HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang tidak merata dimana banyak tanaman anggrek yang masih terlalu kecil. Bakteri patogen yang dipakai adalah bakteri Erwinia yang telah teridentifikasi (dalam laboratorium) baik jenis yaitu Erwinia carotovora, maupun jumlahnya. Bakteri tersebut juga telah teruji dapat menginfeksi (virulen) dan menyebabkan penyakit busuk lunak (soft-rot) pada umbi kentang (Gambar 1). Bakteri Erwinia carotovora memiliki aktivitas pektolitik yang kuat dan dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Agrios 1996). A B Gambar 1. Uji virulensi Erwinia carotovora, A : Umbi kentang normal, B : Umbi kentang terinfeksi bakteri Erwinia carotovora Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan populasi, cara inokulasi, interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri, dan interaksi populasi dengan cara inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan penyakit busuk lunak pada Phalaenopsis. Hasil perlakuan tunggal konsentrasi bakteri, konsentrasi bakteri dengan cara inokulasi, dan populasi dengan konsentrasi bakteri dengan cara inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan pada Phalaenopsis (Tabel 2).

2 Tabel 2 Hasil analisis sidik ragam perlakuan terhadap intensitas serangan Peubah Intensitas Serangan (%) Jenis Populasi ** Konsentrasi Bakteri Cara Inokulasi ** Jenis Populasi x Konsentrasi Bakteri ** Jenis Populasi x Cara Inokulasi ** Konsentrasi Bakteri x Cara Inokulasi Jenis Populasi x Konsentrasi Bakteri x Cara Inokulasi Keterangan : ** = sangat nyata, tn = tidak nyata pada α = 5 % 2. Pengaruh Jenis Populasi Anggrek terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora Jenis populasi menunjukan pengaruh yang nyata terhadap intensitas serangan penyakit. Populasi 508 merupakan populasi paling tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora dengan rata-rata intensitas serangan sebesar 41.5%, dibandingkan dengan populasi 529, 655 dan 688 dengan rata-rata intensitas serangan berturut-turut 27.7%, 27.4% dan 26,5%. Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak, populasi 508 merupakan populasi yang rentan sedangkan populasi 529, 655, dan 688 termasuk populasi yang agak rentan (Tabel 3). Berdasarkan kejadian penyakit setelah 10 hari pengamatan, menunjukkan bahwa bakteri Erwinia carotovora dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit busuk lunak pada tanaman Phalaenopsis sehingga sebagian besar tanaman terkena penyakit busuk lunak (98%-100%). Intensitas serangan dari masing-masing individu tanaman pada setiap populasi sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada setiap populasi kisaran intensitas serangan berbeda. Populasi 508 kisaran intensitas serangan antara 24.4% sampai 91.1%, sedangkan populasi 529, 655, dan 688 dengan kisaran intensitas serangan berturut-turut antara 8.9% sampai 77.8%, 0% sampai 77.8%, dan 0% sampai 77.8% (Tabel 3). tn tn tn

3 Tabel 3 Pengaruh jenis populasi terhadap intensitas serangan pada daun anggrek Phalaenopsis pada 10 hari pengamatan Jenis Tingkat Populasi Ketahanan Kejadian Penyakit pada 10 Hsi (%) Interval Intensitas Serangan (%) Rata-rata Intensitas Serangan (%) a Rentan b Agak Rentan b Agak Rentan b Agak Rentan Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%; Hsi : hari setelah inokulasi Gejala penyakit yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pada bibit anggrek dicirikan oleh terdapatnya bercak coklat kehitaman yang lunak, berlendir disertai bau yang khas (busuk) dan terus meluas pada masa inkubasi. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat karena pada bibit anggrek yang masih muda banyak terdapat jaringan lunak. Perlakuan dilakukan pada daun anggrek, akan tetapi dalam perkembangannya penyakit ini juga menyerang batang dan akar dengan cepat dan menyebabkan kematian pada bibit anggrek. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semua populasi yang diuji (populasi 508, 529, 655 dan 688) merupakan populasi yang berdasarkan tingkat intensitas serangan tergolong tidak tahan terhadap serangan penyakit busuk lunak (rata-rata intensitas serangan > 20%). Setiap populasi yang diseleksi memiliki koefisien keragaman yang besar (> 20%). Nilai koefisien keragaman tiap-tiap populasi menunjukan bahwa pada setiap perlakuan populas memiliki ragam yang tinggi terhadap penyakit busuk lunak. Ragam tersebut tercermin pada hasil respon setiap tanaman terhadap intensitas serangan. Berdasarkan hasil nilai ragam, berturut-turut dari populasi yang memiliki ragam tertinggi yaitu populasi 655, 688, 529, dan 508 dengan nilai ragam berturut-turut 54.1%, 46.7%, 45.8%, dan 36.6% (Tabel 4).

4 Tabel 4 Perbandingan nilai koefisien keragaman tiap populasi Phalaenopsis pada inokulasi dengan pelukaan terhadap intensitas serangan Populasi Koefisien Keragaman (%) Ragam yang tinggi pada setiap populasi terhadap intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora, memberikan kemungkinan adanya tanaman yang tahan terhadap serangan penyakit busuk lunak. Selanjutnya jika dikaitkan dengan tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit busuk lunak, hasil seleksi individu mengindikasikan masing-masing tanaman baik dalam populasi yang sama maupun antar populasi memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap penyakit busuk lunak. Perlakuan konsentrasi inokulum 10 9 cfu/ml pada populasi 655 ditemukan enam tanaman Phalaenopsis yang memiliki ketahanan dengan kategori imun (satu tanaman), resisten (dua tanaman) dan agak resisten (tiga tanaman) (Lampiran 3). Pada populasi 688 terdapat tiga genotip yang tahan yaitu imun (satu tanaman), resisten (satu tanaman) dan agak resisten (satu tanaman) (Lampiran 4). Hasi seleksi pada konsentrasi bakteri Erwinia carotovora cfu/ml, populasi 529 ditemukan empat tanaman Phalaenopsis yang memiliki ketahanan dengan kategori resisten (satu tanaman) dan agak resisten (tiga tanaman) (Lampiran 6), pada populasi 688 terdapat dua genotip tahan yaitu kategori resisten (satu tanaman) dan agak resisten (satu tanaman) (Lampiran 8). Tanaman yang tahan tersebut menunjukkan perkembangan intensitas serangan yang lambat atau tanaman tidak terserang (luka mengering) atau serangan bakteri Erwinia carotovora tidak menyebabkan infeksi terhadap tanaman yang tahan, sehingga tanaman tersebut tidak terserang penyakit busuk lunak. Terdapatnya tanaman imun dan resisten menunjukan bahwa ragam yang tinggi memberikan peluang terdapatnya tanaman terpilih. Tanaman terplih tersebut merupakan kandidat tanaman tahan penyakit terhadap penyakit busuk lunak, kemudian tanaman tersebut dikembangkan lebih lanjut dan diseleksi kembali untuk menguji

5 kestabilan sifat ketahanannya. Gambar 2 merupakan salah satu contoh tanaman pada setiap populasi setelah 10 hari inokulasi bakteri Erwinia Carotovora dengan cara pelukaan pada daun Phalainopsis Gambar 2. Tanaman anggrek Phalaenopsis setelah 10 hari pengamatan pada setiap popupasi Perbedaan antara tanaman yang tahan dan tidak tahan terhadap penyakit busuk lunak dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 A menunjukan daun anggrek Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora lunak dan intensitas serangannya telah meluas. Gambar 3 B menunjukan daun anggrek Phalaenopsis tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora, meskipun telah diinokulasi menggunakan jarum yang telah dicelupkan ke dalam bakteri Erwinia carotovora akan tetapi bakteri tersebut tidak dapat menginfeksi dan luka pada daun mengalami penyembuhan.

6 A B Gambar 3. A : anggrek Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora, B : anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora Perbandingan intensitas serangan setiap populasi pada cara inokulasi yang berbeda, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada cara inokulasi dengan pelukaan dan tanpa pelukaan. Inokulasi bakteri Erwinia carotovora melalui pelukaan menghasilkan intensitas serangan sangat tinggi dibandingkan dengan tanpa pelukaan. Populasi 508 menunjukan tingkat respon terhadap intensitas serangan tertinggi baik pada cara inokulasi dengan pelukaan maupun tanpa pelukaan, hal ini menunjukan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang paling rentan terhadap serangan penyakit busuk lunak (Gambar 4 dan 5) Intensitas Serangan % Populasi Gambar 4. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi melalui pelukaan

7 Intensitas Serangan % Populasi Gambar 5. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi tanpa pelukaan Mekanisme ketahanan yang terjadi pada tanaman yang resisten terhadap penyakit busuk lunak diduga berhubungan dengan reaksi pertahanan nekrotik yaitu patogen mungkin mempenetrasi dinding sel, tetapi segera setelah patogen kontak dengan protoplasma sel, reaksi hipersensitif menyebabkan hancurnya semua membran seluler dari sel-sel yang kontak dengan bakteri, dan kemudian diikuti dengan pengeringan dan nekrosis jaringan daun yang terserang bakteri tersebut. Resistensi terhadap penyakit busuk lunak diduga berhubungan dengan reaksi detoksifikasi salah satu faktor patogenitas yaitu kutinase yang dapat merombak kutin yang merupaka komponen utama kutikula, serta pektinase yang dapat menguraikan zat pektik yang merupakan penyusun utama dinding sel dan lamella tengah pada tumbuhan (Agrios 1996). Resistensi tersebut diwujudkan dalam berbagai mekanisme, misalnya modifikasi dinding sel, induksi sintesis enzim yang terlibat dalam biosintesis fitoaleksin, sintesis enzim hidrolitik dan sintesis inhibitor bermacam-macam proteinase (Yuwono 2006).

8 3. Pengaruh Konsentrasi Bakteri terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis Perlakuan konsentrasi bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan, dengan kata lain penggunaan konsentrasi bakteri 10 9 cfu/ml dan cfu/ml menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap tingkat intensitas serangan bakteri (Tabel 5). Tabel 5 Pengaruh konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Konsentrasi Bakteri Intensitas Serangan (%) 10 9 cfu/ml a cfu/ml a Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %. Hasi perlakuan konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan menunjukan bahwa intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis, tidak ditentukan oleh konsentrasi inokulum akan tetapi dipengaruhi oleh virulensi bakteri Erwinia carotovora dalam menginfeksi jaringan anggrek Phalaenosis. Bakteri Erwinia carotovora memiliki aktivitas pektolitik yang kuat dan dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Agrios 1996). 4. Pengaruh Cara Inokulasi terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis. Perlakuan cara inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora pada daun anggrek Phalaenopsis. Cara inokulasi dengan pelukaan menyebabkan intensitas serangan bakteri tinggi yaitu 54.1%, sedangkan inokulasi tanpa pelukaan intensitas serangannya kecil yaitu 1.9% (Tabel 6). Tabel 6 Pengaruh cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Cara Inokulasi Intensetas serangan (%) Pelukaan 54.1 a Tanpa Pelukaan 1.9 b Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %

9 Berdasarkan hasil penelitian, bakteri Erwinia carotovora dapat dengan mudah menyerang daun Phalaenopsis melalui pelukaan dan hanya beberapa tanaman mengalami serangan Erwinia carotovora tanpa melalui pelukaan. Perbandingan perlakuan cara inokulasi terhadap rata-rata intensitas serangan bakteri Ewinia carotovora pada tiap populasi, menunjukan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada cara inokulasi melalui pelukaan (Gambar 6) Intensitas Serangan % Populasi Pelukaan Tanpa pelukaan Gambar 6. Pengaruh cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada setiap populasi

10 Setelah satu hari inokulasi, daun Phalaenopsis yang diinokulasi dengan pelukaan pada umumnya menunjukkan gejala serangan bakteri Erwinia carotovora dengan skala 1 (bercak kecil berwarna coklat kehitaman), kemudian serangan terus berkembang hingga pengamatan hari kesepuluh. Semua populasi menunjukkan respon yang sama terhadap intensitas serangan penyakit busuk lunak yaitu perkembangan serangan penyakit terus meluas seiring dengan bertambahnya waktu. Laju perkembangan serangan penyakit tertinggi terdapat pada populasi 508 dan laju perkembangan serangan bakteri terkecil terdapat pada populasi 655 (Gambar 7). 100 Intensitas Serangan % Masa Inkubasi (hari) Gambar 7. Grafik perkembangan serangan pada inokulasi melalui pelukaan Setiap populasi memiliki tingkat ketahanan yang berbeda. Tingkat ketahanan setiap populasi diduga dipengaruhi oleh sifat pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan tanaman, yang diduga diwariskan dari tetua. Interaksi antara populasi dengan konsentrasi membuktikan bahwa bakteri Erwinia carotovora merupakan bakteri patogen yang dapat menginfeksi daun tanaman anggrek secara nyata dan mengakibatkan penyakit busuk lunak (soft-rot) pada daun bibit anggrek Phalaenopsis.

11 Bakteri Erwinia carotovora pada umumnya masuk ke dalam tanaman anggrek melalui luka-luka dan menyebabkan busuk lunak yang berkembang dengan pesat terutama pada masa pembibitan. Melalui perlakuan pelukaan pada daun dengan menggunakan jarum yang telah dicelupkan kedalam bakteri Erwinia carotovora menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap inveksi bakteri terhadap daun bibit Phalaenopsis. Berdasarkan hasil dari hari pertama pengamatan hingga hari kesepuluh, tiap populasi menunjukkan respon yang positif terhadap perkembangan intensitas serangan penyakit. Terutama pada populasi 508 menunjukkan respon terbesar terhadap serangan penyakit, hal ini menunjukkan populasi ini merupakan populasi yang paling rentan terhadap serangan penyakit busuk lunak dibanding dengan populasi yang lain, sedangkan pada populasi 655 menunjukkan nilai intensitas serangan terkecil. Masuknya bakteri Erwinia carotovora pada perlakuan cara inokulasi tanpa pelukaan diduga melalui lubang alami pada jaringan tanaman Phalaenopsis. Penyakit busuk lunak dapat ditularkan melalui berbagai cara yaitu infeksi antar tanaman, air, lubang-lubang alami, peralatan yang telah terinfeksi, dan serangga. Bakteri Erwinia carotovora dapat bertahan dalam usus serangga selama beberapa jam, sehingga dapat dipindahkan secara mudah oleh serangga (Semangun 2007). 5. Interaksi Antar Perlakuan terhadap Intensitas Serangan Erwinia carotovora pada Daun Phalaenopsis Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap intensitas serangan. Interaksi populasi 508 dengan konsentrasi bakteri respon intensitas serangannya tertinggi dan berdasarkan uji lanjut, populasi 508 berbeda nyata terhadap populasi 529, 655 dan 688 (Tabel 7). Tabel 7 Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Konsentrasi Inokulum (cfu/ml) Populasi (intensitas serangan %) a 29.5 b 28.0 b 25.7 b a 26.1 b 24.9 b 29.0 b Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %

12 Salah satu mekanisme yang dimiliki oleh tanaman untuk menekan serangan suatu patogen adalah dengan cara menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen dalam jaringan yang telah terinfeksi. Tanaman resisten menggunakan hasil metabolismenya berupa toksin untuk mempertahankan diri dari serangan suatu patogen atau dikenal sebagai fitoaleksin (Agrios 1996). Berkaitan dengan hasil percobaan ini dapat dikemukakan bahwa individu-individu yang menunjukkan ketahanan tersebut diduga menghasilkan suatu senyawa toksin yang dapat mencegah perkembangan dan pertumbuhan patogen di dalam jaringan tanaman. Padahal patogen busuk lunak telah diinokulasikan secara langsung ke dalam jaringan tanaman. Interaksi populasi dan cara inokulasi menunjukkan berbeda nyata terhadap intensitas serangan. Setiap populasi memiliki respon yang berbeda terhadap intensitas serangaan bakteri Erwinia carotovora. Interaksi populasi 508 dengan cara inokulasi melalui pelukaan menunjukkan intensitas serangan tertinggi, sedangkan pada populasi 655 memiliki intensitas serangan terendah (Tabel 8). Tabel 8 Interaksi populasi dengan cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Cara Inokulasi Populasi (cfu/ml) (intensitas serangan %) Pelukaan 65.9 a 53.3 b 44.8 c 51,5 b Tanpa Pelukaan 6.6 d 0.2 e 0,8 e 0,2 e Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 % Pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan antara lain jumlah dan kualitas lilin dan kutikula yang menutupi sel epidermis, struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak, dan bentuk stomata dan lentisel, dan jaringan dinding sel yang tebal. Meskipun pertahanan internal ada yang telah ada sebelumnya, tetapi sebagian besar patogen masih mampu melakukan peleburan inangnya dan menyebabkan infeksi, oleh sebab itu biasanya tumbuhan memberikan tanggapan dengan membentuk suatu jenis struktur atau lebih untuk mempertahankan serangan patogen. Bentuk struktural tersebut antara lain struktur pertahanan jaringan (histological defense structure), struktur pertahanan sel (cellular defense

13 structure), reaksi pertahanan sitoplasma (cytoplasmic defense reaction), nekrotik atau sistem pertahanan hipersensitif (hypersensitive defense reaction) (Agrios 1996). Menurut Janse (2006) perkembangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora tergantung pada : 1) kelembaban (air hujan, embun, air dari semprotan/penyiraman/pengairan, dan debu/tanah), 2) ketahanan varietas, umur, vigor, dan asal bunga induk, 3) kemampuan perkembangan koloni bakteri. 4) terbawa serangga, 5) terbawa angin dari tanaman sakit/sumber penyakit, 6) suhu terutama pada tanaman muda. Melalui pengetahuan terhadap sistem perkembangan penyakit dan akibat yang ditimbulkan, dapat membantu dalam memprediksi dan mengendalikan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri Erwinia carotovora dapat menyebabkan penyakit busuk lunak pada daun bibit Phalaenopsis. Penyakit ini pada umumnya menyerang melalui pelukaan, akan tetapi penyakit ini juga dapat menyerang bibit Phalaenopsis tanpa pelukaan. Masuknya inveksi bakteri Erwinia carotovora tanpa pelukaan diduga melalui lubang-lubang alami. Cara mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit busuk lunak, dapat menggunakan metode seleksi in vitro dengan agensia penyeleksi (bakteri Erwinia carotovora) yang telah terbukti virulen. Berdasarkan hasil dari keempat populasi yang diuji terhadap tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak (intensitas serangan), menunjukkan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang rentan (40% < x 60%) dan populasi 529, 655, dan 688 termasuk ke dalam populasi yang agak rentan (20% < x 40%). Berdasarkan kejadian penyakit setelah sepuluh hari masa inkubasi, menunjukan penyakit ini melalui pelukaan dapat menyerang bibit Phalaenopsis hingga 98% - 100%. Hasil analisis ragam pada populasi yang diuji, menunjukkan setiap populasi memiliki koefisien keragaman yang tinggi (>20%). Nilai koefisien keragaman menunjukan nilai ragam dalam populasi dan ragam yang tinggi memberikan peluang adanya kemungkinan terdapatnya tanaman yang tahan, hal ini terbukti dengan didapatnya beberapa tanaman yang tergolong imun (dua tanaman) dan resisten (lima tanaman) terhadap penyakit busuk lunak, akan tetapi tanaman tersebut membutuhkan penelitian/pengujian lebih lanjut untuk

14 mengetahui kestabilan sifat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak baik dalam kultur maupun diluar kultur (alam), dan pada akhirnya kegiatan pemuliaan ini harus memperhatikan apakah tanaman hasil seleksi tersebut memiliki nilai ekonomis atau tidak. Metode seleksi in vitro juga telah banyak dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit baik pada tanaman hortikultura maupun pada tanaman perkebunan, antara lain pada tanaman abaka yang tahan terhadap layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cubeuse (Purwati 2007), kacang tanah resisten penyakit busuk batang yang disebabkan oleh infeksi Sclerotium rolfsii (Hemon 2006), tebu toleran terhadap fitotoksin yang dihasilkan oleh Dreehslera sacchari (toksin DS) (Purwati 2007), dan kentang tahan layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanaccarum (Palupi 2001).

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura 19 januari 2010 Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura 19 januari 2010 Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura 19 januari 2 Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Pengujian Ketahanan Anggrek Phalainopsis terhadap Penyakit Busuk Lunak yang Disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora SECARA IN VITRO HARDIYANTO A

PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora SECARA IN VITRO HARDIYANTO A PENGUJIAN KETAHANAN ANGGREK Phalaenopsis TERHADAP PENYAKIT BUSUK LUNAK YANG DISEBABKAN OLEH Erwinia carotovora SECARA IN VITRO HARDIYANTO A34402008 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Pertahanan tumbuhan Komponen pertahanan: 1. Sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis

TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis TINJAUAN PUSTAKA Phalaenopsis Keluarga tanaman anggrek terdiri dari 900 marga. Marga tersebut yang telah dikenal sekarang diperkirakan 50 000 jenis, diantaranya kurang lebih 5000 jenis anggrek terdapat

Lebih terperinci

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan dengan keragaman varietas dan jenis tanaman hortikultura, misalnya tanaman anggrek. Anggrek merupakan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi

Lebih terperinci

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto Mofit.eko@upnyk.ac.id Deskripsi Kuliah ini menjelaskan tentang perkembangan penyakit tanaman dan penyebaran patogen Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Mahasiswa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Isolasi daun anggrek yang bergejala busuk lunak dihasilkan 9 isolat bakteri. Hasil uji Gram menunjukkan 4 isolat termasuk bakteri Gram positif

Lebih terperinci

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAB IX PEMBAHASAN UMUM 120 BAB IX PEMBAHASAN UMUM Salah satu penyebab rendahnya produktivitas serat abaka antara lain karena adanya penyakit layu Fusarium atau Panama disease yang ditimbulkan oleh cendawan Fusarium oxysporum

Lebih terperinci

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT

CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT CARA PATOGEN MENIMBULKAN PENYAKIT MENGKONSUMSI KANDUNGAN SEL INANG SECARA TERUS MENERUS MEMBUNUH SEL ATAU MERUSAK AKTIVITAS METABOLISME KARENA ENZIM, TOKSIN ATAU ZAT TUMBUH MENGGANGGU TRANSPORTASI AIR

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

BAB V. PATOLOGI DAN PATOGENESIS PENDAHULUAN

BAB V. PATOLOGI DAN PATOGENESIS PENDAHULUAN BAB V. PATOLOGI DAN PATOGENESIS PENDAHULUAN Sebagai salah satu faktor yang menentukan dalam terjadinya penyakit tumbuhan adalah adanya interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya, yang ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang tergolong tanaman semusim, tanaman ini biasanya berupa semak atau perdu dan termasuk kedalam

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN

PROSES PENYAKIT TUMBUHAN PROSES PENYAKIT TUMBUHAN Perkembangan Penyakit pada Tumbuhan Patogen: Jamur Bakteri Virus Nematoda Inang: Tingkat ketahanan Lingkungan: Suhu Kelembapan Angin Light intensity, light quality, soil ph, fertility

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu) KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis-jenis flora yang ada di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan. Eksplorasi dan inventarisasi untuk menyelamatkan plasma nutfah tanaman

Lebih terperinci

Penyakit Karena Bakteri

Penyakit Karena Bakteri Penyakit Karena Bakteri BAHAN KULIAH DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Link : http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/pathogengroups/pages/bacteria.aspx PENYAKIT KARENA BAKTERI PATOGEN Bakteri adalah sekelompok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Buah Sakit Survei dilakukan di kebun percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, di lahan ini terdapat 69 tanaman pepaya. Kondisi lahan tidak terawat

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati SERANGGA HAMA Di lapang Di gudang Menyerang benih dengan kadar air masih tinggi Mampu menyerang benih berkadar air rendah Serangga hama di penyimpanan dibedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

Ketahan Tumbuhan. Mofit Eko Poerwanto

Ketahan Tumbuhan. Mofit Eko Poerwanto Ketahan Tumbuhan Mofit Eko Poerwanto mofitnuk@yahoo.com KETAHANAN TUMBUHAN Deskripsi Kuliah ini menjelaskan mekanisme ketahanan tanaman terhadap patogen 02/09/2017 18:00 IPT - Mofit 2 Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian yang penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah cabai memiliki aroma, rasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah satu tanaman buah tropis yang dapat tumbuh baik pada dataran tinggi dengan kisaran ketinggian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Hikmah Farm Produksi Kentang Bibit

PEMBAHASAN Hikmah Farm Produksi Kentang Bibit 45 PEMBAHASAN Hikmah Farm Hikmah Farm merupakan perusahaan yang dikelola oleh keluarga dimana jabatan-jabatan penting di perusahaan dipegang oleh anggota keluarga. Anggota keluarga tersebut memegang jabatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit darah (blood disease) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman pisang di Indonesia (Supriadi 2005). Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1920-an

Lebih terperinci

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO Pendahuluan Tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan yang strategis dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan Persentase Hidup (%) 0% 100 25% 100 50% 100 75% 100 Total

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 (Nurhayati) PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA

Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 (Nurhayati) PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA Pengaruh Pupuk Kalium Pada Ketahanan Kacang tanah 446 PENGARUH PUPUK KALIUM PADA KETAHANAN KACANG TANAH TERHADAP BERCAK DAUN CERCOSPORA Oleh: Nurhayati (Dosen J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR

KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR Gejaladan Tanda Penyakit Definisi Penyakit Tumbuhan Kondisi dimana sel & jaringan tanaman tidak berfungsi secara normal, yang ditimbulkan karena gangguan secara terus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang mendominasi 95% perdagangan pisang di dunia dan produsen pisang Cavendish banyak berasal dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

Penyakit Busuk Daun Kentang

Penyakit Busuk Daun Kentang Penyakit Busuk Daun Kentang Patogen penyakit tanah yang banyak menginfeksi pada tanaman kentang, antara lain : Phytopthora infestans, Alternaria solani, Fusarium solani, Rhizoctonia solani, Streptomyces

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT PENDAHULUAN Eli Korlina Salah satu masalah dalam usahatani bawang putih adalah gangguan hama dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong petani untuk menggu-nakan pestisida pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura penting di Indonesia yang diusahakan secara komersial terutama di daerah dataran tinggi. Kentang

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

UJI METODE INOKULASI DAN PATOGENISITAS BLOOD DISEASE BACTERIUM (BDB) PADA BUAH PISANG (Musa Sp.) ABSTRACT

UJI METODE INOKULASI DAN PATOGENISITAS BLOOD DISEASE BACTERIUM (BDB) PADA BUAH PISANG (Musa Sp.) ABSTRACT 40 UJI METODE INOKULASI DAN PATOGENISITAS BLOOD DISEASE BACTERIUM (BDB) PADA BUAH PISANG (Musa Sp.) Ratri Kusuma Devi, Luqman Qurata Aini, Abdul Latief Abadi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm. TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Biologi Tanaman Kedelai berikut: Menurut Sharma (2002), kacang kedelai diklasifikasikan sebagai Kingdom Divisio Subdivisio Class Family Genus Species : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Seleksi Mikrob pada A. malaccensis Populasi bakteri dan fungi diketahui dari hasil isolasi dari pohon yang sudah menghasilkan gaharu. Sampel yang diambil merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungi Mikoriza Arbuskular Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk kelangsungan hidupnya fungi berasosiasi dengan akar tanaman. Spora berkecambah dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman yang populer disebut plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) diperkenalkan pertama kali oleh Kloepper

Lebih terperinci

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 63-68 ISSN: 2087-7706 RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) Resistance Response of Tomato Varieties

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala pada Larva S. litura Aplikasi Spodoptera litura NPV pada daun kedelai mempengaruhi perilaku makan larva S. litura tersebut. Aktivitas makan dan pergerakannya semakin menurun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini, terbukti bahwa pada akar tomat memang benar terdapat nematoda setelah dilakukan ekstraksi pertama kali untuk mengambil

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

PENGARUH PATOGEN THD FUNGSI FISIOLOGIS TUMBUHAN. Mofit Eko Poerwanto

PENGARUH PATOGEN THD FUNGSI FISIOLOGIS TUMBUHAN. Mofit Eko Poerwanto PENGARUH PATOGEN THD FUNGSI FISIOLOGIS TUMBUHAN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Deskripsi Kuliah ini menjelaskan pengaruh patogen dalam mengganggu fungsi fisiologis tanaman 02/09/2017 16:53 IPT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN

KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DEFINISI PENYAKIT TANAMAN Whetzel (1929), penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan yang disebabkan oleh faktor primer

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA NUR HIDAYATI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN KONSEP PENYAKIT TANAMAN Penyakit tumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Kingdom Divisio Class Ordo Famili Genus : Myceteae : Eumycophyta : Basidiomycetes : Aphyllophorales : Ganodermataceae : Ganoderma

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci