UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN NOVITASARI, S. Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi apoteker DIAN NOVITASARI, S. Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Dian Novitasari, S.Farm NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 28 Juni 2014 iv

4 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Dian Novitasari, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker - Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Periode 06 Januari 17 Februari 2014 Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi,. DEWAN PENGUJI Pembimbing I rs. Elon Sirait, Apt., M.ScPH ( ) Pembimbing II : Dr. Harmita, Apt ( Penguji I ( ) Penguji II ( ) Penguji III : ( Ditetapkan di : Depok Tanggal : iv

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 13 Februari Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang paling dalam kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi.. 2. Bapak Dr. Hayun, Apt. M.Si, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi dan 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution atas waktu, pikiran dan izin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada penulis. 7. Bapak Drs. Efrizon, Apt., selaku Kepala cabang KFTD Jakarta-1 atas izin iv

6 dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang. 8. Seluruh staf dan karyawan KFTD yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Demikian laporan PKPA ini disusun, dengan harapan tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih. Penulis 2014 v

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dian Novitasari, S.Farm. NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Periode 06 Januari 17 Februari 2014 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 28 Juni 2014 Yang menyatakan ( Dian Novitasari, S.Farm.) iii

8 ABSTRAK Nama : Dian Novitasari, S.Farm. NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Periode 06 Januari 17 Februari 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah memberikan pengetahuan langsung mengenai peran dan fungsi Apoteker dalam pengelolaan obat khususnya dalam pengadaan barang. Kata kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Pedagang Besar Farmasi PT. Kimia Farma. Tugas Umum : viii + 67 halaman; 20 lampiran Tugas Khusus : v + 25 halaman; 15 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 12 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 ( ) iii

9 ABSTRACT Name : Dian Novitasari, S.Farm. NPM : Program Study : Apothecary Profession Title : Report of Pharmacist Intership Program at PT. Kimia Farma Trading and Distribution on Period January 06 th February 17 th 2014 Pharmacist Internship Program (PIP) conducted at PT. Kimia Farma Trading and Distribution aims to understand the duties and functions of pharmacist at Trading and Distribution Division. While the purpose of the special task is to provide direct knowledge of the role and function of pharmacists in pharmacy management especially in supply product from principal. Keywords : Pharmacist Internship Program, PT. Kimia Farma Trading and Distribution General Assignment : viii + 67 pages; 20 appendixes Spesific Assignment : v + 25 pages; 15 appendixes Bibliography of General Assignment : 9 ( ) Bibliography of General Assignment : 3 ( ) vi

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN...iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar Farmasi Definisi PBF Landasan Hukum PBF Tugas dan Fungsi PBF Persyaratan PBF Tempat atau Lokasi Bangunan Perlengkapan PBF Apoteker Penanggung Jawab di PBF Tata Cara Perizinan PBF Pencabutan izin PBF Penyelenggaraan PBF Pengadaan Penyaluran Pelaporan Kegiatan PBF Larangan PBF Cara Dostribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Organisasi,Manajemen, Personalia Bangunan dan Peralatan Operasional Inspeksi Diri Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Dokumentasi Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Pelaporan Narkotika dan Psikotropika TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT. Kimia Farma Trading and Distribution vi

11 3.1.1 Sejarah Pendirian Perusahaan Visi dan Misi Visi Misi Strategi Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) Manajemen Operasional Manajemen Pengadaan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang Sasaran Indikator Manajemen Penyimpanan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang Sasaran Indikator Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Penjualan dan Pelayanan Barang Sasaran Indikator Manajemen Piutang Definisi Standar Operasional dan Prosedur Piutang Sasaran Indikator Manajemen Pembukuan Definisi Tujuan Standar Operasional dan Prosedur Pembukuan Sasaran Indikator Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penghasilan (PPh) HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tempat dan Waktu Kegiatan di KFTD Pengadaan Barang vii

12 4.2.2 Penerimaan Barang Penyimpanan Barang KFTD Cabang Jakarta KFTD Cabang Bogor KFTD Cabang Bekasi Penjualan Barang Penyiapan dan Pengemasan Barang Pengiriman Barang Proses Penagihan Piutang Dokumentasi KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN viii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Diagram pengadaan barang 36 Gambar 3.2 Diagram Penerimaan,Penyimpanan,dan Pengeluaran Barang 38 Gambar 3.3 Alur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang 38 Gambar 3.4 Contoh Alat Kontrol Penjualan 40 Gambar 3.5 Diagram Penjualan 42 Gambar 3.6 Diagram pengelolaan piutang 45 ix

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar 69 Lampiran 2 Surat Izin Pedagang Besar Farmasi 70 Lampiran 3 Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan 71 Lampiran 4 Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika 72 Lampiran 5 Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS) 73 Lampiran 6 Surat Pesanan ke Pihak III 74 Lampiran 7 Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang 75 Lampiran 8 Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang 76 Lampiran 9 Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang 77 Lampiran 10 Surat Pesanan Narkotika Model N.9 78 Lampiran 11 Faktur Pembelian ke Pihak III 79 Lampiran 12 Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III 80 Lampiran 13 Faktur Penjualan dari KFTD Cabang ke Pelanggan 81 Lampiran 14 Berita Acara Stok Opnama Faktur 82 Lampiran 15 Nota Inkaso (Sebagai Alat Tagih ke Pelanggan) 83 Lampiran 16 Laporan Distribusi Obat per Customer 84 Lampiran 17 Faktur Penjualan dari Pihak III 85 Lampiran 18 Surat Jalan dari Pihak III 86 Lampiran 19 Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navition) 87 Lampiran 20 Kartu Persediaan Barang (Kartu Stok Barang) 88 x

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan uuntuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012). Semua pihak yang terlibat dalam kegiatan distribusi obat dan/atau bahan obat di PBF bertanggung jawab untuk memastikan dan menjamin mutu obat dan/atau bahan obat sesuai dengan Farmakope Indonesia, mulai dari pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusiannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, agar tidak disalahgunakan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan serta memiliki pengetahuan dan telah mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat palsu ke dalam rantai distribusi. Sebagai mahasiswa program profesi apoteker, perlu adanya pemahaman tentang peran apoteker di PBF sehingga dapat meningkatkan fungsi dan peran apoteker dalam mengendalikan dan mengawasi distribusi obat dan alat kesehatan. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah salah satu industri yang bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat dan memegang peranan penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk yang berkhasiat obat. Oleh karena itu, bekerja sama dengan PT Kimia Farma Trading and Distribution yang bergerak dalam bidang distribusi dan penyaluran sediaan 1

16 2 farmasi dalam melaksanakan praktek kerja profesi apoteker pada tanggal 6 Januari 17 Februari Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa calon apoteker mendapatkan ilmu dan pengalaman kerja yang nantinya dapat diterapkan secara nyata dalam menjalankan perannya sebagai apoteker. 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Kimia Farma Trading and Distribution bertujuan untuk : a) Mengetahui dan memahami cara Distribusi Obat yang Baik di PT Kimia Farma Trading and Distribution. b) Memahami peran serta tanggung jawab apoteker di Pedagang Besar Farmasi (PBF).

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pedagang Besar farmasi (PBF) Definisi PBF Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011, pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yag memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF dan PBF cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan uuntuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012) Landasan Hukum PBF PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam : a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. b. Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. c. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. d. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. e. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. 3

18 Tugas dan Fungsi PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF dimana PBF memiliki tugas dan fungsi, yaitu sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. b. Memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. c. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan Persyaratan PBF Suatu PBF beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat maka seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan kepada CDOB Tempat atau Lokasi Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya Bangunan Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan, dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan, penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan

19 5 aman. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang, yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol akses yang memadai (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu serta harus dirancang dan dilengkapi sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu, harus disediakan area khusus seperti penyimpanan obat-obatan narkotika seperti yang telah ditetapkan dalam CDOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Perlengkapan PBF Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan yang harus dimiliki, yaitu peralatan penyimpanan obat dan perlengkapan administrasi. a. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi, lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer untuk pengiriman barang, dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah. b. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian, dan penyimpanan seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form retur, dan stempel PBF. c. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.

20 Apoteker Penanggung Jawab di PBF Manajemen puncak dalam fasiitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya, bertugas purna waktu, dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung jawab fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan maka harus dilakukan pendelegasian tugas kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung jawab (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya. Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumber daya, dan tanggung jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah memiiki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi atau Asisten Apoteker.

21 7 Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 35, 37, 52, 54): a. Memiliki keahlian dan kewenangan. b. Menerapkan Standar Profesi. c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional. d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) merupakan bukti tertulis yag diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjng untuk jangka waktu lima tahun selama masih memnuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan, yaitu sebagai berikut (Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 40): a. Memiliki ijazah Apoteker. b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker. d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. f. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebnyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang Apoteker yang akan bekerja sebagai Apoteker Penanggung Jawab (APJ) di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktik yag diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasiian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling

22 8 lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA, yaitu sebagai berikut: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN). b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi atau penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pasfoto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar. Pencabutan SIKA oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dapat dilakukan apabila: a. Atas permintaan yang bersangkutan. b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi. c. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin. d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter. e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. f. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Menurut Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik tahun 2012, Apoteker Penanggung Jawab (APJ) PBF memiliki tugas dan tanggung jawab, yaitu sebagai berikut: a. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.

23 9 c. Menyusun dan/atau menyetujui program latihan dasar dan pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi. d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat. e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif. f. Melakukan kuaifikasi dan persetujuan terhadap pemaok dan pelanggan. g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual. h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masingmasing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat. i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan. j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan. k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau memusnahkan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu Tata Cara Perizinan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan Formulir 1. Izin PBF berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.

24 10 b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab. d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksaan tugas dan fungsi PBF. f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan. g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut : a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas direktur/ketua. b. Susunan direksi/pengurus. c. Pernyataan komisaris/dewan pengaws dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi. d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. e. Surat Tanda Daftar Perusahaan. f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan. g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak. h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang. i. Peta lokasi dan denah bangunan. j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab. k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

25 11 Alur pengajuan perizinan Pedagang Besar Farmasi (PBF), yaitu sebagai berikut : a. Paling lama dalam waktuu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi keengkapan administratif. b. Peling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. c. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan Formulir 2. d. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan Formulir 3. e. Paling lama dalam 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan Formulir 4. f. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada poin (3), (4), (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyatan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan Formulir 5. g. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada poin (f), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.

26 Pencabutan Izin PBF Izin PBF dinyatakan tidak berlaku apabila: a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang; b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau c. Izin PBF dicabut Penyelenggaraan PBF Penyelenggaraan PBF diatur dalam Peraturan Menteri Keehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF yang menyebutkan bahwa PBF hanya dapat mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melasanakan pengadaan obat dari industrifarmasi dan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat. Selain itu, apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF. Jika terjadi pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambatlambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja. PBF dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Sertifikat CDOB akan diberikan pada PBF yang telah menerapkan CDOB. Setiap PBF wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai penelusuran kegiatan yang dilakukan oleh PBF dan untuk keperluan pemerisaan petugas yang berwenang.

27 Pengadaan Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri nonfarmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta didokumentasikan (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012) Penyaluran Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasiitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras). Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa ketentuan, yakni meliputi : a. Penyaluran Obat 1) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. 2) PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteer penanggung jawab.

28 14 b. Penyaluran Narkotika Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. c. Penyaluran Psikotropika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh: 1) Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. 2) Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. Psikotropika golongan 1 hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan. Sedangkan psikotropika yang digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan yang bersangkutan. Ekspor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan impor psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta lembaga penelitian atau lembaga pendidikan.

29 Pelaporan Kegiatan PBF Setiap PBF wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali namun dapat diminta setiap saat, meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas kesehatan Provinsi, dan Kepala Balai POM. Setiap PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan tersebut dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, laporan tersebut harus dapat diperiksa oleh petugas yag berwenang Larangan PBF Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, terdapat beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan di PBF, yaitu : a. Setiap PBF dilarang menjual obat secara eceran. b. Setiap PBF dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter. 2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis protes distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan

30 16 manajemen, dan manajemen risiko mutu. Dalam suatu organisasi harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara remi oleh manajemen. Sistem mutu harus memastikan bahwa: a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB. b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas. c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang sesuai. d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan. e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan di selidiki. f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action) atau CAPA yang tepat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen risiko mutu. Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu yang meliputi penilaian terhadap pihak yang ditunjuk, penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi, dan pemantauan dan pengkajian secara teratur. Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup pengukuran pencapaian sasaran, penilaian indikator kinerja, peraturan, pedoman dan hal baru yang berkaitan dengan mutu, inovasi, perubahan iklim usaha dan bisnis. Bagian terakhir dalam manajemen mutu adalah manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan, mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.

31 Organisasi, Manajemen, Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalaninya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Didalam perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu ditetapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene, dan pakaian kerja Bangunan dan Peralatan Fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat meliputi gedunggedung, gudang dan penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan bangunan dan peralatan sesuai CDOB yaitu sebagai berikut: a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat.

32 18 b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut. c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan. d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban, dan pencahayaan yang dipersyaratkan. e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika). f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obatyang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau leakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan, dan padatan mudah menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. g. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai. h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alam dan kontrol akses yang memadai. i. Harus tersedia prosedur tertulis yag mengatur personil termasuk personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obatdi area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan kemungkinan obat dan/atau bahan obatdiberikan kepada pihak yang tidak berhak.

33 19 j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. k. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), persyaratan peralatan sesuai CDOB adalah : a. Semua peralatan harus didesain untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller. b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi perlaatan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempegaruhi obat dan/atau bahan obat. d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai distribusi Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Bagian operasional terdiri dari proses penerimaan, penyimpanan, pemisahan, pemusnahan, pengambilan, pengemasan, dan pengiriman obat dan/atau bahan obat. Proses penerimaan obat dan/atau bahan obat ditujukan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan obatyang diterima benar, berasal dari

34 20 pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh konsumen. Selain itu, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari saran transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup, fisik, dan fitur kemasan serta label kemasan. Proses penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan perundnag-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memnungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan dilantai. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik

35 21 untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidka memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah da terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan sistem FEFO. Nomor batch obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa. Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi, dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau berhak untuk keperluan khusus seperti penelitian, special access, dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama, dan alamat pemasok, nama dan

36 22 alamat pemesan atau penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu ditelusuri. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurangkurangnya informasi, yaitu sebagai berikut : a. Tanggal pengiriman; b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik); c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat misalnya nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika perlu); d. Nomor batch dan tanggal kedaluwarsa; e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat yaitu jumlah kontainer dan kuantitas perkontainer (jika perlu); f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman; g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap sistem. Inspeksi diri dilakukan untuk mengukur kinerja dan mengetahui apakah sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri di lembaga distribusi obat dilakukan secara periodik. Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman, dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi dir harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu namun tidak bisa dijadikan

37 23 sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabknya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan Kembali Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika: a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan. b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang. d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asalusul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu. Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut

38 24 dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udar atau kombinasi diatas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi. Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliiputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan kemasan khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua

39 25 kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut Dokumentasi Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut CDOB, dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut: a. Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem dokumentasi perjalanan distribusi. c. Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka dokumentasi harus tertulis jelas. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi, yaitu sebagai berikut: a. Tanggal;

40 26 b. Nama obat dan/atau bahan obat; c. Nomor batch; d. Tanggal kedaluwarsa; e. Jumlah yang diterima/disalurkan; f. Nama dan alamat pemasok/pelanggan. Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung sehingga mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnya tahun dari tanggal pembuatan dokumen. Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiap obat dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusu untuk bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sitem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.

41 Pelaporan Kegiatan di PBF ke Institusi Terkait Menurut pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi: a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan pernerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. c. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang Pelaporan Narkotika dan Psikotropika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pasal 14 ayat 2 Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Dokumen pelaporan mengenai narkotika yang berada dibawah kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dsimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar pemerintah setiap waktu dapat mengetahui tentang persediaan narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan

42 28 tahunan narkotika. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 912/MENKES/PER/VIII/1997 tentang kebutuhan dan pelaporan psikotropika. Pasal 7 ayat 1 pabrik obat dan pedagang besar farmasi yang menyalurkan psikotropika wajin mencatat dan melaporkan psikotropika setiap bulan denga menggunakan formulir laporan penyaluran psikotropika.

43 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 PT Kimia Farma Trading and Distribution Sejarah Pendirian Perusahaan Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma, 2012). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk.. Bersamaan dengan perubahan tersebut, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia. Bisnis Kimia Farma meliputi antara lain: a. PT Kimia Farma Tbk. (Holding) PT Kimia Farma Tbk. dibentuk pada tanggal 16 Agustus 1971 dengan jalur usaha pelayanan kesehatan. Sebagai perusahaan publik sekaligus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kimia Farma 29

44 30 berkomitmen penuh untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. PT Kimia Farma Tbk., merupakan sebuah perusahaan pelayanan kesehatan yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu industri, marketing, retail, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Pada tanggal 4 januari 2003 PT Kimia Farma Tbk. membentuk 2 anak perusahaan yaitu: PT Kimia Farma Health and Care dan PT Kimia Farma Trading and Distribution. b. Anak Perusahaan (Subsidiaries) Anak perusahan dari PT Kimia Farma Tbk. Antara lain: 1) PT Kimia Farma Apotek Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003 dengan jalur usaha Farmasi. Pada akhir tahun 2012 PT Kimia Farma Apotek (KFA) mengelola sebanyak 412 apotek, 64 klinik kesehatan dan 33 laboraturium klinik. KFA menyediakan layanan kesehatan yang terintegrasi meliputi layanan farmasi (apotek), klinik kesehatan, laboraturium klinik dan optik, dengan konsep One Stop Health Care Solution (OSHcS) sehingga memudahkan masyarakat mendapatkan layanan berkualitas. Pelayanan farmasi menggunakan standar Good Pharmacy Practice (GPP) yaitu standar internasional yang diterbitkan oleh The International Pharmaceutical Federation serta standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Pelayanan Kefarmasiaan di Apotek. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja KFA adalah orang, yang sebagian besar tenaga apoteker yang memiliki sertifikat kompetensi dari organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan didukung oleh Asisten Apoteker yang terlatih. 2) PT Kimia Farma Trading and Distribution Perusahaan ini dibentuk pada tanggal 4 Januari 2003, dengan jalur usaha distribusi obat dan alat kesehatan. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) sebelumnya merupakan divisi yang bergerak dibidang yang sama, yaitu

45 31 perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu pengalamannya bukan baru sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT Kimia Farma Tbk. sendiri. Sebelum menjadi perusahaan tersendiri, PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dahulu merupakan divisi Pedagang Besar Farmasi (PBF) dari PT Kimia Farma Tbk. yang memiliki tugas utama mendistribusikan produk- produk farmasi yang diproduksi PT Kimia Farma Tbk. ke channel-channel yang tersebar di seluruh nusantara. Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian produk-produk PT Kimia Farma Tbk. sejak tahun 1917, pada tanggal 4 Januari 2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini kemudian berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT Kimia Farma Trading and Distribution, yang berbasis Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi. PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) adalah anak perusahaan PT Kimia Farma Tbk. yang didirikan berdasarkan akta pendirian No. 07 tanggal 4 Januari 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Imas Fatimah, S.H di Jakarta dan telah diubah dengan akta No.42 tanggal 22 April 2003 yang dibuat di hadapan Notaris Nila Noordjasmani Soeyasa Besar, S.H. Akta ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No: C HT TH 2003 tanggal 1 Mei Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 44 kantor cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang kelas 3) dengan wilayah operasinya mulai dari Aceh sampai dengan Jayapura, jumlah salesman 450 orang dan armada pengantar roda 4 (mobil box) 477 unit dan pengantar roda 2 (motor box) 292 unit. Jaringan distribusi ini melayani lebih dari 31 rekanan principal, memenuhi kebutuhan sekitar apotek, Pedagang Besar Farmasi (PBF), toko obat, 106 horeka (hotel restoran karaoke), rumah sakit, pasar tradisional dan pasar modern.

46 Visi dan Misi Visi Menjadi perusahaan terkemuka dibidang distribusi dan perdagangan produk kesehatan (to be the greatest trading and distribution company) Misi Misi PT Kimia Farma Tbk., yaitu sebagai berikut: a. Meningkatkan jumlah jaringan distribusi produk kesehatan baik produk sendiri maupun principal pihak ketiga. b. Meningkatkan perdagangan dan pengadaan produk kesehatan di pasar institusi. c. Meningkatkan perdagangan alat kesehatan dan diagnostik keagenan atau private label Strategi Dalam menjalankan kegiatannya, strategi yang diterapkan antara lain, yaitu sebagai berikut: a. Cost leadership guna menciptakan comparative advantages. b. Product differentiation jenis produk unggulan guna meningkatkan competitive advantages Sistem Pengadaan dan Pendistribusian Barang Sesuai dengan anggaran dasarnya, perusahaan melakukan usaha dalam bidang Distribusi dan Perdagangan, yang produknya meliputi produk farmasi dan alat kesehatan. Principal meliputi principal perusahaan induk (PT Kimia Farma Tbk) sebesar 60% dan principal pihak ketiga 40%, seperti Biofarma, Janssen, Otsuka, Daria Varia, Rohto, Novartis, dan lain-lain. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk non-principal. Di bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD menangani kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender.

47 Jenis Pelanggan KFTD (Channel Distribution) Sesuai dengan jenis penjualannya, Pelanggan KFTD terdiri dari : a. Pelanggan reguler adalah pelanggan yang membeli produk secara rutin, tanpa melalui pelelangan (tender). Sesuai dengan Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang PBF, pelanggan reguler terdiri dari: 1) Pedagang Besar Farmasi (PBF) 2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit 3) Puskesmas 4) Klinik 5) Apotek 6) Toko obat b. Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. c. Pada privatisasi tahap I saham yang lepas adalah sebanyak 9% dengan rincian 3% untuk program Kepemilikan Saham Karyawan dan Manajemen (KSKM) PT Kimia Farma, dan sebanyak 6% untuk masyarakat umum. d. Pelanggan Institusi adalah pelanggan yang membeli produk secara paket melalui pelelangan terbuka (tender) atau penunjukan langsung. Sesuai dengan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, pelanggan institusi terdiri dari: 1) Kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja, dan sebagainya) 2) Lembaga (BKKBN, BPOM, Universitas, dan sebagainya) 3) Satuan kerja perangkat daerah (Dinas kesehatan) 4) Institusi (Rumah Sakit)

48 Manajemen Operasional Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsi-fungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan, untuk mencapai tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda antara fungsi kegiatan yang dengan yang lainnya, karena pada setiap fungsi kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda. a. Fungsi kegiatan pembelian, yaitu memperoleh harga beli barang yang efisien dan menjaga ketersediaan (availability) barang. b. Fungsi kegiatan pengelolaan barang di gudang (warehousing), yaitu menjaga kondisi kualitas barang sesuai persyaratan Farmakope, tidak rusak dan tidak hilang. c. Fungsi kegiatan penjualan dan pelayanan, yaitu memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan jumlah pelanggan (customer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (customer rate retention). d. Fungsi kegiatan pengelolaan piutang (accounting), untuk menjaga likuiditas keuangan dan aliran kas (cash flow) yang sehat. e. Fungsi kegiatan pembukuan atau tata usaha, yaitu menyajikan laporan yang tepat waktu, isi dan guna agar dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat Manajemen Pengadaan Definisi Pengadaan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan menyediakan produk atau material yang berasal dari supplier yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan organisasi dalam waktu tertentu dan dengan harga yang paling murah. (Bowersox, Closs, dan Cooper, 2010) Tujuan Manajemen pengadaan dilakukan untuk memastikan ketersediaan barang di gudang serta memastikan efisiensi dari pergerakan produk. (Ballou, 2004)

49 Standar Operasional dan Prosedur Pengadaan Barang Tahapan dalam melakukan pengadaan barang di KFTD adalah sebagai berikut: a. Membuat daftar rencana pembelian barang Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung buffer stock dan kebutuhan level stock per item barang setiap bulan berdasarkan data historis, lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya. b. Membuat kontrak pembelian barang Petugas pembelian melakukan perjanjian kontrak pembelian barang dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang. c. Mengeksekusi pembelian barang Petugas pembelian menyiapkan Surat Pesanan (SP), ditandatangani oleh penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan SP ke principal atau pemasok. d. Menerima dan memeriksa barang Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) petugas gudang. e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan faktur pembelian ke fungsi tata usaha (TU). f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan hutang di kartu hutang lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap bulannya.

50 36 Gambar 3.1. Diagram pengadaan barang Sasaran Sasaran mutu dari manajemen pengadaan yaitu memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien) serta dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level) 100% Indikator Indikator yang digunakan untuk mencapai sasaran diatas adalah sebagai berikut: a. Harga pokok penjualan (HPP) 1) Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2) Jika HPP yang diperoleh > dari HPP tahun lalu (PBF pesaing), maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik. b. Service level 1) Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. 2) Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik.

51 Manajemen Penyimpanan Definisi Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat Tujuan Tujuan adanya manajemen penyimpanan ialah untuk memastikan bahwa obat atau bahan obat yang disimpan sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasi Standar Operasional dan Prosedur Penerimaan, Penyimpanan, dan Pengeluaran Barang a. Menerima barang di transito in 1) Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, di ruang transito in. 2) Membuat tanda terima barang (stempel atau paraf) di faktur pembelian. 3) Menyimpan dan memasukkan data barang pada sistem informasi. b. Menyimpan barang 1) Petugas logistik memasukkan barang dari ruang transito in ke ruang penyimpanan sesuai dengan lokasinya masing masing barang. 2) Mencatat barang masuk di sistem informasi dan masing masing kartu barangnya. 3) Melaporkan penerimaan barang ke TU sebagai pembelian dan hutang. c. Mengeluarkan barang dari gudang 1) Petugas logistik berdasarkan SP dan faktur penjualan dari fakturis, mengeluarkan barang dari gudang ke transito out. 2) Mencatat mutasi barang di kartu barang dan sistem informasi. 3) Mencatat penyerahan barang dari gudang ke pengantar barang di buku ekspedisi hantaran barang dan meminta paraf pengantar barang. 4) Memeriksa kembali penyerahan barang dari pengantar barang ke pelanggan melalui faktur yang ada tanda terima dari pelanggan.

52 38 d. Membuat laporan mutasi barang di gudang 1) Petugas gudang membuat laporan mutasi barang. 2) Petugas gudang menghitung saldo barang setiap periode tertentu (1 bulan, 3 bulan), lalu membuat berita acara stock opname barang kemudian mengirim laporan tersebut ke fungsi TU. Gambar 3.2. Diagram penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang Gambar 3.3. Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang

53 Sasaran Sasaran dari manajemen penyimpanan ialah mencegah kehilangan dan kerusakan barang atau kedaluwarsa Indikator a. Jika jumlah barang hilang dan rusak > dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan berfungsi dengan baik. b. Jika jumlah barang hilang dan rusak < dari angka kebijakannya, maka fungsi pergudangan tidak berfungsi dengan baik Manajemen Penjualan dan Pelayanan Definisi The American Marketing Association mendefinisikan marketing sebagai aktifitas dan proses menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan dan saling memberikan penawaran yang memiliki manfaat bagi pelanggan. (Czinkota dan Ronkainen, 2010) Tujuan Tujuan dari manajemen penjualan ialah untuk memperoleh pertumbuhan penjualan (sales growth) dan pertumbuhan jumlah pelanggan (costumer growth) serta untuk mempertahankan pelanggan yang loyal (costumer rate retention) Standar Operasional dan Prosedur Penjualan dan Pelayanan Barang a. Melakukan pengecekan SP terhadap status umur hutang pelanggan yang lebih dari 2 bulan 1) Salesman mengunjungi pelanggan yang tidak bermasalah (tidak memiliki hutang > 2 bulan), secara rutin. 2) Salesman menawarkan produk ke pelanggan (jumlah item dan SKU s) melalui program program dari principalnya, seperti program diskon dan bonus. 3) Salesman mengambil SP dari pelanggan dan memeriksa status umur hutang yang > 2 bulan, mencatat statusnya (ok atau tidak ok).

54 40 4) Salesman menyerahkan SP ke fakturis untuk dibuatkan fakturnya. Gambar 3.4. Contoh alat kontrol penjualan b. Pembuatan faktur atas SP pelanggan 1) Fakturis mengecek kebenaran data dan alamat pelanggan melalui sistem informasi dan mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 2) Fakturis membuatkan faktur penjualan barangnya. 3) Fakturis menyerahkan faktur dan SP pelanggan ke fungsi logistik. c. Menyiapkan barang pesanan pelanggan 1) Petugas logistik mengeluarkan barang atas pesanan pelanggan berdasarkan faktur dan SP, dan mencatat mutasi barang di kartu barang. 2) Petugas mengecek kesesuaian barang dengan faktur dan SP kemudian mencatat statusnya (ok atau tidak ok). 3) Petugas mencatat jumlah barang yang dikeluarkannya sesuai dengan nama pelanggan di sistem informasi. 4) Petugas memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang. 5) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. d. Memindahkan barang pesanan ke transito out 1) Petugas gudang memindahkan barang yang siap dikirim ke ruang transito out dan mencatat di buku ekspedisi pengeluaran barang gudang 2) Petugas membuat tanda terima penyerahan barang ke pengantar barang di buku ekspedisi pengeluaran barang. e. Menyerahkan barang ke petugas hantaran 1) Petugas gudang menyerahkan barang yang siap antar kepada petugas hantaran.

55 41 2) Petugas hantaran mencatat seluruh barang pesanan di buku ekspedisinya. f. Mengirim barang ke pelanggan 1) Petugas hantaran barang mengirim barang ke pelanggan 2) Petugas hantaran barang meminta tanda terima barang dari pelanggan dan mencatat status penerimaannya (ok atau tidak ok). 3) Petugas hantaran barang menyerahkan tanda terima barang ke fungsi logistik. g. Memvalidasi pengeluaran barang 1) Petugas logistik memvalidasi pengiriman barang ke pelanggan di sistem informasi sebagai barang keluar. 2) Petugas logistik menyerahkan faktur penjualan yang telah ada tanda terima dari pelanggan dan SP ke fungsi TU. h. Mencatat hasil penjualan barang ke pelanggan 1) Petugas administrasi penjualan TU memasukkan data pengiriman barang di sistem informasi sebagai penjualan berdasarkan faktur dan SP yang telah ada TT nya dari pelanggan. 2) Petugas administrasi penjualan TU juga memasukkan ke sistem informasi hasil penjualan tersebut. 3) Petugas administrasi penjualan menyerahkan SP dan faktur penjualan ke administrasi inkaso. i. Menyimpan faktur dan penyerahan faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih 1) Petugas administrasi inkaso memasukkan data penjualan di kartu piutang berdasarkan faktur dan SP yang telah ada tanda terimanya dari pelanggan ke dalam sistem informasi. 2) Petugas administrasi inkaso menyimpan faktur penjualan dan membuat daftar tanggal jatuh temponya ke sistem informasi. 3) Petugas administrasi inkaso akan menyerahkan faktur tagihan ke juru tagih sesuai dengan daftar tagihan yang telah jatuh tempo untuk ditagihkan ke pelanggan.

56 42 Gambar 3.5. Diagram penjualan Sasaran Sasaran yang ingin dicapai pada penjualan ialah mencapai target penjualan dan service level yang ditentukan Indikator a. Jika penjualannya > target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik. b. Jika penjualannya < target atau dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik. c. Jika service levelnya = 100 % atau > baik dari tahun lalu, maka fungsi pelayanannya berfungsi dengan baik. d. Jika service levelnya < 100 %, maka fungsi pelayanannya tidak berfungsi dengan baik.

57 Manajemen Piutang Definisi Piutang adalah hak atau tuntutan terhadap debitur yang timbul karena penjualan barang atau jasa secara kredit (bukan secara tunai). Biasanya merupakan activa lancar. (current asset) (Horngren, 2004) Standar Operasional dan Prosedur Piutang a. Penyerahan faktur tagihan dari fungsi TU ke administrasi Inkaso 1) Administrasi penjualan menerima dokumen penjualan kredit (faktur yang sudah ada tanda terima dari pelanggan beserta SP) dari fungsi gudang. 2) Administrasi penjualan mengelompokkan dokumen penjualan kredit sesuai dengan nama-nama pelanggannya dan mencatat di kartu piutang per pelanggan. 3) Administrasi penjualan membukukan penjualan kredit per pelanggan di sistem informasi (komputer). 4) Administrasi penjualan pada awal bulan merekap hasil penjualan kredit dan membuatkan rekap tagihan per pelanggan lalu menyerahkan ke administrasi inkaso. b. Penyerahan faktur tagihan dari administrasi inkaso ke juru tagih 1) Adminsitrasi inkaso memeriksa dan menerima penyerahan fisik faktur tagihan dan membuat tanda terima di buku ekspedisi penyerahan faktur dari administrasi penjualan. 2) Administrasi inkaso mencatat piutang masuk di sistem informasi (kartu piutang) per pelanggan. 3) Adminsitrasi inkaso membuat rencana penagihan berdasarkan tanggal jatuh temponya. 4) Administrasi inkaso menyerahkan sejumlah faktur yang telah jatuh tempo ke juru tagih disertai dengan nota inkaso (dokumen tanda penyerahan faktur tagihan ke juru tagih). c. Penyerahan faktur tagihan dari juru tagih ke pelanggan 1) Juru tagih menerima faktur tagihan dari administrasi inkaso disertai

58 44 tanda terima di nota inkaso. 2) Juru tagih menyerahkan faktur yang telah jatuh tempo ke pelanggan. 3) Pelanggan menerima faktur dan membayar hutangnya dengan 3 kemungkinan yaitu: a) Dibayar lunas (100 %) b) Dibayar sebagian c) Hanya membuat tanda terima faktur dan pembayaran pada tanggal berikutnya d. Penyetoran dan pelaporan uang hasil tagihan 1) Juru tagih menyetorkan uang hasil tagihan pada hari yang sama (sore hari) ke fungsi keuangan dengan meminta tanda terima setortan uang tagihan di nota inkaso, jika pelanggan membayar 100 % lunas atau sebagian lunas. 2) Juru tagih melaporkan dan menyerahkan kembali hasil dokumen alat tagih ke administrasi inkaso dengan tiga keterangan: a) Dibayar lunas (100 %) oleh pelanggan. b) Dibayar sebagian oleh pelanggan dengan melampirkan bukti sebagian pembayarannya di balik faktur aslinya. 3) Ditunda oleh pelanggan dengan melampirkan bukti tanda terima faktur dari pelanggan dan keterangan tanggal akan dibayar oleh pelanggan. 4) Administrasi inkaso menerima laporan dari juru tagih dan menyimpan kembali faktur faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas dibrankas. 5) Administrasi inkaso menyerahkan kembali faktur tagihan atau tanda terima faktur yang belum lunas ke juru tagih untuk ditagihkan kembali ke pelanggan sesuai janji. e. Konfirmasi piutang ke pelanggan 1) Administrasi inkaso membuat data mutasi piutang per pelanggan pada setiap awal bulan. 2) Administrasi inkaso membuat surat konfirmasi setiap bulan tentang jumlah hutang kepada setiap pelanggan.

59 45 3) Bagi pelanggan yang tidak menjawab surat konfirmasi tersebut, maka angka hutang pelanggan yang dibuat apotek yang dianggap benar. Gambar 3.6. Diagram pengelolaan piutang Sasaran Sasaran yang ingin dicapai ialah mencegah kehilangan faktur dan pencurian uang hasil tagihan Indikator a. Jika tingkat kehilangan faktur atau pencurian uang hasil tagihan = 0 %, maka administrasi inkaso berfungsi dengan baik. b. Jika tingkat kehilangan atau pencurian uang hasil tagihan > 0, maka administrasi inkaso tidak berfungsi dengan baik.

60 Manajemen Pembukuan Definisi Manajemen pembukuan adalah cara mengelola pembukuan atau pencatatan (accounting) dan pengikhtisaran seluruh transaksi dagang dan keuangan serta penganalisaan, pembuktian dan pembuatan laporan. Di Indonesia istilah (bagian) pembukuan yang terdapat di suatu perusahaan juga dikenal dengan nama tata usaha yaitu fungsi kegiatan yang bertugas melakukan pencatatan, pemeriksaan, pembuatan laporan dan pengarsipan (Said, 2013) Tujuan Pembukuan dibutuhkan untuk menyimpan seluruh kegiatan perusahaan dan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan Tujuan utama kegiatan pembukuan di PBF adalah agar seluruh transaksi keuangan dapat didokumentasikan sesuai dengan urutan peristiwa atau kejadian dan besarannya, sehingga dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan benar dan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan (Menteri Pekerjaan Umum, 2013) Standar Operasional dan Prosedur Pembukuan Adapun proses pembuatan laporan akuntansi keuangan terdiri: a. Mengumpulkan seluruh dokumen transaksi b. Mencatat seluruh data transaksi ke buku jurnal c. Memindahkan dari buku jurnal ke buku besar (posting) d. Mencocokkan (judgment) terhadap informasi terakhir e. Menyususun (reporting) laporan dari data buku besar f. Menutup buku besar dan membuat laporannya g. Mengirimkan laporan ke pihak yang membutuhkan h. Mengarsipkan (filing) Sasaran Sasaran yang ingin dicapai ialah menyajikan laporan keuangan tepat isi dan tepat waktu.

61 Indikator a. Jika laporan keuangan dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU berfungsi dengan baik. b. Jika laporan keuangan tidak dapat dibuat dan disajikan tepat isi dan waktu sesuai tanggal yang ditetapkan, maka TU tidak berfungsi dengan baik. 3.3 Pajak Jenis pajak yang dikelola di bagian tata usaha PT Kimia Farma Trading and Distribution antara lain pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas : a. Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha b. Impor barang kena pajak c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yg meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen. Barang kena pajak adalah barang yang dikenakan pajak. Dalam PPN dikenal pula istilah diantaranya yaitu : a. Pajak keluaran yaitu, PPN terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena

62 48 pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada pelanggan terhadap transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak. b. Pajak masukan yaitu, PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha kena pajak karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses pembelian barang kepada pihak principal pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak (SSP). Faktur pajak yaitu, bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Faktur pajak dalam hal ini dibundel menjadi satu bersama dengan faktur penjualan. Faktur pajak pelanggan akan dikelola oleh pihak KFTD pusat Pajak Penghasilan (PPh) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya dan bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang dimaksud yaitu pegawai yang dikenakan pajak meliputi pegawai tetap dan tidak tetap yang jumlah nominal kena pajaknya disesuaikan dengan statusnya antara kawin, kawin dengan memiliki anak dan memiliki tanggungan terhadap anak serta status tidak kawin. Berdasarkan PMK No. 162/PMK.011/2012 besarnya pajak yang dibayarkan dalam satu tahun yaitu Rp ,- untuk pegawai dengan status tidak kawin, Rp ,- untuk pegawai dengan status kawin dan untuk status kawin dengan tanggungan anggota keluarga berupa anak, jumlah anak yang ditanggung maksimal tiga orang. Sedangkan Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini yaitu KFTD, dikenakan pajak pula atas badan usaha dengan penghasilan yang diterima atau diterimanya selama satu tahun pajak. Jumlah nominal pajak yang dikenakan

63 49 berdasarkan dari jumlah pemasukan yang didapat selama satu tahun. Dalam hal pengelolaan pajak diambil alih oleh KFTD pusat, sedangkan besarnya nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke Direktorat Jenderal Pajak dihitung oleh KFTD di cabang masing-masing di bagian tata usaha.

64 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi PT Kimia Farma Trading and Distribution (PBF KFTD) dilaksanakan di tiga cabang KFTD, yaitu KFTD cabang Jakarta-1 yang merupakan KFTD cabang kelas 3 yang terletak di Kompleks Perkantoran Majapahit, Jalan Majapahit No. 20, Jakarta Pusat, KFTD cabang Bogor yang merupakan KFTD cabang kelas 2 yang terletak di Jalan Tentara Pelajar No. 2, Bogor, dan KFTD cabang Bekasi yang merupakan KFTD cabang kelas 3 yang terletak di Ruko Kalimas, Jalan Chairil Anwar Blok C No. 12, Bekasi Timur. PKPA di KFTD cabang dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Februari 2014 setiap hari Selasa hingga hari Jumat. Pada hari Senin dilakukan perbekalan materi di KFTD pusat yang terletak di Jalan Budi Utomo No. 1 Jakarta Pusat. 4.2 Kegiatan di KFTD KFTD sebagai distributor sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan memiliki pelanggan di berbagai tempat, seperti institusi pemerintahan, instalasi farmasi rumah sakit, pedagang besar farmasi lainnya, apotek, toko obat, toko kosmetik, rumah bersalin, grosir, modern market, horeka (hotel, restoran, dan karaoke), dan lain-lain. Produk yang didistribusikan pun beragam, seperti obatobat reguler yang dijual bebas, obat keras yang memerlukan resep dokter, obat OTC (Over The Counter), Obat Generik Berlogo (OGB), obat narkotika & psikotropika, obat prekursor, vitamin, kosmetika, bahan baku, dan alat kesehatan. Untuk daerah pendistribusian produk, KFTD cabang Jakarta-1 berpusat di Jakarta Barat, sebagian wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, seperti daerah Cengkareng, Pluit, Muara Karang, Tomang, Slipi, Grogol, Pasar Pagi, Glodok dan lain-lain. Daerah pendistribusian produk untuk KFTD cabang Bogor, meliputi Rayon I dan Rayon II, yakni region dalam Kota Bogor dan daerah-daerah lain di sekitar Kota Bogor, yaitu Ciawi, Leuwiliang, Sukabumi, dan 50

65 51 Depok. Daerah pendistribusian produk untuk KFTD cabang Bekasi, meliputi Wilayah Kota Bekasi, yaitu Bekasi Timur, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, Bekasi Utara, Pondok Gede, dan lain-lain; Kabupaten Bekasi, yaitu Cibitung, Cikarang; dan Karawang, yaitu Cikampek. Di KFTD terdapat seorang Apoteker Penanggung Jawab (APJ) yang bekerja secara purnawaktu sesuai dengan peraturan dan persyaratan di dalam CDOB. Seorang APJ bertanggung jawab dalam menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu pada fasilitas pendistribusian. APJ KFTD cabang Jakarta-1 bernama Erni Wahyuningsih, S.Si., Apt., dengan No. STRA: /STRA-ISTN/2006/ APJ KFTD cabang Bogor bernama Zilfia Mutia Ranny, Apt., dengan No. STRA: /STRA-UI/ APJ KFTD cabang Bekasi bernama Drs. Abdul Wahid, Apt., dengan No. STRA: /STRA-UNAI/1987/ Pengadaan barang Pengadaan barang di ketiga cabang KFTD didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu pada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock di gudang. Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang, yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan sebelumnya atau 3 bulan sebelumnya. Sebagai contoh pada KFTD cabang Bekasi, sebelum melakukan pemesanan atau pengadaan barang untuk bulan Februari, petugas logistik khusus bagian pembelian (Ahmad Bustommy) melihat laporan penjualan 3 bulan sebelumnya, yaitu bulan November, Desember dan Januari. Umumnya untuk barang yang dinilai laku (fast moving) yang merupakan produk pareto top 10 item dalam hal penjualan, barang akan selalu dipasok oleh pihak distributor sentral yang disebut Unit Bisnis Logistik (UBL) atau Unit Logistik Sentral (ULS) sehingga dalam perencanaan pengadaan di cabang cukup diperhatikan kondisi stoknya saja, ketika sudah berada di bawah stok level rata-rata penjualan perminggunya, maka dilakukan pemesanan. Sedangkan untuk barang yang kurang laku tidak perlu dilakukan pengadaan kembali pada saat itu, tetapi ketika stock barang mencapai minimal stock.

66 52 Pengadaan dilakukan oleh petugas logistik pembelian kepada pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusat sebagai pemasok yang sah dalam pembelian, yaitu Principal Perusahaan Induk (PT Kimia Farma Tbk.) yang memasok Obat Generik Berlogo (OGB), obat Over The Counter (OTC), kosmetika, dan obat narkotika & psikotropika; Principal Pihak III (industri farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat), seperti PT Biofarma, PT Indofarma Global Medika, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT Darya Varia, PT Kasa Husada, PT Orang Tua, PT Intergastra, PT Janssen, PT Otsuka, dan lain-lain; dan Principal Lokal yaitu industri farmasi dan PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang dengan persetujuan KFTD pusat. Principal Lokal pada KFTD cabang Jakarta-1 meliputi PT Rajawali, PT Ahmadaris, dan Warung Stamina; pada KFTD cabang Bogor, meliputi PBF Merapi, PBF APL; dan pada KFTD cabang Bekasi, meliputi PT Novapharin, PT Dexa medica, PT Kalbe Farma, PT Sido Muncul, dan PT Frisian Flag. Pengadaan ke Principal Perusahaan Induk melalui Unit Bisnis Logistik (UBL) atau Unit Logistik Sentral (ULS) yang terletak di Kawasan Industri Pulogadung Jalan Rawagelam V No. 1, Jakarta Timur, dilakukan seminggu sekali, yaitu setiap hari Rabu untuk KFTD cabang Jakarta-1, dan hari Senin untuk KFTD cabang Bogor dan Bekasi. Pengadaan ke principal Pihak III dan Principal Lokal di ketiga cabang dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pemesanan barang dilakukan menggunakan Surat Pesanan (SP): SP ke UBL, SP ke Principal Pihak III, dan SP ke Principal Lokal. Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika. Untuk pemesanan produk narkotika, satu SP dibuat hanya untuk satu jenis barang yang dipesan, sedangkan untuk pemesanan barang lainnya, dapat dibuat dalam satu SP saja. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian pembelian ditandatangani oleh Supervisor Logistik, APJ PBF, dan Kepala Cabang disertai dengan stempel KFTD cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui kemudian difaksimile ke nomor faksimile masing-masing principal untuk dipesan, lalu diarsipkan. Untuk SP asli narkotika yang telah difaksimile ke ULS, akan diberikan ke ULS ketika

67 53 penerimaan barang. Pada KFTD cabang bekasi SP narkotika tersebut dikirim segera ke ULS melalui pos Penerimaan Barang Kegiatan penerimaan barang dilakukan di ruang penerimaan (transito in). Alur penerimaan barang di KFTD cabang Jakarta-1 dan Bogor masih menggunakan sistem satu pintu gudang (pintu transito in sekaligus pintu transito out) dengan daerah karantina untuk menaruh / drop barang dari kendaraan. Barang kemudian segera dipindahkan dari area drop ke dalam gudang dan ditumpuk ke daerah kosong yang masih tersedia di dalam gudang. Sedangkan untuk KFTD cabang Bekasi, terdapat dua pintu gudang yang saling berdekatan, 1 pintu sebagai transito in dan 1 pintu lagi sebagai transito out. Sistem transito in dan transito out sendiri, menurut CDOB seharusnya tersedia dua pintu yang berbeda dengan jarak yang cukup jauh. Untuk mengatasinya, ketika dilakukan penerimaan barang, maka pengeluaran barang dihentikan. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kehilangan dan ketercampuran barang di dalam gudang. Pada penerimaan barang, dilakukan pengecekkan kesesuaian antara SP dengan SKB (Surat Kirim Barang) dari ULS atau UBL, atau Surat Jalan dan Faktur Invoice dari Principal Pihak III dan Principal Lokal, meliputi nama barang, jumlah barang, diskon, dan harga. Faktur Invoice untuk barang internal akan didapatkan ketika telah terjadi penjualan barang kepada customer. Selanjutnya, dilakukan pengecekkan kembali antara SKB atau Surat Jalan dengan fisik barang, meliputi nama barang, jumlah barang, nomor batch, expired date, dan kondisi fisik barang. Setelah sesuai, SKB atau Surat Jalan ditandatangani oleh APJ, lalu pada sistem informasi dilakukan entry data dan pada kartu stok barang dimasukkan berapa jumlah barang yang bertambah. SKB atau Surat Jalan kemudian diterima supervisor Tata Usaha (TU) untuk ditandatangani dan dijadikan sebagai hutang dagang Penyimpanan Barang Sistem penyimpanan di ketiga gudang KFTD cabang menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO).

68 KFTD Cabang Jakarta-1 Kondisi gudang di KFTD cabang Jakarta-1 terdiri dari 3 lantai, yaitu lantai 1 untuk produk obat dan kosmetik fast moving, OGB, OTC, kosmetik lainnya, vitamin, dan produk Pihak III dalam bentuk eceran dan dus; lantai 3 untuk produk non-napza dalam bentuk dus dan produk dengan perlakuan khusus, seperti di dalam chiller yang dilengkapi dengan termometer untuk meyimpan obat vaksin dan di dalam lemari es untuk menyimpan obat kanker; dan lantai 4 untuk produk NAPZA yang ditutupi oleh pintu besi yang terkunci. Suhu ruangan untuk produk non-napza berkisar antara o C, produk NAPZA berkisar antara o C, dan produk dengan perlakuan khusus berkisar antara 2 8 o C. Penyimpanan produk eceran di lantai 1 terbagi menjadi beberapa rak, seperti rak Obat Generik Berlogo, OTC, Kosmetik, Vitamin, dan produk Pihak III yang disusun berdasarkan alfabetis. Selain itu, juga terdapat beberapa produk dalam bentuk dus di bagian depan dalam gudang yang telah dialaskan dengan palet untuk menghindari produk dari kelembapan. Selain itu, dalam gudang juga dilengkapi dengan kamera CCTV, pest control, termometer, alat pemadam kebakaran, AC, dan kartu stok. Pada penyimpanan produk di lantai 3 juga dilengkapi dengan termometer, AC, palet dan pest control. Untuk penyimpanan produk obat narkotika, psikotropika, dan alkes di lantai 4 dipisahkan dengan rak besi dan disusun secara alfabetis dengan suhu ruangan diatur o C dengan AC dihidupkan sepanjang hari. Untuk barang dalam bentuk dus, ditaruh di atas rak dan sebagian di taruh di lantai yang telah dialaskan palet. Terdapat control card, dimana setiap jam 8.00, 12.00, dan WIB suhu ruangan dicatat sebagai dokumentasi perharinya. Untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di KFTD cabang Jakarta-1 telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di area terpisah yang telah terkunci dengan baik, di area sekitar gudang lantai 1 untuk obat reguler dan lantai 4 untuk obat narkotika dan psikotropika. Pemusnahan obat di KFTD cabang Jakarta-1 belum pernah dilaksanakan karena pemusnahan dilakukan oleh ULS.

69 KFTD cabang Bogor Pada KFTD cabang Bogor, penyusunan untuk narkotika disimpan di ruang terpisah di area gudang yang diberi kunci gembok, dinding dibeton dan memiliki satu akses. Beberapa produk psikotropika dan prekursor disimpan di ruangan yang sama tapi tidak satu sel dengan narkotika. Di dalam ruangan terdapat pendingin ruangan AC dan dilengkapi dengan termometer, suhunya dijaga atau diatur 25 C. Untuk setiap jenis barang terdapat kartu stok, barang disusun sesuai dengan sistem FEFO. Untuk keamanan, dilengkapi juga dengan alat CCTV dan akan dilengkapi juga dengan alat sensor getaran. Untuk produk Kimia Farma letak barangnya ditaruh di posisi lebih depantengah daripada produk Prinsipal selain Kimia Farma sehingga lebih memudahkan pengiriman produk-produk Kimia Farma. Rak penyimpanannya terdiri dari 5 tingkat terbuat dari frame rangka besi, bagian paling atasnya dipakai untuk meletakkan stok barang yang masih berada di dalam kardus pengemasnya. Produk yang diletakkan di rak-rak berupa dus satuan sediaan produk jadi yang disusun sesuai sistem FEFO dan dilengkapi kartu stok untuk tiap jenis barang. Masing-masing barang dengan kekuatan dosis yang berbeda-beda atau memiliki isi volume dan varian yang berbeda memiliki kartu stok tersendiri. Barang disusun di rak secara alfabetis dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaannya (padat, semisolid, cair) dan jenis sediaannya (OGB, OTC, Kosmetik). Produk yang sama namanya namun memiliki kekuatan dosis berbeda dipisahkan letaknya selisih dengan satu atau dua jenis produk agar tidak terjadi kesalahan pengambilan barang. Lokasi antara produk principal Kimia Farma dengan produk Prinsipal lain selain Kimia Farma juga dibedakan posisi sektor raknya, Demikian juga untuk produk yang ditujukan untuk program askes. Barang yang ditumpuk tingginya sesuai dengan aturan penumpukan kardus yang tertera pada bagian luar kardus. Semua barang yang tidak muat untuk diletakkan di rak ditaruh di lantai dengan beralaskan palet agar tidak bersentuhan langsung. Barang disusun sebisa mungkin agar memudahkan Kepala Gudang mengamati dan mengawasi personil yang lalu lalang di dalam gudang dari ruangannya serta membuat aksesnya menjadi lebih terbatas untuk menuju ke area penyimpanan produk yang memerlukan penanganan khusus atau memiliki value yang relatif lebih tinggi sehingga dapat

70 56 mengurangi risiko terjadinya pencurian barang. Untuk produk yang perlu penanganan atau kondisi penyimpanan khusus terdapat fasilitas berupa chiller yang dihubungkan dengan termometer, suhu dijaga atau diset 7 C agar berada dalam suhu kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan antara 2 hingga 8 C. Selain chiller, terdapat kulkas untuk penyimpanan beberapa produk yang perlu disimpan pada suhu 3 hingga 10 C dan untuk membuat es pendingin yang akan dipakai ketika pengiriman barang yang memerlukan suhu dingin. Pada kulkas juga terpasang termometer khusus, seperti yang terpasang pada chiller. Kapasitas pengisian chiller dan kulkas tidak terlalu padat atau sudah maksimal volume pengisiannya dengan kapasitas kulkas. Untuk obat yang rusak dan kedaluwarsa di cabang Bogor telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan di area terpisah yang tidak terkunci, namun memerlukan akses berupa tangga yang dapat diamati oleh personil yang sedang mengemasi pesanan dan CCTV jika ada orang yang naik ke area tersebut. Pemusnahan obat di cabang Bogor pernah dilaksanakan pada tahun Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar atau diencerkan sesuai dengan sifat barang yang akan dimusnahkan kemudian ditimbun di dalam tanah KFTD cabang Bekasi Kondisi gudang KFTD cabang Bekasi terdiri dari 2 lantai, yaitu lantai 1 dengan suhu 27 C untuk produk non-napza dalam bentuk eceran dan dus, serta produk dengan perlakuan khusus di dalam lemari es yang dilengkapi dengan termometer dengan suhu 10 C; sementara lantai 2 untuk produk NAPZA di dalam ruangan khusus dengan satu lapis pintu yang terkunci dengan suhu 24 C, produk non-napza dalam bentuk kartonan dengan suhu 27 C, dan produk vaksin di dalam cold storage dengan suhu 2 C. Penyimpanan di KFTD cabang Bekasi berdasarkan produk non-napza dan produk NAPZA. Produk non-napza pada lantai 1 dipisahkan berdasarkan masing-masing principal: dari pihak internal, yaitu principal perusahaan induk (PT Kimia Farma Tbk.) untuk produk OGB dan paten, serta dari pihak eksternal,

71 57 yaitu principal pihak III dan pihak lokal. Pemisahan untuk produk non-napza ini dilakukan dengan menggunakan rak-rak yang berbeda dimana terdapat 3 rak yang masing-masing rak dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan, sebagai berikut: 1. Rak 1 untuk produk dari pihak internal (principal perusahaan induk) dan pihak eksternal (principal pihak III), terbagi menjadi 3 bagian: bagian kiri untuk produk dari PT Indofarma dan PT Bernofarm; bagian kanan untuk produk dari PT Darya Varia dan PT Mahakam Beta Farma; dan bagian depan untuk produk kosmetik dari PT Kimia Farma Tbk. 2. Rak 2 untuk produk dari pihak internal, yaitu principal perusahaan induk (PT Kimia Farma Tbk.), terbagi menjadi bagian kiri untuk produk OTC dan ethical, dan bagian kanan untuk OGB. 3. Rak 3 untuk produk dari pihak internal (principal perusahaan induk) dan pihak eksternal (principal pihak III), terbagi menjadi 3 bagian: bagian kiri untuk produk OGB dari PT Kimia Farma Tbk.; bagian kanan untuk produk dari PT Kasa Husada. Untuk produk yang rusak atau kedaluwarsa telah dilakukan pemisahan dan ditempatkan pada ruangan khusus dan terkunci. Obat yang diduga palsu dan obat kembalian recall belum pernah ditemukan, namun untuk obat kembalian retur dilakukan pemisahan dari produk non-napza dan NAPZA. Pemusnahan obat di KFTD cabang Bekasi sudah pernah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 2011 di Karawang (tempat khusus pembakaran) dan tahun 2012 di KFTD cabang Bekasi. Pemusnahan obat disertai dengan berita acara pemusnahan yang dibuat oleh APJ dengan disaksikan oleh BPOM, Dinas Kesehatan, dan APJ. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, setelah itu ditimbun di dalam tanah. Kelengkapan alat penyimpanan produk non-napza dan NAPZA di KFTD cabang Bekasi ini dilengkapi dengan pallet, tangga, alat pengendali suhu (AC), dan termometer ruangan terkalibrasi. Di KFTD cabang Bekasi terdapat alat pemadam kebakaran dan generator yang sudah memadai dan juga dilengkapi dengan lift khusus barang untuk memudahkan pemindahan barang.

72 Penjualan Barang Kegiatan penjualan dan pelayanan di ketiga cabang KFTD terdiri dari penjualan regular dan penjualan narkotika & psikotropika. Untuk penjualan reguler, maka pelanggan dapat langsung melakukan pemesanan melalui telepon dengan menggunakan SP intern sebagai SP sementara, menggunakan SP yang difaksimile, atau menggunakan SP yang dititipkan kepada salesman. Pada pemesanan narkotika-psikotropika, wajib menggunakan SP Narkotika (Form N-9) asli atau SP Psikotropika asli yang ditandatangani oleh APJ sesuai dengan ketentuan CDOB. Pada ketiga cabang, pemesanan produk narkotika-psikotropika telah sesuai dengan ketetapan CDOB. Namun, pada KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi, untuk pemesanan produk reguler masih ditemukan adanya pemesanan via telepon atau faksimile oleh APJ dan tidak menggunakan SP asli. SP asli diterima sesaat sebelum dilakukan penyerahan pesanan oleh petugas hantaran. Hal ini merupakan kebijakan yang diberikan oleh PT KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi atas pertimbangan pemenuhan kebutuhan pelanggan yang mungkin mendesak. Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian, dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek, toko obat dan PBF, Surat Izin Penanggung Jawab dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha). Setelah SP diterima, selanjutnya dibuat sales order (SO) di sistem informasi NAVISION untuk mengecek ketersediaan barang dalam memenuhi pesanan, kemudian dibuat SKB, faktur penjualan, dan faktur pajak untuk pembayaran secara Cash On Delivery (COD), jika pembayaran secara kredit, maka faktur pajak akan dibuat saat tukar faktur atau saat penagihan. Faktur penjualan dan faktur pajak ini dibuat oleh fakturis. Faktur penjualan kemudian diberikan kepada Supervisor Logistik untuk kemudian dilakukan penyiapan pesanan. Proses penyiapan diawali dengan pengambilan barang sesuai dengan faktur penjualan, mulai dari nama sediaan, jumlah, jenis atau bentuk sediaan, nomor batch sampai dengan pengecekan tanggal kedaluwarsa.

73 Penyiapan dan Pengemasan Barang Pada KFTD cabang Bogor dan Bekasi, proses penyiapan dilakukan oleh petugas logistik khusus bagian penyiapan dan pada proses pengemasan dilakukan oleh petugas logistik yang berbeda. Sedangkan untuk KFTD cabang Jakarta-1, proses penyiapan dan proses pengemasan dilakukan oleh orang yang sama, yaitu petugas penghantar barang ke customer. Untuk meminimalkan kesalahan pengambilan barang (error) maka pengecekkan kembali (double check) barang pesanan sebelum dikemas dilakukan oleh orang yang berbeda atau bisa juga dilakukan oleh Supervisor Logistiknya. Dokumentasi pengambilan barang reguler pada KFTD cabang Jakarta-1 belum dilakukan dengan baik, barang yang masuk dan barang yang keluar tidak dilakukan pencatatan dengan menggunakan kartu stok yang telah tersedia. Pengamatan mengenai pengambilan produk hanya dilakukan melalui pemeriksaan barang yang diambil oleh petugas hantaran dan melalui sistem NAVISION. Sedangkan untuk KFTD cabang Bogor, dokumentasi pengambilan barang reguler belum terdokumentasi dengan cukup baik karena pencatatan pada kartu stok baru terbatas pada jumlah sediaan yang diambil, nomor faktur dan nama pelanggan saja, belum dicatat nomor batch-nya. Pada KFTD cabang Bekasi, dokumentasi pengambilan barang reguler sudah dilakukan dengan baik, dimana telah dilakukan pencatatan tanggal faktur, nomor faktur, nama customer atau pelanggan, nomor batch, jumlah barang yang diambil (jumlah keluar), dan jumlah stock akhir pada kartu stok untuk masing-masing barang. Namun, belum dicatat expired datenya saat pengambilan barang. Expired date hanya ditulis ketika ada barang masuk atau barang datang dari UBL. Sedangkan untuk produk narkotika dan psikotropika,, dokumentasi pengambilan barang di ketiga cabang telah dilakukan dengan baik. Setelah kegiatan pengambilan dilaksanakan, barang dikemas dengan plastik atau dus dan disegel dengan steples atau lakban untuk menjaga mutu selama transportasi pengiriman, kemudian diberi nama dengan spidol permanent. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan, kontaminasi, pencurian, dan tertukarnya barang hantaran. Kemudian petugas hantaran menuliskan tanggal penghantaran, nomor faktur, tanggal faktur, nama

74 60 debitur atau pelanggan, jumlah harga komersil, dan jumlah harga PPn di buku ekspedisi penjualan. Buku ekspedisi penjualan ini merupakan dokumentasi penghantaran barang ke pelanggan. Setelah diisi, buku ekspedisi penjualan kemudian ditandatangani oleh petugas hantaran, selanjutnya diperiksa kesesuaiannya oleh APJ. Selanjutnya, petugas hantaran mengeluarkan barang yang sudah dikemas beserta faktur penjualan, dan SP dari pelanggan ke pintu transito out dan mengantarkan barang ke tempat tujuan sesuai dengan nama debitur atau pelanggan yang tertulis pada faktur penjualan Pengiriman Barang Pengiriman barang di ketiga cabang KFTD berbeda, dimana KFTD cabang Jakarta-1 dan Bekasi dilakukan sendiri, sedangkan KFTD cabang Bogor dilakukan melalui pihak ketiga. Penghantaran barang dilakukan setiap pagi sebelum jam WIB dan sore hari untuk barang yang belum sempat dihantar sebelumnya. Penghantaran dilakukan menggunakan motor dan mobil box. Pada mobil box telah dilengkapi dengan kunci gembok guna menjaga keamanan dan mencegah pencurian obat dan penyelewengan lainnya selama transportasi. Sedangkan penghantaran dengan menggunakan motor belum dilengkapi dengan box, melainkan menggunakan tas ransel dan kardus yang telah dibungkus plastik untuk menghindari produk basah karena hujan. Namun, untuk KFTD cabang Jakarta-1, penghantaran menggunakan motor telah dilengkapi dengan box yang dilengkapi dengan kunci gembok. Penghantaran produk yang memerlukan perlakuan suhu khusus, seperti obat kanker dan vaksin dalam penghantarannya digunakan cool box yang dilengkapi dengan ice pack untuk menjaga mutu produk sesuai dengan persyaratan CDOB. Namun, pada cool box belum tersedia termometer untuk memastikan suhu barang yang akan diantar selalu stabil. Selanjutnya, barang diserahkan kepada pelanggan dan faktur penjualan asli ditandatangani dan diberi stempel oleh petugas apoteker atau seseorang yang ditunjuk apoteker untuk menerima barang dari pihak customer KFTD. Petugas hantaran meminta SP asli apabila SP yang dihantarkan dari pelanggan merupakan SP intern (SP sementara). Faktur penjualan asli beserta copy yang telah

75 61 ditandatangani dan diberi stempel, diserahkan kepada Supervisor Logistik yang selanjutnya akan dituliskan report, berupa total faktur yang tertulis pada buku ekspedisi penjualan, faktur total barang yang terkirim dan faktur total barang yang tidak terkirim. Kemudian, Supervisor Logistik memberikan faktur penjualan asli dan faktur penjualan copy kepada petugas inkaso, sedangkan satu faktur penjualan copy dan SP asli dimasukkan ke dalam arsip gudang. Faktur penjualan asli, faktur penjualan copy dan surat tukar faktur yang telah ditandatangani dan diberi stempel oleh pelanggan merupakan dokumen yang sah untuk dilakukan penagihan kepada pelanggan. Pada penjualan barang reguler, pembayaran dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai (kredit) dengan tenggang waktu atau jatuh tempo selama 30 hari, sedangkan untuk penjualan produk narkotika dan psikotropika, pembayaran harus dilakukan secara tunai atau cash on delivery (COD) pada saat barang dihantarkan. Namun, untuk penjualan produk ke Rumah Sakit (RS), pembayaran dapat dilakukan secara kredit dengan batas pembayaran maksimal 14 hari setelah pemesanan karena proses dokumen di rumah sakit yang rumit. Pemilihan pelanggan dalam proses penjualan juga menjadi perhatian, dimana penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya disalurkan kepada pihak yang berhak dan berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat yang dibuktikan dengan adanya Surat Izin Apotek (SIA), Toko Obat (TO) yang telah berizin, PBF yang telah berizin, Surat Izin Penanggung Jawab, dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau SIUP (Surat Izin Usaha Pengusaha) Proses Penagihan Piutang Pada penjualan kredit, penagihan dilakukan ketika pembayaran telah jatuh tempo. Proses penagihan dibedakan menjadi : 1. Outlet yang tidak mempunyai sistem tukar faktur a. Saat waktu jatuh tempo, petugas inkaso menyiapkan dokumen alat tagih lengkap (faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy dan faktur pajak asli) dan membuat nota inkaso (faktur tagihan) dan ditandatangani, diberi nomor dan tanggal;

76 62 b. Petugas penagih mendatangi pelanggan dengan membawa faktur tagihan dilampirkan dengan dokumen alat tagih, lalu memperoleh uang tunai, cek, atau giro, dan menyerahkan faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy kepada pelanggan; c. Petugas inkaso menerima kembali faktur tagihan dan meminta petugas penagih menuliskan hasil tagihannya pada faktur tagihan di hari yang sama pada saat penyerahan alat tagih, lalu menandatangani faktur tagihan tersebut; d. Petugas inkaso membuat bukti penerimaan kas untuk pembayaran secara tunai atau bukti penerimaan bank untuk pembayaran secara cek atau giro, lalu menyerahkan bukti penerimaan kas atau bank yang dilampirkan faktur tagihan dan faktur penjualan copy ke kasir, lalu kasir akan menandatangani faktur tagihan; e. Petugas inkaso meminta kembali faktur tagihan yang telah ditandatangani kasir dan mengarsipkan faktur pajak beserta faktur penjualan copy ke dalam lemari besi (feeling cabinet). 2. Outlet yang mempunyai sistem tukar faktur a. Sebelum waktu jatuh tempo, petugas penagih mendatangi pelanggan dengan membawa faktur penjualan asli yang disertai dengan faktur penjualan copy untuk melakukan tukar faktur dengan pelanggan yang tujuannya untuk mengingatkan pelanggan bahwa pembayaran telah mendekati jatuh tempo, petugas penagih menukarkan faktur penjualan asli dengan Tanda Terima Tukar Faktur (TTTF) dan meminta pelanggan untuk menandatangani dan memberi stempel yang merupakan janji pembayaran; b. Saat waktu jatuh tempo, petugas inkaso menyerahkan TTTF yang telah ditandatangani dan diberi stempel oleh pelanggan dilampirkan dengan dokumen alat tagih (faktur penjualan copy dan faktur pajak asli) serta nota inkaso (faktur tagihan) yang ditandatangani dan diberi nomor dan tanggal kepada petugas penagih, lalu petugas penagih memperoleh uang tunai, cek, atau giro, dan menyerahkan faktur penjualan copy kepada pelanggan

77 63 sebagai bukti pembayaran atas TTTF yang berhasil ditagih oleh petugas penagih; c. Petugas inkaso menerima kembali faktur tagihan dilampirkan TTTF yang belum berhasil ditagih dan meminta petugas penagih menuliskan hasil tagihannya pada faktur tagihan di hari yang sama pada saat penyerahan alat tagih, lalu petugas inkaso menandatangani faktur tagihan tersebut; d. Petugas inkaso membuat bukti penerimaan kas untuk pembayaran secara tunai atau bukti penerimaan bank untuk pembayaran secara cek atau giro atas TTTF yang berhasil ditagih, lalu menyerahkan bukti penerimaan kas atau bank dilampirkan faktur tagihan dan faktur penjualan copy ke kasir, lalu kasir menandatangani faktur tagihan; e. Petugas inkaso meminta kembali faktur tagihan yang telah ditandatangani kasir dan mengarsipkan faktur pajak beserta faktur penjualan copy ke dalam lemari besi (filling cabinet). f. Batas pembayaran bagi pelanggan atas TTTF yang belum berhasil ditagih oleh petugas penagih adalah 45 hari, jika lebih dari 45 hari maka pelanggan tidak boleh melakukan transaksi pembelian atau status pelanggan terkunci (lock) g. Apabila penagihan piutang kepada pelanggan yang telat membayar setelah 45 hari atas TTTF yang belum berhasil ditagih oleh petugas penagih maka petugas inkaso akan membuat surat konfirmasi piutang per pelanggan, lalu memberikan kepada petugas penagih saat melakukan penagihan. Hal ini dilakukan sebagai alat kontrol dalam penagihan Dokumentasi Pengarsipan atau dokumentasi dilakukan sebagai antisipasi jika terjadi hal yang tidak dinginkan di masa yang akan datang dan perlu penelusuran seluruh aspek kegiatan. Pengarsipan dokumentasi yang dilakukan telah memenuhi ketentuan CDOB karena sudah ada dokumentasi tertulis yang berupa Standard Operating Procedure (SOP), kontrak, dan data, baik berbentuk kertas dan elektronik (sistem NAVISION) pada kegiatan pembelian, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan. Seluruh dokumen, seperti laporan

78 64 keuangan, laporan penjualan, laporan pembelian dan lain-lain dicetak dan ditandatangani oleh masing-masing petugas dengan persetujuan kepala cabang. Dokumen disimpan di rak arsip secara teratur dan belum pernah dimusnahkan. Pelaporan dilakukan secara mingguan, bulanan, triwulan dan tahunan ke KFTD pusat sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan selanjutnya di waktu mendatang. Berdasarkan dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut, maka kegiatan di ketiga cabang KFTD dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu kegiatan pembelian dan penyimpanan (Unit Logistik), kegiatan penjualan dan pelayanan (Unit Penjualan), dan kegiatan penagihan serta pengarsipan dokumentasi (Unit Tata Usaha). Seluruh rangkaian kegiatan memiliki indikator apakah kegiatan berjalan dengan baik atau tidak serta sasaran kegiatan sebagai tolak ukur pencapaian tujuan. Dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut maka unit logistik di ketiga cabang KFTD dalam hal pembelian telah mencapai sasaran memperoleh harga barang yang lebih murah dengan adanya diskon yang diberikan oleh pihak principal terutama principal pihak III. Service level pembelian mendekati 100%, karena ULS tepat waktu dalam pengiriman barang pesanan (< 3 hari = 100 %) tapi belum mampu memenuhi seluruh permintaan dari ketiga cabang KFTD. Pada unit tata usaha di PT KFTD cabang Bekasi, pencapaian sasaran sudah tercapai dengan tidak adanya kehilangan faktur. Di sisi lain, unit tata usaha juga telah mencapai sasaran kegiatan dengan menyajikan laporan keuangan yang tepat isi dan tepat waktu.

79 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Cara Distribusi Obat yang Baik di PT. Kimia Farma Trading and Distribution meliputi aspek manajemen mutu, organisasi, manajemen dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, transportasi, fasilitas distribusi berdasar kontrak dan dokumentasi. Sebagai Pedagang Besar Farmasi, KFTD cabang Bogor, KFTD cabang Jakarta 1, dan KFTD cabang Bekasi telah berusaha berpedoman pada CDOB yang dikeluarkan oleh BPOM RI pada semua lini kegiatannya, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki. 2. Dalam melakukan kegiatannya PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) telah menunjuk apoteker sebagai penanggung jawab fasilitas distribusi, dimana tanggung jawab apoteker yaitu menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajeman mutu di fasilitas distribusi. 5.2 Saran 1. Sebaiknya dibuat SOP penyerahan tugas ke tenaga teknis kefarmasian lain apabila APJ tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu yang ditentukan, sebab pada kenyataanya APJ hanya bertugas seorang diri sehingga jika APJ cuti atau tidak dapat hadir karena alasan tertentu maka tugas dan tanggung jawab APJ tidak dapat tergantikan. 2. Sebaiknya petugas gudang di KFTD Bogor segera ditambah, karena mempertimbangkan luas gudang dan jumlah pesanan perhari, 2 petugas gudang dirasa belum cukup. Selain itu kebijakan KFTD jakarta-1 yang memperbolehkan petugas pengantar barang ikut dalam proses gudang harus dievaluasi kembali, jika memang diperlukan harus ada pengawasan yang ketat untuk menghindari kehilangan barang dan kerusakan barang akibat petugas yang kurang terlatih. 65

80 66 3. Sebaiknya dilakukan evaluasi dari pihak UBL terkait dengan pemeriksaan barang dan waktu pengiriman barang, sehingga tidak terjadi keterlambatan barang dan kesalahan pengiriman barang. 4. Sebaiknya ruang transito out dan transito in di KFTD Jakarta-1 dan KFTD Bogor dipisah dan tidak dijadikan tempat penyimpanan barang untuk mencegah keterlambatan pengiriman, kesalahan atau kehilangan barang saat pengiriman barang dan penerimaan barang. 5. Sebaiknya SP asli pengadaan narkotika-psikotropika di ketiga KFTD cabang segera dikirimkan ke ULS setelah dibuat oleh APJ sesuai dengan persyaratan CDOB. 6. Sebaiknya dibuat jadwal pembersihan dan perawatan gudang secara rutin di ketiga KFTD cabang. 7. Sebaiknya pencatatan pengambilan barang ke dalam kartu stok untuk barang reguler dilakukan dengan lengkap oleh ketiga KFTD cabang (tanggal, nomor faktur, nama pelanggan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, jumlah barang yang diambil, dan sisa stok) sesuai SOP. 8. Sebaiknya motor penghantar barang di ketiga KFTD cabang dilengkapi dengan box demi menjaga mutu sediaan dan keselamatan penghantar. 9. Sebaiknya dilakukan pelatihan kepada petugas di ketiga KFTD cabang mengenai penggunaan APAR, pengelolaan CCP, pengelolaan narkotikapsikotropika, CDOB dan perundang-undangan yang terkait.

81 DAFTAR ACUAN Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Dstribusi Obat yang Baik. Jakarta. Kimia Farma. (2012). Laporan Tahunan Annual Report Tahun Jakarta: Kimia Farma. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta. Kementerian Keuangan. (2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012. Jakarta. Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Pembukuan Unit Pengelola Keuangan. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya. Nurjannah. (2012). Analisis Tingkat Perputaran Piutang Pada PT Adira Finance Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1983). Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2000). Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Said, Muhammad Umar. (2013). Manajemen Pedagang Besar Farmasi Praktis.Solo: CV. Ar-Rahman. 67

82 LAMPIRAN

83 69 Lampiran 1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar

84 70 Lampiran 2. Surat Izin Pedagang Besar Farmasi

85 71 Lampiran 3. Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan

86 72 Lampiran 4. Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika

87 73 Lampiran 5. Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS)

88 74 Lampiran 6. Surat Pesanan ke Pihak III

89 75 Lampiran 7. Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang

90 76 Lampiran 8. Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang

91 77 Lampiran 9. Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang

92 78 Lampiran 10. Surat Pesanan Narkotika Model N.9

93 79 Lampiran 11. Faktur Pembelian ke Pihak III

94 80 Lampiran 12. Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III

95 81 Lampiran 13. Faktur Penjualan dari KFTD Cabang ke Pelanggan

96 82 Lampiran 14. Berita Acara Stok Opname Faktur

97 83 Lampiran 15. Nota Inkaso (Sebagai Alat Tagih ke Pelanggan)

98 84 Lampiran 16. Laporan Distribusi Obat per Customer

99 85 Lampiran 17. Faktur Pembelian dari Pihak III

100 86 Lampiran 18. Surat Jalan dari Pihak III

101 87 Lampiran 19. Kartu Persediaan Barang (Pada Program Navition)

102 88 Lampiran 20. Kartu Persediaan Barang (Kartu Stok Barang)

103 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO.1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 SISTEM PENGADAAN OBAT YANG EFEKTIF DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION CABANG JAKARTA-1 DIAN NOVITASARI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014

104 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO.1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DIAN NOVITASARI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii

105 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Khusus Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 06 Januari 13 Februari Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan wawasan kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker, dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang paling dalam kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi.. 2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi 3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan. 4. Bapak Ignatius Muryanta, selaku Direktur Utama PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 5. Bapak Drs. M. Umar Said, Apt., MM., selaku Direktur Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT. Kimia Farma Trading and Distribution atas waktu, pikiran dan ijin yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Kimia Farma Trading and Distribution. 6. Bapak Drs. Taufik Hidayat, Apt., selaku Manajer Bidang Sumber Daya Manusia dan Pembimbing di PT. Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta atas waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada penulis. 7. Bapak Drs. Efrizon, Apt selaku Kepala cabang KFTD dan pembimbing iv

106 lapangan di Pedagang Besar Farmasi PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Jakarta-1 atas ijin dan bimbingan selama penulis melakukan PKPA di KFTD cabang. 8. Seluruh staf dan karyawan KFTD yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Demikian laporan PKPA ini disusun, dengan harapan tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih. Penulis 2014 v

107 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) Manajemen Operasional di PBF Pengelolaan Fungsi Manajemen Pengelolaan Fungsi Perencanaan Pengelolaan Fungsi Pengadaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Faktur Pajak.. 18 BAB 3. PEMBAHASAN BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA vi

108 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Struktur Organisasi KFTD Cabang Jakarta Lampiran 2 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar Lampiran 3 Surat Izin Pedagang Besar Farmasi Lampiran 4 Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan Lampiran 5 Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika Lampiran 6 Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS) Lampiran 7 Surat Pesanan ke Pihak III Lampiran 8 Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang Lampiran 9 Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang Lampiran 10 Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang Lampiran 11 Surat Pesanan Narkotika Model N Lampiran 12 Faktur Pembelian ke Pihak III Lampiran 13 Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III Lampiran 14 Surat Jalan dari Pihak III Lampiran 15 Kartu Persediaan Barang (Navision) vii

109 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak atas kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kesehatan merupakan salah satu hak dasar manusia di Indonesia yang diakui dalam konstitusi UUD Oleh karena itu, diperlukan suatu sumber daya kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat. Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan tujuan dari pelayanan kesehatan. Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan penyediaan obat dapat meningkatkan akses serta kerasionalan penggunaan obat. Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan harus menjamin ketersediaan obat dan juga menjaga citra pelayanan kesehatan itu sendiri, maka sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk pengadaan obat, namun lebih penting lagi dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien. Perencanaan kebutuhan obat merupakan salah satu fungsi yang menentukan proses pengadaan obat. Tujuan perencanan kebutuhan sediaan farmasi, khususnya obat, adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk dalam program kesehatan yang telah ditetapkan. Perencanaan obat adalah upaya penetapan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan. Keberhasilan perencanaan jumlah kebutuhan obat dapat dicapai dengan melibatkan tim dan kombinasi dari berbagai metode. Pengadaan obat diawali dengan perencanaan kebutuhan obat melalui analisa kebutuhan yang dapat dipertanggungjawabkan, diharapkan mendekati kebutuhan nyata. Pengadaan obat merupakan bagian dari usaha untuk mencari keuntungan, sehingga strategi yang ditempuh lebih ditekankan pada masalah biaya. Kegiatan pengadaan merupakan suatu kegiatan yang akan memberikan nilai tambah terkait dengan kepentingan dalam meningkatkan pelayanan 41

110 2 kesehatan. Sehingga dalam proses pengadaan obat dituntut untuk mewujudkan tata kelola yang baik dengan peningkatan efektifitas dan efisiensi. Pengadaan obat dilakukan oleh industri farmasi kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit. Pengadaan obat dapat pula dilakukan oleh pedagang besar farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan (Kementerian Kesehatan, 2011). Salah satu Pedagang Besar Farmasi yang ada di Indonesia adalah PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) yang merupakan anak perusahaan PT. Kimia Farma Tbk, yang bergerak di bidang distribusi dan perdangangan produk farmasi dan alat kesehatan (Said M. Umar, 2013). KFTD harus menjamin keabsahan dan mutu produk farmasi agar produk farmasi yang sampai ke konsumen adalah produk yang aman, efektif, dan dapat digunakan sesuai indikasinya. Dalam rangka menjamin ketersediaan pengadaan obat dan mutu obat tersebut, maka diperlukanlah Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) sebagai pedagang besar farmasi wajib berpedoman kepada CDOB yang telah ditetapkan. CDOB adalah suatu pedoman yang mengatur cara pengadaan, penyimpanan, hingga cara pendistribusian atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM RI, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut maka sebagai mahasiswa Program Profesi Apoteker perlu adanya pemahaman tentang perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, bekerja sama dengan KFTD untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker sebagai sarana dalam mendapatkan ilmu dan pengalaman dalam bidang pengelolaan dan perencanaan pengadaan sediaan farmasi. Selain itu juga untuk mengetahui kegiatan CDOB yang dilakukan oleh KFTD khususnya pada KFTD cabang Jakarta-1.

111 3 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami proses perencanaan pengadaan di PT. Kimia Farma Trading and Distribution cabang Jakarta-1.

112 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) merupakan anak perusahaan Perseroan yang didirikan pada tanggal 4 Januari 2003, bergerak di bidang layanan distribusi dan perdagangan produk kesehatan dan memiliki wilayah layanan yang luas mencakup 33 Provinsi dan 466 Kabupaten atau Kota. KFTD sebelumnya merupakan divisi yang bergerak di bidang yang sama, yaitu perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu, pengalamannya bukan baru sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT. Kimia Farma (Persero) Tbk itu sendiri. Berbekal kemampuan serta pengalaman menangani pendistribusian produk-produk PT. Kimia Farma Tbk, sejak tahun 1917, pada tanggal 4 Januari 2003 divisi Pedagang Besar Farmasi ini kemudian berkembang menjadi anak perusahaan dengan nama PT. Kimia Farma Trading and Distribution yang berbasis Jasa Layanan Perdagangan dan Distribusi. Sebagai penyedia jasa layanan distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari principal lainnya, serta produk-produk non-principal. KFTD mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan regular ke apotek (apotek kimia farma dan non kimia farma), rumah sakit, toko obat, horeka (hotel, restoran, dan karaoke) serta supermarket. Di bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD melayani dan membantu program-program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi rakyat di seluruh Indonesia, misalnya Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BKKBN dan lainlainnya. Untuk memudahkan operasionalnya, KFTD juga didukung oleh 44 kantor cabang (6 cabang kelas 1, 32 cabang kelas 2 dan 7 cabang kelas 3) dengan wilayah operasionalnya mulai dari Aceh sampai dengan Jayapura. Secara keseluruhan jumlah karyawan KFTD sampai akhir tahun 2012 mencapai 1054 orang, mencakup Apoteker sebagai penanggung jawab KFTD sebagai fasilitas distribusi. Fasilitas dan layanan dalam menjaga kualitas layanan dan kelancaran operasional secara menyeluruh, KFTD diperkuat dengan fasilitas pergudangan 4

113 5 seluas m 2 yang dikelola secara profesional. Armada transportasi yang terintegrasi dengan sistem informasi, juga merupakan bagian yang terpenting dalam mendukung kelancaran aktifitas KFTD. Kini tercatat lebih dari 477 mobil box dan 292 sepeda motor box, siap mendistribusikan produk-produk yang dipercayakan pengirimannya kepada KFTD. Layanan pengiriman yang cepat dan tepat, sesuai dengan standar CDOB atau Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai ketentuan Badan POM, serta layanan garansi atau klaim atas produk-roduk yang dipercayakan pada principal. KFTD Cabang Jakarta-1 merupakan salah satu dari 44 kantor cabang yang ada di Indonesia. Dahulu kantor cabang ini terletak di daerah Bandengan, Jakarta Utara. Namun, kini lokasinya telah dipindahkan ke Komplek Perkantoran Majapahit Jl. Majapahit No. 20 Jakarta Pusat. KFTD Cabang jakarta-1 merupakan kantor cabang kelas 3 yang melayani pemesanan pelanggan di sekitar wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara yang meliputi daerah Tanah Abang, Tanjung Duren, Mangga Besar, Sawah Besar, Slipi, Grogol, Muara Karang, Pluit, Cengkareng, dan toko kosmetik wilayah Asemka. Dalam menjalankan operasional kegiatannya KFTD Cabang Jakarta-1 menunjuk seorang Apoteker sebagai penanggung jawab yang telah memiliki pengetahuan dan telah mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat palsu ke dalam rantai distribusi. Jumlah personil KFTD Cabang Jakarta-1 yaitu 24 orang yang terdiri dari 1 orang Kepala Cabang, 3 orang supervisor (bagian penjualan, logistik, dan tata usaha), 8 orang salesman, 1 orang fakturis, 1 orang petugas gudang, 4 orang petugas pengiriman barang yang difasilitasi dengan 1 unit mobil box dan 3 unit motor box, 1 orang kasir, 1 orang administrasi inkaso, 3 orang juru tagih dan 1 orang petugas kebersihan. Struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran Manajemen Operasional di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Manajemen operasional adalah suatu cara pengelolaan fungsifungsi kegiatan (fungsi-fungsi manajemen) yang terdapat dalam suatu perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Cara pengelolaan pada setiap fungsi kegiatan berbeda-beda antara fungsi kegiatan satu dengan fungsi kegiatan lainnya karena

114 6 pada setiap fungsi kegiatan tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Tujuan manajemen operasional adalah untuk menjadikan Apoteker Penanggung Jawab (APJ) PBF dapat memahami dan mengerti mengenai: 1) Cara mengelola fungsi fungsi kegiatan (manajemen operasional) di PBF dan mengevaluasi pencapaian indikatornya pada fungsi kegiatan seperti : a) Manajemen pembelian (purchasing), untuk memperoleh harga beli barang yang efisien dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan b) Manajemen pergudangan (warehouse), untuk mencegah resiko kerugian sekecil mungkin dari kehilangan, kerusakan dan barang yang tidak laku c) Manajemen penjualan dan pelayanan (sales andservicie), untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan dan memperoleh keuntungan yang optimal d) Manajemen piutang (collection), untuk mencegah resiko kerugian akibat piutang macet, dibawa kabur (dicuri juru tagih) atau pelanggannya ngemplang e) Manajemen pembukuan (accounting), untuk dapat menyajikan laporan khususnya keuangan yang tepat isi dan tepat waktu 2) Cara membuat standar operasi prosedur pada setiap fungsi kegiatan di PBF 3) Cara membuat sistem dan melakukan pengawasan pelaksanaan standar operasi prosedur pada setiap fungsi kegiatan di PBF Pengelolaan Fungsi Manajemen (M.Umar, 2013) Dalam mengelola kegiatan distribusi di PBF, perlu memperhatikan fungsifungsi manajemen yaitu yang terdiri dari Perencanaan (planning) untuk mencapai suatu tujuan; Pengorganisasian (organization) atau menyelaraskan fungsi-fungsi kegiatan yang ada; Pelaksanaan (actuating) program kerja untuk mencapai sasaran pada setiap fungsi kegiatan sesuai dengan tugas, wewenang, tanggung jawab; Pengawasan (controlling) terhadap pelaksanaan program kerja terhadap pencapaian sasarannya. Untuk mencapai suatu tujuan dari sebuah PBF, dibutuhkan suatu fungsi manajemen dengan membuat struktur organisasi agar seluruh fungsi kegiatan di PBF dapat beroperasi sesuai dengan rencana. Seorang direktur PBF harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi PBF, disertai dengan uraian

115 7 fungsi dan tugas; wewenang; dan tanggung jawabnya (job description) agar dapat mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana (job qualification) yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut. Dalam menetapkan struktur organisasi sebuah PBF, dapat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan besarnya volume aktivitas PBF sehingga untuk PBF yang volume aktivitasnya masih kecil dapat saja menggunakan bentuk struktur organisasi yang lebih sederhana dengan melakukan perangkapan fungsi kegiatan selama risiko kerugian dapat dihindarkan dan dikendalikan. Akan tetapi, penggunaan struktur organisasi yang ideal sangat diperlukan agar petugas dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi kegiatannya. Maksud dari penerapan struktur organisasi yang ideal adalah untuk mencegah atau mengurangi risiko kerugian (kecurian) akibat adanya peluang karena perangkapan fungsi yang dapat membuat petugas cenderung untuk melakukan penyimpangan dari sistem yang berlaku Pengelolaan Fungsi Perencanaan Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen karena perencanaan akan menentukan fungsi manajemen lainnya terutama pengambilan keputusan. Dengan adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan akan berjalan dengan lebih baik dan terarah. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntutan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan sevcara efektif dan efisien. Menurut Herbert Simon (1991), perencanaan adalah sebuah proses pemecahan masalah yang bertujuan untuk menemukan solusi. Menurut Hasibuan (2003), perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur dan program yang diperluan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa yang akan datang. Menurut azwar (1996), pengertian perencanaan mempunyai banyak macamnya, akan tetapi yang menurutnya dianggap penting antara lain dikemukakan oleh Billy E. Goetz, yang mengemukakan bahwa perencanaan adalah kemampuan untuk memilih dari berbagai kemungkinan yang tersedia dan yang dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan. Perencanaan di bidang kesehatan pada dasarnya merupakan suatu proses

116 8 untuk merumuskan masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang harus disediakan, menetapkan tujuan yang paling pokok dan menyusun langkah-langkah praktis utuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut, perencanaan akan menjadi efektif jika sebelumnya dilakukan perumusan masalah berdasarkan fakta (Muninjaya, 2004). Dalam tugas khusus ini, akan fokus membahas mengenai fungsi kegiatan (manajemen operasional) di PBF terutama terkait fungsi kegiatan perencanaan pengadaan (pembelian) Pengelolaan Fungsi Pengadaan Obat di PBF Menurut Moh. Anief (1995), Pengadaan barang dalam sehari-hari disebut juga dengan pembelian dan merupakan titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol. Pengadaan merupakan aktifitas yang berhubungan dengan menyediakan produk atau material yang berasal dari supplier yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan organisasi dalam waktu tertentu dan dengan harga yang paling murah. Manajemen pengadaan dilakukan untuk memastikan ketersediaan barang di gudang serta memastikan efisiensi dari pergerakan produk. Fungsi pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan didalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan, maupun penganggaran. Didalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penetuan kebutuhan serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian. Pembelian harus menyesuaikan dengan hasil penjualan, sehingga ada keseimbangan antara penjualan dan pembelian. Keseimbangan ini tidak hanya antara pembelian dengan penjualan total, tetapi harus diperinci yaitu antara penjualan dan pembelian dari setiap jenis obat. Obat yang laku keras harus terbeli dalam jumlah relative banyak dibanding obat yang laku lambat. Penunjukkan langsung adalah salah satu metode pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman

117 9 Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, disamping beberapa metode pengadaan barang/jasa, yaitu : lelang, pemilihan langsung, maupun swakelola. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 bahwa pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat untuk pelaksanaan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dimasukkan ke dalam kriteria barang/jasa khusus. Pelaksanaan pengadaan barang/jasa khusus dapat dilakukan dengan metode penunjukkan langsung. Tujuan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah : a. Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan. b. Mutu obat dan perbekalan kesehatan terjamin. c. Obat dan perbekalan kesehatan dapat diperoleh pada saat diperlukan Sistem Pengadaan Barang (Moh. Anief, 1995) Sistem pengadaan barang dikatakan baik apabila pembelian memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Komposisi produk sesuai dengan kebutuhan b. Mampu melayani jenis produk yang diperlukan pasien c. Jumlah pembelian untuk keperluan rutin sebulan telah menunjukkan keseimbangan dengan penjualan secara proporsional. Berapa banyak kebutuhan setiap produk dalam satuan waktu tertentu (misalnya seminggu atau sebulan) dapat dilihat dari kartu stok atau kartu barang. Barang yang harus dibeli, perlu disiapkan daftar harga produk suatu distributor dalam menawarkan barangnya. Dalam pembelian harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : a. Harga yang kompetitif b. Pelayanan yang cepat c. Pemberian kredit yang menguntungkan dengan tingkat harga yang kompetitif.

118 Pengelolaan Rencana Pengadaan Obat Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah data yang tersedia maka informasi yang didapat adalah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Berdasarkan berbagai pengamatan dalam pengelolaan obat, yang paling banyak ditemukan adalah tingkat konsumsi pertahun hanya diwakili oleh relatif sejumlah kecil item. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana obat (70%) digunakan untuk pengadaan, 10% dari jenis/item obat yang paling banyak digunakan sedangkan sisanya sekitar 90% jenis/item obat menggunakan dana sebesar 30%. Teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara analisis pareto ABC. Analisa pareto ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu : Kelompok A : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok B : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20% dari jumlah dana obat keseluruhan. Kelompok C : Kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. Langkah-langkah menentukan kelompok A, B, dan C : 1) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat dengan cara kuantum obat x harga obat. 2) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil. 3) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan. 4) Hitung kumulasi persennya. 5) Obat kelompok A termasuk dalam kumulasi 70%.

119 11 6) Obat kelompok B termasuk dalam kumulasi > 70% - 90% 7) Obat kelompok C termasuk dalam kumulasi >90% - 100% Persyaratan Pemasok Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas obat dan perbekalan kesehatan. Persyaratan pemasok antara lain : a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku. b. Pedagang Besar Farmasi terdiri dari pusat dan cabang. Pedagang Besar Farmasi Pusat dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, sedangkan izin untuk Pedagang Besar Farmasi Cabang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. c. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan. d. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu. e. Pemilik dan/atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggungjawab PBF tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian. f. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak Penetapan Kebijaksanaan Pembelian (Moh. Anief, 1995) Semua pertimbangan harus ditujukan kepada tercapainya pengadaan (pembelian) barang yaitu : a. Keseimbangan persediaan dan permintaan barang b. Semua permintaan konsumen dapat terpenuhi c. Tidak terjadi kelebihan persediaan Kebijaksanaan yang diambil harus sesuai dan cukup ekonomis dilihat dari segi penggunaan dana yang tersedia, efisien dan efektif. Faktor yang harus diperhatikan adalah :

120 12 a. Waktu pembelian Waktu pembelian adalah kapan suatu produk harus dibeli. Hal tersebut bukan mengenai tanggal, hari dan bulan, tetapi mengenai keadaan persediaan barang untuk menetapkan waktu pembelian. b. Lokasi Lokasi pemasok harus memudahkan untuk melakukan pembelian agar dapat diprediksi pada lamanya waktu yang diperlukan antara pesanan dan diterimanya barang. c. Frekuensi dan Volume Pembelian Makin kecil volume barang yang dibeli, maka makin tinggi frekuensinya dalam melakukan pembelian. Sebaliknya bila volume pembelian barang besar maka frekuensi pembelian jadi rendah. Bila frekuensi pembelian tinggi akan menyebabkan makin banyak volume pekerjaan seperti : 1). Menerima barang yang datang 2). Memeriksa barang yang datang 3). Pencatatan perincian barang atau pembelian 4). Mengatur barang dilemari gudang 5). Mencatat dalam kartu stok 6). Peningkatan pekerjaan administrasi 7). Peningkatan frekuensi pembayaran tagihan Sebaliknya bila volume pembelian besar akan menurunkan pekerjaan, tetapi besarnya volume pembelian akan menimbulkan masalah seperti : 1). Diperlukan ruangan penyimpanan barang yang besar 2). Resiko barang yang rusak, kadaluarsa obat menjadi lebih tinggi 3). Pengaruh pada keuangan cukup besar karena banyak tagihan hutang. Besarnya volume pembelian ditetapkan berdasarkan kebutuhan dalam satuan waktu dan unit masing-masing obat. Berhasil tidaknya tujuan usaha tergantung pada kebijaksanaan dalam pembelian Sistem Pembelian di KFTD Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pembelian barang di KFTD :

121 13 a. Membuat daftar rencana pembelian barang Petugas logistik (kepala gudang) bersama petugas penjualan menghitung buffer dan kebutuhan level stok per item/ bulan berdasarkan data historis, lalu data tersebut dikirim ke petugas pembelian untuk membuat daftar rencana pembelian barang setiap bulannya. b. Membuat kontrak pembelian barang Petugas pembelian melakukan negosiasi kontrak pembelian barang dengan pemasok atau principal untuk memperoleh margin yang lebih besar dan masa tenggang pembayaran relatif lebih panjang. c. Mengeksekusi pembelian barang Petugas pembelian menyiapkan surat pesanan (SP), ditanda tangani oleh penanggung jawab logistik atau penanggung jawab PBF, lalu mengirimkan SP ke principal/pemasok. d. Menerima dan memeriksa barang Petugas logistik memeriksa dan menerima fisik barang dari pemasok sesuai dengan SP dan faktur barang, lalu membuat tanda terima barang di faktur (stempel dan tanda tangan) petugas gudang. e. Memeriksa kebenaran faktur pembelian barang Petugas pembelian faktur mengenai jumlah, jenis, harga barang dan diskon serta masa tenggang pembayaran, lalu memberikan paraf dan mengirimkan faktur pembelian ke fungsi TU. f. Membukukan faktur pembelian sebagai pembelian dan hutang Petugas TU membukukan faktur tersebut sebagai pembelian barang dan hutang di kartu hutang, lalu membuat laporan pembelian dan hutang setiap bulannya.

122 14 Gambar 2.1 Diagram Alur Pengadaan Barang di PBF Sasaran dari manajemen pengadaan (pembelian) yaitu : a. Memperoleh harga barang yang lebih murah (lebih efisien) b. Dapat melayani seluruh kebutuhan barang pelanggan (service level 100%) Indikator pencapaian sasaran, yaitu sebagai berikut : a. Harga Pokok Penjualan (HPP) Jika HPP yang diperoleh < dari HPP tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. Jika HPP yang diperoleh > HPP tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik. b. Service level Jika service level > dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian berfungsi dengan baik. Jika service level < dari service level tahun lalu, maka fungsi pembelian tidak berfungsi dengan baik.

123 15 Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembelian barang adalah sebagai berikut : a. Surat Pesanan Surat pesanan ditandatangani oleh Kepala Cabang dan Bagian Pembelian atau Apoteker Penanggung Jawab. Di KFTD cabang, surat pesanan tetap dipergunakan juga untuk pembelian narkotika-psikotropika dan ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab, sedangkan untuk pembelian produk regular (non napsa) ditandatangani oleh Bagian Pembelian. b. Surat Pesanan Narkotika model N-9 c. Surat Pesanan Psikotropika d. Faktur Pembelian dari Principal pihak III e. Surat Kirim Barang (SKB) Surat Kirim Barang merupakan surat yang diterima oleh pihak KFTD atas pembelian barang dan dicatat tanggal penerimaan barang saat barang yang dipesan telah sampai dan diterima oleh pihak gudang. f. Berita Acara Pengembalian Barang dan Surat Pesanan Cabang g. Faktur Pajak Masukan (Pembelian) Faktur pajak ini ditandatangani oleh Kepala bagian Akunting dari pihak Principal dan disimpan oleh bagian Tata Usaha yang mengurus hutang piutang dan perpajakan. Selain dokumen-dokumen di atas, ada juga laporan-laporan dari fungsi pembelian dan fungsi lainnya yang didokumentasikan langsung ke dalam sistem komputer Navision yang dapat dicetak sewaktu-waktu jika diperlukan dengan segera Penerimaan dan Pemeriksaan Obat Penerimaan dan pemeriksaan obat merupakan salah satu kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis, jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya, dan dilakukan oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara organoleptik, khusus pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal

124 16 kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima. Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat, dapat dilakukan pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang menyediakan. 2.3 Pajak Untuk menjalankan roda pemerintahan dalam membangun suatu negara dibutuhkan dana yang besar. Salah satu sumber dana yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan negara tersebut adalah berasal dari pajak. Menurut Andriani dalam Brotodiharjo menyebutkan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-perturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan. Sedangkan menurut Soemitro menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan, baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara. Pajak yang berlaku di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan golongannya, jenis pungutan dan sifatnya. a. Berdasarkan golongannya Pajak dibagi menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung merupakan pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain dan menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan, contohnya pajak penghasilan (PPh). Pajak tidak langsung adalah pajak yang

125 17 pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contohnya pajak pertambahan nilai (PPn) b. Berdasarkan jenis pungutannya Pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara; contohnya PPh, PPn, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan bea materai. Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara; contohnya Pajak Reklame dan Pajak Hiburan. c. Berdasarkan sifatnya Pajak dibagi menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan subjeknya atau wajib pajaknya, misalnya PPh. Pajak objektif merupakan pajak yang dikenakan berdasarkan objeknya atau produk/jasanya, contohnya PPn. Menurut UU RI No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPn Barang/Jasa dan PPn BM. Pasal 4 menerangkan bahwa PPn dikenakan atas : a. Penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean oleh pengusaha b. Impor barang kena pajak c. Penyerahan jasa kena pajak yang tidak berwujud dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean d. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah ke dalam daerah pabean e. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak. Besarnya tarif PPn yang sesuai dengan UU RI No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang/Jasa dan PPn BM yaitu sebesar 10% atau 0% untuk ekspor barang. Dalam PPn dikenal pula istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPn terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini Pajak keluaran merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada pelanggan terhadap transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan adanya faktur pajak. Pajak masukan merupakan PPn yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena

126 18 Pajak (PKP) karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses pembelian barang kepada prinsipal pihak III, dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak (SSP) Faktur Pajak (UU No. 42 Tahun 2002) Faktur pajak harus dibuat pada : a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

127 BAB 3 PEMBAHASAN Kegiatan utama yang dilakukan di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) salah satunya adalah pengadaan obat. Penyelenggaraan fasilitas distribusi sediaan farmasi terkait sistem pengadaan obat di KFTD Cabang Jakarta-1 dilaksanakan atas persetujuan dari KFTD pusat. Dalam melaksanakan manajemen operasional dibutuhkan suatu fungsi manajemen salah satunya dengan membuat struktur organisasi perusahaan. Struktur organisasi di KFTD pusat telah disusun oleh para direksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dalam melakukan usaha di bidang Distribusi dan Perdagangan seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Struktur Organisasi KFTD Pusat Dalam melakukan kegiatan pengadaan obat, perlu dilakukan proses perencanaan pengadaan terlebih dahulu. Proses perencanaan pengadaan ini dilakukan agar meminimalisir terjadinya pengosongan stok obat ataupun penumpukan stok obat. Proses perencanaan dilakukan secara optimal agar kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan dapat digunakan secara efektif dan 4 19

128 20 efisien. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan menjadi sangat penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat mengakibatkan ketersediaan obat yang tidak sesuai, sehingga akan menghambat pelaksanaan pelayanan distribusi. Adapun beberapa manfaat dari perencanaan, diantaranya : 1. Menghindari tumpang tindih penggunaan anggaran. 2. Keterpaduan dalam evaluasi, penggunaan dan perencanaan. 3. Kesamaan persepsi antara pemakai obat dan penyesia anggaran. 4. Estimasi kebutuhan obat lebih tepat. 5. Koordinasi antara penyedia anggaran dan pemakai obat. Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di KFTD Cabang Jakarta-1 menjadi sangat penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat mengakibatkan ketersediaan obat yang tidak sesuai sehingga dapat menghambat pelaksanaan pelayanan distribusi. Tahapan dari proses perencanaan pengadaan obat dan perbekalan adalah tahap pemilihan obat. Fungsi seleksi/pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan 19 jumlah pesanan. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi perlu dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada (dengan menggunakan metode analisis pareto ABC). Pada KFTD Cabang Jakarta-1 dalam melakukan perencanaan pengadaan obat, dilakukan analisis pareto ABC tujuannya untuk menilai ekonomi suatu jenis obat tertentu, terlebih lagi yang dapat memakan anggaran besar karena pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Untuk obat kategori A adalah obat dengan kategori mahal, obat B dengan nilai obat sedang dan terjangkau, sedangkan kategori C adalah obat dengan nilai ekonomi yang rendah. Dengan memperhitungkan nilai obat, kita dapat menganalisis obat yang kiranya meningkatkan biaya terbanyak untuk pengeluaran belanja obat dan membandingkan dengan obat-obat yang memiliki khasiat yang sama tetapi harganya lebih murah. Sistem pengadaan obat yang dilaksanakan di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock di

129 21 gudang. Level stock adalah stok barang yang harus dijaga ketersediannya di gudang yang telah ditetapkan oleh KFTD pusat melalui ULS sebagai perencanaan kebutuhan tahunan, sedangkan buffer stock adalah stok minimal yang harus ada di gudang sebagai barang cadangan. Untuk pemeliharaan buffer stock, di KFTD cabang Jakarta-1 baru dilakukan untuk sebagian besar barang terutama barang-barang yang paling sering dipesan saja karena jenis barang yang transit di gudang ada banyak. Hal lain yang menjadi dasar pengadaan barang di KFTD Cabang Jakarta-1 yaitu dilihat dari laporan penjualan bulan ataupun tahun sebelumnya. Untuk barang yang dinilai laku (fast moving) yang merupakan produk pareto top 10 item maka dapat dilakukan pengadaan kembali, namun untuk barang yang kurang laku atau tidak laku maka tidak akan dilakukan pengadaan. Sebagai contoh, sebelum melakukan pemesanan atau pengadaan barang untuk bulan Februari, petugas logistik khusus bagian pembelian melihat laporan penjualan 3 bulan sebelumnya, yaitu bulan November, Desember, dan Januari. Dalam menjalankan kegiatan operasional pengadaan obat, fokus kegiatan yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) khususnya KFTD Cabang Jakarta-1 terbagi menjadi beberapa aspek yaitu kualifikasi pemasok dan kualifikasi pelanggan. Untuk aspek kualifikasi pemasok, terdapat 2 (dua) sumber yang membantu proses pengadaan obat-obatan di KFTD Cabang Jakarta-1 yaitu pengadaan internal dan pengadaan eksternal (pengadaan obat yang diperoleh dari pihak ketiga). Untuk pengadaan internal, kebutuhan obat KFTD Cabang Jakarta-1 diperoleh dari Unit Logistik Sentral (ULS) atau sering juga disebut Unit Bisnis Logistik (UBL), yang merupakan Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk di bagian logistik). Barang yang didapat dari Unit Bisnis Logistik (UBL) ini berupa obat-obatan yang diproduksi oleh pabrik PT. Kimia Farma Tbk yaitu yang Obat Generik Berlogo (OGB), obat Over The Counter (OTC), kosmetika. Obat Generik Berlogo (OGB) diantaranya adalah Ranitidin Tablet, Omeprazol Tablet, Nifedipin Tablet, Antasida DOEN, Simvastatin tablet, Amoksisilin Dry Sirup, Betametason krim, Cloramfecort Krim, dan lain-lain. Obat Over The Counter (OTC) dan kosmetika yang dipasok oleh KFTD yaitu bedak Marck, Enkasari, Asifit kaplet,

130 22 Fituno, dan lain-lain. Sedangkan untuk pengadaan eksternal, KFTD Cabang Jakarta-1 membaginya menjadi 2 (dua) sumber yaitu Principal Pihak III dan Principal lokal. Principal Pihak III merupakan industri farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat seperti PT Biofarma, PT Indofarma Global Medika, PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT Merapi Utama Pharma, PT Darya Varia, PT Mahakam Beta Farma, PT Kasa Husada, dan lain-lain. Sedangkan Principal lokal merupakan Industri Farmasi atau PBF lain yang telah bekerja sama dengan KFTD cabang Bekasi dengan persetujuan KFTD pusat), seperti PT Novapharin, PT Dexa Medica, PT Kalbe Farma, PT Sido Muncul, dan PT Frisian Flag. Untuk aspek kualifikasi pelanggan, pihak KFTD Cabang Jakarta-1 bekerja sama dengan pelanggan yang telah memiliki izin untuk mendirikan usaha yang diantaranya adalah institusi pemerintahan, rumah sakit, apotek, toko obat, dan pedagang besar farmasi lainnya. Pengadaan barang di KFTD Cabang Jakarta-1 dilakukan oleh petugas logistik ke pihak-pihak yang telah disetujui oleh KFTD pusak sebagai pemasok yang sah dalam melakukan pengadaan (pembelian). Pengadaan (pembelian) dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu sistem Navision. Untuk pengadaan ke principal perusahaan induk melalui Unit Bisnis Logistik (UBL) dilakukan seminggu sekali. KFTD Cabang Jakarta-1 melakukan pemesanan ke pihak Unit Bisnis Logistik (UBL) dilakukan setiap hari rabu. Sedangkan untuk pengadaan ke Principal pihak III dan Principal lokal dilakukan sesuai kebutuhan. Untuk pemesanan narkotika wajib menggunakan SP khusus model N-9 (Lampiran 11) dan untuk psikotropika menggunakan SP khusus psikotropika. Untuk pemesanan produk narkotika, satu SP dibuat hanya untuk satu jenis barang yang dipesan. Surat pesanan dengan format khusus narkotika model N-9 dan surat pesanan dengan format khusus psikotropika yang digunakan sudah memenuhi standar CDOB. Pemesanan yang telah dibuat oleh bagian logistik ditandatangani oleh supervisor logistik dan kepala cabang sebagai persetujuan pengadaan barang. SP yang telah disetujui, kemudian dikirim melalui faksimile untuk dipesan, lalu

131 23 diarsipkan. Untuk SP narkotika yang telah di faksimile seharusnya segera dikirimkan ke ULS melalui pos, namun pengiriman SP asli tidak segera dilakukan. Pada KFTD Cabang Jakarta-1, SP asli narkotika diserahkan pada saat penerimaan barang dari ULS. Dalam melakukan kegiatannya, KFTD cabang Jakarta-1 melakukan evaluasi penilaian service level untuk pihak ULS, UBL dan untuk supplier lainnya, namun belum direalisasikan dalam bentuk laporan tertulis. Keluhan yang sering disampaikan seringkali keterlambatan waktu pengiriman dan kondisi barang yang kurang baik, namun hanya diungkapkan secara lisan saja dan disampaikan melalui telepon atau melalui kurir pengantar barang dari supplier. Untuk setiap faktur pembelian barang, baik itu pembelian ke UBL maupun pembelian ke Principal pihak III, disertai dengan faktur pajak. Pajak yang dikenakan atas pembelian barang tersebut dinamakan Pajak Pertambahan Nilai (PPn). Besarnya pajak yang harus dibayarkan atas barang tersebut adalah sebesar 10%. Pada KFTD Cabang Jakarta-1 pun mengikuti aturan tersebut, dimana setiap pembelian barang ke pihak UBL maupun ke Principal pihak III disertai dengan pembayaran pajak sebesar 10%. Dan pada saat penyerahan pesanan barang dari petugas hantaran, pihak KFTD Cabang Jakarta-1 menerima Surat Jalan (Lampiran 14), Faktur Pembelian (Lampiran 12) dan Faktur Pajak (Lampiran 13).

132 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari proses perencanaan pengadaan obat yang dilakukan di PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Cabang Jakarta- 1 adalah a. Pada PT. Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) dalam melakukan perencanaan pengadaan didasarkan pada kondisi stok barang di gudang dengan mengacu kepada kondisi level stock, buffer stock, dan minimal stock di gudang. Selain itu, didasarkan pada laporan penjualan bulan atau tahun sebelumnya. b. Proses pengadaan obat (pembelian obat) dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi yang dikenal dengan nama Navision. c. Dalam melakukan pengadaan obat, KFTD Cabang Jakarta-1 mendapatkan obat berasal dari 2 (dua) sumber yaitu pengadaan internal dan pengadaan eksternal. Pengadaan obat internal diperoleh dari Unit Logistik Sentral (ULS) atau sering juga disebut Unit Bisnis Logistik (UBL), yang merupakan Perusahaan Induk (PT. Kimia Farma Tbk di bagian logistik). Pengadaan obat eksternal atau yang sering disebut dengan Principal Pihak III yaitu industri farmasi atau Pedagang Besar Farmasi (PBF) lain yang telah bekerja sama dengan KFTD pusat seperti PT. Anugerah Pharmindo Lestari (APL), PT Asia Sejahtera Perdana Pharmaceutical (ASPP), PT. Darya Varia, PT. Kasa Husada, PT. Orang Tua, PT. Intergastra, PT. Janssen, PT. Otsuka, PT. Rajawali, PT. Ahmadaris, dan Warung Stamina. 4.2 Saran Dalam melaksanakan fungsi pengadaan obat, sebaiknya KFTD Cabang Jakarta-1 perlu memantapkan level stock agar tidak terjadi pengosongan barang di gudang, dan sebaiknya SP asli untuk pengadaan narkotika-psikotropika di KFTD Cabang Jakarta-1 segera dikirimkan ke UBL setelah dibuat oleh APJ. 24 4

133 25 DAFTAR PUSTAKA Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Third Edition. Jakarta: Binarupa Aksara. Herbert, Simon. (1991). Journal of Economic Perspectives: Organizations and Markets. Vol. 5, no.2 Kementerian Kesehatan RI. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Muninjaya, Gde. A.A. (2004). Manajemen Kesehatan (Ed.I). Denpasar: Penerbit Buku Kedokteran EGC Universitas Udayana. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta Said, M. Umar. (2013). Manajemen PBF Praktis. Solo: CV. Ar-rahman

134 LAMPIRAN 4

135 27 33 Lampiran 1. Struktur Organisasi KFTD Cabang Jakarta-1

136 34 28 Lampiran 2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar

137 35 29 Lampiran 3. Surat Izin Pedagang Besar Farmasi

138 36 30 Lampiran 4. Surat Izin Penyalur Alat Kesehatan

139 37 31 Lampiran 5. Surat Izin Khusus Sebagai Distributor Narkotika

140 38 32 Lampiran 6. Surat Pesanan ke Pihak Unit Logistik Sentral (ULS)

141 39 33 Lampiran 7. Surat Pesanan ke Pihak III

142 40 34 Lampiran 8. Surat Kirim Barang (SKB) dari UBL ke KFTD Cabang

143 41 35 Lampiran 9. Faktur Pembelian dari UBL ke KFTD Cabang

144 42 36 Lampiran 10. Tanda Terima Barang dari UBL ke KFTD Cabang

145 43 37 Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika Model N.9

146 44 38 Lampiran 12. Faktur Pembelian ke Pihak III

147 45 39 Lampiran 13. Faktur Pajak Pembelian ke Pihak III

148 46 40 Lampiran 14. Surat Jalan dari Pihak III

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JALAN BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 JANUARI - 17 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 2013 15 JULI 2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 17 JUNI 15 JULI DAN 29

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TATARASA PRIMATAMA JALAN SUTERA NIAGA III NO. 1, ALAM SUTERA SERPONG, TANGERANG 15325 PERIODE 03 MARET 25 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut:

Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan Izin Pedagang Besar Farmasi dengan data sebagai berikut: Formulir 1 Nomor : Perihal : Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di - JAKARTA Bersama ini kami mengajukan

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/011/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 011: DISTRIBUSI OBAT-OBAT KHUSUS Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA No.225, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri. Usaha Obat. Tradisional. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN USAHA OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN No.893, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) TRAMEDIFA Jl. CIPINANG MUARA I NO. 23C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM 2012, No.225 20 Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM

PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Formulir 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN PRINSIP INDUSTRI OBAT TRADISIONAL/INDUSTRI EKSTRAK BAHAN ALAM Nomor Lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional/Industri Ekstrak Bahan Alam Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN STANDAR PUBLIK GERAI PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN NO 1 2 3 4 5 6 IZIN 9 hari kerja Tdak dipungut 1 Surat Izin Bidan (SIB) Surat Izin Bidan (SIB) kepada Kepala Dinas Kesehatan Pemohon datang sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas yang dibutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.04/MEN/2012 TENTANG OBAT IKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TABEL 1 DAFTAR PERTANYAAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL

TABEL 1 DAFTAR PERTANYAAN EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 TABEL 1 DAFTAR EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL Indepedensi Auditor Internal Apakah auditor internal yang ada pada perusahaan merupakan fungsi yang terpisah dari fungsi operasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha

2016, No Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha No.712, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. LPK. Perizinan. Pendaftaran. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PERIZINAN

Lebih terperinci

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA MENTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESiA PERA TURAN MENTERI KESEHA TAN REPUBLIK NOMOR 1175/MENKES/PERNIII/2010 INDONESIA TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHA TAN

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT)

Jangka waktu penyelesaian adalah 4 hari kerja, jika berkas lengkap. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) 1. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (IUKOT) Surat permohonan bermeterai Rp. 6.000,- ditujukan kepada Gubernur NTT Cq. Kepala KPPTSP Provinsi NTT dengan tembusan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Mengapa Perlu peraturan mengenai praktik kefarmasian Perangkat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAWASAN PENGELOLAAN OBAT, BAHAN OBAT, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1249, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sel Punca. Klinis. Laboratorium. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Masukan dapat kami terima selambatlambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci