BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah diketahui dalam teori modul, pengertian basis meliputi konsep membangun dan konsep bebas linear. Karakterisasi suatu himpunan bagian yang bersifat membangun dan bebas linear di dalam suatu modul dapat ditemukan di dalam Maclane-Birkhoff (1979), Adkins-Weintraub (1992), Passman (1991), dan Hungerford (1974). Konsep membangun oleh suatu himpunan bagian di dalam suatu modul telah diperumum dan dikembangkan oleh Wisbauer (1991) dan Anderson-Fuller (1992) ke dalam kategori R-modul (R-Mod). Kelas σ M merupakan koleksi submodul-submodul dari suatu modul yang dibangun oleh R-modul M. Telah ditunjukkan bahwa σ M merupakan suatu subkategori dari kategori R-Mod dan memiliki sifat tertutup terhadap submodul, modul faktor, dan jumlah langsung. Dari hasil-hasil yang diperoleh Wisbauer (1991) dan Anderson-Fuller (1992), penulis termotivasi untuk mendefinisikan pengertian keluarga modul bebas linear yang merupakan perumuman dari pengertian bebas linear suatu himpunan bagian di dalam suatu modul. Selanjutnya, diperkenalkan kelas modul τ M yakni koleksi submodul dari modul faktor M L dengan L submodul dari M yang isomorfis dengan submodul dari koproduk keluarga modul yang bebas linear maksimal terhadap M dan dinotasikan oleh τ M = K L M L L V N λ Λ, λ Λ dengan N λ Λ adalah keluarga R-modul yang bebas linear maksimal terhadap M. Pembentukan kelas modul τ M ini termotivasi oleh pembentukan kelas modul σ M yang telah dilakukan oleh Wisbauer (1991). Selanjutnya diselidiki apakah τ M merupakan subkategori dari kategori R-Mod. Jika dapat dibuktikan bahwa τ M merupakan kategori, selanjutnya dilakukan kajian apakah kategori τ M 1

2 memiliki sifat tertutup terhadap submodul, modul faktor, dan jumlah langsung seperti pada kategori σ M. Di pihak lain, konsep ring herediter telah banyak diteliti dan dikembangkan dari berbagai pendekatan. Cartan-Eilenberg (1956) mengetengahkan karakterisasi ring herediter melalui modul. Tuganbaev (2003) telah mengkaji sifat-sifat ideal suatu ring herediter. Haily-Rahnaoui (2007) telah mengetengahkan karakterisasi baru dari ring herediter melalui endomorfisma. Telah diketahui bahwa perumuman definisi ring herediter di area modul telah diperkenalkan oleh Shrikhande (1973). Selain memperkenalkan modul herediter, Shrikhande memperkenalkan modul koherediter yang merupakan dual dari modul herediter. Dikatakan dual karena modul koherediter merupakan modul yang memiliki sifat injektif pada setiap modul faktornya, sedang modul herediter merupakan modul yang memiliki sifat proyektif pada setiap submodulnya. Hill (1977) telah menelaah struktur endomorfisma suatu modul herediter. Pengembangan konsep modul herediter ke sifat herediter di suatu kelas modul, yakni kategori σ M, telah diperkenalkan oleh Wisbauer (1991). Selain itu, konsep modul koherediter juga dikembangkan di kategori σ M. Para peneliti yang melakukan kajian terhadap struktur modul koherediter di σ M antara lain: Wisbauer (1998), Tutuncu dkk. (2008), dan Garminia (2009). Lebih jauh, penulis melakukan pendefinisian modul koherediter di dalam τ M yang pendefinisiannya sejalan dengan pengertian di dalam σ M. Selanjutnya dilakukan kajian terhadap sifat-sifat modul koherediter di dalam τ M. Hal ini termotivasi oleh hasil-hasil Wisbauer (1991) yang melakukan kajian awal terhadap modul herediter di dalam σ M yang merupakan keluarga submodul dari modul yang dibangun oleh R-modul M. 2

3 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut, penulis menyusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut. Pertama, bagaimana membangun konsep keluarga modul bebas linear berdasarkan pengertian himpunan bagian yang bebas linear di dalam modulnya. Selanjutnya dikembangkan keluarga submodul bebas linear dan keluarga modul bebas linear maksimal. Mempelajari sifat-sifat berdasarkan sifatsifat himpunan bagian yang bebas linear dan memberikan contoh-contoh. Kedua, bagaimana membangun kelas modul τ M yang merupakan koleksi submodul dari modul faktor M L dengan L submodul dari M yang isomorfis dengan submodul dari koproduk keluarga modul yang bebas linear maksimal terhadap M dan dinotasikan oleh τ M = K L M L L V N λ Λ, λ Λ dengan N λ Λ adalah keluarga R-modul yang bebas linear maksimal terhadap M. Selanjutnya, diselidiki apakah τ M memenuhi aksioma-aksioma subkategori dari kategori R-Mod, melakukan kajian sifat tertutup terhadap submodul, modul faktor, dan jumlah langsung seperti yang dimiliki oleh σ M, dan memberikan beberapa contoh. Ketiga, menyelidiki sifat-sifat modul injektif dan modul koherediter di τ M Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membangun konsep keluarga submodul bebas linear dan keluarga modul bebas linear sebagai perumuman dari himpunan bagian yang bersifat bebas linear terhadap modulnya. 2. Membangun kategori τ[m] dan mendapatkan sifat tertutup terhadap submodul, modul faktor, dan jumlah langsung seperti pada kategori σ[m]. 3. Mendapatkan sifat-sifat dari modul injektif dan modul koherediter pada kategori τ[m]. 3

4 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dengan terbangunnya konsep keluarga modul bebas linear dan dengan memanfaatkan konsep modul membangun yang dilakukan oleh Wisbauer (1991), diharapkan dapat dilakukan pula kajian tentang keluarga modul basis. 2. Dengan terbangunnya kategori τ M, diharapkan dapat dilakukan kajian lebih lanjut, dengan memperhatikan hasil kajian pada kategori σ M. 3. Dengan mendapatkan sifat-sifat dari modul injektif dan modul koherediter pada kategori τ[m] diharapkan dapat melengkapi hasil-hasil pada Wisbauer (1991, 1998), Tutuncu dkk. (2008), dan Garminia (2009) Tinjauan Pustaka Pada R-modul N, himpunan tak kosong S merupakan basis untuk N jika dan hanya jika S membangun dan bebas linear. Pembahasan suatu himpunan bagian yang bebas linear di dalam modulnya dapat dilihat pada Hungerford (1974), Maclane-Birkhoff (1979), Passman (1991), Anderson-Fuller (1992), Arifin (2001), dan Bland (2011). Dari pengertian S membangun N, Wisbauer (1991) mengembangkan suatu kelas sebagai berikut. Kelas yang merupakan koleksi submodul-submodul dari modul yang dibangun oleh R-modul M dinotasikan dengan σ M. Wisbauer menunjukkan bahwa σ M merupakan subkategori dari kategori R-Mod. Dibahas pula bahwa subkategori σ M mempunyai sifat tertutup (closed) terhadap submodul, modul faktor dan jumlah langsung luar (external direct sum). Di dalam Shrikhande (1973) dan Wisbauer (1991, 1998) dibahas keterkaitan antara modul proyektif dan modul injektif. Kaitan tersebut antara lain; untuk R-modul P dan Q, jika Q adalah P-injektif dan setiap submodul dari P merupakan Q-proyektif, maka setiap modul faktor dari Q merupakan P-injektif. 4

5 Jika P bersifat Q-proyektif dan setiap modul faktor dari Q merupakan P-injektif, maka setiap submodul dari P bersifat Q-proyektif. Wisbauer (1991) juga menunjukkan karakterisasi dari modul-modul yang bersifat proyektif di dalam σ M yaitu jika P adalah modul proyektif di dalam σ M, maka untuk setiap submodul dari modul P adalah proyektif di dalam σ M jika dan hanya jika setiap modul faktor dari modul yang P-injektif di dalam σ M adalah P-injektif. Tutuncu dkk. (2008) menunjukkan bahwa jumlah langsung luar suatu modul bersifat koherediter di dalam σ M jika dan hanya jika masing-masing modulnya bersifat koherediter di dalam σ M. Lebih jauh, jika modul M pembangun di dalam σ M, maka M bersifat koherediter di dalam σ M jika dan hanya jika M merupakan modul semisederhana. Dari karakterisasi modul proyektif di dalam σ M, Garminia (2009) menunjukkan dual dari karakterisasi tersebut tetapi masih mempertahankan sifat proyektifitas modul, yaitu untuk setiap modul faktor dari modul Q adalah injektif di dalam σ M jika dan hanya jika setiap submodul dari modul yang Q-proyektif di dalam σ M adalah Q-proyektif. Karakterisasi modul herediter di dalam σ[m] yang berkaitan dengan modul yang bersifat injektif dikemukakan Wisbauer (1991) antara lain suatu modul bersifat herediter di dalam σ[m] jika dan hanya jika setiap modul faktor dari modul yang injektif di dalam σ[m] adalah injektif. Dari karakterisasi tersebut, Wisbauer (1998) menunjukkan sifat-sifat dan karakterisasi dari modul koherediter di dalam σ[m], antara lain jika masing-masing modul bersifat koherediter di dalam σ[m], maka jumlah langsung berhingga modul tersebut bersifat koherediter di dalam σ[m]. Jika P bersifat M-injektif Noether lokal, maka P bersifat koherediter di dalam σ[m] jika dan hanya jika setiap modul injektif di dalam σ[m] bersifat koherediter di dalam σ[m]. Modul P bersifat koherediter di dalam σ[m] jika dan hanya jika setiap modul injektif di dalam σ[m] yang tak terdekomposisi bersifat koherediter di dalam σ[m]. Tutuncu dkk. (2008) dan Garminia (2009) juga menunjukkan karakterisasi modul koherediter di dalam σ[m], yaitu Q modul di dalam σ[m], Q bersifat koherediter di dalam σ[m] jika 5

6 dan hanya jika setiap submodul dari modul yang Q-proyektif di dalam σ[m] adalah Q-proyektif. Disertasi ini membahas konsep keluarga modul bebas linear dan keluarga modul bebas linear maksimal berdasarkan pengertian himpunan bagian bersifat bebas linear di dalam suatu modul. Selanjutnya akan dibahas juga kelas τ M yang merupakan koleksi submodul dari modul faktor M L dengan L submodul dari M yang isomorfis dengan submodul dari koproduk keluarga modul yang bebas linear maksimal terhadap M dan dinotasikan oleh τ M = K L M L L V N λ Λ, λ Λ dengan N λ Λ adalah keluarga R-modul yang bebas linear maksimal terhadap M dan menyelidiki apakah pada τ M sifat tertutup terhadap submodul, modul faktor, dan jumlah langsung. Terakhir, melakukan kajian modul injektif dan modul koherediter di dalam τ M Metodologi Penelitian Metode dan langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, mendefinisikan keluarga modul bebas linear berdasarkan pengertian himpunan bagian yang bebas linear di dalam suatu modul, mempelajari sifat-sifat, dan memberikan beberapa contoh. Berikutnya, mendefinisikan keluarga submodul bebas linear dengan memperumum submodul siklik yang dibangun oleh elemen dari himpunan bagian yang bebas linear di dalam suatu modul, mempelajari sifatsifat berdasarkan sifat-sifat himpunan bagian yang bebas linear, dan memberikan contoh-contoh. Kajian ini dilakukan karena sepengetahuan penulis, tidak ada peneliti sebelumnya yang melakukan perumuman konsep bebas linear. Hal yang telah dilakukan barulah memperumum konsep membangun yakni oleh Wisbauer (1991). Kedua, membangun kelas modul τ M yang merupakan koleksi submodul dari modul faktor M L dengan L submodul dari M yang isomorfis dengan 6

7 submodul dari koproduk keluarga modul yang bebas linear maksimal terhadap M dan dinotasikan oleh τ M = K L M L L V N λ Λ, λ Λ dengan N λ Λ adalah keluarga R-modul yang bebas linear maksimal terhadap M. Selanjutnya, diselidiki apakah τ M memenuhi aksioma-aksioma subkategori dari kategori R-Mod, bersifat tertutup terhadap submodul, modul faktor, dan jumlah langsung seperti yang dimiliki oleh σ M, dan memberikan beberapa contoh. Kajian ini dilakukan karena sepengetahuan penulis, tidak ada peneliti sebelumnya yang membangun kelas modul yakni τ M. Wisbauer (1991) dan Andeson-Fuller (1992) telah membahas kelas modul dengan mengoleksi submodul-submodul dari modul yang dibangun oleh R-modul M. Ketiga, melakukan kajian terhadap modul yang bersifat injektif dan modul koherediter di dalam τ M, mempelajari sifat-sifat, dan memberikan contohcontoh. Kajian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa setelah membangun kelas modul σ M, Wisbauer (1991) melanjutkan dengan mengkaji modul herediter di dalam σ M. Untuk lebih jelasnya, alur penelitian diberikan pada diagram berikut. Tahap Proses Penelitian Indikator Tahap 1 Membangun konsep keluarga modul bebas linear dan memberikan beberapa contoh. Diperoleh konsep keluarga modul bebas linear dan beberapa contoh. Tahap 2 Membangun suatu kategori baru (kandidat kategori τ M ) melalui keluarga modul bebas linear dan menemukan sifat-sifatnya. Diperoleh konsep kategori τ M dan memperoleh sifatsifatnya dan beberapa contoh. Tahap 3 Menemukan sifat-sifat modul injektif dan modul faktor yang bersifat injektif (koherediter) pada kategori τ M Diperoleh sifat-sifat dan karakterisasi dari modul injektif dan modul koherediter pada kategori τ M 7

8 1.7. Sistematika Penulisan Disertasi ini disajikan dalam 5 (lima) bab. BAB I berisi PENDAHULUAN yang memaparkan: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II berisi MODUL DAN KATEGORI MODUL yang memaparkan tentang: modul dan homomorfisma modul, kategori modul, produk dan koproduk pada kategori R-modul, modul injektif dan modul proyektif, modul herediter, modul koherediter, dan kebebaslinearan. BAB III berisi MODUL MEMBANGUN DAN KELUARGA MODUL BEBAS LINEAR yang memaparkan tentang: modul membangun, keluarga submodul bebas linear, keluarga modul bebas linear, dan keluarga modul bebas linear maksimal. BAB IV berisi MODUL KOHEREDITER PADA KATEGORI τ[m] yang memaparkan tentang: kategori τ[m] dan modul τ[m]-koherediter. BAB V berisi PENUTUP yang memaparkan tentang: kesimpulan dari penelitian dan masalah terbuka, yakni topik-topik penelitian yang dapat dilakukan lebih lanjut. Secara garis besar, untuk sifat-sifat yang didapat dari kajian pustaka atau dikutip dari literatur yang disebutkan dalam daftar pustaka, penulis menyertakan rujukan literaturnya, sedangkan untuk sifat-sifat yang diperoleh dari hasil penelitian, penulis menyertakan tanda G di depan kata Definisi, Teorema atau kata Akibat. 8

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada teori himpunan, telah diperkenalkan mengenai konsep himpunan terurut parsial yang dinamakan latis. Jika diberikan suatu ring dengan elemen identitas R

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang grup, ring, dan modul yang akan digunakan dalam pembahasan hasil penelitian. 2.1 Ring Sebelum didefinisikan pengertian

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN : Dzikrullah Akbar 1), Sri Wahyuni 2)

PROSIDING ISBN : Dzikrullah Akbar 1), Sri Wahyuni 2) Modul Strongly Supplemented A 6 Dzikrullah Akbar 1), Sri Wahyuni 2) 1) Mahasiswa S2 Matematika Jurusan Matematika FMIPA UGM Email : dzikoebar@yahoo.com 2) Dosen PS S2 Matematika Jurusan Matematika FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Modul adalah generalisasi dari ruang vektor yaitu dengan memperluas struktur lapangan pada ruang vektor menjadi ring yang strukturnya lebih umum. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ruang vektor merupakan suatu sistem di aljabar linier yang sangat sering dipelajari karena banyak penerapannya di berbagai cabang ilmu sains. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graf berarah (quiver) yang selanjutnya hanya dikatakan graf saja, dapat dipandang secara aljabar sebagai 4-tupel, E = (E 0, E 1, s, r) yang terdiri dari himpunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

Syarat Perlu Suatu Modul Merupakan Modul Distributif Lemah dan Ring Endomorfisma dari Modul Distributif Lemah

Syarat Perlu Suatu Modul Merupakan Modul Distributif Lemah dan Ring Endomorfisma dari Modul Distributif Lemah Syarat Perlu Suatu Modul Merupakan Modul Distributif Lemah Ring Endomorfisma dari Modul Distributif Lemah Fitriani Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung Email: fitriani_mathunila@yahoocoid AbstrakMisalkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif);

II. TINJAUAN PUSTAKA. Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang dinotasikan. (i), untuk setiap ( bersifat assosiatif); II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Grup Pengkajian pertama, diulas tentang definisi Grup yang merupakan bentuk dasar dari suatu ring dan modul. Definisi 2.1.1 Diberikan himpunan dan operasi biner disebut grup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Himpunan R merupakan ring jika dilengkapi dengan operasi penjumlahan dan perkalian, di mana terhadap operasi penjumlahan merupakan grup komutatif, dan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Representasi grup adalah perumuman dari homomorfisma Gl(V ) ke GL(n, F ) menjadi homomorfisma sebarang grup G ke Gl(n, F ). Telah diketahui bahwa macammacam

Lebih terperinci

KAJIAN KEINJEKTIFAN MODUL (MODUL INJEKTIF, MODUL INJEKTIF LEMAH, MODUL MININJEKTIF)

KAJIAN KEINJEKTIFAN MODUL (MODUL INJEKTIF, MODUL INJEKTIF LEMAH, MODUL MININJEKTIF) J. Pijar MIPA, Vol. IX No.1, Maret : 42-47 ISSN 1907-1744 KAJIAN KEINJEKTIFAN MODUL (MODUL INJEKTIF, MODUL INJEKTIF LEMAH, MODUL MININJEKTIF) Baidowi 1, Yunita Septriana Anwar 2 1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tulisan ini diasumsikan semua ring merupakan ring komutatif dengan elemen satuan, kecuali jika diberikan suatu pernyataan lain. Diberikan ring R dan P

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ada beberapa materi yang terdapat pada aljabar abstrak, salah satu materi tersebut adalah modul. Untuk membahas pengertian tentang suatu modul harus dimengerti lebih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN I MODUL ATAS RING Direncanakan

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Modul Tersuplemen lemah (Weakly Supplemented Module)

Beberapa Sifat Modul Tersuplemen lemah (Weakly Supplemented Module) Beberapa Sifat Modul Tersuplemen lemah (Weakly Supplemented Module) A 4 Didi Febrian 1, Sri Wahyuni 2 1 Mahasiswa S2 Jurusan Matematika Fakultas MIPA UGM, Dosen Univ. Dian Nusantara Medan email : febrian.didi@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. R S = { r s. untuk S subset multiplikatif dari R yang tidak memuat pembagi nol dan didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. R S = { r s. untuk S subset multiplikatif dari R yang tidak memuat pembagi nol dan didefinisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Topik "Hubungan Modul Dedekind Dengan Modul π Melalui Modul Invertibel dan Modul Padat" merupakan kajian atas 2(dua) jenis submodul yang muncul dari ide yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakan Masalah Modul merupakan struktur aljabar yan diperoleh dari perumuman struktur ruan vektor denan memperumum ruan skalarnya menjadi rin denan elemen satuan. Modul atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada keseluruhan tulisan ini, ring yang digunakan merupakan ring komutatif dengan elemen satuan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada keseluruhan tulisan ini, ring yang digunakan merupakan ring komutatif dengan elemen satuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada keseluruhan tulisan ini, ring yang digunakan merupakan ring komutatif dengan elemen satuan. Modul merupakan perumuman struktur ruang vektor dengan memperlemah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pengelompokan aljabar ring, lapangan merupakan kejadian sangat khusus dari ring karena tidak hanya memiliki invers penjumlahan tetapi juga invers perkalian

Lebih terperinci

MODUL HASIL BAGI DARI SUATU MODUL DEDEKIND

MODUL HASIL BAGI DARI SUATU MODUL DEDEKIND MODUL HASIL BAGI DARI SUATU MODUL DEDEKIND Erlina Tri Susianti 1) Santi Irawati 2) Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang. email: erltrisa@yahoo.co.id, santira99@gmail.com Abstrak: Gelanggang

Lebih terperinci

Karakterisasi Modul Torsi dan Modul Bebas Torsi Menggunakan Preradikal

Karakterisasi Modul Torsi dan Modul Bebas Torsi Menggunakan Preradikal Karakterisasi Modul Torsi dan Modul Bebas Torsi Menggunakan Preradikal Indah Emilia Wijayanti Primastuti Indah Suryani Dwi Ertiningsih Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281 Abstrak

Lebih terperinci

SYARAT PERLU MENGKONSTRUKSIKAN RELASI EKIVALENSI PADA RING TIDAK KOMUTATIP ELVINA HERAWATY

SYARAT PERLU MENGKONSTRUKSIKAN RELASI EKIVALENSI PADA RING TIDAK KOMUTATIP ELVINA HERAWATY SYARAT PERLU MENGKONSTRUKSIKAN RELASI EKIVALENSI PADA RING TIDAK KOMUTATIP ELVINA HERAWATY Jurusan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Abstrak Diketengahkan metode memperluas himpunan

Lebih terperinci

Teorema Jacobson Density

Teorema Jacobson Density Teorema Jacobson Density Budi Santoso 1, Fitriani 2, Ahmad Faisol 3 Jurusan Matematika FMIPA, Unila, Bandar Lampung, Indonesia 1,2,3 E-mail: budi.klik@gmail.com Abstrak. Misalkan adalah ring (tidak harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ring polinomial adalah himpunan semua fungsi dari himpunan semua bilangan bulat nonnegatif ke ring R dengan elemen identitas dan dilengkapi dengan operasi penjumlahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

HUBUNGAN DAERAH DEDEKIND DENGAN GELANGGANG HNP

HUBUNGAN DAERAH DEDEKIND DENGAN GELANGGANG HNP HUBUNGAN DAERAH DEDEKIND DENGAN GELANGGANG HNP TEDUH WULANDARI Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan dari skripsi

Lebih terperinci

FUNGTOR KONTRAVARIAN DAN KATEGORI ABELIAN

FUNGTOR KONTRAVARIAN DAN KATEGORI ABELIAN FUNGTOR KONTRAVARIAN DAN KATEGORI ABELIAN Agus Suryanto, Nikken Prima Puspita, Robertus Heri S. U. Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Jalan Prof. H. Soedarto, SH. Tembalang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. satu cabang ilmu matematika yang berhubungan dengan kajian kuantitas, hubungan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. satu cabang ilmu matematika yang berhubungan dengan kajian kuantitas, hubungan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aljabar abstrak atau yang juga dikenal dengan aljabar moderen merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang berhubungan dengan kajian kuantitas, hubungan, dan struktur

Lebih terperinci

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF

RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 02, No. 1 (2013), hal. 63 70. RANK MATRIKS ATAS RING KOMUTATIF Eka Wulan Ramadhani, Nilamsari Kusumastuti, Evi Noviani INTISARI Rank dari matriks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Struktur aljabar merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika yang dikembangkan untuk menunjang pemahaman mengenai struktur bilangan. Struktur atau sistem aljabar

Lebih terperinci

SYARAT PERLU DAN CUKUP SUBMODUL TERKOMPLEMEN. Sri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM. Abstrak

SYARAT PERLU DAN CUKUP SUBMODUL TERKOMPLEMEN. Sri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM. Abstrak JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 1, 8-13, April 2002, IN : 1410-8518 YARAT PERLU DAN CUKUP UBMODUL TERKOMPLEMEN ri Wahyuni Jurusan Matematika FMIPA UGM Abstrak Dipresentasikan syarat perlu dan

Lebih terperinci

ISOMORFISMA JUMLAH LANGSUNG DAN DARAP LANGSUNG DUA MODUL. (Skripsi) Oleh ALI ABDUL JABAR

ISOMORFISMA JUMLAH LANGSUNG DAN DARAP LANGSUNG DUA MODUL. (Skripsi) Oleh ALI ABDUL JABAR ISOMORFISMA JUMLAH LANGSUNG DAN DARAP LANGSUNG DUA MODUL Skripsi Oleh ALI ABDUL JABAR FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 ABSTRAK ISOMORFISMA JUMLAH LANGSUNG

Lebih terperinci

RING STABIL BERHINGGA

RING STABIL BERHINGGA RING STABIL BERHINGGA Samsul Arifin Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Surya, Tangerang Email: samsul.arifin@stkipsurya.ac.id ABSTRACT Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai karakteristik ring

Lebih terperinci

NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275

NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275 NEUTROSOFIK MODUL DAN SIFAT-SIFATNYA Suryoto 1, Bambang Irawanto 2, Nikken Prima Puspita 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 5275 1 suryoto_math@undip.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada abad ke-19, Teori Representasi secara umum dipelajari sebagai bagian dari Teori Grup. Himpunan semua endomorfisma invertibel dari ruang vektor V atas

Lebih terperinci

RING ABELIAN DAN MODUL ABELIAN. Oleh: Andri Novianto (1) Elah Nurlaelah (2) Ririn Sispiyati (2) ABSTRAK

RING ABELIAN DAN MODUL ABELIAN. Oleh: Andri Novianto (1) Elah Nurlaelah (2) Ririn Sispiyati (2) ABSTRAK RING ABELIAN DAN MODUL ABELIAN Oleh: Andri Novianto (1) Elah Nurlaelah (2) Ririn Sispiyati (2) ABSTRAK Dalam tulisan ini akan diperkenalkan modul abelian sebagai perluasan dari ring abelian. Misalkan suatu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN III MODUL BEBAS, PENGENOL, DAN

Lebih terperinci

TEORI RING LANJUT (MODUL PRIMA)

TEORI RING LANJUT (MODUL PRIMA) TEORI RING LANJUT (MODUL PRIMA) 23 Maret 2010 Samsul Arifin (09/290722/PPA/2875) Yunita Septriana Anwar (08/275043/PPA/2614) IDEAL PRIMA Definisi 1: Misalkan R ring dan ideal. I disebut prima jika untuk

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

GELANGGANG ARTIN. Kata Kunci: Artin ring, prim ideal, maximal ideal, nilradikal.

GELANGGANG ARTIN. Kata Kunci: Artin ring, prim ideal, maximal ideal, nilradikal. Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 2 Hal. 108 114 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND GELANGGANG ARTIN IMELDA FAUZIAH, NOVA NOLIZA BAKAR, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PERAN TEOREMA COHEN DALAM TEOREMA BASIS HILBERT PADA RING DERET PANGKAT

PERAN TEOREMA COHEN DALAM TEOREMA BASIS HILBERT PADA RING DERET PANGKAT PERAN TEOREMA COHEN DALAM TEOREMA BASIS HILBERT PADA RING DERET PANGKAT SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Matematika Diajukan Oleh : Moch. Widiono 09610030

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat luas. Sistem navigasi kendaraan, sistem komunikasi satelit di luar angkasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat luas. Sistem navigasi kendaraan, sistem komunikasi satelit di luar angkasa, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu matematika dalam kehidupan manusia memiliki lingkup penerapan yang sangat luas. Sistem navigasi kendaraan, sistem komunikasi satelit di luar angkasa, peramalan

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 1 10 KARAKTERISASI DAERAH DEDEKIND Elvinus R. Persulessy 1, Novita Dahoklory 1, Jurusan Matematika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL KALI TENSOR: KONSTRUKSI, EKSISTENSI DAN KAITANNYA DENGAN BARISAN EKSAK

HASIL KALI TENSOR: KONSTRUKSI, EKSISTENSI DAN KAITANNYA DENGAN BARISAN EKSAK HASIL KALI TENSO: KONSTUKSI, EKSISTENSI AN KAITANNYA ENGAN BAISAN EKSAK Samsul Arifin samsul_arifin@mail.ugm.ac.id Mahasiswa S Matematika FMIPA UGM alam tulisan ini akan dibahas mengenai konstruksi hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK G-HOMOMORFISMA SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH MEGA PARAMITASARI

KARAKTERISTIK G-HOMOMORFISMA SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH MEGA PARAMITASARI KARAKTERISTIK G-HOMOMORFISMA SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH MEGA PARAMITASARI 06 934 013 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ABSTRAK Misalkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Yogyakarta Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN II HOMOMORPHISMA MODUL Direncanakan

Lebih terperinci

Modul Faktor Dari Modul Supplemented

Modul Faktor Dari Modul Supplemented Modul Faktor Dari Modul Supplemented A 16 Puguh Wahyu Prasetyo S2 Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta Email : puguhwp@gmail.com Ari Suparwanto Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta Email : ari_suparwanto@ugm.ac.id

Lebih terperinci

SUBMODUL PRIMA, SEMIPRIMA, DAN PRIMER DI MODUL DAN MODUL FRAKSI

SUBMODUL PRIMA, SEMIPRIMA, DAN PRIMER DI MODUL DAN MODUL FRAKSI Jurnal Gammath, Volume 2 Nomor 1, Maret 2017 SUBMODUL PRIMA, SEMIPRIMA, DAN PRIMER DI MODUL DAN MODUL FRAKSI Lina Dwi Khusnawati FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta lina.d.khusnawati@ums.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III. Standard Kompetensi. 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. BAB III Standard Kompetensi 3. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian homomorfisma ring menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat 3.1 Menyebutkan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ruang vektor adalah suatu grup abelian yang dilengkapi dengan operasi pergandaan skalar atas suatu lapangan. Suatu ruang vektor dapat dikawankan dengan ruang

Lebih terperinci

SKRIPSI. untuk memenuhi sebagian persyaratan. mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Matematika

SKRIPSI. untuk memenuhi sebagian persyaratan. mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Matematika REPRESENTASI GRUP G ATAS LAPANGAN F DAN FG MODUL SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Matematika Diajukan Oleh : Siti Mahfudzoh 09610037 Kepada PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori tentang subhimpunan fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Zadeh pada tahun 1965. Hal ini menginspirasi banyak peneliti lain untuk melakukan penelitian

Lebih terperinci

MODUL BERSUPLEMEN UTAMA SEBAGAI GENERALISASI DARI MODUL BERSUPLEMEN

MODUL BERSUPLEMEN UTAMA SEBAGAI GENERALISASI DARI MODUL BERSUPLEMEN MODUL BERSUPLEMEN UTAMA SEBAGAI GENERALISASI DARI MODUL BERSUPLEMEN Fitriani Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung Jl ProfDr Soemantri Brojonegoro No1 Bandar Lampung Abstract An R-e M is called

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Dalam ilmu matematika, khususnya dalam bidang analisis dikenal berbagai macam ruang, salah satunya adalah ruang metrik. Ruang metrik merupakan suatu

Lebih terperinci

PERLUASAN DARI RING REGULAR

PERLUASAN DARI RING REGULAR PERLUASAN DARI RING REGULAR Devi Anastasia Shinta 1, YD. Sumanto 2, Djuwandi 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang fue_anastasia@yahoo.com

Lebih terperinci

ENDOMORFISMA RIGID DAN COMPATIBLE PADA RING DERET PANGKAT TERGENERALISASI MIRING

ENDOMORFISMA RIGID DAN COMPATIBLE PADA RING DERET PANGKAT TERGENERALISASI MIRING ENDOMORFISMA RIGID DAN COMPATIBLE PADA RING DERET PANGKAT TERGENERALISASI MIRING Ahmad Faisol Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung E-mail: faisol_mathunila@yahoo.co.id Abstract. Given a ring R,

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Ideal Bersih-N

Beberapa Sifat Ideal Bersih-N JURNAL FOURIER Oktober 216, Vol. 5, No. 2, 61-66 ISSN 2252-763X; E-ISSN 2541-5239 Beberapa Sifat Ideal Bersih-N Uha Isnaini dan Indah Emilia Wijayanti Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta, Sekip Utara,

Lebih terperinci

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian

Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Kriteria Struktur Aljabar Modul Noetherian dan Gelanggang Noetherian Rio Yohanes 1, Nora Hariadi 2, Kiki Ariyanti Sugeng 3 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia rio.yohanes@sci.ui.ac.id,

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT LANJUT NEUTROSOFIK MODUL. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275

SIFAT-SIFAT LANJUT NEUTROSOFIK MODUL. Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275 SIFAT-SIFAT LANJUT NEUTROSOFIK MODUL 1 Suryoto, 2 Bambang Irawanto, 3 Nikken Prima Puspita 1, 2, 3 Departemen Matematika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu struktur aljabar yang harus dikuasai oleh seorang matematikawan adalah grup yaitu suatu himpunan tak kosong G yang dilengkapi dengan satu operasi

Lebih terperinci

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS

MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODUL DAN KEUJUDAN BASIS PADA MODUL BEBAS MODULES AND BASES OF FREE MODULES Dian Mardiani Pendidikan Matematika, STKIP Garut Garut, Indonesia Alfid51@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas beberapa

Lebih terperinci

ORDER UNSUR DARI GRUP S 4

ORDER UNSUR DARI GRUP S 4 Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 142 147 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND ORDER UNSUR DARI GRUP S 4 FEBYOLA, YANITA, MONIKA RIANTI HELMI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING

PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Handout MK Aljabar Abstract PENGANTAR PADA TEORI GRUP DAN RING Disusun oleh : Drs. Antonius Cahya Prihandoko, M.App.Sc, Ph.D e-mail: antoniuscp.ilkom@unej.ac.id Staf Pengajar Pada Program Studi Sistem

Lebih terperinci

Matematika Diskrit 1

Matematika Diskrit 1 dan Lattice Dr. Ahmad Sabri Universitas Gunadarma Himpunan terurut Misalkan R adalah sebuah relasi pada himpunan S dan memenuhi ketiga sifat berikut ini: Refleksif (untuk sebarang a S, berlaku (a, a) R);

Lebih terperinci

Jurnal Matematika Murni dan Terapan Vol. 5 No.1 Juni 2011: TES FORMAL MODUL PROJEKTIF DAN MODUL BEBAS ATAS RING OPERATOR DIFERENSIAL

Jurnal Matematika Murni dan Terapan Vol. 5 No.1 Juni 2011: TES FORMAL MODUL PROJEKTIF DAN MODUL BEBAS ATAS RING OPERATOR DIFERENSIAL Jurnal Matematika Murni dan Terapan Vol 5 No Juni 0: 43-5 TES FORMAL MOUL PROJEKTIF AN MOUL BEBAS ATAS RING OPERATOR IFERENSIAL Na imah Hijriati Program Studi Matematika Universitas Lambung Mangkurat Jl

Lebih terperinci

FUNGTOR KOVARIAN PADA KATEGORI. Soleh Munawir dan Y.D. Sumanto

FUNGTOR KOVARIAN PADA KATEGORI. Soleh Munawir dan Y.D. Sumanto FUNGTOR KOVARIAN PADA KATEGORI Soleh Munawir YD Sumanto Program Studi Matematika Jurusan Matematika Fakultas Sains Matematika Universitas Diponegoro Jalan Prof H Soedarto, SH Tembalang Semarang 50275 e-mail

Lebih terperinci

GRUP SIKLIK, GRUP PERMUTASI, HOMOMORFISMA

GRUP SIKLIK, GRUP PERMUTASI, HOMOMORFISMA GRUP SIKLIK, GRUP PERMUTASI, HOMOMORFISMA Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Grup Siklik, Grup Permutasi dan Homomorfisma

Lebih terperinci

MODUL FAKTOR DARI MODUL ENDOMORFISMA PADA HIMPUNAN BILANGAN BULAT ATAS GAUSSIAN INTEGER

MODUL FAKTOR DARI MODUL ENDOMORFISMA PADA HIMPUNAN BILANGAN BULAT ATAS GAUSSIAN INTEGER Prosiding eminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-in : 2550-0384; e-in : 2550-0392 MODUL FAKTO DAI MODUL ENDOMOFIMA PADA HIMPUNAN BILANGAN BULAT ATA GAUIAN INTEGE Linda Octavia oelistyoningsih

Lebih terperinci

IDEAL DIFERENSIAL DAN HOMOMORFISMA DIFERENSIAL. Na imah Hijriati, Saman Abdurrahman, Thresye

IDEAL DIFERENSIAL DAN HOMOMORFISMA DIFERENSIAL. Na imah Hijriati, Saman Abdurrahman, Thresye DEAL DFEENSAL DAN HOMOMOFSMA DFEENSAL Na imah Hijriati, Saman Abdurrahman, Thresye Program Studi Matematika Universitas Lambung Mangkurat l. end. A. Yani Km. 36 Kampus Unlam Banjarbaru Email : imah_math@yahoo.co.id

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

ISNN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FAKTORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEKIND

ISNN WAHANA Volume 68, Nomer 1, 1 Juni 2017 HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FAKTORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEKIND HUBUNGAN ANTARA DAERAH IDEAL UTAMA, DAERAH FATORISASI TUNGGAL, DAN DAERAH DEDEIND Eka Susilowati Fakultas eguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Adibuana Surabaya eka50@gmail.com Abstrak Setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017 KARAKTERISASI MODUL TIDAK TERDEKOMPOSISI ATAS DAERAH DEDEKIND

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017 KARAKTERISASI MODUL TIDAK TERDEKOMPOSISI ATAS DAERAH DEDEKIND LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2017 KARAKTERISASI MODUL TIDAK TERDEKOMPOSISI ATAS DAERAH DEDEKIND Nomor DIPA : DIPA BLU: DIPA-025.04.2.423812/2016 Tanggal : 7 Desember 2017 Satker : (423812)

Lebih terperinci

GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA

GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA GRUP ALJABAR DAN -MODUL REGULAR SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH: FITRIA EKA PUSPITA 07934028 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ABSTRAK Misalkan

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Ideal Bersih-N

Beberapa Sifat Ideal Bersih-N JURNAL FOURIER Oktober 216, Vol. 5, No. 2, 65-7 ISSN 2252-763X; E-ISSN 2541-5239 Beberapa Sifat Ideal Bersih-N Uha Isnaini dan Indah Emilia Wijayanti Jurusan Matematika FMIPA UGM, Yogyakarta, Sekip Utara,

Lebih terperinci

Modul Perkalian. Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281

Modul Perkalian. Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 55281 Modul Perkalian Oleh Samsul Arifin Jurusan Matematika FMIPA UGM Sekip Utara Yogyakarta 5528 Abstrak Di dalam teori modul terdapat modul khusus yang disebut modul perkalian (multiplication modules). Misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian serta diakhiri dengan sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aljabar abstrak merupakan salah satu bidang kajian dalam matematika. Aljabar abstrak merupakan sistem matematika yang terdiri dari suatu himpunan yang dilengkapi oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN MODUL TERBANGKIT MODUL-R DAN TERBANGKIT MODUL-R [ S

HUBUNGAN MODUL TERBANGKIT MODUL-R DAN TERBANGKIT MODUL-R [ S Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 HUBUNGAN MODUL TERBANGKIT MODUL-R DAN TERBANGKIT MODUL-R [ S Budi Surodjo

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN INTEGRAL

BAB III PERLUASAN INTEGRAL BAB III PERLUASAN INTEGRAL Pembahasan pada bab ini termuat pada ruang lingkup perluasan uniter atas suatu ring komutatif. Jika adalah suatu ring, maka yang dimaksud adalah suatu ring yang komutatif dan

Lebih terperinci

STRUKTUR IDEAL PRIMA DAN GELANGGANG FAKTOR DARI GELANGGANG POLINOM MIRING ATAS DAERAH DEDEKIND

STRUKTUR IDEAL PRIMA DAN GELANGGANG FAKTOR DARI GELANGGANG POLINOM MIRING ATAS DAERAH DEDEKIND ABSTRAK STRUKTUR IDEAL PRIMA DAN GELANGGANG FAKTOR DARI GELANGGANG POLINOM MIRING ATAS DAERAH DEDEKIND Oleh Amir Kamal Amir NIM : 30107001 (Program Studi Doktor Matematika) Dalam disertasi ini dibahas

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HOMOMORFISMA PADA GRUP BERHINGGA

KONSTRUKSI HOMOMORFISMA PADA GRUP BERHINGGA KONSTRUKSI HOMOMORFISMA PADA GRUP BERHINGGA I Ketut Suastika Pend. Matematika Univ. Kanjuruhan Malang Suastika_cipi@yahoo.co.id Abstrak Pada tulisan ini, penulis mencoba mengkonstruksi homomorfisma grup

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

FUNGTOR HOM DAN FUNGTOR TENSOR PADA HOMOMORFISMA MODUL. Abstrak

FUNGTOR HOM DAN FUNGTOR TENSOR PADA HOMOMORFISMA MODUL. Abstrak Jurnal Euclid, Vol.4, No.2, pp.710 FUNGTOR HOM DAN FUNGTOR TENSOR PADA HOMOMORFISMA MODUL Denik Agustito Universitas Sarjanawiyata Tamansiwa; rafaelagustito@gmail.com Abstrak Sebuah modul adalah pasangan

Lebih terperinci

MODUL ATAS RING MATRIKS ( ) Arindia Dwi Kurnia Universitas Jenderal Soedirman Ari Wardayani Universitas Jenderal Soedirman

MODUL ATAS RING MATRIKS ( ) Arindia Dwi Kurnia Universitas Jenderal Soedirman Ari Wardayani Universitas Jenderal Soedirman Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 MODUL ATAS RING MATRIKS Arindia Dwi Kurnia Universitas Jenderal Soedirman arindiadwikurnia@gmail.com Ari

Lebih terperinci

ALJABAR WEYL, CONTOH GELANGGANG NOETHER DAN PRIM

ALJABAR WEYL, CONTOH GELANGGANG NOETHER DAN PRIM ALJABAR WEYL, CONTOH GELANGGANG NOETHER DAN PRIM TEDUH WULANDARI Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor Jl. Raya Pajajaran, Kampus IPB Baranangsiang,

Lebih terperinci

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran Dan Terapannya

Seminar Nasional Aljabar, Pengajaran Dan Terapannya Tulisan ini telah dipresentasikan pada dipresentasikan dalam Seminar Nasional Alabar, Pengaaran Dan Terapannya dengan tema Kontribusi Alabar dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Penelitian dan Pembelaaran

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah,

II. LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah, 3 II. LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan didiskusikan unsur tak terdefinisi, aksioma-aksioma, istilahistilah, definisi-definisi dan teorema-teorema yang berhubungan dengan penelitian ini. 2.1 Geometri Insidensi

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field.

STRUKTUR ALJABAR II. Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field. STRUKTUR ALJABAR II Materi : 1. Ring 2. Sub Ring, Ideal, Ring Faktor 3. Daerah Integral, dan Field RING (GELANGGANG) Ring adalah himpunan G yang tidak kosong dan berlaku dua oprasi biner (penjumlahan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori grup dan teori ring yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai teori grup. 2.1 Grup Dalam struktur aljabar, himpunan

Lebih terperinci

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya

Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya Kode Makalah M-1 Skew- Semifield dan Beberapa Sifatnya K a r y a t i Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: yatiuny@yahoo.com

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

KAJIAN MODUL P-BÉZOUT DAN IDEALISASINYA UNTUK BUKU AJAR MATA KULIAH TEORI GELANGGANG BERBASIS RISET

KAJIAN MODUL P-BÉZOUT DAN IDEALISASINYA UNTUK BUKU AJAR MATA KULIAH TEORI GELANGGANG BERBASIS RISET ISSN 2086 3918 77 KAJIAN MODUL P-BÉZOUT DAN IDEALISASINYA UNTUK BUKU AJAR MATA KULIAH TEORI GELANGGANG BERBASIS RISET Muhamad Ali Misri Tadris Matematika, IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jl. Perjuangan By Pass

Lebih terperinci

DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL

DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL SKRIPSI Oleh : ANI NURHAYATI J2A 006 001 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010

Lebih terperinci

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep GRUP Bab ini merupakan awal dari bagian pertama materi utama perkuliahan Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

Lebih terperinci

HOMOMORFISMA. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang

HOMOMORFISMA. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang HOMOMORFISMA Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang email:ymcholily@gmail.com May 19, 2013 1 Daftar Isi 1 Tujuan 3 2 Homomorfisma 3 3 Sifat-sifat Homomorfisma

Lebih terperinci