BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur"

Transkripsi

1 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension PCR. Overlapping extension PCR merupakan metode PCR yang digunakan untuk menghasilkan polinukleotida dari fragmen-fragmen kecil (Heckman & Pease 2007: 924). Amplifikasi dilakukan dengan metode HotStar PCR menggunakan enzim HotStar Taq DNA polymerase. Metode HotStar PCR sesuai digunakan karena amplifikasi menggunakan banyak pasangan primer (multiple primer pairs). Sintesis tersebut dilakukan dengan variasi penambahan pasangan primer pada selang 3 siklus dari reaksi PCR, yang terbagi ke dalam lima metode (Gambar 6--10). Metode-metode penambahan pasangan primer tersebut ditentukan berdasarkan jumlah pasangan primer yang digunakan. Pasangan primer yang digunakan berjumlah delapan pasangan primer, sehingga diperoleh metode penambahan primer, yaitu delapan pasang, empat pasang, dua pasang, dan satu pasang primer dalam satu reaksi PCR. Hal tersebut didasarkan pada proporsional jumlah pasangan primer yang ditambahkan dalam setiap reaksi PCR, sehingga jumlah pasangan primer yang ditambahkan sama untuk setiap reaksi PCR dalam satu metode. Pasangan 20

2 21 primer ditambahkan pada selang 3 siklus. Hal tersebut dilakukan atas dasar variasi terhadap penelitian sintesis gen HA yang dilakukan di IHVCB-UI. Penelitian sintesis fragmen gen HA sebelumnya telah dilakukan dengan variasi penambahan dua pasang primer dengan selang 8 siklus dalam satu reaksi PCR (Widyaningtyas, komunikasi pribadi, 25 September 2007). Keberhasilan amplifikasi fragmen DNA dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu DNA cetakan (template), primer, buffer PCR, MgCl 2, enzim DNA polimerase, suhu, waktu denaturasi, annealing, dan jumlah siklus (Sambrook & Russell 2001: ). Optimasi PCR perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mendapatkan kondisi PCR yang tepat dalam proses PCR sehingga dihasilkan produk PCR yang spesifik. Optimasi PCR perlu dilakukan karena tidak ada satu protokol pun yang sesuai digunakan untuk semua reaksi PCR (Ahmed 2006: 118). Optimasi yang dilakukan dalam amplifikasi untuk sintesis fragmen gen HA meliputi suhu annealing, konsentrasi MgCl 2, dan konsentrasi primer. Optimasi suhu annealing pada penelitian pendahuluan dilakukan pada suhu 55 C dan 60 C. Suhu annealing tersebut ditentukan berdasarkan hasil optimasi suhu annealing yang pernah dilakukan oleh peneliti IHVCB-UI, yang juga melakukan penelitian sintesis gen HA menggunakan pasangan primer yang sama dengan penelitian sintesis fragmen gen HA. Hasil optimasi menunjukkan bahwa amplifikasi dengan suhu annealing 60 C selama 30 detik tidak menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik dari

3 22 kelima metode penambahan primer (Gambar 11). Sementara itu, amplifikasi dengan suhu annealing 55 C selama 30 detik menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik untuk metode ke-4 dan ke-5, dan menghasilkan produk PCR dimer untuk metode ke-2 dan ke-4, serta tidak menghasilkan produk PCR yang spesifik untuk metode ke-1 (Gambar 12). Amplifikasi dapat berjalan dengan suhu annealing 55 C selama 30 detik dikarenakan penggunaan Qiagen PCR buffer. Qiagen PCR buffer memungkinkan untuk tidak dilakukan optimasi suhu annealing. Hal tersebut dikarenakan Qiagen PCR buffer mampu menyediakan ruang suhu yang lebih luas (wider temperature window) (Qiagen 1997: 3). Penelitian menggunakan Qiagen PCR buffer dengan variasi suhu annealing C menunjukkan bahwa suhu annealing C menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik tanpa adanya produk dimer. Sementara itu, suhu annealing di bawah 54 C menghasilkan produk amplifikasi dimer ( Qiagen 1997: 5). Menurut Qiagen (2005: 16), suhu annealing yang disarankan berkisar antara C selama 30 detik sampai 1 menit. Proses penempelan primer pada DNA cetakan dipengaruhi oleh ion Mg 2+. Masing-masing pasangan primer memerlukan kondisi ion Mg 2+ yang berbeda untuk dapat menempel pada DNA cetakan dengan optimal sehingga menghasilkan produk PCR yang spesifik (Kramer & Coen: 2001: ). Peningkatan konsentrasi ion Mg 2+ dilakukan untuk mengetahui kondisi optimal yang dibutuhkan bagi setiap pasangan primer agar dapat menghasilkan produk PCR yang spesifik.

4 23 Optimasi konsentrasi ion Mg 2+ dalam reaksi amplifikasi dilakukan dengan konsentrasi 1,5 mm MgCl 2 dan 2 mm MgCl 2. Campuran reaksi PCR dengan final concentration MgCl 2 sebesar 1,5 mm tidak perlu ditambahkan larutan 25 mm MgCl 2 karena larutan 10x HotStar PCR buffer [Qiagen] telah mengandung 1,5 mm MgCl 2. Pembuatan campuran reaksi PCR dengan final concentration MgCl 2 sebesar 2 mm dilakukan dengan menambahkan 0,26 µl 25 mm MgCl 2. Cara menghitung jumlah volume MgCl 2 yang harus ditambahkan ke dalam campuran reaksi PCR dengan final concentration MgCl 2 2 mm dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil optimasi menunjukkan bahwa final concentration MgCl 2 sebesar 2 mm menghasilkan pita DNA yang lebih tebal daripada final concentration MgCl 2 sebesar 1,5 mm. Namun, final concentration MgCl 2 sebesar 2 mm menghasilkan produk dimer untuk 3 metode penambahan primer, sedangkan final concentration MgCl 2 sebesar 1,5 mm hanya menghasilkan produk dimer untuk 2 metode penambahan primer (Gambar 11 dan 12). Konsentrasi MgCl 2 yang dianjurkan untuk reaksi PCR dengan konsentrasi dntp sebesar 200 µm adalah 1,5 mm (Hanegariu 1997: 1). Berdasarkan hasil tersebut maka reaksi amplifikasi menggunakan final concentration MgCl 2 sebesar 1,5 mm yang telah terkandung dalam 10x HotStar PCR buffer [Qiagen] yang digunakan dalam reaksi amplifikasi. Konsentrasi primer merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap spesifitas produk PCR. Konsentrasi primer yang digunakan dalam

5 24 reaksi PCR sebaiknya berkisar antara 0,1--0,5 µm (Qiagen 1997: 3). Konsentrasi primer yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penempelan primer pada sekuen DNA cetakan yang tidak spesifik, sedangkan konsentrasi primer yang terlalu rendah akan menghasilkan sedikit produk PCR (Muladno 2002: 66). Menurut Qiagen (1997: 5), konsentrasi primer 0,2 µm memberikan hasil amplifikasi yang memuaskan. Penelitian yang dilakukan menggunakan variasi konsentrasi primer 0,1--1,0 µm menunjukkan bahwa konsentrasi primer 0,1--0,2 µm menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik. Sementara itu, konsentrasi primer 0,5--1,0 µm menghasilkan produk amplifikasi dimer (Qiagen 1997: 5). Konsentrasi primer yang digunakan dalam penelitian adalah 0,3 µm (Lampiran 9) untuk pasangan H896F + H923R dan 0,5 µm untuk pasangan H869F + H953R, H843F + H979R, H819F + H1003R, H791F + H1028R, H765F + H1051R, H729F + H1078R, dan H703F + H1104R. Konsentrasi primer-primer tersebut diperoleh berdasarkan hasil optimasi pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi primer dibedakan untuk pasangan primer H896F + H923R. Hal tersebut dikarenakan pasangan primer tersebut memiliki daerah overlapping pada ujung 3 sebesar 9 pb, yang nantinya akan teramplifikasi membentuk produk yang akan dijadikan cetakan (template) pada reaksi PCR berikutnya. Daerah overlapping yang akan teramplifikasi hanya berukuran 9 basa dengan amplifikasi sebanyak 3 siklus. Oleh karena itu, konsentrasi primer dari pasangan primer tersebut dibuat lebih rendah dari

6 25 pasangan primer yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik yang nantinya akan menjadi cetakan (template). B. ANALISIS METODE PENAMBAHAN PRIMER 1. Metode ke-1 (Delapan pasang primer ditambahkan secara bersamaan pada awal siklus untuk satu kali reaksi PCR) Delapan pasang primer yang ditambahkan secara bersamaan pada awal siklus untuk satu kali reaksi PCR tidak berhasil membentuk pita DNA yang spesifik pada reaksi PCR pertama (Gambar 13, Lajur 1). Hal tersebut dikarenakan belum terbentuknya DNA cetakan (template) pada reaksi PCR tersebut. Reaksi PCR yang dilakukan tidak menggunakan DNA cetakan (template). DNA cetakan (template) terbentuk karena adanya overlap 9 basa pada ujung 3 dari pasangan primer H896F + H923R. Pasangan-pasangan primer yang dicampurkan secara bersamaan di awal siklus tidak memberikan waktu yang cukup untuk amplifikasi pasangan primer H896F + H923R membentuk diri sebagai DNA cetakan (template). DNA cetakan (template) merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap spesifisitas produk PCR (Sambrook & Russell 2001: 8.5). Tanpa adanya DNA cetakan (template) maka tidak ada tempat bagi primer untuk menempel pada tahap annealing sehingga tidak akan terbentuk produk PCR yang spesifik. Faktor lain yang mengakibatkan tidak terbentuknya produk amplifikasi yang tidak spesifik pada metode ke-1 adalah adanya penempelan antara

7 26 pasangan-pasangan primer yang saling berkomplemen pada daerah ujung 3. Primer-primer tersebut dapat menempel pada daerah ujung 3 yang berkomplemen karena konsentrasi primer yang terlalu tinggi (Muladno 2002: 66). Terdapat 8 pasang primer dalam reaksi PCR dengan konsentrasi pasangan primer H896F + H923R sebesar 0,3 µm dan 7 pasangan primer lainnya masing-masing primer sebesar 0,5 µm. Dengan demikian, total konsentrasi primer dalam reaksi PCR tersebut cukup tinggi, yaitu 3,8 µm sehingga tidak dihasilkan produk PCR yang spesifik. Konsentrasi primer yang digunakan dalam reaksi PCR sebaiknya berkisar antara 0,1--0,5 µm (Innis & Gelfand 1990: 5; Qiagen 1997: 3). Menurut Qiagen (1997: 5), amplifikasi dengan menggunakan konsentrasi primer 0,2 µm memberikan hasil amplifikasi yang memuaskan. Sementara itu, amplifikasi dengan menggunakan konsentrasi primer 0,5 µm cenderung menghasilkan produk amplifikasi yang tidak spesifik, yaitu produk dimer. 2. Metode ke-2 (Delapan pasang primer ditambahkan dalam satu kali reaksi PCR, dengan selang 3 siklus untuk 1 pasang primer dalam satu reaksi PCR) Lajur 2 pada Gambar 13 menunjukkan hasil visualisasi produk amplifikasi dari metode ke-2. Delapan pasang primer yang ditambahkan dalam satu kali reaksi PCR, dengan selang 3 siklus untuk 1 pasang primer dalam satu reaksi PCR; berhasil membentuk pita DNA berukuran 134 pb, tetapi ukuran pita DNA yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan yang

8 27 diharapkan yaitu 446 pb. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi primer yang tinggi dengan selang siklus yang cukup pendek antara penambahan satu pasang primer dengan pasangan primer berikutnya. Pasangan primer H896F + H923R dengan konsentrasi 0,3 µm dimasukkan pada awal siklus PCR. Konsentrasi primer sebesar 0,3 µm cukup untuk mengamplifikasi daerah overlap pasangan primer H896F + H923R yang hanya berukuran 9 pb, sebanyak 3 siklus. Dengan demikian, DNA cetakan (template) telah terbentuk pada selang 3 siklus pertama. Pasangan primer H869F + H953R dimasukkan ke dalam reaksi PCR dengan konsentrasi 0,5 µm pada siklus ketiga. Pasangan primer H869F + H953R berhasil mengamplifikasi DNA cetakan (template) yang telah terbentuk pada selang 3 siklus pertama, sehingga terbentuk produk amplifikasi berukuran 134 pb. Pasangan primer H843F + H979R dimasukkan ke dalam reaksi PCR dengan konsentrasi 0,5 µm pada siklus keenam. Demikian seterusnya, pasangan-pasangan primer berikutnya dimasukkan ke dalam reaksi PCR hingga kedelapan pasangan primer digunakan dalam reaksi PCR pada metode ke-2. Pasangan primer H843F + H979R tidak berhasil mengamplifikasi DNA cetakan (template) yang telah terbentuk pada selang 3 siklus sebelumnya, terlihat dari pita DNA yang dihasilkan hanya berukuran 134 pb yang merupakan hasil amplifikasi antara pasangan primer H869F + H953R dengan pasangan primer H896F + H923R. Hal tersebut dikarenakan pada saat penambahan pasangan primer H843F + H979R, pasangan primer H869F + H953R belum teramplifikasi dengan sempurna akibat selang siklus

9 28 yang cukup pendek sehingga pasangan primer H843F + H979R tidak ada tempat untuk menempel pada tahap annealing. Demikian seterusnya terjadi pada pasangan primer H819F + H1003R, H791F + H1028R, H765F + H1051R, H729F + H1078R, dan H703F + H1104R yang tidak ada tempat untuk menempel pada tahap annealing akibat belum sempurnanya amplifikasi pasangan primer H869F + H953R. Dengan demikian, produk amplifikasi yang dihasilkan hanya berukuran 134 pb, yang merupakan hasil amplifikasi pasangan primer H869F + H953R dengan pasangan primer H896F + H923R. Produk amplifikasi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, yaitu 446 pb. Produk amplifikasi yang dihasilkan pada metode ke-2, disamping tidak spesifik, juga terlihat adanya produk dimer. Produk dimer tersebut terlihat dengan adanya pita DNA tipis di bawah pita DNA berukuran 134 pb tersebut (Gambar 13, Lajur 2). Produk dimer tersebut akan mengurangi spesifitas produk PCR yang dihasilkan. Produk dimer terbentuk karena adanya amplifikasi antara ujung 3 dari salah satu primer dengan ujung 5 dari primer lainnya yang saling berkomplemen (Singh & Kumar 2001: 29). Produk dimer dapat terjadi karena konsentrasi primer yang terlalu tinggi. Konsentrasi primer yang tinggi dapat meningkatkan mispriming, akumulasi produk amplifikasi yang tidak spesifik, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi amplifikasi antar primer yang akan menghasilkan produk dimer (Innis & Gelfand 1990: 7). Percobaan reaksi amplifikasi menggunakan variasi konsentrasi primer 0,1; 0,2; 0,5; dan 1,0 µm menunjukkan bahwa reaksi

10 29 amplifikasi dengan konsentrasi primer 0,5 dan 1,0 cenderung menghasilkan produk dimer (Qiagen 1997: 5). 3. Metode ke-3 (Delapan pasang primer ditambahkan dalam dua kali reaksi PCR, dengan selang 3 siklus untuk 1 pasang primer dalam satu reaksi PCR) Visualisasi produk amplifikasi dari reaksi PCR pertama pada metode ke-3 terlihat pada lajur 3 dari Gambar 13. Berdasarkan hasil visualisasi tersebut, terlihat bahwa produk amplifikasi pada metode ke-3 serupa dengan produk amplifikasi pada metode ke-2. Produk amplifikasi yang dihasilkan hanya berukuran 134 pb, tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu 239 pb. Hal tersebut juga dikarenakan belum sempurnanya amplifikasi pasangan primer H869F + H953R pada selang 3 siklus kedua (siklus keempat sampai keenam) terhadap pasangan primer H896F + H923R yang telah menjadi cetakan (template) pada selang 3 siklus sebelumnya. Dengan demikian, pasangan primer H843F + H979R yang dimasukkan ke dalam reaksi PCR pada siklus keenam tidak ada tempat untuk menempel secara sempurna pada tahap annealing, sehingga tidak menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik. Hal tersebut juga terjadi pada pasangan primer H819F + H1003R yang dimasukkan ke dalam reaksi PCR pada siklus kesembilan (Gambar 7). Pasangan primer yang tidak menempel secara sempurna pada DNA cetakan (template) akan saling menempel antara ujung 3 dengan ujung 5 yang berkomplemen. Kondisi tersebut akan menghasilkan produk dimer

11 30 (Kaufman dkk. 1993: 552). Produk dimer juga terbentuk pada reaksi PCR pertama dari metode ke-3 Gambar 13, Lajur 3). Produk dimer terlihat dengan adanya pita DNA lain yang berukuran kurang dari 134 pb. Produk dimer terbentuk ketika ujung 3 dari salah satu primer menempel pada ujung 5 dari primer lainnya pada tahap annealing (Kramer & Coen: 2001: ). Adanya produk dimer tersebut akan mengurangi spesifitas produk PCR yang dihasilkan (Singh & Kumar 2001: 29). Produk amplifikasi dan produk dimer yang dihasilkan pada metode ke-3 tampak lebih jelas daripada metode ke-2. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan pada metode ke-3 jumlah siklus PCR yang tersisa setelah penambahan pasangan primer terakhir dalam satu reaksi PCR lebih banyak daripada metode ke-2. Metode ke-2 menggunakan delapan pasang primer dalam satu reaksi PCR, sehingga dibutuhkan sebanyak 21 siklus PCR untuk penambahan pasangan primer ke dalam reaksi PCR. Dengan demikian, jumlah siklus PCR yang tersisa hanya 14 siklus. Sementara itu, metode ke-3 menggunakan empat pasang primer dalam satu reaksi PCR, sehingga hanya dibutuhkan sebanyak 9 siklus PCR untuk penambahan pasangan primer ke dalam reaksi PCR. Metode ke-3 masih menyisahkan sebanyak 26 siklus PCR untuk menyelesaikan satu reaksi PCR. Jumlah siklus PCR yang sedikit akan menghasilkan sedikit produk amplifikasi yang spesifik, sehingga pita DNA yang terbentuk lebih tipis (Innis & Gelfand 1990: 6). Reaksi PCR pertama dari metode ke-3 tidak menghasilkan produk PCR yang spesifik, sehingga tidak ada produk PCR yang akan dijadikan DNA

12 31 cetakan (template). Oleh karena itu, pada metode ke-3 tidak dilanjutnya untuk reaksi PCR kedua. 4. Metode ke-4 (Delapan pasang primer ditambahakan dalam empat kali reaksi PCR, dengan selang 3 siklus untuk 1 pasang primer dalam satu reaksi PCR) Reaksi PCR pertama dari metode ke-4 menghasilkan produk amplifikasi sesuai yang diharapkan, yaitu berukuran 134 pb (Gambar 13 Lajur 4). Hal tersebut dikarenakan reaksi PCR pertama pada metode ke-4 hanya menggunakan 2 pasang primer, sehingga tersedia jumlah siklus yang cukup untuk amplifikasi setelah ditambahkannya pasangan primer kedua pada siklus ketiga. Pasangan primer H896F + H923R dimasukkan pada awal siklus reaksi PCR pertama dengan konsentrasi 0,3 µm, selanjutnya reaksi PCR dijalankan sampai siklus ketiga. Pasangan primer H896F + H923R dengan konsentrasi 0,3 µm berhasil teramplifikasi dalam rentang 3 siklus. Hal tersebut dikarenakan bagian overlap (berperan sebagai DNA cetakan) pada pasangan primer H896F + H923R yang teramplifikasi hanya berukuran 9 pb. Menurut Davis dkk. (1994: 119), proses amplifikasi lebih efisien untuk fragmen pendek yang diapit oleh beberapa primer oligonukleotida. Fragmen DNA cetakan yang terlalu panjang kurang efisien karena fragmen tersebut dapat berasosiasi kembali dengan untai komplemen dengan cepat dan membentuk untai ganda kembali. Hal tersebut

13 32 menyebabkan terganggunya proses amplifikasi karena untai ganda DNA tidak dapat menyediakan cetakan untuk siklus berikutnya. Pasangan primer H869F + H953R dimasukkan ke dalam reaksi PCR pada siklus ketiga dengan konsentrasi 0,5 µm. Pasangan primer tersebut dapat menempel pada DNA cetakan (template) yang telah terbentuk sebelumnya dari pasangan primer H896F + H923R, sehingga menghasilkan produk amplifikasi yang spesifik berukuran 134 pb. Siklus PCR sebanyak 32 siklus (rentang siklus ke-3 sampai siklus ke-35) memberikan waktu yang cukup bagi pasangan primer H869F + H953R untuk mengamplifikasi DNA cetakan (template) tersebut. Menurut Qiagen (2005: 16), jumlah siklus optimal pada reaksi HotStar PCR berkisar antara siklus. Polimerisasi akhir selama 10 menit memberikan waktu bagi pasangan primer H869F + H953R untuk menyempurnakan proses amplifikasi. Produk PCR yang dihasilkan pada reaksi PCR pertama dijadikan DNA cetakan (template) pada reaksi PCR kedua dengan penambahan pasangan primer H843F + H979R pada awal siklus dan pasangan primer H819F + H1003R pada siklus ke-3, dengan konsentrasi masing-masing 0,5 µm. Reaksi PCR kedua menghasilkan produk PCR yang spesifik berukuran 239 pb. Produk PCR kedua dijadikan DNA cetakan (template) pada rekasi PCR ketiga dengan penambahan pasangan primer H791F + H1028R pada awal siklus dan pasangan primer H765F + H1051R pada siklus ke-3, dengan konsentrasi masing-masing 0,5 µm. Reaksi PCR ketiga juga menghasilkan produk PCR yang spesifik berukuran 344 pb. Produk PCR ketiga selanjutnya

14 33 dijadikan DNA cetakan (template) pada reaksi PCR keempat dengan penambahan pasangan primer H729F + H1078R pada awal siklus dan pasangan primer H703F + H1104R pada siklus ke-3, dengan konsentrasi masing-masing 0,5 µm. Reaksi PCR keempat menghasilkan produk PCR yang spesifik berukuran 446 pb (Gambar 14). Dengan demikian, metode ke-4 berhasil membentuk fragmen gen HA secara utuh berukuran 446 pb. 5. Metode ke-5 (Delapan pasang primer ditambahkan dalam delapan kali reaksi PCR) Visualisasi produk amplifikasi dari reaksi PCR pertama pada metode ke-5 menunjukkan terbentuknya pita DNA yang spesifik berukuran 83 pb, sesuai dengan yang diharapakan (Gambar 13, Lajur 5). Pasangan primer H896F + H923R dimasukkan pada awal siklus dengan konsentrasi 0,3 µm, selanjutnya PCR dijalankan sampai 35 siklus. Konsentrasi primer sebesar 0,3 µm dari pasangan primer H896F + H923R telah cukup untuk mengamplifikasi daerah overlap pada ujung 3 dari masing-masing primer tersebut selama 35 siklus. Produk PCR yang dihasilkan pada reaksi PCR pertama selanjutnya dijadikan DNA cetakan (template) pada reaksi PCR kedua. Produk PCR yang dihasilkan pada reaksi PCR kedua dijadikan DNA cetakan (template) pada rekasi PCR ketiga. Demikian seterusnya hingga reaksi PCR kedelapan dan dihasilkan produk PCR berukuran 446 pb (Gambar 15), sesuai dengan yang diharapkan.

15 34 Pita DNA yang dihasilkan pada metode ke-5 lebih tebal daripada metode ke-4. Hal tersebut dikarenakan pada metode ke-5 memiliki waktu amplifikasi yang lebih lama karena dalam satu reaksi PCR selama 35 siklus hanya dimasukkan 1 pasang primer. Amplifikasi pasangan primer H896F + H923R yang akan membentuk DNA cetakan (template) berlangsung selama 35 siklus, sehingga amplifikasi akan sempurna dan menghasilkan pita DNA yang tebal. Sementara itu, pada metode ke-4 amplifikasi pasangan primer H896F + H923R hanya berlangsung selama 3 siklus, sehingga amplifikasi kurang sempurna dan pita DNA yang dihasilkan lebih tipis. Jumlah siklus yang sedikit akan menghasilkan produk amplifikasi spesifik dalam jumlah kecil, sehingga pita DNA yang terbentuk menjadi tipis (Innis & Gelfand 1990: 6). C. EFISIENSI WAKTU SERTA EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN DAN BIAYA 1. Efisiensi waktu Salah satu kriteria untuk menentukan metode optimal dalam sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 adalah efisiensi waktu. Waktu yang dibutuhkan untuk sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 bervariasi untuk masing-masing metode penambahan

16 35 primer. Waktu tersebut meliputi waktu untuk reaksi amplifikasi dan waktu untuk running elektroforesis (Tabel 1). Kriteria utama untuk menentukan metode optimal dalam sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 adalah dapat terbentuknya fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 sintetik dengan ukuran 446 pb. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode ke-4 dan metode ke-5 berhasil membentuk fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dengan ukuran 446 pb. Oleh karena itu, untuk melihat efisiensi waktu maka yang akan dibandingkan adalah metode ke-4 dan ke-5. Berdasarkan hasil pengamatan dan penghitungan, maka metode ke-4 memiliki total waktu sintesis lebih singkat dibandingkan metode ke-5, yaitu 13 jam (Tabel 1). Dengan demikian, berdasarkan efisiensi waktu maka metode ke-4 lebih optimal daripada metode ke-5. Perbandingan efisiensi waktu antara metode ke-4 dan metode ke-5 terlihat dari Gambar 14 dan 15 yang menunjukkan visualisasi produk amplifikasi dari setiap reaksi PCR pada kedua metode tersebut. Metode ke-4 membutuhkan waktu sintesis yang lebih cepat, yaitu hanya membutuhkan empat kali reaksi PCR (Gambar 14). Sementara itu, metode ke-5 membutuhkan waktu sintesis yang lebih lama, mencapai dua kali lipat waktu sintesis pada metode ke-4, yaitu delapan kali reaksi PCR (gambar 15). Berdasarkan hal tersebut, metode ke-4 lebih optimal daripada metode ke-5.

17 36 2. Efektivitas penggunaan bahan dan biaya Efektivitas penggunaan bahan dan biaya juga merupakan kriteria untuk menentukan metode optimal dalam sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005, disamping efisiensi waktu. Efektivitas penggunaan bahan dan biaya meliputi bahan dan biaya untuk reaksi amplifikasi dan running elektroforesis (Tabel 2--5). Berdasarkan hasil penelitian, hanya metode ke-4 dan ke-5 yang berhasil membentuk fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 sintetik dengan ukuran 446 pb, maka hanya kedua metode tersebut yang akan dibandingkan untuk kriteria efektivitas penggunaan bahan dan biaya. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 4 dan 5), metode ke-4 membutuhkan biaya untuk reaksi amplifikasi sebesar Rp ,10 dan untuk running elektroforesis sebesar Rp ,14, sehingga total biaya yang dibutuhkan untuk sintesis sebesar Rp ,24. Sementara itu, metode ke-5 membutuhkan biaya untuk reaksi amplifikasi sebesar Rp ,02 dan untuk running elektroforesis sebesar Rp ,27, sehingga total biaya yang dibutuhkan sebesar Rp ,29. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode ke-4 lebih optimal daripada metode ke-5 karena membutuhkan biaya sintesis yang lebih murah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat

Lebih terperinci

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29 PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) [General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction] Darmo Handoyo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2006 sampai dengan bulan April 2007. Penelitian dilakukan di rumah kaca, laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

DETEKSI FRAGMEN GEN NA

DETEKSI FRAGMEN GEN NA DETEKSI FRAGMEN GEN NA PENGKODE NEURAMINIDASE VIRUS AVIAN INFLUENZA A SUBTIPE H5N1 DENGAN TEKNIK REVERSE TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) SYLVIA SANCE MARANTINA 0304040745 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan termasuk industri padat karya. Pengusahaan tanaman

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR

OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR Mukhammad Asy ari 1) dan A. Saifuddin Noer 2) 1) Laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA UNDIP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal dalam penelitian. Fragmen gen NS1 virus dengue diamplifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart

III. METODE PENELITIAN. Wajwalku Wildlife Laboratory, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kasetsart III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2016. Preparasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas Teknobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resistensi bakteri Resistensi antibiotik menjadi masalah ketika antibiotik digunakan secara luas dengan tujuan pemusnahan bakteri, akan tetapi bakteri yang resisten terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D)

(A) 530C-550C; (B) 560C, 570C, 580C, 600C; (C) 590C, 610C, 620C; (D) 2 melawan mikroba. Peran flavonol dalam bidang kesehatan sebagai antiinflamatori, antioksidan, antiproliferatif, menekan fotohemolisis eritrosit manusia, dan mengakhiri reaksi rantai radikal bebas (Albert

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE

OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE OPTIMASI SUHU ANNEALING PRIMER UNTUK AMPLIFIKASI DNA GEN LINAMARASE Fitri Ramsela 1, Dewi Indriyani Roslim 2, Herman 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen Genetika Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Fakultas Biologi Unsoed

Fakultas Biologi Unsoed TEKMK PCR oleh Drs. Agus Hery Susanto, M.S. staf pengajar Pendahuluan Teknik PCR (polymerase chain reaction) digunakan untuk menggandakan fragmen DNA (urutan basa nukleotida) tertentu secara invitro melalui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10. Hasil ekstraksi DNA daun HASIL DAN PEMBAHASAN Optimasi Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan untuk mengisolasi DNA yaitu dengan cara fisik (penggerusan) dibantu oleh senyawa-senyawa kimia dengan metode tertentu sehingga didapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Biologi 2010 SB/P/BF/08 GREEN FLUORESCENT PROTEIN PADA UBUR-UBUR LOKAL SEBAGAI ALTERNATIF MARKA DNA Cahya Kurnia Fusianto 1, Zulfikar Achmad Tanjung 1,Nugroho Aminjoyo 1, dan Endang Semiarti

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahapan, dimulai dengan pengumpulan sampel, kemudian lysis sel untuk mendapatkan template DNA, amplifikasi DNA secara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH. Oleh

PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH. Oleh PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh ELLIWATI HASIBUAN, S.Si, M.Si NIP. 1962 1017 2000 03 2 001 Pranata Laboratorium Perguruann

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde...

MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) «apikde... http://apikdewefppundip201wordpress.com/2012/06/29/makalah-gene... 1 of 6 19/12/2012 23:43 APIKDEWEFPPUNDIP2011 Just another WordPress.com site MAKALAH GENETIKA PCR ( Polimerase Chain Reaction ) JUN 29

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah

DESAIN PRIMER. LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler. oleh : Riani Ulfah DESAIN PRIMER LAPORAN PRAKTIKUM disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi Molekuler oleh : Dhaifan Diza A 1303790 Anisa Suci S 1300904 Novia Rahayu A 1302152 Riani Ulfah 1300952 Shabrina

Lebih terperinci

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI 0304040257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky Syane S. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK

K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky Syane S. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK AMPLIFIKASI FRAGMEN 0,4 KB DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA LIMA INDIVIDU SUKU BALI TANPA HUBUNGAN KEKERABATAN DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi dan Karakteristik Bahan Baku Produk tuna steak dikemas dengan plastik dalam keadaan vakum. Pengemasan dengan bahan pengemas yang cocok sangat bermanfaat untuk mencegah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR

PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR PCR Cabinet, Thermocycler (PCR Mechine) and Real Time -PCR Meet 6, Instrumentasi Bioteknologi Universitas Esa Unggul By: Seprianto, S.Pi, M.Si Thermocycler (Mesin PCR) Thermocyclers, or thermal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci