KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR YAYU SITI NURHASANAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ABSTRAK YAYU SITI NURHASANAH. Karakterisasi Cendawan Botryodiplodia theobromae dan Rhizoctonia solani dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD-PCR. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan SURYO WIYONO. Cendawan Botryodiplodia theobromae (Pat.) dan Rhizoctonia solani (Kuhn.) masing-masing memiliki kisaran inang yang luas dan gejala yang beragam bergantung inangnya. Morfologi cendawan tersebut dari inang yang berbeda nampak serupa, namun ada kemungkinan bahwa dapat berbeda apabila dianalisis lebih dalam lagi karakteristiknya secara morfologi maupun molekuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi cendawan B. theobromae dan R. solani dari berbagai tanaman inang berdasarkan morfologi dan pola DNA cendawan dengan teknik RAPD. Berdasarkan pengamatan karakter masingmasing isolat B. theobromae berasal dari lima tanaman inang yaitu, jeruk, kakao, karet, manggis, dan pisang serta R. solani berasal dari lima tanaman inang yaitu, jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar, kedua cendawan tersebut menunjukkan keragaman morfologi. Ukuran konidia B. theobromae asal jeruk, kakao, karet dan pisang menunjukkan perbedaan yang nyata. Konidia isolat B. theobromae asal manggis tidak terbentuk baik pada media Water Agar (WA) yang diberi jerami maupun pada Potato Dextrose Agar (PDA), hal ini menunjukkan bahwa pembentukan konidia yang optimum membutuhkan kondisi lingkungan tertentu. Hasil analisis menggunakan teknik Random amplified polymorphic-polymerase chain reaction (RAPD-PCR) terhadap B. theobromae asal jeruk, karet, kakao, manggis, dan pisang menggunakan primer OPD 06 dan OPN 07 menghasilkan pola pita DNA yang berbeda baik dari jumlah maupun ukuran fragmen DNA. Demikian juga hasil analisis RAPD-PCR terhadap isolat R. solani asal jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar menggunakan primer OPD 06 dan OPN 07 menghasilkan pola pita DNA yang berbeda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa antar isolat B. theobromae maupun R. solani yang berasal dari masing-masing inangnya yang berbeda menunjukkan perbedaan genetik yang nyata. Kata kunci: Botryodiplodia theobromae, Rhizoctonia solani, karakter morfologi, RAPD-PCR.

3 ABSTRAK YAYU SITI NURHASANAH. Karakterisasi Cendawan Botryodiplodia theobromae dan Rhizoctonia solani dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD-PCR. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan SURYO WIYONO. Cendawan Botryodiplodia theobromae (Pat.) dan Rhizoctonia solani (Kuhn.) masing-masing memiliki kisaran inang yang luas dan gejala yang beragam bergantung inangnya. Morfologi cendawan tersebut dari inang yang berbeda nampak serupa, namun ada kemungkinan bahwa dapat berbeda apabila dianalisis lebih dalam lagi karakteristiknya secara morfologi maupun molekuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi cendawan B. theobromae dan R. solani dari berbagai tanaman inang berdasarkan morfologi dan pola DNA cendawan dengan teknik RAPD. Berdasarkan pengamatan karakter masingmasing isolat B. theobromae berasal dari lima tanaman inang yaitu, jeruk, kakao, karet, manggis, dan pisang serta R. solani berasal dari lima tanaman inang yaitu, jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar, kedua cendawan tersebut menunjukkan keragaman morfologi. Ukuran konidia B. theobromae asal jeruk, kakao, karet dan pisang menunjukkan perbedaan yang nyata. Konidia isolat B. theobromae asal manggis tidak terbentuk baik pada media Water Agar (WA) yang diberi jerami maupun pada Potato Dextrose Agar (PDA), hal ini menunjukkan bahwa pembentukan konidia yang optimum membutuhkan kondisi lingkungan tertentu. Hasil analisis menggunakan teknik Random amplified polymorphic-polymerase chain reaction (RAPD-PCR) terhadap B. theobromae asal jeruk, karet, kakao, manggis, dan pisang menggunakan primer OPD 06 dan OPN 07 menghasilkan pola pita DNA yang berbeda baik dari jumlah maupun ukuran fragmen DNA. Demikian juga hasil analisis RAPD-PCR terhadap isolat R. solani asal jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar menggunakan primer OPD 06 dan OPN 07 menghasilkan pola pita DNA yang berbeda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa antar isolat B. theobromae maupun R. solani yang berasal dari masing-masing inangnya yang berbeda menunjukkan perbedaan genetik yang nyata. Kata kunci: Botryodiplodia theobromae, Rhizoctonia solani, karakter morfologi, RAPD-PCR.

4 ii KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR YAYU SITI NURHASANAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 iii Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Karakterisasi Cendawan Botryodiplodia theobromae dan Rhizoctonia solani dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD-PCR. : Yayu Siti Nurhasanah : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi. Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP Tanggal lulus:

6 iv RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Januari 1990 dari pasangan Abdul Somad Sodikin dan Nenden Nurochmah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Assalaam I Bandung, kemudian pada tahun di Sekolah Menengah Pertama Negeri 43 Bandung. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah I Bandung dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah penulis memperoleh pengalaman organisasi sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) pada periode 2009/2010 dan periode 2010/2011. Penulis menjadi Asisten mata kuliah Dasar- Dasar Proteksi Tanaman pada tahun 2010 dan menjadi Asisten mata kuliah Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar pada tahun Penulis mengikuti kegiatan magang di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009, selain itu penulis mengikuti kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) yang didanai pada periode 2008/2009 dengan judul Formulasi Bacillus subtilis Pada Tepung Singkong Sebagai Probiotik Tanaman dan periode 2009/2010 dengan judul Potensi Limbah Air Cucian Beras Sebagai Media Perbanyakan Bakteri Probiotik Tanaman.

7 v PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakterisasi Cendawan Botryodiplodia theobromae dan Rhizoctonia solani dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD-PCR. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi. dan Dr. Ir. Suryo Wiyono MSc.Agr. selaku dosen pembimbing tugas akhir skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Dhamayanti Adidharma selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya. Terima kasih kepada Dr. Ir. Dadan Hindayana selaku dosen Pembimbing Akademik, Ibu Tuti (Laboran Laboratorium Virologi), Bapak Dadang (Laboran Laboratorium Mikologi Tumbuhan), Ibu Ita (Staf Klinik Tanaman) atas seluruh bantuannya. Terima kasih kepada Dr. Rustam, Ratdiana, SP. MSi. atas semua masukannya, Agus Eko Prasetyo, SP. MSi., Haliatur Rahma, S.Si, MP, Adeline E Tanati, SP. MSi., Tita Widjayanti SP. MSi., Tatit, Nelly, Nova, Fathia, Anti, Annis, Hafidz, Reka, Izza, Nurul, Dewi, Ida, Dolpina, Bapak Fajar, Ariny, Evi, Helynda, Ibu Dian, dan teman-teman mahasiswa Proteksi Tanaman angkatan 44 atas doa, bantuan, dan dukungannya. Secara khusus dukungan dan pengertian yang diberikan orang tua serta kakak kandung Dikdik Mohammad Taufiq kepada penulislah yang menjadi penyemangat dan dorongan yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi dan studi di IPB ini. Bogor, Februari 2012 Penulis

8 vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Cendawan Botryodiplodia theobromae... 3 Taksonomi Cendawan... 3 Bioekologi dan Nilai Ekonomi... 3 Gejala Penyakit dan Kisaran Inang... 4 Cendawan R. solani... 6 Taksonomi Cendawan... 6 Bioekologi dan Nilai Ekonomi... 6 Gejala Penyakit dan Kisaran Inang... 7 Polymerase Chain Reaction (PCR)... 8 Random Amplified Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR)... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Penyiapan Isolat Cendawan Pengamatan Koloni Pengamatan Konidia dan Hifa Analisis Data Karakter Morfologi Ekstraksi DNA RAPD-PCR Elektroforesis HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae... 14

9 vii Karakter Morfologi B. theobromae Karakter Molekuler Cendawan B. theobromae Gejala Penyakit oleh Cendawan R. solani Karakter Morfologi R. solani Karakter Molekuler Cendawan R. solani KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 39

10 1 DAFTAR TABEL Halaman 1. Isolat-isolat cendawan yang digunakan dalam penelitian Pertumbuhan diameter koloni cendawan B. theobromae Pembentukan konidia muda, konidia matang, dan piknidia B. theobromae pada media WA dan PDA Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda B. theobromae Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia matang B. theobromae Ukuran fragmen DNA B. theobromae dengan RAPD menggunakan primer OPD Ukuran fragmen DNA B. theobromae dengan RAPD menggunakan primer OPN Pertumbuhan diameter koloni cendawan R. solani Ukuran panjang ruas dan lebar hifa cendawan R. solani Ukuran fragmen DNA R. solani dengan RAPD menggunakan primer OPD Ukuran fragmen DNA R. solani dengan RAPD menggunakan primer OPN

11 2 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan B. theobromae Koloni isolat cendawan B. theobromae umur 3 dan 11 HST (hari setelah tanam) Grafik pertumbuhan koloni cendawan B. theobromae Piknidia cendawan B. theobromae dengan perbesaran 40X Piknidia B. theobromae yang pecah mengeluarkan konidia dengan pewarnaan lactophenol blue Konidia cendawan B. theobromae Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPD Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPN Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan R. solani Koloni isolat cendawan R. solani umur 4 dan 8 HST Grafik pertumbuhan koloni cendawan R. solani Hifa R. solani dengan pewarnaan lactophenol blue Sklerotia cendawan R. solani Profil DNA lima isolat cendawan R. solani dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPD Profil DNA lima isolat cendawan R. solani dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPN

12 3 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pertumbuhan diameter koloni cendawan B. theobromae Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B. theobromae Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawan B. theobromae Pengukuran rasio panjang/lebar konidia muda cendawan B. theobromae Pengukuran rasio panjang/lebar konidia matang cendawan B. theobromae Analisis ragam ukuran panjang, lebar, tebal dinding, dan rasio panjang/lebar konidia muda B. theobromae Analisis ragam ukuran panjang, lebar, dan rasio panjang/lebar konidia matang B. theobromae.. 8. Pertumbuhan diameter koloni cendawan R. solani Ukuran panjang ruas dan lebar hifa cendawan R. solani Ukuran sudut percabangan cendawan R. solani Analisis ragam ukuran panjang ruas, lebar, sudut tumpul, dan sudut lancip hifa R. solani

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cendawan Botryodiplodia theobromae (Pat.) dan cendawan Rhizoctonia solani (Kuhn.) termasuk patogen tanaman yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi dan masing-masing menginfeksi berbagai jenis tanaman penting. Cendawan tersebut dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produk pertanian secara langsung maupun secara tidak langsung. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan B. theobromae pada buah jeruk adalah penyakit kulit diplodia pada batang atau ranting, sedangkan pada pisang menyebabkan busuk buah. Pada kakao cendawan ini menimbulkan gejala mati pucuk dan busuk buah (CABI 2007). Pada karet B. theobromae dapat menyebabkan stem bleeding, mati pucuk, dan puru (Pha et al. 2009). R. solani dapat menyebabkan penyakit hawar pelepah pada padi, jagung, dan sorghum, kanker batang pada ubi jalar (CABI 2007), selain itu cendawan tersebut dapat menyebabkan rebah kecambah, luka akar coklat kemerahan (reddish brown root lesions), busuk batang, busuk akar, busuk mahkota, hawar daun, hawar batang dan ranting, kanker rhizoctonia, dan black scurf (Schumann & D Arcy 2006). R. solani dapat menyerang tanaman padi, juga dapat menginfeksi hampir 50 spesies tanaman lainnya (Zhang et al. 2009). B. theobromae dan R. solani masing-masing memiliki kisaran inang yang luas dan gejala yang beragam bergantung inang yang diserangnya. Secara morfologi cendawan-cendawan tersebut dari inang yang berbeda nampak serupa, namun ada kemungkinan bahwa cendawan tersebut berbeda bila dianalisis lebih dalam baik secara morfologi maupun molekuler. Identifikasi cendawan umumnya dilakukan berdasarkan karakter morfologinya. Identifikasi dan karakterisasi secara morfologi cendawan B. theobromae dapat dilakukan berdasarkan piknidia dan konidia, sedangkan untuk cendawan R. solani dapat berdasarkan hifanya (Watanabe 2002). Analisis secara molekuler berdasarkan DNA menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) saat ini sudah berkembang pesat dalam dua dasawarsa terakhir. Aplikasi PCR sudah umum diterapkan dalam bidang penyakit tumbuhan termasuk juga untuk cendawan patogen. Salah satu modifikasi PCR

14 2 yang dapat digunakan untuk melihat keragaman genetik cendawan adalah teknik Random Amplified Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR). Menurut El-Fadly et al. (2008) ciri-ciri cendawan berdasarkan analisis molekuler dapat digunakan sebagai alternatif atau pelengkap selain karakterisasi cendawan secara morfologi. Selain itu RAPD juga merupakan teknik yang sensitif sehingga dapat digunakan untuk deteksi perbedaan genetik antar individu (Lanfranco et al. 1998). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi cendawan Botryodiplodia theobromae dan Rhizoctonia solani dari berbagai tanaman inang berdasarkan morfologi dan pola DNA dengan teknik RAPD. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah tersedianya informasi karakter morfologi dan molekuler untuk menunjukkan ada tidaknya perbedaan B. theobromae atau R. solani dari inang yang berbeda.

15 3 TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Klasifikasi cendawan Botryodiplodia theobromae (Alexopoulos et al. 1996) adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi Phylum : Deuteromycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Sphaeropsidales Famili : Sphaeropsidaceae Genus : Botryodiplodia Spesies : Botryodiplodia theobromae (Pat.) (anamorph) Cendawan B. theobromae (Pat.) memiliki nama lain Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griff. et Maubl., yang dahulu lebih dikenal dengan nama Diplodia natalensis P. Evans. Cendawan tersebut merupakan cendawan yang bereproduksi secara aseksual (anamorph), cendawan tersebut memiliki fase seksual (teleomorph) yaitu sebagai cendawan Botryosphaeria rhodina (CABI 2007). Bioekologi dan Nilai Ekonomi B. theobromae merupakan cendawan yang bersifat polifag dan memiliki kisaran inang yang luas. Patogen ini merupakan parasit lemah yang melakukan infeksinya melalui luka-luka mekanis seperti akibat pemangkasan atau luka akibat serangga (Semangun 2007). Piknidia merupakan tubuh buah yang berbentuk seperti labu yang didalamnya terdapat konidiofor dan memproduksi konidia (Agrios 2005). Piknidia B. theobromae berwarna cokelat, berbentuk tabung dan berkumpul. Konidiofor hialin, sederhana, dan menyatu. Pada konidiofor dibentuk konidia yang berpencar secara tunggal, hialin, berbentuk jorong atau silinder, pada umumnya terdiri dari dua sel (bersekat satu), seringkali massa spora keluar melalui ostiol pada piknidia.

16 4 Ukuran piknidia 210 µm X 150 µm (Watanabe 2002). Pada media buatan, waktu yang dibutuhkan B. theobromae untuk menghasilkan piknidia adalah antara hari (Shah et al. 2010). Pada umumnya konidia yang dibentuk oleh B. theobromae berukuran µm X µm. Konidia muda hialin, tidak bersekat (satu sel), dan berbentuk jorong, sedangkan konidia matang memiliki satu sekat (dua sel) (Timmer et al. 2000). Cendawan B. theobromae ditemukan terdapat di berbagai belahan dunia diantaranya, di Amerika bagian utara dan selatan, Eropa, Afrika, Asia, dan Oceania (Urbez-Torres et al. 2008). Sejak akhir 1980 area perkebunan kakao di Kamerun mengalami kejadian penyakit mati ujung (dieback) yang luar biasa yang disebabkan oleh B. theobromae. Di beberapa perkebunan, penyakit ini dapat merugikan tanaman kakao sampai 100%, hal ini menjadi pembatas produksi kakao di Kamerun (Mbenoun et al. 2008). Pada tahun 1998 B. theobromae ditemukan pada pohon karet di Vietnam dan menyebabkan mati pucuk pada pembibitan, cendawan terus berkembang dan menyebabkan kerusakan yang serius sehingga menekan produksi perkebunan di Dau Tieng Rubber Company (Pha et al. 2009). Menurut Rustini (2010) di Denpasar, Bali, hampir 53,24% dari buah pisang yang dijual mengalami pembusukan akibat cendawan B. theobromae, hal ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan pasar karena permintaan pisang di Bali cukup tinggi untuk berbagai upacara keagamaan. Di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, 500 ha pertanaman jeruk besar yaitu sekitar 85% dari jumlah tanaman telah terserang oleh penyakit diplodia yang disebabkan oleh B. theobromae dengan tingkat serangan ringan sampai sedang dengan persentase 22-37% (Wiratno & Nurbanah 1997). Gejala Penyakit dan Kisaran Inang Cendawan B. theobromae memiliki kisaran inang yang luas, selain dapat menyerang tanaman jeruk, kakao, karet, manggis, dan pisang, cendawan tersebut juga dapat menyerang tanaman mangga, nanas, alpukat, melon, kelapa, terong, paprika, kacang tanah, jagung, tebu dan tembakau (CABI 2007). Cendawan B. theobromae pada jeruk menyebabkan penyakit kulit diplodia yang ditandai dengan adanya pembusukan pada bagian batang dan tangkai buah.

17 5 Miselium muncul di permukaan jaringan pada keadaan lingkungan yang lembab (Semangun 2007). Pada tanaman kakao, B. theobromae merupakan parasit lemah atau parasit sekunder terutama pada bagian cabang dan ranting. Sebagai parasit lemah cendawan ini hanya dapat menginfeksi jaringan-jaringan lemah, mengikuti patogen yang kuat atau menginfeksi melalui luka-luka yang diakibatkan oleh serangga. B. theobromae dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang (Semangun 2000). Pada awalnya, daun yang paling dekat dengan ranting yang terserang akan berwarna kuning, kemudian kerusakan akan terus meluas sepanjang cabang dan mencapai batang utama lalu tanaman akan mati dengan cepat. Bagian dalam ranting dan cabang akan mengalami perubahan warna menjadi cokelat di bagian pembuluh. Juga terdapat eksudat berwarna putih atau kekuningan yang keluar dari batang utama (Mbenoun et al. 2008). Pada tanaman karet, B. theobromae dapat menyebabkan mati pucuk, pustul yang berukuran 3-5 mm dan kulit menjadi busuk disertai keluarnya lateks atau getah pada tanaman muda berumur 1-2 tahun. Pada serangan yang berat dapat menyebabkan retak dan gummosis. Selain itu cendawan ini dapat menekan pertumbuhan tanaman, menyebabkan produksi lateks rendah, dan untuk varietas yang rentan seluruh pohon mati dalam waktu 3-4 minggu (Pha et al. 2009). Serangan B. theobromae menyebabkan busuk buah pada manggis. Pada awalnya kulit buah manggis akan berubah warna menjadi kehitaman dan mengkilat, kemudian warnanya menjadi suram karena B. theobromae membentuk banyak piknidia yang menghasilkan konidium. Biasanya gejala dimulai dari dekat tangkai, dengan cepat akan meluas ke seluruh buah (Semangun 2007). Penyakit busuk buah merupakan penyakit pasca panen pada pisang yang disebabkan oleh B. theobromae. Cendawan ini menyebabkan busuk ujung buah (tip rot), busuk telapak, dan busuk pangkal. Buah menjadi lunak dan berair, serta mengeluarkan bau (aroma) yang khas. Biasanya B. theobromae pada pisang hidup pada bagian tanaman yang membusuk, infeksinya hanya melalui luka-luka. Spora cendawan sudah terdapat pada permukaan buah di lapang (Semangun 2007).

18 Taksonomi Cendawan Cendawan Rhizoctonia solani Klasifikasi cendawan Rhizoctonia solani (Alexopoulos et al. 1996) adalah sebagai berikut: 6 Domain Kingdom Phylum Kelas Ordo Genus Spesies : Eukaryota : Fungi : Deuteromycota : Deuteromycetes : Agonomycetales : Rhizoctonia : Rhizoctonia solani Cendawan R. solani merupakan cendawan yang bereproduksi secara aseksual (anamorph), cendawan tersebut memiliki fase seksual (teleomorph) sebagai cendawan Thanatephorus cucumeris. Bioekologi dan Nilai Ekonomi Cendawan R. solani biasanya menyerang pada bagian tanaman yang langsung bersentuhan dengan tanah atau yang berdekatan dengan tanah. Cendawan ini dapat diidentifikasi dari karakter hifa yang khas, yaitu sudut percabangan yang tegak lurus yang membedakan dengan cendawan lainnya. Cendawan ini bertahan di tanah dengan memproduksi sklerotia berwarna cokelat kemerahan hingga hitam sebagai struktur bertahan. (Schumann & D Arcy 2006). Sklerotia merupakan sekumpulan hifa yang memadat, berwarna gelap dan mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Agrios 2005). Sklerotia R. solani memiliki ukuran dan bentuk yang beragam, umumnya terbentuk pada permukaan inang dan di dalam jaringan tanaman inang, namun juga dapat ditemukan pada material sisa-sisa tanaman (Sneh et al. 1998). R. solani dapat bertahan hidup pada tanaman hidup atau sebagai saprofit pada sisa-sisa bahan organik. Penyakit yang disebabkan R. solani diantaranya, damping-off, busuk batang, busuk akar pada kacang panjang dan kacang kedelai, busuk mahkota pada krisan,

19 7 hawar daun, hawar batang dan ranting pada kacang tanah, kanker rhizoctonia, black scurf pada kentang, hawar pelepah pada padi (Schumann & D Arcy 2006). Penyakit hawar pelepah pada jagung dilaporkan terdapat di beberapa negara diantaranya: Georgia, Perancis, dan New Zealand serta dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 30% (White 2000). Kanker batang pada ubi jalar yang disebabkan oleh cendawan R. solani dilaporkan menyerang tanaman di seluruh Amerika Serikat (Clark & Moyer 1988). Menurut Zhang et al. (2009) penyakit hawar pelepah pada padi di Jepang menyebabkan kehilangan hasil sebesar 20% dan mempengaruhi sekitar ha pertanaman padi. Saat ini R. solani menjadi salah satu ancaman utama bagi produksi sorghum di Filipina (Pascual & Raymundo 1989). Di Indonesia penyakit busuk pelepah pada jagung mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman jagung hingga 100% (Sudjono 1995). Gejala Penyakit dan Kisaran Inang R. solani memiliki kisaran inang yang luas, selain dapat menyerang tanaman jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar, cendawan tersebut juga dapat menyerang tanaman kubis, brokoli, paprika, tomat, mentimun, kedelai, gandum, cengkeh, jeruk dan bunga tulip (CABI 2007). Gejala awal penyakit hawar pelepah yang disebabkan oleh cendawan R. solani adalah terdapat bercak berwarna cokelat atau cokelat kemerahan pada bagian batang yang dekat dengan akar dan pelepah. Bercak dapat meluas kebagian tanaman lainnya hingga pada kejadian penyakit yang cukup parah tanaman menjadi kering dan mati (White 2000). Penyakit yang disebabkan oleh cendawan R. solani pada padi disebut sebagai hawar upih daun dan busuk batang. Pada upih daun dan batang terdapat bercak-bercak dengan tepian tidak beraturan, berbentuk jorong dengan tepi berwarna cokelat kemerahan, sedangkan pusat bercak berwarna seperti jerami atau kuning kehijauan. Bercak sering ditemukan terdapat dekat dengan lidah daun. Jika keadaan lembab tumbuh benang-benang hifa berwarna putih atau cokelat muda (Semangun 1991). Gejala pada tanaman sorghum ditandai dengan adanya bercak-bercak tidak teratur pada pelepah. Bagian pelepah yang terinfeksi menunjukkan pola yang khas

20 8 seperti pita berwarna cokelat atau pada bagian pusat bercak berwarna jerami atau cokelat kemerahan dan pada bagian pinggir pelepah berwarna cokelat. Dimulai dari bagian bawah pelepah penyakit akan menyebar ke bagian atas mencapai setinggi malai dan menyebabkan daun layu. Akibatnya biji akan matang prematur sehingga biji kecil dan bobotnya ringan. Pada jaringan tanaman yang mati akan muncul sklerotia (Pascual & Raymundo 1989). Penyakit busuk batang rhizoctonia atau juga yang dikenal dengan busuk rhizoctonia termasuk penting untuk ubi jalar. Batang tanaman ubi jalar yang terserang R. solani akan mengalami pembusukan yang dimulai pada bagian batang bawah tanaman yang dekat dengan tanah. R. solani menyebabkan gejala daun menguning sekunder, tanaman menjadi kerdil, dan rebah kecambah. Pada jaringan tanaman yang bergejala akan terbentuk sklerotia R. solani (Clark & Moyer 1988). Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu metode yang memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga secara teoritis dapat mendeteksi satu molekul dari suatu fragmen DNA tertentu. PCR ini banyak digunakan untuk mempelajari gen spesifik atau urutan nukleotidanya (Schleif 1993). Teknik PCR didasarkan pada kemampuan untai ganda DNA untuk menggandakan molekul DNA secara in vitro melalui reaksi enzimatik untuk ampilifikasi fragmen DNA tertentu dari sampel DNA yang kompleks dan dapat menghasilkan DNA target dalam jumlah mikrogram (Edel 1998). Dalam hitungan jam, PCR memungkinkan untuk dapat membuat salinan dari fragmen DNA target dalam jumlah yang banyak, sedangkan dengan teknik amplifikasi lain seperti kloning gen akan membutuhkan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu (Paolella 1998). Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan (template), yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dntps), terdiri atas datp, dctp, dgtp, dttp, dan (4) enzim DNA

21 9 polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa bufer (Yuwono 2006). Dalam PCR terjadi sintesis DNA target yang melibatkan enzim DNA polymerase. Enzim ini berasal dari bakteri yang hidup di lingkungan suhu panas ekstrim misalnya bakteri Thermus aquaticus yang hidup dalam air bersuhu sekitar 75ºC. Enzim dari bakteri tersebut dinamai taq polymerase yang memiliki suhu optimum untuk aktif pada 72ºC dan tetap stabil pada suhu 94ºC (Paolella 1998). Random Amplified Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD- PCR) Random Amplified Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD- PCR) merupakan salah satu teknik molekuler yang menggunakan penanda tertentu untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis RAPD adalah menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara in vitro. Teknik ini melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Setiap primer dapat berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda. Penggunaan teknik RAPD memungkinkan untuk mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi menggunakan satu primer acak (random), terutama karena amplifikasi DNA secara in vitro dapat dilakukan dengan baik dan cepat dengan adanya PCR (Suryanto 2003). Teknik ini mampu menghasilkan jumlah karakter yang relatif banyak, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi (eukariot). Namun demikian beberapa peneliti menggunakan teknik ini untuk membedakan organisme tingkat rendah (prokariot) atau melihat perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti mitokondria (Suryanto 2003). RAPD menggunakan primer tunggal pendek dengan urutan nukleotida acak, dilakukan dengan suhu annealing rendah dan menghasilkan beberapa produk PCR yang menghasilkan pola pita setelah dilakukan pemisahan oleh elektroforesis. Tes DNA menggunakan RAPD umumnya dilakukan dengan primer non-spesifik sehingga kondisi reaksi dan thermocycle RAPD lebih sensitif dibandingkan PCR

22 10 konvensional. Dengan demikian konsentrasi dari semua campuran bahan dalam reaksi harus akurat. Selain itu kualitas dari template DNA dan Taq polymerase merupakan faktor yang juga dapat mempengaruhi hasil RAPD (Edel 1998). Teknik PCR ini telah digunakan juga di berbagai bidang mikologi, termasuk genetika dan sistematika cendawan, ekologi dan mikrobiologi tanah, patologi tanaman, mikologi medis, dan bioteknologi cendawan. RAPD-PCR semakin banyak digunakan dalam menentukan taksonomi dan untuk mengkarakterisasi populasi cendawan. Keuntungan dari penggunaan teknik RAPD-PCR adalah sebelumnya tidak perlu mengetahui urutan DNA nya terlebih dahulu, sehingga setiap primer acak dapat diuji untuk mengamplifikasi setiap DNA cendawan. Lebih lanjut, RAPD-PCR mengamplifikasi DNA menggunakan primer yang tidak spesifik, sehingga membutuhkan template DNA yang murni dan tidak dapat digunakan untuk mendeteksi cendawan dalam sampel campuran (Edel 1998).

23 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Maret 2011 hingga November Metode Penelitian Penyiapan Isolat Cendawan Dalam penelitian ini digunakan beberapa isolat cendawan baik B. theobromae maupun R. solani. Isolat-isolat tersebut diperoleh baik dari koleksi isolat Klinik Tanaman, maupun diisolasi dari tanaman sakit dari lapangan oleh penulis, yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Isolat-isolat cendawan B. theobromae dan R. solani yang dikarakterisasi secara morfologi dan molekuler Isolat B. theobromae Isolat R. solani Tanaman asal Lokasi Kolektor Tanaman asal Lokasi Kolektor Jeruk Jember, Jawa Timur Dr. Suryo Wiyono Jagung Leuwi Kopo, Bogor Penulis Kakao TN Lorelindu, Sulawesi Tengah Dr. Efi Toding Tondok Nanas Lampung Dr. Suryo Wiyono Karet Manggis Pisang Pematang Siantar, Sumatera Utara Bukit Tinggi, Sumatera Barat Ciampea, Bogor, Jawa Barat Dr. Suryo Wiyono Dr. Suryo Wiyono Dr. Suryo Wiyono Padi Sorghum Cikarawang, Bogor Leuwi Kopo, Bogor Dr. Rustam Penulis Ubi Jalar Kuningan Dr. Suryo Wiyono Isolasi cendawan R. solani dilakukan dengan melembabkan jaringan tanaman yang bergejala dalam cawan petri yang berisi kertas tisu lembab dan diatas sedotan plastik, inkubasi dilakukan hingga sklerotia R. solani muncul, sklerotia ditanam pada media Potato Dextrose Agar (PDA) untuk pemurnian. Identifikasi secara morfologi dilakukan dengan kunci identifikasi Watanabe (2002).

24 12 Pengamatan Koloni Biakan B. theobromae dan R. solani ditanam pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dengan cara mengambil biakan B. theobromae dan R. solani menggunakan pelubang gabus (diameter = 5 mm) dan masing-masing ditanam pada media PDA kemudian dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Pengamatan diameter pertumbuhan koloni dilakukan 12 jam sekali selama empat hari untuk B. theobromae dan lima hari untuk R. solani. Warna koloni diamati setiap hari dimulai dari hari ke-1 hingga ke-18. Pengamatan Konidia dan Hifa Dua jenis media disiapkan, yaitu Potato Dextrose Agar (PDA) dan media Water Agar (WA) yang dimodifikasi dengan diberi potongan jerami steril digunakan untuk penumbuhan B. theobromae, sedangkan untuk R. solani ditumbuhkan pada media PDA. Pengamatan dan pemotretan struktur cendawan dilakukan di bawah mikroskop dengan menyiapkan preparat cendawan yang diberi pewarna lactophenol blue terlebih dahulu. Koloni B. theobromae diamati setiap hari untuk mengetahui kapan dibentuknya piknidia, konidia muda, dan konidia matang. Konidia muda dipotret dan diukur ciri morfologinya yaitu panjang, lebar, rasio panjang/lebar (bentuk) dan tebal dinding. Cendawan R. solani diamati morfologi hifanya yaitu panjang ruas dan ketebalan hifa. Analisis Data Karakter Morfologi Data kecepatan pertumbuhan koloni, panjang, lebar dan rasio panjang/lebar konidia B. theobromae serta data kecepatan pertumbuhan koloni, panjang ruas, lebar dan sudut percabangan hifa R. solani dianalisis ragam menggunakan program SAS ver dan dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah Duncan's Multiple Range Test (DMRT). Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode Abd-Elsalam et al. (2003). Masing-masing miselium B. theobromae dan R. solani ditumbuhkan dalam 500 µl Potato Dextrose Broth (PDB) pada suhu ruang selama 72 jam. Miselia dipanen dengan cara sentrifugasi pada rpm selama 5 menit. Pelet dicuci dengan 500 µl bufer TE (ph 8,0) (10 mm Tris-HCl [ph 8], 1 mm EDTA). Kemudian

25 13 ditambahkan 300 µl bufer ekstraksi (200 mm Tris-HCl [ph 8,5], 250 mm NaCl, 25 mm EDTA dan 0,5% SDS) dan digerus di dalam mortar dingin selama 5 menit. Sebanyak 150 µl sodium asetat (ph 5,2) ditambahkan dan dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 20 ºC selama 10 menit. Sentrifugasi pada rpm selama 5 menit, kemudian supernatan diambil dan dimasukan ke tabung 1,5 ml dan ditambahkan isopropanol dengan volume yang sama. Presipitasi DNA dengan sentrifugasi pada rpm selama 10 menit, DNA dicuci dengan 500 µl 70% ethanol dingin dan sentrifugasi beberapa menit. DNA dikering-anginkan selama 30 menit dan dilarutkan dalam bufer TE (10 mm Tris-HCl [ph 8], 1 mm EDTA), kemudian disimpan dalam suhu -20 ºC untuk selanjutnya digunakan dalam proses RAPD-PCR. RAPD-PCR PCR disiapkan terpisah untuk masing-masing penggunaan primer OPD 06 (5 ACCTGAACGG 3 ) dan OPN 07 (5 CAGCCCAGAG 3 ) dalam total volume 25 µl/reaksi. Bahan yang digunakan dalam teknik RAPD-PCR adalah PureTaq TM Ready-To-Go TM PCR Beads, Aquabidestilata (ddh 2 O) steril sebanyak 19,5 µl, MgCl 2 25 mm sebanyak 2,5 µl, primer dengan konsentrasi 10 pmol, dan template DNA 2 µl. Seluruh bahan PCR dimasukan ke dalam tabung PCR. PCR dilakukan dalam mesin GeneAmp PCR System 9700 (Applied Biosystem TM ) dengan program: denaturasi awal 94 ºC (1 menit); kemudian 45 siklus pemanasan denaturasi 94 ºC (2,5 menit), annealing 40 ºC (1 menit), sintesis DNA 72 ºC (1 menit); reaksi diakhiri dengan ekstensi 72 ºC (7 menit). Elektroforesis DNA hasil ekstraksi dan RAPD-PCR dielektroforesis untuk melihat pita DNA yang dihasilkan menggunakan gel agarose 1,5% dalam bufer TAE 2x (80 mm Tris-acetate dan 2 mm EDTA [ph 8.3]) yang mengandung ethidium bromide (EtBr), pada tegangan listrik 75 V DC selama 35 menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan pada transluminator ultraviolet. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis kemudian dipotret dengan kamera digital berfilter oranye.

26 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar 1). Gejala pada tanaman jeruk adalah kulit batang dan cabang mengelupas dan kering, pengelupasan kulit batang dan cabang terus meluas hingga ke seluruh permukaan sehingga terbentuk luka yang terbuka (Wiratno & Nurbanah 1997). Pada tingkat serangan yang berat batang tanaman jeruk membusuk dan kemudian mati (1A). Tanaman kakao yang terserang B. theobromae mengalami penyakit pod rot. Pada buah yang terserang terdapat bercak cokelat dan menjadi keriput (1B). Menurut CABI (2007) bercak pada buah kakao yang disebabkan B. theobromae pada awalnya merupakan klorosis yang kemudian menjadi bercak cokelat yang meluas. A B C D E Gambar 1 Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan B. theobromae pada lima tanaman inang. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); manggis (D); pisang (E). Sumber foto: (A,C,D,E) Suryo Wiyono; (B) TNAU 2008

27 15 Permukaan batang tanaman karet muda yang terserang B. theobromae menjadi berwarna cokelat dan teksturnya menjadi kasar (1C). Menurut Pha et al. (2009) pada kelembaban yang cukup miselia berwarna putih akan muncul pada permukaan batang yang retak serta kulit batang dan ranting terkelupas. kulit batang karet yang terserang menjadi busuk disertai keluarnya lateks atau getah pada tanaman muda berumur 1-2 tahun. Pada serangan yang berat dapat menyebabkan retak dan gummosis. Tanaman manggis yang terserang B. theobromae mengalami mati ujung, ranting menjadi kering dan berwarna hitam, selain itu kulit terkelupas dan menjadi luka (1D). Buah pisang yang terserang B. theobromae mengalami busuk buah. Pada kulit buah terdapat bercak-bercak hitam kecokelatan tidak beraturan yang dapat meluas (1E). Menurut Raut & Ranade (2004) pada awalnya bercak berwarna cokelat muda, lama kelamaan bercak berubah warna menjadi cokelat tua hingga hitam. Bercak meluas dimulai dari bagian ujung atas buah yang kemudian menyebar hingga ke seluruh bagian buah sehingga daging buah menjadi berwarna cokelat tua hingga hitam, lembek dan berair. Dalam keadaan yang lembab miselium dan piknidia berwarna hitam juga dapat terlihat pada jaringan tanaman yang bergejala. Karakter Morfologi B. theobromae Karakter morfologi cendawan B. theobromae berasal dari lima inang menunjukkan bahwa cendawan-cendawan tersebut memiliki perbedaan dalam warna koloni (Gambar 2). Koloni pada usia 11 hari (tua) isolat asal jeruk berwarna abu-abu muda, kakao berwarna cokelat, karet berwarna cokelat tua, manggis berwarna hitam keabuan, dan pisang berwarna hitam pekat. Perubahan warna koloni pada karet, kakao, pisang, dan jeruk secara merata di seluruh miselium pada cawan petri pada awalnya berwarna putih terus bertambah gelap dengan bertambahnya umur koloni. Sedangkan pada manggis perubahan warna dimulai dari tengah koloni yang mulai berwarna gelap dan terus menyebar hingga ke bagian pinggir koloni pada cawan petri.

28 16 3 HST 11 HST A B C D E Gambar 2 Koloni isolat cendawan B. theobromae dari lima tanaman inang pada media PDA berumur 3 dan 11 hari setelah tanam (HST). Jeruk (A), kakao (B), karet (C), manggis (D), pisang (E). Koloni mengalami perubahan warna dengan bertambahnya umur koloni. Pada isolat asal manggis miselium berwarna putih hingga 3 hari setelah tanam (HST) dan terus bertambah gelap seiring waktu hingga 7 HST. Isolat asal pisang dan karet berwarna putih hingga 6 HST dan terus bertambah gelap seiring waktu hingga 8 HST, sedangkan isolat asal kakao dan jeruk miselium masih berwarna putih hingga 10 HST dan terus bertambah gelap seiring waktu hingga 15 HST. Diameter koloni (cm) Umur biakan (Jam) Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang Gambar 3 Pertumbuhan ukuran koloni cendawan B. theobromae pada media PDA selama 96 jam

29 Tabel 2 Pertumbuhan diameter koloni cendawan B. theobromae B. theobromae Kecepatan pertumbuhan koloni isolat asal (cm)/12 Jam ± SD Jeruk 1,48 a ± 0,24 Kakao 1,20 ab ± 0,17 Karet 1,45 a ± 0,13 Manggis 0,68 b ± 0,59 Pisang 1,68 a ± 0,15 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05), SD = standar deviasi Pertumbuhan koloni B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan kecepatan yang berbeda-beda. Koloni isolat asal pisang memiliki kecepatan tumbuh paling cepat yaitu 1,68 cm per 12 jam, sedangkan isolat asal manggis menunjukkan kecepatan pertumbuhan paling lambat yaitu 0,68 cm per 12 jam (Tabel 2). Kecepatan pertumbuhan isolat asal jeruk, karet dan pisang tidak berbeda nyata, isolat asal kakao tidak berbeda nyata dengan semua isolat lain. Ukuran maksimum koloni cendawan B. theobromae pada media PDA di dalam cawan petri dalam penelitian ini adalah 9 cm. Pada umumnya pertumbuhan miselium mencapai 9 cm pada jam setelah tanam (JST). Pada Gambar 3 ditunjukkan bahwa pertumbuhan paling cepat adalah pada isolat B. theobromae asal pisang yaitu mencapai 9 cm pada 36 JST, miselium isolat asal jeruk dan karet memiliki kecepatan pertumbuhan yang hampir sama mencapai 9 cm pada 48 HST. Pada isolat asal kakao pertumbuhan miselium mencapai 9 cm pada 72 JST, sedangkan pertumbuhan miselium asal manggis adalah yang paling lambat yaitu mencapai 9 cm pada 84 JST. Gambar 4 menunjukkan piknidia B. theobromae asal tanaman jeruk, kakao, karet, manggis dan pisang dengan perbesaran 4 X 10. Piknidia merupakan tubuh buah yang berbentuk seperti labu yang didalamnya terdapat konidiofor dan memproduksi konidia (Agrios 2005). Pada umumnya piknidia berwarna cokelat hingga hitam dan diselimuti oleh miselia. Piknidia terbentuk secara berpencar atau tidak berkelompok. Pada Gambar 4 A, B, C, dan D piknidia tampak dari atas, sebagian tubuh piknidia muncul di permukaan, sehingga jika tampak dari atas piknidia berbentuk bulat dan timbul serta diselimuti oleh miselium cendawan 17

30 18 putih. Piknidia asal tanaman jeruk, kakao dan manggis berwarna hitam, sedangkan piknidia asal tanaman karet dan pisang berwarna cokelat tua hingga cokelat kehitaman. A B C D E Gambar 4 Piknidia cendawan B. theobromae dari lima tanaman inang dengan perbesaran 40x. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); manggis (D); pisang (E). Piknidia B. theobromae yang berasal dari tanaman pisang (Gambar 4 E), tampak dari samping berbentuk jorong atau tabung, berwarna cokelat, dan piknidia terbentuk diantara miselium cendawan. Tampak samping terlihat bahwa sebagian tubuh piknidia muncul di atas permukaan koloni cendawan, sedangkan sebagian lainnya berada di dalam miselium. Gambar 5 Piknidia B. theobromae yang pecah mengeluarkan konidia

31 19 Piknidia berwarna hitam yang pecah dan mengeluarkan konidia muda (Gambar 5). Dengan pewarnaan menggunakan lactophenol blue konidia muda tampak berwarna biru, konidia keluar dari dalam piknidia yang dipecahkan. Menurut Masilamani & Muthumar (1996) pada kondisi alami piknidia matang akan menghasilkan konidia matang yang kemudian konidia matang akan keluar melalui lubang ostiol pada piknidia dan kemudian menyebar. Gambar 6 menunjukkan konidia muda dan konidia matang B. theobromae yang berasal dari empat tanaman inang dengan perbesaran 10 X 100 dan pewarnaan dengan lactophenol blue. Konidia muda tidak memiliki sekat (bersel satu), dinding konidia relatif tebal, dan berwarna hialin sehingga jika diwarnai dengan lactophenol blue maka konidia akan terlihat berwarna biru. Morfologi konidia matang memiliki perbedaan dengan konidia muda, yaitu konidia matang berwarna cokelat tua, memiliki sekat, terdiri dari dua sel dan dinding konidia yang tidak nampak ketebalannya. Menurut Watanabe (2002) konidia B. theobromae berpencar secara tunggal, hialin, berbentuk jorong atau silinder, dan pada umumnya konidia matang terdiri dari dua sel (bersekat satu). Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa semua isolat B. theobromae asal lima tanaman inang membentuk piknidia pada media WA+jerami, sedangkan pada media PDA hanya tiga isolat saja (asal jeruk, karet dan pisang). Konidia muda dan konidia matang dibentuk oleh isolat asal empat tanaman inang pada media WA+jerami sedangkan pada media PDA hanya tiga isolat. Pada media PDA, B. theobromae asal kakao tidak terbentuk piknidia, konidia muda, dan konidia matang, hal ini karena media PDA termasuk media yang kaya hara seperti glukosa dan karbohidrat. Menurut Shivas & Beasley (2005), lingkungan yang tidak alami, seperti media agar-agar yang kaya hara, dapat saja merupakan kondisi yang kurang cocok untuk sporulasi cendawan patogen tanaman. Sporulasi B. theobromae dapat ditingkatkan dengan penambahan material asal tanaman yang telah disterilkan, misalnya jerami.

32 20 Konidia muda A B C D Konidia matang A B C Gambar 6 D Konidia muda maupun matang cendawan B. theobromae dari empat tanaman inang. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D).

33 21 Tabel 3 Pembentukan piknidia, konidia muda, dan konidia matang B. theobromae lima tanaman inang pada media WA dan PDA Tanaman Inang WA +jerami Waktu (hari) untuk pembentukan Piknidia Konidia Muda Konidia Matang PDA WA +jerami PDA WA +jerami PDA Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang Keterangan: WA = water agar, PDA = potato dextrose agar, (-): tidak terbentuk Pembentukan piknidia, konidia muda, dan konidia matang pada media WA+jerami cenderung lebih cepat dibanding pada media PDA. B. theobromae memproduksi piknidia yang menghasilkan konidia pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan yaitu kurangnya hara dan media WA+jerami merupakan media yang miskin hara sehingga piknidia dan konidia terbentuk lebih cepat pada media tersebut. Piknidia isolat B. theobromae pada media PDA terbentuk antara HST. Pada isolat asal jeruk dan pisang piknidia terbentuk paling cepat yaitu pada 17 HST, sedangkan pembentukan piknidia pada isolat asal karet paling lambat yaitu terbentuk setelah 32 HST. Pada isolat asal jeruk konidia muda terbentuk paling cepat diantara isolat lain yaitu pada 17 HST, sedangkan isolat asal kakao terbentuk paling lambat yaitu setelah 39 HST. Konidia matang pada media PDA terbentuk antara HST. Pada isolat asal jeruk dan pisang konidia matang terbentuk paling cepat yaitu pada 22 HST, isolat asal karet pembentukan konidia matang paling lambat yaitu terbentuk setelah 48 HST. Menurut Shah et al. (2010) waktu yang dibutuhkan B. theobromae untuk menghasilkan piknidia pada media buatan adalah antara hari setelah tanam. Isolat B. theobromae asal manggis hanya membentuk piknidia pada media WA+jerami saja, tetapi tidak pada PDA. Konidia muda, dan konidia matang tidak terbentuk baik pada media WA+jerami maupun media PDA. Sandra (2011) menyatakan bahwa piknidia dan konidia B. theobromae asal manggis hanya dapat terbentuk pada media dengan bahan induksi berupa kulit manggis, hal ini

34 22 menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia dan konidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat merangsang pembentukannya. Konidia muda pada isolat B. theobromae asal jeruk berukuran µm X µm, konidia muda asal kakao berukuran µm X 9-11 µm, konidia muda asal karet berukuran µm X 9-12 µm, sedangkan konidia asal pisang berukuran µm X 8-12 µm (Tabel 4). Menurut Watanabe (2002) piknidia cendawan B. theobromae berukuran 210 µm X 150 µm, dan konidia berukuran 7,5-17,5 µm X 2,2-4,5 µm. Tabel 4 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda B. theobromae asal empat tanaman inang pada media water agar + jerami Tanaman Inang Panjang (µm) ± SD Ukuran konidia muda Lebar (µm) ± SD Rasio panjang/lebar ± SD Tebal dinding (µm) ± SD Jeruk 22,91 a ± 2,38 12,68 a ± 0,73 1,82 a ± 0,27 1,72 a ± 0,23 Kakao 16,96 b ± 1,64 9,54 c ± 0,52 1,78 a ± 0,19 1,54 ab ± 0,49 Karet 17,44 b ± 1,25 10,56 b ± 1,19 1,67 a ± 0,23 1,86 a ± 0,29 Pisang 17,42 b ± 1,38 10,09 bc ± 1,07 1,75 a ± 0,30 1,32 b ± 0,25 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda B. theobromae berbeda nyata (Tabel 4). Konidia muda B. theobromae asal jeruk memiliki ukuran paling besar yaitu rata-rata panjang konidia 22,91 µm dan lebar 12,68 µm, sedangkan konidia muda isolat asal kakao memiliki ukuran paling kecil, yaitu rata-rata panjang konidia 16,96 µm dan lebar 9,54 µm. Tebal dinding isolat asal karet memiliki ukuran yang paling besar yaitu 1,86 µm, sedangkan isolat asal pisang memiliki tebal dinding yang paling kecil yaitu 1,32 µm. Rasio panjang/lebar konidia muda B. theobromae asal jeruk, kakao, karet, dan pisang tidak berbeda nyata (Tabel 5). Konidia muda isolat asal jeruk memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 1,82 sedangkan konidia isolat asal karet memiliki rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,67. Rasio panjang/lebar konidia muda dari keempat isolat >1 sehingga konidia berbentuk jorong. Bentuk konidia akan semakin bulat jika rasio panjang/lebar mendekati 1.

35 23 Panjang dan lebar konidia matang isolat B. theobromae asal empat tanaman inang memiliki ukuran panjang dan lebar konidia matang yang berbeda nyata (Tabel 5). Konidia matang pada isolat B. theobromae asal jeruk berukuran µm X µm, konidia matang asal kakao berukuran µm X 9-12 µm, konidia matang asal karet berukuran µm X 9-13 µm, sedangkan konidia matang asal pisang berukuran µm X µm. Berdasarkan pengukuran, ukuran konidia matang cenderung lebih besar dibandingkan konidia muda, namun tebal dinding konidia matang tidak dapat diukur karena tebal dinding terlalu kecil. Tabel 5 Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawa B. theobromae asal empat tanaman inang pada media water agar + jerami Ukuran konidia matang Tanaman Panjang (µm) Rasio panjang/lebar Inang Lebar (µm) ± SD ± SD ± SD Jeruk 23,63 a ± 2,26 12,83 a ± 1,10 1,86 a ± 0,31 Kakao 15,40 c ± 1,96 10,67 b ± 1,00 1,44 b ± 0,12 Karet 21,08 b ± 3,19 11,39 b ± 1,45 1,89 a ± 0,46 Pisang 19,32 b ± 1,98 11,59 b ± 1,01 1,68 ab ± 0,21 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Panjang dan lebar konidia matang isolat B. theobromae asal empat tanaman inang memiliki ukuran panjang dan lebar konidia matang yang berbeda nyata (Tabel 5). Konidia matang B. theobromae asal jeruk memiliki ukuran paling besar yaitu rata-rata panjang konidia 23,63 µm dan lebar 12,83 µm, sedangkan konidia matang isolat asal kakao memiliki ukuran paling kecil, yaitu rata-rata panjang konidia 15,40 µm dan lebar 10,67 µm. Perbedaan ukuran konidia matang dan muda B. theobromae menunjukkan bahwa ada keragaman ukuran konidia antar isolat yang berasal dari tanaman inang yang berbeda. Rasio panjang/lebar konidia muda B. theobromae asal jeruk, kakao, karet, dan pisang berbeda nyata (Tabel 4). Rasio panjang/lebar konidia matang dari keempat isolat >1 sehingga konidia berbentuk jorong (Tabel 5). Bentuk konidia akan semakin bulat jika rasio panjang/lebar mendekati 1. Konidia muda isolat asal karet memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 1,89 sedangkan konidia isolat asal kakao memiliki rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,44. Rasio panjang/lebar

36 24 konidia muda lebih rendah dibanding konidia matang kecuali pada isolat asal kakao, sehingga bentuk konidia matang lebih jorong dibanding konidia muda. Karakter Molekuler Cendawan B. theobromae Analisis molekuler terhadap DNA cendawan B. theobromae dilakukan dengan teknik RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 (Gambar 7, Tabel 6) dan OPN 07 (Gambar 8, Tabel 7). Gambar 7 menunjukkan pola RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 dan Gambar 8 menggunakan primer OPN 07 dan marker GeneRuler TM DNA Ladder. Gambar tersebut menunjukkan bahwa primer OPD 06 dan OPN 07 dapat mengamplifikasi DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang di beberapa lokasi pada genom cendawan tersebut dengan ukuran amplikon yang berbeda-beda. Gambar 7 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 Tabel 6 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPD 06 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat B. theobromae asal Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang <500 < Keterangan: bp= base pair (pasangan basa)

37 25 Tabel 6 menunjukkan ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal lima tanaman inang hasil RAPD menggunakan primer OPD 06. Profil DNA kelima cendawan B. theobromae memiliki perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan. Pada isolat B. theobromae asal kakao, karet, dan manggis DNA teramplifikasi pada satu lokasi, DNA isolat asal jeruk dan pisang teramplifikasi pada dua lokasi, selain itu ukuran pita DNA yang teramplifikasi pada kelima isolat berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa kelima isolat tersebut memiliki perbedaan genetik. Gambar 8 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPN 07. Tabel 7 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPN 07 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat B. theobromae asal Jeruk Kakao Karet Manggis Pisang Keterangan: bp= base pair (pasangan basa)

38 26 Tabel 7 menunjukkan ukuran fragmen DNA isolat B. theobromae asal lima tanaman inang hasil RAPD menggunakan primer OPN 07. Profil DNA kelima isolat B. theobromae menunjukkan perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang lebih beragam dibandingkan dengan pola RAPD dengan primer OPD 06. Pada isolat B. theobromae asal manggis DNA teramplifikasi pada satu lokasi, DNA isolat asal jeruk dan kakao teramplifikasi pada tiga lokasi, sedangkan DNA isolat asal karet teramplifikasi pada enam lokasi. Selain itu ukuran pita DNA yang teramplifikasi pada kelima isolat berbeda-beda (Gambar 8), hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat tersebut memiliki perbedaan genetik yang cukup nyata. RAPD menggunakan primer tunggal pendek dengan urutan nukleotida acak, dilakukan dengan suhu annealing rendah dan menghasilkan beberapa produk PCR yang menghasilkan pola pita setelah dilakukan pemisahan oleh elektroforesis (Edel 1998). Menurut Edel (1998), analisis DNA menggunakan RAPD umumnya dilakukan dengan primer non-spesifik sehingga kondisi reaksi dan thermocycle RAPD lebih sensitif dibandingkan tes PCR konvensional. Dengan demikian konsentrasi dari semua campuran bahan dalam reaksi harus akurat. Selain itu kualitas dari template DNA dan Taq polymerase merupakan faktor yang juga dapat mempengaruhi hasil RAPD. Gejala Penyakit oleh Cendawan R. solani Penyakit yang disebabkan oleh R. solani pada tiga tanaman inang menunjukan gejala yang beragam (Gambar 9). Gejala yang disebabkan oleh R. solani pada tanaman jagung (Gambar 9A) yaitu terdapat bercak tidak teratur berwarna putih kotor atau cokelat muda dan pada bagian pinggir bercak berwarna cokelat tua. Bercak terus meluas dari mulai bagian pelepah hingga ke seluruh jaringan tanaman. Pada bagian tanaman yang terserang cukup parah, seluruh bagian tanaman menjadi berwarna cokelat dan kering, kemudian tanaman mati. Pada bagian tanaman yang sudah mati terdapat sklerotia berwarna cokelat.

39 27 A B C Gambar 9 Gejala penyakit yang disebabkan oleh cendawan R. solani pada tiga tanaman inang. Jagung (A); Padi (B); Sorghum (C). Pelepah tanaman padi yang terserang cendawan R. solani (9B) terdapat bercak tidak beraturan berwarna cokelat hingga hitam dengan pusat bercak berwarna putih, abu-abu atau cokelat muda, biasanya cendawan tersebut menyerang pada bagian bawah pelepah kemudian akan terus menyebar ke bagian atas. Pelepah bagian atas yang terserang menjadi kering, sedangkan pelepah bagian bawah menjadi lembek dan mudah hancur atau patah karena pada bagian bawah pelepah memiliki kelembaban yang lebih tinggi. Tanaman Sorghum (9C) yang terserang R. solani menunjukkan gejala yang khas, yaitu terdapat bercak meluas yang bersudut pada bagian bawah bercak dengan pusat bercak berwarna putih, putih kotor atau cokelat muda. Pada bagian pinggir bercak berwarna cokelat tua. Bagian yang terserang parah akan menjadi kering dan kemudian tanaman mati. Pada bagian tanaman yang mati terdapat sklerotia berwarna cokelat. Karakter Morfologi R. solani Hasil pengamatan karakter morfologi terhadap cendawan R. solani yang berasal dari lima inang yaitu: jagung, nanas, padi, sorghum, dan ubi jalar (Gambar 10), menunjukkan bahwa koloni kelima isolat R. solani memiliki warna yang berbeda. Pada isolat asal jagung miselium berwarna kuning cerah, isolat asal nanas berwarna cokelat, isolat asal padi berwarna cokelat kemerahan, isolat asal sorghum berwarna cokelat muda, sedangkan isolat asal ubi jalar miselium berwarna hitam pada bagian tengah koloni dan berwarna cokelat tua pada pinggiran koloni. Pada isolat asal jagung, nanas dan sorghum perubahan warna merata pada seluruh miselium seiring waktu, sedangkan pada isolat asal padi dan

40 ubi jalar perubahan warna dimulai dari tengah koloni dan terus bertambah gelap hingga bagian pinggir koloni HST 18 HST A B C D E Gambar 10 Koloni isolat cendawan R. solani dari lima tanaman inang pada umur 4 dan 18 HST pada media PDA. jagung (A); nanas (B); padi (C); sorghum (D); ubi jalar (E). Koloni mengalami perubahan warna dengan bertambahnya umur koloni. Pada isolat asal jagung miselium berwarna putih hingga 2 HST kemudian berubah menjadi berwarna kuning hingga 5 HST dan menjadi kuning cerah hingga 18 HST. Sedangkan pada isolat nanas, padi dan sorghum miselium berwarna putih hingga 3 HST kemudian menjadi berwarna kuning muda hingga 4 HST dan terus bertambah gelap hingga 15 HST. Isolat asal ubi menunjukkan perubahan warna paling cepat diantara isolat lain yaitu berwarna putih hingga 1 HST kemudian terus bertambah gelap hingga 5 HST. Kecepatan pertumbuhan koloni R. solani pada lima tanaman inang berbeda nyata (Tabel 8). Koloni isolat asal jagung memiliki kecepatan tumbuh paling cepat yaitu rata-rata pertumbuhan 4,20 cm per 12 jam, sedangkan isolat asal ubi jalar menunjukkan kecepatan pertumbuhan paling lambat yaitu rata-rata 1,60 cm per 12 jam. Pertumbuhan maksimum koloni R. solani pada media PDA di dalam cawan petri adalah 9 cm. Umumnya pertumbuhan koloni cendawan R. solani mencapai maksimum pada jam setelah tanam (JST).

41 Diameter Koloni (cm) Jagung Nanas Padi Sorghum Ubi Jalar Umur Biakan (Jam) Gambar 11 Grafik pertumbuhan koloni cendawan R. solani pada media PDA. Tabel 8 Pertumbuhan diameter koloni cendawan R. solani Tanaman Inang Kecepatan pertumbuhan koloni isolat asal (cm)/12 jam ± SD Jagung 4,20 a ± 0.36 Nanas 2,37 b ± 0.58 Padi 1,87 bc ± 0.15 Sorghum 1,80 bc ± 0.17 Ubi Jalar 1,60 c ± 0.17 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Pada Gambar 11 ditunjukkan bahwa pertumbuhan miselium paling cepat adalah isolat asal jagung, yaitu pada 48 JST dan yang paling lambat adalah isolat asal ubi jalar yaitu pada 120 JST. Terdapat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada kelima isolat tersebut. Gambar 12 merupakan hifa R. solani yang berasal dari lima tanaman inang, dengan pewarnaan lactophenol blue. Hifa R. solani memiliki percabangan yang tegak lurus, berwarna hialin dan memiliki sekat. Menurut Schumann & D Arcy (2006) R. solani dapat diidentifikasi dari karakter hifa yang khas, yaitu sudut percabangan yang tegak lurus yang membedakan dengan cendawan lainnya.

42 30 A B C D E Gambar 12 Hifa cendawan R. solani asal lima tanaman inang dengan perbesaran 10 X 100 dan pewarnaan lactophenol blue. Jagung (A); nanas (B); padi (C); sorghum (D); ubi jalar (E). Tabel 9 Ukuran panjang ruas dan lebar hifa cendawan R. solani pada lima tanaman inang Ukuran hifa (µm) Tanaman Inang Panjang ruas ± SD Lebar ± SD Jagung 29,32 c ± 7,36 2,78 c ± 0,46 Nanas 45,57 b ± 13,21 3,98 b ± 0,52 Padi 56,99 a ± 18,54 4,59 a ± 1,13 Sorghum 60,15 a ± 23,16 5,01 a ± 0,83 Ubi Jalar 39,57 b ± 11,03 3,78 b ± 0,67 Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata dengan uji selang ganda Duncan (α = 0,05) SD = standar deviasi Panjang ruas dan lebar hifa R. solani asal padi dengan asal sorghum tidak berbeda nyata dan isolat asal nanas dengan asal ubi jalar tidak berbeda nyata, sedangkan isolat asal jagung berbeda nyata terhadap keempat isolat lainnya. R. solani asal sorghum memiliki panjang ruas dan lebar yang paling besar diantara isolat lainnya yaitu panjang ruas µm dan lebar 4-7 µm, sedangkan jagung memiliki panjang ruas dan lebar yang paling kecil diantara isolat lainnya yaitu panjang ruas µm dan lebar 2-4 µm (Tabel 9).

43 31 Hifa R. solani pada lima tanaman inang yaitu, jagung, nanas, padi, sorghum dan ubi jalar memiliki rata-rata sudut percabangan yang berbeda-beda namun tidak berbeda nyata. Sudut percabangan cendawan tersebut pada kelima tanaman inang hampir tegak lurus mendekati 90º. Hifa isolat asal ubi jalar memiliki sudut tumpul yang paling besar yaitu dengan rata-rata 108,95º, kemudian isolat asal sorghum dengan sudut tumpul 106,1º, isolat asal padi 105,75º, isolat asal jagung 105,3º, sedangkan isolat asal nanas cenderung lebih tegak lurus dibandingkan isolat lainnya karena memiliki sudut tumpul yang paling kecil yaitu 103º. A B Gambar 13 Sklerotia cendawan R. solani. Sklerotia muda (A); sklerotia tua (B). Sklerotia merupakan sekumpulan hifa yang mengalami pemadatan, berwarna gelap dan mampu betahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Agrios 2005). Sklerotia merupakan struktur bertahan pada cendawan R. solani (Gambar 13), terbentuk ketika cendawan dalam kondisi kekurangan nutrisi namun kelembaban cukup. Sklerotia R. solani memiliki permukaan kasar dengan bentuk yang tidak beraturan serta memiliki struktur yang keras. Pada hari pertama terbentuk sklerotia berwarna putih yang merupakan sklerotia muda, kemudian hari kedua hingga hari keempat sklerotia akan berubah menjadi warna cokelat. Karakter Molekuler Cendawan R. solani Analisis molekuler terhadap DNA R. solani dilakukan dengan teknik RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06 dan OPN 07. Gambar 14 menunjukkan pola RAPD-PCR dengan primer OPD 06, sedangkan Gambar 15 merupakan pola RAPD-PCR menggunakan primer OPN 07 dan marker GeneRuler TM DNA

44 32 Ladder. Dari kedua gambar tersebut dapat dilihat bahwa kedua primer dapat mengamplifikasi DNA cendawan R. solani dari lima tanaman inang di berbagai lokasi pada genom cendawan tersebut. Gambar 14 Profil DNA empat isolat cendawan R. solani yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPD 06. Tabel 10 Ukuran fragmen DNA cendawan R. solani asal berbagai tanaman inang dengan RAPD menggunakan primer OPD 06 Pita DNA ke- Ukuran (bp) pita DNA isolat R. solani asal Jagung Nanas Padi Sorghum Ubi Jalar Keterangan: bp= base pair (pasangan basa) Tabel 10 menunjukkan ukuran fragmen DNA cendawan R. solani asal berbagai tanaman inang hasil RAPD dengan primer OPD 06. Profil DNA keempat cendawan R. solani menunjukkan perbedaan jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan. Pada isolat R. solani asal jagung DNA teramplifikasi pada satu lokasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi 3 TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Klasifikasi cendawan Botryodiplodia theobromae (Alexopoulos et al. 1996) adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A

KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A34063054 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi Dalam pengembangan jeruk di lahan basah, penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh organisme mirip cendawan (fungal

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuaiitas dan Kesehatan Benih Cabai Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang biasanya terbentuk dari bersatunya sel-sel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO UJI PERTUMBUHAN IN VITRO PATOGEN LODOH Rhizoctonia solani PADA BERBAGAI TINGKATAN ph DAN JENIS MEDIA TUMBUH 1) Oleh : Nanang Herdiana 2) ABSTRAK Lodoh (damping-off) merupakan kendala yang dapat menurunkan

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Eucalyptus spp Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus spp. antara lain: 1. Penyakit pada akar a. Busuk akar Phytophthora Penyakit ini disebabkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili rumput berumpun yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK MIFTAHUL

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Patogen C. oryzae Miyake Biologi Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Myceteae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut TINJAUAN LITERATUR Biologi penyakit Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut: Divisio Sub divisi Kelas Ordo Family Genus Species : Mycota : Eumycotyna

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA disusun oleh: Lutfi Afifah A34070039 Vishora Satyani A34070024 Johan A34070034 Listika Minarti A34070071 Dosen Pengajar:

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN BIOPESTISIDA ORGANIK CAIR UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora PADA ANGGREK Phalaenopsis sp.

KEEFEKTIFAN BIOPESTISIDA ORGANIK CAIR UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora PADA ANGGREK Phalaenopsis sp. KEEFEKTIFAN BIOPESTISIDA ORGANIK CAIR UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora PADA ANGGREK Phalaenopsis sp. CHAIRUL HAKIM DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Penyakit Karena Bakteri

Penyakit Karena Bakteri Penyakit Karena Bakteri BAHAN KULIAH DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Link : http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/pathogengroups/pages/bacteria.aspx PENYAKIT KARENA BAKTERI PATOGEN Bakteri adalah sekelompok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci