PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains di Jurusan Matematika Oleh: Mila Kurnia Ruswandi JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012

2 PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains di Jurusan Matematika Oleh: Mila Kurnia Ruswandi JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2012

3 HALAMAN PENGESAHAN PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR Oleh: Mila Kurnia Ruswandi Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Diny Zulkarnaen, M.Si NIP Rini Cahyandari, M.Si NIP Lulus diuji tanggal 30 Agustus Penguji I, Penguji II, Dr. Elis Ratna Wulan, S.Si., M.T NIP Arief Fatchul Huda, S.Si., M.Kom NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Ketua Jurusan Matematika, Dr. H. M. Subandi, Drs., Ir., MP NIP Dr. Elis Ratna Wulan, S.Si., M.T NIP

4 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mila Kurnia Ruswandi NIM : Fakultas/Jurusan : Sains dan Teknologi / Matematika Judul Penelitian : Perbandingan Waktu Kestabilan Model Virotherapy dan Radiovirotherapy untuk Penyakit Tumor Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan atau karya ilmiah yang pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat unsur-unsur jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses sesuai peraturan yang berlaku. Bandung, 30 Agustus 2012 Yang membuat pernyataan Mila Kurnia Ruswandi Nim

5 PERSEMBAHAN Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Mu ya Rohim, Engkau anugerahkan segala kenikmatan kepada hambamu ini. Karya ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta dan terkasih. Yang telah memberikan segala dukungan berupa materi maupun moril, yang selalu mendoakan, yang selalu berjuang untuk membuatku menjadi orang yang berarti. Tak ada yang bisa menggantikan setiap pengorbanan yang telah mereka berikan untukku.

6 MOTTO Setiap Bertambah Ilmuku Bertambah Tahu Pula Aku Akan Kebodohanku Berangkat dengan penuh keyakinan Berjalan dengan penuh keikhlasan IstIqomah dalam menghadapi cobaan YAKIN, IKHLAS DAN ISTIQOMAH

7 ABSTRAK Perbandingan Waktu Kestabilan Model Virotherapy dan Radiovirotherapy untuk Penyakit Tumor Mila Kurnia Ruswandi ( ) Tumor merupakan penyakit yang diakibatkan oleh pertumbuhan sel atau jaringan tubuh yang tidak normal. Penyakit tumor menjadi ancaman serius terhadap kesehatan manusia, banyak orang yang meninggal akibat penyakit tersebut. Adapun alternatif untuk mengatasi permasalahan penyakit tumor yaitu dengan melakukan teknik pengobatan virotherapy dan radiovirotherapy. Pertumbuhan tumor dengan metode pengobatan virotherapy dipengaruhi oleh laju kematian sel dan laju reproduksi virus, dan pertumbuhan tumor dengan metode pengobatan radiovirotherapy dipengaruhi oleh dosis radiasi dan dosis virus. Berdasarkan kedua teknik pengobatan di atas terdapat hubungan dengan suatu pemodelan matematika, dimana di dalamnya dapat ditentukan titik tetap, jenis kestabilan titik tetap, dan perbandingan waktu kestabilan dari model virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor. Hasil analisis perbandingan dari kedua teknik pengobatan tersebut dilihat dari waktu kestabilannya. Waktu kestabilan yang diperoleh untuk model virotherapy yaitu dimulai pada saat t = 571 hari dan waktu kestabilan yang diperoleh untuk model radiovirotherapy yaitu dimulai pada saat t = 599 hari. Sehingga dari kedua model tersebut waktu kestabilan yang diperoleh lebih cepat adalah pada model virotherapy. Kata Kunci: Virotherapy, Radiovirotherapy, Titik Tetap, Kestabilan, Penyakit Tumor.

8 ABSTRACT Comparison of Time Stability Model virotherapy and Radiovirotherapy for Tumor Diseases Mila Kurnia Ruswandi ( ) The tumor is a disease caused by the growth of cells or tissue that is not normal. Tumor disease is a serious threat to human health, many people died from the disease. As an alternative to overcome the problems of tumor diseases with virotherapy treatment techniques and radiovirotherapy. The growth of tumor virotherapy treatment method is influenced by the rate of cell death and viral reproductive rate, and tumor growth by radiovirotherapy treatment methods are influenced by the dose of radiation and the dose of virus. Based on the above two techniques of treatment there is a relationship with a mathematical model, where it can be determined a fixed point, the stability of a fixed point type, and the comparison of the time stability of model virotherapy and radiovirotherapy for tumor diseases. The results of a comparative analysis of the two treatment techniques are seen from time stability. Time stability for model virotherapy starts at t = 571 days and time stability for model radiovirotherapy starts at t = 599 days. So that from the models obtained stability time is faster on the model virotherapy. Keywords: Virotherapy, Radiovirotherapy, Equilibrium points, Stability, Tumor Diseases.

9 KATA PENGANTAR Segala puji syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Perbandingan Waktu Kestabilan Model Virotherapy dan Radiovirotherapy untuk Penyakit Tumor. Skripsi ini ditulis untuk melengkapi tugas akhir dari perkuliahan yang telah dijalankan oleh penulis selama masa studinya di Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rosulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam menyelesaikan penulisan ini. Oleh sebab itu, iringan do a dan ucapan terima kasih yang sebesar - besarnya penulis sampaikan, terutama kepada: 1. Ruswandi (bapak), Siti Lasmanah (ibu), dan adik-adikku tercinta: Agus Nihayatuzain, Anjailasmawanti dan Ziddan Hayatulasmawan, yang dengan sepenuh hati memberikan dukungan moril maupun spirituil serta ketulusan do anya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Bapak Dr. H. M. Subandi, Drs., Ir., MP, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 3. Ibu Dr. Elis Ratna Wulan, S.Si., MT selaku Ketua Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. 4. Ibu Siti Julaeha, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis. 5. Bapak Diny Zulkarnaen, M.Si., selaku dosen pembimbing I dan Ibu Rini Cahyandari, M.Si., selaku dosen pembingbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan ilmu dan kesabaran dalam membimbing penulis. Semua ilmu yang bapak dan ibu berikan sangat bermanfaat bagi penulis. i

10 6. Segenap dosen pengajar di Fakultas Sains dan Teknologi khususnya di Jurusan Matematika, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman Matematika, terutama angkatan 2008 yang telah membantu menyelesaikan tulisan ini. 8. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Tiada gading yang tak retak, begitu pun dengan esensi penulisan skripsi ini, penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna untuk memperbaiki penulisan selanjutnya. Harapan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amien. Bandung, 2012 Penulis ii

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Metode Penelitian Sistematika Penulisan... 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Sistem Persamaan Diferensial Autonomous Persamaan Diferensial Titik Tetap Pelinearan Nilai Eigen dan Vektor Eigen Sifat Stabilitas Titik Tetap Metode Euler iii

12 BAB III KESTABILAN TITIK TETAP MODEL VIROTHERAPY, RADIOVIROTHERAPY DAN CHEMOTHERAPY 3.1 Model Virotherapy Model Radiovirotherapy Analisis Model Virotherapy Menentukan Titik Tetap Model Virotherapy Analisis Kestabilan Titik Tetap Model Virotherapy Analisis Model Radiovirotherapy Menentukan Titik Tetap Model Radiovirotherapy Analisis Kestabilan Titik Tetap Model Radiovirotherapy.. 33 BAB IV SIMULASI DAN PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR 4.1 Dinamika Populasi Pertumbuhan Tumor dengan Virotherapy Dinamika Populasi Untuk δ > α Dinamika Populasi Untuk δ < α Dinamika Populasi Untuk δ = α Dinamika Populasi Keberhasilan Terapi Dinamika Populasi Pertumbuhan Tumor dengan Radiovirotherapy Perbandingan Waktu Kestabilan Model Virotherapy Dan Radiovirotherapy BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN iv

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Rumus Euler Skema Diagram Model Virotherapy Skema Diagram Model Radiovirotherapy Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Ketika δ > α Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Ketika δ > α Populasi Partikel Virus Ketika δ > α Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Ketika δ < α Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Ketika δ < α Populasi Partikel Virus Ketika δ < α Dinamika Populasi y, x, v terhadap waktu t ketika δ < α Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Ketika δ = α Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Ketika δ = α Populasi Partikel Virus Ketika δ = α Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Untuk Keberhasilan Terapi Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Untuk Keberhasilan Terapi Populasi Partikel Virus Untuk Keberhasilan Terapi Jumlah Populasi Sel Tumor Untuk Keberhasilan Terapi v

14 4.15 Dinamika Populasi y, x, v, u Terhadap Waktu t Untuk Keberhasilan Terapi Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Dan Tidak Rusak Oleh Radiasi Populasi Sel Tumor Terinfeksi Juga Tidak Rusak Oleh Radiasi Populasi Sel Yang Rusak Akibat Radiasi Populasi Partikel Virus Dinamika Populasi y, x, u, v Terhadap Waktu t Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Dan Tidak Rusak Oleh Radiasi Ketika v dan ω Ditingkatkan Populasi Sel Tumor Terinfeksi Juga Tidak Rusak Oleh Radiasi Ketika v dan ω Ditingkatkan Populasi Sel Yang Rusak Akibat Radiasi Ketika v dan ω Ditingkatkan Populasi Partikel Virus Ketika v dan ω Ditingkatkan Dinamika Populasi y, x, u, v Terhadap Waktu t Ketika v dan ω ditingkatkan vi

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A-1. Pengecekan Titik Tetap Model Virotherapy dan Radiovirotherapy Lampiran B-1. Data Hasil Numerik Model Virotherapy Ketika δ > α. Lampiran B-2. Data Hasil Numerik Model Virotherapy Ketika δ < α. Lampiran B-3. Data Hasil Numerik Model Virotherapy Ketika δ = α. Lampiran B-4. Data Hasil Numerik Model Virotherapy Untuk Keberhasilan Terapi. Lampiran B-5. Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Lampiran B-6. Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Ketika ω = 1.5 dan v = Lampiran B-7. Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Ketika ω = 1.5 dan v = Lampiran B-8. Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Ketika ω = 1.5 dan v = 7. Lampiran C-1. Sintaks Plot Untuk Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3 dengan software Matlab. Lampiran C-2. Sintaks Plot Untuk Gambar 4.4 sampai Gambar 4.7 dengan software Matlab. Lampiran C-3. Sintaks Plot Untuk Gambar 4.8 sampai Gambar 4.10 dengan software Matlab. Lampiran C-4. Sintaks Plot Untuk Gambar 4.11 sampai Gambar 4.15 dengan software Matlab. vii

16 Lampiran C-5. Sintaks Plot Untuk Gambar 4.16 sampai Gambar 4.25 dengan software Matlab. viii

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi saat ini memberikan perubahan nyata terhadap kehidupan, pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan menjadi salah satu faktor utama dan memberikan pengaruh positif terhadap perubahan kemajuan zaman, ditandai dengan banyaknya lahir ilmu-ilmu modern yang dapat mengatasi berbagai macam permasalahan dengan memanfaatkan teknologi-teknologi modern, salah satu contohnya di dalam ilmu kedokteran atau ilmu kesehatan. Ilmu kedokteran dengan memanfaatkan teknologi di dalamnya memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan dalam menyikapi permasalahan, dengan pemanfaatan teknologi tersebut dapat menjawab permasalahan yang sebelumnya belum terpecahkan. Penyakit tumor, sebelumnya merupakan penyakit yang sulit untuk ditangani, mungkin pada masanya menjadi penyakit nomor satu yang paling mematikan. Tumor merupakan masalah kesehatan yang sangat serius sebagai penyebab kematian utama di dunia sekaligus secara ilmiah memiliki tantangan yang besar dan kompleks. Tumor adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel tumor berkembang dengan cepat tidak terkendali dan akan terus membelah diri. Sel tumor akan membelah terus meskipun tubuh tidak memerlukannya, sehingga akan terjadi penumpukan sel baru yang disebut tumor ganas. [7]. Perkembangan teknologi, memberikan manfaat khususnya bagi masyarakat dunia, yakni dengan pemanfaatan teknologi dalam bidang kedokteran bisa menjawab permasalahan berbagai macam penyakit dengan dirancanganya berbagai macam peralatan modern yang dikhususkan untuk berbagai macam penyakit. Ada beberapa pilihan untuk pengobatan tumor yang dapat ditawarkan bila sudah terdiagnosis secara pasti dintaranya: bedah, virotherapy, radiovirotherapy, 1

18 targeted therapy, radiotherapy, chemotherapy, terapi hormon, immunoterhapy dan kombinasinya [14]. Dalam dunia kedokteran, para ahli mengkombinasikan efek positif dan negatif dari serangan virus menjadi suatu terapi pengobatan tumor yang disebut virotherapy. Terapi pengobatan tumor tersebut menggunakan virus jenis Measles Virus (MV) yang dapat diatur secara khusus untuk menginfeksi sel tumor, karena ekspresi virus MV sangat tinggi terhadap receptor CD46 yang digunakan oleh virus sebagai alat untuk masuk ke sel tumor target. MV sangat selektif dan mempunyai potensi aktivitas kerusakan sel atau oncolytic.[11] Kemudian, radiovirotherapy yang merupakan bentuk eksperimen pengobatan tumor menggunakan penggabungan antara virus dan penyinaran radiasi. Virus diatur ke ekspresi bentuk human sodium iodide symporter (NIS) yang menyediakan sel tumor terinfeksi ke konsentrasi isotop iodide. Virus MV- NIS ini menahan aktivitas oncolytic alami dari virus induk, tetapi mempunyai keuntungan dapat melenyapkan hambatan tumor ke virus ketika dikombinasikan dengan radioidide.[11] Bajzer dkk (2007) memodelkan secara matematis pertumbuhan tumor virotherapy berdasarkan populasi partikel virus. Dan Dingli (Munasir, 2010) memodelkan secara matematis pertumbuhan tumor radiovirotherapy berdasarkan penyinaran radiasi dan partikel virus. Berdasarkan kajian pemodelan tersebut maka dalam penulisan ini akan membahas tentang analisis kestabilan dan perbandingan waktu kestabilan model virotherapy dan radiovirotherapy untuk pengobatan penyakit tumor. Pertama, menentukan titik tetap untuk setiap model tersebut. Selanjutnya matriks Jacobi dengan melakukan pelinearan terhadap setiap variabel. Kemudian menentukan nilai eigen dengan menyelesaikan persamaan karakteristik, nilai eigen digunakan untuk menganalisis kestabilan titik tetapnya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan kajian riset dengan judul. PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR. 2

19 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini meliputi: 1. Bagaimana penerapan model matematika untuk virotherapy dan radioviroherapy untuk penyakit tumor? 2. Bagaimana kestabilan titik tetap pada model virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor? 3. Bagaimana perbandingan waktu kestabilan model virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor dengan menentukan nilai parameter melalui simulasi? 1.3 Batasan Masalah Penulisan ini difokuskan pada pembahasan dengan beberapa batasan masalah sebagai berikut: 1. Model matematika yang dikaji hanya model dalam bentuk persamaan diferensial biasa. 2. Tidak semua titik tetap dari model virotherapy dan radiovirotherapy di analisis kestabilannya. Pada model virotherapy di analisis dua titik tetap dan pada model radiovirotherapy di analisis satu titik tetap. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Mengetahui penerapan model matematika untuk virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor. 2. Mengetahui jenis kestabilan titik tetap pada model virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor. 3. Mengetahui hasil perbandingan waktu kestabilan dari model virotherapy dan radiovirotherapy dengan menentukan nilai parameter yang dapat mengontrol kestabilannya melalui simulasi. 3

20 1.5 Metodologi Penelitian Tahap-tahap yang digunakan dalam penulisan ini agar mencapai tujuan adalah: 1. Studi literatur, meliputi pemahaman teoritis tentang model pengobatan virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor dan kestabilannya melalui jurnal, buku, artikel dan internet. 2. Data yang digunakan merupakan data acak 3. Simulasi data dan grafiknya menggunakan program Matlab. 1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. LANDASAN TEORI Dalam bab ini berisi tentang sistem persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial autonomous, persamaan diferensial, titik tetap, pelinearan, nilai eigen dan vektor eigen, sifat stabilitas titik tetap dan metode Euler. KESTABILAN TITIK TETAP MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY. Dalam bab ini berisi tentang pembahasan berupa model virotherapy, model radiovirotherapy, analisis model virotherapy, menentukan titik tetap model virotherapy, analisis kestabilan model virotherapy, analisis model radiovirotherapy, menentukan ttik tetap model radiovirotherapy, dan analisis kestabilan model radiovirotherapy, 4

21 BAB IV BAB V SIMULASI DAN PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR. Dalam bab ini berisi tentang simulasi dinamika populasi model pertumbuhan virotherapy dan radiovirotherapy untuk penyakit tumor serta perbandingan waktu kestabilan model virotherapy dan radiovirotherapy berdasarkan kajian teori. PENUTUP Dalam bab ini berisi kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan permasalahan serta saran untuk pihak yang terkait. DAFTAR PUSTAKA 5

22 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Sistem persamaan diferensial adalah suatu persamaan diferensial berorde n dan telah dinyatakan sebagai suatu sistem dari n persamaan berorde satu. Persamaan itu dapat ditulis dalam bentuk: y = f(x, y(x), y (x),, y () (x)) Sistem persamaan diferensial merupakan persamaan diferensial yang mempunyai lebih dari satu persamaan yang harus konsisten serta trivial. Sistem persamaan diferensial adalah gabungan dari n buah persamaan diferensial dengan n buah fungsi tak diketahui, dimana n merupakan bilangan bulat positif lebih besar sama dengan dua.[8] 2.2 Sistem Persamaan Diferensial Autonomous Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai berikut: x = f(x), x R (2.1) dengan f merupakan fungsi kontinu bernilai real dari x dan mempunyai turunan parsial kontinu. Sistem persamaan (2.1) disebut sistem persamaan diferensial biasa autonomous karena tidak memuat t secara eksplisit di dalamnya.[15] 2.3 Persamaan Diferensial Secara umum, persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat turunan dari satu atau beberapa fungsi yang tidak diketahui dengan turunannya. Persamaan diferensial muncul dalam banyak penerapan teknik (rekayasa) dan penerapan-pennerapan lainnya, seperti model matematis dari berbagai sistem fisis dan sistem-sistem lainnya. Menurut peubah bebas persamaan diferensial dapat 6

23 dibedakan menjadi dua macam yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.[9] Persamaan diferensial biasa diartikan sebagai suatu persamaan yang melibatkan turunan pertama atau lebih dari fungsi sebarang y terhadap peubah x, persamaan ini dapat pula melibatkan y itu sendiri, fungsi x yang diberikan dan konstanta, Berdasarkan turunan tertinggi yang dimiliki, persamaan diferensial biasa dikategorikan menjadi persamaan diferensial biasa orde 1 yaitu yang turunan tertingginya adalah turunan pertama, persamaan diferensial biasa orde 2 yaitu turunan kedua merupakan turunan tertingginya, persamaan diferensial biasa orde 3 yaitu turunan ketiga merupakan turunan tertingginya dan seterusnya.[9] Sebagai contoh: 1. y = x + y (2.2) 2. 2 dy dx + x y y = 0 (2.3) 3. y + y cos(x) 3y = sin (2x) (2.4) 4. 2y 2y = 1 y (2.5) Persamaan (2.2) dan (2.3) merupakan persamaan diferensial biasa orde 1. Persamaan (2.4) merupakan persamaan diferensial biasa orde 2 dan persamaan (2.5) merupakan persamaan diferensial biasa orde 3. Persamaan diferensial parsial diartikan sebagai suatu persamaan yang melibatkan turunan parsial dari fungsi sebarang dengan dua peubah bebas atau lebih.[9] Sebagai contoh: = 6xye = 3 sin(x + y) + + (1 + x ) Persamaan diferensial dilihat dari bentuk fungsi atau pangkatnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas besar adalah yang dinamakan persamaan linear dan tak linear. Sebuah persamaan diferensial termasuk persamaan diferensial linier jika memenuhi dua hal berikut:[13] 7

24 1. Variabel-variabel terikat dan turunannya paling tinggi berpangkat satu. 2. Tidak mengandung bentuk perkalian antara sebuah variabel terikat dengan variabel terikat lainnya, atau turunan yang satu dengan turunan lainnya, atau variabel terikat dengan sebuah turunan. Jadi istilah linier berkaitan dengan kenyataan bahwa tiap suku dalam persamaan diferensial itu, peubah-peubah y, y,, y () berderajat satu atau nol. Bentuk umum persamaan diferensial linier orde-n adalah:[13] a (x)y + a (x)y + + a (x)y = f(x). Sebagai contoh: 1. xy 4y = x 2. y + 2y + 4y = x Selanjutnya persamaan diferensial yang bukan persamaan linear disebut persamaan diferensial tak linear. Dengan demikian persamaan diferensial Ft, y, y,, y () = 0 merupakan persamaan diferensial tak linear, jika salah satu dari berikut dipenuhi oleh F.[13] 1. F tidak berbentuk polinom dalam y, y,, y (). 2. F berbentuk polinom berpangkat 2 atau lebih dalam y, y,, y (). Sebagai contoh : 1. xx + yx = 0 merupakan persamaan diferensial tak linear karena F(x, y, y, y ) = xx + yx polinom berpangkat dua dalam x, x, x. 2. cos xy + sin = 0 merupakan persamaan tak linear karena F tidak berbentuk polinom dalam y,,. 2.4 Titik Tetap Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebagai berikut: = x = f(x) (2.6) Titik x disebut titik tetap, titik tetap persamaan (2.6) didapat jika f(x ) = 0. Titik tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan.[15] 8

25 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini. Misal f(x) = x + 8x Maka untuk mencari titik tetapnya adalah dengan cara f(x) = 0, maka diperoleh f(x) = x + 8x + 15 = 0 (x + 3)(x + 5) = 0 x = 3 x = 5 Jadi didapatkan titik tetapnya adalah x = 3 dan x = Pelinearan Analisis kestabilan sistem persamaan diferensial tak linear dapat dilakukan melalui pelinearan. Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa tak linear x = f(x), x R (2.7) dengan x (t) R adalah suatu fungsi bernilai vektor dalam t (waktu) dan f: U R adalah suatu fungsi mulus yang terdefinisi pada sub himpunan U R. Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap x maka sistem persamaan (2.7) dapat ditulis sebagai berikut: Dengan J adalah matriks Jacobi x η = Jη + φ(η) (2.8) f f f x x x J = f f f x = f x x x f f f x x x Dan φ(η) adalah suku berorde tinggi yang bersifat lim φ(η) = 0, dengan η = x x. Jη pada sistem persamaan (2.8) disebut pelinearan sistem persamaan (2.6). [15] Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini.[5] f(x, x, x ) = (3x x x, x x + x, 2x x x + 3x x x ) 9

26 Maka matriks Jacobinya adalah f x f x f x f x f x f x f x 6x f x 3x 3x 0 x = 2x 3x 4x f 4x x x + 3x x 2x x + 3x x 2x x + 6x x x x 2.6 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Misalkan matriks A berukuran n n, maka suatu vektor tak nol X di R disebut vektor eigen dari A jika untuk suatu skalar λ berlaku: AX = λx (2.9) Vektor X disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran n n, maka persamaan (2.9) dapat ditulis sebagai berikut: (λi A)X = 0 (2.10) dengan I adalah matriks identitas. Persamaan (2.10) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya jika: det(λi A) = λi A = 0 (2.11) Persamaan (2.11) disebut persamaan karakteristik dari matriks A.[1] Untuk lebih jelasnya dapat dilihat contoh di bawah ini.[1] Sistem linier 2x x = λx 5x 4x = λx Maka dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: x x = λ x x Sehingga diidapat A = dan x = x x Sehingga λi A = λ = λ = λ λ λ + 4. Maka λi A = λ λ + 4 = 0 = (λ 2)(λ + 4) (1)( 5) = 0 = λ + 4λ 2λ = 0 = λ + 2λ 3 = 0 10

27 (λ 1)(λ + 3) = 0 Sehingga nilai eigen dari A adalah λ = 1 dan λ = Sifat Stabilitas Titik Tetap Secara umum sifat stabilitas titik tetap mempunyai dua perilaku sebagai berikut:[15] 1. Stabil, jika a. Setiap nilai eigen real adalah negatif b. Setiap komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih kecil atau sama dengan nol. 2. Tak stabil, jika a. Ada nilai eigen real yang positif b. Ada komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih besar dari nol. Sebagai contoh: 1. λ + 2λ 3 = 0 (λ 1)(λ + 3) = 0 2. λ + 1 = 0 λ = 1 λ = ± 1 Maka didapat nilai eigen nya untuk contoh 1 adalah λ = 1 dan λ = 3. Sehingga kestabilannya bersifat tidak stabil karena ada nilai eigen yang bernilai positif yaitu λ = 1. Dan untuk contoh 2 adalah λ = 0 + i dan λ = 0 i. Sehingga kestabilannya bersifat stabil karena bagian real dari nilai eigen kompleks adalah nol. 2.8 Metode Euler Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling tua dan paling sederhana dalam menyelesaikan persamaan diferensial. Penyelesaian persamaan diferensial biasa dengan metode Euler sangat sederhana, akan tetapi hasil penyelesaiannya sering merupakan penyelesaian pendekatan dengan nilai 11

28 error yang cukup besar, biasanya untuk mengurangi nilai errornya diambil partisi h yang cukup kecil, akan tetapi hal ini akan menambah jumlah iterasinya. Penyelesaian dengan metode Euler tidak perlu mencari turunan-turunan fungsi terlebih dahulu. Adapun rumus Euler dapat diperoleh sebagai berikut:[13] y dy dx = f(x, y ) y + 1 a y h x x + 1 x Gambar 2.1 Rumus Euler Persamaan garis singgung a di titik (x, y ) adalah: Atau Dan dari persamaan (2.12) dan (2.13) maka: = f(x, y ) y y = (x x ). f(x, y ) m = (2.12) m = = f(x, y ) (2.13) Karena x x = h maka y = y + h f(x, y ) (2.14) Maka persamaan (2.14) disebut rumus Euler. Dengan: i = 0,1,2,...,n y y h Sebagai contoh:[6] = hampiran sekarang = hampiran sebelumnya = ukuran langkah f(x, y) = 2x + 12x 20x + 8,5 dari 0 x 1 dimana h = 0.5 dan kondisi awal x = 0 adalah y = 1. Fungsi asli yang diberikan adalah y = 0,5x + 4x 10x + 8,5x

29 Sousli: Substitusi persamaan (2.14) untuk mendapatkan persamaan metode Euler. y(0,5) = y(0) + f(0,1) 0,5 Dimana untuk mencari f(0,1) adalah sebagai berikut: f(0,1) = 2(0) + 12(0) 20(0) + 8,5 = 8,5 sehingga y(0,5) = 1,0 + 8,5(0,5) = 5,25 Solusi sebenarnya pada x = 0,5 adalah: y(0,5) = 0,5(0,5) + 4(0,5) 10(0,5) + 8,5(0,5) + 1 = 3,21875 Jadi kesalahannya adalah: E = sebenarnya taksiran = 3, ,25 = 2, Artinya nilai kesalahannya besar. Untuk langkah kedua: y(1,0) = y(0,5) + f(0.5, 5.25) 0,5 = 5,25 + [ 2(0,5) + 12(0,5) 20(0,5) + 8,5] 0.5 = 5,875 Solusi sebenarnya x = 1,0 adalah: y(1,0) = 0,5(1,0) + 4(1,0) 10(1,0) + 8,5(1,0) + 1 = 3,00000 E = sebenarnya taksiran = 3, ,875 = 2,875. Artinya nilai kesalahannya besar Dalam metode Euler selesaian yang diperoleh berupa urutan nilai y untuk x = x dengan i = 0, 1,2,, n + 1. Jika urutan titik-titik (x, y ) tersebut dihubungkan dengan segmen garis maka akan terbentuk bangun yang dinamakan rantai poligon. Untuk masalah nilai awal yang berbentuk:[13] x = f(t, x, y) y = g(t, x, y) x(t ) = x, y(t ) = y Maka rumus Euler untuk sistem berbentuk sebagai berikut: x = x + f(t, x, y )h, i = 0, 1, 2,, n y = y + g(t, x, y )h i = 0, 1, 2,, n Dengan t = t + h 13

30 BAB III KESTABILAN TITIK TETAP MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY Model yang akan dianalisis merupakan sebuah model yang dibangun berdasarkan pertumbuhan populasi sel tumor. Pada umumnya model pertumbuhan tumor tanpa perlakuan terapi dijelaskan oleh fungsi Gompertz. Model Gompertz diberikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:[10] dx = {A x A x ln(x)} dt (3.1) dengan: x(t)= volume tumor pada waktu t A = laju pertumbuhan intrinsik tumor (berkaitan dengan tingkat mitosis) A = faktor pertumbuhan (berkaitan dengan proses antiangiogenic) Namun untuk beberapa tumor yang lebih umum model Bertalanffy-Richard atau generalized logistic digunakan juga untuk menjelaskan pertumbuhan pada tumor. Model Bertalanffy-Richard diberikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:[2] y = ry 1 (3.2) dengan: y(t) = ukuran populasi sel tumor r = laju konstan pertumbuhan efektif populasi sel tumor K = parameter yang menyatakan ukuran maksimal populasi sel tumor. ε = parameter yang menyatakan bentuk karakteristik pertumbuhan tumor. 14

31 3.1 Model Virotherapy Menurut Bajzer dkk, pada model virotherapy mempertimbangkan tiga interaksi populasi yaitu:[3] y(t) = sel tumor tidak terinfeksi pada waktu t x(t) = sel tumor yang terinfeksi virus pada waktu t v(t) = partikel virus bebas yang menginfeksi pada waktu t pemodelan interaksi populasi sel tumor dan partikel virus dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut:[3] y = ry 1 (kyv + ρyx) (3.3) x = kyv δx (3.4) v = αx (kyv + ωv) (3.5) Dengan menggunakan metode Euler maka persamaan (3.3) sampai (3.5) menjadi y = ry(t) 1 ()() (ky(t)v(t) + ρyx(t)) lim ( )() = lim ry(t) 1 ()() (ky(t)v(t) + ρyx(t)) Hilangkan limit pada kedua ruas sehingga diperoleh ( )() = ry(t) 1 ()() (ky(t)v(t) + ρy(t)x(t)) y(t + t) y(t) = ry(t) 1 ()() (ky(t)v(t) + ρy(t)x(t)) t y(t + t) = y(t) + ry(t) 1 ()() t (ky(t)v(t) t + ρy(t)x(t) t (3.6) x = ky(t)v(t) δx (t) x(t + t) x(t) lim = lim ky(t)v(t) δx (t) t Hilangkan limit kedua ruas sehingga diperoleh x(t + t) x(t) t = ky(t)v(t) δx (t) x(t + t) x(t) = (ky(t)v(t) δx(t))δt x(t + t) = x(t) + ky(t)v(t)δt δx(t)δt (3.7) v = αx(t) (ky(t)v(t) + ωv(t)) v(t + t) v(t) lim = lim ax(t) (ky(t)v(t) + ωv (t)) t 15

32 Hilangkan limit kedua ruas sehingga diperoleh v(t + t) v(t) t = ax(t) (ky(t)v(t) + ωv (t)) v(t + t) v(t) = αx(t) (ky(t)v(t) + ωv(t)δt) v(t + t) = v(t) + αx(t)δt (ky(t)v(t)δt + ωv(t)δt) (3.8) dengan: r = laju pertumbuhan efektif sel yang tidak terinfeksi. K= ukuran maksimal sel tumor. k = laju infeksi. ρ = laju sel yang bergabung. δ = laju kematian efektif sel yang terinfeksi. ω = laju virus yang mati. α = laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi. K, r, ε y k ρ δ x v ω a Gambar 3.1. Skema Diagram Model Virotherapy [2] Gambar 3.1 di atas representasi model virotherapy pada persamaan (3.3) sampai persamaan (3.5). Garis panah berwarna merah menandakan populasi bertambah atau populasi berkurang, sedangkan garis putus-putus berwarna biru menunjukkan pengaruh. Populasi sel tumor yang tidak terinfeksi terus berkembang biak. Perkembangbiakan sel-sel ini terjadi karena pengaruh laju pertumbuhan efektif (r), ukuran maksimal tumor (K), dan parameter yang merupakan bentuk karakteristik pertumbuhan tumor (ε). Namun, perkembangbiakan tersebut diikuti 16

33 oleh laju infeksi k > 0 dan laju sel yang bergabung dengan sel yang terinfeksi ρ > 0 yang mengakibatkan sel tumor yang tidak terinfeksi akan berkurang, diberikan oleh penjumlahan kyv+ρyx. Populasi sel tumor yang terinfeksi bertambah karena dipengaruhi oleh laju infeksi. Setelah itu, beberapa sel tumor yang terinfeksi tersebut akan mengalami kematian karena pengaruh laju kematian efektif δ > 0. Populasi partikel virus dapat berkembang biak karena pengaruh laju produksi virus dari sel yang terinfeksi, dinyatakan dengan ax(t) dimana a 0. Proses ini sama seperti populasi sel yang tidak terinfeksi, setelah berkembangbiak, populasi virus akan berkurang karena pengaruh laju infeksi dan laju virus yang mati ω 0.[2] Populasi awal untuk model virotherapy yaitu y(0) = y, x(0) = 0 dan v(0) = v, semua parameter yang digunakan non negatif, ukuran tumor diukur sebagai volume (dalam mm 3 ) sedangkan dalam model ini menganggap jumlah populasi sel. Volume tumor dikonversi ke populasi sel dengan asumsi bahwa 1mm 3 sama dengan 10 6 sel tumor. Model ini menyatakan jumlah populasi sel tumor dan virus dalam y, x, v dalam satuan 10 6, dan model ini menganggap bahwa semua unit waktu dinyatakan dalam hari. Untuk keberhasilan terapi model ini diperoleh ketika jumlah populasi tumor u(t) = y(t) + x(t) < 1 yang artinya sel tumor tidak terdeteksi.[3] 3.2 Model Radiovirotherapy Menurut Dingli, pada model Radiovirotherapy mempertimbangkan empat interaksi populasi yaitu: [11] y(t) = sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi pada waktu t x(t) = sel tumor yang terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi pada waktu t u(t) = sel yang dirusak oleh radiasi pada waktu t v(t) = populasi partikel virus pada waktu t Pemodelan interaksi antara populasi sel tumor, virus dan terapi radiasi dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:[11] y = ry 1 (kyv + βdy) (3.9) 17

34 x = kyv δx βdx (3.10) u = βd(x + y) γu (3.11) v = αx ωv (3.12) Dengan menggunakan metode Euler maka persamaan (3.9) sampai (3.12) menjadi y(t) + x(t) + u(t) y = ry(t) 1 (ky(t)v(t) + βdy(t)) K lim ( )() = lim ry(t) 1 y(t)+x(t)+u(t) ε (ky(t)v(t) + βdy(t)) K Hilangkan limit kedua ruas sehingga diperoleh y(t + t) y(t) t y(t) + x(t) + u(t) = ry(t) 1 (ky(t)v(t) + βdy(t)) K y(t + t) y(t) = ry(t) 1 ()()() (ky(t)v(t) + βdy(t) Δt y(t + t) = y(t) + ry(t) 1 ()()() t (ky(t)v(t) t + βdy(t)δt) (3.13) x = ky(t)v(t) δx(t) βdx(t) x(t + t) x(t) lim = lim ky(t)v(t) δx(t) βdx(t) t Hilangkan limit kedua ruas sehingga diperoleh x(t + t) x(t) t = ky(t)v(t) δx(t) βdx(t) x(t + t) x(t) = ky(t)v(t) δx(t) βdx(t)δt x(t + t) = x(t) + ky(t)v(t)δt δx(t)δt βdx(t)δt (3.14) u = βd(x(t) + y(t)) γu(t) () u(t + t) u(t) lim = lim βd(x(t) + y(t)) γu(t) v(t) t Hilangkan limit kedua ruas sehingga diperoleh u(t + t) u(t) t = βd(x(t) + y(t)) γu(t) v(t) u(t + t) u(t) = βd(x(t) + y(t)) γu(t) () Δt u(t + t) = u(t) + βdx(t) + y(t) Δt γu(t) () Δt (3.15) ε 18

35 v = αx(t) ωv(t) v(t + t) v(t) lim = lim αx(t) ωv(t) t Hilangkan limit kedua ruas sehingga diperoleh v(t + t) v(t) t = αx(t) ωv(t) v(t + t) v(t) = (αx(t) ωv(t))δt v(t + t) = v(t) + ax(t)δt ωv(t)δt (3.16) dengan: r = laju pertumbuhan efektif sel yang tidak terinfeksi. K = ukuran maksimal sel tumor. k = laju infeksi. δ = laju kematian efektif sel yang terinfeksi. ω = laju virus yang mati. α = laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi. D = dosis radiasi yang diserap oleh sel. β = tingkat kerusakan sel tumor. γ = laju kematian efektif sel yang telah rusak K, r, ε y k ω βd γu u x v βd a δ Gambar 3.2. Skema Model Radiovirotherapy [11] 19

36 Gambar 3.2 di atas representasi model radiovirotherapy pada persamaan (3.9) sampai persamaan (3.12). Garis panah berwarna merah menandakan populasi bertambah atau populasi berkurang, sedangkan garis putus-putus berwarna biru menunjukkan pengaruh. Pada model ini laju infeksi virus ke sel tumor tak terinfeksi (kyv) hanya merupakan pengaruh dari populasi partikel virus dan tidak ikut dalam persamaan populasi partikel virus. Begitu juga dengan laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi ax. Pada model radiovirotherapy ini, y menunjukkan populasi sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi. Populasi partikel virus ditunjukkan oleh v, x menunjukkan populasi sel tumor yang terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi, dan u merupakan populasi sel yang rusak akibat radiasi.[11] Populasi sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi y terus berkembangbiak karena pengaruh K, r, ε. Namun, perkembangbiakan tersebut diikuti oleh laju infeksi k dan tingkat kerusakan sel tumor yang tidak terinfeksi akibat radiasi βdy yang mengakibatkan populasi sel tumor yang tidak terinfeksi akan berkurang. Untuk populasi sel tumor yang terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi x, populasinya terus bertambah karena dipengaruhi oleh laju infeksi. Setelah itu, beberapa sel tumor yang terinfeksi tersebut akan mengalami kematian karena pengaruh laju kematian efektif δ dan tingkat kerusakan sel tumor yang terinfeksi akibat radiasi βdx.[11] Populasi partikel virus dapat berkembang biak karena pengaruh laju produksi virus dari sel yang terinfeksi, dinyatakan dengan ax. Proses ini sama seperti populasi sel yang tidak terinfeksi, setelah berkembangbiak, populasi virus akan berkurang karena pengaruh laju virus yang mati ω. Dan populasi sel yang rusak akibat radiasi u akan terus bertambah karena pengaruh βdy + βdx. Setelah itu akan mengalami kematian efektif sel yang rusak yang dinyatakan oleh γuv.[11] Populasi awal untuk model radiovirotherapy yaitu y(0) = y, x(0) = 0, u(0) = 0, dan v(0) = v. Dan semua parameter yang digunakan non negatif, ukuran tumor diukur sebagai volume (dalam mm 3 ) sedangkan dalam model ini menganggap jumlah populasi sel. Volume tumor dikonversi ke populasi sel dengan asumsi bahwa 1mm 3 sama dengan 10 6 sel tumor. Model ini menyatakan 20

37 jumlah populasi sel tumor dan virus dalam y, x, u, v dalam satuan 10 6, dan model ini menganggap bahwa semua unit waktu dinyatakan dalam hari.[11] 3.3 Analisis Model Virotherapy Menentukan Titik Tetap Model Virotherapy Titik tetap dari persamaan (3.3) sampai (3.5) akan diperoleh dengan menetapkan y = 0, x = 0, dan v = 0, sehingga diperoleh persamaan-persamaan di bawah ini: ry 1 (kyv + ρyx) = 0 (3.17) kyv δx = 0 (3.18) αx (kyv + ωv) = 0 (3.19) Dari persamaan (3.17) akan diperoleh nilai y sebagai berikut: ry 1 (kyv + ρyx) = 0 ry 1 y(kv + ρx) = 0 y r 1 (kv + ρx) = 0 y = 0 r 1 = (kv + ρx) y = 0 1 = () y = 0 = 1 () y = 0 = y = 0 ln y = 0 ln = y = 0 ε = ln = Exp y = 0 y = Exp K x 21

38 Dari persamaaan (3.18) akan diperoleh nilai x sebagai berikut: kyv δx = 0 δx = kyv δx = kyv x = Dari persamaan (3.19) akan diperoleh nilai v sebagai berikut: x (kyv + ωv) = 0 (kyv + ωv) = αx (kyv + ωv) = αx v(ky + ω) = αx v = () Substitisi y = 0 untuk mendapatkan nilai x dan v x = v =, karena nilai y = 0 maka x = () = 0 (), karena nilai x = 0 dan y = 0 maka v = Sehingga diperoleh titik tetap T (y, x, v ) = T (0,0,0) () (()) = 0 Untuk memperoleh titik tetap T (y, x, v ) substitusi x = 0 dan v = 0 ke persamaan berikut: y = Exp y = Exp ()() y = Exp K x K 0 y = Exp K 0 y = Exp K 0 y = Exp K 0 y = Exp(0)K 0 y = 1K 0 y = K K (0) 22

39 Sehingga diperoleh titik tetap T (y, x, v ) = T (K, 0,0) Untuk memperoleh titik tetap T (y, x, v ) maka dari persamaan (3.18) diperoleh nilai v sebagai berikut: kyv δx = 0 kyv = δx v = Dari persamaan (3.20) sebagai berikut: αx (kyv + ωv) = 0 αx kyv ωv = 0 αx ky δx δx ω ky ky = 0 αx δx ω δx ky = 0 ω δx = αx δx ky ωδx = (αx δx)ky (αx δx)ky = ωδx y = ωδx (αx δx)k (3.20) (3.19) diperoleh nilai y dengan mensubstitusikan persamaan y = ( ) (3.21) Subsitusi persamaan (3.21) ke persamaan (3.20) sehingga diperoleh nilai v v = = Dari persamaan = ( ) ( ) (3.21) dan (3.22) sebagai berikut: = ( ) ry 1 (kyv + ρyx) = 0 = ( ) (3.22) (3.17) diperoleh nilai x dengan mensubtitusikan persamaan ry 1 ( ) ky + ρy x = 0 ky ( ) + ρy x = ry 1 = ry 1 23

40 ky αx ky δx + ρy xω = ry ω 1 x(ky α ky δ + ρy ω) = ry ω 1 x = ( ) 1 x = 1 ( ) sehingga diperoleh titik tetap T (y, x, v ) = T, ( ) 1 ( ), ( ). Jadi dengan menyelesaikan persamaan (3.17) sampai (3.19) diperoleh tiga titik tetap yaitu T (0,0,0), T (K, 0,0) dan T, ( ) 1 ( ) Dimana untuk T (K, 0,0) mewakili kegagalan terapi dan T, ( ) mewakili keberhasilan terapi.[3], ( ), ( ). ( ) Analisis Kestabilan Titik Tetap Model Virotherapy Untuk menganalisis kestabilan titik tetap model virotherapy hanya menganalisis dua titik tetap yaitu T dan T karena untuk menganalisis titik tetap T penyelesaiannya sangat kompleks. Misalkan persamaan (3.3) sampai persamaan (3.5) dituliskan sebagai berikut: A y = ry 1 (kyv + ρyx) B x = kyv δx C v = αx (kyv + ωv) Dengan melakukan pelinearan terhadap persamaan A, B, C maka akan diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut: da dy J = db dy dc dy = ry 1 (kyv + ρyx) = ry ry kyv ρyx da dx db dx dc dx da dv db dv dc dv 24

41 misal u = ry u = r v = u v + uv = r + ry = r v = ε = = r r = r 1 kv ρx = ry 1 (kyv + ρyx) = ry ry kyv ρyx misal u = ry u = 0 = ρy = ry 1 (kyv + ρyx) = ry ry kyv ρyx = ky v = u v + uv = 0 + ry = 0 = kyv δx = kv = kyv δx = δ = kyv δx = ky = αx (kyv + ωv) = = αx kyv ωv = kv kv ρx v = ε = 25

42 = αx (kyv + ωv) = αx kyv ωv = α = αx (kyv + ωv) = αx kyv ωv = ky ω Sehingga diperoleh dalam matriks Jacobi sebagai berikut: J = r 1 y+x K ε ry y+x K ε 1 ε K kv ρx ryy+x K ε 1 ε K ρy ky kv δ ky kv α ky ω (3.23) Analisis Kestabilan di Titik Tetap T 1 Untuk memperoleh kestabilan sistem di titik tetap T substitusi T (0,0,0) ke persamaan (3.23) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut: r 0 0 J (,,) = 0 δ 0 0 α ω Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan karakteristik det( J( 0,0,0) λi )=0 sehingga diperoleh: r det 0 δ 0 λ = 0 0 α ω r 0 0 λ 0 0 det 0 δ 0 0 λ 0 = 0 0 α ω 0 0 λ r λ δ λ 0 = 0 0 α ω λ (r λ)( δ λ)( ω λ) = 0 r λ = 0 δ λ = 0 ω λ = 0 λ = r λ = δ λ = ω λ = r λ = δ λ = ω Sehingga diperoleh nilai eigennya sebagai berikut: λ = r λ = δ λ = ω 26

43 Karena parameter yang digunakan non negatif, maka λ 1 >0 dan λ 2,λ 3 <0. Sehingga kestabilan titik tetapnya tidak stabil. Analisis Kestabilan di Titik Tetap T 2 Untuk memperoleh kestabilan sistem di titik tetap T substitusi T (K, 0, 0) ke persamaan (3.23) maka diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut: rε rε Kρ kk J (,,) = 0 δ kk 0 α kk ω Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan karakteristik det( J( K,0,0) λi )=0 sehingga diperoleh : rε rε Kρ kk det 0 δ kk λ = 0 0 α kk ω rε rε Kρ kk λ 0 0 det 0 δ kk 0 λ 0 = 0 0 α kk ω 0 0 λ rε λ rε Kρ kk 0 δ λ kk = 0 0 α kk ω λ rε λ rε Kρ kk 0 δ λ kk 0 α kk ω λ rε λ rε Kρ 0 δ λ = 0 0 α [( rε λ)( δ λ)( kk ω λ)] + [( rε Kρ)(kK)(0)] + [( kk)(0)( α) [( kk)( δ λ)(0)] [( rε λ)( kk)(α)] [( rε Kρ)(0)( kk ω λ)] = 0 [( rε λ)( δ λ)( kk ω λ) ] [0 +( rε λ)( kk)(α) + 0] = 0 ( rε λ)( δ λ)( kk ω λ) ( rε λ)( kk)(α) = 0 ( rε λ)[( δ λ)( kk ω λ) ( kk)(α)] = 0 ( rε λ)[δkk + δω + δλ + λkk + λω + λ kkα] = 0 ( rε λ)[λ + δλ + λkk + λω + δkk kkα + δω] = 0 ( rε λ)[λ + (δ + kk + ω)λ + (δ α)kk + δω] = 0 Dari persamaan di atas dimisalkan (δ + kk + ω) = p dan (δ α)kk + δω = q sehingga persamaan di atas dapat ditulis: ( rε λ)[λ + pλ + q] = 0 rε λ = 0 λ = rε 27

44 λ = rε λ + pλ + q = 0 Gunakan rumus pytaghoras untuk mendapatkan λ dan λ λ, = ± λ, = ± = ± Sehingga diperoleh nilai eigen sebagai berikut: λ = rε λ = (δ+kk+ω)(δ+kk+ω) (δ α)kk+δω λ = (δ+kk+ω)(δ+kk+ω) (δ α)kk+δω Berdasarkan kondisi yang telah diperoleh maka sesuai dengan analisis kestabilan, titik tetap yang diperoleh dipengaruhi oleh laju kematian efektif sel yang terinfeksi (δ) dan laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi (a) sehingga harus diperiksa dari kondisi δ > a, δ < a dan δ = a. Untuk kasus yang pertama nilai parameter δ > a akan menghasilkan λ, λ, λ < 0, sehingga dari nilai-nilai eigen yang diperoleh kestabilan titik tetapnya bersifat stabil. Kasus yang kedua nilai parameter δ < a akan menghasilkan λ, λ < 0 dan λ > 0 sehingga dari nilai-nilai eigen yang diperoleh kestabilan titik tetapnya bersifat tidak stabil dan kasus yang ketiga nilai parameter δ = α akan menghasilkan λ, λ, λ < 0, sehingga dari nilai-nilai eigen yang diperoleh kestabilan titik tetapnya bersifat stabil. Berdasarkan titik tetap yang diperoleh, laju kematian sel yang terinfeksi (δ) dan laju produksi virus dari sel yang terinfeksi (α) mempengaruhi kestabilan titik tetapnya. Jadi untuk T dalam kondisi apapun kestabilannya bersifat tidak stabil sedangkan untuk T dalam kondisi δ > α dan δ = α kestabilannya bersifat stabil sedangkan dalam kondisi δ < α kestabilannya bersifat tidak stabil. 28

45 3.5 Analisis Model Radiovirotherapy Menentukan Titik Tetap Model Radiovirotherapy Titik tetap dari persamaan (3.9) sampai persamaan (3.12) akan diperoleh dengan menetapkan y = 0, x = 0, u = 0 dan v = 0 sehingga diperoleh persamaan-persamaan di bawah ini: ry 1 (kyv + βdy) = 0 (3.24) kyv δx βdx = 0 (3.25) βd(x + y) γu = 0 (3.26) αx ωv = 0 (3.27) Dari persamaan (3.24) akan diperoleh nilai y sebagai berikut: ry 1 (kyv + βdy) = 0 ry 1 y(kv + βd) = 0 y r 1 (kv + βd) = 0 y = 0 (3.28) r 1 (kv + βd) = 0 r r kv βd = 0 r = r kv βd = ln ε = ln ln = = Exp y = Exp K (x + u) (3.29) Dari persamaan (3.25) akan diperoleh nilai x sebagai berikut: kyv δx βdx = 0 kyv x(δ + βd) = 0 29

46 x(δ + βd) = kyv x(δ + βd) = kyv x = () (3.30) Dari persamaan (3.26) akan diperoleh nilai u sebagai berikut: βd(x + y) γu = 0 γu = βd(x + y) γu = βd(x + y) u = () (3.31) Dari persamaan (3.27) akan diperoleh nilai v sebagai berikut: αx ωv = 0 ωv = αx ωv = αx v = (3.32) Substitusi persamaan (3.32) ke persamaan (3.30). Maka diperoleh x sebagai berikut: x = () = () = () = x(ωδ + ωβd) = kyax xωδ + xωβd kyax = 0 x(ωδ + ωβd kyax) = 0 x = () = 0 Substitusi x = 0 ke persamaan (3.32). Maka diperoleh v sebagai berikut: v = = v = () = 0 Substitusi x = 0 dan v = 0 ke persamaan (3.31). Maka diperoleh y sebagai berikut: u = () 30

47 u = () 1 = γ = βdy y = Substitiusi x = 0, v = 0 dan y = sebagai berikut: y = Exp = Exp K (x + u) K (0 + u) ke persamaan (3.29) maka diperoleh u = Exp K u + u = Exp u = Exp () u = Exp K K K Sehingga diperoleh titik tetap T (y, x, u, v ) = T, 0,, 0 Untuk memperoleh titik tetap T (y, x, u, v ) maka dari persamaan (3.25) diperoleh y sebagai berikut: kyv δx βdx = 0 kyv = δx + βdx y = (3.33) Dari persamaan (3.27) diperoleh x sebagai berikut: αx ωv = 0 ax = ωv 31

48 x = Dari persamaan (3.26) diperoleh u sebagai berikut: βd(x + y) γu = 0 γu = βd(x + y) γu = βd(x + y) u = () (3.34) u = ( ) Dari persamaan (3.24) diperoleh v sebagai berikut: ry 1 (kyv + βdy) = 0 kyv = ry 1 βdy v = v = Substitusi persamaan (3.34) ke persamaan (3.33) maka diperoleh nilai y sebagai berikut: y = = = (δ + βd) Sehingga diperoleh titik tetap T (y, x, u, v ) = T (δ + βd),, ( ), Jadi dengan menyelesaikan persamaan (3.24) sampai (3.25) diperoleh dua titik tetap yaitu T, 0,, 0 dan T (δ + βd),, ( ),. 32

49 3.5.2 Analisis Kestabilan Titik Tetap Model Radiovirotherapy Untuk analisis kestabilan titik tetap model radiovirotherapy hanya menganalisis titik tetap T karena untuk menganalisis titik tetap T penyelesaiannya sangat kompleks. Misalkan persamaan (3.6) sampai persamaan (3.9) dituliskan sebagai berikut: A: y = ry 1 (kyv + βdy) B: x = kyv δx βdx C: u = βd(x + y) γu D: v = αx ωv Dengan melakukan pelinearan terhadap persamaan A, B, C, D maka akan diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut: J = = ry 1 (kyv + βdy) = ry ry kyv βdy misal u = ry u = r v = v = ε u v + uv = r + ry = r r = r å å å kv âd = = r 1 = ry 1 (kyv + βdy) = ry ry kyv βdy kv βd 33

50 misal u = ry u = 0 v = v = ε u v + uv = 0 + ry = 0 = = = ry 1 (kyv + βdy) = ry ry kyv βdy = = 0 å å = ry 1 (kyv + βdy) = ry ry kyv βdy = ky = kyv δx βdx = kv = kyv δx βdx = δ βd = kyv δx βdx = 0 = kyv δx βdx = ky = βd(x + y) γu = βdx + βdy γu = βd = βd(x + y) γu = βdx + βdy γu = βd misal u = ry u = 0 v = v = ε u v + uv = 0 + ry = = βd(x + y) γu = βdx + βdy γu = γvu = 34

51 = βd(x + y) γu = βdx + βdy γu = γu ln(u) = αx ωv = 0 = αx ωv = α = αx ωv = 0 = αx ωv = ω Sehingga diperoleh dalam matriks Jacobi sebagai berikut: J = r 1 kv βd ky kv δ βd 0 ky βd βd γu ln(u) 0 α 0 ω (3.35) Analisis Kestabilan Titik Tetap T 1 Untuk memperoleh kestabilan sistem di titik tetap T substitusi T (y, x, u, v ) = T, 0,,0 ke persamaan (3.35) dan memisalkan ε = 1 (ada pertumbuhan tumor) sehingga diperoleh matriks Jacobi sebagai berikut: J = r 1 + βd Exp ln + βd 0 δ βd 0 βd βd 0 γln 0 α 0 ω 35

52 Kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan karakteristik det J, 0,, 0 λi = 0 sehingga diperoleh: 2γ βd r 1 + βd Exp ln r + γ βd βdk r K rγ rγ Kγ βdk βdk βd Kγ δ βd 0 det βd λ r βd Exp ln KβD γ = 0 r βd βd 0 γln βd 0 α 0 ω 2γ βd r 1 + βd Exp ln r + γ βd βdk r K rγ rγ Kγ βdk βdk βd Kγ 0 δ βd 0 λ det βd 0 λ 0 0 r βd Exp ln KβD γ 0 0 λ 0 = 0 r λ βd βd 0 γln βd det 2γ r 1 βdk 0 α 0 ω βd + βd Exp ln r + γ βd λ r K rγ βdk rγ βdk Kγ βd Kγ 0 δ βd λ 0 βd = 0 r βd Exp ln KβD γ r βd βd λ γln βd r 1 2γ βd + βd Exp ln r + γ βd λ βdk r K 0 α 0 ω λ rγ βdk rγ βdk Kγ βd Kγ 0 δ βd λ 0 βd = 0 r βd Exp ln KβD γ r βd βd λ γln βd 0 α 0 ω λ Kγ 0 δ βd λ rγ βd r βd Exp ln KβD γ βdk r βd βd γln λ βd 0 α ω λ rγ Kγ βd λ 0 βd δ βdk α rγ βdk rγ K βd + 0 λ r 1 2γ βdk ω λ Kγ 2γ βd ( δ βd λ)( ω λ) α λ r 1 βd βdk ( δ βd λ)( ω λ) Kγ βd α λr 2rγλ βdk ( δ βd λ)( ω λ) Kγ βd α rγ K 2γ r 1 βdk βd + βd Exp ln r + γ r K βd + βd Exp ln r + γ βd λ r K rγ βdk 0 δ βd λ Kγ βd Kγ = 0 βd 0 α ω λ βd λ δ βd λ Kγ α βd = 0 ω λ βd + βd Exp ln r + γ Kγ βd λ ( δ βd λ)( ω λ) r K βd α = 0 βd + βdrλ Exp ln r + γrλ r K βdλ λ ( δ βd λ)( ω λ) Kγ βd α = 0 λr 2rγλ βdk ωδ + δλ + βdω + βdλ + ωλ + λ Kγ βd α rγ K λ + (δ + βd + ω)λ Kγ βd α λ + 2rγ βdk λ + (δ + βd + ω)λ α = 0 βd + βdrλ Exp ln r + γrλ r K βdλ λ = 0 λr + 2rγλ βdk βd βdrλ Exp ln r γrλ r K + βdλ+λ = 0 βd + βd r βdr Exp ln r γr r K λ + rγ K = 0 36

53 Misalkan (δ + βd + ω)λ = p dan α = q maka persamaannya dapat ditulis λ + p q = 0. Gunakan rumus pytaghoras untuk mendapatkan λ dan λ λ, = ± λ, = ±. = ± Sehingga diperoleh nilai eigen sebagai berikut: λ = ()() λ = ()() λ + Misalkan + βd r βdr Exp ln λ + = 0 + βd r βdr Exp ln λ = R dan = S maka persamaannya dapat ditulis λ + Rλ + S = 0. Gunakan rumus pytaghoras untuk mendapatkan λ dan λ λ, = ± λ, = ± = ± Sehingga diperoleh nilai eigen sebagai berikut: λ = λ = Jadi dari titik tetap T, 0,, 0 diperoleh nilai eigen berikut: λ = ()() 37

54 λ = ()() λ = λ = Berdasarkan kondisi yang telah diperoleh maka sesuai dengan analisis kestabilan, titik tetap yang diperoleh dipengaruhi oleh dosis radiasi D dan dosis virus sehingga diperoleh nilai eigen λ, λ, λ, λ < 0,. Jadi kestabilan titik tetapnya bersifat stabil. 38

55 BAB IV SIMULASI DAN PERBANDINGAN WAKTU KESTABILAN MODEL VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY UNTUK PENYAKIT TUMOR Berikut akan dibahas perbandingan waktu kestabilan pada dinamika populasi pertumbuhan tumor dengan model virotherapy dan radiovirotherapy dengan mensubsitusikan nilai-nilai parameter terhadap model-model tersebut yang sudah diubah dengan menggunakan metode Euler kemudian mensimulasikannya yang diselesaikan menggunakan bantuan program Matlab. 4.1 Dinamika Populasi Pertumbuhan Tumor dengan Virotherapy Untuk mengamati pengaruh pertumbuhan populasi sel tumor dengan virotherapy maka diperlukan kurva bidang solusi yang menunjukkan hubungan banyaknya populasi dengan variabel waktu. Solusi numerik menggunakan software Matlab dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai parameter ke persamaan (3.6) sampai (3.8) sehingga diperoleh hubungan antara populasi sel tumor yang tidak terinfeksi (y), populasi sel terinfeksi virus (x), dan populasi partikel virus (v) berdasarkan analisis kestabialn titik tetapnya. Pengaruh yang signifikan pada model virotherapy ini adalah laju kematian sel yang terinfeksi (δ) dan laju produksi virus dari sel yang terinfeksi (α) Dinamika populasi untuk δ > α Untuk menampilkan plot dinamika populasi untuk δ > α diambil nilai parameter yaitu r = 0.206, K = 1000, ε = 1.00, k = 0.01, ρ = 0.108, δ = 0.650, α = 0.263, dan ω = Nilai awal yang diberikan pada kasus ini adalah y = , x = 0, dan v = 15 dan t = Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3 yang menunjukkan plot dinamika populasi untuk δ > α. 39

56 P opulas i S el T um or T ak T erinfek s i t (a) t y(t) t y(t) 0 127, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 (b) Gambar 4.1 Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Ketika δ > α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.1 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih besar dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan 127,950 mm 3. Maka populasi sel tumor yang tidak terinfeksi pada t = 6 hari mengalami penurunan yaitu mencapai 29,1511 mm 3 ini disebabkan karena pengaruh dari populasi partikel virus yang terus menyerang sel tumor yang tidak terinfeksi namun dengan seiring berjalannya waktu populasi partikel virus mengalami penurunan sehingga mengakibatkan populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami peningkatan secara terus menerus hingga mencapai titik stabil dan mencapai ukuran maksimal tumor dimulai pada saat t = 108 hari yaitu 1000 mm 3. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-1. 40

57 Populasi Sel Tumor Terinfeksi Virus t t x(t) t x(t) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 (b) (a) Gambar 4.2 Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Ketika δ > α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.2 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih besar dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang terinfeksi virus (x) yang diberikan adalah 0 maka pada kasus ini populasi sel tumor yang terinfeksi virus mengalami penigkatan pada t = 1 hari mencapai 6,6738 mm 3 ini disebabkan oleh populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami penurunan pada awal terapi namun karena penurunan jumlah virus yang terus menerus sampai nol maka populasi sel tumor yang terinfeksi virus pun ikut menurun sampai titik stabil di nol dimulai pada saat t = 39 hari ini disebabkan karena populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami peningkatan mencapai ukuran maksimal. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-1. 41

58 Populasi Partikel Virus t v(t) t v(t) 0 15, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 (b) (a) t Gambar 4.3. Populasi Partikel Virus Ketika δ > α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.3 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih besar dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi partikel virus (v) yang diberikan 15 maka pada kasus ini populasi partikel virus terus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi sehingga populasi sel tumor tidak terinfeksi menurun namun karena populasi partikel virus ini terus menginfeksi sel tumor sehingga mengakibatkan populasi partikel virus terus menerus menurun dimulai pada saat t = 30 hari mencapai titik stabil yaitu di nol. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-1. Maka dari Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3 ini mendekati pada titik tetap yang sesuai diharapkan pada teori sebelumnya yaitu T (y, x, v ) = T (K, 0,0) = T (1000, 0, 0) yaitu terkait dengan kegagalan terapi Dinamika populasi untuk δ < α Untuk menampilkan plot dinamika populasi untuk δ < α diambil nilai parameter yaitu r = 0.206, K = 1000, ε = 1.00, k = 0.01, ρ = 0.108, δ = 0.263, α = 0.650, dan ω = Nilai awal yang diberikan pada kasus ini adalah y = , x = 0, dan v = 15 dan t = Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.4 sampai Gambar 4.7 menunjukkan plot dinamika populasi untuk δ < α. 42

59 Populasi Sel Tum or Tak Terinfeksi t (a) t y(t) t y(t) 10 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,1938 (b) Gambar 4.4 Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Ketika δ < α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.4 menunjukkan laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan mm 3 maka pada kasus ini populasi partikel virus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi sehingga sel tumor yang tidak terinfeksi mula-mula mengalami penurunan terus mencapai nilai minimum pada t = 14 hari yaitu 0,2454 mm 3, namun meningkat kembali seiring berjalannya waktu mencapai 67,7669 mm 3 pada t = 54 hari, kemudian menurun lagi dan kemudian naik lagi. Meningkatnya populasi sel tak terinfeksi semakin bertambahnya waktu semakin kecil dan akhirnya populasi sel tumor tak terinfeksi mencapai titik stabil dimulai pada saat t = 571 hari yaitu 10,1938 mm 3. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-2. 43

60 Populasi Sel Tum or Terinfeksi Virus t (a) t x(t) t x(t) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,5216 (b) Gambar 4.5. Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Ketika δ < α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.5 menunjukkan laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang terinfeksi virus (x) yang diberikan adalah 0 maka pada kasus ini populasi partikel virus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi sehingga sel tumor yang terinfeksi mengalami peningkatan terus mencapai nilai maksimum pada t = 2 hari yaitu 9,9656 mm 3, kemudian populasinya menurun mencapai nilai minimum pada t = 29 hari yaitu 0,1068 mm 3 namun meningkat kembali seiring berjalannya waktu mencapai 3,8678 mm 3 pada t = 62 hari kemudian menurun lagi dan kemudian naik lagi. Setiap terjadi penurunan populasi sel tumor yang tak terinfeksi, maka populasi sel yang terinfeksi akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika populasi sel yang tak terinfeksi mulai meningkat, maka akan terjadi penurunan pada populasi sel tumor yang terinfeksi. Meningkatnya populasi sel terinfeksi semakin bertambahnya waktu semakin kecil dan akhirnya populasi sel tumor terinfeksi mencapai titik stabil pada saat t = 487 hari yaitu 1,5216 mm 3. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-2. 44

61 Populasi Partikel Virus t t v(t) t v(t) 0 15, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,9257 (a) (b) Gambar 4.6. Populasi Partikel Virus Ketika δ < α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.6 menunjukkan laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal partikel virus (v) yang diberikan adalah 15 maka pada kasus ini populasi partikel virus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi sehingga populasi partikel virus mula-mula mengalami penurunan pada t = 1 hari yaitu 6,9629, kemudian populasinya kembali meningkat mencapai nilai maksimum pada t = 7 hari yaitu 17,4580 ini disebabkan karena populasi sel tumor tak terinfeksi mengalami penurunan, namun menurun kembali seiring berjalannya waktu mencapai 0,5074 pada saat t = 44 hari, kemudian meningkat lagi dan kemudian turun lagi. Setiap terjadi penurunan populasi sel tumor yang tak terinfeksi, maka populasi partikel virus akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika populasi sel yang tak terinfeksi mulai meningkat, maka akan terjadi penurunan pada populasi partikel virus. Meningkatnya populasi partikel virus semakin bertambahnya waktu semakin kecil dan akhirnya populasi partikel virus mencapai titik stabil dimulai pada saat t = 545 hari yaitu 3,9257. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-2. 45

62 Populasi Sel Tumor Tak Terinfeksi Populasi Sel Tumor Terinfeksi Virus Populasi Partikel Virus t Gambar 4.7. Dinamika Populasi y, x, v Terhadap Waktu t Ketika δ < a Dari Gambar 4.4 sampai Gambar 4.7 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan mm 3, populasi awal tumor terinfeksi virus (x) yang diberikan 0 dan populasi partikel virus (v) yang diberikan 15 maka pada kasus ini populasi partikel virus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi sehingga sel tumor yang tidak terinfeksi mula-mula mengalami penurunan terus mencapai nilai minimum pada t = 14 hari yaitu 0,2454 mm 3, namun meningkat kembali seiring berjalannya waktu mencapai 67,7669 mm 3 pada t = 54 hari, ini disebabkan oleh sel terinfeksi maupun populasi virus mengalami penurunan. Namun pada jangka panjang populasi sel tumor tak terinfeksi, sel tumor terinfeksi, dan populasi partikel virus berisolasi lagi secara periodik. Setiap terjadi penurunan populasi sel tumor yang tak terinfeksi, maka populasi virus akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya populasi sel yang terinfeksi. Begitu juga sebaliknya, jika populasi sel yang tak terinfeksi mulai meningkat, maka akan terjadi penurunan pada populasi virus dan populasi sel tumor yang terinfeksi. Meningkatnya populasi sel tak terinfeksi, sel terinfeksi, dan populasi virus semakin bertambahnya waktu semakin kecil sehingga untuk populasi sel tumor tak terinfeksi mulai stabil pada 46

63 saat t = 571 hari yaitu 10,1938 mm 3, untuk poluasi sel tumor terinfeksi mulai stabil pada saat t = 487 hari yaitu 1,5216 mm 3 dan untuk populasi virus mulai stabil pada saat t = 545 hari yaitu 3,9257. Maka sistem ini mendekati titik tetap sesuai yang kita harapkan pada teori sebelumnya yaitu T, ( ) 1 ( ), ( ) = T ( , , ) Dinamika populasi untuk δ = α Untuk menampilkan plot dinamika populasi untuk δ = α diambil nilai parameter yaitu = 0.206, K = 1000, ε = 1.00, k = 0.01, ρ = 0.108, δ = 0.650, α = 0.650, dan ω = Nilai awal yang diberikan pada kasus ini adalah y = , x = 0, dan v = 15 dan t = Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.8 sampai Gambar 4.10 menunjukkan plot dinamika populasi untuk δ = α. P o p u la s i S e l T u m o r T a k T e rin f e k s i t (a) t y(t) t y(t) 0 127, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 Gambar 4.8. Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Virus Ketika δ = α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.8 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan sama dengan laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan 127,950 mm 3. Maka populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami penurunan pada t = 8 hari yaitu 12,4844 mm 3 (b) ini disebabkan karena pengaruh dari populasi 47

64 partikel virus yang terus menyerang sel tumor yang tidak terinfeksi namun dengan seiring berjalannya waktu populasi partikel virus mengalami penurunan sehingga mengakibatkan populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami peningkatan secara terus menerus hingga mencapai titik stabil dan mencapai ukuran maksimal tumor dimulai pada saat t = 1730 hari yaitu 1000 mm 3. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-3. Populasi Sel Tumor Terinfeksi Virus t (a) t x(t) t x(t) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 (b) Gambar 4.9. Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Ketika δ = α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.9 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan sama dengan laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi awal sel tumor yang terinfeksi virus (x) yang diberikan adalah 0 maka pada kasus ini populasi sel tumor yang terinfeksi virus mengalami penigkatan pada t = 1 hari mencapai 7,1073 mm 3 ini disebabkan oleh populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami penurunan pada awal terapi namun karena penurunan jumlah virus yang terus menerus sampai nol maka populasi sel tumor yang terinfeksi virus pun ikut menurun sampai titik stabil di nol dimulai pada saat t = 1031 hari ini disebabkan karena populasi sel tumor yang tidak terinfeksi mengalami peningkatan mencapai ukuran maksimal tumor. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-3. 48

65 Populasi Partikel Virus t t v(t) t v(t) 0 15, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 (a) Gambar Populasi Partikel Virus Ketika δ = α (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.10 menunjukkan saat laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan sama dengan laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi dan populasi partikel virus (v) yang diberikan 15 maka pada kasus ini populasi partikel virus terus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi sehingga populasi sel tumor tidak terinfeksi menurun namun karena populasi partikel virus ini terus menginfeksi sel tumor sehingga mengakibatkan populasi partikel virus terus menerus menurun sehingga mencapai titik stabil dimulai pada saat t = 727 yaitu di nol. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-3. (b) Maka dari Gambar 4.8 sampai Gambar 4.10 ini mendekati pada titik tetap yans sesuai diharapkan pada teori sebelumnya yaitu T (y, x, v ) = T (K, 0,0) = T (1000,0,0) terkait dengan kegagalan terapi. Pada kasus laju kematian efektif sel yang terinfeksi dihasilkan sama dengan laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi hampir sama dengan kasus laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih besar dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi, namun pada kasus ini populasi sel tumor tak terinfeksi lebih lama mencapai ukuran maksimal tumor yaitu pada t = 1730 hari sedangkan pada kasus δ > α sel tumor tak terinfeksi lebih cepat mencapai ukuran maksimal tumor yaitu pada t = 108 hari. 49

66 4.1.4 Dinamika Populasi Keberhasilan Terapi Untuk menampilkan plot dinamika populasi untuk keberhasilan terapi pada model virotherapy diambil nilai parameter yaitu r = 0.206, K = 1000, ε = 1.00, k = 0.01, ρ = 0.108, δ = 0.263, α = 0.650, dan ω = Nilai awal yang diberikan pada kasus ini adalah y = , x = 0, v = 65 dan t = Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.11 sampai Gambar 4.15 menunjukkan plot keberhasilan terapi. Populasi Sel Tumor Tak Terinfeksi t t y(t) t y(t) 0 127, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0328 (a) (b) Gambar Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi Untuk Keberhasilan Terapi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.11 menunjukkan keberhasilan terapi dimana populasi awal tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan adalah 127,950 mm 3 maka pada kasus ini populasi sel tumor yang tidak terinfeksi menurun mencapai nilai minimun pada saat t = 11 hari yaitu nol, ini disebabkan oleh populasi partikel virus yang terus menyerang populasi sel tumor yang tidak terinfeksi, namun karena kondisi yang digunakan adalah δ < α maka dimulai pada saat t = 28 meningkat kembali yaitu 0,0001 mm 3, jika populasinya jangka panjang maka akan berisolasi secara periodik. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-4. 50

67 Populasi Sel Tum or Terinfeksi Virus t (a) t x(t) t x(t) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 Gambar Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Virus Untuk Keberhasilan Terapi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.12 menunjukkan keberhasilan terapi dimana populasi awal untuk populasi sel tumor yang terinfeksi virus (x) yang diberikan adalah 0, kemudian populasi sel tumor yang terinfeksi virus ini meningkat pada t = 1 hari yaitu 24,7559 mm 3, tetapi karena pengaruh penurunan populasi partikel virus maka populasi sel tumor yang terinfeksi juga ikut menurun mencapai nol pada t = 53 hari. Namun karena kondisi yang digunakan adalah δ < α maka pada jangka panjang populasinya akan berisolasi secara periodik. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-4. (b) Populasi Partikel Virus t t v(t) t v(t) 0 65, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0275 (a) (b) Gambar Populasi Partikel Virus Untuk Keberhasilan Terapi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data 51

68 Gambar 4.13 menunjukkan keberhasilan terapi dimana populasi awal untuk populasi partikel virus (v) yang diberikan adalah 65, maka pada kasus ini populasi partikel virus terus menyerang populasi sel tumor tak terinfeksi sehingga pada awal terapi populasi partikel virus ini menurun mencapai 40,7872 pada saat t = 1 hari, kemudian meningkat kembali mencapai 52,7209 pada saat t = 4 hari ini disebabkan karena populasi sel tumor tak terinfeksi mengalami penurunan namun seiring dengan berjalannya waktu populasi partikel virus ini akan mengalami penurunan kembali mencapai 0,0275 pada t = 60 hari. Namun karena kondisi yang digunakan adalah δ < α maka pada jangka panjang populasinya akan berisolasi secara periodik. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-4. Jumlah Populasi Sel Tumor t (a) t u(t) t u(t) 0 127, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0327 Gambar Jumlah Populasi Sel Tumor Untuk Keberhasilan Terapi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.14 menunjukkan jumlah populasi sel tumor untuk keberhasilan terapi yaitu u(t) = x(t) + y(t). Maka Sesuai yamg telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terapi ini dikatakan berhasil ketika jumlah populasi sel tumor yaitu u(t) = x(t) + y(t) < 1 artinya sel tumor tidak terdeteksi maka pada hari ke-14 terapi ini dikatakan berhasil karena u(14) = 0,8799 mm 3. Namun pada jangka panjang populasinya berisolasi secara periodik karena kondisi yang digunakan yaitu δ < α. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-4. (b) 52

69 y = Populasi Sel Tumor Tak Terinfeksi x = Populasi Sel Tumor Terinfeksi Virus v = Populasi Partikel Virus u = Jumlah Populasi Sel Tumor t Gambar Dinamika Populasi y, x, v, u Terhadap Waktu t Untuk Keberhasilan Terapi Dari Gambar 4.11 sampai Gambar 4.15 menunjukkan keberhasilan terapi dimana populasi awal tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan adalah 127,950 mm 3, populasi awal sel tumor yang terinfeksi virus (x) yang diberikan adalah 0 dan populasi awal partikel virus (v) yang diberikan adalah 65 maka pada kasus ini populasi partikel virus terus menyerang populasi sel tumor tak terinfeksi sehingga populasi sel tumor yang tidak terinfeksi menurun mencapai nilai minimum pada saat t = 11 hari yaitu 0 sedangkan untuk populasi sel tumor yang terinfeksi virus mengalami peningkatan pada saat t = 1 hari yaitu mencapai 24,7559 mm 3, dan untuk populasi partikel virus pada awal terapi menurun mencapai 40,7872 pada saat t = 1 hari, kemudian meningkat kembali mencapai 52,7209 pada saat t = 4 hari ini disebabkan karena populasi sel tumor tak terinfeksi mengalami penurunan namun seiring dengan berjalannya waktu populasi partikel virus ini akan mengalami penurunan kembali mencapai 0,0275 pada saat t = 60 hari, sehingga populasi sel tumor yang terinfeksi juga ikut menurun mencapai nol pada saat t = 53 hari. Sesuai yamg telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terapi ini dikatakan berhasil ketika jumlah populasi sel tumor yaitu u(t) = x(t) + y(t) < 1 maka pada hari ke-14 terapi ini dikatakan berhasil karena u(14) = 0,8799 mm 3. Namun pada jangka panjang populasinya berisolasi secara periodik karena kondisi yang digunakan yaitu δ < α. 53

70 4.2 Dinamika Populasi Pertumbuhan Tumor dengan Radiovirotherapy Untuk mengamati pengaruh pertumbuhan populasi sel tumor dengan radiovirotherapy maka diperlukan kurva bidang solusi yang menunjukkan hubungan populasi dengan variabel waktu. Solusi numerik menggunakan software Matlab dilakukan dengan mensubstitusikan nilai-nilai parameter ke persamaan (3.13) sampai (3.16) sehingga diperoleh hubungan antara populasi sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi (y), populasi sel tumor yang terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi (x), populasi sel yang rusak akibat radiasi (u) dan populasi partikel virus (v), berdasarkan analisis kestabialn titik tetapnya. Untuk menampilkan plot dinamika populasi pertumbuhan tumor dengan radiovirotherapy diambil nilai parameter yaitu = 0.206, K = 1000, ε = 1.00, k = 0.01, δ = 0.650, α = 0.263, D = 0.07, β = 0.15, γ = 1.5 dan ω = 1.3. Nilai awal yang diberikan pada kasus ini adalah y = , x = 0, u = 0, v = 5 dan t = Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 4.16 sampai Gambar Populasi Sel Tumor Tak Terinfeksi dan Tak Rusak Radiasi t y(t) t y(t) 0 127, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,8571 (b) (a) t Gambar Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi dan Tidak Rusak Oleh Radiasi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.16 menunjukkan populasi sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi (y) dimana populasi awal yang diberikan adalah 127,950 mm 3 kemudian pada awal pengobatan mengalami kenaikan secara terus menerus hingga t = 27 hari yaitu mencapai 832,9151 mm 3 ini disebabkan karena dosis 54

71 radiasi yang diberikan yaitu D = 0.07 yang dikombinasikan dengan dosis virus nya yaitu 5 namun seiring dengan berjalannya waktu populasi sel tumor yang tidak terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi mengalami penurunan mencapai titik stabil di 142,8571 mm 3 dimulai pada saat t = 1166 hari ini disebabkan karena populasi partikel virus dan dosis radiasi terus menyerang sel tumor tersebut. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-5. Populasi Sel Tumor Terinfeksi dan Tidak Rusak Radiasi t (a) t x(t) t x(t) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 Gambar Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Juga Tidak Rusak Oleh Radiasi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data (b) Gambar 4.17 menunjukkan populasi sel tumor yang terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi (x) dimana populasi awal yang diberikan adalah 0, kemudian pada awal pengobatan mengalami peningkatan pada saat t = 1 hari yaitu 1,6429 mm 3 kemudian populasinya menurun hingga mencapai stabil di nol dimulai pada saat t = 68 hari hal ini sejalan dengan populasi partikel virus. Ini disebabakan karena populasi partikel virus yang menyerang populasi sel tumor yang tidak terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi sehingga populasi sel tumor tersebut menurun dan mencapai titik stabilnya. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-5. 55

72 Populasi Sel Rusak Akibat Radiasi t (a) t u(t) t u(t) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,1720 Gambar Populasi Sel Yang Rusak Akibat Radiasi (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data (b) Gambar 4.18 menunjukkan populasi sel yang rusak akibat radiasi (u) dimana populasi awal yang diberikan adalah 0, kemudian populasi sel yang rusak akibat radiasi ini mengalami penigkatan secara terus menerus hingga mencapai titik stabil yaitu di 806,1720 dimulai pada saat t = 1091 hari, ini disebabkan karena dosis radiasi yang terus menyerang sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi sehingga sel tumor tersebut mencapai titik stabilnya. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-5. Populasi Partikel Virus t (a) t v(t) t v(t) 0 5, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0000 Gambar Populasi Partikel Virus (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data (b) 56

73 Gambar 4.19 menunjukkan populasi partikel virus (v) dimana populasi awal yang diberikan adalah 5, karena populasi partikel virus ini terus menyerang populasi sel tumor yang tidak terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi sehingga mengakibatkan populasi partikel virus terus menerus menurun hingga stabil di nol dimulai pada saat t = 60 hari. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B Populasi Sel Tumor Tak Terinfeksi dan Tak Rusak Radiasi Populasi Sel Tumor Terinfeksi Tidak Rusak Radiasi Populasi Sel Rusak Akibat Radiasi Populasi Partikel Virus t Gambar Dinamika Populasi y,x.u,v Terhadap waktu t. Dari Gambar 4.16 sampai Gambar 4.20 menunjukkan simulasi model radiovirotherapy dimana populasi awal untuk sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi (y) yang diberikan adalah 127,950 mm 3, populasi awal sel yang terinfeksi tidak rusak oleh radiasi (x) yang diberikan adalah 0, populasi awal sel yang rusak akibat radiasi (u) yang diberikan adalah 0 dan populasi awal partikel virus (v) yang diberikan adalah 5. Maka pada kasus ini populasi sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi pada awal pengobatan mengalami kenaikan secara terus menerus hingga t = 27 hari yaitu mencapai 832,9151 ini disebabkan karena dosis radiasi yang diberikan yaitu D = 0.07 yang dikombinasikan dengan dosis virus nya yaitu 5 namun seiring dengan berjalannya waktu populasi sel tumor yang tidak terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi mengalami penurunan mencapai titik stabil di 142,8571 mm 3 dimulai pada saat t = 1166 hari ini disebabkan karena populasi partikel virus dan dosis radiasi terus menyerang sel tumor tersebut. 57

74 Begitu pula dengan populasi sel yang rusak akibat radiasi populasinya meningkat terus seiring berjalannya waktu dan stabil yaitu di 806,1720 dimulai pada saat t = 1091 hari, ini disebabkan karena dosis radiasi yang terus menyerang sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi sehingga sel tumor tersebut mencapai titik stabilnya. Berbeda dengan populasi sel tumor yang terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi setelah mengalami peningkatan pada saat t = 1 hari yaitu mencapai 1,6429 mm 3 kemudian populasinya menurun hingga mencapai stabil di nol dimulai pada saat t = 68 hari, ini disebabakan karena populasi partikel virus yang menyerang populasi sel tumor yang tidak terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi sehingga populasi sel tumor tersebut menurun dan mencapai titik stabilnya. Hal ini sejalan dengan populasi partikel virus yang awalnya diberikan virus 5 tetapi karena virus terus menginfeksi sel tumor maka populasinya turun terus menerus hingga stabil di nol dimulai pada saat t = 60 hari. Maka sistem ini mendekati titik tetap yang sesuai diharapkan pada teori sebelumnya yaitu T (y, x, u, v ) = T, 0, ( , 0, , 0).,0 = Jika populasi partikel virus dan laju virus yang mati ditingkatkan yaitu v = 7 dan ω = 1.5 maka akan menghasilkan grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 4.21 sampai Gambar

75 Populasi S el Tumor Tidak Terinfeksi dan Tidak Rusak Radiasi t (a) t y(t) t y(t) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,7110 (b) Gambar Populasi Sel Tumor Yang Tidak Terinfeksi dan Tidak Rusak Oleh Radiasi Ketika v dan ω Ditingkatkan (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.21 menunjukkan populasi sel tumor yang tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi (y) dimana populasi awal yang diberikan adalah 127,950 mm 3 kemudian pada awal pengobatan mengalami kenaikan secara terus menerus hingga mencapai nilai maksimal 746,3244 mm 3 pada saat t = 19 hari ini disebabkan karena dosis radiasi yang diberikan yaitu D = 0.07 yang dikombinasikan dengan dosis virus nya yaitu 5, namun menurun kembali seiring berjalannya waktu mencapai 219,3141 mm 3 pada saat t = 32 hari, ini disebabkan oleh dosis radiasi dan partikel virus yang terus menginfeksi sel tumor tersebut. Sehingga pada jangka panjang populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi berisolasi lagi secara periodik namun semakin bertambahnya waktu semakin kecil sehingga untuk populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mulai stabil pada saat t = 599 hari yaitu 376,7110 mm 3. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-8. 59

76 P o pu la s i S e l T u m o r T id a k R u s a k O le h R a d ia s i t (a) t x(t) t x(t) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0554 (b) Gambar Populasi Sel Tumor Yang Terinfeksi Juga Tidak Rusak Oleh Radiasi Ketika v dan ω Ditingkatkan (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.22 menunjukkan populasi sel tumor yang terinfeksi juga tidak rusak oleh radiasi dimana populasi awal yang diberikan adalah 0, kemudian populasinya meningkat pada awal pengobatan yaitu pada saat t = 1 hari mencapai 3,5100 mm 3 ini disebabkan karena populasi partikel virus yang menginfeksi populasi sel tumor kemudian populasi sel tumor ini menurun kembali mencapai nilai minimum pada saat t = 8 hari yaitu 1,4934 mm 3, namun seiring berjalannya waktu populasi sel tumor terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi meningkat kembali mencapai 153,5123 mm 3 pada t = 25 hari sehingga pada jangka panjang populasinya berisolasi periodik. Setiap terjadi penurunan populasi sel tumor yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi, maka populasi sel yang terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika populasi sel yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mulai meningkat, maka akan terjadi penurunan pada populasi sel tumor yang terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi. Meningkatnya populasi sel terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi semakin bertambahnya waktu semakin kecil dan akhirnya populasi tersebut mencapai titik stabil dimulai pada saat t = 594 hari yaitu 60,0554 mm 3. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-8. 60

77 P opulasi S el Rusak A kibat Radiasi t (a) t u(t) t u(t) 10 9, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,1120 (b) Gambar Populasi Sel Yang Rusak Akibat Radiasi Ketika v dan ω Ditingkatkan (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.23 menunjukkan populasi sel yang rusak akibat radiasi dimana populasi awal yang diberikan adalah 0, kemudian populasinya menigkat mencapai nilai maksimum pada saat t = 14 hari yaitu 15,6659 mm 3 ini disebabkan karena dosis radiasi yang menginfeksi sel tumor yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi, namun seiring berjalannya waktu populasi sel yang rusak akibat radiasi ini mulai menurun secara terus menerus hingga mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 336 hari yaitu 1,1120 mm 3, ini disebabkan karena populasi sel yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-8. 61

78 P o p u la s i P a rtik e l V iru s t t v(t) t v(t) 0 7, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,5297 (b) (a) Gambar Populasi Partikel Virus Ketika v dan ω Ditingkatkan (a). Dalam Bentuk grafik (b).dalam Bentuk Data Gambar 4.24 menunjukkan populasi parrtikel virus dimana populasi awal partikel virus (v) yang diberikan adalah 7 maka pada kasus ini populasi partikel virus menyerang populasi sel tumor tidak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi sehingga populasi partikel virus mula-mula mengalami penurunan mencapai nilai minimum pada saat t = 8 hari yaitu 0,2654, kemudian populasinya kembali meningkat mencapai nilai maksimum pada saat t = 27 hari yaitu 26,5563 ini disebabkan karena populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mengalami penurunan, sehingga dalam jangka panjang populasinya berisolasi secara periodik. Setiap terjadi penurunan populasi sel tumor yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi, maka populasi partikel virus akan meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika populasi sel yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mulai meningkat, maka akan terjadi penurunan pada populasi partikel virus. Meningkatnya populasi partikel virus semakin bertambahnya waktu semakin kecil dan akhirnya populasi partikel virus mencapai titik stabil dimulai pada saat t = 471 hari yaitu 10,5297. Adapun data selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-8. 62

79 Populasi Sel Tumor Tak Terinfeksi dan Tak Rusak Radiasi Populasi Sel Tumor Terinfeksi Tidak Rusak Radiasi Populasi Sel Rusak Akibat Radiasi Populasi Partikel Virus t Gambar Dinamika Populasi y,x.u,v Terhadap Waktu t Ketika v dan ω Ditingkatkan Dari Gambar 4.21 sampai Gambar 4.25 menunjukkan saat populasi partikel virus (v) dan laju virus yang mati (ω) ditingkatkan yaitu v = 7 dan ω = 1.5 dan populasi awal sel tumor yang tidak terinfeksi (y) yang diberikan mm 3, populasi awal tumor terinfeksi virus (x) yang diberikan 0 dan populasi partikel maka pada kasus populasi sel tumor tidak terinfeksi dan tidak rusak oleh radiasi mengalami peningkatan pada awal terapi hingga mencapai nilai maksimal yaitu 746,3244 mm 3 pada saat t = 19 hari, namun menurun kembali seiring berjalannya waktu mencapai 219,3141 mm 3 pada saat t = 32 hari, ini disebabkan oleh sel dosis radiasi dan partikel virus yang terus menginfeksi sel tumor tersebut. Sehingga dalam jangka panjang populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi, sel tumor terinfeksi tidak rusak oleh radisi, populasi sel yang rusak akibat radiasi dan populasi partikel virus berisolasi lagi secara periodik. Setiap terjadi penurunan populasi sel tumor yang tak terinfeksi, maka populasi virus akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya populasi sel yang terinfeksi tidak rusak radiasi dan populasi sel yang rusak akibat radiasi. Begitu juga sebaliknya, jika populasi sel yang tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mulai meningkat, maka akan terjadi penurunan pada populasi virus, populasi sel tumor yang terinfeksi tidak rusak oleh radiasi dan populasi sel yang rusak akibat radiasi. 63

80 Meningkatnya populasi sel tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi, sel terinfeksi tidak rusak oleh radiasi, populasi sel yang rusak akibat radisi dan populasi virus semakin bertambahnya waktu semakin kecil sehingga untuk populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mulai stabil pada saat t = 599 hari yaitu 376,7110 mm 3, poluasi sel tumor terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mulai stabil pada saat t = 594 hari yaitu 60,0554 mm 3, populasi sel yang rusak akibat radiasi mulai stabil pada saat t = 336 hari yaitu 1,1120 mm 3 dan untuk populasi virus mulai stabil pada saat t = 471 hari yaitu 10, Perbandingan Waktu Kestabilan Model Virotherapy Dan Radiovirotherapy Untuk perbandingan kedua model ini dilihat dari waktu kestabilannya dari model virotherapy dan radiovirotherapy. Model virotherapy ini di pengaruhi oleh laju kematian efektif sel yang terinfeksi dan laju produksi virus dari sel yang terinfeksi sehingga ketika laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi maka populasi sel tumor tak terinfeksi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 571 hari yaitu 10,1938 mm 3, kemudian populasi sel tumor yang terinfeksi virus mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 487 hari yaitu 1,5216 mm 3 dan populasi partikel virus mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 545 hari yaitu 3,9257. Untuk data hasil numerik selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-2. Kemudian pada model radiovirotherapy ini dipengaruhi oleh dosis radiasi dan dosis virus sehingga dapat dilihat waktu kestabilannya dari prediksi terapi dengan menggunakan nilai parameter pada sub dengan populasi awal sel tumor yaitu mm 3 dengan dosis radiasi D = 0.07 yang dikombinasikan dengan virus 0.01, 0.07 dan 7. Ketika dosis radiasi D = 0.07 dikombinasikan dengan virus 0.01 maka populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 614 hari yaitu 376, 7110 mm 3, kemudian populasi sel yang terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 608 hari mencapai 60,0554 mm 3, populasi sel yang rusak akibat radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t =

81 hari yaitu mencapai 1,1120 mm 3 dan populasi partikel virus mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 485 hari yaitu 10,5297. Untuk data hasil numerik selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-6. Ketika dosis radiasi D = 0.07 dikombinasikan dengan virus 0.07 maka populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 609 hari yaitu 376, 7110 mm 3, kemudian populasi sel yang terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 604 hari mencapai 60,0554 mm 3, populasi sel yang rusak akibat radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 346 hari yaitu mencapai 1,1120 mm 3 dan populasi partikel virus mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 480 hari yaitu 10,5297. Untuk data hasil numerik selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-7. Ketika dosis radiasi D = 0.07 dikombinasikan dengan virus 7 maka populasi sel tumor tak terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 599 hari yaitu 376, 7110 mm 3, kemudian populasi sel yang terinfeksi dan tak rusak oleh radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 594 hari mencapai 60,0554 mm 3, populasi sel yang rusak akibat radiasi mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 336 hari yaitu mencapai 1,1120 mm 3 dan populasi partikel virus mencapai titik stabilnya dimulai pada saat t = 471 hari yaitu 10,5297. Untuk data hasil numerik selengkapnya dapat dilihat di lampiran B-8. Jadi pada model radiovirotherapy ini jika dosis radiasi D = 0.07 dikombinasikan dengan dosis virus 7 maka mencapai waktu stabilnya lebih cepat pada populasi sel tumor nya yaitu dimulai pada saat t = 599 hari yaitu 376, 7110 mm 3. Jadi dari model virotherapy dan radiovirotherapy waktu kestabilan yang diperoleh lebih cepat pada populasi sel tumor yaitu pada model virotherapy yaitu dimulai pada saat t = 571 hari yaitu 10,1938 mm 3 ketika laju kematian efektif sel yang terinfeksi yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju produksi virus dari sel tumor yang terinfeksi. 65

82 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan dan diberikan saran sebagai berikut: 1. Penerapan model matematika untuk virotherapy dan radiovirotherapy adalah sebagai berikut: a. Model virotherapy y = ry 1 (kyv + ρyx) x = kyv δx v = αx (kyv + ωv) b. Model Radiovirotherapy y = ry 1 (kyv + βdy) x = kyv δx βdx u = βd(x + y) γu v = αx ωv 2. Jenis kestabilan titik tetap dari model virotherapy dan radiovirotherapy adalah sebagai berikut: a. Terdapat tiga titik tetap dari model virotherapy yaitu T (0,0,0), T (K, 0,0) dan T, ( ) 1 ( ), ( ) dan jenis kestabilan untuk T yaitu tidak stabil dan T yaitu stabil ketika δ > α dan δ = α. b. Terdapat dua titik tetap untuk model radiovirotherapy yaitu T, 0,, 0 dan T (δ + βd),, ( ), dan jenis kestabilan titik tetap T 1 adalah stabil. 66

83 3. Perbandingan waktu kestabilan dari model virotherapy dan radiovirotherapy adalah sebagai berikut: Model t y(t) Vitotherapy ,1938 Radiovirotherapy ,7110 Dari kedua model tersebut waktu kestabilan yang diperoleh lebih cepat pada populasi sel tumor yaitu pada model virotherapy yaitu dimulai pada saat t = 571 hari mencapai nilai stabil di 10,1938 mm Saran Berdasarkan kajian penelitian dan analisis maka saran yang dapat diberikan untuk penulisan skripsi selanjutnya yaitu dengan memperhatikan faktor lain seperti dalam hal penjadwalan pemberian dosis, usia, atau dengan menggunakan metode lain yang lebih akurat dan terbaru. 67

84 DAFTAR PUSTAKA [1]. Anton. H, Dasar-Dasar Aljabar Linear, Edisi 7, Jilid 1, Terjemahan Ir.Hari Suminto Dan Dr. Lyndon Saputra, Penerbit Interaksara, Batam, [2]. Bajzer Z, T.W. Carr, Dingli. D and Josic.K, Optimization of Tumor Virotherapy With Recombinant Measles Virus, Biomathematica Resource, USA, [3]. Bajzer. Z, T.W. Carr, Josic. K, S.J. Russel and Dingli.D, Modeling of Cancer Virotherapy With Recombinant Measles Viruses, Journal. Theoretical Biology,2008. [4]. Bajzer. Z, Biesecker.M, Kimn.J.H, Lu. H, Dingli. D, Optimization of Virotherapyfor Cancer. Bulletin of Mathematical Biology, [5]. Budhi, Wono Setya, Kalkulus Peubah Banyak dan Penggunaannya, Institut Teknologi Bandung, [6]. Chapra. S.C, Canale, Raymond. P, Metode Numerik Untuk Teknik, Universitas Indonesia Press, [7]. Deherba, Pengertian Tumor, 23 Agustus 2011, ( diakses tanggal ). [8]. Finizio. N dan Ladas. G, An Introduction To Differential Equation, University of Rhode Island, [9]. Kreyszig. Erwin, Advanced Engineering Mathematics, John Willey& Sons, [10]. Lo. C.F, Stochastic Nonlinear Gompertz Model of Tumor Growth, Journal of Proceedings of the World Congress on Engineering Vol II, London, [11]. Munasir, Studi Awal Pemodelan Perlakuan Radiovirotherapy I Dan Virotherapy Yang Menggunakan Virus Campak Pada Tumor Paru-Paru Tikus, Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Tidak diterbitkan, 2010.

85 [12]. Nurlaila. Ika, Hadi. Miftachul, Kanker Pertumbuhan, Terapi dan Nanomedis, ( diakses tanggal ). [13]. Rahmawati. Rila. D, Solusi Sistem Persamaan Differensial Non Linear menggunakan Metode Euler Berbantuan Program Matlab, Skripsi Program Sarjana Universitas Islam Negeri Malang, Tidak diterbitkan, 2007.( diakses tanggal ). [14]. Syahrudin, Elisna, Pengobatan Alternatif untuk Kanker, 30 Januari 2012, ( diakses tanggal ). [15]. Tu. PNV, Dinamical System An Introduction with Applications in Economics and Biology, New York, Springer-Verlag, 1994.

86 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 16 Agustus Merupakan putri pertama dari empat bersaudara dari bapak Ruswandi dan ibu Siti Lasmanah. Alamat tempat tinggal di Komp. Permata Hijau D.44 RT 02 RW 18 Desa Jelegong Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis yaitu: 1. Sekolah Dasar Negeri Jelegong II Tahun Sekolah Menengah Pertama NU Sumedang Tahun Madrasah Aliyah Keagamaan Al-Basyariyah Tahun Perguruan Tinggi Negeri Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi angkatan 2008.

87 LAMPIRAN

88 Lampiran A-1 Pengecekan Titik Tetap Model Virotherapy dan Radiovirotherapy 1. Pengecekan Titik Tetap Untuk Model Virotherapy. Titik tetap dikatakan benar jika titik tetap tersebut disubstitusikan ke (3.17) sampai persamaan (3.19) benilai nol. Berikut akan di cek titik tetap T (y, x, v ) = T (0,0,0),T (y, x, v ) = T (K, 0,0) dan T (y, x, v ) = T, ( ) (( ) ) 1, ( ). 1.1 Substitusi T (y, x, v ) = T (0,0,0) ke persamaan (3.17) sampai persamaan (3.19) maka diperoleh: y + x ry 1 K (kyv + ρyx) = 0 r(0) 1 (k(0)(0) + ρ(0)(0) = 0 0 = 0 kyv δx = 0 k(0)(0) δ(0) = 0 0 = 0 αx (kyv + ωv) = 0 α(0) k(0)(0) + ω(0) = 0 0 = Substitusi T (y, x, v ) = T (K, 0,0) ke peramaan (3.17) sampai persamaan (3.19) maka diperoleh: y + x ry 1 K (kyv + ρyx) = 0 (K) + (0) r(k) 1 k(k)(0) + ρ(k)(0) = 0 K rk rk(1) k(k)(0) + ρ(k)(0) = 0 0 = 0 kyv δx = 0 k(k)(0) δ(0) = 0 0 = 0

89 αx (kyv + ωv) = 0 α(0) (k(k)(0) + ω(0)) = 0 0 = Substitusi T (y, x, v ) = T ( ), (( ) ) 1 ke persamaan (3.17) sampai persamaan (3.19) maka diperoleh: ry 1 (kyv + ρyx) = 0 k(y ) ( ) + ρ(y )x = ry 1 + ρy x = ry 1 + = ry 1 x (ky α ky δ + ωρy ) = ry ω 1, ( ) x = x = 1 1 () Karena x = 1 () maka () 1 = 1 () 1 () () 1 = 0 0 = 0 kyv δx = 0 k ( ) ( ) δ 1 () = 0 δx δ 1 () = 0 δ 1 () δ 1 () = 0 0 = 0 αx (kyv + ωv) = 0 α 1 () k 0 ( ) ( ) + ω ( ) =

90 α 1 () δx αx + δx = 0 Karena x = 1 () maka αx δx αx + δx = 0 0 = 0 2. Pengecekan Titik Tetap Untuk Model Radiovirotherapy. Titik tetap dikatakan benar jika titik tetap tersebut disubstitusikan ke persamaan (3.24) sampai persamaan (3.27) benilai nol. Berikut akan di cek titik tetap T (y, x, u, v ) = T, 0, Exp () K,0 dan T (y, x, u, v ) = T (δ + βd), 2.1 Substitusi T (y, x, u, v ) = T, ( ), 0, Exp, K persamaan (3.24) sampai persamaan (3.27) maka diperoleh: ry 1 (kyv + βdy) = 0 r 1 r r r = = k (0) + βd = 0 0 γ = 0 = r γ.,0 ke

91 ln ε = ln ln = + Exp Exp Exp K K = Exp K = Exp Exp = Exp K K K = 0 0 = 0 kyv δx βdx = 0 k γ (0) δ(0) βd(0) = 0 βd 0 = 0 βd(x + y) γu = 0 βd 0 + γ γ γ = 0 βd γu = 0 0 = 0 αx ωv = 0 α(0) ω(0) = 0 0 = Substitusi T (y, x, u, v ) = T (δ + βd),, ( ), ke persamaan (3.24) sampai persamaan (3.27) maka diperoleh: y + x + u ry 1 (kyv + βdy) = 0 K r (δ + βd) 1 () () k (δ + βd) + βd (δ + βd) = 0 k (δ + βd) = r (δ + βd) 1 () () βd (δ + βd)

92 maka: = = r ω (δ+βd) 1 ka ω ka (δ+βd)+ωv 2 a + ε v 2 βdx 2 +y 2 γ K βd ω (δ+βd) ka k ω ka(δ+βd) ε ω v 2 ka (δ+βd)+ωv 2 a + βdx 2 +y 2 γ r 1 K βd () ( ) () ( ) k = substitusi y, x, u () ( ) () ( ) 0 = 0 kyv δx βdx = 0 k ω (δ + βd) r1 y ka 2 +x 2+u2 ε βd K k δ ωv 2 a βd ωv 2 a = 0 = 0 (δ + βd) δ βd = 0 (δ + βd) (δ + βd) (δ + βd)v = 0 substitusi v maka (δ + βd) = 0 0 = 0 βd(x + y) γu = 0 βd ωv 2 a + ω (δ + βd) γ v2 ka βdx 2+y 2 γ r1 y 2+x2+u2 ε βd K k = 0 v2 γ βdx 2+y 2 γ r1 y 2+x2+u2 ε βd K k = βd ωv 2 a + ω (δ + βd) ka v2 βdx 2+y 2 γ ( ) r1 y 2+x2+u2 ε βd K k = βd Karena v = = ωv 2 ω (δ+βd) a ka + () γ, x = dan y = (δ + βd) maka menjadi

93 r1 y 2 +x 2+u2 ε βd K k r1 y 2 +x 2+u2 ε βd K k ωv 2 ω (δ+βd) a ka ωv 2 ω (δ+βd) a ka r1 y 2 +x 2+u2 ε βd K k = ωv2 ω (δ+βd) a ka r1 y 2 +x 2+u2 ε βd K k ωv2 ω (δ+βd) a ka 0 = 0 αx ωv = 0 α ωv 2 a ω r1 y2+x2+u2 K ωv ω k ε βd = 0 = 0 Karena v = ω ω r1 y2+x2+u2 K k ε βd ω r1 y2+x2+u2 K k maka ε βd = 0 0 = 0 = 0

94 Lampiran B-1 Data Hasil Numerik Model Virotherapy Ketika δ > α

95

96 Lampiran B-2 Data Hasil Numerik Model Virotherapy Ketika δ < α

97

98 Lampiran B-3 Data Hasil Numerik Model Virotherapy Untuk δ = a

99 Lampiran B -4 Data Hasil Numerik Model Virotherapy Untuk Keberhasilan Terapi

100

101 Lampiran B-5 Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy.

102 Lampiran B-6 Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Ketika ω = 1. 5 dan v =

103

104 Lampiran B-7 Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Ketika ω = 1. 5 dan v = 0. 07

105

106 Lampiran B-8 Data Hasil Numerik Model Radiovirotherapy Ketika ω = 1. 5 dan v = 7.

107

108

TINJAUAN PUSTAKA. Model Matematika. Model Pertumbuhan Tumor Tanpa Perlakuan

TINJAUAN PUSTAKA. Model Matematika. Model Pertumbuhan Tumor Tanpa Perlakuan TINJAUAN PUSTAKA Model Matematika. Model Pertumbuhan Tumor Tanpa Perlakuan Setiap akan melakukan terapi pada pertumbuhan tumor diperlukan suatu model pertumbuhan tumor tanpa perlakuan terapi. Pada umumnya,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim... Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR DENGAN METODE PENGOBATAN VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY FAJAR GUMILANG

PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR DENGAN METODE PENGOBATAN VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY FAJAR GUMILANG PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN TUMOR DENGAN METODE PENGOBATAN VIROTHERAPY DAN RADIOVIROTHERAPY FAJAR GUMILANG DEPARTEMEN MATEMATIA FAULTAS MATEMATIA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II

BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY 131 I DAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa

Lebih terperinci

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk

Created By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data

BAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk asus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa Ipah Junaedi 1, a), Diny Zulkarnaen 2, b) 3, c), dan Siti Julaeha 1, 2, 3 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH SISTEM IMUN DAN VIRUS TERHADAP DINAMIK PERTUMBUHAN SEL TUMOR DAN SEL NORMAL SKRIPSI

ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH SISTEM IMUN DAN VIRUS TERHADAP DINAMIK PERTUMBUHAN SEL TUMOR DAN SEL NORMAL SKRIPSI ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH SISTEM IMUN DAN VIRUS TERHADAP DINAMIK PERTUMBUHAN SEL TUMOR DAN SEL NORMAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR

STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR STUDI AWAL PEMODELAN PERLAKUAN RADIOTHERAPY 131 I DAN VIROTHERAPY YANG MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK PADA TUMOR PARU-PARU TIKUS MUNASIR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO

ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO ANALISIS NUMERIK UNTUK PERLAKUAN VIROTHERAPY PADA TUMOR PARU-PARU DENGAN MENGGUNAKAN VIRUS CAMPAK SUNJONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL oleh ASRI SEJATI M0110009 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE oleh HILDA ANGGRIYANA M0109035 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika JURUSAN

Lebih terperinci

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI

BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa

Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Bab 16. Model Pemangsa-Mangsa Pada Bab ini akan dipelajari model matematis dari masalah dua spesies hidup dalam habitat yang sama, yang dalam hal ini keduanya berinteraksi dalam hubungan pemangsa dan mangsa.

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS (SUSCEPTIBLE-INFECTED-SUSCEPTIBLE) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya

BAB II KAJIAN TEORI. Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Persamaan Diferensial Persamaan diferensial sangat penting dalam pemodelan matematika khususnya untuk pemodelan yang membutuhkan solusi dari sebuah permasalahan. Pemodelan matematika

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN POLINOMIAL MENGGUNAKAN MATRIKS CIRCULANT

PENYELESAIAN PERSAMAAN POLINOMIAL MENGGUNAKAN MATRIKS CIRCULANT PENYELESAIAN PERSAMAAN POLINOMIAL MENGGUNAKAN MATRIKS CIRCULANT SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Matematika (S1) dan mencapai

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL BAB I DASAR-DASAR PEMODELAN MATEMATIKA DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL Pendahuluan Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat diferensial Kita akan membahas tentang Persamaan Diferensial Biasa yaitu

Lebih terperinci

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI

PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI PENYELESAIAN INTEGRAL DIMENSI-n DENGAN MENGGUNAKAN TEOREMA FUBINI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan S-1 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal Persamaan air dangkal merupakan persamaan untuk gelombang permukaan air yang dipengaruhi oleh kedalaman air tersebut. Kedalaman air dapat dikatakan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL PENGARUH INHIBITOR Na2CrO4 (NATRIUM BIKROMAT) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA AISI 1045 DI LINGKUNGAN AIR LAUT SKRIPSI

SIMULASI MODEL PENGARUH INHIBITOR Na2CrO4 (NATRIUM BIKROMAT) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA AISI 1045 DI LINGKUNGAN AIR LAUT SKRIPSI SIMULASI MODEL PENGARUH INHIBITOR Na2CrO4 (NATRIUM BIKROMAT) TERHADAP LAJU KOROSI BAJA AISI 1045 DI LINGKUNGAN AIR LAUT SKRIPSI Oleh : Dewintha Melyasari NIM 081810101008 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan

Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Kestabilan Model Predator Prey Tipe Holling II dengan Faktor Pemanenan 1 Ai Yeni, 2 Gani Gunawan, 3 Icih Sukarsih 1,2,3 Prodi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Banyak sekali masalah terapan dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, dan lain-lain yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk pesamaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup berdampingan. Diasumsikan habitat ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

APLIKASI FUNGSI GREEN MENGGUNAKAN ALGORITMA MONTE CARLO DALAM PERSAMAAN DIFERENSIAL SEMILINEAR

APLIKASI FUNGSI GREEN MENGGUNAKAN ALGORITMA MONTE CARLO DALAM PERSAMAAN DIFERENSIAL SEMILINEAR APLIKASI FUNGSI GREEN MENGGUNAKAN ALGORITMA MONTE CARLO DALAM PERSAMAAN DIFERENSIAL SEMILINEAR SKRIPSI Oleh TILSA ARYENI 110803058 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Definisi KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-7) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Definisi 1 Definisi 2 ontoh Soal Definisi Integral Garis Fungsi f K R 2 R di Sepanjang Kurva

Lebih terperinci

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT

METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR ABSTRACT METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN NILAI BATAS PADA PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL NONLINEAR Birmansyah 1, Khozin Mu tamar 2, M. Natsir 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN Desi Oktaviani, Kartono 2, Farikhin 3,2,3 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Chemostat atau disebut juga bioreaktor adalah suatu alat laboratorium (fermentor) untuk budidaya mikroorganisme[18]. Alat tersebut disusun sedemikian rupa

Lebih terperinci

KALKULUS MULTIVARIABEL II

KALKULUS MULTIVARIABEL II Pada Bidang Bentuk Vektor dari KALKULUS MULTIVARIABEL II (Minggu ke-9) Andradi Jurusan Matematika FMIPA UGM Yogyakarta, Indonesia Pada Bidang Bentuk Vektor dari 1 Definisi Daerah Sederhana x 2 Pada Bidang

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN

SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 50 55 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND SIFAT-SIFAT DINAMIK DARI MODEL INTERAKSI CINTA DENGAN MEMPERHATIKAN DAYA TARIK PASANGAN AIDA BETARIA Program

Lebih terperinci

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5.

SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR. Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. SISTEM DINAMIK KONTINU LINEAR Oleh: 1. Meirdania Fitri T 2. Siti Khairun Nisa 3. Grahani Ayu Deca F. 4. Fira Fitriah 5. Lisa Risfana Sari Sistem Dinamik D Sistem dinamik adalah sistem yang dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan dari suatu sistem. Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Masalah Sistem kontrol merupakan suatu alat untuk mengendalikan dan mengatur keadaan dari suatu sistem Dalam aplikasinya, suatu sistem kontrol memiliki tujuan atau sasaran

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM TIFOID (TIFUS) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EPIDEMIK SEIS SKRIPSI. Oleh

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM TIFOID (TIFUS) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EPIDEMIK SEIS SKRIPSI. Oleh ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM TIFOID (TIFUS) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EPIDEMIK SEIS SKRIPSI Oleh Mohammad Lutfi Hafi NIM 091810101022 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT

PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI ABSTRACT PENGGUNAAN METODE DEKOMPOSISI ADOMIAN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PADA KALKULUS VARIASI Febrian Lisnan, Asmara Karma 2 Mahasiswa Program Studi S Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto

Teori kendali. Oleh: Ari suparwanto Teori kendali Oleh: Ari suparwanto Minggu Ke-1 Permasalahan oleh : Ari Suparwanto Permasalahan Diberikan sistem dan sinyal referensi. Masalah kendali adalah menentukan sinyal kendali sehingga output sistem

Lebih terperinci

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB Konsep Dasar BAB 2 PDB Linier Order Satu 2 BAB 3 Aplikasi PDB Order Satu 3 BAB 4 PDB Linier Order Dua 4 BAB 5 Aplikasi PDB Order Dua 5 BAB 6 Sistem PDB 6 BAB 7 PDB Nonlinier dan Kesetimbangan Dalam

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial Biasa

Persamaan Diferensial Biasa Persamaan Diferensial Biasa Pendahuluan, Persamaan Diferensial Orde-1 Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB September 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB September 2012 1 / 37 Pendahuluan Konsep Dasar Beberapa

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK DISTRIBUSI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI oleh AMELIA FEBRIYANTI RESKA M0109008 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DERET PANGKAT UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR ORDEDUA KHUSUS SKRIPSI

PENERAPAN METODE DERET PANGKAT UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR ORDEDUA KHUSUS SKRIPSI PENERAPAN METODE DERET PANGKAT UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN DIFERENSIAL LINEAR ORDEDUA KHUSUS SKRIPSI Oleh: SAMSIATI NUR HASANAH NIM: 11321432 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi Persamaan Difusi Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M Jamhuri UIN Malang April 7, 2013 Penurunan Persamaan Difusi Misalkan u(x, t) menyatakan konsentrasi dari zat pada posisi

Lebih terperinci

APLIKASI KRIPTOGRAFI HILL CIPHER DENGAN MATRIKS m n

APLIKASI KRIPTOGRAFI HILL CIPHER DENGAN MATRIKS m n 1 APLIKASI KRIPTOGRAFI HILL CIPHER DENGAN MATRIKS m n SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh : LILIS DWI HENDRAWATI 0601060012 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDAAN SKRIPSI. Oleh: ASRUL KHASANAH NIM: JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

ANALISIS PERILAKU PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDAAN SKRIPSI. Oleh: ASRUL KHASANAH NIM: JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ANALISIS PERILAKU PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TUNDAAN SKRIPSI Oleh: ASRUL KHASANAH NIM: 10321356 JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHMMADIYAH PONOROGO

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY TESIS Oleh FERDINAND SINUHAJI 127021034/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FUNGSI GAMMA DAN FUNGSI BETA PADA PEUBAH KOMPLEKS

KARAKTERISTIK FUNGSI GAMMA DAN FUNGSI BETA PADA PEUBAH KOMPLEKS KARAKTERISTIK FUNGSI GAMMA DAN FUNGSI BETA PADA PEUBAH KOMPLEKS MELLA TANU WIJAYA 0801060026 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama)

Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Bab 15. Interaksi antar dua spesies (Model Kerjasama) Dalam hal ini diberikan dua spesies yang hidup bersama dalam suatu habitat tertutup. Kita ketahui bahwa terdapat beberapa jenis hubungan interaksi

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR

IV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR 9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN BENTUK KOEFISIEN INTERVAL

IMPLEMENTASI MODEL PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN BENTUK KOEFISIEN INTERVAL IMPLEMENTASI MODEL PEMROGRAMAN LINEAR DENGAN BENTUK KOEFISIEN INTERVAL SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains di Jurusan Matematika Indriani 1211701029 JURUSAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI

BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI BIFURKASI PITCHFORK PADA SISTEM DINAMIK DIMENSI-n SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1

Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Fungsi Variabel Banyak Bernilai Real Turunan Parsial dan Turunan Wono Setya Budhi KK Analisis dan Geometri, FMIPA ITB Variabel Banyak Bernilai Real 1 / 1 Turunan Parsial dan Turunan Usaha pertama untuk

Lebih terperinci

FUZZY ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK DALAM PERAMALAN HARGA MINYAK MENTAH DI INDONESIA DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR SKRIPSI

FUZZY ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK DALAM PERAMALAN HARGA MINYAK MENTAH DI INDONESIA DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR SKRIPSI FUZZY ELMAN RECURRENT NEURAL NETWORK DALAM PERAMALAN HARGA MINYAK MENTAH DI INDONESIA DENGAN OPTIMASI ALGORITMA GENETIKA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI

BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI RADIFA AFIDAH SYAHLANI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 5 II LANDASAN TEORI 2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi

Lebih terperinci

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume No.6 Tahun 2017 ISSN 201-9115 STABILITAS SISTEM DINAMIK PERTUMBUHAN SEL KANKER DENGAN TERAPI RADIASI Novalia Rachmaniar Ningrum S Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI RATA-RATA UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UMS ANGKATAN 2010

PENGARUH NILAI RATA-RATA UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UMS ANGKATAN 2010 PENGARUH NILAI RATA-RATA UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UMS ANGKATAN 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SIV (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, VIRUS) UNTUK PENYEBARAN VIRUS TUNGRO (RICE TUNGRO VIRUS) PADA TANAMAN PADI

MODEL MATEMATIKA SIV (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, VIRUS) UNTUK PENYEBARAN VIRUS TUNGRO (RICE TUNGRO VIRUS) PADA TANAMAN PADI MODEL MATEMATIKA SIV (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, VIRUS) UNTUK PENYEBARAN VIRUS TUNGRO (RICE TUNGRO VIRUS) PADA TANAMAN PADI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

SIMULASI NUMERIK POLA DISTRIBUSI SUHU PADA PLAT LOGAM DENGAN METODE BEDA HINGGA

SIMULASI NUMERIK POLA DISTRIBUSI SUHU PADA PLAT LOGAM DENGAN METODE BEDA HINGGA SIMULASI NUMERIK POLA DISTRIBUSI SUHU PADA PLAT LOGAM DENGAN METODE BEDA HINGGA SKRIPSI oleh RO SIL QOHHAR L W NIM 080210192046 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

PROFILE ANALYSIS VIA MULTIDIMENSIONAL SCALING (PAMS) DAN APLIKASINYA UNTUK MENGGAMBARKAN POLA PROFIL NILAI UJIAN SEKOLAH SKRIPSI

PROFILE ANALYSIS VIA MULTIDIMENSIONAL SCALING (PAMS) DAN APLIKASINYA UNTUK MENGGAMBARKAN POLA PROFIL NILAI UJIAN SEKOLAH SKRIPSI PROFILE ANALYSIS VIA MULTIDIMENSIONAL SCALING (PAMS) DAN APLIKASINYA UNTUK MENGGAMBARKAN POLA PROFIL NILAI UJIAN SEKOLAH SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ESTIMASI-M, ESTIMASI-S, DAN ESTIMASI-MM PADA MODEL REGRESI ROBUST UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA

PERBANDINGAN METODE ESTIMASI-M, ESTIMASI-S, DAN ESTIMASI-MM PADA MODEL REGRESI ROBUST UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA PERBANDINGAN METODE ESTIMASI-M, ESTIMASI-S, DAN ESTIMASI-MM PADA MODEL REGRESI ROBUST UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKSI KEDELAI DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

IV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model HSC Tanpa Terapi 4.1.1 Penentuan Titik Tetap Model HSC Tanpa Terapi Titik tetap dari persamaan (3.1) (3.3) akan diperoleh dengan menetapkan,, dan, dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi

Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas

Lebih terperinci

Department of Mathematics FMIPAUNS

Department of Mathematics FMIPAUNS Lecture 2: Metode Operator A. Metode Operator untuk Sistem Linear dengan Koefisien Konstan Pada bagian ini akan dibicarakan cara menentukan penyelesaian sistem persamaan diferensial linear dengan menggunakan

Lebih terperinci

STUDI FABRIKASI SENSOR KIMIA BERBASIS PRUSSIAN BLUE UNTUK PENENTUAN ASAM ASKORBAT DALAM MINUMAN S K R I P S I

STUDI FABRIKASI SENSOR KIMIA BERBASIS PRUSSIAN BLUE UNTUK PENENTUAN ASAM ASKORBAT DALAM MINUMAN S K R I P S I STUDI FABRIKASI SENSOR KIMIA BERBASIS PRUSSIAN BLUE UNTUK PENENTUAN ASAM ASKORBAT DALAM MINUMAN S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Penyelesaian Program Sarjana Sains Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN MODEL MATEMATIKA UNTUK PENYEMBUHAN KANKER MENGGUNAKAN ONCOLYTIC VIROTHERAPY

ANALISA KESTABILAN MODEL MATEMATIKA UNTUK PENYEMBUHAN KANKER MENGGUNAKAN ONCOLYTIC VIROTHERAPY ANALISA ESTABILAN MODEL MATEMATIA UNTU PENYEMBUHAN ANER MENGGUNAAN ONCOLYTIC VIROTHERAPY Via Novellina, Robertus Heri Soelistyo Utomo, Widowati 3,,3 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika,

Lebih terperinci

UJI KEMAMPUAN Chlorella sp. SEBAGAI BIOREMIDIATOR LIMBAH CAIR TAHU

UJI KEMAMPUAN Chlorella sp. SEBAGAI BIOREMIDIATOR LIMBAH CAIR TAHU UJI KEMAMPUAN Chlorella sp. SEBAGAI BIOREMIDIATOR LIMBAH CAIR TAHU SKRIPSI Oleh: FARIKHAH ARIFIN NIM : 08620042 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

Lebih terperinci