TINJAUAN PUSTAKA. Model Matematika. Model Pertumbuhan Tumor Tanpa Perlakuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Model Matematika. Model Pertumbuhan Tumor Tanpa Perlakuan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Model Matematika. Model Pertumbuhan Tumor Tanpa Perlakuan Setiap akan melakukan terapi pada pertumbuhan tumor diperlukan suatu model pertumbuhan tumor tanpa perlakuan terapi. Pada umumnya, pertumbuhan tumor tanpa perlakuan terapi dinyatakan oleh fungsi Gompertz, namun untuk beberapa tumor yang lebih umum model Bertalanffy-Richards (atau generalized logistic) dapat juga digunakan untuk menjelaskan pertumbuhan tumor. Pada penelitian ini, kami menggunakan model Bertalanffy-Richards yang diberikan dalam bentuk persamaan: y ' = (g/ε) y[1 y ε /K ε ], ε > 0. (1) dimana y(t) adalah ukuran populasi sel tumor, r = g/ε > 0 adalah laju konstan pertumbuhan efektif populasi sel tumor dan K > 0 adalah ukuran maksimal populasi sel tumor. Nilai batas ε 0 pada model Bertalanffy-Richards dan Gompertz adalah sama. Solusi dari persamaan (1) dapat ditulis dalam bentuk analitik (Zeljko Bajzer, 1996) sebagai berikut: y (t) = yo [ f ε + (1 f ε ) e -gt ] -1/ε, dimana f = yo/k. (2) Model Pertumbuhan Tumor dengan Virotherapy Pada model virotherapy, kita akan mempertimbangkan dinamika tiga interaksi populasi (Dingli,2006a), yaitu: 1. y (t) - Sel tumor yang tidak terinfeksi, 2. x (t) - Sel tumor yang terinfeksi virus, 3. v (t) - Partikel virus bebas yang menginfeksi.

2 5 Model Interaksi Populasi Tumor dengan Virus Pemodelan interaksi antara populasi sel tumor dan virus dengan sistem ODE (Ordinary Differential Equations) diusulkan pertama kali oleh Wodarz (2001) dan Wodarz dan Komarova (2005) dalam bentuk sebagai berikut: y' = ry[1 (x +y ) / C] dy βxy, (3) x' = βxy + sx[1 (x + y)/c] ax, (4) Bentuk ry[1 (x+y ) / C] dalam persamaan (3) menjelaskan laju pertumbuhan logistik dari populasi sel tumor yang tidak terinfeksi y(t). Bentuk tersebut mempunyai analog dengan bentuk sx[1 (x + y)/c] di persamaan (4) yang menunjukkan laju pertumbuhan populasi sel tumor yang terinfeksi virus x(t). Konstanta r > 0 dan s > 0 masing-masing merupakan laju pertumbuhan sel tumor yang konstan, sedangkan C merupakan ukuran maksimal populasi sel tumor, sehingga x + y C. Bentuk βxy mewakili bentuk laju tumor yang terinfeksi virus, dengan β sebagai konstanta laju tumor terinfeksi. Ketika sebuah sel terinfeksi berinteraksi dengan sel tidak terinfeksi, maka keduanya menjadi terinfeksi. Bentuk dy merupakan laju kematian sel yang terinfeksi dan ax merupakan angka kematian sel yang terinfeksi sebagai akibat infeksi virus. Model di persamaan (3) dan (4) tidak termasuk populasi partikel virus yang bebas, infeksi sel tumor dengan virus bebas dan berbagai macam sel terinfeksi secara tidak langsung dimodelkan hanya dengan laju konstanta β pada saat menangkap produksi virus. Beberapa eksperimen oleh Peng dkk (2002a, 2006) menunjukkan bahwa partikel virus campak bebas tidak terdeteksi, namun hal ini penting dalam pemodelan efek sementara dari infeksi oleh virus. Karya ilmiah terbaru Wodarz (2003) memperkenalkan populasi virus bebas, dan memperlihatkan penghentian pertumbuhan dari sel-sel yang terinfeksi. Bahkan, ada eksperimen yang menyatakan bahwa beberapa virus yang berbeda menghambat replikasi sel setelah terinfeksi (Heaney dkk., 2002).

3 6 Model yang diusulkan Wodarz (2003) dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika: y' = ry[1 (x +y ) / C] dy βxy, (5) x' = кyv ( d + a)x, (6) v' = αx ωv. (7) Dalam model baru ini, bentuk кyv menyatakan penyebaran infeksi di sel-sel tumor yang produktif. Model ini mengasumsikan bahwa satu partikel virus bebas akan menginfeksi satu sel tumor yang tidak terinfeksi. Dengan demikian, bentuk кyv merupakan laju infeksi dari sel-sel yang tidak terinfeksi oleh virus bebas v(t), dengan к > 0 yang merupakan konstanta laju infeksi sel-sel tumor. Dalam model ini, konstanta laju kematian d + a dari sel yang terinfeksi terdiri dari tingkat kematian sel tumor yang tidak terinfeksi (d) dan tingkat kematian yang disebabkan oleh virus (a). Bentuk model αx merupakan sel-sel yang terinfeksi dengan konstanta laju α, dan ων merupakan laju pembersihan partikel virus bebas dengan berbagai penyebab non-spesifik, termasuk mengikat dan mengangkat partikel yang tidak sempurna. Dalam karya Wodarz (2003) sebelumnya, pertumbuhan sel tumor telah dimodifikasi dengan model yang dikenalkan lebih realistis. Model pertumbuhan sel tumor yang tidak terinfeksi ini dinyatakan oleh Dingli dkk (2006a). Model yang diusulkan untuk virotherapy (Dingli dkk., 2006a) adalah: y' = ry[1 (y +x) ε /K ε ] кyv, (8) x' = кyv δx, (9) v' = αx ωv. (10) Dibandingkan dengan persamaan (5), persamaan (8) telah mengabaikan istilah dy, karena bentuk itu terlalu berlebihan dengan kondisi kenyataannya (Dingli dkk., 2006a). Persamaan y' = ry[1 (y+x ) ε / C ε ] dy кyv setara dengan

4 7 persamaan (8), apabila kita menentukan parameter sebagai r = r d, K = (1-d/r) 1/ε C. Demikian pula angka kematian ( d + a)x dalam persamaan (6) dapat diwakili oleh δx. Harga konstanta δ dapat juga merupakan efek dari beberapa model sistem kekebalan tubuh yang menyatakan juga bahwa pembunuhan dari sel yang terinfeksi oleh respon kekebalan tubuh adalah berbanding lurus dengan ukuran dari populasi sel yang terinfeksi. Selain itu, jika tingkat perkembangbiakan sel tumor yang terinfeksi rendah, maka perkembangbiakan sel tumor menjadi lebih efektif akibat nilai δ > 0. Nilai δ terdiri dari empat hal, yaitu δ = d + a + d i - r x,dimana d i adalah model efek respon dari immune dan r x adalah model nilai konstanta perkembangbiakan yang kecil. Persamaan (8)-(10) merupakan model virotherapy yang masih harus disempurnakan dengan dua hal sebagai berikut : 1. Tidak ada istilah yang menjelaskan infeksi dari pertemuan antara sel yang terinfeksi (x) (menyatakan protein F dan H yang disebabkan oleh virus) dan sel yang tidak terinfeksi, sehingga perpaduan sel menghasilkan syncytium. Syncytium yang dihasilkan dapat bergabung dengan sel lain yang tidak terinfeksi. Eksperimen menunjukkan bahwa penyebaran infeksi intratumoral terjadi oleh perpaduan antara sel yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, tetapi bukan terjadi oleh infeksi virus bebas (Peng dkk., 2002b; Dingli dkk., 2004). 2. Persamaan (10) tidak ada bentuk кyv yang mewakili pembersihan partikel virus bebas. Model ini berasumsi bahwa satu partikel virus menginfeksi satu sel tumor. Setelah virus masuk sel tumor, virus mampu menulari sel lain dan berhenti di bagian populasi virus bebas. Syncytia tidak mungkin melepaskan partikel virus bebas ketika mereka mati, karena syncytia mati terjadi apoptosis yang merusak sel tumor dari dalam. Ini sangat menarik untuk dicatat bahwa untuk hal yang lebih kompleks dan lebih realistis, model yang diusulkan oleh Wu dkk. (2001, 2004), Wein dkk. (2003), dan Guo Tao (2005) dan Friedman dkk.(2006) juga tidak menyertakan istilah yang analog dengan кyv di persamaan untuk nilai perubahan populasi virus. Ketika dua bentuk persamaan diatas kehilangan bentuk кyv diperkenalkan kembali, maka model virotherapy dapat dinyatakan kembali dalam suatu bentuk persamaan matematika yang baru (Zeljko Bajzer, 2008)

5 8 y' = ry[1 (y +x) ε /K ε ] кyv ρxy, (11) x' = кyv δx, (12) v' = αx ωv кyv, (13) Mekanisme persamaan (11) - (13) dinyatakan dalam diagram Gambar 1. Parameter ρ > 0 adalah nilai konstanta yang menjelaskan perpaduan fusi sel ke sel dalam proses pembentukan syncytia. Dalam model ini, x(t) merupakan populasi dari sel yang keduanya terinfeksi dan sel syncytia. Kedua sel mati dinyatakan dengan nilai konstanta efektif δ > 0. Bentuk ρxy tidak muncul dalam persamaan (12), karena tidak ada muncul sel atau virus baru. Model ini menunjukkan jumlah populasi sel tumor mula-mula (awal) dengan y(0) = yo, dan menganggap bahwa pada saat t = 0 populasi partikel virus v(0) = vo. Populasi awal sel tumor yang terinfeksi x(0) = 0. Parameter model yang sesuai dengan model di persamaan (11) - (13) telah tersedia data untuk ukuran tumor sebagai fungsi dari waktu. Ukuran tumor diukur sebagai volume (dalam mm 3 ), sedangkan dalam model ini menganggap jumlah populasi sel. Volume tumor dikonversi ke populasi sel dengan asumsi bahwa 1mm 3 sama dengan 10 6 sel tumor. Model ini menyatakan jumlah populasi sel tumor dan virus y, x, v dalam satuan 10 6, sedangkan model ini menganggap bahwa semua unit waktu dinyatakan dalam satuan hari. Representasi gambar model virotherapy Gambar 1. Diagram Skematis dari Model Virotherapy Variabel y Menunjukkan Populasi dari Sel Tumor yang Tidak Terinfeksi. Perkembangbiakan Sel-sel ini Dijelaskan dengan Laju Pertumbuhan Efektif (r),

6 9 Ukuran Maksimal Tumor (K) dan Parameter ε Merupakan Bentuk Karakteristik Pertumbuhan Tumor. Populasi dari Sel yang Terinfeksi Virus dan Populasi Virus Ditunjukkan dengan x dan v. Nilai parameter yang ditunjukkan pada tingkat pertama dan kedua secara berurutan dijelaskan pada Tabel 1. Garis panah tebal menandakan populasi bertambah atau berkurang, sedangkan garis putus-putus menunjukkan bahwa nilai yang tergantung dengan populasi x. Proses penambahan populasi x(t) terjadi apabila sel yang tidak terinfeksi dimasukkan ke dalam syncytium oleh penggabungan sel ke sel. Bentuk ini secara konseptual berbeda dengan bentuk βxy dalam persamaan (3) dan (4). Model ini merangkum parameter pada Tabel 1 untuk kemudahan referensi. Seperti dalam model yang diberikan oleh persamaan (8) - (10), jumlah populasi sel tumor u(t) = x(t) + y(t) tidak dapat melebihi populasi sel K. Tabel 1. Parameter dan satuan bentuk persamaan (11) (13) yang digunakan. r K к ρ δ ω α Laju pertumbuhan efektif sel yang tidak terinfeksi (mm 3 per hari) Ukuran maksimal tumor (mm 3 ) Konstanta laju infeksi (mm 3 per hari) Konstanta laju sel yang bergabung (mm 3 per hari) Konstanta laju kematian efektif sel yang terinfeksi (mm 3 per hari) Konstanta laju virus yang mati (mm 3 per hari) Konstanta laju produksi virus dari sel yang terinfeksi (mm 3 per hari) Model Pertumbuhan Tumor dengan Radiovirotherapy Untuk memodelkan pengaruh radiasi-β dari 131 I, pertama-tama kita harus mendapatkan aktivitas tumor. Kita asumsikan bahwa setelah diinjeksi, radioaktif iodine menyebar dalam dua lokasi, yaitu: pada tumor (T) dan pada tikus (M)(Gambar 2). Kami memodelkan perubahan kerusakan stabilitas dinamika setelah penyebaran awal sejumlah radioaktif iodine pada tumor I T0 dan pada tikus I M0 pada waktu t r > t v ketika iodine telah diinjeksikan. Hubungan persamaannya adalah: I ا T = - λi T k 1 I T + k 2 I M (14) I ا M = - λi M k 3 I M k 2 I M + k 1 I M (15)

7 10 λ adalah konstanta kerusakan, k 1 I T adalah nilai transisi iodine dari tumor (T) ke tikus (M), k 2 I M adalah nilai transisi iodine dari tikus (M) ke tumor (T) dan k 3 I M merupakan nilai ekskresi termasuk iodine yang dikeluarkan tikus dan biasanya berupa urine (Gambar 2). Gambar 2. Diagram Skematis Model Radiovirotherapy. I T dan I M adalah Jumlah Radioaktif Iodine pada Tumor dan Tikus, y Menunjukkan Populasi Sel Tumor yang Tidak Terinfeksi dan Tidak Dirusak oleh Radiasi. Perkembangbiakan Sel-sel ini Dijelaskan dengan Laju Pertumbuhan Efektif (r), Ukuran Maksimal Tumor (K), dan Parameter ε Merupakan Bentuk Karakterisasi Tumor.v Menunjukkan Partikel Virus, x adalah Populasi Sel Tumor yang Terinfeksi juga Tidak Rusak oleh Radiasi, dan u Merupakan Populasi Sel yang Rusak Akibat Radiasi yang Dikarakterisasi oleh λi T. Jumlah total iodine dalam tikus diukur secara aktual dinyatakan dengan persamaan sederhana I = I M + I T. Untuk memodelkan pengaruh radiasi pada populasi partikel virus, sel tumor yang tidak terinfeksi, dan sel tumor yang terinfeksi, kami memperkenalkan sel u(t) yang dirusak oleh radiasi (Gambar 1). Sel-sel ini tidak berkembangbiak dan pada akhirnya akan mati, namun mereka masih berada ditempat. Nilai kerusakan sel-sel tumor baik yang tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi virus setara dengan dosis radiasi D(t) yang diserap oleh sel-sel tersebut. Untuk dosis yang tinggi bisa dianggap sebagai asumsi konservatif, ketika model kuadrat linier digunakan dalam model radiotherapy klasik berdasarkan interval radiasi diskrit. Dosis radiasi yang diserap itu sendiri setara dengan aktivitas komulatif.

8 11 D(t) = ηλ t tr I T (t ا ) dt ا, (16) Dimana η adalah konstanta keseimbangan. Di sini kami asumsikan bahwa hanya radioaktif pada tumor sebagai dosis yang diserap, sehingga kami menganggap lokasi T termasuk semua atom iodine yang memancarkan partikel beta mampu mencapai sel tumor. Model Interaksi Populasi Tumor, Virus dan Radiotherapy Pemodelan interaksi antara populasi sel tumor, virus dan radiotherapy dengan sistem ODE (Ordinary Differential Equations) diusulkan oleh Dingli dkk (2006a) dalam bentuk sebagai berikut: y ا = ry[1 (x + y + u) ε / K ε ] kyv βdy (17) x ا = kyv δx βdx (18) u ا = βd(x +y) γu v (19) v ا = αx ωv (20) Io D(t) = [c1 (t,s 1 ) c 2 (t,s 2 )] 2S (21) S ( k k k, I 0 = I T0 + I M0, (t,s) = (e s(t-tr) 1)/s, (22) 2 1 k 2 k3 ) C 12 = I T0 (k 3 - k 1 - k 2 ± S) / I 0 +2k 2, S 12 = (-2λ k 1 k 2 k 3 ± S) / 2 < 0 (23)

9 12 Tabel 2. Parameter dan Satuan Bentuk Persamaan (14-23) yang digunakan λ k 1 k 2 k 3 r K k β D δ γ α ω Konstanta kerusakan (per hari) Konstanta transisi iodine (per hari) Konstanta transisi iodine (perhari) Konstanta ekskresi tikus (per hari) Laju pertumbuhan efektif sel yang tidak terinfeksi (mm 3 per hari) Ukuran maksimal tumor (mm 3 ) Konstanta laju infeksi (mm 3 per hari) Konstanta sel tumor yang rusak (mm 3 ) Dosis radiasi yang diserap oleh sel (per hari) Lonstanta laju kematian efektif sel yang terinfeksi (mm 3 per hari) Konstanta laju kematian efektif sel yang telah rusak (mm 3 per hari) Konstanta laju produksi virus dari sel yang terinfeksi (mm 3 per hari) Konstanta laju kematian virus (mm 3 per hari) Tabel 3. Hasil Eksperimen Pertumbuhan Tumor Paru-paru yang Diimplankan ke Tikus Hari ke Eksperimen 1 (mm 3 ) Eksperimen 2 (mm 3 ) Peter L. Bonate PhD FCP, 2006

PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI

PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains di Jurusan Matematika Oleh: Mila Kurnia Ruswandi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR DENGAN METODE PENGOBATAN VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY FAJAR GUMILANG

PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR DENGAN METODE PENGOBATAN VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY FAJAR GUMILANG PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR DENGAN METODE PENGOBATAN VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY FAJAR GUMILANG DEPARTEMEN MATEMATIA FAULTAS MATEMATIA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STUDI A W AL PEMODELAN PERLAKUAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS

STUDI A W AL PEMODELAN PERLAKUAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS BerkalaFisika ISSN: UIO - 9662 VoIH. No.2 Edisi khusus April 2010 hal A13-A22 STUDI A W AL PEMODELAN PERLAKUAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS Agus Kartono Sunjono

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY 131 I DAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY 131 I DAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN MODEL MATEMATIKA UNTUK PENYEMBUHAN KANKER MENGGUNAKAN ONCOLYTIC VIROTHERAPY

ANALISA KESTABILAN MODEL MATEMATIKA UNTUK PENYEMBUHAN KANKER MENGGUNAKAN ONCOLYTIC VIROTHERAPY ANALISA ESTABILAN MODEL MATEMATIA UNTU PENYEMBUHAN ANER MENGGUNAAN ONCOLYTIC VIROTHERAPY Via Novellina, Robertus Heri Soelistyo Utomo, Widowati 3,,3 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ

III MODEL MATEMATIKA S I R. δ δ δ 9 III MODEL MATEMATIKA 3.1 Model SIRS Model dasar yang digunakan untuk menggambarkan penyebaran pengguna narkoba adalah model SIRS. Model ini dikemukakan oleh Kermac dan McKendric (1927) sebagai model

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah BAB I Pendahuluan 1.1. Latar BelakangMasalah Model matematika merupakan representasi masalah dalam dunia nyata yang menggunakan bahasa matematika. Bahasa matematika yang digunakan dalam pemodelan meliputi

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA. Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan Rong 2006)

MODEL MATEMATIKA. Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan Rong 2006) 5 MODEL MATEMATIKA Interaksi Virus Terhadap Sel Darah Putih Sehat AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang berbagai

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

= = =

= = = = + + + = + + + = + +.. + + + + + + + + = + + + + ( ) + ( ) + + = + + + = + = 1,2,, = + + + + = + + + =, + + = 1,, ; = 1,, =, + = 1,, ; = 1,, = 0 0 0 0 0 0 0...... 0 0 0, =, + + + = 0 0 0 0 0 0 0 0 0....

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 50 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN AIDA BETARIA Program

Lebih terperinci

BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU

BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU Isi: Pengantar pengembangan model sederhana Arti fisik parameter-parameter proses 3. PENGANTAR PENGEMBANGAN MODEL Pemodelan dibutuhkan dalam menganalisis sisten kontrol (lihat

Lebih terperinci

III PEMODELAN. (Giesecke 1994)

III PEMODELAN. (Giesecke 1994) 4 2.2 Bilangan Reproduksi Dasar Bilangan reproduksi dasar adalah potensi penularan penyakit pada populasi rentan, merupakan rata-rata jumlah individu yang terinfeksi secara langsung oleh seorang penderita

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva

Lebih terperinci

T - 11 MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR)

T - 11 MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) T - 11 MODEL STOKASTIK SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) Felin Yunita 1, Purnami Widyaningsih 2, Respatiwulan 3 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

R DNA (3.1.1) k 1. DNA NTP k 3. k 2

R DNA (3.1.1) k 1. DNA NTP k 3. k 2 Bab 3 MODEL DAN ANALISA MATEMATIKA 3.1 Model Matematika Pada bab ini akan dimodelkan proses ekspresi gen dengan kontrol yang dilakukan oleh protein repressor. Kemudian kita analisis model yang diperoleh

Lebih terperinci

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia

Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian

Lebih terperinci

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu,

Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jalan Sukarno-Hatta Palu, Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS I. Murwanti 1, R. Ratianingsih 1 dan A.I. Jaya 1 1 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Tadulako, Jalan Sukarno-Hatta

Lebih terperinci

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari. 6.. Proses Kelahiran Murni Dalam bab ini, akan dibahas beberapa contoh penting dari waktu kontinu, state diskrit, proses Markov. Khususnya, dengan kumpulan dari variabel acak {;0 } di mana nilai yang mungkin

Lebih terperinci

Agus Suryanto dan Isnani Darti

Agus Suryanto dan Isnani Darti Pengaruh Waktu Tunda pada Model Pertumbuhan Logistik Agus Suryanto dan Isnani Darti Jurusan Matematika - FMIPA Universitas Brawijaya suryanto@ub.ac.id www.asuryanto.lecture.ub.ac.id Prodi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak.

Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak. Usia massa air sering diperkirakan melalui metode perhitungan radio-usia dihitung dari mulai di distribusikannya radioaktif pelacak. Deleersnijder et al. Dalam [J. Maret Syst. 28 (2001) 229.] telah menunjukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan makhluk hidup ini banyak permasalahan yang muncul seperti diantaranya banyak penyakit menular yang mengancam kehidupan. Sangat diperlukan sistem untuk

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

PELURUHAN RADIOAKTIF

PELURUHAN RADIOAKTIF PELURUHAN RADIOAKTIF Inti-inti yang tidak stabil akan meluruh (bertransformasi) menuju konfigurasi yang baru yang mantap (stabil). Dalam proses peluruhan akan terpancar sinar alfa, sinar beta, atau sinar

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA IMMUNOTERAPI BCG PADA KANKER KANDUNG KEMIH

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA IMMUNOTERAPI BCG PADA KANKER KANDUNG KEMIH LIKHITAPRAJNA Jurnal Ilmiah Volume 19 Nomor 2 September 217 p-issn: 141-8771 e-issn: 258-4812 2 ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA IMMUNOTERAPI BCG PADA KANKER KANDUNG KEMIH Liza Tridiana Mahardhika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memakai matematika dalam penyelesaian masalahnya adalah biologi.

BAB I PENDAHULUAN. memakai matematika dalam penyelesaian masalahnya adalah biologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu dasar yang sering dipakai dalam menyelesaikan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu bidang yang memakai matematika dalam penyelesaian

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR MENGGUNAKAN MODEL PERTUMBUHAN RICHARD DAN MODEL GOMPERTZ

KAJIAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR MENGGUNAKAN MODEL PERTUMBUHAN RICHARD DAN MODEL GOMPERTZ Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 206 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 AJIAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR MENGGUNAAN MODEL PERTUMBUHAN RICHARD DAN MODEL GOMPERTZ Norman Apriliyadi Jurusan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb Sesi XII Differensial e-mail : zacoeb@ub.ac.id www.zacoeb.lecture.ub.ac.id Hp. 081233978339 PENDAHULUAN Persamaan diferensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transformasi Laplace Salah satu cara untuk menganalisis gejala peralihan (transien) adalah menggunakan transformasi Laplace, yaitu pengubahan suatu fungsi waktu f(t) menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI

ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI ANALISIS MODEL MANGSA PEMANGSA PADA PENANGKAPAN IKAN YANG DIPENGARUHI OLEH KONSERVASI Eka Yuniarti 1, Abadi 1 Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari 3 bagian. Pada bagian pertama diberikan tinjauan pustaka dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pada bagian kedua diberikan teori penunjang untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab 1 Pengenalan Dasar Sinyal

Bab 1 Pengenalan Dasar Sinyal Bab 1 Pengenalan Dasar Sinyal Tujuan: Siswa mampu menyelesaikan permasalahan terkait dengan konsep sinyal, menggambarkan perbedaan sinyal waktu kontinyu dengan sinyal waktu diskrit. Siswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial TKS 4003 Matematika II Persamaan Diferensial Konsep Dasar dan Pembentukan (Differential : Basic Concepts and Establishment ) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Pendahuluan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangkitan Data Hipotetik Data dibangkitkan dengan bantuan software Mathematica yaitu dengan cara mencari solusi numerik dari model dinamik dengan memberikan nilai parameter

Lebih terperinci

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI

BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI BIFURKASI SADDLE-NODE PADA SISTEM INTERAKSI NONLINEAR SEPASANG OSILATOR TANPA PERTURBASI Yolpin Durahim 1 Novianita Achmad Hasan S. Panigoro Diterima: xx xxxx 20xx, Disetujui: xx xxxx 20xx o Abstrak Dalam

Lebih terperinci

Fisika Dasar 9/1/2016

Fisika Dasar 9/1/2016 1 Sasaran Pembelajaran 2 Mahasiswa mampu mencari besaran posisi, kecepatan, dan percepatan sebuah partikel untuk kasus 1-dimensi dan 2-dimensi. Kinematika 3 Cabang ilmu Fisika yang membahas gerak benda

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor merupakan penyakit yang mengkhawatirkan karena menjadi penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan persentase 5,7 persen dari keseluruhan penduduk

Lebih terperinci

Analisis Regresi Nonlinear (I)

Analisis Regresi Nonlinear (I) 9 Oktober 2013 Topik Inferensi dalam Regresi Nonlinear Contoh Kasus Regresi linear berganda secara umum sesuai untuk kebanyakan kasus. Namun, banyak kasus peubah respons dan bebas berhubungan melalui fungsi

Lebih terperinci

Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia

Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia Model Dan Simulasi Transmisi Virus Dengue Di Dalam Tubuh Manusia Program Studi Matematika FMIPA UAD Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemodelan matematika mengenai transmisi virus dengue

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala

BAB III PEMBAHASAN. tenggorokan, batuk, dan kesulitan bernafas. Pada kasus Avian Influenza, gejala BAB III PEMBAHASAN A. Permasalahan Nyata Flu Burung (Avian Influenza) Avian Influenza atau yang lebih dikenal dengan flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Influenza atau lebih dikenal dengan flu, merupakan salah satu penyakit yang menyerang pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang

Lebih terperinci

RADIASI BETA (β) RINGKASAN

RADIASI BETA (β) RINGKASAN RADIASI BETA (β) RINGKASAN Pemancaran elektron (β - ) atau positron (β + ), atau penangkapan elektron pada orbit terluar oleh inti induk (tangkapan elektron), disebut pemancaran radiasi β. Pada pemancaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tumor adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak terkontrol. Sel-sel tumor terbentuk dari sel-sel

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

Pemodelan Penyakit Jantung Koroner Dengan Menggunakan Modifikasi Model Sei

Pemodelan Penyakit Jantung Koroner Dengan Menggunakan Modifikasi Model Sei Pemodelan Penyakit Jantung Koroner Dengan Menggunakan Modifikasi Model Sei Wardatul Jannah 1), Syarifah Meurah Yuni 2) 1,2, Jurusan Matematika Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia Email: 2 sy.meurah.yuni@unsyiah.ac.id

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk melihat karakteristik laju hazard distribusi Gompertz dalam penelitian ini

METODOLOGI PENELITIAN. Untuk melihat karakteristik laju hazard distribusi Gompertz dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN 3. Langkah-langkah Penelitian Untuk melihat karakteristik laju hazard distribusi Gompertz dalam penelitian ini peneliti menggunkan aturan Glaser (98). Adapun lagkah-langkah yang

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,]

BAB II DASAR TEORI Pendahuluan. 2.2 Turbin [6,7,] BAB II DASAR TEORI 2.1. Pendahuluan Bab ini membahas tentang teori yang digunakan sebagai dasar simulasi serta analisis. Bagian pertama dimulasi dengan teori tentang turbin uap aksial tipe impuls dan reaksi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori himpunan fuzzy banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu seperti teori kontrol dan manajemen sains, pemodelan matematika dan berbagai aplikasi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

MODEL DINAMIKA CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

MODEL DINAMIKA CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 96 103 ISSN : 303 910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND MODEL DINAMIKA CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN SUCI RAHMA NURA, MAHDHIVAN SYAFWAN Program

Lebih terperinci

ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4

ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4 ASPEK STABILITAS DAN KONSISTENSI METODA DALAM PENYELESAIAN NUMERIK PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA DENGAN MENGGUNAKAN METODA PREDIKTOR- KOREKTOR ORDE 4 Asep Juarna, SSi, MKom. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

Model Matematika Terapi Gen untuk Perawatan Penyakit Kanker

Model Matematika Terapi Gen untuk Perawatan Penyakit Kanker Model Matematika erapi Gen untuk Perawatan Penyakit Kanker Dwi Lestari Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Email: dwilestari@uny.ac.id weestar9@yahoo.com Abstrak Pembahasan model matematika terapi

Lebih terperinci

KIMIA (2-1)

KIMIA (2-1) 03035307 KIMIA (2-1) Dr.oec.troph.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Kuliah ke-4 Kimia inti Bahan kuliah ini disarikan dari Chemistry 4th ed. McMurray and Fay Faperta UNMUL 2011 Kimia Inti Pembentukan/penguraian

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani

LAMPIRAN I. Alfabet Yunani LAMPIRAN I Alfabet Yunani Alha Α Nu Ν Beta Β Xi Ξ Gamma Γ Omicron Ο Delta Δ Pi Π Esilon Ε Rho Ρ Zeta Ζ Sigma Σ Eta Η Tau Τ Theta Θ Usilon Υ Iota Ι hi Φ, Kaa Κ Chi Χ Lambda Λ Psi Ψ Mu Μ Omega Ω LAMPIRAN

Lebih terperinci

Selanjutnya didefinisikan fungsional objektif yang diperbesar (augmented) J ( u ) sebagai:

Selanjutnya didefinisikan fungsional objektif yang diperbesar (augmented) J ( u ) sebagai: LAMPIRAN Lampiran 1. Bukti Teorema 4 Diketahui masalah memaksimumkan: T J ( x) = S( x( T), T) + f ( x( t), u( t), t) dt (1) dengan kendala : x() t = f( x(), t u(),) t t dt () Misalkan x() = x, t =, sedangkan

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). HBV ditemukan pada tahun 1966 oleh Dr. Baruch Blumberg berdasarkan identifikasi Australia antigen yang sekarang

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 58 65 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL AKHIRUDDIN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen

TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen 4 TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Model Berbagai model dalam pemodelan persamaan struktural telah dikembangkan oleh banyak peneliti diantaranya Bollen (1989). Namun demikian sebagian besar penerapannya menggunakan

Lebih terperinci

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,

Karena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika, BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,

Lebih terperinci

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015

Esai Kesehatan. Disusun Oleh: Prihantini /2015 Esai Kesehatan Analisis Model Pencegahan Penyebaran Penyakit Antraks di Indonesia Melalui Vaksin AVA sebagai Upaya Mewujudkan Pemerataan Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045 Disusun Oleh: Prihantini 15305141044/2015

Lebih terperinci

THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION

THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 72 77 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND THE EFFECT OF DELAYED TIME OF OSCILLATION IN THE LOGISTIC EQUATION IVONE LAWRITA ERWANSA, EFENDI, AHMAD

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

BAB 5. PROPERTIS FISIK BUNYI

BAB 5. PROPERTIS FISIK BUNYI BAB 5. PROPERTIS FISIK BUNYI Definisi: Suara - gangguan yang menyebar melalui bahan elastis pada kecepatan yang merupakan karakteristik dari bahan tersebut. Suara biasanya disebabkan oleh radiasi dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Persamaan Diferensial (Bronson dan Costa, 2007) terhadap satu atau lebih dari variabel-variabel bebas (independent

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Persamaan Diferensial (Bronson dan Costa, 2007) terhadap satu atau lebih dari variabel-variabel bebas (independent 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial (Bronson dan Costa, 2007) Persamaan differensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan terhadap satu atau lebih dari variabel-variabel bebas (independent

Lebih terperinci

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi yang lebih tinggi dari sinar alpha. Partikel sinar beta memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan partikel alpha. Sinar β merupakan

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume No.6 Tahun 2017 ISSN 201-9115 STABILITAS SISTEM DINAMIK PERTUMBUHAN SEL KANKER DENGAN TERAPI RADIASI Novalia Rachmaniar Ningrum S Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir. Rida SNM

Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir. Rida SNM Radioaktivitas dan Reaksi Nuklir Rida SNM rida@uny.ac.id Outline Sesi 1 Radioaktivitas Sesi 2 Peluruhan Inti 1 Radioaktivitas Tujuan Perkuliahan: Partikel pembentuk atom dan inti atom Bagaimana inti terikat

Lebih terperinci

Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember

Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 346 Analisis Model SIR dengan Imigrasi dan Sanitasi pada Penyakit Hepatitis A di Kabupaten Jember (Analysis of SIR Model with

Lebih terperinci

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN Kumpulan Soal Latihan UN UNIT FISIKA MODERN Radiasi Benda Hitam 1. Suatu benda hitam pada suhu 27 0 C memancarkan energi sekitar 100 J/s. Benda hitam tersebut dipanasi sehingga suhunya menjadi 327 0 C.

Lebih terperinci