UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDRIANTO AGUNG GUNAWAN, S. Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi apoteker ANDRIANTO AGUNG GUNAWAN, S. Farm. ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii

3

4

5

6

7 ABSTRAK Nama : Andrianto Agung Gunawan NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta Pusat Periode 6 Januari-17 Februari 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan memahami cara Distribusi Obat yang Baik di PT Kimia Farma Trading and Distribution serta memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF). Tugas khusus yang diberikan berjudul Manajemen Pengadaan yang Efektif di PT Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Bogor agar mengetahui dan memahami penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Bogor khususnya dalam pengadaan obat yang efektif, serta memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam menjamin ketersediaan obat yang efektif di Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan menguntungkan dari segi bisnis. Kata kunci : PT Kimia Farma Trading and Distribution, Manajemen Pengadaan yang Efektif Tugas umum : ix + 82 halaman, 6 gambar, 15 lampiran Tugas khusus : viii + 27 halaman, 13 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 14 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 ( )

8 ABSTRACT Name : Andrianto Agung Gunawan NPM : Study Program : Apothecary Profession Title : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jalan Budi Utomo No. 1 Central Jakarta Period January 6 th -February 17 th 2014 The aim of Apothecary Profession Internship at PT Kimia Farma Trading and Distribution is to know and to understand the Good Distribution Product at PT Kimia Farma Trading and Distribution also to understand apothecary s roles and responsibilities at Pedagang Besar Farmasi (PBF). The title of special task given is Effective Procurement s Management at PT Kimia Farma Trading and Distribution Bogor Branch in order to know and to understand the implementation of Good Distribution Product (GDP) at PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Bogor Branch especially in drug s effective procurement, also to understand apothecary s roles and responsibilities to effectively ensure the drug s inventory at Pedagang Besar Farmasi (PBF) that fullfilled the guide of Good Distribution Product (GDP) and profitable in bussiness. Key words : PT Kimia Farma Trading and Distribution, Effective Procurement Management General task : ix + 82 pages, 6 pictures, 15 appendixes Special task : viii + 27 pages, 13 appendixes General task References : 14 ( ) Special task References : 6 ( )

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta Pusat yang telah dilaksanakan pada tanggal 6 Januari - 17 Februari Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang paling dalam kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi.. 2. Bapak Dr. Hayun, Apt. M.Si, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution atas waktu, pikiran dan ijin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada penulis. 7. Bapak Efrizon, Apt., selaku Kepala cabang KFTD Jakarta-1 atas ijin dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang. iii

10 8. Seluruh staf dan karyawan KFTD yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Demikian laporan PKPA ini disusun, dengan harapan tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih. Penulis 2014 iv

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI...v DAFTAR GAMBAR...viii DAFTAR LAMPIRAN...ix 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar Farmasi Definisi PBF Landasan Hukum PBF Tugas dan Fungsi PBF Persyaratan PBF Tempat atau Lokasi Bangunan Perlengkapan PBF Apoteker Penanggung Jawab di PBF Tata Cara Perizinan PBF Pencabutan izin PBF Penyelenggaraan PBF Pengadaan Penyaluran Pelaporan Kegiatan PBF Larangan PBF Cara Dostribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Organisasi,Manajemen, Personalia Bangunan dan Peralatan Operasional Inspeksi Diri Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Dokumentasi Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Pelaporan Narkotika dan Psikotropika TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. Kimia Farma Trading and Distribution Sejarah Pendirian Perusahaan...28 v

12 3.1.2 Visi dan Misi Visi Misi Strategi Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) Manajemen Operasional Manajemen Pengadaan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang Sasaran Indikator Manajemen Penyimpanan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang Sasaran Indikator Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Penjualan dan Pelayanan Barang Sasaran Indikator Manajemen Piutang Definisi Standar Operasional dan Prosedur Piutang Sasaran Indikator Manajemen Pembukuan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Pembukuan Sasaran Indikator Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penghasilan (PPh) HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tempat dan Waktu Kegiatan di KFTD Pengadaan Barang Penerimaan Barang Penyimpanan Barang...52 vi

13 KFTD Cabang Jakarta KFTD Cabang Bogor KFTD Cabang Bekasi Penjualan Barang Penyiapan dan Pengemasan Barang Pengiriman Barang Proses Penagihan Piutang Dokumentasi PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Diagram pengadaan barang 35 Gambar 3.2 Diagram Penerimaan,Penyimpanan,dan Pengeluaran Barang 37 Gambar 3.3 Alur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang 37 Gambar 3.4 Contoh Alat Kontrol Penjualan 39 Gambar 3.5 Diagram Penjualan 41 Gambar 3.6 Diagram pengelolaan piutang 44 viii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar 68 Lampiran 2 Surat Izin Pedagang Besar Farmasi 69 Lampiran 3 Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan 70 Lampiran 4 Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika 71 Lampiran 5 Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS) 72 Lampiran 6 Surat Pesanan ke Pihak III 73 Lampiran 7 Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang 74 Lampiran 8 Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang 75 Lampiran 9 Surat Pesanan Narkotika Model N-9 76 Lampiran 10 Faktur Penjualan dari KFTD Cabang ke Pelanggan 77 Lampiran 11 Nota Inkaso (Sebagai Alat Tagih ke Pelanggan) 78 Lampiran 12 Laporan Distribusi Obat per Customer 79 Lampiran 13 Faktur Penjualan dari Pihak III 80 Lampiran 14 Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navition) 81 Lampiran 15 Kartu Persediaan Barang (Kartu Stok Barang) 82 ix

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi merupakan profesi kesehatan yang berhubungan dengan pembuatan, peracikan, serta distribusi obat dan alat kesehatan. Farmasi juga merupakan profesi resmi yang bertanggung jawab terhadap pengawasan distribusi obat dan alat kesehatan yang bermutu, berkhasiat dan aman. Untuk menjamin ketersediaan obat yang bermutu, berkhasiat dan aman, diperlukan kerjasama yang baik dari instansi-instansi kesehatan, balai pengobatan ataupun konsumen lainnya yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Salah satu perusahaan distribusi sediaan farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena PBF merupakan salah satu dari mata rantai alur distribusi obat dan/atau bahan obat, maka PBF harus dapat menjamin mutu obat dan/atau bahan obat sesuai dengan Farmakope Indonesia, mulai dari pengadaan, penyimpanan, penjualan dan pendistribusiannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar tidak disalahgunakan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012). Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka PBF harus memiliki sistem manajemen operasional yang baik sehingga kegiatannya dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-fungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat 1

17 2 dalam suatu perusahaan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda antara fungsi kegiatan yang satu dengan yang lainnya, karena pada setiap fungsi kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda juga, seperti pada fungsi kegiatan pembelian yang bertujuan untuk memperoleh harga beli barang yang efisien dan menjaga ketersediaan (availability) barang. Fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang (warehousing), untuk menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak dan tidak hilang. Fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, untuk memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan jumlah pelanggan (customer growth), serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (customer rate retention). Fungsi kegiatan pengelolaan piutang (accounting), untuk menjaga likuiditas keuangan dan aliran kas (cashflow) yang sehat. Fungsi kegiatan pembukuan, untuk dapat menyajikan laporan yang tepat waktu agar dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman tentang peran apoteker di PBF sehingga dapat meningkatkan fungsi dan peran apoteker dalam mengendalikan dan mengawasi distribusi obat dan alat kesehatan. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah salah satu industri yang bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat dan memegang peranan penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk yang berkhasiat obat. Oleh karena itu, bekerja sama dengan PT Kimia Farma Trading and Distribution yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran sediaan farmasi dalam melaksanakan praktek kerja profesi apoteker pada tanggal 6 Januari - 17 Februari Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa calon apoteker mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja yang nantinya dapat diterapkan secara nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk : a. Mengetahui dan memahami cara Distribusi Obat yang Baik di PT Kimia Farma Trading and Distribution. b. Memahami peran serta tanggung jawab apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF).

18 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar farmasi (PBF) Definisi PBF Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yag memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF pusat dan PBF cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, penjualan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan uuntuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012) Landasan Hukum PBF PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam : a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. b. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. c. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. e. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 3

19 Tugas dan Fungsi PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF dimana PBF memiliki tugas dan fungsi, yaitu sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. b. Memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. c. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan Persyaratan PBF Suatu PBF beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB Tempat atau Lokasi Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya Bangunan Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan, penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan

20 5 aman. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu, harus disediakan area khusus seperti penyimpanan obat-obatan narkotika seperti yang telah ditetapkan dalam CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Perlengkapan PBF Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki, yaitu peralatan penyimpanan obat dan perlengkapan administrasi. a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang, dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah. b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian, dan penyimpanan seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur barang, dan stempel PBF. c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.

21 Apoteker Penanggung Jawab di PBF Manajemen puncak dalam fasiitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya, bertugas purna waktu, dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan maka harus dilakukan pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung jawab (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya. Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya, dan tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi atau Asisten Apoteker.

22 7 Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 52, 54): a. Memiliki keahlian dan kewenangan b. Menerapkan Standar Profesi c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis yag diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 40): a. Memiliki ijazah Apoteker b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang Apoteker yang akan bekerja sebagai Apoteker Penanggung Jawab (APJ) di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yag diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling

23 8 lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA, yaitu sebagai berikut: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN) b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi atau penyaluran c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dapat dilakukan apabila: a. Atas permintaan yang bersangkutan b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik tahun 2012, APJ PBF memiliki tugas dan tanggung jawab, yaitu sebagai berikut: a. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. c. Menyusun dan/atau menyetujui program latihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi.

24 9 d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat. e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif. f. Melakukan kuaifikasi dan persetujuan terhadap pemaok dan pelanggan. g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual. h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat. i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan. j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan. k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu Tata Cara Perizinan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan Formulir 1. Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab

25 10 d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksaan tugas dan fungsi PBF f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut: a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas direktur/ketua b. Susunan direksi/pengurus c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan e. Surat Tanda Daftar Perusahaan f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang i. Peta lokasi dan denah bangunan j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab Alur pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), yaitu sebagai berikut: a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif.

26 11 b. Peling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. c. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan Formulir 2. d. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3. e. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan Formulir 4. f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (3), (4), (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyatan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir 5. g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM Pencabutan Izin PBF Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila: a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau c. Izin PBF dicabut.

27 Penyelenggaraan PBF Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melasanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat. Setiap PBF harus memiliki APJ yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. Selain itu, APJ dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi pergantian APJ, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemeriksaan petugas yang berwenang Pengadaan Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi yang tepat. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB

28 13 sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Penyaluran Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi: a. Penyaluran Obat 1. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. 2. PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau APJ. b. Penyaluran Narkotika Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. c. Penyaluran Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh:

29 14 1. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. 2. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan Pelaporan Kegiatan PBF Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas kesehatan Provinsi, dan Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, laporan tersebut harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

30 Larangan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, terdapat beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan di PBF, yaitu: a. Setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran b. Setiap PBF dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter 2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis protes distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan manajemen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa: a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB. b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas. c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai.

31 16 d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan. e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki. f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action) atau CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu. Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur. Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis. Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif Organisasi, Manajemen, Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalaninya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Didalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak

32 17 di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene, dan pakaian kerja Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat meliputi gedunggedung, gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB yaitu sebagai berikut: a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat. b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut. c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan. d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang dipersyaratkan.

33 18 e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obatyang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau leakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. g. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil, termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak. j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. k. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan peralatan sesuai CDOB adalah: a. Semua peralatan harus didesain untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller. b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan

34 19 kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi obat dan/atau bahan obat. d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/atau bahan obat. Proses penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa atau mendekati tanggal kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kadaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor bets dan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari saran transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup, fisik, dan fitur kemasan serta label kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat

35 20 dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan dilantai. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan

36 21 obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kadaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa. Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama, dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu ditelusuri. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurangkurangnya informasi, yaitu sebagai berikut: a. Tanggal pengiriman b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik) c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu) d. Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas perkontainer (jika perlu)

37 22 f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem. Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri di lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman, dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

38 Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika: a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan. b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang. d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asalusul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu. Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut dan udara. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat

39 24 tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi. Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan kemasan khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan

40 25 mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut Dokumentasi Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut CDOB, dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut: a. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi. c. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi dan prosedur, maka dokumentasi harus tertulis jelas. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi, yaitu sebagai berikut: a. Tanggal b. Nama obat dan/atau bahan obat c. Nomor bets d. Tanggal kadaluwarsa e. Jumlah yang diterima/disalurkan f. Nama dan alamat pemasok/pelanggan Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani

41 26 dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya tahun dari tanggal pembuatan dokumen. Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Menurut pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi: a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

42 27 d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pasal 14 ayat 2 Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada dibawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan narkotika. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika. Pasal 7 ayat 1 pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika wajib mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan dengan menggunakan formulir laporan penyaluran psikotropika.

43 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT Kimia Farma Trading and Distribution Sejarah Pendirian Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma, 2012). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk.. Bersamaan dengan perubahan tersebut, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Bisnis Kimia Farma meliputi antara lain: a. PT Kimia Farma Tbk. (Holding) PT Kimia Farma Tbk. dibentuk pada tanggal 16 Agustus 1971 dengan jalur usaha pelayanan kesehatan. Sebagai perusahaan publik sekaligus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kimia Farma berkomitmen penuh untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. PT Kimia Farma Tbk., merupakan 28

44 29 sebuah perusahaan pelayanan kesehatan yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu industri, marketing, retail, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Pada tanggal 4 januari 2003 PT Kimia Farma Tbk. membentuk 2 anak perusahaan yaitu: PT Kimia Farma Health and Care dan PT Kimia Farma Trading and Distribution. b. Anak Perusahaan (Subsidiaries) Anak perusahan dari PT Kimia Farma Tbk. Antara lain: 1. PT Kimia Farma Apotek Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003 dengan jalur usaha Farmasi. Pada akhir tahun 2012, PT Kimia Farma Apotek (KFA) mengelola sebanyak 412 apotek, 64 klinik kesehatan dan 33 laboraturium klinik. KFA menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi, meliputi layanan farmasi (apotek), klinik kesehatan, laboratorium klinik dan optik, dengan konsep One Stop Health Care Solution (OSHcS) sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan layanan berkualitas. Pelayanan farmasi menggunakan standar Good Pharmacy Practice (GPP), yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh The International Pharmaceutical Federation serta standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Pelayanan Kefarmasiaan di Apotek. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja KFA adalah orang, yang sebagian besar tenaga apoteker yang memiliki sertifikat kompetensi dari organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan didukung oleh Asisten Apoteker yang terlatih. 2. PT Kimia Farma Trading and Distribution Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003, dengan jalur usaha distribusi obat dan alat kesehatan. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) sebelumnya merupakan divisi yang bergerak dibidang yang sama, yaitu perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu, pengalamannya bukan baru sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT Kimia Farma Tbk. sendiri.

45 30 Sebelum menjadi perusahaan tersendiri, PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dahulu merupakan divisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari PT Kimia Farma Tbk. yang memiliki tugas utama mendistribusikan produk- produk farmasi yang diproduksi PT Kimia Farma Tbk. ke channel-channel yang tersebar di seluruh nusantara. Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian produk-produk PT Kimia Farma Tbk. sejak tahun 1917, pada tanggal 4 Januari 2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini kemudian berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT Kimia Farma Trading and Distribution, yang berbasis Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi. PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) adalah anak perusahaan PT Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 07 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H di Jakarta dan telah diubah dengan akta No.42 tanggal 22 April 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Nila Noordjasmani Soeyasa Besar, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No: C HT TH 2003 pada tanggal 1 Mei Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 44 kantor cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang kelas 3) dengan wilayah operasinya mulai dari Aceh sampai dengan Jayapura, jumlah salesman 450 orang dan armada pengantar roda 4 (mobil box) 477 unit dan pengantar roda 2 (motor box) 292 unit. Jaringan distribusi ini melayani lebih dari 31 rekanan principal, memenuhi kebutuhan sekitar apotek, Pedagang Besar Farmasi (PBF), toko obat, 106 horeka (hotel restoran karaoke), rumah sakit, pasar tradisional dan pasar modern.

46 Visi dan Misi Visi Menjadi perusahaan terkemuka dibidang distribusi dan perdagangan produk kesehatan (to be the greatest trading and distribution company) Misi Misi PT Kimia Farma Tbk., yaitu sebagai berikut: a. Meningkatkan jumlah jaringan distribusi produk kesehatan baik produk sendiri maupun principal pihak ketiga. b. Meningkatkan perdagangan dan pengadaan produk kesehatan di pasar institusi. c. Meningkatkan perdagangan alat kesehatan dan diagnostik keagenan atau private label Strategi Dalam menjalankan kegiatannya, strategi yang diterapkan antara lain, yaitu sebagai berikut: a. Cost leadership guna menciptakan comparative advantages. b. Product differentiation jenis produk unggulan guna meningkatkan competitive advantages Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Sesuai dengan anggaran dasarnya, perusahaan melakukan usaha dalam bidang Distribusi dan Perdagangan, yang produknya meliputi produk farmasi dan alat kesehatan. Principal meliputi principal perusahaan induk (PT Kimia Farma Tbk) sebesar 60% dan principal pihak ketiga 40%, seperti Biofarma, Janssen, Otsuka, Daria Varia, Rohto, Novartis, dan lain-lain. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk non-principal. Di bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD menangani kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender.

47 Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) Sesuai dengan jenis penjualannya, Pelanggan KFTD terdiri dari : a. Pelanggan reguler adalah pelanggan yang membeli produk secara rutin, tanpa melalui pelelangan (tender). Sesuai dengan Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, pelanggan reguler terdiri dari: 1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) 2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit 3. Puskesmas 4. Klinik 5. Apotek 6. Toko obat b. Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. c. Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. d. Pelanggan Institusi adalah pelanggan yang membeli produk secara paket melalui pelelangan terbuka (tender) atau penunjukan langsung. Sesuai dengan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, pelanggan institusi terdiri dari: 1. Kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja, dan sebagainya) 2. Lembaga (BKKBN, BPOM, Universitas, dan sebagainya) 3. Satuan kerja perangkat daerah (Dinas kesehatan) 4. Institusi (Rumah Sakit) 3.2 Manajemen Operasional Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-fungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan, untuk mencapai tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda antara fungsi kegiatan yang dengan yang lainnya, karena pada setiap fungsi kegiatan

48 33 tersebut memiliki tujuan yang berbeda. a. Fungsi kegiatan pembelian, yaitu memperoleh harga beli barang yang efisien dan menjaga ketersediaan (availability) barang. b. Fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang (warehousing), yaitu menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak dan tidak hilang. c. Fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, yaitu memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan jumlah pelanggan (customer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (customer rate retention). d. Fungsi kegiatan pengelolaan piutang (accounting), untuk menjaga likuiditas keuangan dan aliran kas (cash flow) yang sehat. e. Fungsi kegiatan pembukuan atau tata usaha, yaitu menyajikan laporan yang tepat waktu, isi dan guna agar dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat Manajemen Pengadaan Definisi Pengadaan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan menyediakan produk atau material yang berasal dari supplier yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan organisasi dalam waktu tertentu dan dengan harga yang paling murah Tujuan Manajemen pengadaan dilakukan untuk memastikan ketersediaan barang di gudang serta memastikan efisiensi dari pergerakan produk Standar Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang Tahapan dalam melakukan pengadaan barang di KFTD adalah sebagai berikut: a. Membuat daftar rencana pembelian barang Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung buffer stock dan kebutuhan level stock per item barang setiap bulan berdasarkan data historis, lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian

49 34 untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya. b. Membuat kontrak pembelian barang Petugas pembelian melakukan perjanjian kontrak pembelian barang dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang. c. Mengeksekusi pembelian barang Petugas pembelian menyiapkan Surat Pesanan (SP), ditandatangani oleh penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan SP ke principal atau pemasok. d. Menerima dan memeriksa barang Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) petugas gudang. e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan faktur pembelian ke fungsi tata usaha (TU). f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan hutang di kartu hutang lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap bulannya.

50 35 Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang Sasaran Sasaran mutu dari manajemen pengadaan, yaitu memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien) serta dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level) 100% Indikator Indikator yang digunakan untuk mencapai sasaran diatas adalah sebagai berikut: a. Harga pokok penjualan (HPP) 1. Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2. Jika HPP yang diperoleh > dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik. b. Service level 1. Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2. Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik.

51 Manajemen Penyimpanan Definisi Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat Tujuan Tujuan adanya manajemen penyimpanan ialah untuk memastikan bahwa obat atau bahan obat yang disimpan sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi Standar Operasional dan Prosedur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang a. Menerima barang di transito in 1. Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, di ruang transito in. 2. Membuat tanda terima barang (stempel atau paraf) di faktur pembelian. 3. Menyimpan dan memasukkan data barang pada sistem informasi. b. Menyimpan barang 1. Petugas logistik memasukkan barang dari ruang transito in ke ruang penyimpanan sesuai dengan lokasinya masing masing barang. 2. Mencatat barang masuk di sistem informasi dan masing masing kartu barangnya. 3. Melaporkan penerimaan barang ke TU sebagai pembelian dan hutang. c. Mengeluarkan barang dari gudang 1. Petugas logistik berdasarkan SP dan faktur penjualan dari fakturis, mengeluarkan barang dari gudang ke transito out. 2. Mencatat mutasi barang di kartu barang dan sistem informasi. 3. Mencatat penyerahan barang dari gudang ke pengantar barang di buku ekspedisi hantaran barang dan meminta paraf pengantar barang. 4. Memeriksa kembali penyerahan barang dari pengantar barang ke pelanggan melalui faktur yang ada tanda terima dari pelanggan.

52 37 d. Membuat laporan mutasi barang di gudang 1. Petugas gudang membuat laporan mutasi barang. 2. Petugas gudang menghitung saldo barang setiap periode tertentu (1 bulan, 3 bulan), lalu membuat berita acara stock opname barang kemudian mengirim laporan tersebut ke fungsi TU. Gambar 3.2. Diagram penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang Gambar 3.3. Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang

53 Sasaran Sasaran dari manajemen penyimpanan ialah mencegah kehilangan dan kerusakan barang atau kadaluwarsa Indikator a. Jika jumlah barang hilang dan rusak > dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan berfungsi dengan baik. b. Jika jumlah barang hilang dan rusak < dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan tidak berfungsi dengan baik Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi The American Marketing Association mendefinisikan marketing sebagai aktifitas dan proses menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan dan saling memberikan penawaran yang memiliki manfaat bagi pelanggan Tujuan Tujuan dari manajemen penjualan ialah untuk memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan pertumbuhan jumlah pelanggan (costumer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (costumer rate retention) Standar Operasional dan Prosedur Penjualan dan Pelayanan Barang a. Melakukan pengecekan SP terhadap status umur hutang pelanggan yang lebih dari 2 bulan 1. Salesman mengunjungi pelanggan yang tidak bermasalah (tidak memiliki hutang > 2 bulan), secara rutin. 2. Salesman menawarkan produk ke pelanggan (jumlah item dan SKU s) melalui program program dari principalnya, seperti program diskon dan bonus. 3. Salesman mengambil SP dari pelanggan dan memeriksa status umur hutang yang > 2 bulan, mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 4. Salesman menyerahkan SP ke fakturis untuk dibuatkan fakturnya.

54 39 Gambar 3.4. Contoh alat kontrol penjualan b. Pembuatan faktur atas SP pelanggan 1. Fakturis mengecek kebenaran data dan alamat pelanggan melalui sistem informasi dan mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 2. Fakturis membuatkan faktur penjualan barangnya. 3. Fakturis menyerahkan faktur dan SP pelanggan ke fungsi logistik. c. Menyiapkan barang pesanan pelanggan 1. Petugas logistik mengeluarkan barang atas pesanan pelanggan berdasarkan faktur dan SP, dan mencatat mutasi barang di kartu barang. 2. Petugas mengecek kesesuaian barang dengan faktur dan SP kemudian mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 3. Petugas mencatat jumlah barang yang dikeluarkannya sesuai dengan nama pelanggan di sistem informasi. 4. Petugas memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang. 5. Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. d. Memindahkan barang pesanan ke transito out 1. Petugas gudang memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang 2. Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. e. Menyerahkan barang ke petugas hantaran 1. Petugas gudang menyerahkan barang yang siap antar kepada petugas hantaran. 2. Petugas hantaran mencatat seluruh barang pesanan di buku ekspedisinya.

55 40 f. Mengirim barang ke pelanggan 1. Petugas hantaran barang mengirim barang ke pelanggan. 2. Petugas hantaran barang meminta tanda terima barang dari pelanggan dan mencatat status penerimaannya (ok atau tidak ok). 3. Petugas hantaran barang menyerahkan tanda terima barang ke fungsi logistik. g. Memvalidasi pengeluaran barang 1. Petugas logistik memvalidasi pengiriman barang ke pelanggan di sistem informasi sebagai barang keluar. 2. Petugas logistik menyerahkan faktur penjualan yang telah ada tanda terima dari pelanggan dan SP ke fungsi TU. h. Mencatat hasil penjualan barang ke pelanggan 1. Petugas administrasi penjualan TU memasukkan data pengiriman barang di sistem informasi sebagai penjualan berdasarkan faktur dan SP yang telah ada TT nya dari pelanggan. 2. Petugas administrasi penjualan TU juga memasukkan ke sistem informasi hasil penjualan tersebut. 3. Petugas administrasi penjualan menyerahkan SP dan faktur penjualan ke administrasi inkaso. i. Menyimpan faktur dan penyerahan faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih 1. Petugas administrasi inkaso memasukkan data penjualan di kartu piutang berdasarkan faktur dan SP yang telah ada tanda terimanya dari pelanggan ke dalam sistem informasi. 2. Petugas administrasi inkaso menyimpan faktur penjualan dan membuat daftar tanggal jatuh temponya ke sistem informasi. 3. Petugas administrasi inkaso akan menyerahkan faktur tagihan ke juru tagih sesuai dengan daftar tagihan yang telah jatuh tempo untuk ditagihkan ke pelanggan.

56 41 Gambar 3.5. Diagram penjualan Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada penjualan ialah mencapai target penjualan dan service level yang ditentukan Indikator a. Jika penjualannya > target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik. b. Jika penjualannya < target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik. c. Jika service levelnya = 100 % atau > baik dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik. d. Jika service levelnya < 100 %, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik.

57 Manajemen Piutang Definisi Piutang adalah hak atau tuntutan terhadap debitur yang timbul karena penjualan barang atau jasa secara kredit (bukan secara tunai). Biasanya merupakan activa lancar. (current asset) (Horngren, 2004) Standar Operasional dan Prosedur Piutang a. Penyerahan faktur tagihan dari fungsi TU ke administrasi Inkaso 1. Administrasi penjualan menerima dokumen penjualan kredit (faktur yang sudah ada tanda terima dari pelanggan beserta SP) dari fungsi gudang. 2. Administrasi penjualan mengelompokkan dokumen penjualan kredit sesuai dengan nama-nama pelanggannya dan mencatat di kartu piutang per pelanggan. 3. Administrasi penjualan membukukan penjualan kredit per pelanggan di sistem informasi (komputer). 4. Administrasi penjualan pada awal bulan merekap hasil penjualan kredit dan membuatkan rekap tagihan per pelanggan lalu menyerahkan ke administrasi inkaso. b. Penyerahan faktur tagihan dari administrasi inkaso ke juru tagih 1. Adminsitrasi inkaso memeriksa dan menerima penyerahan fisik faktur tagihan dan membuat tanda terima di buku ekspedisi penyerahan faktur dari administrasi penjualan. 2. Administrasi inkaso mencatat piutang masuk di sistem informasi (kartu piutang) per pelanggan. 3. Adminsitrasi inkaso membuat rencana penagihan berdasarkan tanggal jatuh temponya. 4. Administrasi inkaso menyerahkan sejumlah faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih disertai dengan nota inkaso (dokumen tanda penyerahan faktur tagihan ke juru tagih).

58 43 c. Penyerahan faktur tagihan dari juru tagih ke pelanggan 1. Juru tagih menerima faktur tagihan dari administrasi inkaso disertai tanda terima di nota inkaso. 2. Juru tagih menyerahkan faktur yang telah jatuh tempo ke pelanggan. 3. Pelanggan menerima faktur dan membayar hutangnya dengan 3 kemungkinan yaitu: a. Dibayar lunas (100 %) b. Dibayar sebagian c. Hanya membuat tanda terima faktur dan pembayaran pada tanggal berikutnya d. Penyetoran dan pelaporan uang hasil tagihan 1. Juru tagih menyetorkan uang hasil tagihan pada hari yang sama (sore hari) ke fungsi keuangan dengan meminta tanda terima setoran uang tagihan di nota inkaso, jika pelanggan membayar 100 % lunas atau sebagian lunas. 2. Juru tagih melaporkan dan menyerahkan kembali hasil dokumen alat tagih ke administrasi inkaso dengan tiga keterangan: a. Dibayar lunas (100 %) oleh pelanggan. b. Dibayar sebagian oleh pelanggan dengan melampirkan bukti sebagian pembayarannya di balik faktur aslinya. 3. Ditunda oleh pelanggan dengan melampirkan bukti tanda terima faktur dari pelanggan dan keterangan tanggal akan dibayar oleh pelanggan. 4. Administrasi inkaso menerima laporan dari juru tagih dan menyimpan kembali faktur faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas dibrankas. 5. Administrasi inkaso menyerahkan kembali faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas ke juru tagih untuk ditagihkan kembali ke pelanggan sesuai janji. e. Konfirmasi piutang ke pelanggan 1. Administrasi inkaso membuat data mutasi piutang per pelanggan pada setiap awal bulan. 2. Administrasi inkaso membuat surat konfirmasi setiap bulan tentang

59 44 jumlah hutang kepada setiap pelanggan. 3. Bagi pelanggan yang tidak menjawab surat konfirmasi tersebut, maka angka hutang pelanggan yang dibuat apotek yang dianggap benar. Gambar 3.6. Diagram pengelolaan piutang Sasaran Sasaran yang ingin dicapai ialah mencegah kehilangan faktur dan pencurian uang hasil tagihan Indikator a. Jika tingkat kehilangan faktur atau pencurian uang hasil tagihan = 0 %, maka administrasi inkaso berfungsi dengan baik. b. Jika tingkat kehilangan atau pencurian uang hasil tagihan > 0, maka administrasi inkaso tidak berfungsi dengan baik.

60 Manajemen Pembukuan Definisi Manajemen pembukuan adalah cara mengelola pembukuan atau pencatatan (accounting) dan pengikhtisaran seluruh transaksi dagang dan keuangan serta penganalisaan, pembuktian dan pembuatan laporan. Di Indonesia istilah (bagian) pembukuan yang terdapat di suatu perusahaan juga dikenal dengan nama tata usaha, yaitu fungsi kegiatan yang bertugas melakukan pencatatan, pemeriksaan, pembuatan laporan dan pengarsipan (Said, 2013) Tujuan Pembukuan dibutuhkan untuk menyimpan seluruh kegiatan perusahaan dan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan. Tujuan utama kegiatan pembukuan di PBF adalah agar seluruh transaksi keuangan dapat didokumentasikan sesuai dengan urutan peristiwa atau kejadian dan besarannya, sehingga dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan benar dan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan Standar Operasional dan Prosedur Pembukuan Adapun proses pembuatan laporan akuntansi keuangan terdiri: a. Mengumpulkan seluruh dokumen transaksi b. Mencatat seluruh data transaksi ke buku jurnal c. Memindahkan dari buku jurnal ke buku besar (posting) d. Mencocokkan (judgement) terhadap informasi terakhir e. Menyusun (reporting) laporan dari data buku besar f. Menutup buku besar dan membuat laporannya g. Mengirimkan laporan ke pihak yang membutuhkan h. Mengarsipkan (filing) Sasaran Sasaran yang ingin dicapai ialah menyajikan laporan keuangan tepat isi dan tepat waktu.

61 Indikator a. Jika laporan keuangan dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU berfungsi dengan baik. b. Jika laporan keuangan tidak dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU tidak berfungsi dengan baik. 3.3 Pajak Jenis pajak yang dikelola di bagian tata usaha PT Kimia Farma Trading and Distribution, antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas : a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha b. Impor barang kena pajak c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen. Barang kena pajak adalah barang yang dikenakan pajak. Dalam PPN dikenal pula istilah diantaranya yaitu : a. Pajak keluaran yaitu, PPN terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada

62 47 pelanggan terhadap transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak. b. Pajak masukan yaitu, PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses pembelian barang kepada pihak principal pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak (SSP). Faktur pajak yaitu, bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Faktur pajak dalam hal ini dibundel menjadi satu bersama dengan faktur penjualan. Faktur pajak pelanggan akan dikelola oleh pihak KFTD pusat Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya dan bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang dimaksud, yaitu pegawai yang dikenakan pajak meliputi pegawai tetap dan tidak tetap yang jumlah nominal kena pajaknya disesuaikan dengan statusnya antara kawin, kawin dengan memiliki anak dan memiliki tanggungan terhadap anak serta status tidak kawin. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 162/PMK.011/2012 besarnya pajak yang dibayarkan dalam satu tahun yaitu Rp ,- untuk pegawai dengan status tidak kawin, Rp ,- untuk pegawai dengan status kawin dan untuk status kawin dengan tanggungan anggota keluarga berupa anak, jumlah anak yang ditanggung maksimal tiga orang. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini yaitu KFTD, dikenakan pajak pula atas badan usaha dengan penghasilan yang diterima atau diterimanya selama satu tahun pajak. Jumlah nominal pajak yang dikenakan berdasarkan dari jumlah pemasukan yang

63 48 didapat selama satu tahun. Dalam hal pengelolaan pajak diambil alih oleh KFTD pusat, sedangkan besarnya nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke Direktorat Jenderal Pajak dihitung oleh KFTD di cabang masing-masing di bagian tata usaha.

64 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi PT Kimia Farma Trading and Distribution (PBF KFTD) dilaksanakan di tiga cabang KFTD, yaitu KFTD cabang Jakarta-1 yang merupakan KFTD cabang kelas 3 yang terletak di Kompleks Perkantoran Majapahit, Jalan Majapahit No. 20, Jakarta Pusat, KFTD cabang Bogor yang merupakan KFTD cabang kelas 2 yang terletak di Jalan Tentara Pelajar No. 2, Bogor, dan KFTD cabang Bekasi yang merupakan KFTD cabang kelas 3 yang terletak di Ruko Kalimas, Jalan Chairil Anwar Blok C No. 12, Bekasi Timur. Penulis sendiri mendapat kesempatan melaksanakan PKPA di KFTD cabang Jakarta-1. PKPA di KFTD cabang dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Februari 2014 setiap hari Selasa hingga hari Jumat. Pada hari Senin dilakukan perbekalan materi di KFTD pusat yang terletak di Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta Pusat. 4.2 Kegiatan di KFTD KFTD sebagai distributor sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan memiliki pelanggan di berbagai tempat, seperti institusi pemerintahan, instalasi farmasi rumah sakit, pedagang besar farmasi lainnya, apotek, toko obat, toko kosmetik, rumah bersalin, grosir, modern market, horeka (hotel, restoran, dan karaoke), dan lain-lain. Produk yang didistribusikan pun beragam, seperti obatobat reguler yang dijual bebas, obat keras yang memerlukan resep dokter, obat OTC (Over The Counter), Obat Generik Berlogo (OGB), obat narkotika & psikotropika, obat prekursor, vitamin, kosmetika, bahan baku, dan alat kesehatan. Untuk daerah pendistribusian produk, KFTD cabang Jakarta-1 berpusat di Jakarta Barat, sebagian wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, seperti daerah Cengkareng, Pluit, Muara Karang, Tomang, Slipi, Grogol, Pasar Pagi, Glodok dan lain-lain. Daerah pendistribusian produk untuk KFTD cabang Bogor, meliputi Rayon I dan Rayon II, yakni region dalam Kota Bogor dan 49

65 50 daerah-daerah lain di sekitar Kota Bogor, yaitu Ciawi, Leuwiliang, Sukabumi, dan Depok. Daerah pendistribusian produk untuk KFTD cabang Bekasi, meliputi Wilayah Kota Bekasi, yaitu Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, Bekasi Utara, Pondok Gede, dan lain-lain; Kabupaten Bekasi, yaitu Cibitung, Cikarang; dan Karawang, yaitu Cikampek. Di KFTD terdapat seorang APJ yang bekerja secara purna waktu sesuai dengan peraturan dan persyaratan di dalam CDOB. Seorang APJ bertanggung jawab dalam menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu pada fasilitas pendistribusian. APJ KFTD cabang Jakarta-1 bernama Erni Wahyuningsih, S.Si., Apt., dengan No. STRA: /STRA- ISTN/2006/ APJ KFTD cabang Bogor bernama Zilfia Mutia Ranny, Apt., dengan No. STRA: /STRA-UI/ APJ KFTD cabang Bekasi bernama Drs. Abdul Wahid, Apt., dengan No. STRA: /STRA- UNAI/1987/ Pengadaan barang Pengadaan barang di ketiga cabang KFTD didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu pada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock di gudang. Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang, yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya atau 3 bulan sebelumnya. Sebagai contoh pada KFTD cabang Bekasi, sebelum melakukan pemesanan atau pengadaan barang untuk bulan Februari, petugas logistik khusus bagian pembelian melihat laporan penjualan 3 bulan sebelumnya, yaitu bulan November, Desember dan Januari. Umumnya untuk barang yang dinilai laku (fast moving) yang merupakan produk pareto top 10 item dalam hal penjualan, barang akan selalu dipasok oleh pihak distributor sentral yang disebut Unit Bisnis Logistik (UBL) atau Unit Logistik Sentral (ULS) sehingga dalam perencanaan pengadaan di cabang cukup diperhatikan kondisi stoknya saja, ketika sudah berada di bawah stok level rata-rata penjualan perminggunya, maka dilakukan pemesanan. Sedangkan untuk barang yang kurang laku tidak perlu dilakukan pengadaan kembali pada saat itu, tetapi ketika stock barang mencapai minimal stock.

66 51 Pengadaan dilakukan oleh petugas logistik pembelian kepada pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam pembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT Kimia Farma Tbk.) yang memasok Obat Generik Berlogo (OGB), obat Over The Counter (OTC), kosmetika, dan obat narkotika & psikotropika; Principal Pihak III (industri farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat), seperti PT Biofarma, PT Indofarma Global Medika, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT Darya Varia, PT Kasa Husada, PT Orang Tua, PT Intergastra, PT Janssen, PT Otsuka, dan lain-lain; dan Principal Lokal, yaitu industri farmasi dan PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat. Principal Lokal pada KFTD cabang Jakarta-1, meliputi PT Rajawali, PT Ahmadaris, dan Warung Stamina; pada KFTD cabang Bogor, meliputi PBF Merapi, PBF APL; dan pada KFTD cabang Bekasi, meliputi PT Novapharin, PT Dexa medica, PT Kalbe Farma, PT Sido Muncul, dan PT Frisian Flag. Pengadaan ke Principal Perusahaan Induk melalui UBL atau ULS yang terletak di Kawasan Industri Pulogadung Jalan Rawagelam V No. 1, Jakarta Timur, dilakukan seminggu sekali, yaitu setiap hari Rabu untuk KFTD cabang Jakarta-1, dan hari Senin untuk KFTD cabang Bogor dan Bekasi. Pengadaan ke Principal Pihak III dan Principal Lokal di ketiga cabang dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pemesanan barang dilakukan menggunakan Surat Pesanan (SP): SP ke UBL, SP ke Principal Pihak III, dan SP ke Principal Lokal. Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika. Untuk pemesanan produk narkotika, satu SP dibuat hanya untuk satu jenis barang yang dipesan, sedangkan untuk pemesanan barang lainnya, dapat dibuat dalam satu SP saja. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh Supervisor Logistik, APJ PBF, dan Kepala Cabang disertai dengan stempel KFTD cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui kemudian difaksimile ke nomor faksimile masing-masing principal untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk SP asli narkotika yang telah difaksimile ke ULS, akan diberikan ke ULS ketika

67 52 penerimaan barang. Pada KFTD cabang bekasi SP narkotika tersebut dikirim segera ke ULS melalui pos Penerimaan Barang Kegiatan penerimaan barang dilakukan di ruang penerimaan (transito in). Alur penerimaan barang di KFTD cabang Jakarta-1 dan Bogor masih menggunakan sistem satu pintu gudang (pintu transito in sekaligus pintu transito out) dengan daerah karantina untuk menaruh barang dari kendaraan. Barang kemudian segera dipindahkan dari area drop ke dalam gudang dan ditumpuk ke daerah kosong yang masih tersedia di dalam gudang. Sedangkan untuk KFTD cabang Bekasi, terdapat dua pintu gudang yang saling berdekatan, 1 pintu sebagai transito in dan 1 pintu lagi sebagai transito out. Sistem transito in dan transito out sendiri, menurut CDOB seharusnya tersedia dua pintu yang berbeda dengan jarak yang cukup jauh. Untuk mengatasinya, ketika dilakukan penerimaan barang, maka pengeluaran barang dihentikan. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kehilangan dan ketercampuran barang di dalam gudang. Pada penerimaan barang, dilakukan pengecekkan kesesuaian antara SP dengan SKB (Surat Kirim Barang) dari ULS atau UBL, atau Surat Jalan dan Faktur Invoice dari Principal Pihak III dan Principal Lokal, meliputi nama barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Faktur Invoice untuk barang internal akan didapatkan setelah terjadi penjualan barang kepada customer. Selanjutnya, dilakukan pengecekan kembali antara SKB atau Surat Jalan dengan fisik barang, meliputi nama barang, jumlah barang, nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan kondisi fisik barang. Setelah sesuai, SKB atau Surat Jalan ditandatangani oleh APJ, lalu pada sistem informasi dilakukan entry data dan pada kartu stok barang dimasukkan berapa jumlah barang yang bertambah. SKB atau Surat Jalan kemudian diterima supervisor Tata Usaha (TU) untuk ditandatangani dan dijadikan sebagai hutang dagang Penyimpanan Barang Sistem penyimpanan di ketiga gudang KFTD cabang menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO).

68 KFTD Cabang Jakarta-1 Kondisi gudang di KFTD cabang Jakarta-1 terdiri dari 3 lantai, yaitu lantai 1 untuk produk obat dan kosmetik fast moving, OGB, OTC, kosmetik lainnya, vitamin, dan produk Pihak III dalam bentuk eceran dan dus; lantai 3 untuk produk non-napza dalam bentuk dus dan produk dengan perlakuan khusus, seperti di dalam chiller yang dilengkapi dengan termometer untuk meyimpan obat vaksin dan di dalam lemari es untuk menyimpan obat kanker; dan lantai 4 untuk produk NAPZA yang ditutupi oleh pintu besi yang terkunci. Suhu ruangan untuk produk non-napza berkisar antara o C, produk NAPZA berkisar antara o C, dan produk dengan perlakuan khusus berkisar antara 2-8 o C. Penyimpanan produk eceran di lantai 1 terbagi menjadi beberapa rak, seperti rak OGB, OTC, Kosmetik, Vitamin, dan produk Pihak III yang disusun berdasarkan alfabetis. Selain itu, juga terdapat beberapa produk dalam bentuk dus di bagian depan dalam gudang yang telah dialaskan dengan palet untuk menghindari produk dari kelembapan. Selain itu, dalam gudang juga dilengkapi dengan kamera CCTV, pest control, termometer, alat pemadam kebakaran, AC, dan kartu stok. Pada penyimpanan produk di lantai 3 juga dilengkapi dengan termometer, AC, palet dan pest control. Untuk penyimpanan produk obat narkotika, psikotropika, dan alkes di lantai 4 dipisahkan dengan rak besi dan disusun secara alfabetis dengan suhu ruangan diatur o C dengan AC dihidupkan sepanjang hari. Untuk barang dalam bentuk dus, ditaruh di atas rak dan sebagian di taruh di lantai yang telah dialaskan palet. Terdapat control card, dimana setiap jam 8.00, 12.00, dan WIB suhu ruangan dicatat sebagai dokumentasi perharinya. Untuk obat yang rusak dan kadaluwarsa di KFTD cabang Jakarta-1 telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di area terpisah yang telah terkunci dengan baik, di area sekitar gudang lantai 1 untuk obat reguler dan lantai 4 untuk obat narkotika dan psikotropika. Pemusnahan obat di KFTD cabang Jakarta-1 belum pernah dilaksanakan karena pemusnahan dilakukan oleh ULS.

69 KFTD cabang Bogor Pada KFTD cabang Bogor, penyusunan untuk narkotika disimpan di ruang terpisah di area gudang yang diberi kunci gembok, dinding dibeton dan memiliki satu akses. Beberapa produk psikotropika dan prekursor disimpan di ruangan yang sama tapi tidak satu sel dengan narkotika. Di dalam ruangan terdapat pendingin ruangan AC dan dilengkapi dengan termometer, suhunya dijaga atau diatur 25 C. Untuk setiap jenis barang terdapat kartu stok, barang disusun sesuai dengan sistem FEFO. Untuk keamanan, dilengkapi juga dengan alat CCTV dan akan dilengkapi juga dengan alat sensor getaran. Untuk produk Kimia Farma letak barangnya ditaruh di posisi lebih depantengah daripada produk Principal selain Kimia Farma sehingga lebih memudahkan pengiriman produk-produk Kimia Farma. Rak penyimpanannya terdiri dari 5 tingkat terbuat dari frame rangka besi, bagian paling atasnya dipakai untuk meletakkan stok barang yang masih berada di dalam kardus pengemasnya. Produk yang diletakkan di rak-rak berupa dus satuan sediaan produk jadi yang disusun sesuai sistem FEFO dan dilengkapi kartu stok untuk tiap jenis barang. Masing-masing barang dengan kekuatan dosis yang berbeda-beda atau memiliki isi volume dan varian yang berbeda memiliki kartu stok tersendiri. Barang disusun di rak secara alfabetis dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya (padat, semisolid, cair) dan jenis sediaannya (OGB, OTC, Kosmetik). Produk yang sama namanya namun memiliki kekuatan dosis berbeda dipisahkan letaknya selisih dengan satu atau dua jenis produk agar tidak terjadi kesalahan pengambilan barang. Lokasi antara produk Principal Kimia Farma dengan produk Principal lain selain Kimia Farma juga dibedakan posisi sektor raknya, Demikian juga untuk produk yang ditujukan untuk program askes. Barang yang ditumpuk tingginya sesuai dengan aturan penumpukan kardus yang tertera pada bagian luar kardus. Semua barang yang tidak muat untuk diletakkan di rak ditaruh di lantai dengan beralaskan palet agar tidak bersentuhan langsung. Barang disusun sebisa mungkin agar memudahkan Kepala Gudang mengamati dan mengawasi personil yang lalu lalang di dalam gudang dari ruangannya serta membuat aksesnya menjadi lebih terbatas untuk menuju ke area penyimpanan produk yang memerlukan penanganan khusus atau memiliki value yang relatif lebih tinggi

70 55 sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya pencurian barang. Untuk produk yang perlu penanganan atau kondisi penyimpanan khusus terdapat fasilitas berupa chiller yang dihubungkan dengan termometer, suhu dijaga atau diset 7 C agar berada dalam suhu kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan antara 2-8 C. Selain chiller, terdapat kulkas untuk penyimpanan beberapa produk yang perlu disimpan pada suhu 3-10 C dan untuk membuat es pendingin yang akan dipakai ketika pengiriman barang yang memerlukan suhu dingin. Pada kulkas juga terpasang termometer khusus, seperti yang terpasang pada chiller. Kapasitas pengisian chiller dan kulkas tidak terlalu padat atau sudah maksimal volume pengisiannya dengan kapasitas kulkas. Untuk obat yang rusak dan kadaluwarsa di cabang Bogor telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di area terpisah yang tidak terkunci, namun memerlukan akses berupa tangga yang dapat diamati oleh personil yang sedang mengemasi pesanan dan CCTV jika ada orang yang naik ke area tersebut. Pemusnahan obat di cabang Bogor pernah dilaksanakan pada tahun Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan dimusnahkan kemudian ditimbun di dalam tanah KFTD cabang Bekasi Kondisi gudang KFTD cabang Bekasi terdiri dari 2 lantai, yaitu lantai 1 dengan suhu 27 C untuk produk non-napza dalam bentuk eceran dan dus, serta produk dengan perlakuan khusus di dalam lemari es yang dilengkapi dengan termometer dengan suhu 10 C; sementara lantai 2 untuk produk NAPZA di dalam ruangan khusus dengan satu lapis pintu yang terkunci dengan suhu 24 C, produk non-napza dalam bentuk kartonan dengan suhu 27 C, dan produk vaksin di dalam cold storage dengan suhu 2 C. Penyimpanan di KFTD cabang Bekasi berdasarkan produk non-napza dan produk NAPZA. Produk non-napza pada lantai 1 dipisahkan berdasarkan masing-masing Principal: dari pihak internal, yaitu principal perusahaan induk (PT Kimia Farma Tbk.) untuk produk OGB dan paten, serta dari pihak eksternal,

71 56 yaitu Principal Pihak III dan pihak Lokal. Pemisahan untuk produk non-napza ini dilakukan dengan menggunakan rak-rak yang berbeda dimana terdapat 3 rak yang masing-masing rak dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan, sebagai berikut: 1. Rak 1 untuk produk dari pihak internal (principal perusahaan induk) dan pihak eksternal (principal pihak III), terbagi menjadi 3 bagian: bagian kiri untuk produk dari PT Indofarma dan PT Bernofarm; bagian kanan untuk produk dari PT Darya Varia dan PT Mahakam Beta Farma; dan bagian depan untuk produk kosmetik dari PT Kimia Farma Tbk. 2. Rak 2 untuk produk dari pihak internal, yaitu principal perusahaan induk (PT Kimia Farma Tbk.), terbagi menjadi bagian kiri untuk produk OTC dan etikal, dan bagian kanan untuk OGB. 3. Rak 3 untuk produk dari pihak internal (principal perusahaan induk) dan pihak eksternal (principal pihak III), terbagi menjadi 3 bagian: bagian kiri untuk produk OGB dari PT Kimia Farma Tbk.; bagian kanan untuk produk dari PT Kasa Husada. Untuk produk yang rusak atau kadaluwarsa telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan pada ruangan khusus dan terkunci. Obat yang diduga palsu dan obat kembalian recall belum pernah ditemukan, namun untuk obat kembalian retur dilakukan pemisahan dari produk non-napza dan NAPZA. Pemusnahan obat di KFTD cabang Bekasi sudah pernah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 2011 di Karawang (tempat khusus pembakaran) dan tahun 2012 di KFTD cabang Bekasi. Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan, dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, setelah itu ditimbun di dalam tanah. Kelengkapan alat penyimpanan produk non-napza dan NAPZA di KFTD cabang Bekasi ini dilengkapi dengan pallet, tangga, alat pengendali suhu (AC), dan termometer ruangan terkalibrasi. Di KFTD cabang Bekasi terdapat alat pemadam kebakaran dan generator yang sudah memadai dan juga dilengkapi dengan lift khusus barang untuk memudahkan pemindahan barang.

72 Penjualan Barang Kegiatan penjualan dan pelayanan di ketiga cabang KFTD terdiri dari penjualan regular dan penjualan narkotika & psikotropika. Untuk penjualan reguler, maka pelanggan dapat langsung melakukan pemesanan melalui telepon dengan menggunakan SP intern sebagai SP sementara, menggunakan SP yang difaksimile, atau menggunakan SP yang dititipkan kepada salesman. Pada pemesanan narkotika-psikotropika, wajib menggunakan SP Narkotika (Form N-9) asli atau SP Psikotropika asli yang ditandatangani oleh APJ sesuai dengan ketentuan CDOB. Pada ketiga cabang, pemesanan produk narkotika-psikotropika telah sesuai dengan ketetapan CDOB. Namun, pada KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi, untuk pemesanan produk reguler masih ditemukan adanya pemesanan via telepon atau faksimile oleh APJ dan tidak menggunakan SP asli. SP asli diterima sesaat sebelum dilakukan penyerahan pesanan oleh petugas hantaran. Hal ini merupakan kebijakan yang diberikan oleh PT KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi atas pertimbangan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mungkin mendesak. Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian, dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek, toko obat dan PBF, Surat Izin Penanggung Jawab dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha). Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi Navision untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat SKB, faktur penjualan, dan faktur pajak untuk pembayaran secara Cash On Delivery (COD), jika pembayaran secara kredit, maka faktur pajak akan dibuat saat tukar faktur atau saat penagihan. Faktur penjualan dan faktur pajak ini dibuat oleh fakturis. Faktur penjualan kemudian diberikan kepada Supervisor Logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan barang sesuai dengan faktur penjualan, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor bets sampai dengan pengecekan tanggal kadaluwarsa.

73 Penyiapan dan Pengemasan Barang Pada KFTD cabang Bogor dan Bekasi, proses penyiapan dilakukan oleh petugas logistik khusus bagian penyiapan dan pada proses pengemasan dilakukan oleh petugas logistik yang berbeda. Sedangkan untuk KFTD cabang Jakarta-1, proses penyiapan dan proses pengemasan dilakukan oleh orang yang sama, yaitu petugas penghantar barang ke customer. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan barang (error) maka pengecekkan kembali (double check) barang pesanan sebelum dikemas dilakukan oleh orang yang berbeda atau bisa juga dilakukan oleh Supervisor Logistiknya. Dokumentasi pengambilan barang reguler pada KFTD cabang Jakarta-1 belum dilakukan dengan baik, barang yang masuk dan barang yang keluar tidak dilakukan pencatatan dengan menggunakan kartu stok yang telah tersedia. Pengamatan mengenai pengambilan produk hanya dilakukan melalui pemeriksaan barang yang diambil oleh petugas hantaran dan melalui sistem Navision. Sedangkan untuk KFTD cabang Bogor, dokumentasi pengambilan barang reguler belum terdokumentasi dengan cukup baik karena pencatatan pada kartu stok baru terbatas pada jumlah sediaan yang diambil, nomor faktur dan nama pelanggan saja, belum dicatat nomor betsnya. Pada KFTD cabang Bekasi, dokumentasi pengambilan barang reguler sudah dilakukan dengan baik, dimana telah dilakukan pencatatan tanggal faktur, nomor faktur, nama pelanggan, nomor bets, jumlah barang yang diambil (jumlah keluar), dan jumlah stok akhir pada kartu stok untuk masing-masing barang. Namun, belum dicatat tanggal kadaluarsanya saat pengambilan barang. Tanggal kadaluarsa hanya ditulis ketika ada barang masuk atau barang datang dari UBL. Sedangkan untuk produk narkotika dan psikotropika, dokumentasi pengambilan barang di ketiga cabang telah dilakukan dengan baik. Setelah kegiatan pengambilan dilaksanakan, barang dikemas dengan plastik atau dus dan disegel dengan steples atau lakban untuk menjaga mutu selama transportasi pengiriman, kemudian diberi nama dengan spidol permanent. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan, kontaminasi, pencurian, dan tertukarnya barang hantaran. Kemudian petugas hantaran menuliskan tanggal penghantaran, nomor faktur, tanggal faktur, nama

74 59 debitur atau pelanggan, jumlah harga komersil, dan jumlah harga PPn di buku ekspedisi penjualan. Buku ekspedisi penjualan ini merupakan dokumentasi penghantaran barang ke pelanggan. Setelah diisi, buku ekspedisi penjualan kemudian ditandatangani oleh petugas hantaran, selanjutnya diperiksa kesesuaiannya oleh APJ. Selanjutnya, petugas hantaran mengeluarkan barang yang sudah dikemas beserta faktur penjualan, dan SP dari pelanggan ke pintu transito out dan mengantarkan barang ke tempat tujuan sesuai dengan nama debitur atau pelanggan yang tertulis pada faktur penjualan Pengiriman Barang Pengiriman barang di ketiga cabang KFTD berbeda, dimana KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi dilakukan sendiri, sedangkan KFTD cabang Bogor dilakukan melalui pihak ketiga. Penghantaran barang dilakukan setiap pagi sebelum jam WIB dan sore hari untuk barang yang belum sempat dihantar sebelumnya. Penghantaran dilakukan menggunakan motor dan mobil box. Pada mobil box telah dilengkapi dengan kunci gembok guna menjaga keamanan dan mencegah pencurian obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Sedangkan penghantaran dengan menggunakan motor belum dilengkapi dengan box, melainkan menggunakan tas ransel dan kardus yang telah dibungkus plastik untuk menghindari produk basah karena hujan. Namun, untuk KFTD cabang Jakarta-1, penghantaran menggunakan motor telah dilengkapi dengan box yang dilengkapi dengan kunci gembok. Penghantaran produk yang memerlukan perlakuan suhu khusus, seperti obat kanker dan vaksin dalam penghantarannya digunakan cool box yang dilengkapi dengan ice pack untuk menjaga mutu produk sesuai dengan persyaratan CDOB. Namun, pada cool box belum tersedia termometer untuk memastikan suhu barang yang akan diantar selalu stabil. Selanjutnya, barang diserahkan kepada pelanggan dan faktur penjualan asli ditandatangani dan diberi stempel oleh petugas apoteker atau seseorang yang ditunjuk apoteker untuk menerima barang dari pihak customer KFTD. Petugas hantaran meminta SP asli apabila SP yang dihantarkan dari pelanggan merupakan SP intern (SP sementara). Faktur penjualan asli beserta copy yang telah

75 60 ditandatangani dan diberi stempel, diserahkan kepada Supervisor Logistik yang selanjutnya akan dituliskan report, berupa total faktur yang tertulis pada buku ekspedisi penjualan, faktur total barang yang terkirim dan faktur total barang yang tidak terkirim. Kemudian, Supervisor Logistik memberikan faktur penjualan asli dan faktur penjualan copy kepada petugas inkaso, sedangkan satu faktur penjualan copy dan SP asli dimasukkan ke dalam arsip gudang. Faktur penjualan asli, faktur penjualan copy dan surat tukar faktur yang telah ditandatangani dan diberi stempel oleh pelanggan merupakan dokumen yang sah untuk dilakukan penagihan kepada pelanggan. Pada penjualan barang reguler, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai (kredit) dengan tenggang waktu atau jatuh tempo selama 30 hari, sedangkan untuk penjualan produk narkotika dan psikotropika, pembayaran harus dilakukan secara tunai atau cash on delivery (COD) pada saat barang dihantarkan. Namun, untuk penjualan produk ke Rumah Sakit (RS), pembayaran dapat dilakukan secara kredit dengan batas pembayaran maksimal 14 hari setelah pemesanan karena proses dokumen di rumah sakit yang rumit. Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian, dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek (SIA), Toko Obat (TO) yang telah berizin, PBF yang telah berizin, Surat Izin Penanggung Jawab, dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha) Proses Penagihan Piutang Pada penjualan kredit, penagihan dilakukan ketika pembayaran telah jatuh tempo. Proses penagihan dibedakan menjadi : 1. Outlet yang tidak mempunyai sistem tukar faktur a. Saat waktu jatuh tempo, petugas inkaso menyiapkan dokumen alat tagih lengkap (faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy dan faktur pajak asli) dan membuat nota inkaso (faktur tagihan) dan ditandatangani, diberi nomor dan tanggal.

76 61 b. Petugas penagih mendatangi pelanggan dengan membawa faktur tagihan dilampirkan dengan dokumen alat tagih, lalu memperoleh uang tunai, cek, atau giro, dan menyerahkan faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy kepada pelanggan. c. Petugas inkaso menerima kembali faktur tagihan dan meminta petugas penagih menuliskan hasil tagihannya pada faktur tagihan di hari yang sama pada saat penyerahan alat tagih, lalu menandatangani faktur tagihan tersebut. d. Petugas inkaso membuat bukti penerimaan kas untuk pembayaran secara tunai atau bukti penerimaan bank untuk pembayaran secara cek atau giro, lalu menyerahkan bukti penerimaan kas atau bank yang dilampirkan faktur tagihan dan faktur penjualan copy ke kasir, lalu kasir akan menandatangani faktur tagihan. e. Petugas inkaso meminta kembali faktur tagihan yang telah ditandatangani kasir dan mengarsipkan faktur pajak beserta faktur penjualan copy ke dalam lemari besi (feeling cabinet). 2. Outlet yang mempunyai sistem tukar faktur a. Sebelum waktu jatuh tempo, petugas penagih mendatangi pelanggan dengan membawa faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy untuk melakukan tukar faktur dengan pelanggan yang tujuannya untuk mengingatkan pelanggan bahwa pembayaran telah mendekati jatuh tempo, petugas penagih menukarkan faktur penjualan asli dengan Tanda Terima Tukar Faktur (TTTF) dan meminta pelanggan untuk menandatangani dan memberi stempel yang merupakan janji pembayaran. b. Saat waktu jatuh tempo, petugas inkaso menyerahkan TTTF yang telah ditandatangani dan diberi stempel oleh pelanggan dilampirkan dengan dokumen alat tagih (faktur penjualan copy dan faktur pajak asli) serta nota inkaso (faktur tagihan) yang ditandatangani dan diberi nomor dan tanggal kepada petugas penagih, lalu petugas penagih memperoleh uang tunai, cek, atau giro, dan menyerahkan faktur penjualan copy kepada pelanggan

77 62 sebagai bukti pembayaran atas TTTF yang berhasil ditagih oleh petugas penagih. c. Petugas inkaso menerima kembali faktur tagihan dilampirkan TTTF yang belum berhasil ditagih dan meminta petugas penagih menuliskan hasil tagihannya pada faktur tagihan di hari yang sama pada saat penyerahan alat tagih, lalu petugas inkaso menandatangani faktur tagihan tersebut. d. Petugas inkaso membuat bukti penerimaan kas untuk pembayaran secara tunai atau bukti penerimaan bank untuk pembayaran secara cek atau giro atas TTTF yang berhasil ditagih, lalu menyerahkan bukti penerimaan kas atau bank dilampirkan faktur tagihan dan faktur penjualan copy ke kasir, lalu kasir menandatangani faktur tagihan. e. Petugas inkaso meminta kembali faktur tagihan yang telah ditandatangani kasir dan mengarsipkan faktur pajak beserta faktur penjualan copy ke dalam lemari besi (filling cabinet). f. Batas pembayaran bagi pelanggan atas TTTF yang belum berhasil ditagih oleh petugas penagih adalah 45 hari, jika lebih dari 45 hari maka pelanggan tidak boleh melakukan transaksi pembelian atau status pelanggan terkunci (lock). g. Apabila penagihan piutang kepada pelanggan yang telat membayar setelah 45 hari atas TTTF yang belum berhasil ditagih oleh petugas penagih, maka petugas inkaso akan membuat surat konfirmasi piutang per pelanggan, lalu memberikan kepada petugas penagih saat melakukan penagihan. Hal ini dilakukan sebagai alat kontrol dalam penagihan Dokumentasi Pengarsipan atau dokumentasi dilakukan sebagai antisipasi jika terjadi hal yang tidak dinginkan di masa yang akan datang dan perlu penelusuran seluruh aspek kegiatan. Pengarsipan dokumentasi yang dilakukan telah memenuhi ketentuan CDOB karena sudah ada dokumentasi tertulis yang berupa Standard Operating Procedure (SOP), kontrak, dan data, baik berbentuk kertas dan elektronik (sistem Navision) pada kegiatan pembelian, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan. Seluruh dokumen, seperti laporan

78 63 keuangan, laporan penjualan, laporan pembelian dan lain-lain dicetak dan ditandatangani oleh masing-masing petugas dengan persetujuan kepala cabang. Dokumen disimpan di rak arsip secara teratur dan belum pernah dimusnahkan. Pelaporan dilakukan secara mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan ke KFTD pusat sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya di waktu mendatang. Berdasarkan dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut, maka kegiatan di ketiga cabang KFTD dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu kegiatan pembelian dan penyimpanan (Unit Logistik), kegiatan penjualan dan pelayanan (Unit Penjualan), dan kegiatan penagihan serta pengarsipan dokumentasi (Unit Tata Usaha). Seluruh rangkaian kegiatan memiliki indikator apakah kegiatan berjalan dengan baik atau tidak serta sasaran kegiatan sebagai tolak ukur pencapaian tujuan. Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka unit logistik di ketiga cabang KFTD dalam hal pembelian telah mencapai sasaran memperoleh harga barang yang lebih murah dengan adanya diskon yang diberikan oleh pihak principal terutama principal pihak III. Service level pembelian mendekati 100%, karena ULS tepat waktu dalam pengiriman barang pesanan (< 3 hari = 100 %) tapi belum mampu memenuhi seluruh permintaan dari ketiga cabang KFTD. Pada unit tata usaha di PT KFTD cabang Bekasi, pencapaian sasaran sudah tercapai dengan tidak adanya kehilangan faktur. Di sisi lain, unit tata usaha juga telah mencapai sasaran kegiatan dengan menyajikan laporan keuangan yang tepat isi dan tepat waktu.

79 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Cara Distribusi Obat yang Baik di PT. Kimia Farma Trading and Distribution meliputi aspek manajemen mutu, organisasi, manajemen dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi. Sebagai Pedagang Besar Farmasi, KFTD cabang Bogor, KFTD cabang Jakarta 1, dan KFTD cabang Bekasi telah berusaha berpedoman pada CDOB yang dikeluarkan oleh Badan POM RI pada semua lini kegiatannya, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. 2. Dalam melakukan kegiatannya PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) telah menunjuk apoteker sebagai penanggung jawab fasilitas distribusi, dimana tanggung jawab apoteker yaitu menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. 5.2 Saran 1. Sebaiknya dibuat SOP penyerahan tugas ke tenaga teknis kefarmasian lain apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan, sebab pada kenyataanya APJ hanya bertugas seorang diri sehingga jika APJ cuti atau tidak dapat hadir karena alasan tertentu maka tugas dan tanggung jawab APJ tidak dapat tergantikan. 2. Sebaiknya petugas gudang di KFTD Bogor segera ditambah, karena mempertimbangkan luas gudang dan jumlah pesanan perhari, 2 petugas gudang dirasa belum cukup. Selain itu kebijakan KFTD jakarta-1 yang memperbolehkan petugas pengantar barang ikut dalam proses gudang harus dievaluasi kembali, jika memang diperlukan harus ada pengawasan yang ketat untuk menghindari kehilangan barang dan kerusakan barang akibat petugas yang kurang terlatih. 64

80 65 3. Sebaiknya dilakukan evaluasi dari pihak UBL terkait dengan pemeriksaan barang dan waktu pengiriman barang, sehingga tidak terjadi keterlambatan barang dan kesalahan pengiriman barang. 4. Sebaiknya ruang transito out dan transito in di KFTD Jakarta-1 dan KFTD Bogor dipisah dan tidak dijadikan tempat penyimpanan barang untuk mencegah keterlambatan pengiriman, kesalahan atau kehilangan barang saat pengiriman barang dan penerimaan barang. 5. Sebaiknya dibuat jadwal pembersihan dan perawatan gudang secara rutin di ketiga KFTD cabang. 6. Sebaiknya pencatatan pengambilan barang ke dalam kartu stok untuk barang reguler dilakukan dengan lengkap oleh ketiga KFTD cabang (tanggal, nomor faktur, nama pelanggan, nomor bets, tanggal kadaluwarsa, jumlah barang yang diambil, dan sisa stok) sesuai SOP. 7. Sebaiknya motor penghantar barang di KFTD cabang Bogor dan Bekasi dilengkapi dengan box demi menjaga mutu sediaan dan keselamatan penghantar. 8. Sebaiknya dilakukan pelatihan kepada petugas di ketiga KFTD cabang mengenai penggunaan APAR, pengelolaan CCP, pengelolaan narkotikapsikotropika, CDOB dan perundang-undangan yang terkait.

81 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No Tahun 2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik,dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Keuangan. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Jakarta. Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Pembukuan Unit Pengelola Keuangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kimia Farma. (2012). Laporan Tahunan Annual Report Tahun Jakarta: Kimia Farma. Nurjannah. (2012). Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT Adira Finance Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1983). Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2000). Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta. 66

82 67 Said, Muhammad Umar. (2013). Praktis.Solo: CV. Ar-Rahman. Manajemen Pedagang Besar Farmasi

83 LAMPIRAN

84 68 Lampiran 1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar

85 69 Lampiran 2. Surat Izin Pedagang Besar Farmasi

86 70 Lampiran 3. Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan

87 71 Lampiran 4. Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika

88 72 Lampiran 5. Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS)

89 73 Lampiran 6. Surat Pesanan ke Pihak III

90 74 Lampiran 7. Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang

91 75 Lampiran 8. Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang

92 76 Lampiran 9. Surat Pesanan Narkotika Model N-9

93 77 Lampiran 10. Faktur Penjualan dari KFTD Cabang ke Pelanggan

94 78 Lampiran 11. Nota Inkaso (Sebagai Alat Tagih ke Pelanggan)

95 79 Lampiran 12. Laporan Distribusi Obat per Customer

96 80 Lampiran 13. Faktur Penjualan dari Pihak III

97 81 Lampiran 14. Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navision)

98 82 Lampiran 15. Kartu Persediaan Barang (Kartu Stok Barang)

99 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 MANAJEMEN PENGADAAN YANG EFEKTIF DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION CABANG BOGOR ANDRIANTO AGUNG GUNAWAN, S.Far ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK FEBRUARI 2014

100 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 MANAJEMEN PENGADAAN YANG EFEKTIF DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION CABANG BOGOR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANDRIANTO AGUNG GUNAWAN, S.Far ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK FEBRUARI 2014 ii

101 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Andrianto Agung Gunawan, S. Far NPM : Program Studi : Apoteker - Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Manajemen Pengadaan yang Efektif di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Bogor Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi,. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Drs. Taufik Hidayat, Apt ( ) Pembimbing : Dr. Harmita, Apt ( ) Penguji : ( ) Penguji : ( ) Penguji : ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii

102 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ungkapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 17 Februari Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan sebagai suatu persyaratan yang perlu dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi 3. Bapak Dr. Harmita, Apt. sebagai pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution atas waktu, pikiran dan perizinan yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Pusat atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada penulis. iv

103 7. Bapak Syafrial selaku Kepala cabang KFTD cabang Bogor dan pembimbing lapangan di Pedagang Besar Farmasi PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Bogor atas ijin dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang. 8. Seluruh staf dan karyawan KFTD cabang Bogor yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Orang tua, saudara dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian, semangat dan doa yang tiada henti. 11. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Penulis berharap laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya. Demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih. Penulis, 2014 v

104 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL...i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR...viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan.. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Definisi dan Penerapan CDOB Pengaturan Organisasi, Manajemen dan Personalia dalam Penerapan CDOB Fasilitas dalam Pemenuhan CDOB Kegiatan Operasional Operasional untuk Produk Narkotika dan Psikotropika Manajemen Pengadaan di PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Sasaran dan Indikator Pengadaan Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Pembelian Barang Standar Operasi Prosedur (SOP) dalam Pembelian Barang Laporan Rutin dalam Fungsi Pembelian. 11 BAB IIIMETODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data. 13 BAB IV PEMBAHASAN 14 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 19 vi

105 DAFTAR ACUAN 21 LAMPIRAN GAMBAR.. 22 vii

106 DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR Gambar 1. Papan Izin PBF KFTD Cabang Bogor 22 Gambar 2. Alat Pemadam Kebakaran (APK) yang tersedia di bangunan gudang KFTD Cabang Bogor..23 Gambar 3. Salah satu sistem exhaust di bangunan gudang KFTD Cabang Bogor Gambar 4. Kulkas yang tersedia di depan gudang KFTD Cabang Bogor dilengkapi termometer pemantau suhu. 23 Gambar 5. Chiller yang tersedia di depan gudang KFTD Cabang Bogor dilengkapi termometer pemantau suhu. 23 Gambar 6. Karton barang ditumpuk di atas alas pallet sehingga tidak bersentuhan langsung dengan lantai 24 Gambar 7. Barang yang diletakkan di rak lemari, bagian bawah rak lemari tidak bersentuhan langsung dengan lantai Gambar 8. Termometer pemantau suhu ruangan di gudang KFTD Cabang Bogor dilengkapi Kartu Kontrol Temperatur.24 Gambar 9. Ruang penyimpanan narkotika dan psikotropika di dalam ruangan tersendiri. 25 Gambar 10. Penyimpanan narkotika dan psikotropika di dalam lemari dan kerangka besi serta dilengkapi dengan AC 25 Gambar 11. Termohigrometer pemantau suhu dan kelembaban ruangan di dalam ruang Napsa KFTD Cabang Bogor dilengkapi Kartu Kontrol Temperatur 25 Gambar 12. Surat pesanan khusus untuk narkotika, psikotropika dan prekursornya 26 Gambar 13. Struktur Organisasi di KFTD Cabang Bogor (per Januari 2014) viii

107 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pedagang besar farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Menteri Kesehatan, 2011). PBF dalam menyelenggarakan kegiatannya wajib menggunakan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB merupakan metode dalam distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012). Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi; pengamanan; pengadaan; penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat; pengelolaan obat; pelayanan obat atas resep dokter; pelayanan informasi obat; serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisonal (Perpem RI, 2009). Di era sekarang ini di mana persaingan perusahaan berlangsung secara ketat, semua bagian operasional dalam perusahaan dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. Bagian pembelian tidak lagi hanya terbatas pada pengadaan barang saja tetapi juga harus meningkatkan dan memberikan nilai lebih dari fungsinya tersebut dalam perusahaan. Selain harus memahami dengan baik target pembelian, fungsi pembelian juga perlu melakukan performance ekstra untuk mencapai target pembelian secara efektif seperti melakukan pendekatan terhadap pihak-pihak yang berperan penting dalam kegiatan pembelian. Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman tentang peran apoteker di PBF. Oleh karena itu, bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Trading and Distribution yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran sediaan farmasi melaksanakan praktik kerja profesi apoteker pada tanggal 6 Januari 17 Februari Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa yang merupakan calon apoteker dapat memperoleh ilmu dan pengalaman 1

108 kerja agar dan menerapkan secara nyata dalam menjalankan peranannya sebagai apoteker Tujuan Pelaksanaan tugas khusus dalam Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk : a. Mengetahui dan memahami penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) cabang Bogor khususnya dalam pengadaan obat yang efektif. b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam menjamin ketersediaan obat yang efektif di Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang memenuhi pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan menguntungkan dari segi bisnis. 2

109 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Definisi dan Penerapan Administratif CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. CDOB berlaku untuk aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi. Prinsip-prinsip CDOB berlaku bagi PBF, PBF Cabang dan Instalasi Sediaan Farmasi yang menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi. Sertifikat CDOB akan diberikan oleh Kepala Badan jika PBF dan PBF Cabang tersebut sudah menerapkan CDOB. Jika terjadi pelanggaran, penyimpangan dan tindakan sengaja yang mengakibatkan tidak terlaksananya CDOB oleh PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan sertifikat CDOB Pengaturan Organisasi, Manajemen dan Personalia dalam Penerapan CDOB Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat, serta harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab yang dapat memenuhi tanggung jawabnya dan bertugas purna 3

110 waktu serta memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan, maka harus dilakukan pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian. Penanggung jawab haruslah seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB. Dalam kegiatan pengadaan penanggung jawab memiliki tanggung jawab antara lain menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu; fokus pada pengelolaan kegiatan, menjaga akurasi dan mutu dokumentasi, melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok Fasilitas dalam Penerapan CDOB Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Dalam penggunaan sistem komputer untuk mendukung kegiatan distribusi dan pelaksanaan CDOB, data hanya boleh dimasukkan atau diubah ke dalam sistem komputer oleh personil yang berwenang. Data harus diamankan secara elektronik atau fisik untuk mengantisipasi kerusakan yang disengaja atau tidak disengaja. Kemudahan dalam mengakses (aksesibilitas), masa simpan dan ketepatan data tersimpan harus diperiksa Kegiatan Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya 4

111 ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundangundangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi. Dalam kegiatan pengadaan, menentukan kualifikasi pemasok merupakan hal yang penting. Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CDOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Harus tersedia prosedur tertulis untuk memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari pemasok yang memiliki izin dan didistribusikan oleh fasilitas distribusi resmi. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan obat. Dalam proses pembelian, diperlukan juga perhatian khusus terhadap hal-hal tertentu pada saat barang diterima. Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer / sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan. Nomor bets dan tanggal 5

112 kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen Operasional untuk Produk Narkotika dan Psikotropika Cara distribusi narkotika dan psikotropika harus dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika dan psikotropika dari jalur distribusi resmi. Distribusi narkotika dan psikotropika wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan CDOB. Personil yang menjadi penanggung jawab merupakan seorang apoteker sesuai dengan peraturan perundang undangan. Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi yang memproduksi narkotika. Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan. Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat dalam pengadaan narkotika atau psikotropika. Pengadaan narkotika atau psikotropika harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Surat Pesanan wajib: a. asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi; b. ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan dilengkapi dengan nama jelas dan nomor Surat Izin Kerja (SIK) / Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA); c. mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor telepon / faksimili, nomor izin dan stempel fasilitas distribusi; 6

113 d. mencantumkan nama industri farmasi atau fasilitas distribusi pemasok beserta alamat lengkap; e. mencantumkan nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf; f. diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan yang jelas; g. dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain; Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap: a. kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan harus sesuai dengan surat pengantar / pengiriman barang dan/atau faktur penjualan; b. kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam kondisi baik; c. kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar / pengiriman barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat pengantar / pengiriman barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas distribusi. Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus dikembalikan dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima pengembalian dari pemasok. Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur penjualan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang / dari industri farmasi atau fasilitas distribusi lain, bukti retur dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen lain Manajemen Pengadaan di PT Kimia Farma Trading and Distribution Pengadaan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan menyediakan produk atau material yang berasal dari supplier yang bertujuan untuk memenuhi 7

114 kebutuhan organisasi dalam waktu tertentu dan dengan harga yang paling murah. Manajemen pengadaan dilakukan untuk memastikan ketersediaan barang di gudang serta memastikan efisiensi dari pergerakan produk. Berdasarkan sudut pandang bisnis perusahaan distribusi, pembelian berperan penting dalam bisnis dan merupakan salah satu elemen pokok pendukung kegiatan distribusi. Selain itu menurut sudut pandang strategi perusahaan bagian pembelian juga memiliki fungsi strategis perusahaan seperti halnya bagian penjualan atau distribusi turut serta menentukan untung ruginya perusahaan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memahami target pembelian adalah a. Kualitas barang b. Jumlah barang c. Waktu ketersedian barang d. Pemasok atau supplier e. Harga f. Pelayanan Fungsi pembelian juga harus dapat bernegosiasi dengan baik kepada pihak pemasok agar target pembelian dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan perusahaan. Pembelian yang efektif tidak hanya sekedar melakukan pemesanan atau berhubungan dengan administrasinya, tetapi juga mencakup kegiatan seperti mewawancarai supplier, bernegosiasi dengan supplier potensial, menganalisa penawaran yang diajukan supplier dan menentukan pilihannya, memilih pemasok, membuat dan mengeluarkan Surat Pesanan, penanganan masalah dengan pemasok dan kegiatan dokumentasi. Tugas dan tanggung jawab seorang supervisor pembelian di KFTD adalah sebagai berikut a. Bertugas dan bertanggung jawab terhadap kelancaran penyediaan barang dagangan. b. Bertugas dan bertanggung jawab memantau hasil pembelian dengan cara memeriksa copy faktur yang diterima terhadap kelengkapan barang, dan kebenaran harga. c. Bertugas dan bertanggung jawab membuat rencana pembelian. 8

115 d. Bertugas dan bertanggung jawab mengevaluasi hasil pembelian. e. Bertugas dan bertanggung jawab atas pilihannya dalam menentukan supplier Sasaran dan Indikator Pengadaan Sasaran mutu dari manajemen pengadaan yaitu memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien) serta dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level) 100%. Indikator yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut adalah: a. Harga pokok penjualan (HPP) Jika HPP yang diperoleh lebih sedikit dari HPP tahun lalu atau dari HPP PBF pesaing, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. Sebaliknya jika HPP yang diperoleh lebih besar dari HPP tahun lalu atau dari HPP PBF pesaing, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik. b. Service level Jika service level lebih baik daripada service level tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. Sebaliknya jika service level lebih rendah daripada service level tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Pembelian Barang Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pembelian barang adalah sebagai berikut: a. Kondisi likuiditas keuangan yang baik, selalu tepat waktu dalam pembayaran hutang dapat memberi peluang untuk memperoleh bonus atau diskon yang lebih besar. b. Jenis barang yang dibutuhkan ditetapkan berdasarkan data yang dibutuhkan oleh pelanggan retailer. Data-data dapat diperoleh dari faktur-faktur, laporan penjualan dan program promosi yang sedang dicanangkan bagian marketing produk. c. Jumlah kebutuhan barang yang harus dibeli harus ditentukan berdasarkan data historis penjualan dan kondisi diskon. 9

116 d. Jarak PBF dengan supplier perlu diperhatikan untuk memperoleh efisiensi dan terhindar dari risiko kehabisan persediaan. Sebaiknya pembelian barang dilakukan berdasarkan economic order quantity (EOQ) dengan menghitung buffer dan level stock dikaitkan dengan lamanya waktu pengiriman barang (lead time) dari supplier ke PBF. e. Dalam kondisi sosial politik yang tidak stabil, harga barang dan ongkos transportasi menjadi lebih mahal, karena harus mengeluarkan biaya asuransi, atau karena melemahnya nilai mata uang sehingga harga beli dan jualnya menjadi lebih mahal. f. Batas tanggal daluarsa yang pendek kurang dari satu tahun mempunyai risiko kerugian kerusakan barang yang tinggi. Oleh sebab itu sebisa mungkin harus ada garansi dari supplier tentang batas maksimal paling lambat daluarsa, misalnya paling lambat 6 bulan sebelum batas tanggal daluarsa, dapat diretur ke supplier dan mendapat barang yang baru. g. Jika pembelian barang dalam jumlah besar namun tidak disesuaikan dengan kapasitas ukuran luas gudang PBF, penyimpanan barang akan menjadi kurang baik, mudah rusak dan bisa saja rawan kehilangan. h. Sarana tempat penyimpanan obat harus disesuaikan dengan sifat obat dan memenuhi peraturan yang berlaku seperti lemari khusus narkotika, kulkas untuk penyimpanan vaksin dan serum Standar Operasi Prosedur (SOP) dalam Pembelian Barang Standar operasi prosedur adalah tata cara (prosedur operasional) yang ditetapkan dan digunakan dalam melaksanakan aktivitas pada suatu fungsi kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. SOP dalam proses pembelian barang di KFTD memiliki tahapan sebagai berikut a. Membuat daftar rencana pembelian barang Fungsi logistik (kepala gudang) bersama fungsi penjualan menghitung buffer dan kebutuhan level stok per item/ bulan berdasarkan data historis. Data historis berisi jumlah kumulatif setiap item yang berhasil terjual dan jumlah 10

117 stok item yang tersedia. Data tersebut kemudian dikirim kepada petugas pembelian untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya. b. Membuat kontrak pembelian barang Petugas pembelian melakukan negosiasi kontrak pembelian barang dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang. c. Mengeksekusi pembelian barang Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan (SP), ditanda tangani oleh penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan SP ke principal/pemasok. d. Menerima dan memeriksa barang Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang pada faktur dengan membubuhkan stempel dan tanda tangan petugas gudang. e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang Petugas pembelian memeriksa faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon serta masa tenggang pembayaran, lalu memberi paraf dan mengirimkan faktur pembelian ke fungsi Tata Usaha. f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang Petugas Tata Usaha membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan hutang di kartu hutang, lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap bulannya Laporan Rutin dalam Fungsi Pembelian Laporan merupakan bentuk pertanggungjawaban dari kegiatan yang dilaksanakan serta merupakan bagian dari dokumentasi. Laporan akan menyediakan data-data yang diperlukan untuk perencanaan berikutnya dalam kegiatan pembelian maupun kegiatan fungsi lainnya. Data-data yang dapat diakses langsung di KFTD cabang merupakan hasil pengumpulan data selama 3 bulan terakhir, selebihnya untuk kurun waktu yang lebih lama disimpan oleh bagian teknisi sistem komputer di kantor 11

118 pusat Kimia Farma. Laporan dari suatu fungsi yang satu dengan fungsi yang lain dapat saling terbagi melalui sistem computer dan diperbarui secara berkala setiap kali ada perubahan yang terjadi atau tindakan yang dilakukan. Laporan yang dibuat dan/atau dapat diakses oleh fungsi pembelian terdiri dari: a. Rincian Pembelian Per Produk Rincian laporan meliputi nomor faktur, tanggal faktur, nama barang dan satuan kemasannya, nama vendor, harga, kuantitas, diskon, ekstra diskon dan totalnya. b. Laporan Pembelian Per Prinsipal & Kategori Rincian laporan meliputi nomor faktur, nama vendor, harga pembelian berdasarkan kategori jenis produk dan totalnya. Produk dikategorikan menjadi OGB, Ethical, Obat Program, OTC-CHP, Alat laboratorium dan Makanan Minuman. c. Rekap Pembelian Per Prinsipal & Kategori Rincian laporan meliputi Kelompok barang, Prinsipal, Kuantitas, Komersial, Sub total dan Grand total. Barang dikelompokkan menjadi Napsa, OGB, Branded Ethical, OTC-CHP, alat laboratorium dan makanan minuman. Sedangkan Prinsipal dikelompokkan menjadi KF, Prinsipal Pusat dan Prinsipal Daerah. d. Status Surat Pesanan (Purchase Order / PO) Surat Pesanan yang dimasukkan ke dalam sistem komputer harus disetujui terlebih dahulu oleh pihak pemasok (dalam hal ini jika pemesanan dilakukan ke UBL atau ULS). Laporan ini menunjukkan status surat pesanan yang dipesan sudah disetujui oleh pusat atau belum. e. Laporan Penerimaan Barang Periodik f. Ranking atau Paretto Penjualan Laporan ini menunjukkan peringkat barang yang berhasil dijual oleh Bagian Penjualan secara kumulatif dalam periode waktu tertentu. Rincian laporan meliputi peringkat, kode dan nama barang, isi kemasan, jumlah (Qty), Amount (Rp), HPP, % dan nama Principal. 12

119 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi PT Kimia Farma Trading and Distribution (PBF KFTD) dilaksanakan di KFTD cabang Bogor yang merupakan KFTD cabang kelas 2 yang beralamat di Jalan Tentara Pelajar No. 2, Bogor. PKPA di KFTD cabang dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Februari 2014 setiap hari Selasa hingga hari Jumat. Pada hari Senin dilakukan perbekalan materi di KFTD pusat yang terletak di Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta Pusat Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengupulan data dilakukan melalui observasi langsung kesesuian antara peraturan perundang-undangan dan standar yang ditentukan perusahaan dengan pelaksanaan langsung di lapangan. Selain itu dilakukan juga dengan bertanya langsung kepada narasumber yang merupakan penanggung jawab dan pelaksana langsung kegiatan operasional di perusahaan tempat praktek kerja. Data yang telah diperoleh dicatat dan dilakukan rekapitulasi serta dianalisis kesesuaiannya dengan literatur. 13

120 BAB IV PEMBAHASAN Dalam kesempatan PKPA di PBF KFTD Kimia Farma Cabang Bogor, dilakukan pengamatan mengenai proses pelaksanaan sistem manajemen pengadaan barang selama periode Januari Februari Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui tindakan-tindakan yang dapat dilakukan agar proses pengadaan barang menjadi efektif. Pengadaan barang di cabang KFTD Bogor didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu pada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock di gudang. Umumnya digunakan histori pembelian untuk menentukan apakah barang sudah harus dipesan atau belum dilihat dari stok rata-ratanya selama periode waktu tertentu. Pemesanan dilakukan berdasarkan data historis pembelian sebelumnya, yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya atau 3 bulan sebelumnya. Sebagai contoh, sebelum melakukan pemesanan atau pengadaan barang untuk bulan Februari, petugas logistik khusus bagian pembelian melihat laporan penjualan 3 bulan sebelumnya, yaitu bulan November, Desember, dan Januari. Untuk pemeliharaan stok buffer, di KFTD cabang Bogor baru dilakukan untuk sebagian besar barang terutama barang-barang yang paling sering dipesan saja karena jenis barang yang transit di gudang ada banyak. Tidak semua barang diperhatikan level stok-nya secara detil tiap barang.umumnya untuk barang yang dinilai laku (fast moving) yang merupakan produk pareto top 10 item dalam hal penjualan, barang akan selalu dipasok oleh pihak distributor sentral yang disebut Unit Bisnis Logistik (UBL) atau Unit Logistik Sentral (ULS) sehingga pesanan terhadap barang tersebut bisa selalu tetap terpenuhi dan dalam perencanaan pengadaan di cabang cukup diperhatikan kondisi rata-rata stoknya saja.. Untuk barang-barang yang sudah diperhatikan penjagaan level stok-nya, digunakan persamaan berikut untuk mengetahui berapa jumlah barang yang dipesan. pesan min =

121 Keterangan: Σ Stok pesan min = Jumlah stok barang yang dipesan M Op 1 per = rata-rata jumlah barang untuk operasi penjualan selama 1 periode M Op 2 per = rata-rata jumlah barang untuk operasi penjualan selama 2 periode Hasil dari persamaan tersebut menyatakan jumlah minimal stok suatu barang yang harus tetap tersedia untuk menjaga level stok barang tersebut. Jika jumlah stok barang sudah berada lebih kecil daripada hasil tersebut, perlu dilakukan pemesanan atau pembelian barang ke principal. Rumus ini umumnya berpacu pada waktu 1 bulan sampai 3 bulan untuk perhitungan 1 periodenya dan dapat digunakan juga untuk memperkirakan jumlah minimal stok dalam periode waktu yang lebih beragam. Untuk barang yang kurang laku tidak perlu dilakukan pengadaan kembali pada saat itu, tetapi ketika stock barang mencapai minimal stock. Untuk kegiatan perencanaan pembelian, sudah dirapatkan bersama-sama antara bagian pembelian dan penjualan secara berkala setiap minggu, namun hasil rapat tersebut masih belum dibuat dokumentasinya secara tertulis. Hal ini masih belum memenuhi kaidah CDOB, karena pekerjaan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan suatu hasil keputusan yang melibatkan personil kunci tidak didokumentasikan. Evaluasi penilaian service level untuk pihak ULS, UBL dan supplier lainnya belum direalisasikan dalam bentuk laporan tertulis. Keluhan yang sering disampaikan seringkali keterlambatan waktu pengiriman dan kondisi barang yang kurang baik, namun hanya diungkapan secara lisan saja dan disampaikan melalui telepon atau melalui kurir pengantar barang dari supplier. Penilaian service level kepada supplier sebenarnya dapat diaplikasikan seperti halnya bagaimana pelanggan retailer PBF memberi penilaian kepada KFTD cabang Bogor atas pelayanan yang diberikan. Penilaian service level didasarkan atas indikator kelengkapan atau keselamatan barang yang dipesan dan ketepatan waktu pengiriman barang. Menurut ketentuan yang ditargetkan oleh KFTD pusat, umumnya lead time pengiriman barang dari UBL/ULS ke KFTD cabang adalah 3 hari sejak tanggal pemesanan. Jika ada barang 15

122 yang dikirimkan secara terpisah dari satu faktur pemesanan ketika pengirimannya, waktu service juga dinilai secara terpisah lalu digabungkan pada perhitungan service level. Untuk perhitungan service level, kelengkapan barang dan waktu service dapat digunakan persamaan-persamaan berikut. Service level = service = h service hari = lead time h Pengadaan dilakukan oleh petugas logistik pembelian kepada pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam pembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT Kimia Farma Tbk.) yang memasok Obat Generik Berlogo (OGB), obat Over The Counter (OTC), kosmetika, dan obat narkotika & psikotropika; Principal Pihak III (industri farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat), seperti PT Biofarma, PT Indofarma Global Medika, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT Darya Varia, PT Kasa Husada, PT Orang Tua, PT Intergastra, PT Janssen, PT Otsuka, dan lain-lain; dan Principal Lokal (industri farmasi dan PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat); pada KFTD cabang Bogor di antaranya adalah PBF Merapi dan PBF APL. Pengadaan ke Principal Perusahaan Induk melalui Unit Logistik Sentral (ULS) yang terletak di Kawasan Industri Pulogadung Jalan Rawagelam V No. 1, Jakarta Timur, untuk KFTD cabang Bogor dilakukan seminggu sekali pada hari Senin. Pengadaan ke principal Pihak III dan Principal Lokal di ketiga cabang dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pemesanan barang dilakukan menggunakan Surat Pesanan (SP), ditujukan pada 3 pihak yakni: 16

123 a. SP ke UBL, b. SP ke Principal Pihak III, c. SP ke Principal Lokal Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika. Untuk pemesanan produk narkotika, satu SP dibuat hanya untuk satu jenis barang yang dipesan, sedangkan untuk pemesanan barang lainnya, dapat dibuat dalam satu SP saja. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh Supervisor/Kepala Bagian Logistik, APJ PBF, dan Kepala Cabang disertai dengan stempel KFTD cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui kemudian difaksimile ke nomor faksimile masing-masing principal untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk SP asli narkotika yang telah difaksimile ke ULS, akan diberikan ke ULS ketika penerimaan barang. Pada KFTD cabang Bogor SP narkotika tersebut disimpan dengan baik dan diserahkan segera melalui pengantar barang dari UBL ketika barang pesanan narkotika sampai ke KFTD cabang Bogor. Kegiatan pembelian tak terlepas dari kegiatan penanganan barang ketika barang telah sampai ke gudang KFTD cabang. Penanganan tersebut meliputi kegiatan penerimaan dan penyimpanan barang. Kegiatan penerimaan barang dilakukan di ruang penerimaan (transito in). Alur penerimaan barang di KFTD cabang Bogor masih menggunakan sistem satu pintu gudang (pintu transito in sekaligus pintu transito out) dengan daerah karantina untuk menaruh / drop barang dari kendaraan. Barang kemudian segera dipindahkan dari area drop ke dalam gudang dan ditumpuk ke daerah kosong yang masih tersedia di dalam gudang. Sistem transito in dan transito out sendiri, berdasarkan CDOB seharusnya tersedia dua pintu yang berbeda dengan jarak yang cukup jauh. Untuk mengatasinya, ketika dilakukan penerimaan barang, maka pengeluaran barang dihentikan. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kehilangan dan ketercampuran barang di dalam gudang. Pada penerimaan barang, dilakukan pengecekkan kesesuaian antara SP dengan SKB (Surat Kirim Barang) dari ULS atau Surat Jalan dan Faktur Invoice dari Principal Pihak III dan Principal Lokal, meliputi nama barang, jumlah barang, 17

124 diskon, dan harga. Faktur Invoice untuk barang internal (ULS) akan didapatkan ketika telah terjadi penjualan barang kepada customer. Selanjutnya, dilakukan pengecekkan kembali antara SKB atau Surat Jalan dengan fisik barang, meliputi nama barang, jumlah barang, nomor batch, expired date, dan kondisi fisik barang. Setelah sesuai, SKB atau Surat Jalan ditandatangani oleh APJ, lalu pada sistem informasi dilakukan entry data dan pada kartu stok barang dimasukkan berapa jumlah barang yang bertambah. SKB atau Surat Jalan kemudian diterima supervisor Tata Usaha (TU) untuk ditandatangani dan dijadikan sebagai hutang dagang. 18

125 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Sebagai Pedagang Besar Farmasi, KFTD cabang Bogor telah berusaha berpedoman pada CDOB yang dikeluarkan oleh BPOM RI pada kegiatan pembeliannya, meskipun masih terdapat beberapa aspek minor yang perlu diperbaiki. 2. Apoteker sebagai penanggung jawab fasilitas distribusi, bertanggung jawab menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. Untuk mengoptimalkan fungsi pembelian secara efektif dan menguntungkan dari segi bisnis, selain memahami dengan baik sasaran dan indikator pembelian yang harus dicapai serta menjaga pelaksanaan SOP perusahaan dengan baik, diperlukan juga pendekatan khusus terhadap supplier dan pemasok dalam bernegosiasi serta mendokumentasikannya. 5.2 Saran a. Hendaknya dibuat lembaran evaluasi yang baku untuk penilaian indikator service level pihak supplier yang terhubung dengan sistem program Navition untuk mempermudah pelaporan dan pemantauan performance service. b. Hendaknya dibuat dokumentasi tertulis mengenai rencana pembelian barang yang ditandatangani bagian pembelian dan bagian penjualan. c. Hendaknya hasil dan kesepakatan perjanjian dengan principal didokumentasikan secara tertulis serta membuat penilaian evaluasi terhadap pemasok sehingga kualitas layanan pengiriman barang dapat terjamin. d. Sebaiknya pencatatan barang yang diterima ke dalam kartu stok untuk barang reguler dilakukan secara segera setelah kegiatan penerimaan dan diisi lengkap (tanggal, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, jumlah barang yang diambil, dan sisa stok) sesuai dengan SOP. 19

126 e. Sebaiknya ruang transito out dan transito in di KFTD cabang Bogor dipisah dan tidak dijadikan tempat penyimpanan barang untuk mencegah keterlambatan pengiriman, kesalahan atau kehilangan dan ketertukaran barang saat penerimaan barang. f. Melibatkan masukan dari tenaga salesman atau pengantar barang dalam mendengarkan keluhan atau masukan dari pelanggan mengenai service level atau kebutuhan barang lainnya sehingga dapat mengembangkan jenis produk lain yang dapat disediakan dan disiapkan PBF. 20

127 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kimia Farma (2011). Standard Operating Prosedures PT. Kimia Farma Trading and Distribution. Jakarta: Kimia Farma. Kimia Farma. (2012). Laporan Tahunan Annual Report Tahun Jakarta: Kimia Farma. Said, Muhammad Umar. (2012). Manajemen Apotek Praktis. Solo: CV. Ar-Rahman. Said, Muhammad Umar. (2014). Manajemen Pedagang Besar Farmasi Praktis. Solo: CV. Ar-Rahman. 21

128 LAMPIRAN GAMBAR (a) (b) (c) Gambar 1. Papan Izin PBF KFTD Cabang Bogor (a) di depan gudang KFTD Cabang Bogor, (b) di bagian sisi depan kantor KFTD Cabang Bogor, (c) di dekat pintu masuk kantor KFTD Cabang Bogor 22

129 Gambar 2. Alat Pemadam Kebakaran (APK) yang tersedia di bangunan gudang KFTD Cabang Bogor Gambar 3. Salah satu sistem exhaust di bangunan gudang KFTD Cabang Bogor Gambar 4. Kulkas yang tersedia di depan gudang KFTD Cabang Bogor dilengkapi termometer pemantau suhu Gambar 5. Chiller yang tersedia di depan gudang KFTD Cabang Bogor dilengkapi termometer pemantau suhu 23

130 Gambar 6. Karton barang ditumpuk di atas alas pallet sehingga tidak bersentuhan langsung dengan lantai Gambar 7. Barang yang diletakkan di rak lemari, bagian bawah rak lemari tidak bersentuhan langsung dengan lantai Gambar 8. Termometer pemantau suhu ruangan di gudang KFTD Cabang Bogor dilengkapi Kartu Kontrol Temperatur 24

131 Gambar 9. Ruang penyimpanan narkotika dan psikotropika di dalam ruangan tersendiri Gambar 10. Penyimpanan narkotika dan psikotropika di dalam lemari dan kerangka besi serta dilengkapi dengan AC Gambar 11. Termohigrometer pemantau suhu dan kelembaban ruangan di dalam ruang Napsa KFTD Cabang Bogor dilengkapi Kartu Kontrol Temperatur 25

132 (a) (b) Gambar 12. Surat pesanan khusus untuk narkotika, psikotropika dan prekursornya (a) surat pesanan untuk psikotropika, (b) surat pesanan model N-9 untuk narkotika 26

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG 15325 PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 2013 15 JULI 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.893, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM 2012, No.225 20 Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.442, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1. Latar belakang BAB V TUGAS KHUSUS Tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Bayer Indonesia Cimanggis plant yang dilakukan adalah pembuatan Laporan penggunaan prekursor kepada Badan Pengawas Obat dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 INDONESIA TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHA TAN

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL Bab keempat ini akan berisi data-data yang dibutuhkan dalam pengerjaan sistem serta pembahasan mengenai pemetaan proses bisnis. Pemetaan proses bisnis merupakan penjabaran

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN STANDAR PUBLIK GERAI PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN NO 1 2 3 4 5 6 IZIN 9 hari kerja Tdak dipungut 1 Surat Izin Bidan (SIB) Surat Izin Bidan (SIB) kepada Kepala Dinas Kesehatan Pemohon datang sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Surat Keputusan Menteri

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Formulir 1 PERMOHONAN SERTIFIKAT PRODUKSI ALAT KESEHATAN / PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Saya yang bertanda tangan di bawah ini mengajukan permohonan Sertifikat Produksi Alat Kesehatan / Perbekalan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci