ke buku besar (posting) d. Mencocokkan (judgment) terhadap informasi terakhir e. Menyususun (reporting) laporan dari data buku besar f. Menutup buku besar dan membuat laporannya g. Mengirimkan laporan ke pihak yang membutuhkan h. Mengarsipkan (filing) Gambar 3.7. Diagram pembukuan Sasaran Sasaran yang ingin dicapai ialah menyajikan laporan keuangan tepat isi dan tepat waktu.

62 Indikator a. Jika laporan keuangan dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU berfungsi dengan baik. b. Jika laporan keuangan tidak dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU tidak berfungsi dengan baik. 3.3 Pajak Jenis pajak yang dikelola di bagian tata usaha PT. Kimia Farma Trading and Distribution antara lain pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas : a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha b. Impor barang kena pajak c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen. Barang kena pajak adalah barang yang dikenakan pajak. Dalam PPN dikenal pula istilah diantaranya yaitu : a. Pajak keluaran yaitu, PPN terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada pelanggan terhadap transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak.

63 49 b. Pajak masukan yaitu, PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses pembelian barang kepada pihak principal pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak (SSP). Faktur pajak yaitu, bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Faktur pajak dalam hal ini dibundel menjadi satu bersama dengan faktur penjualan. Faktur pajak pelanggan akan dikelola oleh pihak KFTD pusat Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya dan bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang dimaksud yaitu pegawai yang dikenakan pajak meliputi pegawai tetap dan tidak tetap yang jumlah nominal kena pajaknya disesuaikan dengan statusnya antara kawin, kawin dengan memiliki anak dan memiliki tanggungan terhadap anak serta status tidak kawin. Berdasarkan PMK No. 162/PMK.011/2012 besarnya pajak yang dibayarkan dalam satu tahun yaitu Rp ,- untuk pegawai dengan status tidak kawin, Rp ,- untuk pegawai dengan status kawin dan untuk status kawin dengan tanggungan anggota keluarga berupa anak, jumlah anak yang ditanggung maksimal tiga orang. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini yaitu KFTD, dikenakan pajak pula atas badan usaha dengan penghasilan yang diterima atau diterimanya selama satu tahun pajak. Jumlah nominal pajak yang dikenakan berdasarkan dari jumlah pemasukan yang didapat selama satu tahun.

64 50 Dalam hal pengelolaan pajak diambil alih oleh KFTD pusat, sedangkan besarnya nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke Direktorat Jenderal Pajak dihitung oleh KFTD di cabang masing-masing di bagian tata usaha.

65 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dilaksanakan di tiga cabang, yaitu KFTD cabang Bogor yang merupakan KFTD cabang kelas 2 dan terletak di Jl. Tentara Pelajar No. 2 Bogor, KFTD cabang Jakarta-1 yang merupakan KFTD cabang kelas 3 terletak di Jl. Majapahit No. 20 Jakarta Pusat, serta KTFD cabang Serpong yang merupakan KFTD cabang kelas 1 dan terletak di Komplek Multiguna nomor A12 Serpong Tangerang Selatan. Perbedaan kelas cabang didasarkan pada besarnya omset penjualan. KFTD melakukan tugasnya sebagai distributor sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ke berbagai tempat diantaranya yaitu institusi pemerintahan, rumah sakit, apotek, toko obat, pedagang besar farmasi lainnya, horeka (hotel, restoran, karaoke atau kafe) dan lain-lain. Diantara produk yang di distribusikan yaitu, obat-obat keras dengan resep dokter, obat Over The Counter (OTC), narkotika, Obat Generik Berlogo (OGB), kosmetika, bahan baku dan alat kesehatan. KFTD cabang Bogor melakukan pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ke wilayah Bogor, Depok, Cileungsi, dan Cibubur. KFTD cabang Jakarta-1 melakukan pendistribusian ke wilayah Cengkareng, Pluit, Muara Karang, Grogol, Tomang, Slipi, Mangga Besar, Tanjung Duren, Tanah Abang, Asemka. KFTD cabang Serpong melakukan pendistribusian ke wilayah Kota Tangerang, Tangerang Selatan, beberapa daerah di Jakarta Selatan seperti Fatmawati hingga Blok M, dan beberapa wilayah di pinggiran Jakarta Barat seperti Pos Pengumben. Penanggung jawab diketiga cabang KFTD adalah seorang apoteker yang bekerja purna waktu sesuai dengan peraturan dan persyaratan CDOB. Apoteker bertanggung jawab menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. Apabila apoteker penanggung jawab (APJ) tidak dapat melakukan tugasnya dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan, maka perlu ada pendelegasian tugas ke tenaga teknis kefarmasian. Namun, SOP pendelegasian tugas ini di ketiga cabang belum ada. 51

66 52 Pengadaan barang di ketiga cabang didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock dan minimal stock di gudang. Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya. Untuk barang yang dinilai laku (fast moving) maka dapat dilakukan pengadaan kembali, namun untuk barang yang kurang laku atau tidak laku tidak akan dilakukan pengadaan. Pengadaan barang dilakukan oleh petugas logistik ke pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam melakukan pembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk.) yang memasok Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter Drugs (OTC), dan narkotika-psikotropika, Principal Pihak III (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat) seperti Biofarma, dan Principal Lokal (Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat). Pengadaan ke principal perusahaan induk melalui Unit Bisnis Logistik (UBL) dilakukan seminggu sekali. KFTD cabang Bogor dan Serpong melakukan pengadaan pada hari senin, sedangkan KFTD cabang Jakarta-1 pada hari rabu. Pengadaan ke principal pihak III dan principal lokal di ketiga cabang dilakukan sesuai kebutuhan. Pemesanan barang dilakukan menggunakan surat pesanan (SP) (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh supervisor logistik dan kepala cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui, di faksimile untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk SP nakotika yang telah di faksimile seharusnya segera dikirimkan ke UBL melalui pos, namun pengiriman SP asli tidak segera dilakukan. Seperti di KFTD cabang Jakarta-1 pengiriman SP asli narkotika-psikotropika oleh apoteker dilakukan sebulan kemudian. KFTD cabang Serpong pengiriman SP asli narkotikapsikotropika dilakukan seminggu kemudian. Namun di cabang Bogor pengiriman SP asli narkotika-psikotropika dilakukan saat penerimaan barang dari UBL. Setelah pemesanan dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penerimaan dan penyimpanan. Kegiatan penerimaan dilakukan di ruang penerimaan (transito

67 53 in). Penerimaan barang dilakukan dengan pengecekan kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur pembelian (Lampiran 3) atau SKB (Surat Kirim Barang) (Lampiran 4) meliputi item barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Kemudian dilakukan pengecekan kembali antara faktur atau SKB dengan fisik barang meliputi item barang, jumlah barang, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, dan kondisi fisik barang. Seluruh kegiatan penggadaan obat reguler diketiga cabang telah sesuai dengan standard operational procedure (SOP) dan mengacu pada CDOB. Sedangkan penggadaan narkotika-psikotropika belum mengacu pada CDOB. Barang yang telah diterima selajutnya disimpan di gudang dan dokumen barang atau faktur pembelian (Lampiran 3) ditandatangani oleh bagian penerimaan dan APJ PBF. Kemudian dilakukan entry data barang masuk di sistem informasi oleh bagian logistik. Faktur pembelian (Lampiran 3) kemudian ditandatangani kembali oleh supervisor tata usaha (TU) dan dijadikan sebagai hutang dagang. Sistem penyimpanan di gudang KFTD cabang Bogor, Serpong, Jakarta-1 menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO). Khusus penyimpanan narkotika-psikotropika di cabang Bogor menggunakan sistem First In First Out (FIFO). Penyimpanannya di ketiga cabang berbeda-beda. Penyimpanan di KFTD cabang Bogor berdasarkan obat reguler dan obat narkotika-psikotropika. Gudang obat regular dipisahkan berdasarkan obat dari Kimia Farma dan dari pihak III. Penyimpanannya di KFTD cabang Jakarta-1 dipisahkan berdasarkan obat reguler dan obat narkotika-psikotropika. Obat reguler dipisahkan kembali berdasarkan obat yang berasal dari Kimia Farma dan pihak III menggunakan rak-rak yang berbeda. Gudang terbagi menjadi gudang produk eceran atau box serta gudang produk dalam bentuk dus. Penyimpanannya di KFTD cabang Serpong berdasarkan obat reguler dan obat narkotika-psikotropika. Gudang obat regular dipisahkan kembali berdasarkan: 1) Rak 1, obat generik Kimia Farma, 2) Rak 2, OTC dan ethical Kimia Farma, 3) Rak 3, Pihak III dan Kosmetik, 4) Rak 4, Pihak III.

68 54 Kelengkapan alat penyimpanan obat regular di ketiga cabang dilengkapi dengan pallet, tangga, exhaust fan, dan alat pengendali suhu (AC) namun tidak terkalibrasi. Di KFTD cabang Jakarta-1 dan Serpong terdapat APAR dan generator tetapi belum memadai, sedangkan di KFTD cabang Bogor tidak tersedia. KFTD cabang Serpong telah dilengkapi dengan forklift untuk memudahkan pemindahan barang, sedangkan di KFTD cabang Bogor dan Jakarta- 1 belum tersedia. Ketidaktersediaan forklift di KFTD cabang Jakarta-1, dapat diatasi dengan adanya lift gedung. Gudang narkotika-psikotropika di KFTD cabang Bogor dan Serpong ditempatkan diruang terpisah dengan dua lapis pintu yang terkunci. Namun di cabang Jakarta-1 hanya satu lapis pintu. Kunci gudang narkotika-psikotropika dipegang oleh APJ PBF sekaligus sebagai penanggung jawab narkotikapsikotropika. Persyaratan untuk menyimpan narkotika-psikotropika telah sesuai dengan CDOB. Untuk penyimpanan vaksin dan obat yang memerlukan suhu rendah di KFTD cabang Bogor dan Jakarta-1 terdapat 1 chiller dan 1 refrigerator rumah tangga. Refrigerator tidak dilengkapi dengan termometer. Chiller maupun refrigerator di KFTD cabang Bogor belum terkalibrasi namun di KFTD cabang Jakarta-1 telah dikalibrasi. KFTD cabang Serpong memiliki 1 chiller dan 2 refrigerator dan belum dikalibrasi. Pemantauan suhu chiller dan refrigerator di ketiga cabang belum dilakukan secara teratur setiap pagi, siang, dan sore. Layout bangunan di KFTD cabang Bogor dan Jakarta-1 belum memenuhi syarat peta dan ruang karena belum adanya ruang transito in dan transito out. Di KFTD cabang Serpong telah memiliki ruangan transito in dan transito out namun pintu transito out tidak memadai barang-barang yang teralu besar (karton) tidak dapat melewati ruangan transito out. Cabang yang tidak memiliki ruangan transito in dan transito out dilakukan proses penerimaan dan pengeluaran barang pada waktu yang terpisah. Ketika proses penerimaan barang dilakukan maka tidak ada proses pengeluaran barang dan begitu pula sebaliknya. Untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di ketiga cabang telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di ruang yang terpisah, Ruangan obat rusak dan kedaluwarsa di KFTD cabang Serpong dan Bogor tidak terkunci, namun di

69 55 cabang Jakarta-1 sudah terkunci dengan baik. Obat yang diduga palsu belum pernah ditemukan diketiga cabang. Untuk obat kembalian di cabang Bogor dan Jakarta-1 dilakukan pemisahan dari obat-obat reguler, namun di cabang Serpong tidak dipisahkan. Pemusnahan obat di cabang Jakarta-1 belum pernah dilakukan karena pemusnahan dilakukan oleh UBL. Pemusnahan obat di cabang Bogor pernah dilakukan tahun 2011, begitu juga dengan cabang Serpong. Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan dimusnahkan setelah itu ditimbun di dalam tanah. Kegiatan penjualan dan pelayanan di ketiga cabang KFTD terdiri dari penjualan regular dan penjualan narkotika-psikotropika. Untuk penjualan yang bersifat regular maka pelanggan dapat langsung melakukan pemesanan melalui telepon (Lampiran 5), menggunakan Surat pesanan (SP) yang di faksimile (Lampiran 6) atau menggunakan SP yang dititipkan kepada salesman. Pada pemesanan narkotika-psikotropika, wajib menggunakan SP Narkotika (Form N-9) asli atau SP Psikotropika asli yang ditandatangani oleh APJ sesuai dengan ketentuan CDOB. Pada KFTD cabang Bogor dan Jakarta-1, pemesanan narkotikapsikotropika telah sesuai dengan ketetapan CDOB, namun di KFTD cabang Serpong masih ditemukan adanya pemesanan via telepon/ faksimile oleh APJ dan tidak menggunakan SP asli. SP asli diterima sesaat sebelum dilakukan penyerahan narkotika oleh petugas hantaran. Hal ini merupakan kebijakan yang diberikan oleh KFTD cabang Serpong atas pertimbangan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mungkin mendesak. Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat surat kirim barang (SKB) (Lampiran 7) dan faktur penjualan (Lampiran 8) serta faktur pajak (Lampiran 9) jika pembayaran secara COD. Jika pembayaran secara kredit maka faktur pajak akan dibuat saat tukar faktur atau saat penagihan. SKB akan dicetak oleh petugas logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan barang sesuai dengan SKB, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor

70 56 batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan barang (error) maka petugas penyiapan dan petugas pengemasan merupakan orang yang berbeda, dimana kedua orang tersebut melakukan pemeriksaan saat penyiapan dan saat pengemasan (double check). Pengambilan barang dari rak penyimpanan berdasarkan sistem FEFO. Pengambilan barang reguler dan CCP belum terdokumentasi dengan baik, dimana telah dilakukan pencatatan jumlah sediaan yang diambil, nomor faktur dan nama pelanggan, namun belum dicatat nomor batch dan sisa stok di kartu stok barang (Lampiran 10). Sedangkan untuk sediaan narkotika dan psikotropika, dokumentasi pengambilan barang telah dilakukan dengan baik. Setelah kegiatan pengambilan dilaksanakan, barang dikemas dan disegel untuk menjaga mutu selama transportasi pengiriman, kemudian diberi label. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan kerusakan, kontaminasi, pencurian dan tertukarnya barang hantaran. Selanjutnya, petugas logistik akan mengeluarkan barang yang sudah dikemas ke ruang transito out dan barang selanjutnya diberikan kepada petugas penghantar barang. Penghantar barang kemudian menuliskan tanggal penghantaran, nomor faktur, nama pelanggan dan total harga barang yang harus dibayarkan di dalam buku ekspedisi penjualan (Lampiran 11). Buku ekspedisi ini merupakan dokumentasi penghantaran barang ke pelanggan. Setelah diisi, buku selanjutnya diperiksa kebenarannya oleh penanggung jawab logistik. Selain buku ekspedisi penjualan, penghantaran juga disertai dengan faktur penjualan (Lampiran 8) dan SP dari pelanggan (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Pengiriman barang di ketiga cabang KFTD berbeda, dimana KFTD cabang Bogor mengirim barang melalui pihak ketiga (out sourching), KFTD cabang Jakarta-1 pengiriman barang dilakukan sendiri dan KFTD cabang Serpong dilakukan melaui pihak ketiga (out sourching) dan dilakukan sendiri. Penghantaran barang dilakukan setiap pagi dan sore hari. Penghantaran dilakukan menggunakan motor dan mobil box. Mobil box telah dilengkapi dengan kunci gembok guna menjaga keamanan dan mencegah pencurian obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Namun, penghantaran dengan menggunakan motor belum dilengkapi dengan box melainkan menggunakan tas

71 57 ransel. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan CDOB yang menyatakan bahwa kendaraan yang digunakan harus dapat menjamin bahwa obat tidak mengalami perubahan kondisi selama penghantaran yang dapat mengurangi mutu, seperti penyok, basah karena hujan atau rusak karena jatuh. Selain itu, hal tersebut juga berbahaya bagi petugas penghantar. Untuk sediaan dengan suhu tertentu seperti vaksin, dalam penghantarannya digunakan cool box berisi ice pack untuk menjaga kondisi mutu sediaan sesuai dengan anjuran CDOB. Namun, belum tersedia termometer untuk memastikan bahwa barang yang dihantarkan tidak berubah suhunya selama proses penghantaran. Petugas penghantar barang belum dibekali dengan pengetahuan CDOB, dimana pada KFTD cabang ini memang belum pernah diberikan pelatihan mengenai CDOB pada personil. Selanjutnya, barang diserahkan kepada pelanggan dan faktur penjualan (Lampiran 8) ditandatangani oleh tim penerima barang. Faktur penjualan yang telah ditandatangani diserahkan ke PJ logistik kemudian dibuatkan faktur pajaknya (Lampiran 9). Faktur ini akan menjadi dokumen yang sah untuk dilakukan penagihan kepada pelanggan. Pada penjualan regular, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai (kredit) dengan tenggang waktu 30 hari. Sedangkan untuk sediaan narkotika dan psikotropika, pembayaran dilakukan secara tunai atau cash on delivery (COD) pada saat barang dihantarkan. Hal ini diberlakukan agar sediaan narkotika setelah dihantarkan secara sah telah menjadi tanggung jawab pelanggan dan bukan tanggung jawab KFTD lagi, serta menghindari penyalahgunaan narkotika oleh pihak yang tidak berwenang. Namun, untuk penjualan narkotika dan psikotropika ke rumah sakit, pembayaran dapat dilakukan secara kredit dengan batas pembayaran maksimal 14 hari setelah pemesanan karena proses dokumen di rumah sakit yang rumit, sehingga untuk melakukan pembayaran secara COD. Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian, dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek, toko obat dan PBF, Surat Izin Penanggung Jawab dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha). Pada penjualan non-tunai, penagihan dilakukan ketika pembayaran telah jatuh tempo. Sebelum

72 58 waktu jatuh tempo, petugas penagih mendatangi pelanggan membawa faktur penjualan (Lampiran 8) untuk melakukan tukar faktur dengan pelanggan yang tujuannya untuk mengingatkan pelanggan bahwa pembayaran telah mendekati jatuh tempo. Ketika telah tiba tanggal jatuh tempo, penagih datang membawa tanda terima tukar faktur yang kemudian akan dijadikan alat penagihan kepada pelanggan. Batas pembayaran bagi pelanggan adalah 45 hari, jika lebih dari 45 hari maka pelanggan tidak boleh melakukan transaksi pembelian dengan PBF sampai piutang dibayar. Penagihan piutang kepada pelanggan yang telat membayar setelah 45 hari maka akan disertakan surat konfirmasi piutang per pelanggan (Lampiran 14) saat melakukan penagihan. Hal ini dilakukan sebagai alat kontrol dalam penagihan. Bagian terakhir dalam seluruh rangkaian proses kegiatan yang dilakukan di KFTD yaitu pengarsipan dokumentasi. Hal ini sangat penting untuk menelusuri seluruh aspek kegiatan jikalau terjadi suatu hal yang tidak dinginkan di masa yang akan datang. Pengarsipan dokumentasi yang dilakukan oleh ketiga cabang KFTD telah memenuhi ketentuan CDOB yaitu adanya dokumentasi tertulis yang berupa prosedur (SOP), kontrak, dan data berbentuk kertas dan elektronik pada kegiatan pembelian, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan. Seluruh dokumen seperti laporan keuangan, laporan penjualan, laporan pembelian dan lain-lain dicetak dan ditandatangani oleh masing-masing petugas dengan persetujuan kepala cabang. Dokumen disimpan di rak arsip secara teratur dan belum pernah dimusnahkan. Pelaporan dilakukan secara bulanan, triwulan dan tahunan ke KFTD pusat sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya di waktu mendatang. Berdasarkan dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka kegiatan di ketiga cabang KFTD dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu kegiatan pembelian dan penyimpanan (Unit Logistik), kegiatan penjualan dan pelayanan (Unit Penjualan) dan kegiatan penagihan serta pengarsipan dokumentasi (Unit Tata Usaha). Seluruh rangkaian kegiatan memiliki indikator apakah kegiatan berjalan dengan baik atau tidak serta sasaran kegiatan sebagai tolak ukur pencapaian tujuan. Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka unit logistik di ketiga cabang KFTD dalam hal pembelian telah mencapai sasaran

73 59 memperoleh harga barang yang lebih murah dengan adanya diskon yang diberikan oleh pihak principal terutama principal pihak III pusat. Namun, service level pembelian belum 100%, karena UBL belum mampu memenuhi seluruh permintaan di ketiga cabang KFTD dan sering terjadinya keterlambatan dalam pengiriman barang. Manajemen pergudangan bertujuan untuk mencegah kehilangan, kerusakan, dan kedaluarsa barang. Dalam hal penyimpanan, jumlah barang rusak di KFTD cabang Serpong lebih kecil dari angka kebijakannya (0,4%), yaitu 0,07%. Hal ini menandakan bahwa manajemen pergudangan telah berfungsi dengan baik. Pada unit penjualan di KFTD cabang Serpong, sasaran penjualan untuk bulan september tahun 2013 telah tercapai. Pencapaian penjualan bulan tersebut lebih besar dari yang ditargetkan, dimana capaian di bulan tersebut ialah 3,9 milyar dan target capaian di bulan tersebut ialah 3,7 milayar. Dapat dilihat bahwa fungsi penjualan di bulan tersebut berjalan dengan baik. Pencapaian penjualan di KFTD cabang Jakarta-1 untuk bulan September 2013 ialah 2,5 milyar dari target awal 2,7 milyar. Bila dibandingkan dengan target pencapaian pada bulan September 2012, maka pencapaian di bulan September tahun ini lebih besar, begitu pula dengan pencapaian penjualan di KFTD Bogor. Dapat dilihat bahwa fungsi penjualan di kedua cabang KFTD tersebut berjalan dengan baik. Namun, service level di ketiga cabang KFTD belum 100%, dikarenakan masih adanya pesanan yang tidak dapat dilayani karena barang tidak tersedia. Pada unit tata usaha di ketiga cabang KFTD, pencapaian sasaran sudah tercapai dengan tidak adanya kehilangan faktur. Di sisi lain, unit tata usaha juga telah mencapai sasaran kegiatan dengan menyajikan laporan keuangan yang tepat isi dan tepat waktu.

74 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution, dapat disimpulkan bahwa: a. Cara Distribusi Obat yang Baik di PT. Kimia Farma Trading and Distribution meliputi aspek manajemen mutu, organisasi, manajemen dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi. Sebagai Pedagang Besar Farmasi, KFTD cabang Bogor, KFTD cabang Jakarta 1, dan KFTD cabang Serpong telah berusaha berpedoman pada CDOB yang dikeluarkan oleh BPOM RI pada semua lini kegiatannya, namun masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. b. Dalam melakukan kegiatannya PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) telah menunjuk apoteker sebagai penanggung jawab fasilitas distribusi, dimana tanggung jawab apoteker yaitu menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. 5.2 Saran a. Sebaiknya dibuat SOP pendelegasian tugas ke tenaga teknis kefarmasian lain apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan. b. Perlu dilakukannya inspeksi diri secara berkala dan berkesinambungan di ketiga KFTD cabang untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masingmasing lini kegiatan agar mampu menjadi bahan evaluasi untuk kegiatan di masa yang akan datang serta mempertahankan kinerja baik yang telah ada. c. Sebaiknya ruang transito out dan transito in di KFTD Jakarta-1 dan KFTD Bogor dipisah dan tidak dijadikan tempat penyimpanan barang untuk mencegah kesalahan saat pengiriman barang, penerimaan barang dan kehilangan barang. d. Sebaiknya SP asli pengadaan narkotika-psikotropika di ketiga KFTD cabang segera dikirimkan ke UBL setelah dibuat oleh APJ. 60

75 61 e. Sebaiknya pemeriksaan pada penerimaan barang didokumentasikan secara rutin oleh ketiga KFTD cabang. f. Sebaiknya alat pengukur suhu ruangan di gudang ketiga KFTD cabang Bogor dipelihara, dikalibrasi, dimonitoring dan didokumentasikan secara rutin oleh petugas logistik. g. Sebaiknya dibuat jadwal pembersihan gudang yang rutin di ketiga KFTD cabang. h. Sebaiknya barang kembalian, rusak, dan kedaluarsa yang ada di KFTD cabang Serpong dan KFTD cabang Bogor disimpan di ruang terpisah dan terkunci. i. Sebaiknya pengadaan AC untuk gudang reguler di ketiga KFTD cabang segera direalisasikan demi menjaga mutu sediaan farmasi tetap terjaga. j. Sebaiknya penjualan narkotika-psikotropika di KFTD cabang Jakarta-1 dan KFTD cabang Serpong hanya melayani pesanan dengan SP asli. k. Sebaiknya pencatatan pengambilan barang ke dalam kartu stok untuk barang reguler dilakukan dengan lengkap oleh ketiga KFTD cabang (tanggal, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, jumlah barang yang diambil, dan sisa stok) sesuai SOP. l. Sebaiknya motor penghantar barang di KFTD cabang Jakarta-1 dan KFTD cabang Serpong dilengkapi dengan box demi menjaga mutu sediaan dan keselamatan penghantar. m. Sebaiknya dilakukan pelatihan kepada petugas di ketiga KFTD cabang mengenai penggunaan APAR, pengelolaan CCP, pengelolaan narkotikapsikotropika, CDOB dan perundang-undangan yang terkait.

76 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta. Kimia Farma. (2012). Laporan Tahunan Annual Report Tahun Jakarta: Kimia Farma. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta. Kementerian Keuangan. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012. Jakarta. Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Pembukuan Unit Pengelola Keuangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. Nurjannah. (2012). Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT Adira Finance Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1983). Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2000). Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Said, Muhammad Umar. (2013). Manajemen Pedagang Besar Farmasi Praktis. Solo: CV. Ar-Rahman. 62

77 62 LAMPIRAN

78 63 Lampiran 1. Surat pesanan pembelian ke pihak III

79 64 Lampiran 2. Surat pesanan ke unit bisnis logistic (UBL)

80 65 Lampiran 3. Faktur pembelian dari pihak III

81 66 Lampiran 4. Surat kirim barang (SKB) dari UBL ke KFTD cabang

82 67 Lampiran 5. Surat pesanan sementara

83 68 Lampiran 6. Surat pesanan yang di faksimile

84 69 Lampiran 7. Delivery order atau SKB penjualan

85 70 Lampiran 8. Faktur penjualan

86 71 Lampiran 9. Faktur pajak penjualan

87 72 Lampiran 10. Kartu stok

88 73 Lampiran 11. Buku ekspedisi tunai

89 74 Lampiran 12. Buku ekspedisi kredit

90 75 Lampiran 13. Tanda terima tukar faktur

91 76 Lampiran 14. Konfirmasi piutang per pelanggan

92 77 Lampiran 15. Nota inkaso

93 78 Lampiran 16. Laporan harian kunjungan salesman

94 79 Lampiran 17. Daftar kunjungan salesman

95 80 Lampiran 18. Kunjungan penagih

96 81 Lampiran 19. Customer record card

97 UNIVERSITAS INDONESIA KEPATUHAN MELAKSANAKAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK (CDOB) UNTUK SEDIAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION CABANG BOGOR TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER ENNIE RIBEN SIHITE, S.Farm ANGKATAN LXXVII Uni FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

98 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii DAFTAR LAMPIRAN... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Narkotika dan Psikotropika Narkotika Psikotropika PT. Kimia Farma Tranding and Distribution (KFTD) Cabang Bogor Gambaran Umum Struktur Organisasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Definisi Tujuan Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika menurut Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Prinsip Umum Penanggung Jawab Bangunan dan Peralatan Operasional Kualifikasi Pemasok Kualifikasi Pelanggan Pengadaan Penerimaan Penyimpanan Penyaluran Ekspor dan Impor Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika Kembalian Dokumentasi Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Narkotika Psikotropika BAB 3 PEMBAHASAN BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN ii

99 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Lampiran 2. Produk Narkotika di KFTD cabang Bogor Lampiran 3. Produk Psikotropika di KFTD cabang Bogor Lampiran 4. Surat Pesanan Narkotika ke KFTD Pusat Lampiran 5. Surat Pesanan Psikotropika ke KFTD Pusat Lampiran 6. Gudang Narkotika dan Psikotropika Lampiran 7. Lemari Besi Penyimpanan Narkotika Lampiran 8. Langit-langit Ruang Narkotika Lampiran 9. Tempat Penyimpanan Psikotropika Lampiran 10. Air Conditioner (AC) di ruang Narkotika dan Psikotropika Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika dari Pelanggan Lampiran 12. Surat Pesanan Psikotropika dari Pelanggan Lampiran 13. Faktur Penjualan Narkotika Lampiran 14. Faktur Penjualan Psikotropika Lampiran 15. Kartu Stok Narkotika Lampiran 16. Kartu Stok Psikotropika Lampiran 17. Pengemasan Narkotika Lampiran 18. Pengemasan Psikotropika Lampiran 19. Laporan Bulanan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor iii

100 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, salah satunya dengan mengusahakan ketersediaan narkotika dan psikotropika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 2009). Narkotika dan psikotropika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan kehidupan manusia dan kehidupan bangsa sehingga pada gilirannya dapat mengancam ketahanan nasional apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Sehubungan dengan pertimbangan tersebut di atas, untuk menghadapi penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Selain mengesahkan undang-undang tersebut, untuk mempermudah pengawasan maka Menteri Kesehatan membuat keputusan dengan memberikan izin importasi narkotika kepada satu Perusahaan Milik Negara yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 199/Menkes/SK/III/1996 tentang Penunjukan pedagang besar farmasi PT. 1

101 2 (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir Tunggal Narkotik di Indonesia. Sebagai importir tunggal narkotika PT. Kimia Farma Tbk., harus dapat menjamin keabsahan mutu produk narkotika ataupun psikotropika yang sampai ke konsumen adalah produk yang aman, efektif dan dapat digunakan sesuai indikasinya; dan menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan, termasuk pada sistem transportasinya. Salah satu usaha perusahaan ini adalah dengan melakukan penyaluran narkotika dan psikotropika hanya melalui PT. Kimia Farma Tranding and Distibution (KFTD). KFTD merupakan anak perusahaan dari PT. Kimia Farma Tbk., yang bergerak dalam bidang distribusi atau yang biasa disebut pedagang besar farmasi (PBF). Menurut Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia Nomor HK tahun 2012, setiap PBF atau PBF cabang wajib memenuhi ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Oleh karena itu, mahasiswa Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberikan tugas khusus mengenai Kepatuhan dalam Melaksanakan Cara Distribusi Obat yang Baik untuk sediaan narkotika dan psikotropika di PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Bogor. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Tranding and Distribution (KFTD) cabang Bogor, bertujuan agar para calon Apoteker dapat mengamati sejauh mana kepatuhan KFTD cabang Bogor menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam untuk sediaan narkotika dan psikotropika.

102 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Narkotika dan Psikotropika Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: a. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya: opium, candu, kokaina, ganja, MDMA, meskalina, heroina. b. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya: fentanil, metadona, morfina. c. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan ini adalah kodein. Pengaturan narkotika dalam Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan narkotika dan prekursor narkotika. Peraturan ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk: a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 3

103 4 b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan Bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika; c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang digolongkan menjadi: a. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh dari obat psikotropika golongan I adalah ecstasy (MDMA), psilosin, LSD (lisergik deitilamid), dan meskalin (kaktus amerika). b. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat golongan psikotropika golongan II adalah amfetamin, metamfetamina, sekobarbital, metakualon, dan metilfenidat. c. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan III adalah amorbarbital, flunitrazepam, dan kastina. d. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

104 5 mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh obat psikotropika golongan IV adalah barbital, bromasepam, diazepam, estazolam, fenorbarbital, klobazam, dan klorazepam. 2.2 PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Cabang Bogor Gambaran Umum PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Bogor merupakan salah satu cabang kelas 2 dari PT. Kimia Farma Trading and Distribution, yang terletak di di Jl. Tentara Pelajar No. 2 Bogor. Bangunan yang digunakan KFTD cabang Bogor untuk melaksanakan kegiatan operasional bukan milik pribadi (sewa) dari KFTD Pusat, oleh sebab itu KFTD cabang Bogor memiliki kontrak tertulis sehingga pengelolaan bangunan sepenuhnya tanggung jawab KFTD cabang Bogor. KFTD cabang Bogor melakukan distribusi sediaan farmasi ke berbagai tempat seperti rumah sakit, apotek, toko obat, dan toko kosmetik yang berada di wilayah Kota Bogor, Cileungsi, Cibubur dan Depok. Sediaan Farmasi yang didistribusikan oleh KFTD Cabang Bogor meliputi obat reguler (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras), obat tradisional, kosmetika, obat narkotika dan psikotropika, serta beberapa alat kesehatan habis pakai seperti kasa hidrofil Struktur Organisasi Struktur organisasi PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Bogor dapat dilihat pada Lampiran 1. PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Bogor dipimpin oleh Branch Manager yang berpengalaman. Kepala cabang membawahi 4 supervisor, yaitu : a. Supervisor Tata Usaha dan Keuangan b. Supervisor Pembelian c. Supervisor Penjualan d. Supervisor Logistik

105 6 2.3 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Definisi Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik indonesia Nomor HK tahun 2012, Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara distribusi/ penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya Tujuan CDOB dimaksudkan untuk memastikan bahwa keamanan, manfaat dan mutu produk obat di sepanjang jalur distribusi tetap dipertahankan sesuai dengan karakteristik pada saat obat dimaksud disetujui untuk beredar, yaitu sejak dari industri farmasi hingga fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat dan toko obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 2.4 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika menurut Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Prinsip Cara distribusi narkotika dan psikotropika harus dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika dan psikotropika dari jalur distribusi resmi Umum Distribusi narkotika dan psikotropika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan CDOB Penanggung jawab Sesuai dengan peraturan perundang undangan penanggung jawab narkotika dan psikotropika di pedagang besar farmasi (PBF) adalah seorang Apoteker.

106 Bangunan dan Peralatan Persyaratan bangunan dan peralatan yang digunakan untuk mengelola narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Gudang atau lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika harus aman dan terkunci. Kunci lemari atau gudang penyimpanan narkotika dan psikotropika dipegang oleh penanggung jawab fasilitas distribusi atau personil lain yang dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan. Kapasitas lemari atau gudang khusus penyimpanan narkotika atau psikotropika harus sesuai dengan yang dipersyaratkan. Gudang khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika tidak boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung jawab fasilitas distribusi Operasional Kualifikasi Pemasok Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi yang memproduksi narkotika. Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan. Menteri Kesehatan memberikan izin importasi narkotika kepada satu Perusahaan Milik Negara yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., berdasarkan Kepmenkes No. 199/Menkes/SK/III/1996 tentang Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir Tunggal Narkotika di Indonesia Kualifikasi Pelanggan Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke fasilitas distribusi lain yang memiliki ijin khusus penyalur narkotika, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran psikotropika ke fasilitas distribusi lain, instalasi sediaan farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan menyerahkan psikotropika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

107 Pengadaan Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat dalam pengadaan narkotika atau psikotropika. Pengadaan narkotika atau psikotropika harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Surat Pesanan wajib: a. Asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. b. Ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan dilengkapi dengan nama jelas dan nomor Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). c. Mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor telepon/ faksimili, nomor izin dan stempel fasilitas distribusi. d. Mencantumkan nama industri farmasi atau fasilitas distribusi pemasok beserta alamat lengkap. e. Mencantumkan nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf. f. Diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan yang jelas. g. Dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain Penerimaan Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap: a. Kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat pengantar/ pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan. b. Kondisi kontainer pengiriman dan/ atau kemasan termasuk segel, label dan/ atau penandaan dalam kondisi baik. c. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar/ pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat pengantar/ pengiriman barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas distribusi. Jika

108 9 setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus dikembalikan dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima pengembalian dari pemasok. Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan jumlah antara fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk mengklarifikasi ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok Penyimpanan a. Narkotika Penyimpanan narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 Pedagang besar farmasi harus mempunyai gudang khusus untuk menyimpan narkotika dan dikunci dengan baik. Gudang yang dimaksudkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang kuat dengan merk yang berlainan. 2) Langit-langit dan jendela dilengkapi dengan jeruji besi. 3) Dilengkapi dengan lemari besi yang tidak kurang dari 150 kilogram dan mempunyai kunci yang kuat. 4) Gudang dan lemari tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 5) Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa ijin penanggung jawab. 6) Anak kunci gudang dan anak kunci lemari besi dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan b. Psikotropika Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau gudang terkunci serta tidak boleh digunakan menyimpan barang selain psikotropika untuk menjamin keamanan.

109 Penyaluran Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan pengiriman. a. Penerimaan pesanan 1) Pada saat penerimaan pesanan, penanggung jawab fasilitas distribusi wajib memeriksa hal-hal sebagai berikut: a) surat pesanan menggunakan format khusus yang telah ditentukan dan terpisah dari produk lain b) keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk faksimile, fotokopi maupun c) memeriksa kebenaran surat pesanan, meliputi: nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan; nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf; nomor surat pesanan; nama, alamat dan izin sarana pemesan. d) keabsahan surat pesanan, meliputi: tanda tangan dan nama jelas penanggung jawab, nomor Surat Izin Kerja (SIK) penanggung jawab, stempel fasilitas distribusi atau sarana pelayanan kefarmasian 2) Penanggung jawab fasilitas distribusi harus memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi pesanan. 3) Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat dilayani harus segera diberitahukan kepada pemesan dengan menerbitkan Surat Penolakan Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja. 4) Surat pesanan narkotika atau psikotropika yang dapat dilayani, disahkan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dengan membubuhkan tanda tangan atau paraf atau sistem lain yang dapat dipertanggungjawabkan. b. Pengemasan 1) Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika atau psikotropika harus dilaksanakan setelah menerima surat pesanan 2) Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika untuk dilakukan pengemasan harus dicatat dalam kartu stok dan disahkan dengan paraf Kepala Gudang

110 11 3) Sebelum dilakukan pengemasan narkotika atau psikotropika yang akan dikirim harus dilakukan pemeriksaan terhadap: a) kebenaran nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah b) nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan nama industri farmasi c) kondisi kemasan termasuk penandaan dan segel dari narkotika atau psikotropika d) kelengkapan dan keabsahan dokumen serta kebenaran tujuan pengiriman. c. Pengiriman 1) Setiap pengiriman narkotika atau psikotropika harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen pengiriman narkotika atau psikotropika yang sah, antara lain surat jalan dan/ atau surat pengantar/ pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan yang dikeluarkan oleh fasilitas distribusi yang ditandatangani oleh kepala gudang dan penanggung jawab fasilitas distribusi. 2) Dokumen pengiriman harus terpisah dari dokumen lain. 3) Fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman narkotika atau psikotropika sampai diterima di tempat pemesan oleh penanggung jawab sarana atau penanggung jawab produksi, dibuktikan dengan telah ditandatanganinya surat pengantar/ pengiriman barang (nama, nomor SIK/ SIPA, tanda tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan, dan stempel sarana) 4) Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib sesuai dengan alamat yang tercantum pada surat pesanan dan faktur penjualan atau surat pengantar/ pengiriman barang. 5) Setiap narkotika atau psikotropika yang mengalami kerusakan dalam pengiriman harus dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas distribusi pengirim. Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/ Balai POM setempat.

111 12 6) Setiap kehilangan narkotika atau psikotropika selama pengiriman wajib dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas distribusi. Selanjutnya hal tersebut segera dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/ Balai POM setempat dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian Ekspor dan Impor a. Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan. b. Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor harus dilengkapi dengan surat pesanan dan estimasi kebutuhan tahunan dari industri farmasi pengguna. c. Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika, harus memenuhi peraturan perundang-undangan Pemusnahan Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh petugas Badan POM, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan saksi. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Badan POM dengan tembusan disampaikan ke Balai Besar/ Balai POM dan Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan melampirkan berita acara pemusnahan. Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat: a. nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa; b. tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan; c. cara dan alasan pemusnahan; d. nama penanggung jawab fasilitas distribusi; dan e. nama saksi-saksi. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, pedagang besar farmasi dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/ atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Menurut undang-undang RI No. 5 tahun 1997 pemusnahan

112 13 psikotropika dilaksanakan dalam hal : berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan Narkotika dan Psikotropika Kembalian Ketentuan tentang narkotika dan psikotropika kembalian, dengan ketentuan tambahan sebagai berikut: a. Narkotika atau psikotropika kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat kembalian lain, terkunci dan aman untuk mencegah pendistribusian kembali. b. Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya harus didokumentasikan. Untuk produk kembalian yang akan dimusnahkan harus dilaporkan ke Badan POM RI Dokumentasi Pencatatan mutasi narkotika atau psikotropika wajib dilakukan dengan tertib dan akurat. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk berita acara hasil investigasi selisih stock serta melaporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat. Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur penjualan dan/atau surat pengantar/ pengiriman barang/ dari industri farmasi atau fasilitas distribusi lain, bukti retur dan/ atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen lain. Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur penjualan dan/atau surat penyerahan/ pengiriman barang, bukti retur dan/ atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penyaluran barang dan terpisah dari dokumen produk lain. Surat pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas

113 14 Dokumen berita acara pemusnahan, berita acara kerusakan, berita acara kehilangan dan berita acara hasil investigasi selisih stok, wajib didokumentasikan, dipisahkan dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain dan disusun berdasarkan urutan tanggal berita acara. Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara terpisah dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal sehingga mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat diperlukan. Fasilitas distribusi wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan atau psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Fasilitas distribusi yang melakukan importasi narkotika dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Fasilitas distribusi yang melakukan eksportasi narkotika dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.5 Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Narkotika Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika Pasal 14 ayat 2 industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika.

114 Psikotropika Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 912/Menkes/Per/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika, pasal 7 ayat 1 Pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika wajib mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan.

115 BAB 3 PEMBAHASAN PT. Kimia Farma Tranding and Distribution (KFTD) cabang Bogor merupakan Pedagang Besar Farmasi yang melakukan tugasnya sebagai distributor sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ke berbagai tempat diantaranya yaitu institusi pemerintahan, rumah sakit, apotek, toko obat, horeka (hotel, restoran, karaoke atau kafe) dan lain-lain. Produk yang di distribusikan yaitu, obat keras dengan resep dokter, Over The Counter (OTC), narkotika, psikotropika, Obat Generik Berlogo (OGB), kosmetika dan alat kesehatan. Sebagai penyalur narkotika, KFTD cabang Bogor telah memiliki izin khusus penyaluran narkotika dengan nomor izin khusus HK.07.01/I/307/09. Penanggung jawab di KFTD cabang Bogor sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu seorang Apoteker yang bekerja purna waktu dan telah mempunyai SIKA serta tidak merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang lain. Di KFTD cabang Bogor Apoteker penanggung jawab PBF juga berfungsi sebagai Supervisor Logistik/penanggung jawab gudang dan penanggung jawab narkotika. Dalam kegiatan operasional narkotika dan psikotropika, KFTD cabang Bogor telah memiliki SOP khusus penyaluran narkotika dan psikotropika mulai dari pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan pemusnahan. Pemasok narkotika dan psikotropika di KFTD cabang Bogor ialah UBL (Unit Bisnis Logistik) yang merupakan principal perusahaan induk (PT. Kimia Farma Tbk.). KFTD cabang Bogor memasok 24 produk narkotika (Lampiran 2) dan 12 produk psikotropika (Lampiran 3) dari UBL. Pengadaan narkotika atau psikotropika di KFTD cabang Bogor dimulai dari Supervisor Logistik yang juga sebagai apoteker penanggung jawab membuat perencanaan kebutuhan narkotika dan psikotropika sesuai dengan sisa stok, historis penjualan, dan permintaan penjualan. Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 (Lampiran 4) dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika (Lampiran 5). Supervisor Logistik membuat surat pesanan (SP) yang mencantumkan nama pemesan, jabatan pemesan, alamat, nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk 16

116 17 angka dan huruf, tanggal, nomor urut SP dan tujuan pemesanan dengan penulisan yang jelas. Dalam satu SP narkotika hanya boleh digunakan untuk menuliskan satu jenis narkotika segangkan dalam satu SP psikotropika boleh digunakan untuk beberapa jenis obat. Surat pesanan yang telah dibuat ditandatangani oleh penanggung jawab narkotika dan kepala cabang, sebagai persetujuan pengadaan barang, dan dilengkapi dengan nama penanggung jawab narkotika, stempel dan nomor Surat Izin Kerja (SIK) di kirim ke UBL dalam bentuk faksimile, lalu diarsipkan. Pengiriman SP narkotika dan psikotropika dalam bentuk faksimile sebenarnya tidak dibenarkan sesuai Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) walapun surat pesanan asli akan diserahkan pada saat barang dikirim. Setelah pemesanan dilakukan, maka proses selanjutnya adalah penerimaan dan penyimpanan. Kegiatan penerimaan dilakukan di ruang penerimaan (transito in). Penerimaan barang dilakukan dengan pengecekan kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur atau surat kirim barang (SKB) meliputi item barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Kemudian dilakukan pengecekan kembali antara faktur atau SKB dengan fisik barang meliputi item barang, jumlah barang, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, dan kondisi fisik barang. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, supervisor logistik akan menandatangani faktur atau SKB pembelian dan dibubuhi stempel serta menyerahkan surat pesanan asli yang sesuai dengan yang telah di kirim dalam bentuk faksimili sebelumnya. Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut dikembalikan dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima pengembalian dari UBL. Kemudian dilakukan entry data barang masuk di sistem informasi oleh bagian logistik. Faktur pembelian kemudian ditandatangani kembali oleh supervisor tata usaha (TU) dan dijadikan sebagai hutang dagang. Di KFTD cabang Bogor sudah mempunyai gudang khusus yang terbuat dari tembok untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika dan telah dikunci dengan baik. Narkotika dan psiktropika disimpan dalam satu ruangan yang hanya mempunyai satu pintu dengan dua buah kunci yang kuat dengan merk yang

117 18 berlainan (Lampiran 6). Gudang penyimpanan telah dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan dengan akurat. Narkotika di simpan di dalam lemari besi terkunci (Lampiran 7) dan di lengkapi dengan jeruji besi di bagian langit-langit dan jendela (Lampiran 8) yang terkunci untuk menjamin keamanan narkotika. Sedangkan untuk psikotropika di simpan di bagian luar jeruji besi. Penyimpanan psikotropika masih dalam dus asli dari pabrik sehingga penyimpanan psikotropika belum tersusun rapi seperti narkotika (Lampiran 9). Sistem penyimpanan narkotika dan psikotropika di gudang KFTD cabang Bogor menggunakan sistem First In First Out (FIFO). Gudang penyimpanan narkotika dan psikotropika dilengkapin air conditioner (Lampiran 10) sebagai alat pengendali suhu namun belum dilengkapi alat pengukur suhu dan kelembaban. Untuk dapat menjaga mutu narkotika dan psikotropika seharusnya dilakukan pengontrolan suhu ruangan dengan mengecek suhu pada alat pengukur suhu dan mencatatnya. Kunci gudang narkotika dan psikotropika dipegang oleh apoteker penanggung jawab gudang sekaligus sebagai penanggung jawab narkotika dan psikotropika. Jika apoteker penanggung jawab berhalangan hadir, kunci lemari dan gudang dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP). Gudang khusus penyimpanan narkotika dan psikotropika tidak boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung jawab gudang. KFTD cabang Bogor hanya melakukan penyaluran narkotika dan psikotropika ke apotek dan rumah sakit yang telah memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika atau psikotropika sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan telah melakukan registrasi sebagai pelanggan dari KFTD cabang Bogor. Kegiatan penjualan atau pelayanan narkotika atau psikotropika dilakukan hanya jika ada pemesanan narkotika atau psikotropika dengan menggunakan SP Narkotika asli (Lampiran 11) atau SP Psikotropika asli (Lampiran 12) yang telah ditandatangani oleh Apoteker Penanggung jawab apotik atau rumah sakit, jika SP asli belum di terima oleh bagian fakturis atau pemesanan hanya via

118 19 telepon/faksimile maka pesanan tidak dapat dilayani walaupun untuk keperluan mendesak. Pada saat penerimaan pesanan, penanggung jawab akan memeriksa keaslian dan kebenaran surat pesanan, meliputi: nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan, nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf, no surat pesanan, tanda tangan, nama jelas, no SIPA penanggung jawab dan stempel apotek/rumah sakit. Selain itu penanggung jawab akan memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi pesanan. Surat pesanan yang tidak memenuhi syarat akan ditolak dan akan segera diberitahukan kepada pemesan melalui telepon. Setelah SP asli memenuhi syarat dan diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat faktur penjualan (Lampiran 13 dan Lampiran 14). Proses penyiapan diawali dengan pengambilan narkotika atau psikotropika oleh penanggung jawab sesuai dengan faktur, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa. Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika untuk dilakukan pengemasan harus dicatat dalam kartu stok (Lampiran 15 dan Lampiran 16) dan disahkan dengan paraf Penanggung jawab gudang yang merupakan Penanggung jawab narkotika dan psikotropika. Pengeluaran narkotika atau psikotropika belum terdokumentasi sepenuhnya, dimana nomor batch dan tanggal kedaluwarsa tidak dicatat di kartu. Sedangkan menurut SOP, setiap pengeluaran barang wajib mengisi kolom di kartu stok dengan lengkap yaitu: tanggal pengambilan, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kedaluwarsa, jumlah barang yang diambil, sisa stok, dan paraf petugas. Dalam CDOB juga ditetapkan bahwa setiap pengeluaran produk harus dicatat pada lembar catatan pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor batch dan tanggal kedaluwarsanya (Badan POM RI, 2012). Pengemasan narkotika atau psikotropika hanya menggunakan plastik atau dus (Lampiran 17 dan Lampiran 18). Setiap pengiriman narkotika atau psikotropika disertai dan dilengkapi dengan surat pesanan asli dan faktur penjualan yang ditandatangani oleh penanggung jawab gudang. Pengiriman narkotika atau psikotropika dilakukan

119 20 melalui pihak ketiga yang telah melakukan kerjasama dengan KFTD cabang Bogor sehingga pihak fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman narkotika atau psikotropika sampai diterima di tempat pemesan oleh penanggung jawab sarana. Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib sesuai dengan alamat yang tercantum pada surat pesanan dan faktur penjualan. Barang yang telah diterima oleh pemesan dibuktikan dengan faktur penjualan yang telah diberi tanda tangan penanggung jawab, serta diberi nama, nomor SIPA, tanggal penerimaan, dan stempel sarana. Untuk sediaan narkotika dan psikotropika, pembayaran dilakukan secara cash pada saat barang dihantarkan (Cash On Delivery/ COD) sehingga pada saat pengiriman telah disertai dengan faktur pajak. Faktur penjualan yang telah ditandatangani oleh penerima diserahkan ke supervisor logistik. Pemusnahan dilakukan jika terdapat barang yang kedaluwarsa dan rusak. Penanggung jawab gudang akan membuat daftar narkotika dan psikotropika yang akan dimusnahkan mencangkup nama barang, nomor batch, tanggal kedaluwarsa dan jumlah. Setiap akan melakukan pemusnahan, KFTD cabang Bogor harus mengajukan ijin prinsip pemusnahan barang kepada Direksi. Setelah mendapat persetujuan, pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab gudang dan disaksikan oleh petugas Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM), serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab gudang. Balai POM dan saksi. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan dimusnahkan setelah itu ditimbun di dalam tanah. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Badan POM dengan tembusan disampaikan ke Balai Besar/Balai POM dan Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan melampirkan berita acara pemusnahan. Laporan pemusnahan memuat: nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa; tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan; cara dan alasan pemusnahan; nama penanggung jawab gudang dan nama saksi-saksi. KFTD cabang Bogor pernah melakukan pemusnahan pada Tahun Pengarsipan dokumentasi yang dilakukan oleh KFTD cabang Bogor telah memenuhi ketentuan CDOB yaitu adanya dokumentasi tertulis yang berupa

120 21 prosedur (SOP) dan data berbentuk kertas dan elektronik pada kegiatan pembelian, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan narkotika atau psikotropika yang dilakukan dengan tertib. Hal ini sangat penting untuk menelusuri seluruh aspek kegiatan jikalau terjadi suatu hal yang tidak dinginkan di masa yang akan datang. Dokumentasi yang telah dilakukan untuk narkotika dan psikotropika, yaitu dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan dan faktur pembelian narkotika atau psikotropika dari UBL, bukti retur dan/atau nota kredit, diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen lain. Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur penjualan, dan bukti retur telah diarsipkan menjadi satu. Dokumen berita acara retur barang kembalian, rusak dan kedaluwarsa ke UBL yang disusun berdasarkan tanggal dan dipisahkan dari berita acara retur barang reguler. Seluruh dokumen seperti laporan keuangan, laporan penjualan, laporan pembelian dan lain-lain dicetak dan ditandatangani oleh masing-masing petugas dengan persetujuan kepala cabang. Dokumen disimpan di rak arsip secara teratur dan belum pernah dimusnahkan. Pelaporan dilakukan secara bulanan, triwulan dan tahunan ke UBL sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya di waktu mendatang. Kegiatan stock opname dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali sesuai kebijakan UBL, namun hal ini tidak sesuai dengan ketentuan dalam CDOB dimana stok opname narkotika dan psikotropika seharusnya dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali. Jika terjadi selisih stok dengan fisik saat stock opname, maka penanggung jawab gudang akan melakukan investigasi adanya dan mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk berita acara hasil investigasi selisih stok serta melaporkan ke UBL, Badan POM dengan tembusan Balai Besar/Balai POM setempat. Arsip kartu stok manual telah disimpan secara terpisah dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal sehingga mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat diperlukan.

121 22 Laporan bulanan pendistribusian narkotika dan psikotropika di KFTD cabang Bogor dibuat setiap bulan oleh penanggung jawab narkotika dan psikotropika berdasarkan transaksi pembelian dan penjualan narkotika dan psikotropika selama 1 bulan dan dikirimkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melalui wasnapza@pom.go.id paling lambat setiap tanggal 10 setiap bulannya. dengan tembusan kepada balai Besar POM dan untuk arsip (Lampiran 19).

122 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan PT. Kimia Farma Tranding and Distribution (KFTD) cabang Bogor dalam rantai distribusi narkotika dan psikotropika telah memiliki ijin khusus penyaluran narkotika dan penanggung jawab seorang apoteker yang mempunyai SIKA. Pemasok narkotika dan psikotropika di KFTD cabang Bogor ialah UBL (Unit Bisnis Logistik) yang merupakan principal perusahaan induk (PT. Kimia Farma Tbk.), sedangkan pelanggan narkotika dan psikotropika KFTD cabang Bogor ialah apotek dan rumah sakit yang telah memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika atau psikotropika sesuai dengan peraturan perundangundangan dan telah melakukan registrasi sebagai pelanggan dari KFTD cabang Bogor. Pengadaan narkotika telah menggunakan SP N-9 yang dicetak, namun dikirimkan melalui faksimile. Standar bangunan dan peralatan yang digunakan untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika juga telah hampir memenuhi standar yang ditetapkan dalam CDOB. Gudang dilengkapi dengan AC sebagai pengatur suhu namun belum tersedia termometer yang terkalibrasi sebagai alat pengukur suhu. Penjualan narkotika didasarkan atas SP N-9 asli dan SP khusus psikotropika asli. Penghantaran narkotika dan psikotropika telah disertai dengan dokumen-dokumen seperti faktur penjualan, faktur pajak dan SP asli. Pemusnahan narkotika dan psikotropika telah sesuai dengan ketentuan CDOB. Dokumen pengadaan, dokumen penyaluran, dokumen berita acara retur barang kembalian, rusak dan kedaluwarsa, laporan keuangan, laporan penjualan dan laporan pembelian telah diarsipkan dan terpisah dari dokumen obat reguler. Pelaporan penyaluran narkotika dan psikotropika di KFTD cabang Bogor dibuat setiap bulan oleh penanggung jawab narkotika dan psikotropika ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melalui wasnapza@pom.go.id. 23

123 Saran a. Penerapan aspek-aspek CDOB di KFTD cabang Bogor perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan sehingga mutu narkotika dan psikotropika di KFTD cabang Bogor tetap dipertahankan selama proses distribusi. b. Pada saat KFTD cabang Bogor akan melakukan pemesanan narkotika dan psikotropika, sebaiknya surat pesanan asli segera dikirimkan langsung ke UBL bukan melalui faksimile, sesuai dengan ketentuan dalam CDOB. c. Sebaiknya gudang penyimpanan narkotika dan psikotropika di KFTD cabang Bogor dilengkapi dengan alat pengukur suhu (termometer) yang terkalibrasi.

124 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. PT. Kimia Farma Tranding and Distribution. (2011). Standard Operating Procedures. Jakarta: PT. Kimia Farma Tranding and Distribution. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. 25

125 LAMPIRAN 26

126 27 Lampiran 1. Struktur organisasi

127 28 Lampiran 2. Produk narkotika di KFTD cabang Bogor No Nama Produk Kemasan Besar Sediaan 1 Pethidin HCl 50 mg inj Dus 10 x 2 ml 2 Codein 10 mg tablet Botol 250 tablet 3 Codein 15 mg tablet Botol 250 tablet 4 Codein 20 mg tablet Botol 250 tablet 5 Coditam tablet Dus 100 tablet 6 Codikaf 20 mg tablet Dus 10 x 10 strip 7 Codikaf 10 mg tablet Dus 10 x 10 strip 8 Codipront caps Dus 1 x 10 strip 9 Codipront caps Botol 100 kapsul 10 Codipront cum expect caps Dus 1 x 10 strip 11 Codipront cum expect sirup Botol 60 ml 12 Codipront sirup Botol 60 ml 13 Morphine hcl 10 mg Dus 10x 1 ml 14 Clopedin injeksi 2 ml Dus 10 x 2 ml 15 Fentanil 0,05 mg/ml 10 ml inj Dus 5 ampul 16 Fentanil 0,05 mg/ml inj 2 ml Dus 5 ampul 17 Fentanil 0,05 mg/ml inj 10 ml Dus 10 ml 18 Fentanyl 0.05 mg/ml 2 ml Dus 2 ml 19 Durogesic 12,5 mu matrix Dus Set 20 Durogesic 25 mu matrix Dus Set 21 Durogesic 50 mu matrix Dus Set 22 Mst continus 10 mg Tablet 60 tablet 23 Mst continus 15 mg Tablet 60 tablet 24 Mst continus 30 mg Tablet 60 tablet

128 29 Lampiran 3. Produk psikotropika di KFTD cabang Bogor No Nama Produk Kemasan Jumlah 1 Diazepam 2 mg Botol 1000 tablet 2 Phenobarbital 30 mg Botol 1000 tablet 3 Neurodial Dus 10 x 10 4 Clofritis 10 mg Dus 100 tablet 5 Prohipen Dus 30 tablet 6 Riklona 2 mg Dus 100 tablet 7 Sibital injeksi 2 ml Dus 10 ampul 8 Valdimex 5 mg Dus 100 tablet 9 Merlopam 2 mg Dus 100 tablet 10 Merlopam 0.5 mg Dus 100 tablet 11 Atarax 0,5 mg Dus 100 tablet 12 Valdimex 10mg/2mL Dus 5 ampul

129 30 Lampiran 4. Surat pesanan narkotika ke KFTD Pusat

130 31 Lampiran 5. Surat pesanan psikotropika ke KFTD Pusat

131 32 Lampiran 6. Gudang narkotika dan psikotropika

132 33 Lampiran 7. Lemari besi penyimpanan narkotika

133 34 Lampiran 8. Langit-langit ruang narkotika

134 35 Lampiran 9. Tempat penyimpanan psikotropika

135 36 Lampiran 10. Air conditioner (AC) di ruang narkotika dan psikotropika

136 37 Lampiran 11. Surat pesanan narkotika dari pelanggan

137 38 Lampiran 12. Surat pesanan psikotropika dari pelanggan

138 39 Lampiran 13. Faktur penjualan narkotika

139 40 Lampiran 14. Faktur penjualan psikotropika

140 41 Lampiran 15. Kartu stok narkotika

141 42 Lampiran16. Kartu stok psikotropika

142 43 Lampiran 17. Pengemasan narkotik

143 44 Lampiran 18. Pengemasan psikotropika

144 45 Lampiran 19. Laporan bulanan narkotika, psikotropika dan prekursor

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 2013 15 JULI 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG 15325 PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang BAB V TUGAS KHUSUS Tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant yang dilakukan adalah pembuatan Laporan penggunaan prekursor kepada Badan Pengawas Obat dan

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha No.712, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. LPK. Perizinan. Pendaftaran. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PERIZINAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 50/BC/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.893, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.442, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

TABEL 1 DAFTAR PERTANYAAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL

TABEL 1 DAFTAR PERTANYAAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TABEL 1 DAFTAR EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL Indepedensi Auditor Internal Apakah auditor internal yang ada pada perusahaan merupakan fungsi yang terpisah dari fungsi operasional

Lebih terperinci

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang

Struktur Organisasi. PT. Akari Indonesia. Pusat dan Cabang. Dewan Komisaris. Direktur. General Manager. Manajer Sumber Daya Manusia Kepala Cabang 134 Struktur Organisasi PT. Akari Indonesia Pusat dan Cabang Dewan Komisaris Direktur Internal Audit General Manager Manajer Pemasaran Manajer Operasi Manajer Keuangan Manajer Sumber Daya Manusia Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci