V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada"

Transkripsi

1 V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada perusahaan perkebunan dan petani kelapa dan kakao di Indonesia. Hasil survei pada daerah sentra produksi kelapa di daerah Sulawesi Utara dan Jawa Timur diketahui bahwa tanaman kelapa yang terserang penyakit gugur buah hanya di provinsi Sulawesi Utara. Di provinsi Jawa Timur penyakit gugur buah tidak ditemukan pada areal pertanaman kelapa. Tidak adanya penyakit gugur buah pada tanaman kelapa di Jawa Timur karena secara umum tanaman kelapa yang ditanam di daerah ini adalah populasi kelapa Dalam Banyuwangi (DBI). Mangindaan et al. (1992) melaporkan bahwa kelapa DBI adalah kelapa yang tahan terhadap penyakit gugur buah. Selain itu pada saat survey dilakukan, tanaman kelapa yang ditanam pada kebun petani di Jawa Timur sedang tidak menghasilkan buah karena bakal buahnya disadap untuk diambil niranya. Di Sulawesi Utara penyakit gugur buah ditemukan pada populasi kelapa Hibrida PB-121 dan kelapa GKN. Kedua populasi tersebut ternyata sangat rentan terhadap penyakit gugur buah seperti yang dilaporkan oleh Kharie et al. (1992), beliau mengemukakan bahwa kelapa Hibrida PB 121 yang merupakan hasil persilangan antara kelapa Dalam Afrika dan Genjah Merah Malaysia sangat rentan terhadap penyakit gugur buah. Runtunuwu et al. (1999) juga melaporkan bahwa GKN sangat rentan terhadap penyakit gugur buah. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa luas busuk buah pada populasi kelapa GKN yang diinokulasi dengan P. palmivora berkisar antara cm 2 merupakan paling luas diantara beberapa populasi kelapa Genjah dan kelapa Dalam uji. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebenarnya gugur buah kelapa akan menjadi ancaman pada kelapa yang rentan seperti kelapa Hibrida PB-121 dan GKN tapi tidak pada kelapa Dalam. Walaupun populasi kelapa Dalam diketahui tahan terhadap busuk buah, ketahanan ini hanya akan terjadi selama tidak ada tindakan pengendalian yang bertujuan untuk memusnahkan patogen seperti aplikasi pestisida atau penggunaan tanaman tahan (vertikal resisten) secara monokultur yang luas. Hasil survey menunjukkan penyakit busuk buah kakao ditemukan pada lokasi sentra produksi kakao di provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Di

2 provinsi Jawa Timur terlihat kejadian penyakit busuk buah lebih tinggi pada lokasi dengan pola tanam monokultur dibandingkan dengan pola tanam tumpangsari. Sedangkan di Sulawesi Utara, kejadian penyakit gugur buah tidak menunjukkan perbedaan antara lokasi tumpangsari dan monokultur. Tingginya kejadian penyakit busuk buah lebih dipengaruhi oleh keadaan kebun yang tidak terawat. Ada lokasi tumpangsari kelapa dan kakao yang kejadian penyakitnya ringan yaitu lokasi Sepanjang Lor, Treblasala, dan Kalikempit (Jawa Timur). Lokasi tersebut dilakukan pemeliharaan dengan pemangkasan. Frekuensi panen setiap 3 hari sekali juga digunakan sebagai kegiatan dalam memantau adanya buah busuk untuk dimusnahkan dengan cara memendamkan buah busuk dalam tanah. Pada lokasi Marinsow (Sulawesi Utara), tingkat kejadian penyakit busuk buah kakao adalah sedang, sedangkan pada lokasi di Desa Tungoi dan Mopuya adalah berat. Tingginya kejadian penyakit busuk buah kakao karena tidak melakukan pemeliharaan pemangkasan dan gulma di bawah tanaman. Selain itu tingginya kejadian penyakit busuk buah diperparah dengan adanya serangan penggerek buah kakao (PBK). Kurangnya pengetahuan petani tentang pemeliharaan tanaman dan pengetahuan tentang hama dan penyakit tanaman kakao juga memperparah kejadian penyakit busuk buah. Oleh karena itu untuk mengurangi munculnya penyakit busuk buah kakao dianjurkan untuk melakukan teknik budidaya yang benar. Pemangkasan ranting-ranting perlu dilakukan untuk menjaga agar kelembaban udara di dalam areal kebun rendah sehingga patogen tidak berkembang. Selain itu perlu dilakukan pengendalian terhadap penggerek buah kakao dan penggunaan varietas tahan terhadap beberapa ras patogen. Penggunaan varietas yang horizontal resisten harus menjaga kelembaban udara dan tanah di dalam kebun tetap stabil. Analisis keragaman isolat-isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao di areal sampel berdasarkan aspek morfologi diketahui ke 22 isolat P. palmivora sangat beragam. Pengamatan bentuk sporangium ke-22 isolat P. palmivora sangat beragam, tapi umumnya berbentuk ellipsoid sampai ke ovoid. Tidak ada perbedaan bentuk antara isolat P. palmivora asal kelapa maupun isolat P. palmivora asal kakao. Berdasarkan ukuran panjang dan lebar sporangium diketahui juga sangat bervariasi antar isolat P. palmivora. Kisaran panjang sporangium P palmivora asal kelapa µm dan lebar µm, sedangkan panjang sporangium P.

3 palmivora asal kakao µm dan lebar µm. Menurut Stamp et al. (1990) bahwa panjang dan lebar sporangium P. palmivora µm dan µm Sedangkan menurut Erwin dan Ribeiro (1996) ukuran panjang P. palmivora berkisar antara µm dan lebar µm. Panjang dan lebar sporangium isolat asal kelapa lebih panjang dan lebih lebar dari isolat asal kakao. Hasil ini juga didukung oleh beberapa peneliti sebelumnya bahwa rata-rata panjang sporangium isolat asal kelapa 52 µm dan lebar 31 µm, lebih panjang dan lebih lebar dari isolat asal kakao dengan panjang 49.7 µm dan lebar 30.3 µm (Reinking 1923 ; Thompsom 1929). Dalam penelitian diamati panjang sporangium mencapai 62 µm dan lebar 43 µm. Meskipun ukurannya lebih besar dari rata-rata tetapi isolat dengan ukuran tersebut masih termasuk kriteria P. palmivora. Rasio panjang/lebar sporangium P. palmivora juga bervariasi, rata-rata sekitar 1.5. Mchau & Coffey (1994) melaporkan rasio panjang/lebar sporangium P. palmivora adalah Sporangium P. palmivora bersifat mudah lepas dari tangkai sporangium (caducous) dengan pedikel pendek (< 5 µm) dan mempunyai bentuk papila yang menonjol. Patogen ini sangat berbeda dengan spesies Phytophthora yang lain yang tergolong dalam kelompok heterotalik karena sporangiumnya mempunyai bentuk papila dengan tonjolan yang jelas (Gambar 17). Klamidospora P. palmivora berbentuk globose dan sedikit subglobose. Umumnya klamidospora terletak di ujung hifa (terminate) dan sebagian lagi diantara miselium (intercalary). Beberapa isolat P. palmivora tidak membentuk klamidospora pada medium V8 agar. Diameter klamidospora berukuran µm (Holliday, 1980) dan rata-rata 33 µm (Waterhouse, 1974) dan 36.2±9.6 µm (Mchau dan Coffey, 1994). Berdasarkan pengamatan tipe koloni, umumnya isolat P. palmivora mempunyai tipe koloni stelate baik isolat asal kelapa maupun isolat asal kakao. Sedangkan koloni tipe cottony hanya terdapat pada isolat P. palmivora asal kelapa dan tipe rossaceous hanya pada isolat asal kakao. Menurut Appiah et al. (1999) bentuk koloni dapat digunakan untuk membedakan spesies Phytophthora yaitu, bentuk koloni P megakarya adalah cottony, P. palmivora stelate, dan P capsici rosette. Dalam penelitian ini, bentuk koloni P. palmivora didapatkan bukan hanya berbentuk stelate tetapi ada juga yang berbentuk cottony dan rossaceous.

4 Dengan demikian bentuk koloni tidak dapat membedakan antara isolat P. palmivora asal kelapa dengan asal kakao. Pengamatan diameter koloni menunjukkan adanya variasi ukuran antar isolat P. palmivora. Rata-rata diameter koloni isolat P. palmivora asal kelapa lebih besar dibandingkan dengan isolat P. palmivora asal kakao. Berdasarkan karakter morfologi terungkap bahwa isolat P. palmivora mempunyai variasi yang tinggi, baik di dalam populasi asal kelapa maupun dalam populasi asal kakao. Variasi dalam tingkat isolat P palmivora dapat terjadi secara asexual. Produksi zoospora yang bervariasi dalam satu isolat P. palmivora dapat terjadi karena heterokariosis dan rekombinasi paraseksual dapat terjadi pada genus Phytophthora. Abu-El Samen et al. (2002) melaporkan bahwa dari 15 progeni asexual isolat zoospora tunggal P infestans (P-126) terdapat 13 progeni yang sangat peka dan 2 progeni kurang peka terhadap pestisida mefenoxam dibandingkan dengan isolat asal P-126 P. infestans. Progeni asexual dari isolat P- 126 P. infestans juga sangat bervariasi dalam virulensi. Variasi genetik yang terjadi dalam proses pertumbuhan dan reproduksi asexual juga dapat disebabkan mutasi pada mitokondria. Caten (1971) melaporkan variasi antar koloni tunggal zoospora Phytophthora karena miselium yang berkecambah dari zoozpora terdiri berbagai tipe sitoplasma yang secara terus menerus melakukan seleksi. Beberapa variasi fenotipik yang terjadi juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti medium pertumbuhan dan suhu pada saat melakukan pemeliharaan isolat di laboratorium. Oleh karena variasi yang tinggi di dalam populasi sehingga kadang sulit untuk mengidentifikasi spesies. Dengan demikian untuk membedakan isolat P. palmivora asal kelapa dengan asal kakao sangat sulit jika hanya berdasarkan karakter morfologi. Menurut Erwin dan Ribeiro (1996) bahwa perbedaan sifat morfologi P. palmivora penyebab penyakit gugur buah kelapa atau busuk buah kakao dapat dibedakan menurut bentuk dan ukuran sporangium, ratio panjang dan lebar sporangium, tipe dan diameter koloni, caducity, dan pedikel. Tetapi dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa tidak semua karakter morfologi dapat membedakan isolat P. palmivora asal kelapa dengan asal kakao. Namun beberapa karakter yang dapat diukur seperti diameter koloni dan panjang/lebar sporangium dapat digunakan untuk membedakan kedua

5 populasi isolat P. palmivora. Oleh karena itu kedua karakter ini dapat menjadi acuan untuk membedakan populasi isolat P. palmivora asal kelapa dengan kakao. Keberadaan kedua tipe kawin dari P. palmivora yaitu A1 dan A2 diyakini menjadi sumber keragaman dari spesies tersebut dan dapat menjadi indikasi adanya spesies baru. Selama ini diketahui bahwa isolat P. palmivora asal kakao hanya memiliki tipe kawin A2 (Warokka & Thevenin 1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe kawin A1 telah ditemukan pada isolat asal kakao. Adanya tipe kawin A1 dan A2 pada spesies P. palmivora asal kakao yang bersifat heterotalik dapat menimbulkan tingkat heterosigositas tinggi dalam populasi. Jadi dengan ditemukannya tipe kawin A1 pada isolat P. palmivora asal kakao dapat menimbulkan kekuatiran akan adanya progeni baru yang lebih virulen sehingga menimbulkan epidemik penyakit busuk buah kakao atau gugur buah kelapa. Isolat P. palmivora asal kelapa maupun isolat P. palmivora asal kakao mempunyai kedua tipe kawin A1 dan A2. Pada daerah sentra produksi kelapa memang telah lama ditemukan adanya tipe kawin A1 dan A2. Seperti yang dilaporkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Warokka & Thevenin (1992) bahwa penyebaran isolat P. palmivora tipe A1 dan A2 telah ditemukan pada daerah-daerah perkebunan kelapa di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Lampung, Sumatera Utara, dan Maluku, sedangkan di provinsi Sulawesi Selatan dan Aceh hanya ditemukan salah satu tipe kawin A1 atau A2. Dari 22 isolat P. palmivora tersebut terdapat 2 isolat yang tidak dapat membentuk oospora. Thorold (1974) melaporkan bahwa terdapat isolat P. palmivora asal kelapa yang diisolasi dari spora tunggal tidak menghasilkan oospora ketika dipasangkan. Sedangkan isolat P. palmivora yang bukan berasal dari spora tunggal dapat menghasilkan oospora. Kemungkinan hal yang sama terjadi pada kedua isolat P. palmivora tersebut sehingga tidak menghasilkan oospora. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao bisa disilangkan dengan isolat P. capsici asal lada dan menghasilkan oospora, sehingga mengindikasikan bahwa pada genus Phytophthora dapat terjadi persilangan antar spesies. Goodwin & Fry, (1994) mengemukakan bahwa persilangan antar spesies P. infestans dan P. mirabillis telah dilakukan di laboratorium dan diduga munculnya spesies P. meadii terjadi akibat persilangan kedua spesies tersebut. Jadi adanya tipe kawin A1 dan A2 serta persilangan antar

6 spesies dari genus Phytophthora pada pertanaman kelapa maupun kakao menjadi ancaman akan munculnya progeni baru P. palmivora yang lebih virulen dan dapat meningkatkan epidemik. Kekuatiran ini menjadi tidak berlebihan karena banyak epidemik penyakit yang disebabkan oleh Phytophthora telah terjadi di luar negeri, seperti penyakit hawar daun pada tanaman kentang yang diakibatkan masuknya tipe kawin A2 dari P. infestans. Perubahan inang dari P. palmivora juga terjadi pada kelapa Dalam di Sulawesi Utara. Semula serangan penyakit busuk pucuk oleh P. palmivora yang terjadi di Sulawesi Utara sejak masuknya tanaman kelapa Hibrida PB121. Sampai dengan tahun 1997 hampir sebagian besar tanaman kelapa Hibrida mati terserang penyakit busuk pucuk kelapa. Setelah periode tersebut laporan kejadian penyakit busuk pucuk kelapa semakin menurun karena tanaman kelapa Hibrida banyak yang mati dan petani tidak menanam lagi kelapa hibrida tetapi menggantikannya dengan kelapa Dalam Lokal. Pada tahun 2005 mulai ada laporan serangan penyakit busuk pucuk pada populasi tanaman kelapa Dalam di Minahasa Selatan (Sulawesi Utara), yang dapat membuktikan adanya perubahan virulensi dari patogen P. palmivora yang semula menyerang kelapa Hibrida kini menyerang kelapa Dalam yang sebelumnya tergolong tahan terhadap patogen tersebut. Secara umum berdasarkan karakter morfologi isolat P. palmivora asal kelapa sulit dibedakan dengan isolat P. palmivora asal kakao. Untuk itu diperlukan cara lain agar dapat membedakan kedua populasi isolat tersebut. Identifikasi secara molekuler sangat diperlukan untuk dapat melengkapi data-data yang dapat membedakan tiap isolat. Untuk mengetahui karakter molekuler isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao dapat digunakan analisis amplifikasi DNA dengan teknik PCR. Isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao dapat diamplifikasi dengan primer ITS4R/ITS5F dan menghasilkan pita DNA dengan ukuran 900 bp. Penelitian molekuler Phytophthora spp pada kakao dengan menggunakan primer ITS4R/ITS5F menghasilkan pita DNA tunggal dengan ukuran 900 bp (Darmono dan Purwantara 2001). Pita berukuran ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Umaya (2004), Darmono et al. (2006) yang menggunakan primer yang sama untuk P. palmivora yang diisolasi dari kakao. Pita dengan ukuran tersebut setelah diurutkan DNAnya, diketahui bahwa isolat P. palmivora asal kelapa berbeda dengan isolat P. palmivora asal kakao.

7 Enam isolat P. palmivora asal kakao yang diambil dari koleksi GeneBank berkelompok dengan isolat P. palmivora asal kakao dari Indonesia dan berbeda kelompok dengan isolat P. palmivora asal kelapa. Penelitian ini membuktikan hasil analisis filogenetik bahwa isolat asal kelapa tidak sekelompok dengan isolat P. palmivora asal kakao (Gambar 25). Perbedaan yang nyata dapat terjadi karena adanya delesi, insersi, atau substitusi DNA antar spesies dalam daerah ITS. Meskipun isolat P. palmivora asal kelapa tidak sekelompok dengan isolat P. palmivora asal kakao, tetapi dalam kelompok isolat P. palmivora asal kakao ternyata menunjukkan bahwa isolat P. palmivora asal kakao dari Indonesia tidak sekelompok dengan isolat P. palmivora asal geografi lain (Gambar 25). Jadi isolat P. palmivora asal kakao memiliki tingkat perbedaan genetik yang tinggi. Hasil ini didukung dengan hasil analisis keragaman genetik dengan menggunakan 5 primer acak bahwa tingkat keragaman isolat asal kakao mencapai 54% (Gambar 28). Hasil analisis keragaman genetik dengan menggunakan 5 primer acak menunjukkan bahwa 22 isolat P. palmivora asal kelapa dan kakao memiliki tingkat kemiripan yang rendah (54%). Tingkat kemiripan populasi isolat asal kelapa hanya 54%. Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Motulo et al. (2004) bahwa kemiripan genetik isolat P. palmivora yang berasosiasi dengan penyakit gugur buah kelapa sangat rendah yaitu 40.6%. Mchau dan Coffey (1994) mempelajari keragaman 93 isolat P. palmivora berdasarkan analisis isoenzim. Dari 93 isolat tersebut menghasilkan 18 tipe elektroforetik isoenzim dan delapan tipe eletroforetik isoenzim dimiliki oleh isolat P. palmivora asal kelapa. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keragaman yang tinggi terjadi pada populasi isolat asal kelapa. Berdasarkan analisis filogenetik diketahui kemiripan genetik populasi isolat asal kakao 56%. Hasil ini sangat berbeda dengan yang didapatkan oleh Umaya 2004, bahwa kemiripan genetik P. palmivora asal kakao adalah 83%. Perbedaan ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan karena sampel isolat P. palmivora dan primer acak RAPD yang digunakan tidak sama dengan yang digunakan dalam penelitian ini. Pengamatan intensitas pita dengan menggunakan kelima primer yaitu OPA16, OPA11, OPB1, OPB5, OPA2 tersebut menunjukkan tidak selalu setiap primer memperoleh pita dengan intensitas yang sama. Perbedaan intensitas setiap

8 pita tidak dapat digunakan untuk menduga jumlah kopi pasang basa pada setiap pita RAPD. Intensitas pita sangat dipengaruhi oleh kemurnian reaksi yaitu masih adanya senyawa polisakarida dan fenolik serta konsentrasi DNA cetakan yang terlalu kecil. Berdasarkan data pada Tabel 10 diketahui bahwa pita polimorfik yang dihasilkan melalui amplifikasi DNA dengan 5 primer sebanyak 52 pita atau 92.8%. Hasil ini lebih rendah dari hasil analisis RAPD terhadap populasi P. palmivora yang berasosiasi dengan penyakit gugur buah kelapa yang menggunakan sembilan primer, tiga diantaranya sama dengan primer yang digunakan dalam penelitian ini. Pita polimorfik yang dihasilkan mencapai 95.4% (Motulo et al. 2004). Umaya 2004 melakukan analisis RAPD pada isolat P. palmivora yang berasosiasi dengan penyakit busuk buah kakao menggunakan lima primer yang berbeda dengan penelitian ini, menghasilkan pita polimorfis sebesar 40%. Perbedaan persentase hasil amplifikasi pita polimorfisme karena primer yang digunakan dalam penelitian Umaya 2004 berbeda dengan primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu OPH-19, OPH-12, OPB-11, OPN-06, dan OPN-10. Pemilihan primer pada analisis RAPD berpengaruh terhadap polimorfisme pita yang dihasilkan, karena setiap primer memiliki situs penempelan tersendiri. Akibatnya pita DNA polimorfik yang dihasilkan setiap primer menjadi berbeda, baik dalam ukuran maupun jumlah pita DNA. Secara umum hasil uji patogenisitas dan virulensi dari isolat P. palmivora asal kelapa dan kakao menunjukkan isolat P. palmivora asal kelapa tidak virulen terhadap kakao. Isolat P. palmivora asal kakao menunjukkan tingkat virulensi yang berbeda pada buah kelapa. Meskipun ke 22 isolat P. palmivora diisolasi dari buah kelapa yang terserang penyakit gugur buah dan telah diidentifikasi sebagai patogen P. palmivora akan tetapi setelah diuji patogenisitas terhadap buah kelapa dan kakao ternyata tingkat virulensi P. palmivora asal kelapa lebih tinggi pada tanaman kelapa GKN dibandingkan dengan tanaman kelapa GSK. Pada populasi kelapa yang tergolong tahan (GSK) umumnya isolat P. palmivora asal kakao menunjukkan tidak virulen dan virulensi rendah, sedangkan pada populasi kelapa yang rentan (GKN) menunjukkan tingkat virulensi sedang dan ada juga yang tidak virulen. Sebagian besar isolat P. palmivora asal kelapa lebih virulen bila diinokulasikan pada buah kelapa itu sendiri, demikian juga isolat P. palmivora asal kakao lebih virulen bila diinokulasikan pada buah kakao. Beberapa isolat P.

9 palmivora bisa terjadi inokulasi silang namun tingkat virulensinya lebih rendah bahkan tidak virulen. Dilihat dari karakter morfologi ternyata setiap isolat mempunyai bentuk, ukuran panjang dan lebar sporangium, diameter koloni yang berbeda. Namun secara umum pengamatan berdasarkan karakter morfologi sulit dibedakan P. palmivora asal kelapa dengan asal kakao. Sedangkan identifikasi P. palmivora asal kelapa dengan asal kakao berdasarkan karakter molekuler melalui perunutan ruas ITS-DNA diketahui bahwa isolat P. palmivora asal kelapa berbeda dengan isolat P. palmivora asal kakao. Selanjutnya analisis virulensi diperoleh hasil bahwa isolat P. palmivora asal kelapa lebih virulen pada tanaman kelapa sendiri dibandingkan pada tanaman yang bukan inangnya. Hal yang sama juga terjadi pada isolat P. palmivora asal kakao yang lebih virulen pada tanaman kakao. Berdasarkan data yang dikemukakan di atas, menjadi pertanyaan mana yang lebih dulu dibudidayakan dan terserang P. palmivora di Indonesia, kelapa atau kakao? Berdasarkan sejarah keberadaan penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao yang disebabkan oleh patogen yang sama yaitu P. palmivora, maka menjadi tidak penting tanaman mana yang lebih dulu dibudidayakan dan terserang P. palmivora di Indonesia. Kedua penyakit tersebut ada di Indonesia dan epidemik penyakit terjadi pada tanaman kelapa atau kakao terutama setelah masuknya kultivar-kultivar hibrida dari tanaman kelapa maupun tanaman kakao yang diintroduksi dari luar. Walaupun laporan mengenai penyakit busuk buah kakao sudah ada sejak tahun 1971, tetapi laporan tentang penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa baru ada 14 tahun kemudian, yaitu setelah masuknya kultivar kelapa Hibrida PB 121. Hasil pengujian berdasarkan morfologi, molekuler, dan virulensi dari isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao umumnya mengungkapan bahwa isolat P. palmivora asal kelapa berbeda dengan isolat P. palmivora asal kakao. Semua data yang dihimpun dalam penelitian ini menunjukkan adanya keragaman di dalam spesies P. palmivora. Keragaman dari isolat P. palmivora yang tinggi membuktikan telah terjadi perubahan mutasi pada populasi P. plamivora baik isolat asal kelapa maupun isolat asal kakao. Laju perubahan mutasi pada isolat P. palmivora asal kelapa dan kakao belum diketahui. Tipe kawin A1 yang ditemukan pada isolat P. palmivora asal kakao menjadi salah satu penyebab terjadinya mutasi.

10 Selain itu fusi antara dua inti yang berbeda dalam miselium (heterokariosis) dapat terjadi pada P. palmivora yang dapat menyebabkan perubahan genetik. Terjadinya epidemik penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao juga dipengaruhi oleh adanya aliran gen. P. palmivora memiliki propagul asexual dalam bentuk sporangium, zoospora, dan klamidospora. Propagul asexual ini merupakan suatu mata rantai dari gen-gen yang sudah beradaptasi dan terseleksi kebugarannya pada lingkungan pertumbuhan tanaman. Penanaman tanaman kelapa atau kakao yang tahan terhadap patogen P. palmivora yang ditanam dalam areal yang luas serta penggunaan bahan kimiawi untuk pengendalian penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao memicu terjadinya tekanan genetik dalam populasi P. palmivora, sehingga menyebabkan perubahan genetik P. palmivora dari avirulen menjadi virulen. Pengalaman telah membuktikan bahwa di Sulawesi Utara, penyakit gugur buah dan busuk pucuk telah menyerang tanaman kelapa Dalam Lokal yang sebelumnya tahan terhadap patogen P. palmivora. Penyebabnya adalah adanya tekanan genetik pada populasi P. palmivora sehingga populasi menjadi berkurang. Tekanan genetik ini terjadi karena populasi kelapa Hibrida yang rentan terhadap P. palmivora sebagian besar sudah mati dan petani menggantikannya dengan kelapa Dalam Lokal yang tahan terhadap P. palmivora. Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun patogen P. palmivora tidak tersedia makanan, sehingga menyebabkan populasi patogen menurun. Populasi P. palmivora yang tersisa berusaha mempertahankan hidup dari masa kelaparan tersebut sehingga akhirnya menimbulkan mematahkan gen tahan dari populasi kelapa Dalam dan menimbulkan epidemik busuk pucuk. Penanaman tanaman kakao di bawah kelapa dapat menyebabkan terjadinya epidemik penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao. Karena adanya kedua penyakit yang disebabkan oleh patogen yang sama P. palmivora pada pertanaman kelapa dan kakao dapat meningkatkan jumlah populasi patogen menjadi tinggi. Patogen dengan ukuran populasi yang besar lebih berpotensi untuk terjadi evolusi karena tersedia lebih banyak alel mutan. Jadi pemilihan tanaman kakao di bawah tanaman kelapa tidak dianjurkan. Namun pada lokasi-lokasi perkebunan yang telah melakukan pola tanam tumpangsari kelapa-kakao dianjurkan untuk menjaga kelembaban kebun melalui pemangkasan dan pembersihan ranting tanaman kakao, pembersihan bahan-bahan organik yang ada pada ketiak daun kelapa,

11 melakukan pengendalian dengan agen hayati, menggunakan pestisida sekecil mungkin dan melakukan monitoring secara periodik. Bila ingin melakukan tumpangsari di bawah tanaman kelapa, sebaiknya memilih tanaman yang tidak mempunyai penyakit yang disebabkan oleh patogen P. palmivora..

KERAGAMAN GENETIK DAN VIRULENSI ISOLAT Phytophthora palmivora ASAL KELAPA DAN ASAL KAKAO HIASINTA FRANSISCA JAQUELINE MOTULO

KERAGAMAN GENETIK DAN VIRULENSI ISOLAT Phytophthora palmivora ASAL KELAPA DAN ASAL KAKAO HIASINTA FRANSISCA JAQUELINE MOTULO KERAGAMAN GENETIK DAN VIRULENSI ISOLAT Phytophthora palmivora ASAL KELAPA DAN ASAL KAKAO HIASINTA FRANSISCA JAQUELINE MOTULO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit pada tanaman kelapa

II. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit pada tanaman kelapa II. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit pada tanaman kelapa Beberapa penyakit penting yang menyebabkan penurunan produksi kelapa di Indonesia adalah penyakit busuk pucuk, gugur buah, bercak daun pendarahan batang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mendapatkan perhatian serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama 121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan gandum (Samadi, 1997). Mengacu pada program pemerintah akan 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kentang merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai sumber karbohidrat, kentang merupakan sumber bahan pangan yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang telah lama dikembangkan baik oleh masyarakat maupun lahan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan

Lebih terperinci

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED) EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Peranan Ketahanan Tanaman Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN 2. TUJUAN PEMBELAJARAN 3. KEGIATAN BELAJAR 4. REFERENSI 5.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul "Uji Konsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cendawan Patogen Pasca Panen Pasar buah buahan di Indonesia telah dibanjiri buah-buah impor, seperti apel, jeruk, anggur, durian, pir dan buah lainnya. Hal tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Penemuan Klon Kakao Tahan Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Indonesia Agung Wahyu Susilo 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Keberadaan hama penggerek buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Kentang merupakan bahan pangan dari umbi tanaman perennial Solanum tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan utama dunia setelah padi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp.

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Eucalyptus spp. Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman. Eucalyptus spp. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Eucalyptus spp Ada beberapa penyakit penting yang sering menyerang tanaman Eucalyptus spp. antara lain: 1. Penyakit pada akar a. Busuk akar Phytophthora Penyakit ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao (Theobroma cacao L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Asal Tanaman Kakao Kakao merupakan tanaman perkebunan penghasil biji coklat yang berasal dari hutan-hutan tropis Amerika Tengah dan bagian utara

Lebih terperinci

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51 Kakao (Theobroma cacao L) merupakan satu-satunya diantara 22 spesies yang masuk marga Theobroma, Suku sterculiacecae yang diusahakan secara komersial. Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting,

Lebih terperinci

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER

KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER KERAGAMAN Musa acuminata Colla LIAR DENGAN PENDEKATAN MORFOLOGI DAN MOLEKULER SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Phytophthora capsici ISOLAT PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KARAKTERISTIK Phytophthora capsici ISOLAT PROVINSI SULAWESI TENGGARA 75 KARAKTERISTIK Phytophthora capsici ISOLAT PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh: La Ode Santiaji Bande 1), Bambang Hadisutrisno 2), Susamto Somowiyarjo 2), dan Bambang Hendro Sunarminto 2) ABSTRACT Phytophthora

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Klasifikasi ilmiah cabai adalah Kingdom : Plantae Divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao (Theobroma cacao) Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012 dapat diuraikan sebagai berikut: Divisi Sub divisi Class Sub class Ordo Family

Lebih terperinci

Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG

Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG Pengendalian OPT Tanaman Lada di Desa Jarak Kec, Kab. Jombang Oleh : Irianto Budi Santosa, SP POPT KABUPATEN JOMBANG Lada di Indonesia merupakan komoditas ekspor tradisional yang 95% ditanam dengan sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penghutanan kembali (reforestation) dengan menggunakan spesies tanaman yang tumbuh cepat (fast-growing) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah menurunnya area hutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman,

BAB I PENDAHULUAN. eks-karesidenan Surakarta (Sragen, Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo) (Prihatman, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman dari famili Cucurbitaceae yang banyak dikonsumsi bagian daging buahnya. Konsumsi buah melon cukup tinggi karena kandungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah 18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah gandum, jagung dan padi. Di Indonesia kentang merupakan komoditas hortikultura yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang TINJAUAN PUSTAKA Biologi Jamur Busuk Pangkal Batang Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma spp.) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Subclass Order Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt. TINJAUAN LITERATUR Biologi Penyakit Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims (1979) adalah sebagai berikut : Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumicophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data tiga tahun terakhir pada Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia menunjukkan bahwa terjadi penurunan

Lebih terperinci

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pertumbuhan Turunan Hibrid Huna Pertumbuhan bobot tubuh turunan hibrid antara huna capitmerah dengan huna biru sampai umur 4 bulan relatif sama, pada umur 5 bulan mulai tumbuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Penyakit Busuk Buah Kakao Oleh Phytophthorapalmivora Serangan Phytophthora palmivora pada tanaman kakao dapat terjadi pada daun, tunas, batang, akar dan bunga, tetapi infeksi

Lebih terperinci

INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT

INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT Manggaro, November 2011 Vol.12 No.2:43-48 INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT Yenny Liswarni

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang

I PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting di Indonesia (Hendrata dan Sutardi, 2009). Kakao di Indonesia merupakan penghasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Tanaman kakao mempunyai sistematika sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 1988 dalam Syakir et al., 2010) Divisi Sub Divisi Kelas Sub Kelas Famili Ordo Genus : Spermatophyta

Lebih terperinci

Karakteristik Empat Cendawan Patogen pada Durian: Phytophthora palmivora, Phytopythium vexans, Pythium cucurbitacearum, dan Pythium sp.

Karakteristik Empat Cendawan Patogen pada Durian: Phytophthora palmivora, Phytopythium vexans, Pythium cucurbitacearum, dan Pythium sp. iptek hortikultura Karakteristik Empat Cendawan Patogen pada Durian: Phytophthora palmivora, Phytopythium vexans, Pythium cucurbitacearum, dan Pythium sp. D37 Budidaya durian di Indonesia sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma

BAB III MATERI DAN METODE. melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma 19 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian mengenai pengendalian penyakit hawar daun pada kentang melalui penerapan solarisasi tanah dan aplikasi agen hayati Trichoderma harzianum telah

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. AKSRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. AKSRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI AKSRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 4 B. Rumusan Masalah... 4 C. Batasan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang menjadi kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi 12 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel buah kopi dilakukan pada perkebunan kopi rakyat di Desa Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perbanyakan isolat jamur B. bassiana dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo

Lebih terperinci

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini;

`BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. isolatnya ditunjukkan dalam table 4.1 di bawah ini; 4.1 Hasil Isolasi Bakteri Endofit `BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 6 isolat dari tanaman umbi kentang, hasil isolasi serta bentuk morfologi koloni bakteri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Dalam taksonomi tumbuhan, tebu tergolong dalam Kerajaan Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Glumaceae, Famili Graminae, Genus

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000)

Taksasi Benih (Biji) (x 1.000) STUDI KELAYAKAN PT. PERKEBUNAN GLENMORE SEBAGAI PRODUSEN BENIH KAKAO Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan - Surabaya I. Pendahuluan PT. Perkebunan Glenmore

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan dihampir seluruh negara tropis di dunia termasuk Indonesia. Indonesia mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai manfaat ganda, baik sebagai makanan segar, bahan industri makanan seperti pizza, rempah,

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016 PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah yang dituang dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 1992 Tentang Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Kakao (Theobroma cacao L.), merupakan tanaman yang berasal dari lereng timur bawah Pegunungan Andes, Amerika Selatan. Kakao ditanam di Indonesia pada akhir abad ke-18

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

PENANDA RAPD UNTUK PENYAKIT PNUTOBBTWORA GUGUR BUAH PADA KELAPA ABSTRAK

PENANDA RAPD UNTUK PENYAKIT PNUTOBBTWORA GUGUR BUAH PADA KELAPA ABSTRAK Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Nmu Hayat PENANDA RAPD UNTUK PENYAKIT PNUTOBBTWORA GUGUR BUAH PADA KELAPA Runtunuwu, S.D. ", A. ~artana", dan Suharsono2', " Lab. Biologi Tumbuhan, PAU Ilmu

Lebih terperinci

KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO (Phytophthora palmivora Butl.) PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT YANG BERBEDA NAUNGAN DI KABUPATEN LANGKAT

KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO (Phytophthora palmivora Butl.) PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT YANG BERBEDA NAUNGAN DI KABUPATEN LANGKAT 374. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO (Phytophthora palmivora Butl.) PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT YANG BERBEDA NAUNGAN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman ini dapat mulai berbuah pada umur 2-3 tahun. Di Lampung, komoditas

Lebih terperinci