BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Data Pembuatan Daftar Pemesan Rutin ke Perusahaan Berdasarkan data yang diterima dari perusahaan, terdapat total delapan perusahaan yang secara rutin per bulan memesan di perusahaan. Adapun daftarnya dapat dilihat di bawah ini: Tabel 5.1 Tabel Pemesan rutin Nama Pemesan Inkha Jaya Belian CV Setia Pratama (SP) PT. Remaja Jaya Foam (R) Union Jaya Pratama (UJP) PT. Era Foam (E) U.D. Selamat Sempurna (SS) Ukuran Produk 90x200x4 100x200x4 120x200x4 160x200x4 180x200x4 90x200x2 100x200x2 120x200x2 160x200x2 180x200x2 Jenis Produk Density 16 Density 20 Minggu Memesan Minggu 1 100x100x22 Rebounded Minggu 3 90x200x14 120x200x14 160x200x14 90x200x18 120x200x18 160x200x18 180x200x18 90x200x18 120x200x18 160x200x18 180x200x18 200x5000x1 60x5000x1 90x200x14 120x200x14 Density 16 Minggu 2 Density 20 Minggu 2 Density 16 Minggu 4 Density 22 Minggu 1

2 106 CV.Inkha Mitra Setia (IMS) CV. Handel Abadi (HA) 160x200x14 90x200x18 120x200x18 160x200x18 180x200x18 90x200x4 100x200x4 120x200x4 Density x200x4 180x200x4 90x200x2 Minggu 2 100x200x2 120x200x2 Density x200x2 180x200x2 100x100x22 Rebounded Minggu 4 90x200x18 100x200x18 120x200x18 Density 20 minggu 3 160x200x18 180x200x18 Dari daftar ini kemudian akan dibuatkan penjadwalan produksi untuk barang yang diminta pada periode yang akan datang Menkonversikan pesanan pelanggan ke bentuk kubik busa besar Perusahaan menerapkan standar perhitungan busa untuk density 16, 20 dan 22 kedalam bentuk kubik busa besar sehingga order yang masuk kemudian akan diubah ke bentuk kubik busa besar untuk diketahui berapa kubik besar yang akan diproduksi. Tabel 5.2 Tabel Konversi Pesanan PT. Era Foam Bulan Ukuran Jumlah Rol Pembagi 200x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x Total Kubik Besar 2 2 3

3 x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x x5000x Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer produksi, diketahui bahwa 1 kubik busa besar dapat menghasilkan 80 rol ukuran 2x50x1 m dan 240 rol 0,6x50x1 m. Cara perhitungan : Total kubik = Jumlahrol2 + pembagirol2 Jumlahrol0,6 pembagirol0,6 Total kubik bulan 7 = = 0, ,29 = = 2 kubik busa besar Dikarenakan ukuran yang berbeda antara rol 2x50x1 m dengan rol 0,6x50x1 m maka sebelum dijumlahkan, setiap rol dibulatkan ke atas.

4 Density 20 Tabel 5.5 berikut adalah tabel penjualan historis busa density 20 dengan nama pemesannya. Tabel 5.5 Tabel Data Historis Busa Density 20 Tahun Bulan Inkha (1) UJP (2) HA (3) Kobe (1-4) Teiso (1-4) Permintaan Untuk selanjutnya bentuk tabel ini akan diubah ke dalam bentuk minggu, dimana pesanan pada minggu yang sama akan digabungkan, sehingga kita akan mendapatkan jumlah pesanan pada tiap minggu untuk produk ini. Tabel 5.6 Tabel Data Historis Mingguan Busa Density 20 Tahun Bulan Minggu ke Total Density 22 pemesannya. Tabel 5.7 berikut adalah tabel penjualan historis busa density 22 dengan nama

5 110 Tabel 5.7 Tabel Data Historis Busa Density 22 Tahun Bulan SS (1) IMS (2) Untuk selanjutnya bentuk tabel ini akan diubah ke dalam bentuk minggu, dimana pesanan pada minggu yang sama akan digabungkan, sehingga kita akan mendapatkan jumlah pesanan pada tiap minggu untuk produk ini. Tabel 5.8 Tabel Data Historis Mingguan Busa Density 22 Tahun Bulan Minggu ke 1 2 Total Busa Rebounded pemesannya. Tabel 5.9 berikut adalah tabel penjualan historis busa Rebounded dengan nama

6 111 Tabel 5.9 Tabel Data Historis Busa Rebounded Tahun Bulan Total SP (3) HA (4) Untuk selanjutnya bentuk tabel ini akan diubah ke dalam bentuk minggu sehingga kita akan mendapatkan jumlah pesanan pada tiap minggu untuk produk ini. Tabel 5.10 Tabel Data Historis Mingguan Busa Rebounded 5.2 Pengolahan Data Peramalan Permintaan Tahun Bulan Minggu ke 3 4 Total Untuk melakukan peramalan permintaan yang akan datang, dibutuhkan data-data historis penjualan pada bulan-bulan sebelumnya. Penulis menggunakan data penjualan historis bulanan dari bulan Juli 2005 sampai September Data-data penjualan yang digunakan adalah untuk busa density 16, density 20, density 22 serta busa rebounded.

7 Plot Data Penjualan Busa Density 16 Data pada tabel 5.4 diatas, di-plot ke dalam grafik untuk dapat memperkirakan pola data yang dimiliki produk tersebut. Gambar 5.1 dibawah menggambarkan plot data penjualannya. Penjualan 20 Jumlah M1 M2 M Periode Gambar 5.1 Pola Data Penjualan Busa Density 16 Terlihat pada gambar diatas bahwa berdasarkan data historis, pada data minggu ke 1 dan ke 2 memiliki pola data penjualan berupa pola data musiman. Sedangkan pada minggu ke 4 memiliki pola data stasioner. Berdasarkan studi pustaka maka dilakukan uji coba peramalan dengan metode triple exponential smoothing winter dan weight moving average untuk pola data musiman dan metode single moving average dan single eksponensial smoothing untuk pola data stasioner Busa Density 20 Data pada tabel 5.6 diatas, di-plot ke dalam grafik untuk dapat memperkirakan pola data yang dimiliki produk tersebut. Gambar 5.2 dibawah menggambarkan plot data penjualannya.

8 113 Penjualan Jumlah Periode M1 M2 M3 M4 Gambar 5.2 Pola Data Penjualan Busa Density 20 Terlihat pada gambar diatas bahwa berdasarkan data historis, pada data minggu ke 3 memiliki pola data penjualan berupa pola data musiman. Sedangkan pada minggu ke 1, 2 dan ke 4 memiliki pola data stasioner. Berdasarkan studi pustaka maka dilakukan uji coba peramalan dengan metode triple eksponensial smoothing winter dan weight moving average untuk pola data musiman dan metode single moving average dan single eksponensial smoothing untuk pola data stasioner Busa Density 22 Data pada tabel 5.8 diatas, di-plot ke dalam grafik untuk dapat memperkirakan pola data yang dimiliki produk tersebut. Gambar 5.3 dibawah menggambarkan plot data penjualannya. Penjualan 10 8 Jumlah M1 M Periode Gambar 5.3 Pola Data Penjualan Busa Density 22

9 114 Terlihat pada gambar diatas bahwa berdasarkan data historis, pada data minggu ke 1 dan ke 2 memiliki pola data penjualan berupa pola data stasioner. Berdasarkan studi pustaka maka dilakukan uji coba peramalan dengan metode single eksponensial smoothing dan metode single moving average untuk pola data stasioner Busa Rebounded Data pada tabel 5.9 diatas, di-plot ke dalam grafik untuk dapat memperkirakan pola data yang dimiliki produk tersebut. Gambar 5.4 dibawah menggambarkan plot data penjualannya. Penjualan 40 Jumlah Periode m3 m4 Gambar 5.4 Pola Data Penjualan Busa Rebounded Terlihat pada gambar diatas bahwa berdasarkan data historis, pada data minggu ke 3 dan ke 4 memiliki pola data penjualan berupa pola data musiman. Berdasarkan studi pustaka maka dilakukan uji coba peramalan dengan metode triple eksponensial smoothing winter Uji Coba Peramalan Setelah mengetahui jenis pola data bagi masing-masing produk, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba metode peramalan berdasarkan data historis tersebut. Tabel dan contoh perhitungan yang akan ditampilkan berikut adalah untuk

10 115 metode peramalan yang setelah diuji memberikan hasil MAE, MSE dan MAPE yang terbaik. Hasil dan tabel peramalan metode lainnya dapat dilihat di lampiran Busa Density 16 Pada produk busa density 16 metode peramalan yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah untuk minggu ke 1 dan ke 2 adalah metode triple exponential smoothing winter. Sedangkan untuk minggu ke 4, metode peramalan yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah adalah metode Single moving average. Tabel 5.11 dan 5.12 menunjukkan hasil dari metode peramalan triple exponential smoothing winter yang dilakukan untuk minggu ke 1 dan ke 2. Tabel 5.13 menunjukkan hasil dari metode Single moving average. Peramalan produk busa density 16 menggunakan metode weighted moving averages dan metode Single Exponential Smoothing dapat dilihat di lampiran. Tabel 5.11 Tabel Peramalan Triple Eksponensial Smoothing winter minggu 1 density 16 T X t S t I t b t m F t

11 116 MAE 0.65 X = 8.5 MSE 0.89 L α β γ MAPE Contoh perhitungan peramalan triple exponential smoothing winter: Panjang Musiman (L) = 6 Rata-rata musiman = ( X 1 +X 2 +X 3 +X 4 +X 5 +X 6 ) / 6 = ( ) / 6 = 8,5 I 1 = 8 / 8,5 = 0,94 I 2 = 8 / 8,5 = 0,94 I 3 = 9 / 8,5 = 1,06 I 4 = 9 / 8,5 = 1,06 I 5 = 11 / 8,5 = 1,29 I 6 = 6 / 8,5 = 0,71 Periode ke - 7: Pemulusan Keseluruhan ( S ) = Permintaan periode 7 (inisialisasi) X t Pemulusan Musiman ( I ) = β + ( 1 β ) I( t L) S 8 = 0,7 + (1 0,7)0, 94 8 = 0,98 Pemulusan Trend ( b ) = t [( XL + 1 X 1) + ( XL + 2 X 2) + ( XL + 3 X 3) + ( XL + 4 X 4) + ( XL + 5 X 5) + ( XL + 6 X 6) ] 3* L

12 117 = [( 8 8) + ( 9 8) + (9 9) + ( 11 9) + ( 10 11) + ( 6 6) ] 3* 6 = 0,11 Periode ke - 8: X 8 Pemulusan Keseluruhan ( S ) = α + ( 1 α)( S (8 1) + b(8 1) ) I = 0,1 + (1 0,1)(8 + 0,11) 0,94 = 8,13 X 8 Pemulusan Musiman ( I ) = β + ( 1 β ) I (8 6) S 9 = 0,7 + (1 0,7)0, 94 8,16 = 1,05 Pemulusan Trend ( b ) = γ ( S8 S (8 1) ) + (1 γ ) b(8 1) = 0,1(8,16 8) + (1 0,1)0, 11 = 0,11 Peramalan (F 9 ) = ( S t + bt * m) I( t L+ m) = ( 8,16 + 0,02 *1)0, 11 = 8,72 8

13 118 Tabel 5.12 Tabel Peramalan Triple Exponential Smoothing winter minggu 2 density 16 T X t S t I t b t m F t MAE 0.83 X = MSE 1.36 L α β γ MAPE Contoh perhitungan untuk metode peramalan ini tidak dicantumkan sebab cara perhitungan untuk metode peramalan ini sama dengan contoh perhitungan peramalan metode triple exponential smoothing winter sebelumnya. Tabel 5.13 Tabel Peramalan Single Moving Average 6 bulanan minggu 4 density 16 t X t F t , , , , , , , , , , , ,83 MAE 0,37 MSE 0,16 MAPE 14,51

14 119 Contoh Perhitungan: F t+1 = X 1+ X 2 + X 3 + X 4 + X 5 + X 6 6 F 7 = ( ) / 6 = 2, Busa Density 20 Pada produk busa density 20 metode peramalan yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah untuk minggu ke 1, 2 dan ke 4 adalah metode single moving average. Sedangkan untuk minggu ke 3, metode peramalan yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah adalah metode triple exponential smoothing winter. Tabel 5.14, 5.15 dan 5.17 menunjukkan hasil dari metode peramalan single moving average yang dilakukan untuk minggu ke 1, 2 dan 4. Tabel 5.16 menunjukkan hasil dari metode triple exponential smoothing winter untuk minggu ke 3. Peramalan produk busa density 20 menggunakan metode weighted moving averages dan metode single Exponential smoothing dapat dilihat di lampiran. Tabel 5.14 Tabel Peramalan Single Moving Average 6 bulanan minggu 1 density 20 t X t F t , , , , , , , , , , , ,17 MAE 0,43 MSE 0,36 MAPE 8,49

15 120 Tabel 5.15 Tabel Peramalan Single Moving Average 6 bulanan minggu 2 density 20 t X t F t , , , , , , , , , , , ,83 MAE 0,76 MSE 0,97 MAPE 10,32 Tabel 5.16 Tabel Peramalan Triple Exponential Smoothing winter minggu 3 density 20 T X t S t I t b t m F t MAE 0.82 X = MSE 1.69 L α β γ MAPE

16 121 Tabel 5.17 Tabel Peramalan Single Moving Average 6 bulanan minggu 4 density 20 t X t F t , , , , , , , , , , , ,83 MAE 0,26 MSE 0,11 MAPE 16,67 Untuk tabel tidak disertakan contoh perhitungan, karena perhitungan untuk metode ini sama dengan metode yang digunakan untuk subbab busa density Busa Density 22 Pada produk busa density 22 metode peramalan yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah untuk minggu ke 1 dan ke 2 adalah metode single eksponensial smoothing. Tabel 5.18 dan 5.19 menunjukkan hasil dari metode peramalan single eksponensial smoothing yang dilakukan untuk minggu ke 1 dan ke 2. Peramalan produk busa density 22 untuk minggu ke 1 dan ke 2 menggunakan metode single moving dapat dilihat di lampiran..

17 122 Tabel 5.18 Tabel Peramalan Single Ekponensial Smoothing α=0,9 minggu 1 density 22 t X t F t 1 8 8, , , , , , , , , , , , , , , , , ,99 MAE 0,65 MSE 0,91 MAPE 4,09 Contoh Perhitungan: Periode 1 : Ft = 8 (inisialisasi) Periode 2 : Ft = 8 + 0,9 * ( 8-8 ) = 8 Tabel 5.19 Tabel Peramalan Single Ekponensial Smoothing α=0,9 minggu 2 density 22 t X t F t 1 1 1, , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 MAE 0,46 MSE 0,42 MAPE 20,16 Untuk tabel 5.19 tidak disertakan contoh perhitungan, karena perhitungan untuk metode ini sama dengan tabel 5.18

18 Busa Rebounded Pada produk busa rebounded metode peramalan yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah untuk minggu ke 3 dan ke 4 adalah metode triple exponential smoothing winter. Tabel 5.20 dan 5.21 menunjukkan hasil dari metode peramalan triple exponential smoothing winter yang dilakukan untuk minggu ke 3 dan ke 4. Peramalan produk busa density 22 menggunakan metode weighted moving averages dapat dilihat di lampiran. Tabel 5.20 Tabel Peramalan Triple Exponential Smoothing winter minggu 3 rebounded T X t S t I t b t m F t MAE 3.92 X = MSE L α β γ MAPE

19 124 Tabel 5.21 Tabel Peramalan Triple Exponential Smoothing winter minggu 4 rebounded T X t S t I t b t m F t MAE 3.31 X = MSE L α β γ MAPE Untuk tabel tidak disertakan contoh perhitungan, karena perhitungan untuk metode ini sama dengan metode yang digunakan untuk subbab busa density Pemilihan Metode Peramalan Untuk membandingkan metode triple exponential smoothing winter dan metode weighted moving averages untuk pola data musiman serta metode Single moving average dan metode Single Exponential Smoothing untuk pola data stasioner maka digunakan nilai MAE (Mean Absolute Error), MSE (Mean Square Error) dan MAPE (Mean Absolute Percentage Error) sebagai tolak ukur pembanding, dimana metode yang memiliki nilai MAE, MSE dan MAPE yang terkecil adalah yang terbaik.

20 Busa Density 16 Setelah melakukan uji coba peramalan dengan metode-metode peramalan diatas dengan data historis mingguan penjualan busa density 16, maka didapatkanlah nilai MAE, MSE, MAPE untuk masing-masing metode peramalan seperti yang tercantum pada tabel 5.22 dibawah. Tabel 5.22 Hasil MAE, MSE dan MAPE Peramalan Density 16 Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 4 Winter WMA Terendah Winter WMA Terendah SMA SES Terendah MAE ,41 MSE Winter Winter ,37 SMA MAPE ,30 Dapat dilihat pada tabel 5.22 diatas bahwa ternyata metode peramalan triple exponential smoothing winter memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah pada data historis penjualan minggu ke 1 dan ke 2. Oleh sebab itu untuk meramalkan permintaan produk busa density 16 minggu ke 1 dan ke 2 yang akan datang digunakan metode triple exponential smoothing winter. Hal ini juga didukung landasan teori yang menyatakan bahwa metode triple exponential smoothing winter cocok untuk digunakan pada pola data yang berbentuk musiman. Sedangkan untuk minggu ke 4 didapatkan metode single moving average yang memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah. Oleh sebab itu untuk meramalkan permintaan produk busa density 16 minggu ke 4 yang akan datang digunakan metode single moving average Busa Density 20 Setelah melakukan uji coba peramalan dengan metode-metode peramalan diatas dengan data historis mingguan penjualan busa density 20, maka didapatkanlah nilai

21 126 MAE, MSE, MAPE untuk masing-masing metode peramalan seperti yang tercantum pada tabel 5.23 dibawah. Tabel 5.23 Hasil MAE, MSE dan MAPE Peramalan Density 20 Minggu ke 1 Minggu ke 2 SMA SES Terendah SMA SES Terendah MAE , ,94 MSE ,84 SMA ,84 SMA MAPE , ,58 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Winter WMA Terendah SMA SES Terendah MAE ,33 MSE Winter ,26 SMA MAPE ,23 Dapat dilihat pada tabel 5.23 diatas bahwa ternyata metode peramalan single moving average memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah pada data historis penjualan minggu ke 1, 2 dan ke 4. Sedangkan untuk minggu ke 3 didapatkan metode triple exponential smoothing winter memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah. Oleh sebab itu untuk peramalan minggu ke 1, 2 dan 4 menggunakan metode single moving average dan untuk minggu ke 3 menggunakan metode triple exponential smoothing winter Busa Density 22 Setelah melakukan uji coba peramalan dengan metode-metode peramalan diatas dengan data historis mingguan penjualan busa density 22, maka didapatkanlah nilai MAE, MSE, MAPE untuk masing-masing metode peramalan seperti yang tercantum pada tabel 5.24 berikut.

22 127 Tabel 5.24 Hasil MAE, MSE dan MAPE Peramalan Density 22 Minggu ke 1 Minggu ke 2 SMA SES Terendah SMA SES Terendah MAE 0,72 0,65 SES 0,44 0,46 SMA MSE 0,73 0,91 SMA 0,21 0,42 SMA MAPE 8,98 4,09 SES 37,96 20,16 SES Dapat dilihat pada tabel 5.24 diatas bahwa ternyata metode peramalan single ekspnensial smoothing memberikan nilai MAE dan MAPE yang terendah pada data historis penjualan minggu ke 1 dan untuk nilai MSE didapatkan metode single moving average memberikan nilai terendah. Untuk minggu ke 2 nilai MAE dan MSE terendah dihasilkan oleh metode Single moving average dan untuk nilai MAPE terkecil dimiliki oleh metode Single Exponential Smoothing, sehingga untuk peramalan minggu ke 1 dan ke 2 menggunakan metode Single Exponential Smoothing karena prioritas pemilihan ada di nilai MAPE Busa Rebounded Setelah melakukan uji coba peramalan dengan metode-metode peramalan diatas dengan data historis mingguan penjualan busa rebounded, maka didapatkanlah nilai MAE, MSE, MAPE untuk masing-masing metode peramalan seperti yang tercantum pada tabel 5.25 dibawah. Tabel 5.25 Hasil MAE, MSE dan MAPE Peramalan Rebounded Minggu ke 3 Minggu ke 4 Winter WMA Terendah Winter WMA Terendah MAE MSE Winter Winter MAPE

23 128 Dapat dilihat pada tabel 5.25 diatas bahwa ternyata metode peramalan triple exponential smoothing winter memberikan nilai MAE, MSE dan MAPE yang terendah pada data historis penjualan minggu ke 3 dan ke 4. Oleh sebab itu untuk meramalkan permintaan produk busa rebounded minggu ke 3 dan ke 4 yang akan datang digunakan metode triple exponential smoothing winter. Hal ini juga didukung landasan teori yang menyatakan bahwa metode triple exponential smoothing winter cocok untuk digunakan pada pola data yang berbentuk musiman Perencanaan Kapasitas Dalam melakukan perencanaan kapasitas, diperlukan data-data seperti waktu baku yang dibutuhkan untuk membuat produk, jam kerja regular, jam kerja lembur, hari kerja dalam sebulan, jumlah lini produksi. Waktu baku dibutuhkan sebab perlu diketahui waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk sehingga dapat dihitung kapasitas produksi produk dari perusahaan untuk bulan tersebut. Setelah menghitung waktu baku bagi produk busa yang memiliki density yang berbeda-beda dan busa rebounded maka berikutnya adalah menghitung kapasitas produksi perusahaan untuk produk tersebut di bulan itu. Dikarenakan busa density 16, 20, dan 22 memiliki waktu siklus yang sama dan bentuk standar yang sama dalam diproduksi pada awalnya yaitu kubik busa besar maka selanjutnya pembahasan tentang waktu siklus produk busa density akan dibagi menjadi busa sheet dan busa rol.

24 Pengujian Data Waktu Siklus yang Dikumpulkan Tidak semua operasi yang tercantum dalam operation process chart (OPC) perlu diambil contoh waktu siklusnya. Operasi yang tidak memiliki variabilitas waktu yang berbeda atau waktunya sudah mempunyai standar tidak perlu diambil contoh waktu siklusnya, seperti: mencampur bahan telah memiliki waktu standarnya yaitu waktu mesin bekerja dan waktunya itu sudah pasti. Operasi-operasi yang perlu diambil waktu bakunya yaitu operasi-operasi yang memiliki variabilitas waktu berbeda atau waktunya belum mempunyai standar. Umumnya operasi-operasi tersebut adalah operasi dimana kegiatan manual masih sangat dominan, dan operasi-operasi tersebut masing-masing dikelompokkan ke dalam workstation-workstation selain workstation mesin. Operasi-operasi seperti itu akan ditunjukkan pada precedence diagram masing-masing produk yang dibuat berdasarkan OPC dari produk tersebut. Terhadap data-data contoh waktu siklus workstation yang masih dikerjakan manual tersebut perlu dilakukan uji keseragaman data untuk mengetahui apakah datadata yang diambil seragam. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data yang berada didalam batas-batas kontrol, karenanya semua data dimasukkan dalam perhitungan-perhitungan selanjutnya. Jika ada yang terletak diluar batas kontrol harus dibuang karena berada dari sistem sebab yang berbeda. Dengan demikian untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya seperti untuk mencari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan semua data dari subgrup yang keluar tidak turut diperhitungkan. Selain itu perlu juga dilakukan uji kecukupan data untuk mengetahui apakah data yang diambil sebagai sampel sudah cukup untuk mewakili populasi waktu siklus tersebut. Untuk pengujian ini diperlukan tingkat keyakinan dan tingkat ketelitian, setelah

25 Data Penjualan Historis Density 16 Tabel 5.3 berikut adalah tabel penjualan historis busa density 16 dengan nama pemesannya. Tabel 5.3 Tabel Data Historis Busa Density 16 Tahun Bulan Pesanan Inka (1) Rudi (2) Era (4) IMS (2) Total Angka yang terdapat di belakang nama dari tiap pemesan menandakan periode minggu ke n dimana perusahaan itu biasa memesan ke Prokat. Untuk selanjutnya bentuk tabel ini akan diubah ke dalam bentuk minggu, dimana pesanan pada minggu yang sama akan digabungkan, sehingga kita akan mendapatkan jumlah pesanan pada tiap minggu untuk produk ini. Tabel 5.4 Tabel Data Historis Mingguan Busa Density 16 Tahun Bulan Minggu ke Total

26 130 melakukan brainstorming dengan pihak perusahaan digunakan tingkat ketelitian (s) 5 % dan tingkat keyakinan (k) 95 %, yang berarti pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya; dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95% Produk Busa Sheet ( Density 16, 20 dan 22) Gambar dibawah menunjukkan precedence diagram produk busa sheet yang dibuat mengikuti OPC produk busa sheet. Gambar 5.5 Precedence Diagram Busa Sheet Seperti terlihat pada gambar diatas, lini produksi busa sheet memiliki 4 workstation (WS). Pada workstation 1 terdapat pekerjaan permesinan dan pekerjaan yang dilakukan secara manual oleh operator. Untuk pekerjaan manual yang dilakukan oleh operator perlu diambil waktu siklusnya. Ada 3 workstation yang perlu diambil contoh waktu siklusnya yaitu workstation 1, 3 dan 4. Tabel berikut ini adalah data-data waktu siklus workstation satu / WS-1 yang diambil penulis selama melakukan pengumpulan data di perusahaan dan uji-uji yang telah dilakukan.

27 131 Tabel 5.26 Uji Keseragaman Data WS-1 WS-1 Data Waktu Siklus (dtk) X X t X 2 ( X t X ) Total X δ δ x 3 δx BKA BKB X t

28 132 Langkah langkah perhitungan : 1. Rata rata subgrup : Xi Rumus : X k = n Dimana : n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup k = jumlah subgrup yang terbentuk X i = data pengamatan X1+ X2+ X3+ X4+ X5+ X6+ X7+ X8+ X9+ X10 X1= 10 96, ,23+ 95, , ,36+ 92,88+ 96, , ,74+ 98,65 X1= = 98, X11+ X12+ X13+ X14+ X15+ X16+ X17+ X18+ X19+ X20 X2= 10 96, ,96+ 98,7 + 99, , ,85+ 95,3 + 97,46+ 98,52+ 96,89 X2= = 99, X21+ X22+ X23+ X24+ X25+ X26+ X27+ X28+ X29+ X30 X3= , ,52+ 98,21+ 95, ,6 + 98,91+ 98, ,11+ 97, ,41 X3= = 100, Rata rata keseluruhan : Rumus : X = X k k X Xk ,794 = = X X X = = 99,26 k Simpangan baku : ( X i X) Rumus : δ = N 1 2 Dimana : N = jumlah pengamatan

29 133 δ = 247, = 2,92 4. Simpangan baku dari distribusi rata rata subgrup : Rumus : δ x = δ n δ x = 5. Batas batas kendali : 2,92 = 0,92 3 Rumus : BKA = X +3 δ x BKA = ( 0,92) = 102,02 BKB = X - 3 δ x BKB = (0,92) = 96,5 Kemudian data rata-rata tiap subgrup, batas kontrol bawah (BKB ) dan batas kontrol atas (BKA) yang didapat dari perhitungan di-plot ke grafik yang terlihat pada gambar berikut. Grafik BKA dan BKB WS-1 Detik subgroup Waktu BKA BKB Gambar 5.6 Grafik BKA & BKB WS-1

30 134 Dengan melihat grafik diatas, maka akan terlihat apabila ada data-data dari subgrup yang keluar batas yang berarti tidak seragam. Karena semua data-data berada dalam batas, maka data-data tersebut dapat dikatakan seragam. Setelah melakukan uji keseragaman data maka langkah berikutnya adalah uji kecukupan data untuk mengetahui apakah data yang dikunpulkan sudah mencukupi atau tidak. Uji kecukupan data ditunjukkan pada perhitungan berikut. Untuk nilai Z didapat dengan cara melihat tabel kurva normal, yaitu: Besar tingkat keyakinan adalah 0,95 kemudian dibagi dua (karena dua arah), hasilnya adalah 0,475. Nilai tersebut dapat dilihat pada tabel kurva normal di lampiran, untuk mendapatkan nilai Z nya yaitu sebesar Menghitung N N' = Z s N 2 Xi Xi 2 ( Xi ) 2 N = 1,96 0, ,2856,94 - ( 2977,94 ) 2 2 = 1,28 Simpulan: Karena jumlah pengukuran minimum (N ) = 1,28 < Jumlah pengukuran pendahuluan (N) = 30 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data yang telah diukur sudah cukup mewakili populasi yang ada. Setelah data-data tersebut telah lulus uji maka dapat dihitung waktu siklus ratarata dari pengumpulan data tersebut, Perhitungan waktu rata rata WS-1 untuk pekerjaan manual:

31 135 Rumus : W r = X i N 5762,54 W r = = 99,26 detik atau 1,65 menit 30 Uji keseragaman data dan kecukupan data untuk workstation lain dalam lini produksi busa sheet dapat dilihat pada lampiran. Tabel 5.17 menunjukkan waktu siklus rata-rata dari setiap workstation dalam lini produksi busa sheet. Tabel 5.27 Wr Workstation-Workstation Busa Sheet Workstation Waktu rata-rata Jumlah orang Satuan Produksi 1 99,26 detik / 1,65 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar detik / 18,12 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar detik / 11,45 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar Produk Busa Rol (Density 16, 20, dan 22) Gambar dibawah menunjukkan precedence diagram produk busa Rol yang dibuat mengikuti OPC produk busa Rol. WS 1 WS 2 WS 3 WS 4 WS 5 S O-1 O-2 O-3 O-4 O-5 O-6 O-7 F Gambar 5.7 Precedence Diagram Busa Rol Seperti terlihat pada gambar diatas, lini produksi busa sheet memiliki 5 workstation (WS). Pada workstation 1 terdapat pekerjaan permesinan dan pekerjaan yang dilakukan secara manual oleh operator. Untuk pekerjaan manual yang dilakukan oleh operator perlu diambil waktu siklusnya. Ada 4 workstation yang perlu diambil

32 136 contoh waktu siklusnya yaitu workstation 1, 3, 4 dan 5. Uji keseragaman data dan kecukupan data yang dilakukan pada data-data yang dikumpulkan dari WS-1 dan WS-3 sampai WS-5 dapat dilihat di lampiran. Tabel berikut menunjukkan waktu siklus ratarata dari setiap workstation dalam lini produksi busa rol. Tabel 5.28 Wr Workstation-Workstation Busa Rol Workstation Waktu rata-rata Jumlah orang Satuan Produksi 1 99,26 detik / 1,65 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar ,79 detik / 24,81 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar ,63 detik / 18,54 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar 5 613,38 detik / 10,22 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar Produk Busa Rebounded Gambar dibawah menunjukkan precedence diagram produk busa Rebounded yang dibuat mengikuti OPC produk busa Rebounded. Gambar 5.8 Precedence Diagram Busa Rebounded Seperti terlihat pada gambar diatas, lini produksi busa sheet memiliki 4 workstation (WS). Dan ada 2 workstation yang perlu diambil contoh waktu siklusnya yaitu workstation 3 dan 4. Uji keseragaman data dan kecukupan data yang dilakukan pada data-data yang dikumpulkan pada WS-3 dan WS-4, dapat dilihat di lampiran. Tabel

33 137 berikut menunjukkan waktu siklus rata-rata dari setiap workstation dalam lini produksi busa rol. Tabel 5.29 Wr Workstation-Workstation Busa Rebounded Workstation Waktu rata-rata Jumlah orang Satuan Produksi 3 213,64 detik / 3,56 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar 4 216,37 detik / 3,6 menit 1 orang 1 Kubik Busa Besar Perhitungan Waktu Baku Setelah semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga menghasilkan waktu baku. Perhitungan waktu baku menggunakan metode westinghouse. Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan waktu baku ini adalah besarnya faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran. Faktor penyesuaian dihitung untuk masing-masing workstation. Tabel faktor penyesuaian untuk masing-masing workstation dapat dilihat pada lampiran. Selain besarnya faktor penyesuaian, perlu diperhatikan juga besarnya faktor kelonggaran. Tabel faktor kelonggaran dapat dilihat pada lampiran Lini Produksi Busa Sheet Setelah memperhitungkan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran, maka didapatkan waktu baku siklus untuk masing-masing workstation. Waktu baku inilah yang akan digunakan dalam menghitung kapasitas produksi dari perusahaan. Tabel

34 138 berikut menunjukkan rangkuman waktu baku (Wb) untuk workstation-workstation dari lini produksi busa sheet. Tabel 5.30 Wb Workstation-Workstation Busa Sheet Workstation Wr penyesua Wn % k Waktu Wb Jumlah Satuan (detik) ian (detik) (kelonggaran) Baku (menit) Orang Produksi Busa Kubik Besar 1 99,26 1,22 121,1 147,74 2, Busa Kubik Besar 1 (Total) 2499, , ,74 42, Busa Kubik Besar 22% Busa Kubik Besar ,2 1, , ,27 24, Busa Kubik Besar 4 687,03 1,13 776,34 947,13 15, Busa Kubik Besar Contoh langkah-langkah perhitungan waktu baku (Wb) : Untuk workstation-1 manual Xi Waktu rata-rata = Wr = N = 99, 26 detik (dari tabel 5.27) Waktu normal = Wn = Wr x p Waktu baku = Wn = 99,26 x 1,22 = 121,1 detik Wb = x ( 1 + k) = 121,1 x (1+0,22) = 147,74 detik / 2,46 menit Waktu siklus pada workstation 1 bagian mesin dan 2 tidak diberikan kelonggaran dikarenakan merupakan waktu kerja dari mesin dan dianggap sudah standar / tidak memerlukan penyesuaian.

35 Lini Produksi Busa Rol Setelah memperhitungkan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran, maka didapatkan waktu baku siklus untuk masing-masing workstation. Waktu baku inilah yang akan digunakan dalam menghitung kapasitas produksi dari perusahaan. Tabel berikut menunjukkan rangkuman waktu baku (Wb) untuk workstation-workstation dari lini produksi busa rol. Tabel 5.31 Wb Workstation-Workstation Busa Rol Workstation Wr Wn % k Wb Jumlah Satuan penyesuaian Waktu (detik) (detik) (kelonggaran) Baku (menit) Orang Produksi Busa Kubik Besar 1 99,26 1,22 121,1 147,74 2, Busa Kubik Besar 1(Total) 2499, ,1 2547,74 42, Busa Kubik Besar 11 Busa 22% Kubik Besar 1 Busa Kubik ,79 1, , ,63 32,69 1 Besar ,63 1, , ,72 25, Busa Kubik Besar 5 613,38 1,13 693,12 845,61 14, Busa Kubik Besar Lini Produksi Busa Rebounded Setelah memperhitungkan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran, maka didapatkan waktu baku siklus untuk masing-masing workstation. Waktu baku inilah yang akan digunakan dalam menghitung kapasitas produksi dari perusahaan. Tabel berikut menunjukkan rangkuman waktu baku (Wb) untuk workstation-workstation dari lini produksi busa rebounded.

36 140 Tabel 5.32 Wb Workstation-Workstation Busa Rebounded Workstation Wr penyesu Wn % k Waktu Wb aian (kelonggaran Baku (detik) (detik) ) Jumla h (menit ) Orang % 3 213,64 1,11 237,14 289,31 4, ,37 1,11 240,17 293,01 4,88 1 Satuan Produksi 1 Busa Kubik Besar 20 Busa Kubik Besar 1 Busa Kubik Besar 1 Busa Kubik Besar Perhitungan Kapasitas Produksi Seperti yang terlihat dalam precedence diagram yang ditunjukkan diatas pada masing-masing lini produksi, setiap workstation memiliki waktu baku yang bervariasi. Pada workstation 2 pada produk busa sheet maupun rol, waktu pemrosesannya sebesar 480 menit. Berapa pun jumlah kubik besar yang ditaruh di workstation ini baik itu 3 ataupun 8 unit kubik besar waktu pemrosesannya tetap sama yaitu sebesar 480 menit. Hal ini dikarenakan waktu pendinginan standar yang diterapkan perusahaan yaitu 8 jam. Data-data yang dibutuhkan untuk menghitung kapasitas produksi adalah jam kerja efektif perusahaan, jam kerja lembur di perusahaan, waktu siklus dalam menghasilkan unit (dalam satuan kubik besar) dan hari kerja pada bulan yang bersangkutan. Perhitungan kapasitas produksi akan ditunjukkan pada sub-bab berikut. Gambar dibawah menunjukkan kalendar pada bulan Oktober dan November kolom yang berwarna kelabu menunjukkan bahwa hari itu adalah hari libur (hari Minggu atau hari libur).

37 141 Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Gambar 5.9 Kalender Bulan Oktober 2006 Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Gambar 5.10 Kalender Bulan November Lini Produksi Busa Sheet Tabel berikut menunjukkan mesin-mesin yang digunakan operasi pada lini produksi busa sheet beserta waktu standarnya. Tabel 5.33 Daftar Mesin Lini Produksi Busa Sheet Operasi Workstation Mesin Jumlah mesin waktu operasi O Mixer 1 4 menit O Foaming + Cutting 1 35 menit O Foaming + Cutting 1 5 menit Jumlah Unit 1 kubik besar 1 kubik besar 1 kubik besar Terdapat perbedaan satuan antara workstation 2 dengan workstation lain. Oleh karena itu waktu siklus pada tiap workstation akan dikonversikan ke dalam satuan yang terbesar yaitu 11 unit kubik besar. Tabel berikut menunjukkan waktu baku dari tiap workstation yang ada pada lini produksi busa sheet yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan 11 busa kubik besar.

38 142 Tabel 5.34 Waktu Siklus Workstation Busa Sheet Workstation Jumlah waktu Jumlah Konversi waktu orang baku siklus unit / mesin unit (menit) (menit) 1 42,46 1 Kubik Busa Besar 1 11 Kubik 467, Kubik Busa Besar 0 busa ,12 1 Kubik Busa Besar 1 Besar 199, ,45 1 Kubik Busa Besar 1 125,95 Contoh perhitungan untuk mendapatkan waktu siklus workstation-1 : Waktu siklus = (Jumlah unit konversi / Jumlah unit standar ws) * waktu baku = 11 x 42, 46 menit 1 = 467,06 menit. Dari tabel diatas terlihat bahwa waktu siklus pada workstation dua memiliki waktu yang terbesar yaitu 480 menit (8 jam). Waktu ini akan menjadi waktu siklus dalam lini produksi busa sheet. Jadi disimpulkan bahwa dibutuhkan waktu selama 8 jam untuk memproduksi 11 kubik busa besar. Setelah menghitung waktu siklus maka langkah selanjutnya yaitu mencari kapasitas produksi pada minggu pertama hingga ke lima pada bulan Oktober dan minggu ke 1 dan ke 2 bulan November Diketahui bahwa pabrik memiliki hari kerja dalam seminggu dari hari Senin sampai Jumat dengan jam kerja efektif 8 jam. Kerja lembur dapat dilakukan selama tiga jam pada hari kerja biasa (selain sabtu dan minggu). Apabila terdapat libur nasional maka pabrik tidak beroperasi. Tabel berikut menunjukkan kapasitas produksi busa sheet untuk minggu ke 1 hingga minggu ke 5 bulan Oktober dan minggu 1 dan 2 bulan November 2006.

39 143 Tabel 5.35 Kapasitas Produksi Busa Sheet Hari Waktu Kapasitas Bulan Minggu kerja siklus Reguler Lembur Total Oktober menit Okt / 8 / 12 Nov 5 2 / 3 22 / Nov Contoh langkah-langkah perhitungan untuk mendapatkan kapasitas reguler dan kapasitas lembur untuk bulan Oktober 2006 : Hari ker ja * jam ker ja *60 Minggu ke 1: Kapasitas Reguler = x11 waktusiklus 5*8*60 = x = 55 kubik busa Kapasitas Lembur = Jam ker ja * 60 Rounddown( waktusiklus ) * hari ker ja 3*60 = Rounddown ( ) * 5 43 = 20 kubik busa Waktu siklus untuk kapasitas reguler dan lembur tampak sekilas berbeda, tetapi sebenarnya sama. Pada pengerjaan reguler, seluruh busa didinginkan dahulu selama 8 jam sehingga pada keesokan hari baru dapat dipotong. Dalam sehari ternyata mesin foaming memiliki waktu siklus sebesar 43 menit untuk sebuah busa kubik besar. Sehingga dalam sehari pembuatan kubik busa besar mencapai 11 buah.

40 144 Sedangkan pada pengerjaan lembur, 4 kubik busa yang dihasilkan terlebih dahulu pada saat pengerjaan reguler dapat diproses langsung, karena telah melewati waktu 8 jam Lini Produksi Busa Rol Tabel berikut menunjukkan mesin-mesin yang digunakan operasi pada lini produksi busa rol beserta waktu standarnya. Tabel 5.36 Daftar Mesin Lini Produksi Busa Rol Operasi Workstation Mesin Jumlah mesin waktu operasi O Mixer 1 4 menit O Foaming + Cutting 1 35 menit Jumlah Unit 1 kubik besar 1 kubik besar Terdapat perbedaan ukuran antara workstation 2 dengan workstation lain. Oleh karena itu waktu siklus pada tiap workstation akan dikonversikan ke dalam satuan yang terbesar yaitu 11 unit kubik besar. Tabel berikut menunjukkan waktu baku dari tiap workstation yang ada pada lini produksi busa sheet yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan 11 busa kubik besar. Tabel 5.37 Waktu Siklus Workstation Busa Rol Workstation waktu baku (menit) 1 42, , , ,09 Jumlah Jumlah orang Konversi unit / mesin unit waktu siklus (menit) 1 Kubik Busa Besar 1 467,06 11 Kubik Busa Besar 0 11 Kubik Kubik Busa busa Besar 1 Besar 359,59 1 Kubik Busa Besar 1 276,21 1 Kubik Busa Besar 1 154,99

41 145 Perhitungan untuk mencari waktu siklusnya sama dengan perhitungan pada waktu siklus busa sheet. Untuk memudahkan perhitungannya, karena pada WS-1 proses yang dialami serupa, maka diasumsikan waktu siklus antara produksi busa rol dan produksi busa sheet adalah sama. Karena setelah diperbandingkan pada WS lain tidak ada waktu yang melebihi WS 2. sehingga waktu siklus untuk busa rol adalah 42,46 menit. Karena mempergunakan lini produksi yang sama dengan lini produksi busa sheet maka kapasitasnya pun merupakan suatu kesatuan dengan kapasitas busa sheet Lini Produksi Busa Rebounded Tabel berikut menunjukkan mesin-mesin yang digunakan operasi pada lini produksi busa rebounded beserta waktu standarnya. Tabel 5.38 Daftar Mesin Lini Produksi Rebounded Operasi Workstation Mesin Jumlah mesin waktu operasi Jumlah Unit O Recycling 1 16 menit 1 kubik O Recycling 1 3 menit 1 kubik O Recycling 1 5 menit 1 kubik Terdapat perbedaan ukuran antara workstation 2 dengan workstation lain. Oleh karena itu waktu siklus pada tiap workstation akan dikonversikan ke dalam satuan yang terbesar yaitu 20 kubik busa. Tabel berikut menunjukkan waktu baku dari tiap workstation yang ada pada lini produksi busa rebounded

42 146 Tabel 5.39 Waktu Siklus Workstation Busa Rebounded Workstation Jumlah waktu Jumlah Konversi waktu orang baku siklus unit / mesin unit (menit) (menit) Kubik Kubik 0 Kubik Kubik 1 Busa Kubik Contoh perhitungan untuk mendapatkan waktu siklus workstation-1 : Waktu siklus = (Jumlah unit konversi / Jumlah unit standar ws) * waktu baku 20 = x 24 menit 1 = 480 menit. Dari tabel diatas terlihat bahwa waktu siklus pada workstation 1 dan 2 memiliki waktu yang terbesar yaitu 480 menit (8 jam). Waktu ini akan menjadi waktu siklus dalam lini produksi busa sheet. Jadi disimpulkan bahwa dibutuhkan waktu selama 8 jam untuk memproduksi 20 kubik busa rebounded. Tabel berikut menunjukkan kapasitas produksi busa sheet untuk minggu ke 1 hingga minggu ke 5 bulan Oktober dan minggu 1 dan 2 bulan November Tabel 5.40 Kapasitas Produksi Busa Rebounded Bulan Minggu Hari Waktu Kapasitas kerja siklus Reguler Lembur Total Oktober menit Okt / Nov 5 2 / 3 40 / / Nov

43 147 Contoh langkah-langkah perhitungan untuk mendapatkan kapasitas dan kapasitas lembur untuk bulan Oktober 2006 : Hari ker ja * jam ker ja * 60 Minggu ke 1: Kapasitas Reguler = x20 waktusiklus 5x8x60 = x20 24 = 100 kubik busa (ukuran 100x100x100) Jam ker ja * 60 Kapasitas Lembur = Rounddown( ) * hari ker waktusiklus ja 3*60 = Rounddown ( ) * 5 24 = 35 kubik busa (ukuran 100x100x100) Dalam sehari mesin recycling memiliki waktu siklus sebesar 24 menit untuk sebuah kubik busa. Sehingga dalam sehari pembuatan kubik busa mencapai 20 buah. Sedangkan pada pengerjaan lembur, kubik busa yang dihasilkan terlebih dahulu pada saat pengerjaan reguler dapat diproses langsung, karena telah melewati waktu 8 jam Master Production Schedule Jadwal produksi awal Jadwal produksi awal per minggu didapatkan dari nilai peramalan yang telah dihitung sebelumnya. Nilai peramalan ini nantinya akan menjadi jadwal produksi awal sebelum dibandingkan dengan order yang masuk. Berikut adalah tabel yang berisikan jadwal produksi awal yang didapatkan dari peramalan tiap minggunya berdasarkan tipe busa dan kapasitas yang tersedia untuk tiap minggunya.

44 148 Tabel 5.41 Jadwal produksi beserta kapasitas untuk busa density (16, 20, 22) Periode Peramalan Master Schedule D16 D20 D22 D16 D20 D22 Total Kapasitas Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa jadwal produksi awal total tidak melebihi kapasitas produksi yang tersedia untuk setiap periodenya. Untuk periode ke 4 dimana tidak tersedianya kapasitas untuk memproduksi maka forecast untuk periode ini dapat diabaikan sifatnya karena untuk minggu ke 4 ini merupakan hari libur lebaran dimana setiap pabrik yang ada sudah pasti libur juga. Pesanan untuk minggu ini kemungkinan besar dialihkan oleh perusahaan pemesan ke minggu sebelumnya ataupun sesudahnya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan jadwal produksi awal yang didapatkan dari peramalan beserta dengan kapasitas produksi yang tersedia tiap minggunya untuk busa rebounded. Tabel 5.42 Jadwal produksi beserta kapasitas untuk busa rebounded Periode Peramalan Master Schedule Kapasitas Setelah mendapatkan jadwal besarnya produksi yang harus dilakukan tiap minggu maka langkah selanjutnya yaitu menentukan master production schedule (MPS). Pada mps ini nantinya akan menyesuaikan jadwal produksi awal kita dengan order yang

45 149 masuk. Sesuai dengan kebijakan perusahaan maka ditetapkan demand time fences selama satu minggu, sedangkan planning time fences ditetapkan selama lima minggu Busa Density 16 Berdasarkan kebijakan perusahaan ditetapkan bahwa produk busa density 16 memiliki safety stock sebanyak 30 kubik busa. Diketahui status akhir inventori periode sebelumnya adalah sebanyak 30 kubik busa. Tabel 5.43 dibawah menunjukkan data-data actual order untuk busa density 16 sampai pada tanggal 30 Sept Tabel 5.43 Data Actual Order Busa Density 16 Akhir Sept 2006 Minggu Actual Order Tabel berikut ini menunjukkan tabel MPS dari busa density 16 Tabel 5.44 MPS Busa Density 16 Item No : - Lead Time : 0 On Hand : 30 Periode Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Master Schedule Kapasitas Produksi Terpasang Description : Busa Density 16 Safety Stock : 30 Demand Time Fences : 1 Minggu Planning Time Fences : 6 Minggu Past Due Contoh perhitungan untuk periode 1: Baris forecast, master schedule (MS) dan kapasitas produksi terpasang (KPT) diisi berdasarkan perhitungan kapasitas dan master schedule yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan actual order (AO) didapat dari tabel 5.43 diatas.

46 150 Karena periode satu berada dalam zona DTF, maka perhitungan PAB-nya : Project Available Balance (PAB) periode 1 = PAB periode sebelumnya +MS AO = = 27 Available to Promise (ATP) periode 1 = ATP periode sebelumnya + MS AO = = 27 Contoh perhitungan untuk periode 2: Karena periode dua berada dalam zona PTF, maka perhitungan PAB-nya : Project Available Balance (PAB) periode 2 = PAB periode sebelumnya +MS AO/forecast (pilih yang terbesar) = = 25 Available to Promise (ATP) periode 2 = ATP periode sebelumnya + MS AO = = 25 Setelah melihat tabel MPS diatas maka terlihat bahwa ada periode-periode tertentu dimana perkiraan status inventori (project available balance/ PAB) produk busa density 16 berada dibawah safety stock. Oleh sebab itu perlu dilakukan revisi pada MPS agar PAB setiap periode tidak berada dibawah safety stock tersebut. Tabel 5.45 dibawah menunjukkan tabel MPS revisi produk busa density 16. Tabel 5.45 MPS Revisi Busa Density 16 Item No : Description : Busa Density 16 Lead Time : 0 Safety Stock : 30 On Hand : 30 Periode Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise Master Schedule Kapasitas Produksi Terpasang Demand Time Fences : 1 Minggu Planning Time Fences : 6 Minggu Past Due

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Ekstraksi Hasil Pengumpulan Data 5.1.1 Data Permintaan (demand) Konsumen Pengumpulan data permintaan konsumen pada PT. Sinar Jaya Prakarsa diambil mulai dari bulan Agustus

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan digunakan untuk mendukung pengolahan data yang dilakukan ataupun sebagai input dari setiap metode-metode

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Untuk melakukan pemecahan masalah yang berkaitan dengan perencanaan bahan baku di PT. Mitra Manis Sentosa, maka dibawah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Data penjualan grout tipe Fix pada PT.Graha Citra Mandiri mulai dari Januari 2004 sampai dengan Oktober 2006 ditunjukkan pada

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Langkah-langkah dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam membuat sistem untuk menghasilkan suatu perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Pengumpulan Data 4.1.1. Sejarah Perusahaan CV. Mitra Abadi Teknik merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perancangan dan manufaktur untuk peralatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Adapun kerangka pemikiran pemecahan masalah dalam bentuk diagram, adalah sebagai berikut: Gambar 3.1 Flow Diagram Kerangka Pikir Pemecahan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkahlangkah dalam melakukan penelitian di PT. Dankos Laboratorioes

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan Pipa PVC Pada bab ini ditampilkan data-data penjualan pipa PVC yang diambil pada saat pengamatan dilakukan. Data yang ditampilkan

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara

Universitas Bina Nusantara Universitas Bina Nusantara Teknik Industri Sistem Informasi Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2005/2006 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Memenuhi Kebutuhan Bahan Baku Produksi

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ekstraksi Hasil Pengumpulan Data 5.1.1 Data Umum Produk Perusahaan menggunakan batch sebagai satuan dalam produksi, dimana 1 batch adalah sebesar : 1. Spon untuk ukuran 9

Lebih terperinci

BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan

BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan Menurut Gaspersz (2004), aktivitas peramalan merupakan suatu fungsi bisnis yang berusaha memperkirakan permintaan dan penggunaan produk sehingga produk-produk

Lebih terperinci

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN DAN KAITANNYA DALAM PERAMALAN LABA PADA PD. RAMATEX. Nama : Desty Trisnayannis NPM :

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN DAN KAITANNYA DALAM PERAMALAN LABA PADA PD. RAMATEX. Nama : Desty Trisnayannis NPM : ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN DAN KAITANNYA DALAM PERAMALAN LABA PADA PD. RAMATEX Nama : Desty Trisnayannis NPM : 21210860 Latar Belakang Dalam dunia usaha, perusahaan harus memperkirakan hal-hal yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Sejarah Perusahaan CV. Kurnia Teknik adalah sebuah CV spesialis moulding dan juga menerima jasa CNC, EDM, INJECT, dan DIGIT. CV. Kurnia

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG Siti Rohana Nasution 1, Temotius Agung Lukito 2 1,2) Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasila 1) nasutionana@yahoo.co.id,

Lebih terperinci

V. ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Penentuan Pemesanan Biro Fajar Antang. sehingga mengakibatkan timbulnya return yang masih tinggi.

V. ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Analisa Penentuan Pemesanan Biro Fajar Antang. sehingga mengakibatkan timbulnya return yang masih tinggi. 77 V. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Penentuan Pemesanan Biro Fajar Antang Dari hasil wawancara dengan manager Sirkulasi dan pimpinan Biro Fajar Antang, selama ini Biro Fajar Antang melakukan pemesanan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 126 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Gambar 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah 127 1 PENGUMPULAN DATA - Data spesifikasi produk - Data bahan baku - Data jumlah mesin

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Model Perumusan Masalah Metodologi penelitian penting dilakukan untuk menentukan pola pikir dalam mengindentifikasi masalah dan melakukan pemecahannya. Untuk melakukan pemecahan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan dari dokumen perusahaan. Data yang di perlukan meliputi data penjualan produk Jamur Shiitake,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. Tabel 5.1. Kesalahan Estimasi Peramalan Metode Linear Regression

BAB V ANALISIS. Tabel 5.1. Kesalahan Estimasi Peramalan Metode Linear Regression BAB V ANALISIS 5.1. Analisis Peramalan Peramalan merupakan suatu cara untuk memperkirakan permasalahan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data penjualan masa lalu. Dari bulan januari 2010 sampai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Ganda 2005-2006 Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2005/2006 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN BAHAN BAKU PRODUKSI PADA PT.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang

BAB V ANALISA HASIL. Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang BAB V ANALISA HASIL Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang dikumpulkan untuk pembuatan perencanaan kebutuhan material (MRP). Kemudian dalam bab ini berisikan analisa berdasarkan

Lebih terperinci

EVALUASI JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL DENGAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DAN WORK FORCE ANALYSIS (WFA) DI PT.

EVALUASI JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL DENGAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DAN WORK FORCE ANALYSIS (WFA) DI PT. EVALUASI JUMLAH TENAGA KERJA YANG OPTIMAL DENGAN METODE WORK LOAD ANALYSIS (WLA) DAN WORK FORCE ANALYSIS (WFA) DI PT. TRIKARTIKA MEGAH NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Memenuhi dan Melengkapi Syarat Gelar

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 60 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah : 1. Data Kapasitas Produksi Adapun kapasitas produksi reguler perhari untuk satu lini produksi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan BAB V ANALISA HASIL Bab ini berisikan mengenai analisa hasil dari pengolahan data dalam perhitungan MRP Dolly pada satu tahun yang akan datang yang telah dibahas pada bab sebelumnya. 5.1 Analisa Peramalan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENJADWALAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI TINGKAT KETERLAMBATAN PENGIRIMAN PRODUK CASING CAP DI PT. PRIMATECH PRESISI UTAMA

PERANCANGAN PENJADWALAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI TINGKAT KETERLAMBATAN PENGIRIMAN PRODUK CASING CAP DI PT. PRIMATECH PRESISI UTAMA PERANCANGAN PENJADWALAN PRODUKSI UNTUK MENGURANGI TINGKAT KETERLAMBATAN PENGIRIMAN PRODUK CASING CAP DI PT. PRIMATECH PRESISI UTAMA Muhamad Hafiz Aulia Widayanko 1, Muhammad Rizki Satria 2, Reza Budi Satria

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Ekstraksi Hasil Pengumpulan Data 4.1.1. Data Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan operator untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi sewajarnya. Waktu siklus

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan)

BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) BAB 5 ANALISIS 5.1. Analisis Forecasting (Peramalan) Peramalan merupakan upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan digunakan untuk melihat atau memperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan sering dipandang sebagai seni dan ilmu dalam memprediksikan kejadian yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. Secara teoritis peramalan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT X merupakan industri makanan di Depok yang memproduksi roti dengan 23 varian roti. Masalah yang dihadapi perusahaan saat ini adalah sering terjadinya over stock dan terkadang lost sales yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data untuk Peramalan Permintaan Untuk peramalan permintaan pada bulan Januari April 2007 diperlukan data penjualan selama bulan Mei 2005 Desember

Lebih terperinci

SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN

SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAB IV SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN A. Identifikasi Peramalan Penjualan oleh UD. Jaya Abadi Dari hasil wawancara yang menyebutkan bahwa setiap pengambilan keputusan untuk estimasi penjualan

Lebih terperinci

BAB III PERAMALAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB III PERAMALAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB III PERAMALAN 3.1 Landasan Teori Peramalan merupakan suatu bentuk usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Peramalan Peramalan ( forecasting) merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien khususnya dalam bidang ekonomi. Dalam organisasi modern

Lebih terperinci

PERAMALAN PENJUALAN TIKET PESAWAT PADA CV. VIDO JAYA TOUR DAN TRAVEL

PERAMALAN PENJUALAN TIKET PESAWAT PADA CV. VIDO JAYA TOUR DAN TRAVEL PERAMALAN PENJUALAN TIKET PESAWAT PADA CV. VIDO JAYA TOUR DAN TRAVEL Nama : Awalludin Ma rifatullah Idhofi NPM : 11212269 Jurusan : Manajemen Pembimbing : Dr. Dra. Peni Sawitri, MM PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

Perencanaan Produksi Kotak Karton Tipe PB/GL pada PT.Guru Indonesia Ciracas, Jakarta Timur dengan Metode Transportasi.

Perencanaan Produksi Kotak Karton Tipe PB/GL pada PT.Guru Indonesia Ciracas, Jakarta Timur dengan Metode Transportasi. Perencanaan Produksi Kotak Karton Tipe PB/GL pada PT.Guru Indonesia Ciracas, Jakarta Timur dengan Metode Transportasi. Ariyanto Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB 4 HAS IL D AN PEMBAHAS AN

BAB 4 HAS IL D AN PEMBAHAS AN BAB 4 HAS IL D AN PEMBAHAS AN 4.1 Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data yang dilakukan pada perusahaan bertujuan untuk melakukan proses pengolahan data dan memecahkan masalah di perusahaan. Proses pengumpulan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK PRODUKSI SEPATU MILITER DI PT. MARINO PELITA INDONESIA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK PRODUKSI SEPATU MILITER DI PT. MARINO PELITA INDONESIA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 USULAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU UNTUK PRODUKSI SEPATU MILITER DI PT. MARINO PELITA INDONESIA

Lebih terperinci

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 69 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan tahap pendahuluan sebelum memasuki bagian pengolahan data. Data yang dibutuhkan untuk pengolahan terlebih dahulu didokumentasikan.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian dibuat untuk mengetahui urutan langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan untuk pemecahan masalah yang berkaitan dengan penjadwalan asesoris pada PT.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Yang Dihasilkan PT. Harapan Widyatama Pertiwi adalah perusahaan yang memproduksi pipa berdasarkan pesanan (make to order), tetapi ada pula beberapa produk yang diproduksi

Lebih terperinci

USULAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU BOKS PANEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP)

USULAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU BOKS PANEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Profesionalisme Akuntan Menuju Sustainable Business Practice PROCEEDINGS USULAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU BOKS PANEL DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATERIAL REQUIREMENTS PLANNING (MRP) Gidion

Lebih terperinci

Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya)

Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya) Penentuan Waktu Produksi Optimal dengan Metode Rougt Cut Capacity Planning Guna Memenuhi Permintaan Konsumen (Studi Kasus PT. Adhitama Abadi Surabaya) Dira Ernawati Teknik Industri FTI UPN Veteran Jatim

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Arti dan Peran Persediaan Persediaan sesungguhnya memiliki arti yang penting bagi perusahaan, baik yang berorintasi perdagangan, industri jasa maupun industri

Lebih terperinci

Kata Kunci : Peramalan (Forecasting), Perencanaan Persediaan Metode P dan Q. Sistemik Nomor. 4 Volume. 2, Desember

Kata Kunci : Peramalan (Forecasting), Perencanaan Persediaan Metode P dan Q. Sistemik Nomor. 4 Volume. 2, Desember USULAN PERENCANAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU TINTA JENIS BW NEWS PERFECTOR BLACK-G YANG OPTIMAL UNTUK MEMINIMUMKAN BIAYA PERSEDIAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE INVENTORI PROBABILISTIK STUDI KASUS DI PT REMAJA

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PENYELESAIAN MASALAH

BAB V ANALISA DAN PENYELESAIAN MASALAH 67 BAB V ANALISA DAN PENYELESAIAN MASALAH 5.1 Analisa Plot Data Analisa plot data merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui bentuk dari permintaan terhadap suatu barang/jasa setiap bulannya.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan meramalkan atau memprediksi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang dengan waktu tenggang (lead time) yang relative lama,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Peramalan (forecasting) 2.1.1. Hubungan Forecast dengan Rencana Forecast adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang, sedang rencana merupakan penentuan apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia industri menyebabkan terjadinya persaingan yang cukup ketat antar perusahaan. Kualitas merupakan faktor dasar konsumen terhadap

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PPIC AIR MINERAL DI PT. X

PERANCANGAN SISTEM PPIC AIR MINERAL DI PT. X Widya, et al. / Perancangan Sistem PPIC Air Mineral di PT. X / Jurnal Titra, Vol. 5, No. 1, Januari 217, pp. 79-86 PERANCANGAN SISTEM PPIC AIR MINERAL DI PT. X Ferdian Rama Widya 1, Tanti Octavia 2 Abstract:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi 2.1.1 Sistem Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan

Lebih terperinci

PRESENTASI SIDANG PENULISAN ILMIAH

PRESENTASI SIDANG PENULISAN ILMIAH PRESENTASI SIDANG PENULISAN ILMIAH METODE PERAMALAN PENJUALAN TAHU PADA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) MAKMUR JAYA NAMA : Tia Mutiara NPM : 16210881 JURUSAN : Ekonomi Manajemen PENDAHULUAN Peramalan digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengertian Peramalan (Forecasting) Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Peramalan penjualan adalah peramalan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI6) 2010

SEMINAR NASIONAL MESIN DAN INDUSTRI (SNMI6) 2010 PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DAN ONGKOS PRODUKSI MINIMUM PADA PERUSAHAAN ABC Ahmad Staf Pengajar Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail: ahmad_industri@tarumanagara.ac.id

Lebih terperinci

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi...

Perhitungan Waktu Siklus Perhitungan Waktu Normal Perhitungan Waktu Baku Tingkat Efisiensi... ABSTRAK Perusahaan Biskuit X merupakan perusahaan swasta yang berdiri pada tahun 1995 dan memproduksi biskuit marie yang dipasarkan ke beberapa kota di Pulau Jawa. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Dari uraian latar belakang masalah, penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian kasus dan penelitian lapangan. Menurut Rianse dan Abdi dalam Surip (2012:33)

Lebih terperinci

(FORECASTING ANALYSIS):

(FORECASTING ANALYSIS): ANALISIS KUANTITATIF ANALISIS PERAMALAN Hand-out ke-3 ANALISIS PERAMALAN (FORECASTING ANALYSIS): Contoh-contoh sederhana PRODI AGRIBISNIS UNEJ, 2017 PROF DR IR RUDI WIBOWO, MS Contoh aplikasi tehnik peramalan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah Metodologi yang dipakai dalam pemecahan masalah merupakan penerapan dari metode perbaikan proses berkesinambungan (Continuous Prosess Improvement)

Lebih terperinci

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS) Mahasiswa mampu melakukan perencanaan untuk memastikan kelancaran operasi rantai pasok 1. Peramalan dalam organisasi 2. Pola permintaan 3. Metode peramalan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. 3.1 Alasan digunakan Metode Exponential Smoothing. Banyak metode peramalan yang dapat digunakan dalam memprediksi tingkat

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. 3.1 Alasan digunakan Metode Exponential Smoothing. Banyak metode peramalan yang dapat digunakan dalam memprediksi tingkat BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM 3.1 Alasan digunakan Metode Exponential Smoothing Banyak metode peramalan yang dapat digunakan dalam memprediksi tingkat penjualan untuk beberapa periode ke depan. Biasanya untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Indonesia saat ini sudah menghadapi pasar bebas. Hal ini membuat persaingan antara produk produk yang ada di Indonesia semakin ketat terutama produk yang sejenis. Dengan semakin ketatnya persaingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PERENCANAAN PRODUKSI 2.1.2 Forecasting Forecasting (peramalan) bertujuan untuk memperkirakan prospek ekonomi dan kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut.

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Metodologi Penelitian Dibawah ini merupakan diagram alir yang menggambarkan langkah-langkah dalam melakukan penelitian di PT. Mulia Knitting Factory Ltd. Mulai Penelitian

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK PERAMALAN PENGGUNAAN WAKTU TELEPON DI PT TELKOMSEL Divre 3 SURABAYA

PENERAPAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK PERAMALAN PENGGUNAAN WAKTU TELEPON DI PT TELKOMSEL Divre 3 SURABAYA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERAPAN METODE EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK PERAMALAN PENGGUNAAN WAKTU TELEPON DI PT TELKOMSEL Divre 3 SURABAYA Alda Raharja - 5206 100 008! Wiwik Anggraeni, S.Si, M.Kom! Retno

Lebih terperinci

Pendahuluan. Metode Peramalan:

Pendahuluan. Metode Peramalan: MOVING AVERAGES Pendahuluan Metode Peramalan: Metode Perataan: Equally weighted observations Metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing) Pembobotan yang tidak sama pada data historis, dimana

Lebih terperinci

4.10 Minimum Order Struktur Produk BAB 5 ANALISA 5.1 Pengolahan Data Perhitungan Coefficient of Variance

4.10 Minimum Order Struktur Produk BAB 5 ANALISA 5.1 Pengolahan Data Perhitungan Coefficient of Variance ABSTRAK Dalam industri manufaktur, ketersediaan bahan baku merupakan salah satu bagian yang penting dalam menunjang kelancaran operasi. Dengan ketersediaan bahan baku yang memadai, maka kegiatan produksi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Teori Dunia industri biasanya tak lepas dari suatu peramalan, hal ini disebabkan bahwa peramalan dapat memprediksi kejadian di masa yang akan datang untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING Joko Susetyo, Imam Sodikin, Adityo Nugroho Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Peramalan Peramalan adalah suatu proses dalam menggunakan data historis yang telah dimiliki untuk diproyeksikan ke dalam suatu model peramalan. Dengan model peramalan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Permintaan Konsumen

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Permintaan Konsumen BAB V PEMBAHASAN 5.1 Permintaan Konsumen Permintaan konsumen selama 12 periode (bulan) terakhir terhadap produk sandal kelom di Sagitria Collection adalah 6654 pasang dengan perincian 379 pasang pada periode

Lebih terperinci

Laporan Skripsi. (Studi Kasus Pada PT Selamat Sempurna Tbk.)

Laporan Skripsi. (Studi Kasus Pada PT Selamat Sempurna Tbk.) Laporan Skripsi MENGOPTIMALKAN MASTER PRODUCTION SCHEDULE (MPS) DAN MATERIAL REQUIREMENT PLANNING I (MRP I) E-RSPU P/N 5903 MELALUI PERHITUNGAN ROUGH CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) (Studi Kasus Pada PT Selamat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Data Perusahaan PT.YPP adalah salah satu perusahaan nasional yang bergerak di bidang obatobatan (Jamu). Terletak di jalan Pulo Buaran Raya Blok X no.6 Kawasan

Lebih terperinci

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI

BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI BAB IV JADWAL INDUK PRODUKSI 4.1 Landasan Teori Jadwal induk produksi (master production schedule, MPS) merupakan gambaran atas periode perencanaan dari suatu permintaan, termasuk peramalan, backlog, rencana

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Plotting Data Bahan baku komponen yang dipakai untuk membuat panel listrik jumlahnya cukup banyak dan beragam untuk masing-masing panel listrik yang dibuat. Jadi, penggunaan

Lebih terperinci

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE)

RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) RENCANA INDUK PRODUKSI (MASTER PRODUCTION SCHEDULE) Pokok Bahasan: I. MPS II. Hubungan Production Plan dengan MPS III. Contoh MPS IV. Available to Promise (ATP) V. Perubahan MPS & Time Fences VI. Projected

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin BAB V ANALISA HASIL Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP). Kemudian dalam bab ini berisikan analisa berdasarkan

Lebih terperinci

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta Telp

Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta Telp ANALISIS PERAMALAN KEBUTUHAN, PENENTUAN SAFETY STOCK DAN REORDER POINT MATERIAL BIDANG DISTRIBUSI PT. PLN (Persero) DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG AREA PONDOK GEDE Ardian Dwi Cahyo 1, Ilham Priadythama

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kesimpulan ini diambil dari modul OPC, APC, struktur produk, dan BOM, Peramalan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Permintaan 2.1.1 Pengertian Manajemen permintaan didefinisikan sebagai suatu fungsi pengelolaan dari semua permintaan produk untuk menjamin bahwa penyusunan jadwal induk

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 49 BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Standar Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimalkan supply chain management pada Honda Tebet (PT. Setianita Megah Motor) dari proses bisnis perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan wingko pada tahun 2016. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data Untuk menganalisi permasalahan pengoptimalan produksi, diperlukan data dari UD. Wingko Babat Pak Moel sebagai berikut: a. Data permintaan

Lebih terperinci

Kata kunci: tenaga kerja musiman, permintaan konsumen, alokasi waktu lembur dan produksi periode sebelumnya.

Kata kunci: tenaga kerja musiman, permintaan konsumen, alokasi waktu lembur dan produksi periode sebelumnya. ABSTRAK Purnomo Batik Art & Handicraft merupakan suatu perusahaan penghasil batik tulis make to stock dengan tenaga kerja bersifat tetap. Pada masa-masa musiman di pedesaan, misalnya musim tanam padi,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi Menurut Teguh Baroto (2002, p13), produksi adalah suatu proses pengubahan bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengendalian bahan baku kayu di perusahaan manufaktur Sagitria Collection yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP.

BAB V ANALISA HASIL. dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP. BAB V ANALISA HASIL Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data data yang dikumpulkan untuk pembuatan Perencanaan Kebutuhan Material (MRP. Kemudian dalam bab ini berisikan analisa berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Distribusi merupakan suatu proses kegiatan aliran atau penyaluran barang dari produsen sampai ke tangan konsumen. Distribusi memerlukan perencanaan, dan pengendalian

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #7

Pembahasan Materi #7 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Pengertian Moving Average Alasan Tujuan Jenis Validitas Taksonomi Metode Kualitatif Metode Kuantitatif Time Series Metode Peramalan Permintaan Weighted Woving

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU ANALISIS PERSEDIAAN BARANG DENGAN METODE TIME SERIES DAN SISTEM DISTRIBUTION REQUIREMENT PLANNING UNTUK MENGOPTIMALKAN PERMINTAAN BARANG DI PT. ASRI MANDIRI GEMILANG Sofian Bastuti, Teddy Universitas Pamulang

Lebih terperinci

Membuat keputusan yang baik

Membuat keputusan yang baik Membuat keputusan yang baik Apakah yang dapat membuat suatu perusahaan sukses? Keputusan yang dibuat baik Bagaimana kita dapat yakin bahwa keputusan yang dibuat baik? Akurasi prediksi masa yang akan datang

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PERAMALAN PERMINTAAN DENGAN METODE TIME SERIES Sudarto 7

ANALISIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PERAMALAN PERMINTAAN DENGAN METODE TIME SERIES Sudarto 7 ANALISIS PERENCANAAN PRODUKSI DAN PERAMALAN PERMINTAAN DENGAN METODE TIME SERIES Sudarto 7 Abstrak: Proses manufaktur pada PT Kastex Textile Kasrie adalah berupa proses pembuatan Handuk, Selimut, Kimono,Keset,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Permintaan (Forecast Demand) Peramalan permintaan atau forecast demand (FD) adalah peramalan kuantitas permintaan sesuatu (barang atau jasa) dimasa yang akan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Pada bab ini berisikan tentang analisa hasil dari pengolahan data dalam perhitungan Forecasting dan MRP tepung terigu untuk 12 bulan yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.Persediaan Menurut Eddy Herjanto (1999, p 219-220), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Hasil pengumpulan data yang didapat dari departemen PPIC (Production Planning and Inventory Control) PT. Pulogadung Pawitra Laksana (PT. PPL) adalah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Mulai Identifikasi Masalah Pengumpulan Data : - data penjualan - data kebutuhan bahan baku - data IM F - data biaya pesan - data biaya simpan Pengolahan Data : - Peramalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Agar tahapan penelitian yang dilakukan lebih terarah dan sistematis,maka perlu dibuat tahapan-tahapan dari penelitian itu sendiri. Adapun tahapan dalam

Lebih terperinci