KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A"

Transkripsi

1 KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK FITRI KEMALA SANDRA. Keragaman Cendawan Botryodiplodia theobromae dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan SURYO WIYONO. Cendawan Botryodiplodia theobromae Pat. menjadi penyebab penyakit pada berbagai tanaman serta memiliki kisaran inang yang luas yang dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas produksi tanaman. Variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang yang dimiliki oleh cendawan ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat keragaman dalam karakter morfologi maupun molekulernya. Pendekatan terhadap karakter morfologi cendawan B. theobromae dilakukan berdasarkan pengamatan bentuk, ukuran, dan warna dari struktur hifa, konidia, dan piknidia. Hasil pengamatan cendawan B. theobromae secara morfologi dapat dikonfirmasi menggunakan metode molekuler dengan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk menganalisis keragaman genetiknya. Penelitian bertujuan untuk membandingkan keragaman morfologi dan pola DNA molekuler berdasarkan teknik RAPD dari isolat B. theobromae yang diperoleh dari berbagai tanaman inang. Sebanyak lima isolat B. theobromae yang diperoleh dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berasal dari tanaman dari berbagai daerah, yaitu Jeruk dari Jember, Jawa Timur; Karet dari Pematang Siantar, Sumatra Utara; Pisang dari Bogor, Jawa Barat; Manggis dari Bukit Tinggi, Sumatra Barat; dan Kakao diperoleh dari Taman Nasional (TN) Lorelindu, Sulawesi Tengah berdasarkan pengamatan morfologi mempunyai penampilan koloni dan morfologi cendawan yang bervariasi baik dari segi bentuk maupun ukuran; hifa, miselium, konidia, dan piknidia. Piknidia yang ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) terbentuk pada isolat asal jeruk dan isolat asal karet sedangkan pada media Water Agar (WA) yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami terbentuk pada semua isolat kecuali isolat asal manggis. Piknida isolat asal manggis hanya dapat terbentuk pada media WA yang diberi bahan induksi berupa kulit manggis. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat memaksimumkan pembentukannya. RAPD-PCR yang dilakukan terhadap isolat-isolat cendawan B. theobromae yang berasal dari tanaman inang yang berbeda berhasil menunjukkan terbentuknya pola fragmen DNA yang beragam baik melalui RAPD dengan primer OPB 01 maupun dengan primer OPB 07, dengan ukuran maupun jumlah pita DNA yang berbeda. Melalui primer OPB 01 dihasilkan pola yang beragam antar kelima isolat kecuali antara isolat asal karet dan manggis yang menunjukkan pola identik sedangkan menggunakan primer OPB 07 dihasilkan pola yang beragam antar kelima isolat kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang yang menunjukkan pola identik.

3 KERAGAMAN CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD FITRI KEMALA SANDRA A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP : Keragaman Cendawan Botryodiplodia theobromae dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD : Fitri Kemala Sandra : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi Dr. Ir. Suryo Wiyono MSc.Agr NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Proteksi Tanaman Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 10 Januari 1988 sebagai anak ke-8 dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Kosih Sandra Djuhara dan Ibu Dewi Setiawaty. Pendidikan yang ditempuh mulai dari Sekolah Dasar Negeri Kayu Ambon 1 Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung pada tahun , dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bandung pada tahun kemudian berpindah sekolah ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Baleendah Kabupaten Bandung pada tahun Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 11 Bandung dan lulus pada tahun Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama kuliah penulis memperoleh pengalaman organisasi sebagai Staf Departemen Kebijakan Publik Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (DKP KAMMI) pada tahun 2007, Bendahara Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) pada tahun 2008 dan Penulis juga telah mengikuti kegiatan magang di Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian pada tahun 2008 dan menjadi Asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 dan 2009.

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Keragaman Cendawan Botryodiplodia theobromae dari Berbagai Tanaman Inang Berdasarkan Morfologi dan Pola RAPD. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Kikin H. Mutaqin, MSi., Dr. Ir Suryo Wiyono MSc.Agr. sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi. sebagai Dosen Penguji Tamu, dan Dr. Ir. Nina Maryana, MSi. sebagai Dosen Pembimbing Akademik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Dadang (Laboran Laboratorium Mikologi) dan Bu Ita (Staf Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman) atas semua bantuannya. Terimakasih kepada Aisah, Eka, Yeyen, Weni, Dedek, Arni, Eva, Alvian, Rodiah, Oci atas doa dan dukungannya, dan mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman angkatan 43 atas semua dukungan dan bantuannya. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda yang telah berpulang ke rahmatullah, ibunda tercinta, Teh Rina, Teh Novi, Aulya Rachman, Aulya Rachim, dan Teh Lia juga seluruh keluarga besar di kampung halaman atas do a dan dorongan yang telah diberikan. Bogor, Maret 2011 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae... 3 Gejala Penyakit Blendok pada Berbagai Tanaman... 3 Gejala pada tanaman jeruk... 3 Gejala pada tanaman kakao... 4 Gejala pada tanaman karet... 4 Gejala pada tanaman pisang... 4 Gejala pada tanaman manggis... 5 Pengendalian Penyakit B. theobromae... 5 Taksonomi & Morfologi Cendawan B. theobromae... 6 Taksonomi Cendawan B. theobromae... 6 Morfologi Cendawan B. theobromae... 6 Polymerase Chain Reaction (PCR)... 7 Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD-PCR)... 8 Penggunaan RAPD dalam Analisis DNA Cendawan... 9 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Karakterisasi Morfologi Cendawan B. theobromae Penyiapan isolat cendawan Peremajaan dan Isolasi Penyiapan preparat... 11

8 Pengamatan morfologi Analisis data Deteksi Molekuler Menggunakan Teknik RAPD-PCR Ekstraksi DNA cendawan RAPD-PCR Elektrophoresis Hasil RAPD-PCR HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Morfologi B. theobromae Karakter Molekuler B. theobromae KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Piknidia dan konidia cendawan B. theobromae Peralatan elektroforesis. A. Gel tray, B. Cara mencetak gel agarose. C. Peralatan lengkap untuk elektroforesis Koloni isolate cendawan B. theobromae Grafik pertumbuhan koloni cendawan B. theobromae pada media PDA Morfologi hifa dan klamidospora pada manggis Piknidia B. theobromae yang terbentuk pada media WA + jerami padi dan WA + kulit manggis Piknidia yang pecah mengeluarkan konidia (pewarnaan dengan laktofenol) pada isolat B. theobromae Konidia muda isolat cendawan B. theobromae Konidia matang isolat cendawan B. theobromae Profil DNA lima isolat cendawan yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPB Profil DNA lima isolat cendawan yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPB ix

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pembentukan Piknidia cendawan B. theobromae pada berbagai media Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B. theobromae pada lima tanaman inang Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawan B. theobromae pada tiga tanaman inang Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae menggunakan primer OPB Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae menggunakan primer OPB x

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh Botryodiplodia theobromae (Patouillard) Griffon dan Maublanc ditemukan pada lebih dari 280 genus tanaman inang yang berbeda di daerah tropis dan subtropis di dunia (Nunes et al. 2008). Kisaran inang cendawan B. theobromae sangat luas, sehingga sumber infeksi selalu ada. Ekundayo (1978) menyebutkan bahwa B. theobromae dapat menyerang tanaman pisang, kakao, karet, kelapa, dan kelapa sawit. Cendawan B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan (Punithalingam 1980). Pada jeruk, B. theobromae menyebabkan kematian cabang, pada kakao dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang, pada karet menyebabkan mati pucuk, pada pisang dan manggis cendawan B. theobromae dapat menyebabkan busuk buah. Cendawan B. theobromae dianggap sebagai masalah serius bagi pertanian karena hal ini terkait dengan penyebab beberapa penyakit pada buah-buahan tropis (Nunes et al. 2008). Variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang yang dimiliki oleh cendawan ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat keragaman dalam karakter morfologi maupun molekulernya. Shah (2010) menyebutkan bahwa variabilitas gejala penyakit dan kisaran inang cendawan B. theobromae menunjukkan adanya kemungkinan spesies ini memiliki beberapa strain. Oleh karena itu diperlukan analisis terhadap karakter yang dimiliki oleh cendawan B. theobromae dengan pendekatan morfologi dan molekuler. Pendekatan terhadap karakter morfologi cendawan B. theobromae dilakukan berdasarkan pengamatan bentuk, ukuran, dan warna dari struktur hifa, konidia, dan piknidia. Hasil pengamatan terhadap karakter cendawan B. theobromae secara morfologi dapat dikonfirmasi menggunakan metode molekuler dengan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) untuk menganalisis keragaman genetiknya. Menurut Suryanto (2003) Salah satu analisis keragaman genetik yang dapat digunakan adalah teknik molekuler dengan metode Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Metode ini pada dasarnya adalah Polymerase Chain Reaction (PCR), namun

12 menggunakan suatu primer acak yang tidak didasarkan pada organisme tertentu dengan desain berupa primer tunggal yang pendek. Analisis keragaman genetik dilakukan terhadap cendawan B. theobromae untuk mengetahui apakah B. theobromae dari berbagai tanaman itu memiliki kesamaan atau perbedaan genetik. Informasi tentang perbedaan morfologi dan genetik cendawan B. theobromae belum tersedia banyak di Indonesia. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang keragaman cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang secara morfologi dan melalui analisis RAPD. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk membandingkan keragaman morfologi dan pola DNA molekuler berdasarkan RAPD isolat-isolat B. theobromae dari berbagai tanaman inang. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang karakter morfologi dan molekuler B. theobromae dari berbagai tanaman inang. Hipotesis Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah 1. Isolat Botryodiplodia theobromae dari berbagai tanaman tidak dapat dibedakan secara morfologi. 2. Isolat Botryodiplodia theobromae dari tanaman yang berbeda dapat dibedakan dengan teknik RAPD. 2

13 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan (Punithalingam 1980). Pada jeruk, B. theobromae menyebabkan kematian cabang, pada kakao dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang, pada karet menyebabkan mati pucuk, pada pisang dan manggis cendawan B. theobromae dapat menyebabkan busuk buah. Di pulau Jawa, cendawan B. theobromae mempunyai arti penting terutama di daerah dataran rendah. Jenis jeruk keprok (Citrus nobilis) dan jeruk besar (Citrus grandis) sering sangat menderita karena serangannya. Di Kabupaten Magetan sekitar 500 ha pertanaman jeruk besar yaitu 85% dari jumlah pohon telah terserang oleh cendawan ini dengan tingkat serangan ringan sampai sedang (22-37%) (Wiratno dan Nurbanah 1997). Serangan juga terjadi di Kamerun pada tahun 1985 pada kakao dan menjadi faktor pembatas produksi kakao (Mbenoun et al. 2008). Pohon karet di Vietnam tahun 1921 terdeteksi terserang cendawan ini dan menjadi wabah pertama pada tahun 1998 di daerah penanaman karet tradisional di Vietnam (Pha et al. 2010). B. theobromae telah diketahui menyerang pada pisang sejak 1931 dan mampu menyebabkan pembusukan cepat buah pisang di gudang (Goos et al. 1961). Di Brasil, cendawan ini dianggap sebagai masalah utama bagi pertanian karena hal ini terkait dengan beberapa penyakit buah-buahan tropis (Nunes et al. 2008). Gejala Penyakit Blendok pada Berbagai Tanaman Gejala pada tanaman jeruk (penyakit kulit diplodia) Cendawan B. theobromae menyerang kulit kayu seperti pada ranting jeruk keprok dan batang jeruk limau (Davis et al. 1987). Serangan ditandai dengan keluarnya blendok (gum) yang berwarna kuning emas dari batang atau cabangcabang yang besar. Kadang-kadang serangan terbatas pada jalur yang sempit. Setelah beberapa lama kulit yang mengelupas dan luka menjadi sembuh namun sering penyakit berkembang terus sehingga meluas dan menyerang hingga masuk

14 ke dalam kulit kayu, merusak kambium, kemudian cabang digelang dan mati. Serangan patogen dengan gejala seperti ini disebut diplodia basah. Pada diplodia kering lebih berbahaya, karena gejala permulaan sulit diketahui. Infeksi baru diketahui jika daun telah menguning sehingga cabang yang sakit tidak dapat tertolong. Kulit mengering, dan jika dipotong, kulit dan kayu di bawahnya berwarna hitam kehijauan. Kulit yang sakit membentuk celah-celah kecil, dari dalamnya keluar massa spora yang semula berwarna putih, tetapi akhirnya berwarna hitam (Semangun 2007). B. theobromae tumbuh secara saprofit di kayu mati untuk meningkatkan potensi inokulum sebelum dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada jaringan sehat (Davis et al. 1987). Gejala pada tanaman kakao (penyakit botryodiplodia) Cendawan B. theobromae berperan sebagai parasit lemah pada cabang dan ranting. Cendawan ini hanya dapat menginfeksi jaringan-jaringan yang lemah, atau menjadi patogen sekunder, atau menginfeksi melalui luka-luka karena serangga. Botryodiplodia dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan kanker batang (Semangun 2000). Gejala pada tanaman karet Gejala awal ditandai dengan terbentuknya pustul secara sporadis dan kemudian mereka menyatu menjadi lesio luas pada batang karet. Infeksi berat menyebabkan perdarahan pada lateks, retak, kulit membusuk dan gumosis. Pada tanaman yang masih muda, infeksi awal pada tunas muda berupa lesio kecil berwarna cokelat gelap, menyebar cepat, kemudian kulit membusuk, bagian daun yang terinfeksi menjadi kuning karena kurangnya pasokan gizi dan air. Infeksi yang parah menyebabkan kematian pada ranting mulai dari ujung (mati pucuk) (Pha et al. 2010). Gejala pada tanaman pisang (busuk buah) Serangan Cendawan B. theobromae mengakibatkan buah yang mulai matang-peram mengalami pembusukan menjadi berwarna cokelat atau hitam. Spora cendawan sudah terdapat pada permukaan buah di lapangan sehingga 4

15 apabila buah mulai matang spora akan berkecambah dan mengadakan infeksi. Gejala mulai timbul pada tangkai buah kemudian meluas ke seluruh bagian buah. Gejala yang timbul yaitu buah menjadi lunak dan berair, serta mengeluarkan bau (aroma) yang khas. B. theobromae menyebabkan busuk ujung buah (tip rot), busuk telapak, dan busuk pangkal. Penyakit ini merusak buah pisang yang matang dalam pengangkutan atau simpanan (Semangun 2007). Gejala pada tanaman manggis Penyakit busuk buah manggis menunjukkan gejala awal berupa kerak atau burik pada buah muda. Burik berwarna cokelat, pecah-pecah, dan mengeluarkan getah berwarna kuning. Burik biasanya berawal dari ujung buah, lalu menjalar kearah sepal atau sebaliknya (AgroMedia 2009). Kulit tampak kehitaman dan mengkilat kemudian menjadi burik karena cendawan membentuk banyak piknidium yang menghasilkan konidium (Semangun 2007). Pengendalian Penyakit B. theobromae Bentuk kegiatan pengendalian penyakit B. theobromae dapat dilakukan dengan cara kultur teknis, mekanis dan kimia. Pengendalian secara kultur teknis yaitu dengan menjaga kebersihan kebun, memangkas ranting-ranting kering, dan memperbaiki drainase kebun. Pengendalian secara mekanis yaitu dengan memotong bagian cabang yang terinfeksi dan bekas potongannya diolesi parafin, membakar atau menimbun bekas pemangkasan, pemotongan dan pembongkaran. Pengendalian secara kimia yaitu dengan menjaga kebersihan alat pertanian seperti pisau, gunting pangkas maupun gergaji atau alat lainnya, sebelum dan setelah digunakan diolesi kapas yang dibasahi alkohol 70% atau 10% pemutih atau klorox, menyaput batang utama, cabang primer dan sekunder dengan fungisida yang ada (bahan aktif benomil atau Cu) atau dengan bubur California yang dapat dibuat sendiri. Penyaputan batang dilakukan paling sedikit dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Bagian tanaman yang akan disaput, dibersihkan dari blendok dan kulit kering yang mengelupas dengan cara disikat (Wiratno dan Nurbanah 1997). 5

16 Taksonomi & Morfologi Cendawan B. theobromae Taksonomi Cendawan B. theobromae Menurut Semangun (2007) penyakit kulit diplodia disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia theobromae Pat., yang dulu banyak dikenal dengan nama Diplodia natalensis P. Evans. Klasifikasi B. theobromae adalah (Alexopoulos 1960) : Kingdom : Fungi Phylum : Deuteromycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Sphaeropsidales Famili : Sphaeropsidaceae Genus : Botryodiplodia Spesies : Botryodiplodia theobromae Morfologi Cendawan B. theobromae Botryodiplodia theobromae (Pat.) merupakan sinonim dari Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griff. & Maubl. yang memiliki perkembangbiakan secara aseksual dari genus Botryosphaeria rhodina (Berk. & MA Curtis) ARX (Mohali 2005). Lasiodiplodia theobromae adalah bentuk anamorf dari Botryosphaeria rhodina (Berkeley & Curtis) von ARX dan sebagai cendawan yang memiliki kelas deuteromycetes (Nunes 2008). Punithalingam (1976) menyebutkan bahwa karakter morfologi cendawan B. theobromae ditandai dengan pertumbuhan miselia dari isolat B. theobromae seperti benang rambut halus atau kapas, miselium udara berlimpah. Koloni mulamula berwarna sepia berubah menjadi abu-abu kemudian menjadi hitam. Piknidia sederhana, bergerombol, sering agregat, stromatik, ostiolate, lebar sampai dengan 5 mm. Konidia awalnya uniseluler, hialin, granulosa, subovoid sampai ellipsoidooblong, berdinding tebal, memotong seperti sekat; konidia matang uniseptate, coklat seperti warna kayu manis, berukuran µm x µm. Pada jeruk B. theobromae membentuk piknidium yang tersebar, mulamula tertutup, kelak pecah, hitam, berpapil, berukuran µm. Konidium jorong, bersekat satu, tidak berkonstriksi, berwarna gelap, rata-rata berukuran 24 6

17 µm x 15 µm, eksosporanya mempunyai jalur-jalur (Semangun 2007). Berbeda dengan pada jeruk, pembentukan piknidium cendawan B. theobromae pada kakao memerlukan cahaya. Piknidium berukuran µm x µm. konidium (piknidiospora) mula-mula berwarna coklat muda dan tidak bersekat, tetapi menjelang dilepaskan coklat tua dengan satu sekat melintang, dengan dinding spora sekunder. Konidium berukuran µm x µm, keluar melalui lubang ostiol seperti masa lengket berwarna putih sampai coklat muda. (Semangun 2000). Botryodiplodia theobromae pada pisang memiliki konidia berbentuk elips, mula-mula hialin dan uniseluler kemudian menjadi coklat dan bersekat tunggal. Konidia berukuran µm x µm (Goos et al. 1961). A,B: Piknidia C: Sel konidiogen dan konidia D: Konidia Gambar 1 Piknidia dan konidia cendawan B. theobromae (Punithalingam 1976). Pavlic et al. (2004) dalam penelitiannya menemukan ciri umum pada isolat B. theobromae yang berasal dari Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia memiliki konidia berukuran x µm. Polymerase Chain Reaction (PCR) Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen 7

18 nukleotida tertentu secara in vitro. Metode PCR sangat sensitif. Sensitivitas tersebut membuatnya dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Dengan metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA sebesar kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan template DNA dalam jumlah sangat sedikit (Yuwono 2006). Prosedur reaksi PCR terdiri dari tiga tahap yaitu denaturasi, annealing (penempelan primer) dan ekstensi (sintesis DNA). Reaksi PCR ditentukan oleh kondisi suhu, denaturasi template, primer, annealing (penempelan primer) dan ekstensi (sintesis DNA). Pada langkah pertama, denaturasi template DNA untai ganda pada suhu C. Kemudian suhu diturunkan hingga sekitar 55 C, primer menempel ke ujung 5 pada template yang telah terpisah menjadi untai tunggal. Untuk langkah ekstensi, suhu dinaikkan menjadi 72 C dan primer-target berfungsi sebagai titik awal untuk sintesis DNA baru. Waktu untuk setiap langkah biasanya 1-2 menit. Tiga langkah berurutan ini disebut sebagai satu siklus PCR. Pada siklus kedua, untai DNA yang baru disintesis dipisahkan dari untai asal oleh denaturasi dan masing-masing untai berfungsi lagi sebagai template dalam penempelan dan ekstensi. Secara teoritis, siklus PCR memungkinkan amplifikasi 2 n kali lipat DNA target. Biasanya PCR dilakukan sebanyak siklus. Namun banyaknya siklus tergantung pada konsentrasi DNA target didalam campuran reaksi (Edel 1998). Random Amplified Polymorphic DNA Polymerase Chain Reaction (RAPD- PCR) Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu teknik molekuler berupa penggunaan penanda tertentu untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis RAPD adalah menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secara in vitro. Teknik ini melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer dapat berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda. Penggunaan teknik RAPD memungkinkan untuk mendeteksi polimorfisme 8

19 fragmen DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer arbitrasi, terutama karena amplifikasi DNA secara in vitro dapat dilakukan dengan baik dan cepat dengan adanya PCR. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal penyiapannya. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah karakter yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa peneliti menggunakan teknik ini untuk membedakan organisme tingkat rendah (procaryote) atau melihat perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti mitokondria (Suryanto 2003). Menurut WSSP (2009) RAPD PCR memiliki keterbatasan diantaranya hampir semua penanda RAPD adalah dominan karena tidak mampu membedakan apakah suatu segmen DNA dari lokus yang heterozigot (1 salinan) atau homozigot (2 salinan). PCR adalah reaksi enzimatik, sehingga kualitas dan konsentrasi DNA template, konsentrasi komponen PCR, dan kondisi siklus PCR dapat sangat mempengaruhi hasil dari amplifikasi DNA. Ketidaksesuaian antara primer dan DNA template dapat berpengaruh terhadap total produk PCR serta penurunan dalam jumlah produk sehingga mengakibatkan hasil RAPD sulit diinterpretasikan. Penggunaan RAPD-PCR dalam Analisis DNA Cendawan Teknik RAPD-PCR memanfaatkan primer acak oligonukleotida pendek (dekamer) untuk mengamplifikasi DNA genom organisme. Prinsip teknik RAPD didasarkan pada kemampuan primer menempel pada DNA template. Primer yang didesain berupa primer tunggal pendek agar dapat menempel secara acak pada DNA genom organisme. Dengan demikian akan terdapat banyak pola fragmen DNA. Perbedaan ini dapat dilihat dengan adanya pola pita pada gel agarosa setelah diwarnai dengan pewarnaan DNA seperti seperti etidium bromide (Sambrook et al. 1989). Saat ini pendekatan RAPD PCR banyak digunakan untuk menghasilkan molekul penanda yang berguna untuk taksonomi dan untuk karakterisasi populasi 9

20 cendawan. Keuntungan utama dari pendekatan ini adalah informasi terkait urutan DNA sebelumnya tidak diperlukan, sehingga setiap primer acak dapat diuji untuk mengamplifikasi DNA setiap cendawan. Primer RAPD dipilih secara empiris dan diuji eksperimental untuk menemukan pola pita RAPD yang polimorfik diantara taksa yang diteliti. Metode RAPD telah berhasil digunakan untuk membedakan dan mengidentifikasi cendawan pada tingkat intraspesifik dan tingkat interspesifik (Edel 1998). 10

21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Februari 2010 sampai November Karakterisasi Morfologi Cendawan B. theobromae Penyiapan isolat cendawan Isolat cendawan B. theobromae diperoleh dari Klinik Tanaman yang berasal dari tanaman di berbagai daerah antara lain Jeruk dari Jember, Jawa Timur; Karet dari Pematang Siantar, Sumatera Utara; Pisang dari Bogor, Jawa Barat; Manggis dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat (koleksi Dr. Ir. Suryo Wiyono MSc.Agr); dan Kakao diperoleh dari Taman Nasional (TN) Lorelindu, Sulawesi Tengah (koleksi Efi Toding Tondok SP.MSc.Agr). Peremajaan dan Isolasi Inokulum B. theobromae ditanam dalam media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Water Agar (WA) yang diberi potongan jerami padi, pelepah pisang yang kering, kulit manggis steril dengan ukuran ± 0,5 cm kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama kurang lebih tujuh hari. Konfirmasi cendawan dilakukan terhadap isolat yang telah diremajakan dengan menggunakan kunci identifikasi Barnett dan Hunter (1999). Penyiapan preparat Cendawan B. theobromae yang tumbuh dibuat preparat menggunakan gelas objek, gelas tutup, dan laktofenol. Selanjutnya diamati dibawah mikroskop cahaya dan dipotret dengan menggunakan kamera digital.

22 Pengamatan Morfologi Pengamatan koloni cendawan yang tumbuh dilakukan setiap hari selama tujuh hari sejak 1 Hari Setelah Isolasi (HSI) terhadap bentuk, warna, dan diameter koloni pada media PDA. Pengamatan dibawah mikroskop cahaya dilakukan terhadap struktur cendawan berupa hifa, piknidia, dan konidia sampai dengan 34 HSI. Analisis data Data tentang ukuran konidia dan rasio panjang/lebar diolah dengan analisis ragam menggunakan program SAS ver. 9.1 dan dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai tengah Duncan's Multiple Range Test (DMRT) untuk peubah pengamatan ukuran konidia dan rasio panjang/lebar. Deteksi Molekuler Menggunakan Teknik RAPD-PCR Deteksi molekuler DNA cendawan dengan teknik RAPD-PCR meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu ekstraksi DNA cendawan, RAPD-PCR, dan elektroforesis hasil RAPD-PCR. Ekstraksi DNA Cendawan Ekstraksi DNA dilakukan untuk menyiapkan DNA template dalam PCR. Ektraksi DNA cendawan dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi yang digunakan Moller et al. (1992). Miselium cendawan B. theobromae dan Rhizoctonia sp. (kontrol) yang telah ditumbuhkan di media PDA digunakan sebanyak 0,1 gram. Miselium ditumbuk dalam mortar yang sebelumnya didinginkan dalam freezer dan ditambahkan 600 µl TES (100 mm Tris, ph 8, 10 mm EDTA, 2% SDS) kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60 o C dengan melakukan pencampuran secara perlahan setiap 10 menit sekali. Konsentrasi garam diatur sampai 1,4 M dengan menambahkan 5 M NaCl (=140 µl) kemudian ditambahkan CTAB 10% sebanyak 65 µl 1/10 vol dan diinkubasikan selama 10 menit pada suhu 65 o C. Secara perlahan ditambahkan 1 vol SEVAG (Isoamyl alcohol, Chloroform dengan perbandingan 1:24) sebanyak 700 µl lalu diinkubasi selama 30 menit, pada suhu 0 o C, kemudian disentrifuse selama 10 menit, 4 o C, rpm. Sebanyak 200 µl supernatan dipindahkan ke 12

23 dalam tabung 1,5 µl, kemudian ditambahkan sebanyak 225 µl NH4Ac dengan konsentrasi 5 M, selanjutnya dicampurkan secara perlahan. Tabung dimasukkan ke dalam kulkas selama 30 menit, kemudian disentrifus selama 10 menit, 4 o C, rpm. Supernatan dipindahkan ke tabung baru kemudian ditambahkan isopropanol 0,55 volume (= 510 µl) untuk mengendapkan DNA, lalu dimasukkan ke dalam freezer selama 15 menit selanjutnya suspensi disentrifuse selama 5 menit, 4 o C, rpm. Supernatan yang telah disentrifuse dibuang untuk diperoleh peletnya. Pelet dicuci dua kali dengan etanol dingin 70%, kemudian diperoleh pelet kering dan dilarutkan dalam sekitar 50 µl Buffer TE. Pelet disimpan untuk selanjutnya digunakan dalam proses RAPD-PCR. RAPD-PCR PCR disiapkan terpisah untuk masing-masing primer (OPB01 dan OPB07) dalam total volume 25 μl/reaksi. Air sebanyak 16,2 µl dicampurkan dengan buffer PCR 10 + Mg 2+ sebanyak 2,5 µl, MgCl 2+ dengan konsentrasi 25 µm sebanyak 0,5 µl, dntps 2 mm sebanyak 2,5 µl, primer 10 µm/µl, dan Taq DNA 5U/µl sebanyak 0,5 µl. Template DNA yang telah dilarutkan dalam buffer TE diambil sebanyak 2 µl kemudian dimasukan ke dalam tabung ependorf 200 µl yang telah berisi campuran komponen bahan RAPD-PCR. Kemudian proses PCR dilakukan dengan program RAPD. Program untuk menjalankan mesin PCR untuk 45 siklus diatur masing-masing suhu denaturasi 94 o C selama 2 menit 30 detik; suhu annealing 40 o C selama 1 menit; suhu ekstensi 72 o C selama 1 menit dan suhu ekstensi akhir 72 o C selama 7 menit. Elektrophoresis Hasil RAPD-PCR Elektroforesis DNA digunakan untuk membaca hasil amplifikasi RAPD dari mesin PCR. Produk hasil PCR dianalisis dengan gel agarose 1.5%. Gel agarose disiapkan dengan melarutkan agarose sebanyak 0,75 gr, 50 ml larutan buffer TAE (242 g tris-base; 57,1 g asam asetat glacial; 100 ml EDTA 0,5 M ph 8; dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml), dan 10 µl EtBr, kemudian dipanaskan untuk dihomogenkan dengan temperatur medium selama 4 menit secara bertahap (2-1-1 menit). Larutan dituangkan ke dalam baki gel agarosa yang 13

24 telah dipasangkan sisir pencentak sumuran, kemudian dibiarkan hingga berubah menjadi gel yang padat. Baki yang telah berisi gel agarosa dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah diisi dengan larutan bufer TAE (gel dipastikan terendam seluruhnya dalam TAE). Loading dye 4 µl dicampurkan dengan tiap sample cendawan hasil PCR sebanyak 10 µl diatas kertas parafilm menggunakan mikropipet kemudian di campurkan dan ditempatkan dalam sumuran pada agarose yang telah diletakkan di mesin elektrophoresis. Selanjutnya dilakukan proses running elektrophoresis selama 60 menit pada tegangan listrik 75 V. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektrophoresis tersebut diamati dan difoto dengan menggunakan kamera digital. Gambar 2 Peralatan elektroforesis. A. Gel tray, B. Cara mencetak gel agarose. C. Peralatan lengkap untuk running elektroforesis (Fatchiyah 2006 ). 14

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Morfologi B.theobromae Hasil pengamatan karakter morfologi pada penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan maksimum miselium B. theobromae dari berbagai tanaman inang pada media PDA dalam cawan petri berdiameter 9 cm secara umum pada 3-5 HSI. Pada awalnya, miselium isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang berwarna putih sampai dengan 3 HSI kemudian berubah warna menjadi abu-abu muda sampai dengan umur 4-5 HSI dan setelah 10 HSI bertambah gelap sesuai dengan pertambahan umur isolat. Isolat cendawan asal manggis awalnya berwarna putih sampai dengan 3 HSI kemudian berubah warna menjadi dominan gelap sampai dengan umur 4-5 HSI dan bertambah gelap sesuai dengan pertambahan umur isolat. Gambar 3 Koloni isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada umur 21 Hari Setelah Isolasi (HSI) pada media PDA. Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D); manggis (E).

26 Punithalingam (1976) dalam penelitiannya menyebutkan karakter morfologi cendawan B. theobromae ditandai dengan pertumbuhan miselium dari isolat B. theobromae seperti benang rambut halus atau kapas, miselium udara berlimpah. koloni mula-mula berwarna sepia berubah menjadi abu-abu kemudian menjadi hitam. Pertumbuhan koloni secara teratur membentuk lingkar sampai koloni memenuhi cawan petri. Koloni yang telah memenuhi cawan petri pada umur isolat 21 HSI tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna namun juga telah membentuk piknidia. Warna dan penampilan koloni isolat B. theobromae yang diamati sangat bervariasi. Koloni jeruk berwarna abu-abu muda, kakao berwarna abu-abu, karet berwarna abu-abu gelap, pisang berwarna coklat, dan manggis berwarna dominan hitam (Gambar 2). Hasil pengamatan yang ditunjukkan Gambar 3 memperlihatkan bahwa pertumbuhan koloni B. theobromae isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis pada media PDA memenuhi cawan setelah mencapai 4 HSI. Pada isolat asal jeruk, karet, dan pisang pertumbuhan koloni lebih cepat dibandingkan isolat asal kakao dan manggis. Rata-rata pertumbuhan koloni diantara kelima isolat B. theobromae memperlihatkan perbedaan kecepatan tumbuh. Gambar 4 Grafik pertumbuhan koloni cendawan B. theobromae pada media PDA 16

27 Secara mikroskopis, bentuk hifa B. theobromae bersekat pada isolat asal jeruk, kakao, karet, dan pisang sedangkan pada isolat asal manggis hifa muda membengkak seperti sate. Hifa awalnya hialin kemudian berubah warna menjadi coklat. Khlamidospora terbentuk pada isolat asal manggis secara interkaler (Gambar 4). A B Gambar 5 Morfologi hifa dan klamidospora pada manggis. Hifa membengkak seperti sate (A); pembentukan klamidospora secara interkaler (B), dengan perbesaran 40x. Piknidia B. theobromae isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis terbentuk secara berkelompok pada media WA yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami padi dan kulit manggis (Gambar 5). Ciri ini yang membedakan piknidia B. theobromae dengan piknidia yang dihasilkan oleh Diplodia sp. Menurut Barnett dan Hunter (1999) piknidia B. theobromae terbentuk secara bergerombol dan berwarna hitam sedangkan piknidia Diplodia sp. tunggal atau tidak berkelompok. 17

28 Gambar 6 Piknidia B. theobromae yang terbentuk pada media WA + jerami padi (A, B, C, D) dan WA + kulit manggis (E). Jeruk (A); kakao (B); karet (C); pisang (D); manggis (E) dengan perbesaran 100x. Gambar 7 Piknidia yang pecah mengeluarkan konidia (pewarnaan dengan laktofenol) pada isolat B. theobromae. Piknidia B. theobromae yang ditumbuhkan pada media PDA dapat terbentuk pada isolat asal jeruk dan isolat asal karet sedangkan pada media WA yang diberi bahan induksi berupa potongan jerami terbentuk pada semua isolat kecuali isolat asal manggis. Piknida isolat asal manggis hanya dapat terbentuk pada media WA yang diberi bahan induksi berupa kulit manggis (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan piknidia diperlukan nutrisi tertentu agar dapat memaksimumkan pembentukannya. Menurut Winarsih (2007) jerami padi mengandung serat sampai 67%. Kandungan serat yang tinggi ini yang memicu pertumbuhan dan merangsang sporulasi cendawan. Salah satu enzim yang penting 18

29 dihasilkan cendawan adalah enzim selulase. B.theobromae adalah salah satu cendawan yang menghasilkan enzim selulase. Menurut Shivas dan Beasley (2005) media agar-agar yang kaya sumber gulanya merupakan kondisi yang tidak baik untuk terjadinya sporulasi pada kebanyakan cendawan patogen tanaman. Sporulasi biasanya ditingkatkan dengan penambahan material daun inang yang telah disterilkan, misalnya jerami gandum, daun jagung, daun bunga anyelir, atau media yang kurus seperti WA. Tabel 1 Pembentukan piknidia cendawan B. theobromae asal beberapa tanaman pada berbagai media sampai dengan 34 HSI Media pembentukan piknidia Piknidia B. theobromae asal Jeruk Kakao Karet Pisang Manggis PDA WA + jerami padi WA + pelepah pisang WA + kulit manggis Keterangan: + Piknidia terbentuk - Piknidia tidak terbentuk Konidia B. theobromae secara umum berbentuk jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal. Pada konidia isolat asal jeruk, kakao, karet yang masih muda konidia hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda namun setelah matang menjadi berwarna coklat, bersekat tebal seperti membentuk dua buah sel, dan memiliki dinding tunggal yang tebal. Barnett dan Hunter (1999) mendeskripsikan cendawan B.theobromae memiliki kekhasan yang ditandai dengan piknidia berwarna gelap dan terbentuk secara berkelompok dalam stroma, konidia berwarna gelap dan memiliki dua buah sel saat matang, berbentuk jorong atau ovoid. Konidia B. theobromae asal isolat jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis memiliki ukuran yang berbeda-beda (Tabel 2). Konidia pada jeruk berukuran µm x µm, konidia kakao berukuran µm x µm, konidia karet berukuran µm x µm, konidia pisang berukuran µm x 9-11 µm, dan konidia manggis berukuran µm x 6-10 µm. Menurut Semangun (2007) rata-rata konidia pada jeruk berukuran 24 µm x 15 µm, sedangkan pada kakao 19

30 konidia berukuran µm x 11,5 13,5 µm (Semangun 2000). B. theobromae pada pisang memiliki konidia berukuran µm x µm (Goos 1961). Ukuran konidia bervariasi yaitu panjangnya 10,00 µm 28,64 µm, lebarnya 6,36 µm 15,91 µm, dan tebal dindingnya 0,80 µm 2,50 µm. Pavlic et al. (2004) menemukan ciri umum pada isolat B.theobromae yang berasal dari Amerika Serikat, Amerika Selatan, Afrika Selatan dan Asia memiliki konidia berukuran µm x µm. Hasil uji lanjut Duncan's Multiple Range Test (DMRT) pada tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda berbeda sangat nyata pada isolat asal jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis. Perbedaan yang ditunjukkan oleh konidia muda memperlihatkan keragaman ukuran konidia cendawan B. theobromae yang diperoleh dari inang berbeda. Pada konidia muda asal isolat jeruk memiliki rasio panjang/lebar tertinggi yaitu 2,18 dan konidia muda asal isolat manggis memiliki nilai rasio panjang/lebar terendah yaitu 1,50. Hal ini menunjukkan bentuk konidia yang semakin elips memiliki nilai rasio panjang/lebar yang tinggi dan cenderung bulat untuk nilai rasio panjang/lebar yang rendah. Tabel 2 Ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia muda cendawan B. theobromae pada lima tanaman inang Ukuran Konidia B. theobromae Rasio Tebal dinding Panjang (µm) Lebar (µm) panjang/lebar (µm) Jeruk 25,68 ± 1,62 a 11,95 ± 1,44 b 2,18 ± 0,34 a 1,23 ± 0,28 c Kakao 23,26 ± 0,53 b 14,02 ± 1,20 a 1,82 ± 0,12 b 1,91 ± 0,15 a Karet 24,77 ± 1,80 ab 13,79 ± 2,00 a 1,69 ± 0,22 bc 1,80 ± 0,40 a Pisang 15,32 ± 0,68 c 10,32 ± 0,91 c 1,67 ± 0,18 bc 1,52 ± 0,17 b Manggis 13,45 ± 2,08 d 8,09 ± 0,88 d 1,50 ± 0,36 c 1,34 ± 0,21 bc Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α = 0,01). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ukuran panjang, lebar, dan tebal dinding konidia cendawan B. theobromae berbeda nyata pada isolat asal jeruk, kakao, dan karet. Perbedaan yang ditunjukkan oleh konidia matang 20

31 memperlihatkan keragaman ukuran konidia cendawan B. theobromae yang diperoleh dari inang berbeda. Pada konidia matang asal isolat jeruk memiliki rasio panjang/lebar 1,96, konidia asal isolat kakao 1,90, dan konidia asal isolat karet 1,83. Hasil pengukuran rasio panjang/lebar menunjukkan bahwa ukuran konidia kelima cendawan > 1 (bentuk jorong). Punithalingam (1976) dalam penelitiannya menyebutkan konidia B. theobromae memiliki bentuk subovoid-elipsoid oblong. Tabel 3 Ukuran panjang dan lebar konidia matang cendawan B. theobromae pada tiga tanaman inang B. theobromae Ukuran konidia Panjang (µm) Lebar (µm) Rasio panjang/lebar Jeruk 26,88 ± 2,52 a 13,88 ± 0,59 a 1,96 ± 0,22 a Kakao 25,38 ± 1,56 ab 13,75 ± 0,71 a 1,90 ± 0,07 a Karet 24,50 ± 1,34 b 13,00 ± 1,05 b 1,83 ± 0,20 a Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang ganda Duncan, α = 0.05). Konidia secara umum berbentuk jorong atau ovoid, hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda saat muda dan saat matang berwarna coklat, bersekat, dan memiliki dinding tunggal. Pada konidia jeruk, kakao, karet yang masih muda konidia hialin, tidak bersekat, dan memiliki dinding ganda (Gambar 7) namun setelah matang menjadi berwarna coklat, bersekat tebal seperti membentuk dua buah sel, dan memiliki dinding tunggal yang tebal (Gambar 8). Barnett dan Hunter (1999) mendeskripsikan cendawan B.theobromae memiliki kekhasan yang ditandai dengan piknidia berwarna gelap dan terbentuk secara berkelompok dalam stroma. Konidia hialin dan tidak bersekat saat muda. Konidia berwarna gelap dan memiliki dua buah sel saat matang. Konidia berbentuk jorong atau ovoid. 21

32 Gambar 8 Konidia muda isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang. Jeruk (A); karet (B); kakao (C); manggis (D); pisang (E) dengan perbesaran 100x. Gambar 9 Konidia matang isolat cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang.jeruk (A); karet (B); kakao (C) dengan perbesaran 100x. Karakter Molekuler B. theobromae Penanda molekuler DNA telah digunakan untuk mengenali dan mengkarakterisasi populasi cendawan. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat tinggi atau kelompok eukaryote (Suryanto 2003). B. theobromae termasuk ke dalam kelompok eukaryote sehingga teknik ini dapat digunakan untuk menganalisis DNA cendawan tersebut. Teknik RAPD melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer dapat berbeda untuk menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda (Suryanto 2003). Analisis molekuler dilakukan dengan teknik RAPD-PCR dengan menggunakan dua primer yaitu OPB 01 dan OPB 07. Hasil elektroforesis produk RAPD-PCR pada Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukkan bahwa kedua primer yang digunakan mampu mengamplifikasi 22

33 DNA cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman pada lokasi yang berbeda. Keberhasilan amplifikasi DNA genom dalam teknik RAPD ditentukan salah satunya oleh kesesuaian primer dan efisiensi serta optimasi proses PCR (Suryanto 2003). Kualitas pita yang tajam dipengaruhi oleh konsentrasi semua komponen dalam reaksi campuran (Edel 1998). Menurut Takamatsu (1998) komponen reaksi Mg 2+, DNA polimerase, primer, template DNA, dan suhu yang digunakan mempengaruhi konsistensi produk amplifikasi DNA. Shah et al. (2010) melaporkan bahwa pendekatan RAPD mampu mendeteksi keanekaragaman genetik B. theobromae. Dalam penelitian Henuk (2010) melalui pendekatan PCR, cendawan B. theobromae telah berhasil diidentifikasi dengan menghasilkan produk PCR yang sesuai dengan yang dilaporkan Begoude et al. (2009). Profil DNA antara kelima isolat cendawan yang ditunjukkan Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan berbedabeda kecuali antara isolat asal karet dan manggis menunjukkan pola yang serupa. Jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan oleh isolat asal karet dan manggis memiliki kesamaan. Hal ini menunjukkan berdasarkan penggunaan primer OPB 01 antara isolat cendawan asal jeruk, kakao, dan pisang memiliki perbedaan genetik kecuali antara isolat asal karet dan manggis. Berbeda dengan pada pita DNA yang dihasilkan oleh primer OPB 07 (Tabel 5) memperlihatkan bahwa jumlah dan ukuran pita DNA yang dihasilkan berbeda-beda kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang. Hal ini menunjukkan berdasarkan penggunaan primer OPB 07 antara isolat cendawan asal kakao, karet, dan manggis memiliki perbedaan genetik kecuali antara isolat asal jeruk dan pisang. Berdasarkan penggunaan kedua primer dalam RAPD tersebut ditunjukkan bahwa antara kelima isolat cendawan B. theobromae terdapat perbedaan genetik. 23

34 Gambar 10 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD-PCR menggunakan primer OPB 01. M 1 molecular marker (DNA leader); isolat jeruk (J); isolat kakao (C); isolat karet (K); isolat pisang (P); isolat manggis (M); pembanding R. solani asal nanas (N). Tabel 4 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang menggunakan primer OPB 01 Isolat Ukuran pita DNA (bp) B. theobromae Jeruk > 2072 Kakao > 2072 Karet Pisang Manggis Kontrol

35 Gambar 11 Profil DNA lima isolat cendawan B. theobromae yang diamplifikasi dengan RAPD PCR menggunakan primer OPB 07. M 1 molecular marker (DNA leader); isolat jeruk (J); isolat kakao (C); isolat karet (K); isolat pisang (P); isolat manggis (M), pembanding R. solani asal nanas (N). Tabel 5 Ukuran fragmen DNA cendawan B. theobromae asal berbagai tanaman inang menggunakan primer OPB 07 Isolat Ukuran pita DNA (bp) B. theobromae Jeruk > 2072 Kakao > 2072 Karet > 2072 Pisang >2072 Manggis >2072 Kontrol

36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Isolat cendawan B. theobromae yang berasal dari tanaman jeruk, kakao, karet, pisang, dan manggis memiliki morfologi yang bervariasi baik dari segi bentuk dan penampilan koloni, kecepatan tumbuh koloni, pembentukan piknidia, dan ukuran konidia. Pengukuran rasio panjang/lebar memperlihatkan variasi bentuk konidia kelima cendawan yaitu subovoid-elipsoid oblong dengan ukuran konidia > 1 (bentuk jorong). Hasil RAPD-PCR menggunakan primer OPB 01 menunjukkan bahwa diantara kelima isolat cendawan dapat dibedakan kecuali antara isolat karet dan manggis yang menghasilkan pola identik sedangkan melalui primer OPB 07 kelima isolat cendawan dapat dibedakan kecuali antara isolat jeruk dan pisang. Morfologi cendawan B. theobromae dan RAPD- PCR berhasil memperlihatkan keragaman isolat B. theobromae yang diperoleh dari tanaman inang berbeda. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan patogenisitas dari cendawan B. theobromae dari berbagai tanaman inang untuk mengetahui hubungan antara perbandingan morfologi dan molekuler.

37 DAFTAR PUSTAKA AgroMedia Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Alexopoulos CJ Introductory Mycology. Ed ke-5. New York: John Wiley and Sons, Inc. Barnett HL, Hunter BB Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-2. Minnesota: APS Press. Begoude BAD, Bernard S, Michael JW, Jolanda R Botryosphaeriaceae associated with Terminalia cattapa in Cameroon, South Africa and Madagascar. Mycol Progress 9: Davis RM, Farrald CJ, Davila D Botryodiplodia trunk lesions in Texas citrus plant disease. Plant Disease 71 (9): Edel V Polymerase Chain Reaction in Mycology. France: Dijon Cedex. Ekundayo JA Botryodiplodia theobromae Pat. Diseases, Pest, and Weeds in Tropical Crops. New York: Wiley-Interscience Fatchiyah Gel Elektroforesis. Malang: Universitas Brawijaya. Goos RD, Cox EA, Stotz G Botryodiplodia theobromae and its association with musa species [abstrak]. Mycologia 53 (3): [21 Oktober 2010]. Henuk JBD Identifikasi dan uji patogenisitas penyebab busuk pangkal batang pada jeruk (Citrus spp.) dari beberapa sentra produksi jeruk di Indonesia [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mbenoun M, Momo Zeutsa EH, Samuels G, Amougou FN, Nyasse S Dieback due to Lasiodiplodia theobromae, a new constraint to cocoa production in Cameroon. Plant Pathology 57: 381. hhtp://ddr.nal.usda.gov/bitstream/10113/13435/1/ind pdf [18 Agustus 2010]. Moller EM, Bahnweg G, Sandermann H, Geiger HH A simple and efficient protocol for isolation of high molecular weight DNA from filamentous fungi, fruit Bodies, and infected plant tissues. Nucleic Acids Research 20 (22): Nunes FM, Oliveira MCF, Arriaga AMC, Lemos TLG, Neto MA A New eremophilane-type sesquiterpene from the phytopatogen fungus Lasiodiplodia theobromae (Sphaeropsidaceae). J Braz Chem Soc 19 (3):

38 [jurnal on-line]. a15v19n3.pdf [27 Agusutus 2010]. Pavlic D, Slippers B, Coutinho TA, Gryenhout M, Wingfield MJ Lasiodiplodia gonubiensis sp. nov., a new Botryosphaeria anamorph from native Syzygium cordatum in South Africa. Stud Mycol 50: Pha TA, Dung PT, Hieu ND, Nghia NA Disease caused by Botryodiplodia theobromae Pat. on rubber tree in Vietnam. Rubber Risearch Institute of Vietnam. userfiles/28-bcmalaysia-pha.ppt- [8 Desember 2010]. Punithalingam E CMI Descriptions of Pathogenic Fungi and Bacteria No Kew, Surrey, England: Commonwealth Mycological Institute. Punithalingam E Plant diseases attributed to Botryodiplodia theobromae Pat. Letters in Applied Microbiology 1: Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T Molecular Cloning. A Laboaratory Manual. Ed ke-2. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press. Semangun H Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Semangun H Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed ke-2. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Shah MD, Verma KS, Singh K, Kaur R Morphological, pathological and molecular variability in Botryodiplodia theobromae (Botryosphaeriaceae) isolates associated with die-back and bark cancer of pear trees in Punjab, India. Genetics and Molecular Research 9 (2): Shivas R, Beasley D Pengelolaan Koleksi Patogen Tanaman. Kramadibrata K, Soetjipto NW, Machmud M, penerjemah. Queensland: Department of Primary Industries and Fisheries. Terjemahan dari: Plant Pathology Herbarium. Suryanto D Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik genetika molekuler. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Takamatsu S PCR Applications in Fungal Phylogeny. Japan: Mie University. Winarsih S Pengaruh bahan organik pada pertumbuhan Gliocladium virens dan daya antagonis terhadap Fusarium oxysporum secara in vitro. Bengkulu: Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu 28

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae

TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae TINJAUAN PUSTAKA Nilai Ekonomi Cendawan Botryodiplodia theobromae B. theobromae dilaporkan telah menyebabkan berbagai penyakit diantaranya mati ujung, busuk akar, busuk buah, bercak daun, dan sapu setan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi

TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Bioekologi dan Nilai Ekonomi 3 TINJAUAN PUSTAKA Cendawan Botryodiplodia theobromae Taksonomi Cendawan Klasifikasi cendawan Botryodiplodia theobromae (Alexopoulos et al. 1996) adalah sebagai berikut: Domain : Eukaryota Kingdom : Fungi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR

KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR KARAKTERISASI CENDAWAN Botryodiplodia theobromae DAN Rhizoctonia solani DARI BERBAGAI TANAMAN INANG BERDASARKAN MORFOLOGI DAN POLA RAPD-PCR YAYU SITI NURHASANAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Penyebab Berdasarkan Karakter Morfologi Dalam pengembangan jeruk di lahan basah, penyakit Busuk Pangkal Batang yang disebabkan oleh organisme mirip cendawan (fungal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

III. Bahan dan Metode

III. Bahan dan Metode III. Bahan dan Metode A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Mei-Juli 2011 yang dilakukan di LPPT UGM Yogyakarta. B. Bahan Penelitian Sampel yang digunakan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Cendawan Rhizosfer Hasil eksplorasi cendawan yang dilakukan pada tanah rhizosfer yang berasal dari areal tanaman karet di PT Perkebunan Nusantara VIII, Jalupang, Subang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad 15 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK MIFTAHUL

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ceratocystis fimbriata. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata dapat diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom : Myceteae, Divisi : Amastigomycota,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung sejak Juli sampai dengan September 2015. Pengambilan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci