HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum
|
|
- Yulia Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari lapangan. Deteksi molekuler dengan teknik PCR menggunakan primer P1/P7 terhadap contoh DNA dari tanaman sumber inokulum dilakukan untuk memastikan adanya infeksi fitoplasma pada tanaman tersebut. Hasil PCR terdeteksi adanya fragmen DNA dengan ukuran 1800 bp yang merupakan sekuen target dari fitoplasma (Gambar 8). Menurut Schneider et al. (1995) deteksi fitoplasma dengan teknik PCR menggunakan pasangan primer P1 dan P7 akan mengamplifikasi DNA dengan ukuran ± 1800 bp sebagai penanda spesifik fitoplasma secara universal. Hasil ini menunjukkan bahwa gejala yang muncul pada tanaman sumber inokulum berasosiasi dengan fitoplasma penyebab penyakit sapu pada kacang tanah. Gambar 8 Visualisasi hasil uji PCR terhadap contoh DNA tanaman kacang tanah sumber inokulum M = 1 Kb ladder, Kt SG = sumber inokulum asal Situ Gede, Kt CP = sumber inokulum asal Carangpulang, dan Kt CK = sumber inokulum asal Cikarawang
2 Uji Penularan Fitoplasma Menggunakan Wereng Daun Uji penularan fitoplasma pada kacang tanah menggunakan wereng daun dilakukan untuk mengetahui potensi wereng daun yang berada di pertanaman kacang tanah dalam menularkan fitoplasma penyebab penyakit sapu dan untuk memperoleh informasi terkait jumlah minimal vektor untuk dapat menularkan penyakit sapu. Parameter yang digunakan dalam uji penularan fitoplasma menggunakan wereng daun adalah kejadian penyakit dan masa inkubasi fitoplasma (waktu dimana gejala penyakit pertama kali muncul setelah inokulasi). Pengamatan kejadian penyakit dan masa inkubasi fitoplasma didasarkan pada hasil pengamatan gejala penyakit yang muncul baik pada daun, cabang, bunga, dan bagian tanaman lainnya. Kejadian Penyakit dan Masa Inkubasi Fitoplasma Uji penularan fitoplasma dengan wereng daun O. argentatus yang diberi periode makan akuisisi selama 3 hari, periode laten sekaligus periode makan inokulasi selama 3 hari menunjukkan hasil yang positif untuk semua perlakuan, kecuali pada perlakuan kontrol. tersebut mencapai 100% (Tabel 3). 19 Kejadian penyakit pada keempat perlakuan Tabel 3 Kejadian penyakit dan masa inkubasi fitoplasma pada uji penularan dengan wereng daun O. argentatus dan Empoasca sp. Jenis wereng Jumlah wereng (ekor) Kejadian Penyakit (gejala/ulangan) Kejadian penyakit (%) Masa Inkubasi (HSP) O. argentatus kontrol a 0/3 0 - b 1 3/ ,33a c 3 3/ ,33a 5 3/ ,33a 7 3/ ,33b Empoasca sp. kontrol 0/ / / / /3 0 - a Periode akuisisi pada tanaman kacang tanah sehat b Tanaman uji tidak menunjukkan gejala sampai akhir pengamatan (-) c Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
3 20 Masa inkubasi fitoplasma berkisar dari 21 sampai 67 hari. Masa inkubasi fitoplasma pada perlakuan yang menggunakan wereng daun O. argentatus dengan jumlah serangga 7 ekor per tanaman berbeda nyata dengan perlakuan yang menggunakan 1, 3, dan 5 ekor serangga per tanaman (Tabel 3). Secara umum, waktu yang dibutuhkan oleh patogen untuk menimbulkan gejala setelah inokulasi oleh 1, 3, dan 5 ekor wereng daun O. argentatus lebih lama dibandingkan dengan penularan yang menggunakan 7 ekor wereng O. argentatus per tanaman. Data tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan populasi 1 ekor wereng O. argentatus per tanaman sudah dapat menularkan fitoplasma pada tanaman. Tingginya kejadian penyakit pada perlakuan ini menunjukkan bahwa O. argentatus merupakan vektor yang efektif dalam menularkan fitoplasma. Hasil yang diperoleh dari percobaan ini menunjukkan bahwa jumlah serangga vektor berbanding terbalik dengan masa inkubasi. Semakin banyak vektor yang dipergunakan maka masa inkubasi semakin pendek. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengaruh dari jumlah inokulum yang ditrasmisikan ke dalam jaringan tanaman. Semakin banyak vektor yang menyerang maka semakin banyak pula fitoplasma yang ditransmisikan. Menurut McCoy et al. (1989) penyebaran dan perkembangan penyakit tanaman dipengaruhi oleh kepadatan inokulum yang ditransmisikan oleh aktivitas vektor. Menurut D Arcy & Nault (1982) dan Agrios (2005), jika fitoplasma telah diakuisisi oleh serangga vektornya maka fitoplasma akan bersirkulasi dan berkembang biak di dalam tubuh vektor dan pada akhirnya akan masuk ke kelenjar ludah. Jika konsentrasi fitoplasma dalam ludah telah mencapai tingkat tertentu, fitoplasma bersama-sama dengan ludah disekresikan dan ditularkan pada tanaman baru pada saat serangga melakukan aktivitas makan. Hasil pengamatan pada uji penularan fitoplasma pada tanaman kacang tanah dengan wereng daun Empoasca sp. tidak menunjukkan gejala penyakit sapu pada semua perlakuan (Tabel 3). Dengan demikian, Empoasca sp. bukan merupakan vektor fitoplasma penyebab penyakit sapu pada tanaman kacang tanah. Gejala Penyakit yang Teramati pada Tanaman Uji Gejala yang teramati pada setiap perlakuan yang diberikan berbeda-beda. Menurut Sinaga (2006) gejala adalah ekspresi dari inang terhadap kondisi
4 21 penyakit patologis sehingga suatu penyakit tertentu dapat dibedakan dengan penyakit lain. Gejala pada perlakuan uji penularan fitoplasma dengan wereng daun O. argentatus dengan jumlah serangga 1, 3, dan 5 ekor per tanaman berupa pemendekan ruas daun dan terbentuknya daun-daun baru yang berukuran lebih kecil. Pada perlakuan ini, gejala tidak berkembang menjadi lebih lanjut. Hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah fitoplasma yang ditransmisikan tidak mendukung untuk meningkatkan keparahan penyakit. Perlakuan dengan 7 ekor serangga O. argentatus per tanaman menunjukkan gejala penyakit sapu yang kemudian berkembang sampai gejala lanjut dan menunjukkan gejala khas dari penyakit tersebut. Gejala yang pertama kali muncul berupa geotrofisme negatif, yaitu keadaan dimana ginofor mengarah ke atas. Pada kondisi normal, ginofor mengarah ke tanah dan akan masuk menembus tanah untuk selanjutnya membentuk polong. Selanjutnya terjadi pembentukan tunas-tunas samping (proliferasi) dengan daun-daun yang sangat banyak serta berukuran sangat kecil, pembentukan bunga menjadi struktur daun (phyllody), dan polong yang terbentuk jumlahnya sedikit dan keriput bahkan sampai dengan tidak terbentuknya polong (Gambar 9). Dengan demikian, penularan fitoplasma dengan tujuh ekor O. argentatus per tanaman mampu mentransmisikan fitoplasma pada jumlah yang mampu mendukung terjadinya peningkatan keparahan penyakit sapu sehingga memunculkan gejala yang lebih berat. Gejala yang muncul pada perlakuan uji penularan fitoplasma dengan wereng daun Empoasca sp. tidak menunjukkan gejala yang identik dengan penyakit sapu. Gejala yang muncul pada perlakuan penularan menggunakan Empoasca sp. sebanyak 3, 5, dan 7 ekor/tanaman adalah layu pucuk daun (Gambar 10B) yang dapat teramati pada satu hari setelah perlakuan (HSP). Menurut McCoy et al. (1983) terjadinya mati pucuk pada tanaman yang terserang oleh Empoasca sp. adalah karena wereng tersebut dapat menghasilkan fitotoksemia. Pada perkembangan selanjutnya, pertumbuhan tanaman akan menjadi terhambat. Semakin banyak populasi Empoasca sp. per tanaman maka penghambatan pertumbuhan semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan tanaman yang menjadi lebih pendek (Gambar 10B).
5 22 A B C D E F Gambar 9 Gejala penyakit sapu kacang tanah hasil penularan fitoplasma menggunakan O. argentatus Tanaman kontrol (A), tanaman A. hypogea hasil uji penularan fitoplasma dengan wereng daun O. argentatus yang menunjukkan gejala penyakit sapu (B), ginofor mengarah ke atas (geotrofisme negatif) (C), pembentukan tunas-tunas samping dengan daun yang kecil (D), pembentukan struktur phyllody (E), dan tidak terbentuknya polong (F)
6 23 A B Gambar 10 Tanaman A. hypogea hasil uji penularan fitoplasma dengan wereng daun Empoasca sp. Gejala layu pucuk daun pada 1 HSP (A) dan penghambatan pertumbuhan tanaman (B) Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah yang Ditulari Fitoplasma Penularan fitoplasma dengan wereng daun O. argentatus dengan berbagai perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata untuk pertumbuhan tinggi tanaman, begitu pula pada penularan fitoplasma dengan wereng daun Empoasca sp. Secara umum pada penularan dengan Empoasca sp. semakin banyak jumlah Empoasca sp. per tanaman maka tinggi tanaman semakin rendah (Gambar 11). Akan tetapi penurunan tinggi tanaman ini bukan merupakan pengaruh dari infeksi fitoplasma, melainkan dari adanya fitotoksemia yang dihasikan oleh Empoasca sp. (McCoy et al. 1983). Infeksi fitoplasma pada bagian daun menyebabkan peningkatan jumlah daun yang yang luar biasa. Menurut McCoy (1979) infeksi fitoplasma dapat mengganggu proses translokasi fotosintat sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologis. Gangguan fisiologis yang terjadi pada tanaman berupa terganggunya keseimbangan hormon yang mengakibatkan munculnya gejala proliferasi dan phyllody. Munculnya gejala proliferasi dan phyllody pada tanaman uji menyebabkan jumlah daun menjadi jauh lebih banyak dari kondisi normal. Berdasarkan Gambar 12, perlakuan penularan dengan wereng daun O. argentatus tujuh ekor per tanaman yang menimbulkan gejala penyakit sapu yang berat menyebabkan peningkatan jumlah daun yang cukup tinggi dibandingkan perlakuan lain walaupun secara statistik pengaruhnya tidak berbeda nyata.
7 Peningkatan jumlah daun yang tinggi terlihat jelas dimulai pada 5 MSP sampai dengan akhir pengamatan Tinggi tanaman (cm) kontrol Oa Oa 1 ekor Oa 3 ekor Oa 5 ekor Oa 7 ekor Umur tanaman (MSP) 60 Tinggi tanaman (cm) kontrol E E 1 ekor E 3 ekor E 5 ekor E 7 ekor Umur tanaman (MSP) Gambar 11 Pengaruh perlakuan jumlah O. argentatus dan Empoasca sp. terhadap tinggi tanaman kacang tanah selama 13 MSP Oa = O. argentatus dan E = Empoasca sp. Penularan fitoplasma menggunakan wereng daun Empoasca sp. memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun pada setiap perlakuan yang diuji (Gambar 12). Hal ini karena perlakuan penularan fitoplasma menggunakan wereng daun Empoasca sp. tidak dapat menularkan fitoplasma penyebab penyakit sapu pada tanaman uji.
8 25 Jumlah daun Umur tanaman (MSP) kontrol Oa Oa 1 ekor Oa 3 ekor Oa 5 ekor Oa 7 ekor Jumlah daun Umur tanaman (MSP) kontrol E E 1 ekor E 3 ekor E 5 ekor E 7 ekor Gambar 12 Pengaruh perlakuan jumlah O. argentatus dan Empoasca sp. terhadap jumlah daun tanaman kacang tanah selama 13 MSP Oa = O. argentatus dan E = Empoasca sp. Infeksi fitoplasma menimbulkan gejala proliferasi menyebabkan jumlah cabang tanaman kacang tanah menjadi jauh lebih banyak dari kondisi normal. Perlakuan penularan dengan wereng daun O. argentatus tujuh ekor per tanaman yang menimbulkan gejala penyakit sapu yang berat menyebabkan peningkatan jumlah cabang yang cukup tinggi dibandingkan perlakuan lain walaupun berdasarkan uji statistik pengaruh perlakuan tidak berbeda nyata. Peningkatan jumlah cabang mulai terlihat jelas pada 7 MSP sampai dengan akhir pengamatan (Gambar 13). Begitu pula pada penularan fitoplasma menggunakan wereng daun Empoasca sp. memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah cabang pada setiap perlakuan yang diuji (Gambar 13).
9 Jumlah cabang kontrol Oa Oa 1 ekor Oa 3 ekor Oa 5 ekor Oa 7 ekor Umur tanaman (MSP) Jumlah cabang kontrol E E 1 ekor E 3 ekor E 5 ekor E 7 ekor Umur tanaman (MSP) Gambar 13 Pengaruh perlakuan jumlah O. argentatus dan Empoasca sp. terhadap jumlah cabang tanaman kacang tanah selama 13 MSP Oa = O. argentatus dan E = Empoasca sp. Penularan fitoplasma penyebab penyakit sapu terjadi melalui jaringan floem yang memiliki fungsi sebagai jaringan pengangkut hasil fotosintesis (Agrios 2005). Jaringan floem terdapat pada bagian batang, daun, dan akar. Infeksi fitoplasma pada tanaman kacang tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti pada tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang. Pengaruh Infeksi Fitoplasma terhadap Hasil Panen dan Umur Tanaman Tabel 4 menunjukkan hasil pengamatan terhadap hasil panen berupa polong yang dihasilkan pada berbagai perlakuan. Walaupun berdasarkan uji statistik jumlah polong yang dihasilkan oleh setiap perlakuan tidak berbeda nyata, terdapat perbedaan yang cukup tinggi pada perlakuan yang menimbulkan gejala penyakit
10 sapu yang berat. Perlakuan penularan dengan O. argentatus dengan populasi 7 ekor per tanaman rata-rata menghasilkan persentase jumlah polong isi 48%, artinya lebih dari 50% polong yang dihasilkan merupakan polong hampa. Sedangkan pada perlakuan lainnya baik pada perlakuan penularan dengan O. argentatus maupun Empoasca sp. persentase jumlah polong yang dihasilkan lebih dari 50%. Tabel 4 Pengaruh perlakuan terhadap persentase jumlah polong isi per jumlah polong total Jenis wereng Jumlah wereng (ekor) Jumlah polong total Jumlah polong isi 27 Persentase jumlah polong isi/jumlah polong total O. argentatus kontrol a 9,67 6,33 66,67 a b 1 9,33 7,00 76,33 a 3 6,67 5,33 78,67 a 5 12,00 7,00 60,00 a 7 7,00 5,00 48,00 a Empoasca sp. kontrol 9,00 6,00 70,33 a 1 8,00 4,67 58,67 a 3 5,00 5,00 100,00 a 5 10,67 6,33 63,67 a 7 8,67 5,33 69,00 a a b Akuisisi pada tanaman kacang tanah sehat Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05) Tabel 5 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering dan umur tanaman Jenis wereng Jumlah wereng (ekor) Bobot kering Umur tanaman (HSP) O. argentatus kontrol a 10,60 a b 96,00 a 1 7,69 a 113,33 a 3 8,14 a 122,00 a 5 11,59 a 102,00 a 7 9,59 a 115,00 a Empoasca sp. kontrol 11,97 a 91,67 a 1 10,09 a 94,00 a 3 8,36 a 101,33 a 5 9,58 a 104,00 a 7 6,48 a 92,67 a a b Akuisisi pada tanaman kacang tanah sehat Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 0,05)
11 28 Infeksi fitoplasma terutama yang menunjukkan keparahan penyakit yang tinggi (gejala berat) dapat menurunkan hasil panen kacang tanah. Infeksi fitoplasma dapat menyebabkan gangguan pada proses fisiologis dan biokimia dari tanaman inang sehingga mengakibatkan malformasi pada daun yang merupakan tempat fotosintesis. Menurut Hadidi et al. (1998) malformasi pada daun akan menyebabkan gangguan pada proses fotosintesis sehingga berakibat pada penurunan produksi. Pengaruh perlakuan terhadap bobot kering menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata baik pada semua perlakuan penularan dengan O. argentatus maupun Empoasca sp. Begitu pula pada umur tanaman, perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur tanaman pada uji penularan fitoplasma dengan kedua wereng uji pada berbagai perlakuan populasi yang digunakan. Namun secara umum dapat diketahui bahwa tanaman uji dari perlakuan yang mampu menularkan fitoplasma, yaitu perlakuan penularan O. argentatus dengan populasi 1, 3, 5, dan 7 ekor per tanaman memiliki umur yang lebih lama (Tabel 5). Deteksi Fitoplasma Menggunakan Teknik PCR Deteksi fitoplasma pada contoh DNA hasil isolasi dari tanaman kacang tanah hasil penularan dengan O. argentatus menunjukkan hasil yang positif pada semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol. Begitu pula pada contoh wereng, seluruh contoh wereng O. argentatus yang digunakan untuk penularan menunjukkan hasil yang positif mengandung fitoplasma kecuali pada wereng yang digunakan untuk perlakuan kontrol. Fitoplasma tidak terdeteksi pada contoh tanaman kacang tanah hasil penularan dengan Empoasca sp. maupun pada tubuh wereng Empoasca sp. yang digunakan untuk penularan (Tabel 6). Deteksi molekuler terhadap keberadaan fitoplasma pada contoh DNA hasil isolasi dari tanaman kacang tanah, tubuh wereng, dan air liur wereng pada uji penularan penting dilakukan untuk mengklarifikasi asosiasi antara patogen penyebab penyakit sapu (fitoplasma) dengan vektor dan gejala yang muncul pada tanaman uji. Identifikasi serangga vektor fitoplasma hanya dengan deteksi keberadaan fitoplasma di dalam tubuh serangga uji tidak dapat mengidentifikasi secara akurat apakah serangga tersebut merupakan vektor fitoplasma atau bukan.
12 Tabel 6 Hasil PCR terhadap contoh DNA tanaman uji, wereng uji, dan medium sukrosa Jenis wereng Jumlah wereng (ekor) Hasil uji PCR Tanaman Wereng Medium sukrosa O. argentatus kontrol a - b Empoasca sp. kontrol a Akuisisi pada tanaman kacang tanah sehat b Hasil uji PCR (+ = DNA fitoplasma positif teramplifikasi, - = DNA fitoplasma tidak teramplifikasi). 29 Menurut D Arcy & Nault (1982) penularan fitoplasma oleh serangga vektornya berlangsung secara persisten dan bersifat sirkulatif-profagatif. Identifikasi serangga sebagai vektor secara akurat dapat dilakukan dengan deteksi keberadaan fitoplasma pada medium makan sukrosa-te (feeding sachet) yang mengandung air liur wereng daun yang diuji karena uji tersebut dapat menunjukkan apakah penularan fitoplasma oleh wereng uji bersifat sirkulatifprofagatif atau tidak. Namun deteksi fitoplasma pada feeding sachet tidak menunjukkan hasil yang positif pada semua sampel air liur wereng uji yang dipergunakan. Hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah titer fitoplasma sangat rendah sehingga pada saat dilakukan ekstraksi DNA, DNA fitoplasma tidak terisolasi. Pada saat dilakukan uji artifisial selama 72 jam, wereng tetap dapat bertahan hidup, padahal berdasarkan kegiatan pemeliharaan sebelumnya, wereng akan segera mati apabila tidak diberi pakan selama ± 24 jam. Dengan demikian, hasil uji PCR yang negatif pada semua contoh air liur wereng yang diuji kemungkinan terjadi bukan karena wereng uji tidak melakukan aktivitas makan pada feeding sachet, melainkan karena jumlah titer fitoplasma sangat rendah sehingga pada saat dilakukan ekstraksi DNA, DNA fitoplasma tidak terisolasi dan selanjutnya tidak terdeteksi dengan PCR.
13 30 Gambar 14 menunjukkan visualisasi hasil PCR terhadap keseluruhan contoh yang diuji. Semua tanaman uji hasil penularan yang tidak menunjukkan gejala penyakit sapu menunjukkan hasil uji PCR yang negatif. Hasil uji PCR yang positif ditandai dengan terbentuknya pita DNA berukuran 1800 bp yang merupakan fragmen DNA dari fitoplasma penyebab penyakit sapu pada kacang tanah melalui elektroforesis dengan gel agarose 1%. Sampel DNA yang menunjukkan hasil yang positif pada deteksi menggunakan teknik PCR berasal dari seluruh tanaman perlakuan yang bergejala, yaitu perlakuan yang menggunakan serangga penular O. argentatus 1 ekor, 3 ekor, 5 ekor, dan 7 ekor per tanaman. Hasil positif juga diperoleh diperoleh pada seluruh sampel wereng O. argentatus yang dipergunakan untuk penularan pada semua perlakuan tersebut. A 1800 bp B 1800 bp Gambar 14 Hasil deteksi PCR untuk berbagai contoh DNA dari tanaman dan B serangga uji A Hasil PCR DNA fitoplasma dari tanaman kacang tanah hasil uji penularan fitoplasma (A), Hasil PCR DNA fitoplasma dari wereng daun yang digunakan pada uji penularan fitoplasma (B), M (1 kb ladder), Oa (O. argentatus), E (Empoasca sp.)
14 31 Hasil yang diperoleh dari deteksi keberadaan fitoplasma dengan teknik molekuler pada contoh tanaman dan wereng daun yang diuji dapat mendukung data yang diperoleh dalam uji penularan fitoplasma dengan wereng daun O. argentatus dan Empoasca Sp. Gejala yang muncul pada perlakuan yang menggunakan serangga penular O. argentatus 1 ekor, 3 ekor, 5 ekor, dan 7 ekor per tanaman berasosiasi dengan fitoplasma penyebab penyakit sapu pada kacang tanah dan wereng daun O. argentatus merupakan vektor dari fitoplasma. Sedangka Empoasca sp. bukan merupakan vektor dari fitoplasma karena gejala yang muncul pada tanaman uji hasil penularan dengan Empoasca sp. tidak berasosiasi dengan fitoplasma. Teknik PCR merupakan teknik molekuler yang dapat digunakan untuk mendeteksi fitoplasma secara akurat (Marcone et al. 1997). Teknik ini dianggap sangat sensitif dalam mendeteksi fitoplasma, artinya mampu mengamplifikasi DNA target walau dalam jumlah sedikit. Dalam teknik PCR ini, hanya dengan satu molekul DNA saja maka proses amplifikasi sudah dapat terjadi. Pada praktiknya, teknik PCR cukup sulit dilakukan karena dalam pengerjaannya dibutuhkan ketelitian yang tinggi, harus menghindari adanya kontaminasi sekecil apapun, dan DNA template yang digunakan harus memiliki kualitas yang baik. Pada penelitian ini, DNA fitoplasma baru berhasil teramplipikasi setelah beberapa kali mengulang proses PCR. Menurut Marzachi et al. (2004) keberhasilan teknik PCR sangat bergantung pada metode yang digunakan dalam mendapatkan DNA yang berkualitas baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae
Lebih terperinciTabel 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada beberapa genotipe tanaman tomat Genotipe
134 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gejala Infeksi Strain Begomovirus pada Genotipe Tanaman Tomat Hasil inokulasi tiga strain begomovirus terhadap genotipe tanaman tomat menunjukkan gejala yang beragam (Tabel
Lebih terperinciTEMUAN PENYAKIT BARU. Sapu pada Kacang Hias (Arachis pintoi): Penyakit Baru yang Berasosiasi dengan Fitoplasma
ISSN: 0215-7950 TEMUAN PENYAKIT BARU Volume 8, Nomor 3, Juni 2012 Halaman 84-88 Sapu pada Kacang Hias (Arachis pintoi): Penyakit Baru yang Berasosiasi dengan Fitoplasma Pinto Peanut (Arachis pintoi) Witches
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala Gambar 2 menunjukkan variasi
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh
Lebih terperinciBAB I. PENGANTAR. A. Latar Belakang. kurang dari 7 ton/ha/tahun atau kira-kira 6,8 ton/ha/tahun, sedangkan di negara
BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jeruk merupakan komoditas buah unggulan nomor 1 untuk dikembangkan di Indonesia. Produksi buah jeruk pernah mencapai 547.322 ton dari luas lahan 95.569 ha pada tahun
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil
11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Metode deteksi yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan Potyvirus dan Fabavirus di pertanaman nilam yaitu dengan DAS-ELISA untuk mendeteksi Fabavirus, I-ELISA untuk mendeteksi Potyvirus
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN... PRAKATA iv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... BAB I. PENGANTAR...
DAFTAR ISI halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN... i ii iii PRAKATA iv DAFTAR ISI DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... ABSTRACT... vii xii xiv xvi xvii
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Penghutanan kembali (reforestation) dengan menggunakan spesies tanaman yang tumbuh cepat (fast-growing) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah menurunnya area hutan,
Lebih terperinciDETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,
20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.
Lebih terperinciDr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor )
Dr. Tri Asmira Damayanti (Institut Pertanian Bogor ) Dr. Giyanto (Institut Pertanian Bogor ) Ir. Lilik Koesmihartono Putra, M.AgSt (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia) Tahun-3 1. Konstruksi
Lebih terperinciPenyakit Karena Bakteri
Penyakit Karena Bakteri BAHAN KULIAH DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN Link : http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/pathogengroups/pages/bacteria.aspx PENYAKIT KARENA BAKTERI PATOGEN Bakteri adalah sekelompok
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi
26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini
Lebih terperinciDASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Bahan
9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai
77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...
Lebih terperinciANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jeruk Jeruk merupakan komoditas buah-buahan terpenting di Indonesia setelah pisang dan mangga. Tanaman jeruk yang banyak dibudidayakan tergolong salah satu anggota famili
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),
Lebih terperinciKONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN
KONSEP, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI PENYAKIT TANAMAN DEFINISI PENYAKIT TANAMAN Whetzel (1929), penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan yang disebabkan oleh faktor primer
Lebih terperinciDeteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda
Hayati, Juni 2003, hlm. 66-70 ISSN 0854-8587 Vol. 10, No. 2 Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda Molecular Detection and Transmission Studies of Phytoplasma Originated from
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciKeragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP
Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring
Lebih terperinciHASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C
HASIL Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro Pertumbuhan Koloni S. rolfsii dengan Inokulum Sklerotia Pada 5 HSI diameter koloni cendawan pada semua perlakuan seduhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA
HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi
Lebih terperinciHama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)
KOMPONEN OPT Hama adalah binatang yang merusak tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Patogen adalah jasad renik (mikroorganisme) yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Gulma (tumbuhan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di
16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT...
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN INTISARI... ABSTRACT... BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B.
Lebih terperinciVIROLOGI TUMBUHAN; Panduan Kerja Laboratorium Edisi 2, oleh Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A
VIROLOGI TUMBUHAN; Panduan Kerja Laboratorium Edisi 2, oleh Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057;
Lebih terperinciPOTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp.
POTENSI LIMA EKSTRAK TUMBUHAN DALAM MENEKAN INFEKSI VIRUS MOSAIK PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) LULU KURNIANINGSIH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciDeteksi Keberadaan Liberobacter asiaticum Pada Tanaman Jeruk Yang Terserang Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Dengan Gejala Parsial
Deteksi Keberadaan Liberobacter asiaticum Pada Tanaman Jeruk Yang Terserang Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Dengan Gejala Parsial VANI SILVANA I NYOMAN WIJAYA *) I GEDE PUTU WIRAWAN Program Studi
Lebih terperinciIV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman
Lebih terperinciDAFTAR ISI. AKSRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN...
DAFTAR ISI AKSRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 4 B. Rumusan Masalah... 4 C. Batasan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Amerika Selatan, namun saat ini telah menyebar ke seluruh dunia yang beriklim tropis atau subtropis. Cina dan India merupakan penghasil
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh Octa Fransisca Sitorus NIM KONSENTRASI PERLINDUNGAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
DETEKSI KEBERADAAN PENYEBAB PENYAKIT Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) PADA TANAMAN JERUK DENGAN GEJALA MENYELURUH MENGGUNAKAN TEKNIK Polymerase Chain Reaction (PCR) SKRIPSI Skripsi ini diajukan sebagai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah
3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Pengaruh Aplikasi Getah Pepaya Betina Secara in-vitro Aplikasi getah pepaya betina pada media tumbuh PDA dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi secara signifikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai
23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai PGPR sebagai rizobakteria memberikan pengaruh tertentu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diujikan di rumah
Lebih terperinciTUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA
TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat
12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi
Lebih terperinciDETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ii ABSTRAK IRWAN LAKANI.
Lebih terperinciSIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN. Compilled by N.Istifadah
SIKLUS PENYAKIT DAN PENGHITUNGAN INTENSITAS PENYAKIT TANAMAN SIKLUS penyakit = siklus infeksi = tahap-tahap patogenesis Siklus hidup patogen : perkembangan patogen yang meliputi tahap aseksual dan seksual
Lebih terperinciIdentifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang
Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KECIL KACANG PANJANG (Cowpea Little Leaf Disease) ISOLAT INDONESIA; KAJIAN SIFAT BIOEKOLOGI DAN BIOMOLEKULER
IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT DAUN KECIL KACANG PANJANG (Cowpea Little Leaf Disease) ISOLAT INDONESIA; KAJIAN SIFAT BIOEKOLOGI DAN BIOMOLEKULER TRI ASMIRA DAMAYANTI DEDE SURYADI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
Lebih terperinciSKRIPSI. untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Oleh. I Kadek Purnawirawan Putra NIM KONSENTRASI PERLINDUNGAN TANAMAN
DETEKSI KEBERADAAN PENYAKIT CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) DENGAN TEKNIK PCR (Polymerase Chain Reaction) DI DUSUN UNTALAN DESA JUNGUTAN KECAMATAN BEBANDEM KABUPATEN KARANGASEM SKRIPSI Skripsi ini
Lebih terperinciGambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala pada Larva S. litura Aplikasi Spodoptera litura NPV pada daun kedelai mempengaruhi perilaku makan larva S. litura tersebut. Aktivitas makan dan pergerakannya semakin menurun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Endofit Asal Bogor, Cipanas, dan Lembang Bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tiga tempat yang berbeda dalam satu propinsi Jawa Barat. Bogor,
Lebih terperinciTeknik-teknik Dasar Bioteknologi
Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat
Lebih terperinciTESIS PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) PADA TANAMAN KACANG PANJANG SECARA MEKANIS DAN MELALUI KUTUDAUN
TESIS PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) PADA TANAMAN KACANG PANJANG SECARA MEKANIS DAN MELALUI KUTUDAUN KADEK DWI UTAMA NIM 1490861008 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan
Lebih terperinciKULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR
KULIAH 2. ILMU PENYAKIT TUMBUHAN DASAR Gejaladan Tanda Penyakit Definisi Penyakit Tumbuhan Kondisi dimana sel & jaringan tanaman tidak berfungsi secara normal, yang ditimbulkan karena gangguan secara terus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT
HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT Budidaya konvensional merupakan budidaya cabai yang menggunakan pestisida kimia secara intensif dalam mengendalikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni
TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan Streptomyces katrae pada Formulasi Media Beras, Jagung dan Limbah Baglog Jamur S. katrae merupakan aktinomiset dari golongan Streptomyces yang pertama diisolasi dari tanah
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk famili solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang memiliki banyak manfaat, bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang
Lebih terperinciPERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN Zamriyetti 1 dan Sawaluddin Rambe 2 1 Dosen Kopertis Wilayah I dpk
Lebih terperinciMenurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili
Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan
11 HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Penapisan Pada pengujian ini diperolah 3 isolat yang menyebabkan munculnya gejala busuk pangkal batang dan mengakibatkan pertumbuhan tanaman lebih rendah daripada tanpa perlakuan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya
Lebih terperinciDETEKSI KEBERADAAN Liberobacter asiaticum PADA TANAMAN JERUK YANG TERSERANG Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) DENGAN GEJALA PARSIAL
DETEKSI KEBERADAAN Liberobacter asiaticum PADA TANAMAN JERUK YANG TERSERANG Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) DENGAN GEJALA PARSIAL SKRIPSI Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)
26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Sidik Ragam Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76
HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan
Lebih terperinciLampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari
Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1 Golongan Bentuk tanaman Tinggi tanaman Umur tanaman : hibrida : tegak : 110-140 cm : mulai berbunga 65 hari mulai panen 90 hari Bentuk kanopi : bulat Warna batang
Lebih terperinciSKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION
SKRIPSI DETEKSI CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION Disusun oleh : Vallery Athalia Priyanka NPM : 130801398 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Lebih terperinciTINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A
TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan
Lebih terperinciLampiran 1. Sidik Ragam Persentase Kematian Tanaman
LAMPIRAN Lampiran 1. Sidik Ragam Persentase Kematian Tanaman Perlakuan 7 36,45586 5,20798 2,21161 JK Faktor A (Media Tanam) 1 0,498032 0,498032 0,211493 tn 4,26 7,82 JK Faktor B (Mikroorganisme) 3 29,47075
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian
14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Lebih terperinci