UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YURI NURDIANTAMI, S. Farm ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTASFARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker YURI NURDIANTAMI, S. Farm ANGKATAN LXXVIII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTASFARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atasberkat dan izin-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja ProfesiApoteker (PKPA) di PT. Tatarasa Primatama yang dilaksanakan pada rentangperiode 3 Maret sampai 25 April Penulisan Laporan inimerupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek KerjaProfesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Tatarasa Primatama dandisusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program ProfesiApoteker di Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Soekiandi Ali selaku Direktur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di PT. Tatarasa Primatama. 2. Bapak Mulyadi Sirin, S.Si., Apt. selaku Apoteker Penanggung Jawab PT. Tatarasa Primatama dan pembimbing lapangan di PT. Tatarasa Primatama atas waktu, ilmu, dan bimbingannya. 3. Bapak Catur Jatmika, M. Si., Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 5. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 7. Seluruh manager, staf, dan pegawai di PT. Tatarasa Primatama atas bantuan dan dukungan semangat selama penyusunan laporan ini. 8. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan semangat, doa, dan bantuan serta dukungan baik secara moral dan material. vi

7 9. Sahabat-sahabat terbaik, rekan selokasi PKPA serta teman-teman seperjuangan Apoteker angkatan LXXVIII. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang juga banyak berkontribusi dalam seluruh kegiatan PKPA ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun demi tercapainya hasil yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikansemua pihak yang telah membantu. Semoga ilmu pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat sebagai wawasan bagi rekan-rekan sejawat dan pihak yang membutuhkan. Depok, Juni 2014 Penulis vi

8 vi

9 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Yuri Nurdiantami : Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. Tatarasa Primatama Jalan Sutera Niaga III No. 1, Alam Sutera Serpong, Tangerang Periode 03 Maret 25 April 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma bertujan agar calon apoteker dapat mengetahui peran PT. Tatarasa Primatama dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dan penerapan cara distribusi obat yang baik (CDOB) dalam distribusi bahan obat yang dilakukan oleh PT. Tatarasa Primatama serta Mempelajari peran serta tanggung jawab Apoteker Penanggung Jawab di Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat. Apoteker Penanggung Jawab pada sarana distribusi bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat yang dilakukan PBF. PT. Tatarasa Primatama merupakan PBF Bahan Obat yang berperan dalam pengadaan, penyimpanan serta penyaluran bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan menerapkan CDOB sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan yang meliputi aspek manajemen mutu; organisasi, manajemen dan personalia; bangunan dan peralatan; operasional; inspeksi diri; keluhan; transportasi; fasilitas distribusi berdasarkan kontrak dan dokumentasi. Kata kunci : Apoteker, CDOB, PBF, PT. Tatarasa Primatama xv + 97 halaman : 6 gambar; 13 tabel; 17 lampiran Daftar referensi : 10 ( ) ix

10 ABSTRACT Name Study program Title : Yuri Nurdiantami : Apothecary : Report of Apothecary Profession Internship at PT. Tatarasa Primatama Jl. Sutera Niaga III No. 1 Alam Sutera Tangerang Period 3 March - 25 April 2014 Apothecary Profession Internship at PT. Tatarasa Primatama has an aim for prospective pharmacists can know the role PT. Tatarasa Primatama in the implementation and application of the work of pharmacy drug distribution a good way (CDOB) in the distribution of drugs conducted by PT. Tatarasa Primatama and Studying the roles and responsibilities Responsible Pharmacist in Large Pharmacy drug substances. Pharmacist in Charge at the distribution facility is responsible for the implementation of the provisions of the procurement, storage and distribution of drugs are performed PBF. PT. Tatarasa Primatama is PBF drug substances that play a role in the procurement, storage and distribution of medicinal ingredients that meet the quality requirements and implement CDOB as guidelines for the implementation of activities that include aspects of quality management; organization, management and personnel; buildings and equipment; operations; self inspection; complaints; transportation; distribution facility based contracts and documentation. Keywords : Pharmacists, CDOB, PBF, PT. Tatarasa Primatama xv + 97 pages : 6 images; 13 tables; 17 attachments List of references : 13 ( ) x

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN...i HALAMAN PENGESAHAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR LAMPIRAN...viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Pedagang Besar Farmasi (PBF) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Importasi BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. TATARASA PRIMATAMA PT. Tatarasa Primatama Sumber Daya Manusia PT. Tatarasa Primatama Marketing PT. Tatarasa Primatama Alur Distribusi Bahan Obat PT. Tatarasa Primatama BAB 4 PEMBAHASAN...45 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN...52 LAMPIRAN...55 xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Alur Pembelian barang oleh PBF...40 Gambar 3.2. Alur importasi barang...43 vii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Surat pesanan bahan obat Guaifenesin dari PT Konimex ke PT. Tatarasa Primatama...55 Lampiran 2. Surat pesanan bahan obat Guaifenesin dari PT. Tatarasa Primatama ke supplier Zhejiang Jianfeng International Trade Co., Ltd Lampiran 3. Dokumen bill of ladingguaifenesin...57 Lampiran 4. Dokumen invoice Guaifenesin Lampiran 5. Dokumen packing list Guaifenesin Lampiran 6. Sertifikat analisis (CoA) Guaifenesin Lampiran 7. Dokumen sertifikat asuransi Guaifenesin Lampiran 8. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) Guaifenesin Lampiran 9. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) lanjutan Guaifenesin Lampiran 10. Form E Guaifenesin Lampiran 11. Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP) Guaifenesin Lampiran 12. Dokumen bukti penerimaan negara impor Guaifenesin Lampiran 13. Dokumen Informasi Kedatangan Barang Guaifenesin Lampiran 14. Good Arriving ReportGuaifenesin Lampiran 15. Kartu Stok Guaifenesin Lampiran 16. Surat jalan Guaifenesin Lampiran 17. Checklist kirim barang Guaifenesin viii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Farmasi merupakan salah satu bidang profesi kesehatan yang mempunyai tanggung jawab dalam memastikan efektivitas dan keamanan mutu obat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat dengan resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelaksanaan dari pekerjaan kefarmasian tersebut meliputi pengadaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika), produksi sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan dalam pelayanan sediaan farmasi. Pekerjaan Kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan, yaitu tenaga kefarmasian yang telah memiliki STRA untuk apoteker. Untuk memenuhi kebutuhan obat tersebut, maka sangat diperlukan suatu sarana yang dapat menyalurkan obat yaitu melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF). Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat dan bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan khasiat atau manfaat. Saat ini bahan obat di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri, sehingga dibutuhkan suatu aturan penanganan yang baik untuk menjamin kualitas bahan obat yang diimpor agar tetap terjaga tanpa menghilangkan kualitas mutu obat tersebut hingga diterima dengan baik oleh PBF atau Industri Farmasi. Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBF BO) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan (Menteri Kesehatan, 2011). PBF BO dalam menyelenggarakan kegiatannya wajib menerapkan ketentuan dalam Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obatyang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012). 1

15 2 Setiap PBF sesuai undang-undang yang berlaku harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab (APJ) yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan obat. Apoteker tersebut harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, juga harus memiliki pengetahuan dan telah mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya bahan obat palsu ke dalam rantaidistribusi (BPOM RI, 2012). Dalam hal ini perlu adanya pemahaman mengenai peran apoteker yang sesuai dalam PBF meliputi penyediaan, penyimpanan dan penyaluran bahan obat apakah sudah berjalan dengan baik. Oleh karena itu, diadakan kerjasama dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) antara program Profesi Apoteker dengan PT. Tatarasa Primatama yang bergerak dalam bidang distribusi danpenyaluran bahan obat yang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 25 April Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa yang merupakan calon apoteker dapat mendapatkan ilmu, meningkatkan kemampuan dam kualitas para calon apoteker sehingga dapat semakin mengerti peran seorang apoteker di dalam PBF BO. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Tatarasa Primatama bertujuan untuk: a. Mengetahui peran PT. Tatarasa Primatama dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian dan penerapan cara distribusi obat yang baik (CDOB) dalam distribusi bahan obat yang dilakukan oleh PT. Tatarasa Primatama. b. Mempelajari peran serta tanggung jawab Apoteker Penanggung Jawab di Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat.

16 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF) Definisi PBF Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, pedagang besar farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan bahwa mutu sepanjang jalur distribusi harus sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Landasan Hukum PBF PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam: a. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. b. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi Tugas dan Fungsi PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, tugas dan fungsi PBF yaitu: a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. b. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan Persyaratan PBF Suatu PBF dapat beroperasi setelah mendapat surat ijin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat dan/atau bahan obat, maka 3

17 4 seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB Tempat atau Lokasi Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat ke industri farmasi, sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya Bangunan Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat dan/atau bahan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi dan/atau bahan obat, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat yang baik. Akses masuk ke area harus diperhatikan yang meliputi area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Perlengkapan PBF PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi dan/atau bahan obat. Perlengkapan yang harus dimiliki diantaranya peralatan penyimpanan obat dan/atau bahan obat dan perlengkapan administrasi. Peralatan dan tempat penyimpanan obat/bahan obat seperti rak, lemari pendingin, ruangan menyimpan produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang dan ice box untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat dengan suhu penyimpanan rendah. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan penyimpanan, seperti blanko pesanan, blanko faktur,

18 5 blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF. Perlengkapan administrasi lainnya yang juga diperlukan, yaitu buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian disebutkan bahwa setiap tenaga kefarmasian (Apoteker) dapat mengabdikan dirinya melalui beberapa bidang pekerjaan, yaitu pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan dan produksi sediaan farmasi (pabrik), distribusi atau penyaluran sediaan farmasi (PBF), dan pelayanan sediaan farmasi (rumah sakit, apotek, puskesmas, klinik, dll). Salah satu bidang yang dapat dimasuki oleh apoteker adalah bidang distribusi atau penyaluran, yang biasa dikenal sebagai Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pada pasal 14 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker Penanggung Jawab (APJ) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis kefarmasian. Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 39, 41 yaitu sebagai berikut: a. Memiliki keahlian dan kewenangan; b. Menerapkan Standar Profesi; c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional; d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; dan e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, dimana Apoteker harus memenuhi persyaratan pasal 40 (Pemerintah Republik Indonesia, 2009):

19 6 a. Memiliki ijazah apoteker; b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji apoteker; d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat ijin praktek; e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah memenuhi persyaratan di atas seperti yang tertera pada pasal 52, Apoteker yang akan bekerja sebagai APJ di PBF wajib memiliki Surat Ijin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat ijin praktek yang diberikan kepada apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas pekerjaan kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan, Kadinkes harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan dalam permohonan SIKA yaitu: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN); b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/ penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar Tata Cara Perijinan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki ijin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan

20 7 Formulir 1. Ijin PBF yang diberikan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh ijin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan pada BAB II pasal 4 sebagai berikut: a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi; b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab; d. Komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi; e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF; f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. h. Memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal dan memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari ruangan lain. Tata cara mendapatkan izin PBF adalah dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan Calon Apoteker Penanggung Jawab (APJ) disertai dengan kelengkapan administratif sesuai pada pasal 7 sebagai berikut : a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; b. Susunan direksi/pengurus; c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi; d. Akta pendirian bahan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; e. Surat Tanda Daftar Perusahaan;

21 8 f. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan; g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; i. Peta lokasi dan denah bangunan; j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh APJ; k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi APJ; dan l. Surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan (PBF Bahan Obat). Selain persyaratan di atas, dibutuhkan juga beberapa dokumen lainnya, seperti ijazah apoteker, surat perjanjian kerjasama antara pimpinan dan APJ yang disahkan oleh notaris, susunan organisasi berikut uraian tugas masing-masing, surat domisili perusahaan dari lurah/camat setempat, surat ijin tempat usaha berdasarkan UUG dari Dinas Satpol PP Provinsi, daftar pustaka (Farmakope edisi terakhir, peraturan perundang-undangan, dll), dan perlengkapan administrasi (kartu stok, faktur, surat pemesanan, surat jalan, dll). Alur pengajuan ijin pendirian PBF adalah sebagai berikut : a. Surat permohonan pengajuan ijin diajukan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi; b. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (DKP) melakukan verifikasi kelengkapan data administratif. Setelah dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif tersebut, Kepala DKP mengeluarkan surat rekomendasi kepada Dirjen dengan tembusan Kepala Balai POM; c. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan surat rekomendasi kepada Dirjen dengan tembusan Kepala Badan, Kepala DKP, dan pemohon; d. Paling lambat dalam waktu 6 (enam) hari kerja setelah diterima surat rekomendasi dari Kepala DKP dan Kepala Balai POM, Dirjen mengeluarkan ijin PBF;

22 9 e. Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan, tidak dilakukan poin (b) dan (c), pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Dirjen dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala DKP dan Kepala Balai POM; dan f. Paling lambat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak diterima surat pernyataan, Dirjen menerbitkan ijin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala DKP, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Kepala Balai POM Pencabutan Ijin PBF Ijin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila: a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau c. Ijin PBF dicabut Penyelenggaraan PBF Berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 yang mengatur Penyelenggaraan PBF menyebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF, sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/ bahan obat dari PBF pusat. Setiap PBF harus memiliki APJ yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/bahan obat, dimana APJ harus memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan, namun dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi pergantian APJ, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan CDOB yang kemudian akan diberikan sertifikat CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

23 Pengadaan Kegiatan pengadaan obat dan/atau bahan obat di PBF, sebelumnya harus dilakukan kualifikasi yang tepat terhadap pemasok yang diinginkan. Pemilihan pemasok ini harus memiliki kriteria sendiri, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF, dan/atau melalui importasi. Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh dari industri farmasi wajib dipastikan bahwa fasilitas distribusi pemasok tersebut telah mempunyai ijin serta menerapkan Prinsip dan Pedoman CPOB. Obat dan/atau bahan obat yang didapat dengan melalui importasi wajib dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-udangan. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Penyaluran Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF pada Pasal 21, PBF hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, dan lembaga ilmu pengetahuan. Proses penyaluran harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek atau APJ. Untuk lembaga ilmu pengetahuan, ditandatangani oleh pimpinan lembaga Pelaporan Kegiatan PBF Dalam Pasal 30 menjelaskan bahwa setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

24 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Dalam manajemem mutu dimana fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi harus dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus adanya kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen yang mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan/atau transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu. Sistem mutu harus memastikan bahwa: a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB; b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas; c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangkawaktu yang sesuai; d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan; e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan diselidiki; dan f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action/CAPA) yang tepat dalam memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu. Suatu sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak seperti mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap kesesuaian dan kompetensi pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan berdasarkan kontrak, penetapan

25 12 tanggung jawab dan proses komunikasi, pemantauan dan pengkajian secara teratur. Manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan, dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Manajemen puncak harus mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran pencapaian sasaran sistem manajemen mutu; penilaian indikator kinerja; peraturan, pedoman, dan hal baruyang berkaitan dengan mutu. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara berkesinambungan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan untuk menangani setiap potensi risiko yang teridentifikasi Organisasi, Manajemen, Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Di dalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi, tanggung jawab antar semua personil harus ditetapkan secara jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang APJ yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan yang telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB. APJ memiliki tanggung jawab antara lain : a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu; b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi; c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi;

26 13 d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat; e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif; f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan; g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual; h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerika kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat; i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan; j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker lain yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu; k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu; dan l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan. Setiap personil lainnya harus kompeten dan tersedia dalam jumlah yang memadai. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Selain itu, harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian kerja Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan dalam menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Persyaratan bangunan dan peralatan antara lain: a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang

27 14 memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat; b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut; c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kadaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan; d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan sesuai yang dipersyaratkan; e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika); f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan; g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai; h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai; i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat di area

28 15 penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak; j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan; peralatan pembersihan yang dipakai harus seuai agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap obat dan/atau bahan obat dan ; k. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan obat. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. Seluruh kegiatan tersebut harus terdokumentasi, baik secara manual ataupun komputerisasi untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan kalibrasi peralatan Operasional Tahapan dalam operasional adalah hubungan pemasok dan kualifikasi. Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok yang mempunyai ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, perlu dipastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai ijin dan menerapkan prinsip dan pedoman CDOB. Kualifikasi pemasok ini dilakukan sebelum memulai kerjasama guna memastikan calon pemasok tersebut sesuai, kompeten, dan dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan obat. Selain melakukan kualifikasi pemasok, fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang. Pada proses penerimaan obat dan/atau bahan obat harus dipastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui,

29 16 tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Selain itu, nomor bets dan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, agar mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang ijin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/ sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan terhadap obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan stok sesuai dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti sistem First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, campur-baur dan tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Dalam menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

30 17 Obat dan/atau bahan obat yang dipisahkan harus disimpan di tempat khusus dengan label yang jelas, aman, terkunci dan akses masuk yang dibatasi hanya untuk personil yang berwenang. Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kadaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor bets obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diijinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan, harus dilengkapi dengan dokumen agar mampu ditelusuri. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurangkurangnya informasi berikut: a. Tanggal pengiriman; b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik); c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu); d. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa; e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per kontainer (jika perlu); f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman; dan g. Transportasi yang digunakan harus mencantumkan nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima

31 18 (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan. Kegiatan operasional yang terakhir adalah ekspor dan impor. Ekspor obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi yang memiliki ijin. Pengadaan obat dan/atau bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundangundangan Inspeksi Diri Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan tindak lanjut yang diperlukan terhadap bahan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat dan laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA yang harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Penanganan keluhan, kembalian, duduga palsu harus memiliki prosedur tertulis. Harus dibedakan antara keluhan tentang kualitas obat dan/atau bahan obat dan keluhan yang berkaitan dengan distribusi. Keluhan tentang kualitas obat dan/atau bahan obat harus diberitahukan sesegera mungkin kepada industri farmasi dan/atau pemegang izin edar. Catatan terhadap penanganan keluhan termasuk waktu yang diperlukan harus tersedia untuk tindak lanjutnya dan didokumentasikan. Harus ada personil yang ditunjuk untuk menangani keluhan. Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan

32 19 keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Mengenai obat dan/atau bahan obat kembalian, harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaannya yang harus memperhatikan bahwa penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan identifikasi obat harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang jelas sampai ada keputusan tindak lanjut dari personil yang berwenang. Obat dan/atau bahan obat dapat dijual kembali melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika: a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan; b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan; c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang; dan d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu. Obat dan/atau bahan obat tidak dapat dikembalikan apabila memerlukan kondisi penyimpanan dengan suhu rendah. Semua penanganan obat dan / atau bahan obat kembalian harus mendapat persetujuan penanggung jawab dan terdokumentasi. Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu dimana harus tersedia prosedur tertulis sebelumnya untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu dan penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindak lanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang.

33 Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan meliputi transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi. Apapun metoda transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus dipilih yang aman dan dilengkapi dengan dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jadwal pengiriman dan rencana perjalanan harus disiapkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut sesuai prosedur, agar : a. Identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang; b. Produk tidak mencemari dan tidak terkontaminasi oleh produk lain; c. Ada tindakan pencegahan yang memadai apabila terjadi tumpahan, penyalahgunaan, kerusakan, dan pencurian; dan d. Kondisi lingkungan tetap dipertahankan, misalnya menggunakan rantai dingin untuk produk termolabil. Apabila menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal setahun sekali dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi.

34 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak dengan cara dilakukan audit. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut Dokumentasi Dokumentasi merupakan bagian terpenting dimana dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung untuk memudahkan penelusuran. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut: a. Tanggal; b. Nama obat dan/atau bahan obat; c. Nomor bets;

35 22 d. Tanggal kedaluwarsa; e. Jumlah yang diterima/ disalurkan; dan f. Nama dan alamat pemasok/ pelanggan. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli dan bila diperlukan alasan perubahan harus dicatat. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun dari tanggal pembuatan dokumen. Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. 2.3 Importasi Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia terkait importasi yang tercantum pada UU No. 17 tahun 2006 dan Per KBPOM No. 28 tahun Di dalam UU No. 17 tahun 2006, yang dimaksud dengan impor merupakan kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean, yaitu wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat - tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Kegiatan impor merupakan salah satu kegiatan yang paling penting dilakukan oleh PBF BO karena hampir seluruh bahan obat diproduksi/berasal dari luar negeri. Bahan Obat yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor (BPOM RI, 2013). Peraturan terbaru yang berlaku saat ini mengenai kegiatan ekspor-impor adalah peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 mengenai Penggunaan Sistem

36 23 Elektronik dalam rangka Indonesia National Single Window (INSW) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun Latar belakang dari penerapan INSW tersebut adalah didorong adanya kepentingan nasional untuk meningkatkan kelancaran arus barang dan kinerja pelayanan ekspor-impor serta sebagai wujud nyata komitmen Indonesia untuk menjalankan kesepakatan di tingkat Regional ASEAN. Dimana terjadi kondisi kinerja pelayanan lalu lintas barang ekspor-impor seperti lead time (release-time) atau waktu penanganan barang impor yang masih terlalu lama dan masih banyaknya Point ofservices (titik- titik pelayanan) dalam kegiatan ekspor-impor yang mengakibatkan adanya banyaknya biaya-biaya tambahan atau high cost economy. Di samping itu juga dilandasi karena kepentingan nasional untuk mengontrol lalu-lintas barang negara, terutama terkait dengan isu terorisme, perdagangan gelap narkoba, aktivitas impor ilegal, dan perlindungan konsumen. Sistem INSW memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, proses data, sinkron, dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian ijin kepabeanan dan pengeluaran barang. Sistem tersebut terintegrasi secara nasional dan dapat diakses melalui jaringan Internet, yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan dokumen lain yang terkait dengan ekspor-impor, menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perijinan, kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor-impor. INSW ini telah diimplementasikan pada lima belas instansi pemerintah (diantaranya: Badan POM, Ditjen Bea Cukai, Kemenkes), sehingga sangat memudahkan untuk mengurus perijinan dalam melakukan kegiatan impor bahan obat. Layanan portal INSW meliputi : a. Penerimaan dokumen Pemberitahuan Pabean oleh Importir/PPJK. b. Penerimaan dokumen perijinan yang dikeluarkan oleh instansi teknis terkait. c. Proses otomasi layanan Customs Release dan Cargo Clearance. d. Proses tracking dokumen Pemberitahuan Pabean dan Dokumen Perijinan Berdasarkan pada peraturan BPOM No. 28 tahun 2013 Mengenai pemasukan bahan obat di wilayah indonesia, dimana pemasukan bahan obat yang akan

37 24 dilakukan oleh PBF harus mendapat persetujuan dari kepala BPOM berupa SKI (Surat Keterangan Impor) yang hanya berlaku untuk 1 kali pemasukan. Pemohon yang akan mengajukan permohonan SKI harus melakukan pendaftaran dengan mekanisme Single Sign On untuk mendapatkan akun pemohon berupa user ID dan password sehingga dapat memperoleh akses login di inhouse Badan POM (termasuk Balai Besar/Balai POM) dan Portal Indonesia National Single Window. Pendaftaran dilakukan melalui website dengan melakukan entry data dan dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diupload ke dalam aplikasi e-bpom. Dokumen tersebut antara lain : a. Asli Surat Permohonan yang ditandatangani oleh Direktur atau Kuasa Direksi dan bermaterai; a. Asli Surat Pernyataan Penanggung Jawab dan bermaterai; b. Fotokopi Angka Pengenal Impor (API); c. Fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP); d. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); e. Fotokopi Surat Kuasa Pemasukan yang dibuat dalam bentuk Akta Umum oleh Notaris, dalam hal pemohon merupakan perusahaan yang diberi kuasa untuk mengimpor; b. Ijin Industri Farmasi atau Ijin PBF Penyalur Bahan Obat, dalam hal pemasukan Bahan Obat; dan c. Daftar HS Code (Harmonized System Code merupakan suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya) bahan obat yang akan diimpor. Untuk keperluan verifikasi dokumen, pemohon harus memperlihatkan dokumen asli untuk diperiksa. Setelah dinyatakan lengkap dan benar, pemohon akan mendapatkan user ID dan password yang digunakan untuk mengajukan permohonan SKI melalui website BPOM. Dalam melakukan permohonan SKI terhadap bahan obat yang diimpor harus disertakan dokumen elektronik sebagai berikut : a. Sertifikat analisis paling sedikit memuat nomor bets/nomor lot/kode produksi dan tanggal produksi dan/atau tanggal kedaluwarsa;

38 25 b. Lembar data keamanan dan/atau spesifikasi bahan; d. Surat pernyataan tujuan penggunaan; e. Faktur (invoice); f. Packing list; g. Bill of Lading (B/L) untuk pengiriman dengan kapal atau Air Way Bill (AWB) untuk pengiriman dengan pesawat; h. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan i. Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang masih berlaku dari Badan Otoritas setempat. Dokumen yang diajukan tersebut akan dievaluasi melalui beberapa tahapan evaluasi untuk pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu. Hasil evaluasi dapat berupa persetujuan atau penolakan. Jika hasil evaluasi berupa penolakan karena kekurangan data, paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, pemohon dapat mengajukan permohonan kembali tanpa dikenai biaya. Jika permohonan kembali diajukan setelah lewat jangka waktu 30 hari, pemohon dapat mengajukan kembali sebagai pemohon baru. SKI diterbitkan dalam bentuk elektronik paling lama 1 hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap dan benar dan SKI dapat dicetak oleh pemohon atau instansi lain yang berkepentingan melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW) Proses pengeluaran barang impor Proses pengeluaran barang impor diatur berdasarkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No. P- 42/BC/2008, dimana pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang disampaikan ke Kantor Pabean. Importir wajib melakukan pembayaran PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) atas pelayanan PIB melalui bank devisa atau Kantor Pabean paling lambat pada saat penyampaian PIB. PIB dibuat oleh Importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean (meliputi : Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill dan dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan) dan dokumen pemesanan pita cukai dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor) yang

39 26 harus dibayar. Pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak) yang sekaligus digunakan sebagai bukti bayar jika telah dilakukan pembayaran. Penyampaian PIB ke Kantor Pabean harus mencantumkan Nomor Transaksi Bank. Hal ini dilakukan untuk setiap pengimporan dalam bentuk data elektronik ataupun dalam formulir. Data elektronik disampaikan melalui sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik. Selanjutnya PIB, dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang. Untuk PIB yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, PIB, dokumen pelengkap pabean, dan bukti pelunasan bea masuk, cukai, PDRI, PNBP, dan dokumen pemesanan pita cukai harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempatpengeluaran barang dalam jangka waktu 3 hari setelah dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) untuk jalur merah; Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK) untuk jalur kuning; SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang) untuk jalur hijau dan 5 (lima) hari kerja setelah tanggal SPPB untuk jalur MITA Prioritas dan jalur MITA Non Prioritas. Terhadap Barang Impor yang telah diajukan PIB akan dilakukan pemeriksaan pabean oleh pejabat bea cukai secara selektif meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. Untuk memudahkan pemeriksaan tersebut dilakukan penetapan jalur pengeluaran Barang Impor yang meliputi : a. Jalur Merah dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang (dapat dilakukan dengan pemindaian peti kemas menggunakan sinar X ataupun melalui uji laboratorium jika diperlukan) yang dilakukan 3 hari setelah dikeluarkan SPJM; b. Jalur Kuning, proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB; c. Jalur Hijau hanya dilakukan penelitian dokumen seterlah pener bitan SPPB; d. Jalur MITA Non-Prioritas; dan e. Jalur MITA Prioritas tidak dilakukan Pemeriksaan Pabean.

40 27 Salah satu pemeriksaan dokumen yang dilakukan adalah penelitian terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan oleh importir akan selesai dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB. Jika ditemukan terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI, Pejabat akan menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP). Importir dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang telah dilakukan oleh pejabat bea cukai. Pengeluaran barang impor dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari sistem komputer pelayanan atau Pejabat. Berikutmerupakan alur pengeluaran barang untuk PIB yang disampaikan melalui sistem PDE kepabeanan : A. Pendaftaran PIB 1. Importir mengisi PIB secara lengkap dengan menggunakan program aplikasi PIB, dengan mendasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap pabean. 2. Importir melakukan pembayaran bea masuk (BM), cukai, PDRI, dan PNBP melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi yang telah terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan, kecuali untuk Importir yang menggunakan fasilitas pembayaran berkala. 3. Importir mengirim data PIB secara elektronik ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) di Kantor Pabenan melalui portal INSW. a. Portal INSW melakukan penelitian tentang pemenuhan ketentuan larangan/pembatasan atas Barang Impor yang diberitahukan. b. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor yang diberitahukan terkena ketentuan larangan/pembatasan dan persyaratannya belum dipenuhi, portal INSW mengembalikan data PIB kepada importir untuk diajukan kembali setelah dipenuhi. c. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang yang diimpor tidak terkena ketentuan larangan/pembatasan atau ketentuan larangan/pembatasannya telah dipenuhi, portal INSW meneruskan data PIB ke SKP di Kantor Pabean untuk diproses lebih lanjut. 4. Bank Devisa mengirim credit advice secara elektronik ke SKP di Kantor Pabean.

41 28 5. SKP di Kantor Pabean menerima data PIB dan melakukan penelitian ada atau tidaknya pemblokiran Importir dan PPJK. 6. Apabila hasil penelitian menunjukkan Importir diblokir, SKP menerbitkan respons penolakan 7. Apabila hasil penelitian menunjukan Importir tidak diblokir, maka SKP akan melakukan penelitan data PIB meliputi: a. Kelengkapan pengisian data PIB; b. Pembayaran BM, cukai, dan PDRI; c. Pembayaran PNBP; d. Nomor dan tanggal B/L, AWB atau nomor pengajuan tidak berulang; e. Kesesuaian PIB dengan BC 1.1. meliputi: 1. Nomor dan tanggal BC 1.1., pos/sub pos BC 1.1., host B/L, jumlah container, nomor container, dan ukuran container untuk impor melalui pelabuhan laut; 2. Nomor dan tanggal BC 1.1., pos/sub pos BC 1.1. dan host AWB untuk impor melalui bandara; f. Kode dan nilai tukar valuta asing ada dalam data NDPBM g. Pos tarif yang tercantum dalam BTBMI (Buku Tarif Bea Masuk Indonesia) h. Importir memiliki Nomor Identitas Kepabean ( NIK) untuk selain importasi pertama atau importir yang dikecualikan dari NIK i. Bukti penerimaan jaminan, dalam hal importasi memerlukan jaminan j. PPJK memiliki Nomor Pokok PPJK ( NP PPJK) dan k. Jumlah jaminan yang dipertaruhkan oleh PPJK. 8. Apabila pengisian data PIB tidak sesuai, maka SKP akan mengirim respons penolakan. Importir wajib melakukan perbaikan data PIB sesuai respons penolakan dan mengirimkan kembali data PIB yang telah diperbaiki. 9. Apabila hal pengisian data PIB telah sesuai, SKP meneruskan data PIB yang memerlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan ketentuan larangan/pembatasan kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan untuk dilakukan penelitian. 10. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor tidak terkena ketentuan larangan/pembatasan, pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan merekam hasil penelitian ke dalam SKP untuk selanjutnya

42 29 SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan penetapan jalur pelayanan impor. 11. Apabila hasil penelitian menunjukkan barang impor terkena ketentuan larangan/pembatasan dan persyaratannya belum dipenuhi pejabat yang menangani penelitian dalam SKP akan menerbitkan respons Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL) dengan tembusan kepada unit pengawasan. Importir akan menerima yang respons NPBL wajib menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan dilampiri dengan hasil cetak NPBL kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan melalui Pejabat penerima dokumen. Jika dokumen yang dipersyaratkan telah sesuai selanjutnya SKP memberikan nomor pendaftaran PIB dan dilakukan penetapan jalur pelayanan impor. B. Penetapan Jalur Pelayanan Impor Pengeluaran barang dilakukan berdasarkan penetapan jalur pelayanan impor, yaitu : a. Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA Prioritas: 1. SKP mengirim respons SPPB kepada Importir. 2. Importir menerima respons SPPB dan mencetak SPPB untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean. b. Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur MITA Non- Prioritas: 1. SKP mengirim respons SPPB atau SPPF kepada Importir. 2. Importir menerima respons berupa: 1. SPPB dan mencetaknya untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean; atau 2. SPPF (Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik) dan mencetaknya sebagai ijin pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk dilakukan pemeriksaan fisik di tempat Importir. c. Untuk pengeluaran Barang Impor yang ditetapkan melalui Jalur Hijau: 1. SKP mengirim respons SPPB kepada Importir.

43 30 2. Importir menerima respons SPPB dan mencetaknya untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean. C. Pengeluaran Barang Impor 1. Importir menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang. 2. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau TPS oleh Importir berdasarkan SPPB atau berdasarkan SPPF untuk MITA Non Prioritas. 3. Importir menerima SPPB atau SPPF yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang. 4. Importir mengeluarkan Barang Impor dari Kawasan Pabean.

44 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. TATARASA PRIMATAMA 3.1 PT. TATARASA PRIMATAMA Sejarah Pendirian Perusahaan PT. Tatarasa Primatama didirikan oleh Bapak. Drs. Soekiandi Ali pada tanggal 5 Oktober 2000 sesuai Akta Pendirian No. 2 tanggal 5 Oktober Kemudian terdaftar pada Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 24 Oktober 2000 dan pada tanggal 9 April 2001 dilakukan pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Lima bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 3 September 2001, keluarlah Ijin Tempat Usaha berdasarkan SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta dan sesuai ketentuan UU No. 40 tahun 2007 maka diterbitkan Akta Perubahan No. 17 tanggal 13 Agustus 2008 dengan pengesahan Kepmen Hukum dan Hak No. AHU AH tahun 2008 dan Akta Perubahan Terakhir No. 16 tanggal 19 Maret 2012 maka kemudian disahkan dengan Kepmen No. AHU AH tahun Pada awal pendirian, PT. Tatarasa Primatama hanya sebagai perusahaan kecil dengan jumlah karyawan hanya 5 orang dan saat ini sudah berkembang dengan jumlah karyawan 72 orang. Kegiatan usaha perseroan menurut akta adalah sebagai perdagangan umum yaitu melakukan perdagangan pada umumnya. Untuk saat ini kegiatan usaha yang dijalankan masih terfokus sebagai pedagang besar farmasi dan makanan yaitu kegiatan usaha yang menjual bahan baku obat manusia dan bahan baku makanan dan minuman kepada perusahaan-perusahaan farmasi dan perusahaan-perusahaan makanan-minuman di hampir seluruh wilayah Indonesia Visi dan Misi Visi Menjadi supplier terpercaya dalam bisnis farmasi dan makanan di Indonesia, memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen serta menyediakan produk yang berkualitas dan harga yang kompetitif sehingga bisa berkembang 31

45 32 bersama pelanggan dan mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian bangsa Indonesia Misi Menjunjung tinggi kualitas produk dan harga yang kompetitif serta layanan yang terbaik, sehingga mampu memberikan kepuasan kepada konsumen dan menyejahterakan karyawan pada khususnya serta ikut berpartisipasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan pada umumnya Jenis Supplier PT. Tatarasa Primatama PT. Tatarasa Primatama memiliki lebih dari banyak supplier yang berada di China, India, Korea, Malaysia, Eropa, dan USA. Dari beberapa supplier tersebut, PT. Tatarasa Primatama memiliki hak eksklusif, yang merupakan hak istimewa yang diberikan oleh produsen kepada perusahaan perdagangan sebagai agen tunggal atau distributor tunggal. PT. Tatarasa Primatama merupakan agen eksklusif dari Dr. Reddy s Lab di India, Orchid dari China, Lu- an dari China, il-yan dari korea dan Di-Pharm dari Eropa Jenis Pelanggan PT. Tatarasa Primatama Sesuai dengan jenis penjualannya, pelanggan PT. Tatarasa Primatama terdiri dari perusahaan-perusahaan farmasi, baik perusahaan penanam modal dalam negeri maupun modal asing, seperti Indo Farma, Kimia Farma, Kalbe Farma, Sanbe Farma, GSK, dan lain-lain. Selain bergerak dalam bidang farmasi, PT. Tatarasa Primatama juga melayani pelanggan-pelanggan dari perusahaan makanan dan minuman, seperti Indofood, Garuda food, dan lain-lain. 3.2 Sumber Daya Manusia PT. Tatarasa Primatama Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh Tatarasa Primatama disesuaikan dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku menurut pemerintah yaitu dilakukan penempatan SDM yang tepat berdasarkan kompetensi yang dimiliki tanpa memandang adanya perbedaan dissability yang dimiliki pada masing-masing individu. Dalam pemilihan prosedur karyawan PT.Tatarasa Primatama memiliki

46 33 prosedur sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing departemen yang sudah menentukan kriteria pemilihan yang diinginkan, seperti wanita / laki-laki, usia, pendidikan yang kemudian kritera tersebut disampaikan kepada Departemen HRD ( Human Resources Department) untuk melakukan penyeleksian sesuai dengan kebutuhan. Pada proses rekrut karyawan dilakukan melalui HRD sesuai dengan SOP (Standar Operational Prosedur) yang telah dibuat di PT.Tatarasa Primata yang meliputi: bagian HRD akan mengatur pemasangan iklan lowongan kerja sesuai dengan kebutuhan, selanjutnya akan menyeleksi lamaran yang masuk. Beberapa lamaran yang memenuhi persyaratan kemudian dibuatkan jadwal wawancara yang di bagi menjadi 3 tahap wawancara yang diantaranya wawancara pertama dengan pihak HRD dan internal audit yang kemudian diberikan form uji tipe kepribadian dan form psikotest untuk di isi. Wawancara kedua dilakukan dengan atasan departemen yang membutuhkan karyawan baru. Untuk wawancara terakhir dilakukan antara pelamar dengan Direksi. Apabila pelamar telah disetujui oleh Direksi dan dinyatakan lulus seleksi, kemudian diberikan konfirmasi kapan bisa masuk bekerja. Saat pertama kali masuk kerja, pelamar akan diberikan penjelasan oleh bagian HRD mengenai peraturan kantor secara rinci dan apa yang akan dikerjakan secara garis besar. Setiap karyawan yang baru harus melalui masa percobaan selama 6 bulan untuk menjadi karyawan tetap. Penjelasan selanjutnya yang lebih detail mengenai pekerjaan yang harus dilakukan diberikan oleh atasan langsung ( Kepala Departemen) Kegiatan lain di PT. Tatarasa Primatama Bakti sosial Kegiatan ini dilakukan ditujukan kepada masyarakat guna menunjukkan tanggung jawab sosial dari PT.Tatarasa Primatama dan karyawan kepada masyarakat sekitar lokasi perusahaan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Team 8 yang beranggotakan 8 orang dari departemen yang berbeda.

47 Tata Peduli Kegiatan ini dilakukan untuk menunjukkan kepedulian kepada pihak keluarga dari karyawan PT. Tatarasa Primatama dengan cara membantu dan memberikan dukungan kepada karyawan dan/atau keluarga karyawan yang mendapat musibah atau kemalangan. Kegiatan ini di pimpin oleh salah satu karyawan yang di tunjuk sebagai ketua dalam Tata peduli Rabu Ceria Kegiatan ini dilakukan setiap hari rabu selesai jam kerja kantor. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk mengakrabkan antar karyawan dan melepaskan sejenak dari rutinitas suasana kerja. Memotivasi karyawan gemar membaca, karena di setiap acara selalu ada salah seorang karyawan ditunjuk berbagi informasi tentang isi buku yang sudah dibacanya Training Karyawan Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk menambah pengetahuan kepada masing-masing karyawan. Bertujuan untuk menggali dan meningkatkan potensi dan kinerja karyawan Outing Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk memperkuat kekeluargaan antara karyawan dengan memberikan liburan bersama Monday morning Kegiatan ini diberikan kepada karyawan yang bertatapan langsung kepada costumer hampir setiap hari, sehingga tetap dapat menjaga nama baik dari PT.Tatarasa Primatama. Kegiatan ini dilakukan untuk menanamkan kesadaran bahwa karyawan adalah cerminanan perusahaan.

48 Marketing PT. Tatarasa Primatama Salah satu faktor penting dalam bisnis PBF BO agar dapat berjalan dengan baik adalah penjualan yang dilakukan bagian departemen marketing. Untuk melakukan marketing yang baik hal yang perlu dipersiapkan oleh sales yaitu penampilan yang baik, rapi, murah senyum, kesiapan diri atau kesiapan mental dan mempunyai kepercayaan diri untuk yakin bisa melakukannya. Departemen marketing dipimpin oleh seorang General Manager yang membawahi beberapa orang sales manager. Setiap orang di departemen marketing mempunyai tanggung jawab tersendiri dengan customer yang berbeda-beda. Hal ini berfungsi agar mengurangi terjadi kesalahan bila customer ditangani oleh orang yang berbeda, sehingga setiap sales manager yang dipercaya dapat melakukan pekerjaan secara menyeluruh dimulai dari menawarkan barang hingga barang tersebut diterima dengan baik sesuai dengan permintaan customer. Hal pertama yang dilakukan seorang sales marketing yaitu memperkenalkan diri pada customer dan memberikan kartu nama agar customer mudah menghubungi kembali, kemudian memperkenalkan profil dari perusahaan dilanjutkan dengan memperkenalkan product list perusahaan. Sales marketing juga harus mampu meyakinkan customer apabila terdapat masalah dengan barang serta sales harus mengetahui kebutuhan dari customer. Seorang sales agar dapat menghubungi customer bisa dilakukan dengan cara menghubungi langsung kepada customer atau datang langsung ke tempat lokasi customer agar customer dapat mengenal diri dan menilai langsung yang dapat menimbulkan kepercayaan dari customer. Setelah customer mempercayai sales marketing maka akan dapat dibina kerja sama yang baik antara customer dengan perusahaan diawali dengan adanya pengiriman PO (Purchase Order) dari customer yang di tujukan kepada sales marketing, dan selanjutnya sales marketing akan memproses pemesanan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. 3.4 Alur Distribusi Bahan Obat PT. Tatarasa Primatama Pengadaan Pengadaan obat/ bahan obat merupakan salah satu fungsi PBF yang tercantum pada Permenkes Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011. Pengadaan

49 36 bahan obat oleh PT. Tatarasa Primatama selaku PBF BO dilakukan oleh Departemen Purchasing berdasarkan permintaan dari sales dan diketahui oleh APJ. Secara keseluruhan, departemen purchasing memiliki tugas untuk melakukan pencarian supplier dan ketersediaan bahan baku sesuai surat pesanan dari pelanggan, melakukan negosiasi harga dengan supplier, penagihan dokumen bahan baku serta memperkirakan waktu barang sampai sesuai permintaan pelanggan. Departemen purchasing dikepalai oleh seorang manajer yang bertugas untuk mengontrol proses pengadaan secara keseluruhan. Alur pengadaan yang diterapkan PT. Tatarasa Primatama adalah sebagai berikut : 1. Permintaan sumber. Sumber permintaan yang masuk ke bagian purchasing antara lain: a. Permintaan reguler Pengadaan reguler merupakan pengadaan yang dilakukan secara rutin oleh PBF karena merupakan kebutuhan rutin pelanggan maupun karena besarnya jumlah permintaan yang sudah memiliki trend tetap. Pengadaan jenis ini memerlukan buffer stock atau jumlah stock tertentu yang harus tersedia di gudang. Sehingga, apabila jumlah barang di gudang telah mencapai jumlah stock minimal maka akan dilakukan pengadaan barang kembali. Jumlah barang di gudang dapat dipantau oleh departemen purchasing melalui sistem UBS yang menghubungkan beberapa departemen seperti logistik, purchasing, sales dan accounting yang memerlukan informasi mengenai stok obat yang tersedia. b. Permintaan sales Merupakan permintaan yang berasal dari sales berdasarkan pada surat pesanan atau purchased order yang dikirim oleh pelanggan. Departemen purchasing akan mengecek stok obat yang tersedia di gudang melalui sistem UBS. Apabila masih terdapat kekurangan kuantitas barang, maka departemen purchasing kembali melakukan pembelian. c. Pengembangan obat baru

50 37 Departemen purchasing juga melakukan pencarian informasi mengenai perkembangan obat jenis terbaru yang mungkin untuk dipasarkan di Indonesia. Apabila dirasa cocok, biasanya PBF BO akan meminta sampel terlebih dahulu kepada supplier untuk dilakukan pengujian lebih lanjut. 2. Pemilihan supplier Setelah departemen purchasing menerima permintaan barang, maka departemen purchasing akan menghubungi supplier baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Komunikasi yang dilakukan supplier umumnya melalui , telepon maupun faksimili. Supplier umumnya berasal dari pabrik bahan baku farmasi, namun dapat pula berasal dari PBF lain tergantung tingkat efisiensi supplier. Proses pemilihan supplier didasarkan pada kualitas dan harga barang yang ditawarkan serta proses pengiriman termasuk ketepatan waktu. Selain itu, terdapat pula pengecekan terhadap sertifikat GMP supplier guna menjamin kualitas barang. Apabila suatu supplier dapat memproduksi beberapa item atau akan menjadi rekanan PBF untuk pembelian secara regular dan dalam jumlah besar maka akan dilakukan audit supplier langsung ke pabrik bahan baku. 3. Pengiriman Purchase Order (PO) PO dikirim ke supplier setelah terdapat persetujuan harga antara supplier dan pihak PBF. Kewenangan dan tanggung jawab PO dimiliki oleh Direktur dan Apoteker Penanggung Jawab. PO ke luar negeri ditandatangani oleh Direktur setelah diparaf oleh APJ sedangkan PO lokal atau PO ke Supplier dalam negeri ditandatangani oleh APJ. Pengiriman PO dilaksanakan oleh departemen purchasing. Pada PO terdapat beberapa bagian diantaranya adalah: a. Tanggal dan No. Purchased Order b. Nama dan alamat lengkap supplier c. Nama dan alamat lengkap consignee (PBF) d. Deskripsi barang, kuantitas, harga/kg, total/ US $ e. Cara pengiriman f. Metode pembayaran

51 38 g. Remarks h. Tanda tangan perwakilan supplier dan PBF Pada kolom remarks diisi keterangan bahan yang dipersyaratkan oleh PBF, seperti bahan baku obat yang dikirim harus memiliki shelf life minimum 85%, dokumen apa saja yang harus disertakan dan keterangan lain yang dibutuhkan untuk memudahkan pengiriman barang ke Indonesia. 4. Pembayaran Apabila PO telah dikeluarkan maka PBF akan meminta konfirmasi kepada pihak supplier melalui faksimili atau berupa PO yang telah ditandatangani oleh pihak supplier. Kemudian akan dilakukan pembayaran sesuai perjanjian yang telah disepakati. Jenis pembayaran yang dilakukan antara lain: a. T/T advance yaitu pembayaran dilakukan secara langsung, apabila pembayaran telah dilakukan maka barang akan dikirim. b. T/T after service yaitu pembayaran dilakukan setelah salinan dokumen yang diperlukan terkait barang yang dikirim diterima. Jika pembayaran dilakukan menggunakan metode ini, maka akan diketahui estimasi barang sampai di pelabuhan / bandar udara. Setelah salinan dokumen yang terkait telah diterima PBF, maka departemen impor akan mengurus perizinan terkait bahan ke lembaga terkait seperti Badan POM, Kementerian Pertanian atau Kementrian Kesehatan. Kemudian PBF akan melakukan pembayaran melalui bank. Setelah mengirimkan konfirmasi pembayaran maka pihak supplier akan mengirimkan dokumen asli. c. Through Bank yaitu pembayaran yang dilakukan melalui bank sebagai pihak ketiga. Dokumen akan dikirim melalui bank. Apabila telah dilakukan pembayaran maka PBF baru bisa mendapatkan dokumen yang diperlukan. d. Letter of Credit, pembayaran jenis ini jarang digunakan oleh PBF maupun supplier karena pengurusan yang rumit. 5. Penerimaan dokumen Setelah dilakukan pembayaran dan dokumen asli diterima oleh PBF, maka departemen purchasing harus memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen untuk diteruskan ke bagian importasi guna keperluan pengeluaran barang dari

52 39 daerah kepabeanan. Selain itu departemen purchasing juga harus memastikan sampainya barang di gudang PBF dan mendokumentasikan dokumen dari setiap barang yang dilakukan pengadaan. Dokumen biasanya disimpan selama 5 tahun atau disesuaikan dengan expired date dari bahan yang dipesan. Customer SupplierA Supplier B Sales / Marketing Supplier Dept. Purchasing Supplier Terpilih Stock Pembayaran Supplier E Supplier D Dokumen diterima PBF Importasi Gambar 3.1. Alur Pembelian barang oleh PBF Proses importasi merupakan salah satu hal yang penting di kegiatan pengadaan oleh PBF BO karena setiap bahan baku obat harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari instansi terkait sebelum dapat masuk ke Indonesia. Contoh izin yang berkaitan dengan bahan obat adalah Surat Keterangan Impor (SKI) yang dikeluarkan oleh Badan POM. Dalam setiap proses importasi di Indonesia dilakukan pengawasan oleh pemerintah untuk menjamin keamanan dan kualitas bahan serta untuk mengawasi pendapatan negara. Importir di Indonesia memiliki persyaratan yaitu: a. Memiliki Angka Pengenal Impor (API). API yang dimiliki PBF merupakan

53 40 API umum, yaitu API yang diperuntukan bagi perusahaan trading.

54 41 b. Melakukan registrasi yang berguna untuk mendapatkan Nomor Induk Kepabeanan (NIK), mendapatkan akses ke Indonesia National Single Window (INSW) dan profiling perusahaan yang akan masuk ke dalam database dimana profil perusahaan akan menentukan grade perusahaan di bea cukai. c. Memiliki fasilitas software/jaringan yang terakses langsung ke bea cukai, atau apabila tidak memiliki jaringan ini dapat menggunakan jasa Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang berperan sebagai pihak ketiga guna membantu untuk mengurus PIB. d. Dokumen barang yang dimiliki harus lengkap. Tahap awal yang dilakukan oleh departemen impor adalah memeriksa kelengkapan dokumen impor yang diperoleh dari bagian Purchasing baik dokumen asli maupun salinan dokumen yang terdiri atas Bill of Lading (BL) atau Air Way Bill (AWB), Invoice, Packing List, Certificate of Analysis, Asuransi, Form E atau Form AI (untuk item yang punya BeaMasuk 5%), Health certificate/ Free Sale Certificate serta sertifikat halal jika diperlukan. Jika terdapat kekurangan atau kesalahan di dalam dokumen impor yang harus diinformasikan ke supplier, maka bagian impor secara tertulis akan meminta ke departemen purchasing agar mengambil keputusan atau solusi yang tepat.apabila terdapat item baru yang akan diimpor, bagian purchasing akan memberikan informasi kepada apoteker dan bagian impor untuk dapat memberikan gambaran dokumen apa saja yang diperlukan dan dipersiapkan untuk mengajukan surat izin impor. Jika dokumen sudah lengkap, bagian impor mengajukan surat persetujuan pengeluaran barang impor ke POM berisi Nama Importir, Nama Barang, Origin, Quality dan Nomor batch untuk dilaporkan ke Badan POM dilengkapi dengan Certificate of Analysis, B/L atau AWB dan Invoice. Selanjutnya, departemen impor akan mencari informasi ke agen penerbangan dan pelayaran berupa tanggal kedatangan, dermaga kedatangan atau gudang penyimpanan dan kode pos barang. Departemen impor juga harus menyiapkan pemberitahuan impor barang (PIB) dengan detail dan menyebutkan Eksportir, Importir, Saran Pengangkut / PPJK, No. Invoice, Packing List, Manifest, Nomor Form E/Form AI (jika ada), PPn,

55 42 PPh dan jumlah keseluruhannya, No Container, Gross & Netto, H.S No., Kurs pajak, Nilai barang dan Jumlah nilai CIF. PIB yang sudah ditandatangani oleh direktur, diserahkan ke bagian keuangan untuk dilakukan proses pembayaran. Pembayaran PIB dilakukan ke bank penerima pajak impor dengan menggunakkan form surat setoran pabean, cukai dan pajak dalam rangka impor (SSPCP). Semua dokumen disiapkan untuk proses pengeluaran barang impor. Jika melalui udara, proses pengeluaran barang impor dilakukan sendiri oleh bagian impor. Jika melalui laut, proses pengeluaran barang dibantu oleh Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), sehingga dokumen impor diserahkan ke pihak EMKL. Selanjutnya departemen impor akan melakukan follow up dengan pihak bea cukai di bandara untuk shipment yang melalui udara dan dengan EMKL untuk shipment yang melalui laut. Setelah menerima informasi dari petugas bagian impor yang ada di bandara dan dari EMKL bahwa barang sudah bisa dikeluarkan, selanjutnya satu hari sebelum kedatangan barang departemen impor akan memberikan informasi secara tertulis kepada bagian gudang dengan mengisi form informasi kedatangan barang berisi No / tanggal, Nama supplier,kemasan, Mfg. date, Keterangan, No. PO, Nama barang, Jumlah total, Expire date, Batch No, Jumlah per batch, Data kesesuaian barang, Jumlah sampel. Barang impor yang sudah dikeluarkan dari pelabuhan atau bandara, dibawa ke gudang dan setelah proses pengeluaran barang selesai, seluruh dokumen di dokumentasikan berdasarkan nomor urut PO. BPOM PBF INSW SPPB Bank Barang dapat keluar dari kawasan kepabeanan Gambar 3.2. Alur importasi barang

56 Penerimaan barang di gudang PBF Penerimaan barang di gudang dilakukan oleh bagian departemen gudang, satu hari sebelum barang masuk ke gudang, departemen impor memberi informasi kedatangan barang ke gudang secara tertulis mengacu pada dokumen impor. Informasi yang terlampir akan menjadi referensi bagi petugas penerima barang untuk mengecek kebenaran barang yang datang. Semua barang yang masuk akan diterima di area karantina, kemudian petugas memeriksa secara fisik dan mengisi checklist penerimaan barang (Good Arriving Report) berisi tanggal penerimaan, nomor purchase order, nama supplier, nama barang, jumlah pemasukan, kemasan, nomor batch, manufacture date, expired date, keadaan barang dan penempatan barang. Apabila terdapat label yang rusak atau tidak utuh maka label tersebut harus dipisahkan dan segera diinformasikan kepada Apoteker Penanggung Jawab (APJ) untuk diambil tindakan lebih lanjut. Checklist penerimaan barang yang telah diisi lengkap ditandatangani oleh petugas penerima barang kemudian akan diperiksa oleh APJ, departemen akuntansi dan departemen logistik. Setelah disetujui, maka checklist akan diserahkan kembali ke bagian gudang dan dilakukan pengarsipan oleh staff administrasi gudang. Setiap barang harus berada dalam keadaan baik. Jika kemasan barang berbentuk drum maka label dan segel harus diperhatikan. Bergitu pula dengan barang dalam kemasan sak, keadaan label harus baik. Barang yang diterima dan memenuhi persyaratan akan disimpan pada tempat yang sesuai dengan data stabilitasnya. Barang yang rusak atau tidak memenuhi syarat akan tetap berada pada area karantina sampai ada keputusan tindak lanjut dari apoteker dengan tenggat waktu 1 hari. Apabila barang tidak memenuhi persyaratan maka barang akan langsung dipindahkan ke ruang reject. Bagi barang yang sudah mendapatkan tindak lanjut dari apoteker akan disimpan sesuai dengan data stabilitasnya. Setelah barang disimpan maka staff administrasi gudang akan dilakukan pencatatan secara manual dengan mengisi kartu stock dan pengisian data terkomputerisasi yang berisikan informasi tanggal, nomor surat pesanan, supplier, nama bahan, nomor batch, expired date dan banyaknya jumlah barang. Selanjutnya departemen logistik akan memasukkan data

57 44 stok barang baru ke dalam sistem UBS. Penyimpanan barang dilaksanakan dengan sistem First In First Out(FIFO) dimana barang yang masuk terlebih dahulu ke dalam gudang akan dikeluarkan terlebih dahulu Penyimpanan barang Penyimpanan barang dilakukan di gudang yang disesuaikan dengan stabilitas bahan obat. Ruangan yang tersedia di gudang antara lain : a. Ruang Air Conditioner(AC) dengan suhu dibawah 25 o C b. Ruang Sefalosporindengan suhu dibawah 25 o C c. Ruang Chiller dengan suhu 2-8 o C d. Ruang Reject e. Ruang dengan suhu kamar maksimal 30 o C Untuk ruang reject harus terkunci dan kunci dipegang oleh APJ. Penyimpanan barang yang berada pada suhu ruang terbagi menjadi penyimpanan untuk non dangerous goods dan dangerous goods untuk bahan-bahan beracun, bahan yang stabilitasnya memerlukan kriteria tertentu dan bahan yang dikhawatirkan disalahgunakan. Pengecekan suhu dilakukan setiap pagi dan sore hari serta dicatat pada lembar kontrol temperatur. Kalibrasi termometer dilakukan satu tahun sekali. Guna mengontrol kelembaban, ruangan gudang juga dilengkapi dengan higrometer. Kontrol kebersihan gudang dilakukan setiap hari oleh personil tertentu dan keamanan personil diperhatikan dengan diwajibkannya pemakaian helm di area gudang. Alat pelengkap lainnya yang terdapat di gudang antara lain adalah pest control, lampu UV, APAR, panduan cara pengangkatan barang yang benar, forklift dan rak untuk menyimpan bahan. Pada penyimpanan juga diperhatikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kualitas bahan obat dan memiliki faktor resiko seperti peletakkan bahan harus memiliki jarak minimal 20 cm dengan dinding, pemberian sekat antara bahan yang berbeda, penomoran rak, penumpukan bahan dalam kemasan drum 50 kg maksimal 3 tumpukan sementara untuk kemasan drum > 50 kg maksimal 2 tumpukan. Untuk bahan dalam bentuk sak, penumpukan maksimum 1000 kg dan dalam penyimpanannya harus menggunakkan plastic wrap atau ditutup terpal.

58 45 Setiap barang diletakkan di rak dengan menggunakkan alas berupa palet kayu yang harus dikontrol kondisinya. Apabila palet rusak, patah, lapuk atau terdapat bubuk kayu maka palet harus diganti. Peruntukkan penggunaan palet adalah satu palet untuk satu jenis bahan Pengiriman barang Sebelum pengiriman barang dilakukan, departemen logistik akan menyiapkan slip informasi pengiriman barang untuk pengiriman yang akan dilakukan esok hari yang mencantumkan tanggal, nomor, nama barang, kuantitas barang, nomor batch dan alamat tujuan pengiriman. Kemudian dilakukan pengecekan ke bagian administrasi gudang apakah sesuai dengan fisik barang yang ada di gudang. Apabila kuantitas di dalam data sesuai dengan jumlah barang yang ada, maka bagian operasional gudang akan mengecek letak keberadaan barang dan melaporkan kondisi barang. Jika semua sudah dipastikan dan kondisi barang baik, maka barang akan disiapkan di ruang karantina. Tim administrasi gudang akan mengecek kembali barang yang akan dikirimkan. Pengecekan oleh tim administrasi meliputi kondisi barang, kelengkapan segel dan label, memperhatikan kelengkapan dan kesesuaian label terutama nomor bets, manufacture date, expired date dan kuantitas barang. Jika terdapat masalah maka manajer gudang dan apoteker akan melakukan pengecekan kembali namun apabila tidak terdapat masalah dan apabila surat jalan dan CoA sudah lengkap, maka barang akan dimasukkan ke dalam mobil box sementara terdapat personil yang melakukan pengecekan kembali menggunakkan form dengan checklist kondisi pengiriman barang yang ditandatangani oleh supir dan pemeriksa dari staff departemen gudang.

59 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Tatarasa Primatama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi bahan baku farmasi atau pedagang besar bahan baku farmasi (PBF BO). Fungsi PBF adalah melayani pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu. Hingga saat ini PT. Tatarasa Primatama telah melayani beragam permintaan bahan baku dari industri farmasi di seluruh Indonesia. Jenis item yang dijual oleh PT. Tatarasa Primatama antara lain bahan baku obat golongan gastrointestinal, kardiovaskuler, antibiotik dan infeksi, obat gangguan saluran pernafasan, antiinflamasi, vitamin, antihistamin, steroid dan hormon, obat yang bekerja pada sistem syaraf pusat, eksipien dan bahan alam. Setiap PBF harus memiliki apoteker warga negara Indonesia secara tetap. Apoteker dalam PBF berfungsi sebagai penangung jawab jalannya perusahaan sesuai peraturan termasuk pembelian, penyimpanan dan penyaluran. Apoteker juga harus mengikuti pelatihan CDOB guna menerapkan CDOB di PBF. Dalam menjalankan kegiatan, PBF harus mengacu pada pedoman CDOB di setiap lini proses. Proses distribusi obat yang terdapat di PT. Tatarasa Primatama sebagai PBF BO diawali dengan proses pengadaan, importasi, pemasukkan, penerimaan, penyimpanan dan pengiriman barang. Hingga saat ini, PT. Tatarasa Primatama telah melaksanakan kerjasama dengan sekitar 200 supplier yang berasal dari dalam maupun luar negeri dan telah melayani permintaan sekitar 400 jenis barang. Pengadaan yang dilakukan oleh PT. Tatarasa Primatama dilakukan berdasarkan pada permintaan barang reguler, permintaan khusus dan pengembangan produk baru. Permintaan reguler merupakan pengadaan barang yang merupakan produk utama dari PT. Tatarasa Primatama dan banyak dibutuhkan oleh pelanggan sehingga harus selalu dijaga ketersediaan / stok barang contohnya adalah parasetamol, natrium diklofenak, vitamin B6 dan obat golongan sefalosporin. Untuk melihat ketersediaan barang dapat dikontrol melalui sistem UBS, apabila jumlah barang sudah mencapai batas minimum maka akan dilakukan pengadaan kembali oleh Departemen Purchasing. Permintaan khusus merupakan 45

60 46 permintaan pelanggan yang diberikan melalui sales kepada Departemen Purchasing. Barang yang dibeli oleh pelanggan umumnya merupakan bahan khusus yang digunakan dalam produksi industri tersebut sehingga pelanggan akan melampirkan spesifikasi bahan yang diperlukan pada PO meliputi jenis bahan obat, jumlah, karakteristik dan kapan waktu pengiriman yang diharapkan. Setelah PO diterima oleh sales maka akan dilanjutkan ke bagian purchasing yang akan mencari dan menghubungi supplier bahan baku tersebut. Setelah terjadi kesepakatan harga dan segala keperluan pengiriman yang telah didiskusikan dengan manajemen, maka pihak sales akan menyampaikan informasi mengenai permintaan barang kembali ke pelanggan. Pembelian barang oleh pelanggan dapat direncanakan dalam jangka waktu tertentu, umumnya bagian PPIC dari industri akan merencanakan kebutuhan pembelian barang dalam jangka waktu tertentu seperti 1 tahun, setiap 6 bulan ataupun setiap 3 bulan. Barang yang dibeli untuk kebutuhan 1 tahun dapat disimpan terlebih dahulu sebagian di gudang PBF sehingga akan menjamin ketersediaan barang apabila dibutuhkan. Faktor lamanya pengiriman barang juga harus diperhitungkan dalam merencanakan pembelian. Apabila pengiriman barang dari supplier di China atau India dilakukan melalui jalur laut maka diperlukan waktu 1 bulan hingga barang sampai di Indonesia. Namun, apabila pengiriman dilakukan melalui udara maka hanya diperlukan waktu 3 hari hingga barang dapat tiba di Indonesia dan dikeluarkan dari daerah kepabeanan. Setiap pembelian yang dilakukan PT. Tatarasa Primatama akan didokumentasikan dan disimpan hingga jangka waktu 5 tahun. Harga pembelian dan supplier bahan baku juga didokumentasikan tersendiri sebagai referensi untuk mengetahui fluktuasi harga di pasaran. PBF juga harus mengetahui tipe produk seasonal, karena pada musim-musim tertentu harga produk tersebut menjadi lebih murah. Untuk pembelian produk baru pihak PBF dapat meminta sampel terlebih dahulu guna dilakukan pengujian, apabila hasil pengujian telah dikonfirmasi maka akan dilakukan pengiriman barang. Peran apoteker dalam proses pengadaan barang oleh PBF antara lain adalah menentukan apakah suatu bahan dapat dibeli atau tidak, menandatangani PO yang akan diajukan ke supplier, menentukan cara menangani bahan yang sesuai dilihat

61 47 dari faktor suhu, paparan cahaya dan kelembaban serta menentukan kualifikasi supplier. Supplier dapat berasal dari industri bahan baku farmasi di luar negeri ataupun dari PBF lokal. Pembelian dari industri bahan baku farmasi lebih diutamakan karena lebih ekonomis, sedangkan pembelian dari PBF lain dilakukan apabila industri bahan baku mengalami kehabisan stok barang atau untuk menambah kekurangan atau alasan lain. Setelah pembelian barang disepakati, maka departemen purchasing harus memastikan bahwa barang telah dikirim dan meminta dokumen-dokumen pelengkap barang yang diperlukan dari supplier untuk keperluan perizinan impor barang. Dokumen yang diperlukan untuk proses importasi diunggah ke dalam sistem INSW yang merupakan sistem terintegrasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, BPOM dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Dokumen yang masuk akan diperiksa oleh pihak terkait kemudian akan dikeluarkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) yang digunakan untuk mengeluarkan barang dari kawasan kepabeanan. Di samping itu, apabila barang tertahan di kawasan kepabeanan selama lebih dari 3 hari akan dikenakan biaya tambahan yang menambah beban perusahaan serta kondisi barang yang tidak terjamin karena setiap obat memiliki stabilitas tersendiri. PT. Tatarasa Primatama memiliki grade hijau yang mengindikasikan bahwa PT. Tatarasa Primatama merupakan importir yang terpercaya sehingga tidak diperlukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang datang. Barang yang telah dikeluarkan dari kawasan kepabeanan akan dibawa menuju gudang penyimpanan PT. Tatarasa Primatama. Penyimpanan dilakukan setelah dilakukan pengecekan fiisik barang. Barang yang datang tidak dilakukan pengujian laboratorium meskipun terdapat ruang pengujian, karena apabila dilakukan pengujian maka segel dari kemasan harus dibuka dan pelanggan tidak akan menerima jika terdapat kerusakan pada bahan maupun kemasan termasuk segel karena dikhawatirkan terjadi kontaminasi silang dari bahan lain ataupun lingkungan terhadap bahan. Untuk memastikan pelanggan menerima barang dengan kualitas baik, maka PT. Tatarasa Primatama melakukan audit supplier terlebih dahulu bagi supplier dengan intensitas pembelian tinggi. Dalam audit akan dilakukan pengecekan

62 48 terhadap pemenuhan syarat GMP beserta sertifikatnya. Untuk mencegah perbedaan karakteristik bahan pada pembelian yang dilakukan berulang kali dalam jangka waktu berbeda maka pada saat pengajuan PO dari pihak PBF ke supplier harus diberikan detail particle size distribution dan density yang dipersyaratkan. Guna menjaga stabilitas barang maka diperlukan kondisi penyimpanan yang sesuai. Setiap bahan obat diletakkan pada kondisi yang sesuai dengan data stabilitas yang tercantum pada label. Tersedia ruangan-ruangan dengan suhu yang berbeda dan terlindung dari paparan cahaya. Sistem penyimpanan bahan obat di PT. Tatarasa Primatama pada suhu ruang dilakukan menggunakkan rak. PT. Tatarasa Primatama memiliki 154 rak dimana masing-masing rak memiliki 5 tingkatan. Penyimpanan dilakukan oleh personil yang dibagi ke dalam tim, setiap tim bertanggung jawab atas rak atau ruangan tertentu. Penyimpanan pada rak tidak menggunakan sistem alfabetis dikarenakan proses perputaran barang yang cepat dan fluktuatif sehingga peletakkan barang pada rak dibantu dengan menggunakkan sistem komputer. Untuk bahan obat yang merupakan produk reguler dan memiliki kuantitas besar akan dikumpulkan pada suatu rak tertentu. Penyimpanan untuk barang yang memiliki drum/kemasan mirip seperti meloxicam dan piroxicam, maka penyimpanannya dilakukan pada tempat yang berjauhan untuk menghindari terjadinya kesalahan. Untuk barang yang memiliki bau yang kuat diletakkan terpisah sehingga tidak mengkontaminasi bahan obat lain. Setiap rak memiliki kartu barang yang digunakan untuk mengontrol stok dan arus keluar masuk barang sehingga dapat dilakukan crosscheck dengan data yang terdapat pada sistem komputer. Kontrol hama juga dilakukan di gudang guna menghindari adanya serangga atau binatang lain yang dapat merusak maupun mencemari barang. Pengendalian hama dilakukan pada gudang dan juga gedung kantor di setiap lantainya bekerjasama dengan Rentokil. Selain itu, di gudang juga ditambahkan lampu UV sebagai salah satu bentuk kontrol serangga. Pengiriman barang yang dilakukan oleh PT. Tatarasa Primatama dilakukan menggunakkan truk kontainer atau boks kepada pelanggan. Interval waktu antara barang disimpan di gudang PBF dengan waktu pengiriman ke pelanggan hanya sebentar sehingga dapat menghindari penumpukan barang di gudang,

63 49 meningkatkan efisiensi dan juga memenuhi ketepatan waktu yang dijanjikan ke pelanggan. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah pelayanan kepada pelanggan. Dimana pelayanan ini meliputi ketepatan waktu pengiriman, ketepatan jenis dan jumlah barang yang dikirim, serta kondisi barang yang baik. Untuk menghindari kesalahan pengiriman barang dilakukan pemeriksaan barang oleh 3 orang pemeriksa berbeda yang terdiri dari tim administrasi gudang, tim pengirim yang terdiri dari supir dan kernet dan tim loading yang melakukan pemasukan barang ke dalam truk kontainer. Setiap checklist harus ditandatangani oleh tim administrasi gudang dan supir truk. Pengecekan barang juga dilakukan apabila pengiriman barang dilakukan menggunakkan jasa ekspedisi sehingga apabila terjadi kerusakan barang selama pengiriman dapat ditelusuri dimana letak kesalahan dan dapat dilakukan klaim. Pengiriman barang disesuaikan dengan kondisi stabilitas barang. Apabila barang stabil pada suhu rendah, maka pengiriman barang dilakukan dengan kontainer yang dilengkapi dengan cool box atau ice pack. Namun untuk barang dengan suhu ruang AC, maka pengiriman tetap dilakukan menggunakkan truk kontainer biasa dengan mempertimbangkan jarak dan waktu tempuh ke pelanggan. Pelatihan personil yang merupakan salah satu persyaratan pada CDOB dilakukan kepada setiap personil di PBF. Pelatihan diikuti oleh APJ, kemudian APJ akan memberikan pelatihan kembail kepada seluruh staf terkait mengenai alur dan persyaratan CDOB yang harus dipenuhi. Selain itu terdapat juga pelatihan bagi tim gudang mengenai cara mengangkat barang yang baik dan tidak membahayakan. Salah satu kelengkapan PBF lain menurut CDOB adalah inspeksi diri. Inspeksi diri di PT. Tatarasa Primatama dilakukan secara berkala. Tim yang melakukan audit internal dipimpin oleh APJ. Audit gudang dilakukan satu minggu satu kali dengan mengacu kepada checklist kondisi gudang yang harus dipenuhi berpedoman pada CDOB. Audit internal bagi tim administrasi dilakukan dengan tim audit yang berbeda dan dilakukan tanpa ada jadwal khusus. Tim audit terdiri dari 3 orang dimana salah satu berasal dari internal audit dan dua lainnya berasal dari departemen lain sehingga memberikan objektivitas penilaian. Untuk audit eksternal, yaitu audit yang dilakukan oleh pelanggan atau BPOM dilakukan pada waktu yang tidak spesifik pula, namun biasanya pelanggan

64 50 akan melakukan audit sebelum memulai kerjasama dengan PT. Tatarasa Primatama. Pada audit eksternal baik oleh BPOM maupun pelanggan, akan diperhatikan pemenuhan syarat CDOB oleh PT. Tatarasa Primatama. Penilaian yang berasal dari BPOM akan menentukan perizinan PBF. Jika dirasa PBF tidak memenuhi syarat CDOB maka BPOM berhak mengeluarkan surat peringatan kepada PBF dan mungkin dapat berlanjut mendapatkan sanksi penghentian sementara kegiatan apabila PBF tidak melakukan pembenahan.

65 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. PT. Tatarasa Primatama merupakan PBF Bahan Obat yang berperan dalam pengadaan, penyimpanan serta penyaluran bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan menerapkan CDOB sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan yang meliputi aspek manajemen mutu; organisasi, manajemen dan personalia; bangunan dan peralatan; operasional; inspeksi diri; keluhan; transportasi; fasilitas distribusi berdasarkan kontrak dan dokumentasi. b. Apoteker Penanggung Jawab pada sarana distribusi bertanggung jawab terhadap proses pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat yang dilakukan PBF. Apoteker berperan dan bertanggung jawab hampir di semua lini kegiatan PBF namun kewenangan untuk membantu menjalankan tugas dapat diberikan kepada personil lain dengan adanya SOP yang ditetapkan oleh Apoteker Penanggung Jawab. 5.2 Saran a. Perlu dibuat sistem pengendalian perubahan yang mengatur perubahan proses kritis yang tercantum dalam manajemen resiko mutu dan dilakukan penilaian resiko mutu secara berkesinambungan. b. Sebaiknya terdapat apoteker atau tenaga teknis kefarmasian lain untuk membantu pekerjaan APJ di PT. Tatarasa Primatama. 51

66 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan ObatTradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan ke dalamwilayah Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta. Kementerian Keuangan. (2008). Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang untukdipakai. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2011 tentang Pemasukan Bahan Obat dan Makanan di Indonesia.Jakarta. 52

67 LAMPIRAN

68 55 Lampiran 1.Surat pesanan bahan obat Guaifenesin dari PT. Konimex ke PT. Tatarasa Primatama

69 56 Lampiran 2.Surat pesanan bahan obat Guaifenesin dari PT. Tatarasa Primatama ke supplier Zhejiang Jianfeng International Trade Co., Ltd.

70 57 Lampiran 3.Dokumen bill of ladingguaifenesin

71 58 Lampiran 4. Dokumen invoice Guaifenesin

72 59 Lampiran 5. Dokumen packing list Guaifenesin

73 60 Lampiran 6.Sertifikat analisis (CoA) Guaifenesin

74 61 Lampiran 7. Dokumen sertifikat asuransi Guaifenesin

75 62 Lampiran 8. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) Guaifenesin

76 63 Lampiran 9. Dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) lanjutan Guaifenesin

77 64 Lampiran 10. Form E Guaifenesin

78 65 Lampiran 11. Surat setoran pabean, cukai dan pajak (SSPCP) Guaifenesin

79 66 Lampiran 12. Dokumen bukti penerimaan negara impor Guaifenesin

80 67 Lampiran 13. Dokumen Informasi Kedatangan Barang Guaifenesin

81 68 Lampiran 14.Good Arriving ReportGuaifenesin

82 69 Lampiran 15. Kartu Stok Guaifenesin

83 70 Lampiran 16. Surat jalan Guaifenesin

84 71 Lampiran 17.Checklist kirim barang Guaifenesin

85 UNIVERSITAS INDONESIA PENANGANAN KELUHAN TERHADAP BAHAN OBAT CETIRIZINE HCl DI PT. TATARASA PRIMATAMA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YURI NURDIANTAMI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK 2014

86 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keluhan pelanggan UU No. 8 tahun 2009 tentang perlindungan konsumen Penanganan keluhan dalam CDOB Sistem Penanganan Keluhan di PT. Tatarasa Primatama... 7 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Keluhan dari PT. XX pada PT. Tatarasa Primatama Monografi Cet irizine HCl Logo Perusahaan BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii Univ ersitas Indonesia

87 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Struktur senyawa Cetirizine HCl....9 Gambar 3.2. Contoh logotype...12 Gambar 3.3. Contoh logogram Gambar 3.4. Contoh logotype dan logogram iii

88 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan PBF harus berdasarkan pada pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang dibuat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pada setiap kegiatan jual beli mungkin terjadi ket idakpuasan di salah satu pihak yang pada akhirnya akan menjadi sebuah keluhan. Keluhan memiliki definis i sebagai suatu ungkapan rasa kurang puas terhadap suatu produk atau suatu layanan baik secara lisan ataupun tertulis. Pada CDOB juga diatur mengenai keluhan pelanggan sehingga dapat dipast ikan bahwa keluhan ditangani secara efektif. PT. Tatarasa Primatama sebagai salah satu PBF Bahan Obat (PBF BO) yang menangani permintaan bahan baku obat dari berbagai industri farmasi di Indones ia memiliki standard operating procedure (SOP) yang dijalankan apabila terdapat keluhan mengenai bahan baku obat yang didistribusikan. Keluhan yang disampaikan oleh pelanggan cukup beragam, baik dari sisi kualitas bahan seperti kadar bahan baku obat tidak memenuhi persyaratan, kadar air tidak memenuhi syarat, maupun dari sisi pelayanan yang diberikan seperti ket idaksesuaian barang yang dikirim, keterlambatan pengiriman, label rusak dan lainnya. Dalam hal kelengkapan serta kesesuaian dokumen, juga dimungkinkan adanya keluhan seperti nomor bets antara barang dan dokumen berbeda dari biasanya dan adanya perubahan supplier. Salah satu keluhan yang masuk ke PT. Tatarasa Primatama adalah keluhan yang berasal dari PT. X mengenai perubahan logo supplier bahan baku Cet irizine HCl. PT. X meminta penjelasan mengenai adanya perubahan supplier karena dikhawat irkan terdapat perbedaan karakterist ik bahan. 1

89 2 1.2 Tujuan a. Mengetahui dan memahami sistem penanganan keluhan yang terdapat di PT. Tatarasa Primatama. b. Memahami proses penanganan keluhan yang disampaikan PT.X kepada PT. Tatarasa Primatama mengenai perubahan logo supplier Cetirizine HCl.

90 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluhan Pelanggan Kemampuan sebuah perusahaan untuk memenangkan persaingan tidak hanya terletak pada produk yang mereka tawarkan namun juga pada pelayanan setelah penjualan. Pelanggan kadang juga memilih perusahaan yang sudah mereka anggap mampu untuk memberikan respon yang cepat, keramah-tamahan dan ketepatan waktu dalam pelayanan. Selain itu, pelanggan juga mengharapkan perusahaan mampu memberikan respon cara penyelasaian pengaduan dar i pelanggan yang merasa tidak puas dengan barang atau jasa yang diberikan. Pelanggan akan merasa sangat puas apabila setelah melakukan pembelian, perusahaan atau penyedia jasa masih memberikan pelayanan pasca pembelian. Pelayanan pasca pembelian dapat berupa garansi, penanganan keluhan atau pengaduan serta usaha atau tindakan untuk memperbaiki masalah yang ada. Tindakan ini dapat mendorong lo yalitas pelanggan sehingga pada akhirnya akan menaikkan keuntungan jangka panjang bagi penyedia barang atau jasa (Wijaya, 2008). Keluhan merupakan satu pernyataan atau ungkapan rasa kurang puas terhadap suau produk atau layanan. Perusahaan yang tidak memperhatikan keluhan dari konsumen akan memberikan kesan negatif bagi perusahaan itu sendiri. Pelanggan yang tidak puas tentu saja akan merasa dirugikan karena mereka tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan dan pelanggan dapat melakukan tindakan yang dapat merugikan perusahaan seperti perilaku negative word of mouth yaitu membicarakan keburukan dan ketidakpuasan atas pelayanan yang diberikan suatu harapan. Kerugian lain yang dapat dialami perusahaan adalah hilangnya pelanggan yang akhirnya akan menurunkan pangsa pasar dan menunrunkan keuntungan bagi perusahaan. Pelanggan yang mengeluh perlu ditangani secara intensif agar t idak terjadi kesenjangan antara harapan pelanggan dan kinerja perusahaan. Penanganan 3

91 4 keluhan akan menjaga hubungan yang baik antara pelanggan dengan perusahaan sehingga mendorong konsumen untuk lo yal pada perusahaan. Selain itu, dengan menjaga hubungan baik dengan pelanggan maka akan tercipta citra perusahaan yang baik. 2.2 UU No. 8 tahun 2009 tentang perlindungan konsumen Perlindungan terhadap konsumen merupakan hal mut lak yang harus dipenuhi dan dikuatkan o leh undang-undang. Undang-undang diperlukan guna mewujudkan keseimbangan perlindungan kepent ingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepast ian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Salah satu bentuk perlindungan pemer intah terhadap konsumen adalah dengan disahkannya UU No. 8 tahun 2009 tentang perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen bertujuan: a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindung diri; b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen degan cara menghindarkannya dar i ekses negat if pemakaian barang dan/atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses unt uk mendapatkan informasi; e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pent ingnya perlindungan konsumen sehingga timbul sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

92 5 Sedangkan, menurut pasal 4, konsumen memiliki hak antara lain : 1. Hak untuk memilih barang serta mendapatkan barang tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; 2. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang yang digunakan; 3. Hak untuk mendapatkan kompensasi, gant i rugi dan/atau penggant ian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mest inya. Sedangkan kewajiban dari pelaku usaha yang tercantum dalam pasal 7 antara lain : 1. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 2. Menjamin mutu barang diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 3. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang diperdagangkan; 4. Memberi ko mpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Seperti yang tercantum pada undang-undang, maka setiap pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dijual kepada konsumen. Hal in i termasuk menangani keluhan konsumen terhadap barang yang dijual. Sehingga setiap keluhan yang masuk harus mendapatkan penanganan yang baik.

93 6 2.3 Penanganan keluhan dalam CDOB Pemerintah memiliki regulasi yang harus dipatuhi oleh setiap PBF baik PBF obat jadi maupun bahan obat. Pedoman yang dibuat oleh pemer intah guna mengatur dan menjaga kualitas obat atau bahan obat pada proses distribusi tercantum dalam Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB mencakup keseluruhan proses distribusi termasuk keluhan. Pada CDOB dijelaskan bahwa Apoteker Penanggung Jawab (APJ) memilik i tanggung jawab untuk memast ikan bahwa keluhan ditangani dengan efektif. Penanganan keluhan dan informasi lain tentang bahan obat yang berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis. Set iap keluhan yang berasal dari pelanggan harus dibedakan berdasarkan keluhan yang berhubungan dengan kualitas bahan, atau keluhan yang berkaitan dengan distribusi. Dalam suatu PBF harus terdapat sistem komprehensif yang mengatur mekanisme penanganan keluhan beserta personil khusus yang terkait. Jika terdapat keluhan dari pelanggan, harus dilakukan dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk semua dokumen dan informasi lain terkait bahan. Dokumen dan informasi tersebut kemudian dikaji dan diselidiki secara menyeluruh untuk mengident ifikasi asal atau alasan keluhan termasuk penyelidikan terhadap bets lainnya sesuai dengan prosedur tertulis. Semua keluhan dan informasi lain mengenai produk yang rusak dan diduga palsu harus ditelit i (diidentifikasi) dan dicatat sesuai dengan prosedur yang menjelaskan tentang tindakan yang harus dilaksanakan. Harus tersedia catatan terhadap penanganan keluhan termasuk waktu yang diperlukan untuk tindak lanjutnya dan didokumentasikan. Mengenai obat dan/atau bahan obat kembalian, harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaannya yang harus memperhat ikan bahwa penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan serta jumlah dan ident ifikasi obat harus dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang jelas sampai ada keputusan tindak lanjut.

94 7 Obat dan/atau bahan obat dapat dijual kembali melalui persetujuan dar i personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya, setiap keluhan yang masuk harus dikelo mpokkan sesuai dengan jenis keluhan dan dilakukan analisis trend terhadap keluhan. 2.4 Sistem Penanganan Keluhan di PT. Tatarasa Primatama Sistem penanganan keluhan di PT. Tatarasa Primatama dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan. Penetapan SOP untuk mengatasi keluhan dilakukan mengacu pada CDOB dan digunakan pula untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan karena penanganan keluhan merupakan salah satu pelayanan terhadap pelanggan. Berikut merupakan alur penanganan keluhan yang ada di PT. Tatarasa Primatama: a. Pelanggan menyampaikan keluhan secara lisan maupun tertulis pada PT. Tatarasa Primatama melalui sales yang berisikan: 1. Nama Perusahaan dan Tanggal kedatangan barang 2. Nama dan jumlah barang 3. Nomor bets supplier, 4. Nomor purchased order (PO) 5. Isi keluhan b. Setiap keluhan diteruskan o leh Sales ke pihak lain tergantung dari jenis keluhannya, antara lain: 1. Keluhan berkaitan dengan kualitas diteruskan ke APJ. APJ akan melakukan peninjauan dan pemeriksaan data serta konfirmasi kepada produsen (supplier) melalui lembar Defect ive Report. Jawaban dar i supplier dit eruskan o leh APJ ke sales berupa lembar Jawaban Corrective Action Supplier (Lampiran 3) yang kemudian disampaikan ke pelanggan. 2. Jika perlu, dapat juga dilakukan pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang atau pihak ket iga, contoh: Sucofindo, BPOM 3. Keluhan berkaitan dengan jadwal kedatangan barang diteruskan ke

95 8 bagian impor atau bagian pengiriman 4. Keluhan berkaitan dengan kondisi penerimaan barang diteruskan ke bagian ekspedisi d. Set iap keluhan yang masuk dit indaklanjut i maksimal 3 (tiga) hari setelah diterima oleh PT. Tatarasa Primatama e. Sales PT. Tatarasa Primatama menyampaikan perkembangan penyelesaian masalah kepada pelanggan di har i yang sama. f. Jika masih belum terselesaikan maka dicari penyelesaian yang disepakati oleh pihak customer dan pihak PT. Tatarasa Primatama untuk jalan keluarnya ( winwin solution.

96 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Keluhan PT. X pada Cetirizine HCl Pada tanggal 27 Mei 2013 PT Tatarasa Primatama menerima keluhan dari PT. Z. Keluhan tersebut terkait Cetirizine Hidroklorida BP yang diterima pada tanggal 22 Mei 2013 dengan no mor bets 2002CZ8RJ sebanyak 4 1 kg. Keluhan yang disampaikan adalah mengenai adanya perbedaan logo supplier pada kemasan produk dan sertifikat analisis. PT. X meminta klarifikasi dari PT. Tatarasa Primatama apakah terdapat perbedaan pada bahan baku tersebut berikut dengan Corrective Action Preventive Action (CAPA) mengenai permasalahan yang ada. 3.2 Monografi Cetirizine Hidroklorida (British Pharmacopoeia, 2008) Struktur kimia Kadar Gambar 3.1. Struktur kimia Cet irizine HCl 99,0 % hingga 100,5 % untuk bahan yang dikeringkan. Pemerian Serbuk putih atau agak putih. 9

97 10 Kelarutan Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam aseton dan met ilenklorida. Uji Identifikasi A. Spektrum infra merah dibandingkan dengan standar cetirizine dihidroklorida. B. Kromatografi lapis t ipis a. Larutan uji : larutkan 10 mg bahan dengan air dan encerkan hingga vo lume 5 ml air. b. Larutan pembanding (a): larutkan 10 mg standar cemaran cet irizine dihidroklorida dalam air dan diencerkan hingga volume 5 ml. Larutan pembanding (b) : larutkan 10 mg standar cemaran klorfeniramin maleat dalam air dan encerkan hingga vo lume 5 ml dengan air. Ke dalam 1 ml larutan ditambahnkan 1 ml larutan pembanding (a). Lempeng TLC silica gel GF 254. Fase gerak ammo nia, methano l, met ilen klorida (1:10:90 v/v/v). Volume penotolan 5 µl. Deteksi menggunakkan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Kesesuaian sistem larutan pembanding (b) : kromatogram menunjukkan 2 bercak yang terpisah Hasil bercak yang ada pada kromatogram berada pada posisi dan ukuran yang sama dengan bercak kromatogram larutan pembanding (a). Uji Larutan S Larutkan 1,0 gram bahan dalam air bebas karbon dioksida dan encerkan dengan pelrut yang sama hingga volume 20 ml.

98 11 Keasaman Keasaman Larutan S 1,2 hingga 1,8. Susut pengeringan Maksimum 0,5%, ditentukan dari 1,000 gram bahan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 o C Kadar abu Maksimum 0,2%, ditentukan dari 1,0 gram bahan Penetapan kadar Larutkan 0.1 g cetirizine HCl dalam 70 ml campuran larutan 30 vo lume air dan 70 vo lume aseton. Titrasi dengan 0,1 M natrium hidroksida. Tentukan titik akhir t itrasi secara potensio metri. 1 ml larutan natrium hidroksida 0,1 M ekivalen dengan mg cetirizine HCl Penyimpanan Lindungi dari cahaya. 3.3 Logo perusahaan Logo merupakan suatu bentuk komunikasi perusahaan untuk menceriminkan citra perusahaan yang hendak dikomunikasikan kepada publiknya (Agust ina, 2011). Saat ini peranan simbo l visual sebagai bentuk komunikasi sangat lah pent ing mengingat keberadaannya sangat tak t erbatas dalam kehidupan kita sehari-hari. Logo merupakan bagian dari identitas perusahaan yang dirancang terutama sebagai simbo l pembeda untuk dikenali di antara perusahaan-perusahaan lainnya, sebagai bentuk komunikasi yang mencerminkan nilai-nilai ideal suatu perusahaan yang sengaja dibentuk, dan memainkan peran yang sangat pent ing dalam benak konsumen, khususnya peran dalam menciptakan persepsi yang kuat tentang merek atau perusahaan, serta mempunyai arti pent ing karena dapat mengingatkan khalayak akan perusahaan tersebut (Anggoro, 2001). Ident itas perusahaan merupakan suatu bentuk visual dan ekspresi grafis dar i image suatu perusahaan yang diciptakan melalui suatu rancangan desain khusus yang berkenaan dengan perusahaan yang bersangkutan secara fisik. Desain ini

99 12 memiliki desain sedemikian rupa sehingga dapat mengingatkan khalayak akan perusahaan tertentu (Anggoro, 2001). Pada dasarnya logo, jika dikategorikan berdasarkan unsur pembentuknya terdiri dari: 1. Logotype Yaitu logo yang dibentuk hanya o leh huruf dan variasinya sedangkan gambar hanya digunakan sebagai pelengkap saja. Berikut contoh jenis logo Teks Base: Gambar 3.2. Contoh logotype 2. Logogram Tipe logo Logogram sering juga diklasifikasikan iconic logo dan logo ilustratif. Tipe logo seperti ini menjadikan sebuah gambar bentuk/desain utama dari logo tersebut. Berikut contoh jenis logo Tipe logo Logogram: Gambar 3.3. Contoh logogram 3. Gabungan antara Logotype & Logogram Yaitu sebuah logo yang dibentuk dengan penggabungan antara jenis Logotype & Logogram. Berikut contoh jenis logo gabungan Logotype & Logogram: Gambar 3.4. Contoh gabungan logotype dan logogram

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 2013 15 JULI 2013

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.1.3459 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 INDONESIA TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHA TAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.657, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Pemeriksaan Kesehatan. Calon Tenaga Kerja Indonesia. Pelayanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG PREKURSOR FARMASI Oleh Dra. Lia Marliana, Apt., M.Kes Kasubdit Pengawasan Prekursor Direktorat Pengawasan NAPZA Badan Pengawas Obat dan Makanan DASAR HUKUM

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT)

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) 1. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) Surat permohonan bermeterai Rp. 6.000,- ditujukan kepada Gubernur NTT Cq. Kepala KPPTSP Provinsi NTT dengan tembusan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM 2012, No.225 20 Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17 Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17 RUANG LINGKUP Prekursor Farmasi Ephedrine Ergometrine

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.1.3460 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN BAKU OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha No.712, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. LPK. Perizinan. Pendaftaran. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PERIZINAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat dan efisien,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI

Lebih terperinci