UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama / NPM : Gabriella Frederika Punu, S.Farm. / Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Judul Laporan : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT SamMarie Tramedifa Jl. Cipinang Muara 1 No. 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta Periode 17 Juni 15 Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diajukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia Pembimbing I : T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS. (...) Pembimbing II : Dr. Harmita, Apt. (...) Pembimbing lapangan : Eka Ayu Gustari, S.Si., Apt. (...) Penguji I : (...) Penguji II : (...) Penguji III : (...) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii

4 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Gabriella Frederika Punu, S. Farm. NPM : Tanda tangan : Tanggal : 5 Februari 2014 iv

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillah dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis mampu melaksanakan dan menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT SamMarie Tramedifa. Dalam setiap hal pasti ada kesulitan yang menghadang dan hambatan yang merintangi, termasuk dalam penulisan laporan ini. Namun, dengan kesabaran dan doa semua dapat teratasi. Sebagai rasa syukur atas semua ini maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Pj.S. Dekan Fakultas Farmasi UI sampai dengan 20 Desember Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker dan pembimbing PKPA di PT SamMarie Tramedifa. 4. T. Nebrisa Z., S.Farm., Apt., MARS. selaku direktur PT SamMarie Tramedifa atas izin, kesempatan, fasilitas, serta bimbingan yang diberikan selama PKPA di PT SamMarie Tramedifa. 5. Annisah, S.Si., Apt selaku Pharma Manager dan Eka Ayu G., S.Si., Apt. selaku DMP Supervisor, pembimbing yang selalu berbagi ilmu dan pengalaman selama PKPA di PT SamMarie Tramedifa. 6. Bapak Mulahatoropan, S.Kom. selaku GA Manager dan selaku koordinator selama PKPA di PT.SamMarie Tramedifa. 7. Seluruh staf dan karyawan PBF PT. SamMarie Tramedifa atas bimbingan dalam pengerjaan tugas khusus, serta pembelajaran selama PKPA. 8. Kedua orang tuaku tercinta dan adik-adikku tersayang yang selalu senantiasa memberikan cinta dan kasih sayangnya dalam membesarkan, mendidik, mendukung, serta memberikan doa. 9. Teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 77 atas kebersamaan, support, kerja sama selama perkuliahan dan PKPA 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. v

6 Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena keterbatasan ilmu, pengetahuan, dan kemampuan penulis. Untuk itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dan akan dapat penulis terima dengan senang hati. Tidak ada sesuatu yang dapat penulis berikan, kecuali doa. Semoga amal baik semua pihak mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Harapan penulis semoga tugas ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Penulis 2014 vi

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Gabriella Frederika Punu, S. Farm. NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT SamMarie Tramedifa di PT SamMarie Tramedifa dengan alamat Jl. Cipinang Muara 1 No. 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta Periode 17 Juni 15 Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengelola, mengalihmedia/formatkan dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 5 Februari 2014 Yang menyatakan, (Gabriella Frederika Punu, S. Farm.) vii

8 ABSTRAK Nama : Gabriella Frederika Punu, S. Farm. NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT SamMarie Tramedifa Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT SamMarie Tramedifa dengan alamat Jl. Cipinang Muara 1 No. 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta pada periode 17 Juni 15 Juli dan 29 Juli 16 Agustus Kegiatan PKPA ini bertujuan agar peserta dapat memahami kegiatan yang dilakukan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK) PT SamMarie Tramedifa selaku distributor obat dan alat kesehatan, serta membandingkannya dengan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Selain itu, juga agar peserta dapat memahami tugas dan peran apoteker selaku penanggung jawab PBF dan PAK sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja. Tugas khusus yang diangkat berjudul Kategorisasi Alat Kesehatan dan Penyalur Alat Kesehatan. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami kategorisasi alat kesehatan, serta mengkaji dan memahami pengelompokan PAK. Kata kunci : Tramedifa, PBF, PAK, CDOB, CDAKB Tugas umum : xiv + 83 halaman; 36 lampiran Tugas khusus : iv + 16 halaman; 1 tabel; 3 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 10 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Gabriella Frederika Punu, S. Farm. NPM : Program Study : Apothecary Profession Title : Pharmacist Fieldwork Report in PT Sammarie Tramedifa in Cipinang Muara 1 Street 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur, DKI Jakarta, Period of June 17 th to July 15 th and July 29 th to August 16 th 2013 Pharmacist Fieldwork implemented in PT SamMarie Tramedifa to address Jl. Cipinang Muara 1 Number 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit, East Jakarta, Jakarta in the period June 17 to July 15 and July 29 to August 16, PKPA activity is intended that participants can understand the activities carried Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK) PT SamMarie Tramedifa as a distributor of drugs and medical devices, and compared with Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) and Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). In addition, also for participants to understand the tasks and role of the pharmacist as a responsible person of PBF and PAK as a preparation for the professional world. Appointed a special task called Kategorisasi Alat Kesehatan dan Penyalur Alat Kesehatan. This particular task aims to assess and understand the categorization of medical devices, as well as reviewing and understanding the grouping of PAK. Keywords: Tramedifa, PBF, PAK, CDOB, CDAKB General Assignment: xiv + 83 pages; 36 appendices Specific Assignment: iv + 16 pages, 1 table, 3 appendices Bibliography of General Assignment: 10 ( ) Bibliography of Specific Assignment: 9 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi PBF Landasan Hukum PBF Tugas dan Fungsi PBF Persyaratan PBF Apoteker Penanggung Jawab PBF Tata Cara Perizinan PBF Masa Berlaku Izin PBF Pencabutan Izin PBF Penyelenggaraan PBF Pelaporan Kegiatan PBF Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Organisasi dan Manajemen Personalia Bangunan dan Peralatan Operasional Inspeksi Diri Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Dokumentasi Penyalur Alat Kesehatan (PAK) Definisi Alat Kesehatan dan PAK Landasan Hukum PAK Tugas dan Fungsi PAK x

11 2.3.4 Persyaratan PAK Tata Cara Perizinan PAK Masa Berlaku Izin PAK Perubahan Izin PAK Pencabutan Izin PAK Penyerahan Alat Kesehatan Sarana dan Prasarana Pemeriksaan PAK Pelaporan Kegiatan PAK Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB) Sistem Manajemen Mutu Pengelolaan Sumber Daya Penyimpanan dan Penanganan Persediaan Mampu Telusur Produk (Traceability) Penanganan Keluhan Pengembalian/Retur Alat Kesehatan Pemusnahan Alat Kesehatan Alat Kesehatan Palsu, Tidak Dapat Dipakai, atau Rusak Audit Internal Kajian Manajemen BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT SAMMARIE TRAMEDIFA Profil PT SamMarie Tramedifa Sejarah Singkat PT SamMarie Tramedifa Visi dan Misi PT SamMarie Tramedifa Lokasi dan Bangunan PT SamMarie Tramedifa Struktur Organisasi PT SamMarie Tramedifa Tugas dan Kewajiban, serta Tanggung Jawab di Tiap Jabatan PT SamMarie Tramedifa Direktur General Affairs Manager Finance Manager Pharma Manager Sales dan Marketing Manager Supervisor Pharma BAB 4 PEMBAHASAN Cara Distribusi Obat yang Baik Manajemen Mutu Organisasi, Manajemen, dan Personalia Bangunan dan Peralatan Operasional Inspeksi Diri Keluhan, Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Transportasi Dokumentasi xi

12 4.1.9 Pelaporan Kegiatan di PBF PT SamMarie Tramedifa Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik Sistem Manajemen Mutu Pengelolaan Sumber Daya Penyimpanan dan Penanganan Persediaan Mampu Telusur Produk (Traceability) Penanganan Keluhan, Penarikan Kembali, dan Pemusnahan Produk Audit Internal dan Kajian Manajemen BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Alur penyaluran barang oleh outlet, rumah sakit, atau apotek ke PT SamMarie Tramedifa Gambar 4.2. Alur penyaluran barang oleh PT SamMarie Tramedifa ke distributor lain DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Temperatur penyimpanan DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh formulir-1 pengajuan izin PBF Lampiran 2. Contoh formulir-2 pengajuan izin PBF Lampiran 3. Contoh formulir-3 pengajuan izin PBF Lampiran 4. Contoh formulir-4 pengajuan izin PBF Lampiran 5. Contoh formulir-5 pengajuan izin PBF Lampiran 6. Contoh formulir-1 pengajuan izin PAK Lampiran 7. Contoh formulir-2 pengajuan izin PAK Lampiran 8. Lanjutan contoh formulir-2 pengajuan izin PAK Lampiran 9. Contoh formulir-3 pengajuan izin PAK Lampiran 10. Contoh formulir-4 pengajuan izin PAK Lampiran 11. Contoh formulir-5 pengajuan izin PAK Lampiran 12. Contoh formulir-6 pengajuan izin PAK Lampiran 13. Denah bangunan PT SamMarie Tramedifa lantai Lampiran 14. Denah bangunan PT SamMarie Tramedifa lantai Lampiran 15. Izin Usaha PBF PT Sammarie Tramedifa Lampiran 16. Izin Usaha PAK PT SamMarie Tramedifa Lampiran 17. Form Berita Acara Pemeriksaan Balai Besar POM di 101 Jakarta... Lampiran 18. Pre Audit Izin Pindah Alamat PBF dan Pergantian 102 Penanggung Jawab... Lampiran 19. Struktur Organisasi PT SamMarie Tramedifa Lampiran 20. Rencana Struktur Organisasi PT SamMarie Tramedifa 104 Periode Lampiran 21. Denah Gudang Obat PT SamMarie Tramedifa Lampiran 22. Denah Gudang Alat Kesehatan PT SamMarie Tramedifa 105 Lampiran 23. Formulir Pengendalian Kondisi Gudang Alat Kesehatan 106 PT SamMarie Tramedifa... Lampiran 24. Formulir Pengendalian Kondisi Gudang Obat PT 107 xiii

14 SamMarie Tramedifa... Lampiran 25. Formulir Pengendalian Kondisi Kulkas di Gudang Obat 108 PT SamMarie Tramedifa... Lampiran 26. Surat Permintaan Barang Lampiran 27. Faktur Pejualan dari Distributor Lain (Faktur 110 Pembelian)... Lampiran 28. Surat Permintaan dar PT SamMarie Tramedifa ke 110 Distributor Lain... Lampiran 29. Salinan Faktur Penjualan PT SamMarie Tramedifa Lampiran 30. Salinan Tanda Terima Tukar Faktur PT SamMarie 112 Tramedifa... Lampiran 31. Faktur Pajak Pembelian Lampiran 32. Faktur Pajak Penjualan Lampiran 33. Nota Retur Penjualan Lampiran 34. Nota Retur Pembelian Lampiran 35. Laporan PBF 3 Bulanan Lampiran 36. Contoh Formulir Laporan Hasil Kegiatan Penyaluran PAK xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Adapun dalam menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, diperlukan suatu sumber daya kesehatan (Presiden RI, 2009). Obat dan alat kesehatan termasuk perbekalan kesehatan. Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan dengan mengelolanya agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan kesehatan terpenuhi (Presiden RI, 2009). Oleh karena itu, pembentukan dan proses berlangsungnya kegiatan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran dan distribusi obat dan alat kesehatan perlu mendapat persetujuan dan pengawasan dari pemerintah melalui institusi terkait yang ditunjuk. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Penanggung jawab PBF wajib seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan (Menteri Kesehatan RI, 2011). PBF wajib mengimplementasi dan menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) sebagai pedoman kegiatan dalam proses kegiatannya untuk memastikan mutu obat sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan. Produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sehingga proses penyalurannya harus berpedoman pada Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). PBF yang akan 1 Universitas Indonesia

16 2 melakukan usaha sebagai PAK harus memiliki izin PAK (Menteri Kesehatan RI, 2010). Apoteker di PBF dan PAK memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengelola perbekalan kesehatan yang didistribusikan, baik obat maupun alat kesehatan. Oleh karena itu, mahasiswa calon apoteker perlu meningkatkan pemahaman tentang peran, tanggung jawab, dan kerja apoteker di PBF dan PAK, salah satu caranya adalah dengan melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF dan PAK. Universitas Indonesia bekerja sama melaksanakan PKPA dengan PT. SamMarie Tramedifa, selaku PBF dan PAK, pada tanggal 17 Juni 12 Juli dan 29 Juli 16 Agustus 2013 demi meningkatkan kemampuan mahasiswa didiknya. Mahasiswa diharap mampu menyerap ilmu dan mendapat pengalaman di lapangan melalui kegiatan ini agar dapat diterapkan secara nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker kelak. 1.2 Tujuan Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT SamMarie Tramedifa bertujuan untuk: 1. Memahami kegiatan yang dilakukan PBF dan PAK PT SamMarie Tramedifa selaku distributor obat dan alat kesehatan, serta membandingkannya dengan CDOB dan CDAKB. 2. Memahami tugas dan peran apoteker selaku penanggung jawab PBF dan PAK sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja. Universitas Indonesia

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi PBF Definisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PMK RI) Nomor 1148 Tahun 2011 dan Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF cabang melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan wajib menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (BPOM, 2012) Landasan Hukum PBF Penyelenggaraan PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. b. UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. c. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2010 tentang Prekusor. d. PMK RI Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF. e. PMK RI Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. f. Peraturan Kepala BPOM Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor HK tentang Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Tugas dan Fungsi PBF Tugas dan fungsi PBF berdasarkan PMK RI Nomor 1148 Tahun 2011 adalah: a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. 3 Universitas Indonesia

18 4 b. Memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. c. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan Persyaratan PBF Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB Tempat/Lokasi Pemilihan lokasi PBF harus mempertimbangkan segi efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan, serta faktor-faktor lainnya Bangunan Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik. Area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik, serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan Universitas Indonesia

19 5 pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai (BPOM, 2012). Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain: a. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat yang dapat disalurkan. b. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundangundangan (misalnya narkotika). c. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Selain itu, ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan (BPOM, 2012) Perlengkapan PBF Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain: a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat, seperti lemari obat jadi, lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan penyimpanan. Dokumen tersebut misalnya meliputi: blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat Universitas Indonesia

20 6 jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF Apoteker Penanggung Jawab PBF Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya, bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan, harus dilakukan pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung jawab (BPOM, 2012). Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya. Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya dan tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya (BPOM, 2012). Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (BPOM, 2012). Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik. Berdasarkan PMK RI No. 889 Tahun 2011, apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker. Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus Universitas Indonesia

21 7 memenuhi persyaratan sebagai berikut (PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 52, 54): a. Memiliki keahlian dan kewenangan. b. Menerapkan standar profesi. c. Didasarkan pada standar kefarmasian dan standar operasional. d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan (PMK RI No. 889 Tahun 2011): a. Memiliki ijazah apoteker. b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker. d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang apoteker yang akan bekerja sebagai apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan yang harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA, yaitu: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN). Universitas Indonesia

22 8 b. Surat penyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar. Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat dilakukan apabila: a. Atas permintaan yang bersangkutan. b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi. c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin. d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter. e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Menurut BPOM (2012), apoteker penanggung jawab PBF memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi. d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat. e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif. f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan. Universitas Indonesia

23 9 g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual. h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat. i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan. j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan. k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu. l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan Tata Cara Perizinan PBF Berdasarkan PMK RI No Tahun 2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Direktur Jenderal Binfar Alkes) yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Dirjen Binfar Alkes dengan tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan Formulir 1 (Lampiran 1). Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. b. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). c. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung jawab. Universitas Indonesia

24 10 d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi. e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan. g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut: a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua. b. Susunan direksi/pengurus. c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. e. Surat Tanda Daftar Perusahaan. g. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan. h. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak. i. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang. j. Peta lokasi dan denah bangunan. k. Surat penyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab. l. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab. Universitas Indonesia

25 11 Berikut ini merupakan alur dari pengajuan izin PBF (PMK RI Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011), yaitu: a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif. b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan Formulir 2 (Lampiran 2). d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3 (Lampiran 3). e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal Binfar Alkes menerbitkan izin PBF dengan menggunakan Formulir 4 (Lampiran 4). f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin c, d, dan e tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pemyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal Binfar Alkes dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir 5 (Lampiran 5). g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pemyataan sebagaimana dimaksud pada poin f, Direktur Jenderal Binfar Alkes menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM. Universitas Indonesia

26 Masa Berlaku Izin PBF Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Pengakuan PBF cabang berlaku mengikuti jangka waktu izin PBF Pencabutan Izin PBF Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila: a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau c. Izin PBF dicabut Penyelenggaraan PBF Penyelenggaraan PBF diatur dalam PMK RI No Tahun 2011 tentang PBF disebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/bahan obat dari PBF pusat. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan kepada Dirjen Binfar Alkes atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambatlambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis CDOB (BPOM, 2012). Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemeriksaan petugas yang berwenang. Universitas Indonesia

27 13 Penyelenggaraan PBF diatur dalam PMK RI No Tahun 2011 adalah sebagai berikut: a. PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. b. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. c. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi. d. Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. e. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat Pengadaan Sebelum melakukan pengadaan obat, PBF harus melakukan kualifikasi yang tepat terlebih dahulu. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB, sementara jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (BPOM, 2012) Penyaluran Menurut PMK RI No Tahun 2011, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan Universitas Indonesia

28 14 peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, uskesmas, klinik, dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi: a. Penyaluran Obat Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab b. Penyaluran Narkotika Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. c. Penyaluran Psikotropika Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh: 1. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. 2. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan Pelaporan Kegiatan PBF Menurut PMK RI No Tahun 2011 tentang PBF, beberapa kegiatan yang harus dilaporkan PBF: a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat Universitas Indonesia

29 15 dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal Binfar Alkesdengan tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. b. Selain laporan kegiatan 3 bulanan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat, Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Laporan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. e. Laporan tersebut setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang. 2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif, serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB 2012 meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantuan manjamen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang Universitas Indonesia

30 16 berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa: a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan,atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB. b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas. c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai. d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan. e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki. f. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu. Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur. Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis. Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif Organisasi dan Manajemen Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil Universitas Indonesia

31 17 yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personel lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu diterapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian kerja Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat meliputi gedung, gudang dan penyimpanan. Menurut BPOM RI 2012, persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB antara lain: a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, serta area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat. b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut. c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau Universitas Indonesia

32 18 bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan. d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan. e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak. j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Universitas Indonesia

33 19 Menurut BPOM RI (2013), persyaratan peralatan sesuai CDOB antara lain: a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller. a. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. b. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat. c. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut, misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/atau bahan obat. Proses penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak, dan tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa atau mendekati tanggal kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kadaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor bets Universitas Indonesia

34 20 dan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, beserta ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat, serta terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya (obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik, atau diduga palsu). Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stok opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 2013 15 JULI 2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG 15325 PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.1.3459 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN STANDAR PUBLIK GERAI PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN NO 1 2 3 4 5 6 IZIN 9 hari kerja Tdak dipungut 1 Surat Izin Bidan (SIB) Surat Izin Bidan (SIB) kepada Kepala Dinas Kesehatan Pemohon datang sendiri

Lebih terperinci

SOSIALISASI JUKLAK PMK 31/2016. SE No. HK MENKES ttg JUKLAK Registrasi, Izin Praktik da Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

SOSIALISASI JUKLAK PMK 31/2016. SE No. HK MENKES ttg JUKLAK Registrasi, Izin Praktik da Izin Kerja Tenaga Kefarmasian SOSIALISASI JUKLAK PMK 31/2016 SE No. HK.02.02-MENKES-24-2017 ttg JUKLAK Registrasi, Izin Praktik da Izin Kerja Tenaga Kefarmasian Pendahuluan Untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum

Lebih terperinci

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT)

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) 1. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) Surat permohonan bermeterai Rp. 6.000,- ditujukan kepada Gubernur NTT Cq. Kepala KPPTSP Provinsi NTT dengan tembusan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.657, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Pemeriksaan Kesehatan. Calon Tenaga Kerja Indonesia. Pelayanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29

Lebih terperinci

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 INDONESIA TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHA TAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM 2012, No.225 20 Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.442, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha No.712, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. LPK. Perizinan. Pendaftaran. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PERIZINAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci