HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Morfologi B.theobromae Hasil pengamatan karakter morfologi pada penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum miselium B. theobromae dari berbagai tanaman inang pada media PDA dalam cawan petri berdiameter 9 cm secara umum pada 3-5 HSI. Pada awalnya, miselium isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang berwarna putih sampai dengan 3 HSI kemudian berubah warna menjadi abu-abu muda sampai dengan umur 4-5 HSI dan setelah 10 HSI bertambah gelap sesuai dengan pertambahan umur isolat. Isolat cendawan asal manggis awalnya berwarna putih sampai dengan 3 HSI kemudian berubah warna menjadi dominan gelap sampai dengan umur 4-5 HSI dan bertambah gelap sesuai dengan pertambahan umur isolat. Gambar 3 Koloni isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada umur 21 Hari Setelah Isolasi (HSI) pada media PDA. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D); manggis (E).

2 Punithalingam (1976) dalam penelitiannya menyebutkan karakter morfologi cendawan B. theobromae ditandai dengan pertumbuhan miselium dari isolat B. theobromae seperti benang rambut halus atau kapas, miselium udara berlimpah. koloni mula-mula berwarna sepia berubah menjadi abu-abu kemudian menjadi hitam. Pertumbuhan koloni secara teratur membentuk lingkar sampai koloni memenuhi cawan petri. Koloni yang telah memenuhi cawan petri pada umur isolat 21 HSI tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna namun juga telah membentuk piknidia. Warna dan penampilan koloni isolat B. theobromae yang diamati sangat bervariasi. Koloni jeruk berwarna abu-abu muda, kakao berwarna abu-abu, karet berwarna abu-abu gelap, pisang berwarna coklat, dan manggis berwarna dominan hitam (Gambar 2). Hasil pengamatan yang ditunjukkan Gambar 3 memperlihatkan bahwa pertumbuhan koloni B. theobromae isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis pada media PDA memenuhi cawan setelah mencapai 4 HSI. Pada isolat asal jeruk, karet, dan pisang pertumbuhan koloni lebih cepat dibandingkan isolat asal kakao dan manggis. Rata-rata pertumbuhan koloni diantara kelima isolat B. theobromae memperlihatkan perbedaan kecepatan tumbuh. Gambar 4 Grafik pertumbuhan koloni cendawan B. theobromae pada media PDA 16

3 Secara mikroskopis, bentuk hifa B. theobromae bersekat pada isolat asal jeruk, kakao, karet, dan pisang sedangkan pada isolat asal manggis hifa muda membengkak seperti sate. Hifa awalnya hialin kemudian berubah warna menjadi coklat. Khlamidospora terbentuk pada isolat asal manggis secara interkaler (Gambar 4). A B Gambar 5 Morfologi hifa dan klamidospora pada manggis. Hifa membengkak seperti sate (A); pembentukan klamidospora secara interkaler (B), dengan perbesaran 40x. Piknidia B. theobromae isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis terbentuk secara berkelompok pada media WA yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami padi dan kulit manggis (Gambar 5). Ciri ini yang membedakan piknidia B. theobromae dengan piknidia yang dihasilkan oleh Diplodia sp. Menurut Barnett dan Hunter (1999) piknidia B. theobromae terbentuk secara bergerombol dan berwarna hitam sedangkan piknidia Diplodia sp. tunggal atau tidak berkelompok. 17

4 Gambar 6 Piknidia B. theobromae yang terbentuk pada media WA + jerami padi (A, B, C, D) dan WA + kulit manggis (E). Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D); manggis (E) dengan perbesaran 100x. Gambar 7 Piknidia yang pecah mengeluarkan konidia (pewarnaan dengan laktofenol) pada isolat B. theobromae. Piknidia B. theobromae yang ditumbuhkan pada media PDA dapat terbentuk pada isolat asal jeruk dan isolat asal karet sedangkan pada media WA yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami terbentuk pada semua isolat kecuali isolat asal manggis. Piknida isolat asal manggis hanya dapat terbentuk pada media WA yang diberi bahan induksi berupa kulit manggis (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat memaksimumkan pembentukannya. Menurut Winarsih (2007) jerami padi mengandung serat sampai 67%. Kandungan serat yang tinggi ini yang memicu pertumbuhan dan merangsang sporulasi cendawan. Salah satu enzim yang penting 18

5 dihasilkan cendawan adalah enzim selulase. B.theobromae adalah salah satu cendawan yang menghasilkan enzim selulase. Menurut Shivas dan Beasley (2005) media agar-agar yang kaya sumber gulanya merupakan kondisi yang tidak baik untuk terjadinya sporulasi pada kebanyakan cendawan patogen tanaman. Sporulasi biasanya ditingkatkan dengan penambahan material daun inang yang telah disterilkan, misalnya jerami gandum, daun jagung, daun bunga anyelir, atau media yang kurus seperti WA. Tabel 1 Pembentukan piknidia cendawan B. theobromae asal beberapa tanaman pada berbagai media sampai dengan 34 HSI Media pembentukan piknidia Piknidia B. theobromae asal Jeruk Kakao Karet Pisang Manggis PDA WA + jerami padi WA + pelepah pisang WA + kulit manggis Keterangan: + Piknidia terbentuk - Piknidia tidak terbentuk Konidia B. theobromae secara umum berbentuk jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal. Pada konidia isolat asal jeruk, kakao, karet yang masih muda konidia hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda namun setelah matang menjadi berwarna coklat, bersekat tebal seperti membentuk dua buah sel, dan memiliki dinding tunggal yang tebal. Barnett dan Hunter (1999) mendeskripsikan cendawan B.theobromae memiliki kekhasan yang ditandai dengan piknidia berwarna gelap dan terbentuk secara berkelompok dalam stroma, konidia berwarna gelap dan memiliki dua buah sel saat matang, berbentuk jorong atau ovoid. Konidia B. theobromae asal isolat jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis memiliki ukuran yang berbeda-beda (Tabel 2). Konidia pada jeruk berukuran µm x µm, konidia kakao berukuran µm x µm, konidia karet berukuran µm x µm, konidia pisang berukuran µm x 9-11 µm, dan konidia manggis berukuran µm x 6-10 µm. Menurut Semangun (2007) rata-rata konidia pada jeruk berukuran 24 µm x 15 µm, sedangkan pada kakao 19

6 konidia berukuran µm x 11,5 13,5 µm (Semangun 2000). B. theobromae pada pisang memiliki konidia berukuran µm x µm (Goos 1961). Ukuran konidia bervariasi yaitu panjangnya 10,00 µm 28,64 µm, lebarnya 6,36 µm 15,91 µm, dan tebal dindingnya 0,80 µm 2,50 µm. Pavlic et al. (2004) menemukan ciri umum pada isolat B.theobromae yang berasal dari Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia memiliki konidia berukuran µm x µm. Hasil uji lanjut Duncan's Multiple Range Test (DMRT) pada tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda berbeda sangat nyata pada isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis. Perbedaan yang ditunjukkan oleh konidia muda memperlihatkan keragaman ukuran konidia cendawan B. theobromae yang diperoleh dari inang berbeda. Pada konidia muda asal isolat jeruk memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 2,18 dan konidia muda asal isolat manggis memiliki nilai rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,50. Hal ini menunjukkan bentuk konidia yang semakin elips memiliki nilai rasio panjang/lebar yang tinggi dan cenderung bulat untuk nilai rasio panjang/lebar yang rendah. Tabel 2 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B. theobromae pada lima tanaman inang Ukuran Konidia B. theobromae Rasio Tebal dinding Panjang (µm) Lebar (µm) panjang/lebar (µm) Jeruk 25,68 ± 1,62 a 11,95 ± 1,44 b 2,18 ± 0,34 a 1,23 ± 0,28 c Kakao 23,26 ± 0,53 b 14,02 ± 1,20 a 1,82 ± 0,12 b 1,91 ± 0,15 a Karet 24,77 ± 1,80 ab 13,79 ± 2,00 a 1,69 ± 0,22 bc 1,80 ± 0,40 a Pisang 15,32 ± 0,68 c 10,32 ± 0,91 c 1,67 ± 0,18 bc 1,52 ± 0,17 b Manggis 13,45 ± 2,08 d 8,09 ± 0,88 d 1,50 ± 0,36 c 1,34 ± 0,21 bc Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α = 0,01). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia cendawan B. theobromae berbeda nyata pada isolat asal jeruk, kakao, dan karet. Perbedaan yang ditunjukkan oleh konidia matang 20

7 memperlihatkan keragaman ukuran konidia cendawan B. theobromae yang diperoleh dari inang berbeda. Pada konidia matang asal isolat jeruk memiliki rasio panjang/lebar 1,96, konidia asal isolat kakao 1,90, dan konidia asal isolat karet 1,83. Hasil pengukuran rasio panjang/lebar menunjukkan bahwa ukuran konidia kelima cendawan > 1 (bentuk jorong). Punithalingam (1976) dalam penelitiannya menyebutkan konidia B. theobromae memiliki bentuk subovoid-elipsoid oblong. Tabel 3 Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawan B. theobromae pada tiga tanaman inang B. theobromae Ukuran konidia Panjang (µm) Lebar (µm) Rasio panjang/lebar Jeruk 26,88 ± 2,52 a 13,88 ± 0,59 a 1,96 ± 0,22 a Kakao 25,38 ± 1,56 ab 13,75 ± 0,71 a 1,90 ± 0,07 a Karet 24,50 ± 1,34 b 13,00 ± 1,05 b 1,83 ± 0,20 a Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α = 0.05). Konidia secara umum berbentuk jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal. Pada konidia jeruk, kakao, karet yang masih muda konidia hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda (Gambar 7) namun setelah matang menjadi berwarna coklat, bersekat tebal seperti membentuk dua buah sel, dan memiliki dinding tunggal yang tebal (Gambar 8). Barnett dan Hunter (1999) mendeskripsikan cendawan B.theobromae memiliki kekhasan yang ditandai dengan piknidia berwarna gelap dan terbentuk secara berkelompok dalam stroma. Konidia hialin dan tidak bersekat saat muda. Konidia berwarna gelap dan memiliki dua buah sel saat matang. Konidia berbentuk jorong atau ovoid. 21

8 Gambar 8 Konidia muda isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang. Jeruk (A); karet (B); kakao (C); manggis (D); pisang (E) dengan perbesaran 100x. Gambar 9 Konidia matang isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang.jeruk (A); karet (B); kakao (C) dengan perbesaran 100x. Karakter Molekuler B. theobromae Penanda molekuler DNA telah digunakan untuk mengenali dan mengkarakterisasi populasi cendawan. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi atau kelompok eukaryote (Suryanto 2003). B. theobromae termasuk ke dalam kelompok eukaryote sehingga teknik ini dapat digunakan untuk menganalisis DNA cendawan tersebut. Teknik RAPD melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer dapat berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda (Suryanto 2003). Analisis molekuler dilakukan dengan teknik RAPD-PCR dengan menggunakan dua primer yaitu OPB 01 dan OPB 07. Hasil elektroforesis produk RAPD-PCR pada Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa kedua primer yang digunakan mampu mengamplifikasi 22

9 DNA cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada lokasi yang berbeda. Keberhasilan amplifikasi DNA genom dalam teknik RAPD ditentukan salah satunya oleh kesesuaian primer dan efisiensi serta optimasi proses PCR (Suryanto 2003). Kualitas pita yang tajam dipengaruhi oleh konsentrasi semua komponen dalam reaksi campuran (Edel 1998). Menurut Takamatsu (1998) komponen reaksi Mg 2+, DNA polimerase, primer, template DNA, dan suhu yang digunakan mempengaruhi konsistensi produk amplifikasi DNA. Shah et al. (2010) melaporkan bahwa pendekatan RAPD mampu mendeteksi keanekaragaman genetik B. theobromae. Dalam penelitian Henuk (2010) melalui pendekatan PCR, cendawan B. theobromae telah berhasil diidentifikasi dengan menghasilkan produk PCR yang sesuai dengan yang dilaporkan Begoude et al. (2009). Profil DNA antara kelima isolat cendawan yang ditunjukkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan berbedabeda kecuali antara isolat asal karet dan manggis menunjukkan pola yang serupa. Jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan oleh isolat asal karet dan manggis memiliki kesamaan. Hal ini menunjukkan berdasarkan penggunaan primer OPB 01 antara isolat cendawan asal jeruk, kakao, dan pisang memiliki perbedaan genetik kecuali antara isolat asal karet dan manggis. Berbeda dengan pada pita DNA yang dihasilkan oleh primer OPB 07 (Tabel 5) memperlihatkan bahwa jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan berbeda-beda kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang. Hal ini menunjukkan berdasarkan penggunaan primer OPB 07 antara isolat cendawan asal kakao, karet, dan manggis memiliki perbedaan genetik kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang. Berdasarkan penggunaan kedua primer dalam RAPD tersebut ditunjukkan bahwa antara kelima isolat cendawan B. theobromae terdapat perbedaan genetik. 23

10 Gambar 10 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPB 01. M 1 molecular marker (DNA leader); isolat jeruk (J); isolat kakao (C); isolat karet (K); isolat pisang (P); isolat manggis (M); pembanding R. solani asal nanas (N). Tabel 4 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang menggunakan primer OPB 01 Isolat Ukuran pita DNA (bp) B. theobromae Jeruk > 2072 Kakao > 2072 Karet Pisang Manggis Kontrol

11 Gambar 11 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD PCR menggunakan primer OPB 07. M 1 molecular marker (DNA leader); isolat jeruk (J); isolat kakao (C); isolat karet (K); isolat pisang (P); isolat manggis (M), pembanding R. solani asal nanas (N). Tabel 5 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang menggunakan primer OPB 07 Isolat Ukuran pita DNA (bp) B. theobromae Jeruk > 2072 Kakao > 2072 Karet > 2072 Pisang >2072 Manggis >2072 Kontrol

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A34063054 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi 3 TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Klasifikasi cendawan Botryodiplodia theobromae (Alexopoulos et al. 1996) adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi Dalam pengembangan jeruk di lahan basah, penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh organisme mirip cendawan (fungal

Lebih terperinci

KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR

KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR YAYU SITI NURHASANAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Perkembangan Koloni Bakteri Aktivator pada NA dengan Penambahan Asam Humat Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa pada bagian tanaman tomat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri.

LAMPIRAN. Ciri makroskopis : mula-mula koloni berupa jelaga-jelaga hitam yang halus, hari fungi mulai menutupi permukaan cawan petri. LAMPIRAN Lampiran 1. Ciri makroskopis dan mikroskopis fungi yang ditemukan pada serasah A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas 1. Aspergillus sp.1 Ciri makroskopis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uk'ntiflkasi.lamur Ri/o.sfir Tanaman Ncna» Bcrdasarkan hasil identifikasi di laboratorium, ditemukan beberapa mikroorganisme rizosfir dari tanaman nenas di lahan petani nenas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial Solanum tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan utama dunia setelah padi,

Lebih terperinci

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini; 4.1 Hasil Isolasi Bakteri Endofit `BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 6 isolat dari tanaman umbi kentang, hasil isolasi serta bentuk morfologi koloni bakteri

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi

Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Jumlah Sklerotium S. rolfsii Pada Perlakuan Jenis Ekstrak Pupuk Kandang dan Lama Perendaman umur 1, 2, 3 dan 4 hsi SK db F hit 1 hsi 2 hsi 3 hsi 4 hsi Efek K 2 8.60** 19.30**

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada perusahaan perkebunan dan petani kelapa dan kakao di Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Isolasi Cendawan Rizosfer 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Lokasi pengambilan sampel berada di dua tempat yang berbeda : lokasi pertama, Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki ketinggian + 400 m dpl (diatas permukaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI KAPANG ENDOFIT PADA. BATANG DAN DAUN GINGSENG JAWA (Talinum paniculatum) SKRIPSI

ISOLASI DAN KARAKTERISASI KAPANG ENDOFIT PADA. BATANG DAN DAUN GINGSENG JAWA (Talinum paniculatum) SKRIPSI ISOLASI DAN KARAKTERISASI KAPANG ENDOFIT PADA BATANG DAN DAUN GINGSENG JAWA (Talinum paniculatum) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Cendawan Penyebab Hawar Daun Tanaman Buah Merah Gejala penyakit hawar daun tanaman buah merah (P. conoideus) di Kabupaten Manokwari banyak dijumpai di beberapa daerah yang banyak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Uji Daya Hambat Jamur Eksofit terhadap Phytophthora palmivora (Butler) Butler Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao secara In Vitro

Uji Daya Hambat Jamur Eksofit terhadap Phytophthora palmivora (Butler) Butler Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao secara In Vitro Uji Daya Hambat Jamur Eksofit terhadap Phytophthora palmivora (Butler) Butler Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao secara In Vitro ONGKY ARI WIBOWO I MADE SUDARMA *) NI MADE PUSPAWATI PS. Agroekoteknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan dua kali proses trial and error sintesis nanoselulosa dengan menggunakan metode hidrolisis kimia dan homogenisasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan Jumlah jamur yang terdapat pada dendeng daging sapi giling dengan perlakuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman stroberi (Fragaria holland Newton) merupakan tanaman buah yang kini mulai ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia. Tanaman stroberi dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Proses Kolonisasi Fusarium sp. IPBCC. 08.569 Fusarium sp. IPBCC. 08.569 tidak membentuk apresorium di permukaan kulit kayu Aquilaria sp utuh. Konidia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A B C

HASIL DAN PEMBAHASAN A B C 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap I: Seleksi Limbah Organik sebagai Media Tumbuh A. niger mampu tumbuh pada semua media. Pertumbuhan spora dan propagul ditandai dengan terbentunya koloni setelah ditumbuhkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur Dusun Ngaran Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul dan lab. tanah Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS)

ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS) ISOLASI JAMUR ENDOFIT DAUN BELUNTAS (PLUCHEA INDICA (L.) LESS) Jessie Elviasari, Rolan Rusli, Adam M. Ramadhan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman,

Lebih terperinci

A. Aspergillus sp. 17 (umur 7 hari) pada media PDA; B. Bentuk mikroskopik (perbesaran 10x40) dengan ; (a). Konidia; (b). Konidiopor.

A. Aspergillus sp. 17 (umur 7 hari) pada media PDA; B. Bentuk mikroskopik (perbesaran 10x40) dengan ; (a). Konidia; (b). Konidiopor. LMPIRN. Ciri makroskopik dan mikroskopik fungi yang ditemukan pada serasah Daun R. apiculata yang belum dan telah mengalami Dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. a. spergillus sp. 17 (umur 7 hari)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 Fax. (4238210) PROBOLINGGO 67271 POTENSI JAMUR ANTAGONIS Trichoderma spp PENGENDALI HAYATI PENYAKIT LANAS DI PEMBIBITAN TEMBAKAU

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

Laboratorium Budidaya Tanaman Anggrek DD Orchids Nursery Kota. mahasiswa dan dosen, termasuk bidang kultur jaringan tanaman.

Laboratorium Budidaya Tanaman Anggrek DD Orchids Nursery Kota. mahasiswa dan dosen, termasuk bidang kultur jaringan tanaman. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme terdapat di berbagai tempat seperti tanah, debu, air, udara, kulit dan selaput lendir. Mikroorganisme dapat berupa bakteri, fungi, protozoa dan lain-lain.

Lebih terperinci

*

* Identifikasi Cendawan Mikroskopis yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Pangkal Batang Tanaman Lada (Piper nigrum L.) di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kutai Kartanegara Ayu Laila Dewi 1,*, Linda Oktavianingsih

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh L. lecanii Terhadap Telur Inang yang Terparasit Cendawan L. lecanii dengan kerapatan konidia 9 /ml mampu menginfeksi telur inang C. cephalonica yang telah terparasit T. bactrae

Lebih terperinci

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut TINJAUAN LITERATUR Biologi penyakit Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut: Divisio Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Species : Mycota : Eumycotyna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013

Jurnal HPT Volume 1 Nomor 1 April 2013 16 EVALUASI KETAHANAN TANAMAN JERUK (Citrus sp.) HASIL FUSI PROTOPLAS JERUK SATSUMA MANDARIN (Citrus unshiu) DAN JERUK SIAM MADU (Citrus nobilis) TERHADAP INFEKSI PENYAKIT KULIT DIPLODIA (Botryodiplodia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan yang teramati selama aklimatisasi menunjukkan suhu rata-rata 30 o C dengan suhu minimum hingga 20 o C dan suhu maksimum mencapai 37 o C. Aklimatisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,

TINJAUAN PUSTAKA. berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2003) bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

INVENTARISASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KRISAN (Chrysanthenum morifolium) DI KECAMATAN BERASTAGI, KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA

INVENTARISASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KRISAN (Chrysanthenum morifolium) DI KECAMATAN BERASTAGI, KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA INVENTARISASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KRISAN (Chrysanthenum morifolium) DI KECAMATAN BERASTAGI, KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA Inventarization fungus which is caused diseases on Chrysanthemum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel 1. Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang

Lebih terperinci

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI MIKROBA ASAL EKSTRAK BUAH YANG DIAPLIKASIKAN PADA PERTANAMAN JERUK ORGANIK DI KABUPATEN PANGKEP Dian Ekawati Sari e-mail: dianekawatisari@rocketmail.com Program Studi Agroteknologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci