ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO"

Transkripsi

1 ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aspek Keselamatan ditinjau dari Stabilitas Kapal dan Regulasi pada Kapal Pole and Line di Bitung, Sulawesi Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Yuli Purwanto NIM C

3 RINGKASAN YULI PURWANTO. Aspek Keselamatan ditinjau dari Stabilitas Kapal dan Regulasi pada Kapal Pole and Line di Bitung, Sulawesi Utara. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, MOHAMMAD IMRON dan BUDY WIRYAWAN. Penangkapan ikan adalah salah satu pekerjaan beresiko sehingga faktor keselamatan diatas kapal merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Penyebab kecelakaan kapal ikan adalah kualitas stabilitas kapal yang kurang baik, ini karena umumnya kapal-kapal ikan tradisional dibangun tanpa perencanaan dan perhitungan desain. Kapal-kapal yang dalam pengoperasian alat tangkapnya mengejar gerombolan ikan dan ditambah lagi dengan banyaknya awak diatas kapal untuk kegiatan memancing seperti kapal pole and line, maka kualitas stabilitas yang baik pada kapal merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Armada kapal pole and line di Bitung cukup bervariasi dan kapal-kapal tersebut dibangun digalangan tradisional. Pembangunan kapal pole and line yang tidak berdasarkan perhitungan dan perencanaan desain, sehingga kualitas stabilitas kapal perlu dikaji. Pengkajian regulasi yang relevan terkait dengan peningkatan keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab pemerintah dan sejauh mana penerapan aturan yang ada. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengenai aspek keselamatan pada kapal pole and line, sementara tujuan khususnya adalah : (1) mengkaji dan menganalisis untuk mendapatkan kualitas stabilitas kapal pole and line dan (2) mengidentifikasi dan mengkaji tinjauan regulasi terkait keselamatan kapal pole and line di Bitung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas stabilitas kapal pole and line dalam keadaan baik meskipun kapal dibangun tanpa perhitungan desain. Hal ini diwakili oleh nilai lengan penegak (nilai GZ) maksimum pada kondisi simulasi saat kapal beroperasi, sementara nilai GZ minimum pada kondisi kapal dalam keadaan kosong. Terdapat tujuh regulasi internasional dan lima regulasi nasional terkait dengan keselamatan kapal penangkap ikan. Regulasi internasional secara jelas mengatur keselamatan kapal penangkap ikan, namun penerapan ditingkat nasional masih kurang dan belum selaras. Kata kunci : Kapal pole and line, kualitas stabilitas kapal, regulasi

4 SUMMARY YULI PURWANTO. Safety Aspects Pole and Liner From Ship Stability and Regulation Point of View in Bitung, North Sulawesi. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR, MOHAMMAD IMRON and BUDY WIRYAWAN. Fishing is kind of the world's fisheries jobs at risk, so that the safety on board is an important factor that must be considered. The cause of the accident is due to poor quality of stability of fishing vessel. As common practice, traditional fishing boat were built without a suitable design and construction. Fishing boats should also be supported by the required a suitable boat design, to ensure a good performance during operation. Assessment of relevant policies related to safety of boats and crews of fishing boat have been conducted to determine the extent of the responsibility of government and the extent to which the implementation of existing policies. The general objective of this research was to analysis the safety aspects of pole and liner, while the specific objectives were : (1) review and analyze quality stability of the fishing vessel (2) a review of regulations related to safety on pole and liner in Bitung. The results showed that quality pole and liner stability for four conditions the loadcase distribution were good stability. It is represented by the value of all the parameters that are above the standard value IMO. Maximum value of GZ (righting arm) achieved when in vessel operation, while minimum value in empty condition. There are seven international and five national policies related to the safety of the fishing vessel, but implementation at the national level is still lacking and not aligned. Keywords : Pole and liner, quality stability, regulation.

5 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6 ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

7 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi

8 PRAKATA Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia- Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai Februari 2014 adalah mengenai Aspek Keselamatan ditinjau dari Stabilitas Kapal dan Regulasi pada Kapal Pole and Line di Bitung, Sulawesi Utara. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi, Dr Ir Mohammad Imron, MSi dan Dr Ir Budy Wiryawan, Msc selaku Komisi Pembimbing serta Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi selaku Penguji Luar Komisi pada ujian Tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan Istri tercinta atas doa, kasih saying dan dukungannya, serta kepada kerabat dan teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2014 YuliPurwanto C

9 Judul Tesis Nama NIM : Aspek Keselamatan Ditinjau dari Stabilitas Kapal dan Regulasi pada Kapal Pole and Line di Bitung, Sulawesi Utara : Yuli Purwanto : C Disetujui oleh : Komisi Pembimbing Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Ketua Dr Ir Mohammad Imron, MSi Anggota Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Anggota Diketahui oleh : Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian : 25 November 2014 Tanggal Lulus :

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH ix ix ix x 1 PENDAHULUAN 1 Latar belakang 1 Perumusan masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 Waktu dan Tempat Penelitian 4 2 KAPAL POLE AND LINE 5 Metodologi 7 Hasil dan Pembahasan 10 Kesimpulan dan saran 18 3 STABILITAS KAPAL 19 Metodologi 22 Hasil dan Pembahasan 25 Kesimpulan dan saran 27 4 KESELAMATAN KAPAL PENANGKAP IKAN 28 Metodologi 28 Hasil dan Pembahasan 29 Kesimpulan dan saran 42 5 PEMBAHASAN UMUM 43 6 KESIMPULAN DAN SARAN 46 Kesimpulan 46 Saran 46 DAFTAR PUSTAKA 47 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 62

11 DAFTARTABEL 1 Dimensi utama kapal pole and line 11 2 Nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan di Indonesia 12 3 Perhitungan nilai rasio dimensi utama kapal pole and line 12 4 Parameter hidrostatis kapal pole and line 15 5 Nilai coefficient of fineness acuan dan kapal pole and line 18 6 Keterangan kriteria kurva stabilitas statis kapal menurut IMO 21 7 Kriteria stabilitas statis kapal pole and line yang diteliti 25 8 Hasil analisis parameter stabilitas kapal pole and line berbagai kondisi muatan 26 9 Jumlah kapal pole and line yang beraktifitas di PPS Bitung Data kecelakaan kapal yang terdata dalam kurun waktu Daftar peralatan keselamatan kapal kecil bermesin Sertifikat keahlian yang dimiliki awak kapal pole and line Peralatan keselamatan pada kapal pole and line Regulasi internasional dan nasional tentang keselamatan kapal penangkap ikan 40 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 4 2 Konstruksi alat tangkap pole and line 5 3 Tipikal kapal pole and line yang beroperasi di perairan Bitung 6 4 Ilustrasi pengukuran membujur (longitudinal) kapal 10 5 Ilustrasi pengukuran melintang (transversal) kapal 10 6 Rencana garis (lines plan) kapal pole and line 13 7 Rancangan umum (GA) kapal pole and line 14 8 Kurva hidrostatis kapal pole and line yang diteliti 16 9 Titik-titik penting penentu keseimbangan awal kapal Kurva kriteria stabilitas statis (kurva GZ) Kondisi kapal kosong; pada kondisi ini diasumsikan BBM, es, umpan hidup, perbekalan logistik dan ABK (0%) Kondisi kapal berangkat menuju fishing ground; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik serta ABK (100%) dan hasiltangkapan (0%) Kondisi kapal melakukan kegiatan penangkapan ikan; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik (50%) serta hasil tangkapan (50%) dan ABK (100%) Ilustrasi kondisi kapal kembali ke fishing base; kondisi kapal diasumsikan BBM, umpan hidup (25%) serta hasil tangkapan dan ABK (100%) Kurva stabilitas statis kapal pole and line yang diteliti Kurva stabilitas statis dan dinamis kapal pole and lineberbagai kondisi muatan 27

12 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta lokasi penelitian 49 2 Tampilan program maxsurf dalam pembuatan lines plan kapal pole and line yang diteliti 50 3 Simulasi muatan kapal pole and line yang diteliti 51 4 Perhitungan nilai stabilitas kapal pole and line yang diteliti 53 5 Hasil perhitungan parameter stabilitas kapal pole and line dibandingkan dengan kriteria IMO 55 6 Syarat desain dan peralatan kapal penangkap ikan 57 7 Kondisi eksisting terkait aspek keselamatan pada kapal pole and line yang diteliti 58 8 Kondisi exsisting diatas kapal pole and line yang diteliti 60

13 DAFTAR ISTILAH After perpendicullar (garis tegak buritan) : garis tegak yang ditarik melalui titik perpotongan antara sisi depan linggi kemudi (titik tengah poros kemudi apabila tidak terdapat linggi kemudi) dan tegak lurus dengan garis dasar Akatsuki bottom : bentuk badan kapal yang menyerupai huruf U namun setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya Area water plan (Aw) : luas area badan kapal yang terendam oleh air atau luas area yang dibatasi oleh garis air Base line : garis dasar kapal yang tepat berada di atas lunas kapal Breadth atau B : lebar terbesar kapal yang diukur dari kulit lambung terluar pada bagian tengah kapal Centre of buoyancy (titik B) : titik khayal yang merupakan pusat seluruh daya apung pada kapal yang bekerja secara vertikal ke atas ; jarak titik B kapal dari midship sepanjang longitudinal kapal disebut LCB ; jarak antara titik B dengan titik K (keel) disebut KB ; jarak antara titik B dengan titk M (metacentre) secara vertikal disebut BM ; dan jarak antara titik B dengan titk M (metacentre) secara longitudinal disebut BML Centre of grafity (titik G) : titik khayal yang merupakan pusat gaya berat kapal beserta muatannya yang bekerja secara vertikal ke bawah ; jarak antara titik G dengan titk K (keel) secara vertikal disebut KG sedangkan sepanjang longitudinal kapal yang diukur dari midship disebut LCG Coefficient block (Cb) : perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume balok yang dibentuk oleh panjang, lebar dan draft kapal Coefficient of fineness atau koefisien bentuk kapal : nilai-nilai koefisien yang dapat menunjukan keragaan badan kapal yang terendam oleh air Coefficient midship (Cm) : perbandingan antara luas penampang gading besar yang terendam air dengan luas persegi empat yang dibentuk oleh lebar dan draft kapal Coefficient prismatic (Cp) : perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume prisma yang dibentuk oleh luas penampang gading besar dan panjang kapal Coefficient waterplan (Cw) : perbandingan antara luas penampang garis air dengan luas persegi empat yang dibentuk oleh lebar dan draft kapal

14 Coefficient vertical prismatic (Cvp) : perbandingan luas badan kapal yang terendam air pada bagian tengah kapal dengan luas prisma yang dibentuk oleh luas penampang garis air dan tinggi kapal Deck : lapisan atau bagian kapal yang menghubungkan antara bagian atas dengan bagian bawah kapal Depth (D) : tinggi kapal yang diukur dari badan kapal terbawah (di atas lunas) hingga deck terendah pada bagian tengah kapal Draft (d) : jarak vertikal antara garis dasar (base line ) dengan garis air (water line) muatan penuh yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal (Lpp) Encircling gear : kelompok alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan Fishing base : pangkalan penangkapan untuk melakukan aktifitas tambat, labuh, bongkar dan muat pada kapal penangkap ikan Fishing ground : daerah perairan yang memungkinkan kapal penangkap ikan beroperasi dan memiliki sumberdaya yang memadai untuk dilakukan penangkapan ikan Freeboard : jarak antara draft hingga deck kapal General arrangement : gambar rencana umum yang menampilkan seluruh bagian kapal secara melintang dan membujur Hard chin bottom : bentuk badan kapal yang mirip dengan bentuk akatsuki bottom namun pertemuan antara lambung kiri dengan lambung kanan pada bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu Intact stability : kondisi kapal yang kedap air pada seluruh bagian kapal

15 Kasko : bentuk badan kapal Keel (titik K) : titik khayal yang berada tepat di atas lunas kapal Kurva GZ atau kurva stabilitas : suatu kurva yang menunjukan nilai GZ kapal jika mengalami oleng pada sudut tertentu Kurva hidrostatis : suatu kurva yang menunjukan perubahan nilai parameter hidrostatis kapal pada masing-masing garis muat (water line) Lenghth between perpendicular (LBP) : panjang antara garis tegak depan dengan garis tegak belakang pada garis air Lenghth of waterline (LWL) : panjang garis air yang diukur dari pepotongan garis akhir pada garis tegak buritan Length over all (LOA) atau L : panjang keseluruhan kapal yang diukur dari ujung buritan hingga ujung haluan Lines plan : gambar teknik dua dimensi yang menggambarkan rencana garis sebuah kapal secara melintang dan membujur yang disajikan dalam tiga buah gambar yaitu body plan (tampak depan), profile plan (tampak samping) dan tampak atas setengah badan kapal (half breadth plan) Metacentre (titk M) : titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titk B dan titik G saat kapal berada pada posisi tegak dengan garis khayal yang melalui titik tersebut pada saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya gaya-gaya pada kapal ; jarak antara titik M dengan titik G (gravity) disebut GM dan jarak antara titik M dengan titik K (keel) secara vertikal disebut KM sedangkan secara longitudinal disebut KML Midship : bagian tengah kapal Midship area : luas area penampang irisan melintang kapal di bagian tengah (bagian terlebar kapal) Parameter hidrostatis : nilai-nilai parameter yang menunjukan nilai keragaan awal sebuah kapal Righting arm (GZ) : jarak antara titik G pada kondisi awal dengan saat kapal mengalami oleng atau miring dalam meter radian (m.rad)

16 Round bottom : bentuk badan kapal dengan bentuk bulat hampir setengah lingkaran Round flat bottom : bentuk badan kapal yang bulat dan bagian bawahnya cenderung rata pada bagian tengah Ton displacement : berat badan kapal yang terendam oleh air Ton percentimeter immersion (TPC) : berat yang dibutuhkan untuk merubah tinggi draft kapal sebesar 1 cm Trim : kondisi kapal yang memiliki ketinggian garis air berbeda antara bagian haluan dengan bagian buritan ; jika garis air pada bagian haluan lebih tinggi dibandingkan bagian buritan disebut trim by bow sedangkan jika garis air pada bagian buritan lebih tinggi dari bagian haluan disebut trim by stern U bottom : bentuk badan kapal yang menyerupai huruf U Un-intact stability : kondisi kapal tidak kedap air Volume displacement : volume badan kapal yang terendam oleh air

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan suatu pekerjaan yang beresiko, maka aspek keselamatan diatas kapal adalah faktor terpenting yang harus diperhatikan. Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (2000) penyebab terjadinya musibah pelayaran dan kecelakaan kapal di Indonesia, termasuk didalamnya kecelakaan kapal ikan disebabkan oleh faktor kesalahan manusia (43,7%), faktor alam (32,4%) dan faktor teknis (23,9%). Musibah kecelakaan kapal di perairan Indonesia, antara lain disebabkan oleh tubrukan, kandas dan tenggelam. Kecelakaan kapal akibat faktor alam tidak dapat dihindari pada saat operasi penangkapan ikan, namun dengan meningkatkan faktor teknis seperti kualitas stabilitasdan kualitas sumberdaya manusia diharapkan dapat menghindari kecelakaan kapal. Kapal penangkap ikan harus juga memenuhi persyaratan kelaiklautan dan standar pengawakan kapal ikan agar dalam kegiatan penangkapan ikan berhasil dan terhindar dari bahaya kecelakaan dilaut. Kriteria kelaiklautan dapat dilihat dari kelayakan penggunaan kapal dalam kegiatan penangkapan ikan yang dapat dipenuhi dengan melakukan proses pembangunan kapal secara baik. Proses pembangunan kapal secara tadisional pada umumnya berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam arsitek perkapalan, seperti adanya gambar perencanaan yang detail meliputi gambar lines plan, general arrangement maupun perhitungan arsitek perkapalan (Fyson, 1985). Perencanaan desain kapal merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena akan berdampak pada kemampuan kapal dan berpengaruh terhadap stabilitas kapal saat beroperasi. Dalam pembangunan kapal secara tradisional, para pengrajin hanya menentukan panjang lunas, panjang total dan ukuran kapal. Kapal-kapal yang dalam pengoperasian alat tangkapnya mengejar gerombolan ikan dan ditambah lagi dengan banyaknya awak diatas kapal untuk kegiatan memancing seperti kapal pole and line, kualitas stabilitas kapal merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Kapal pole and line memiliki ciri khusus dengan adanya flying deck dan platform sebagai tempat pemancingan. Hal ini dikarenakanpada saat itu kinerja kapal sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan (Farhum, 2010). Sumberdaya ikan yang menjadi tujuan utama usaha penangkapan pole and line adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Penyebaran ikan cakalang dan banyaknya pole and line yang beroperasi adalah didaerah kawasan Indonesia bagian timur seperti di kota Bitung Sulawesi Utara. Armada kapal pole and line di Bitung cukup bervariasi dan dibangun digalangan tradisional. Pembangunan kapal pole and linedi Bitung tidak didasarkan dengan perhitungan dan perencanaan desain, sehingga kualitas stabilitas kapal perlu dipertanyakan. Kesempurnaan pembangunan kapal dapat ditunjukkan dengan melihat keragaan kapal pada saat kapal dioperasikan, yaitu harus sanggup mengapung dilaut dengan stabil dan bertahan terhadap pengaruh dari luar seperti gelombang dan angin. Penyebab kecelakaan kapal ikan lainnya adalah pada faktor kesalahan manusia (human error). Peranan sumberdaya manusia berhubungan dengan kesadaran, keahlian dan keterampilan awak kapal dalam memahami aspek

18 2 keselamatan pelayaran dan kegiatan penangkapan ikan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu pertimbangan bagi awak kapal yang terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan sebelum ikut berlayar, seperti awak kapal harus berkecukupan dalam pendidikan dan pelatihan keahlian (Certificate of Competency) dan keterampilan (Certificate of Proficiency) serta memiliki kompetensi sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu juga harus memahami kondisi yang disepakati dalam perjanjian kerja, prosedur dan sistem kerja di kapal penangkap ikan (Suwardjo, 2010). Dari aspek kapal penangkap ikan, pengelolaan kapal harus dilaksanakan dengan baik guna menjamin kesuksesan operasi penangkapan ikan, dan semua bagian kapal harus dirawat dan dioperasikan sesuai dengan kapasitasnya. Secara keseluruhan, keselamatan kapal akan linier dengan kompetensi awak kapal, manajemen berorientasi keselamatan dan kelaikan kapal. Dari sisi regulasi, telah banyak kebijakan-kebijakan internasional dan nasional yang terkait dengan manajemen keselamatan dilaut. Oleh karena itu, pengkajian terhadap kebijakan nasional perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab pemerintah dan sejauh mana kebijakan nasional menampung tuntutan aturan internasional serta memenuhi standarisasi terhadap peningkatan keselamatan kapaldan awak kapal penangkap ikan di Indonesia. Demikian juga dengan kebijakan internasional, secara teknis dapat menjadi salah satu masukan atau bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan nasional terkait keselamatan kapal dan awak kapal ikan. Perumusan Masalah Penyebab kecelakaan kapal ikan yang sering terjadi di Indonesia maupun negara lain adalah faktor teknis seperti kualitas stabilitas kapal yang kurang baik serta peralatan keselamatan yang minim diatas kapal. Faktor lainnya adalah non teknis seperti kurangnya kesadaran tentang keselamatan dan kurangnya kecakapan awak kapal dalam melakukan pelayaran dan kegiatan operasi penangkapan ikan. Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum menerapkan standar kapal penangkap ikan yang sesuai dengan ketentuan internasional, dimana kapal penangkap ikan harus dibangun sesuai dengan kaidah-kaidah standar keselamatan. Demikian juga terhadap standar keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki oleh awak kapal penangkap ikan. Pemerintah juga belum mengatur standar pengawakan kapal penangkap ikan menyangkut kualifikasi dan jumlah awak kapal disesuaikan dengan ukuran kapal, daerah pelayaran dan jenis teknologi alat tangkap ikan yang dioperasikan. Faktor-faktor tersebut diatas perlu dikaji guna perbaikan keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi saat ini yaitu terfokus pada kualitas stabilitas kapal dan pengaturan kebijakan terkait dengan keselamatan kapal penangkap ikan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji mengenai aspek keselamatan kapal dari segi stabilitas kapal dan tinjauan regulasi terkait keselamatan kapal penangkap ikan. Kriteria stabilitas kapal yang digunakan mengacu kepada standar yang dikeluarkan oleh organisasi internasional yaitu IMO (International Maritime Organization). Selain itu, perlu dikaji tentang kebijakan nasional dan internasional untuk mendukung penerapan keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan.

19 3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengenai aspek keselamatan pada kapal pole and line dan tujuan khususnya adalah; (1) mengkaji dan menganalisis untuk mendapatkan kualitas stabilitas kapal pole and line serta (2) mengidentifikasi dan mengkaji tinjauan regulasi terkait keselamatan kapal ikan. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya : 1) Bahan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat dalam hal perancangan pembangunan kapal perikanan. 2) Rujukan bagi stake holders perikanan dalam melaksanakan manajemen keselamatan kapal ikan. 3) Bahan informasi dasar untuk penelitian lanjut. Ruang Lingkup Penelitian Kapal digunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Keberhasilan kegiatan operasi penangkapan didukung dengan kualitas stabilitas kapal yang baik. Namun disisi lain, ketaatan kepada peraturan terkait keselamatan kapal ikan merupakan hal yang tidak terpisah guna mendukung operasional penangkapan ikan. Untuk melihat efektifitas pengoperasian kapal pole and linedi Bitung, pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap karakteristik teknis kapal pole and line yang meliputi kesesuaian desain dan kualitas stabilitas. Pada bagian 2 tulisan ini, telaah dimulai dengan perhitungan untuk mengetahui kesesuain desain kapal pole and line. Perhitungan dan analisis rasio dimensi utama kapal, lines plan, general arrangement dan parameter hidrostatis dipelajari untuk mengetahui desain dan karakteristik teknis kapal pole and line yang berbasis di Bitung. Hasil dari analisis tersebut dikaji lebih lanjut untuk mengetahui kualitas unjuk kerja kapal pole and line dilaut. Kajian selanjutnya dilakukan perhitungan stabilitas kapal dan simulasi distribusi muatan. Pada bagian 3 tulisan ini, stabilitas statis dan dinamis kapal pole and line di Bitung dengan melihat nilai GZ kapal pada simulasi empat kondisi pemuatan yang berbeda yaitu kondisi kapal kosong, berangkat ke daerah penangkapan, melakukan kegiatan penangkapan ikan dan kembali ke fishing base. Setelah kajian aspek teknis diketahui, selanjutnya pada bagian 4 tulisan ini, identifikasi dilakukan berkenaan dengan aturan internasional dan aturan nasional yang mengatur tentang keselamatan kapal penangkap ikan. Selain itu, Pengamatan langsung kondisi diatas kapal pole and line diantaranya tata ruang dan desain kapal, peralatan keselamatan, peralatan bernavigasi dan radio komunikasi serta pemenuhan persyaratan kualifikasi sertifikasi awak kapal penangkap ikan. Selanjutnya hasil pengamatan tersebut dibandingkan dengan peraturan yang ada,seperti apa implementasi penerapan peraturan dilapangan juga menjadi prioritas yang harus ditelaah. Lebih jelasnya lingkup penelitian disajikan pada Gambar 1.

20 4 Kapal Pole and Line Permasalahan : 1. Kualitas Stabilitas 2. Regulasi keselamatan kapal penangkap ikan Ruang lingkup : 1. Kesesuain desain kapal, Kualitas stabilitas 2. Regulasi keselamatan kapal ikan Rasio dimensi utama, Parameter hidrostatis, Stabilitas kapal Tinjauan peraturan nasional dan internasional tentang keselamatan kapal ikan Analisis Tidak Studi kasus dan Perhitungan perkapalan Deskriftif pendekatan kualitatif dan Content analysis Ya Kualitas stabilitas dan aspek keselamatan kapal ikan memenuhi standar Gambar 1 Kerangka pikir penelitian. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari Tempat penelitian yaitu; 1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Sulawesi Utara untuk pengukuran langsung kapal pole and line; 2) Laboratorium Bagian Kapal dan Transportasi Perikanan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk pembuatan lines plan, perhitungan rasio dimensi utama, perhitungan parameter hidrostatis, perhitungan stabilitas dan simulasi distribusi muatan. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

21 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah (UU RI nomor17 tahun 2008 tentang Pelayaran). Klasifikasi kapal perikanan baik ukuran, bentuk, kecepatan maupun konstruksinya sangat ditentukan oleh peruntukkan kapal perikanan tersebut. Demikian pula dengan kapal penangkap, masing masing memiliki ciri khas, ukuran, bentuk, kecepatan dan perlengkapan yang berbeda (Ardidja, 2007). Salah satunya jenis kapal penangkap adalah kapal pole and line. Usaha penangkapan ikan tuna dan cakalang menggunakan huhate (Skipjack Pole and Line) pada dasarnya yaitu mencari dan mengumpulkan gerombolan ikan yang akan ditangkap kemudian digiring dengan lemparan umpan hidup dan dibantu semprotan air dan akhirnya menangkap ikan-ikan tersebut. Konstruksi alat tangkap pole and lineterdiri dari pancing, benang/tali dan joran (pole). Joran terbuat dari bambu yang memiliki kelenturan. Tali pancing terbuat dari bahan kuralon untuk tali kepala, polyethylene untuk tali utama dan monofilament untuk tali pengikat. Mata pancing huhate biasanya tidak berkait balik (barbed), karena pelepasan ikan secara cepat sangat diperlukan agar nelayan dapat menangkap ikan sebanyak mungkin, sementara kapal terus bergerak mengikuti gerombolan ikan. Konstruksi alat tangkap pole and line disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Konstruksi alat tangkap pole and line. (Sumber : Ardidja, 2007) Kapal pole and line memiliki ciri khusus yaitu adanya flying deck, water spayer dan bak umpan hidup.flying deck merupakan tempat duduk bagi pemancing dalam kegiatan penangkapan ikan. Umumnya flying deck berada pada bagian haluan kapal. Water sprayer merupakan alat penyembur air sebagai cara

22 6 untuk mengelabui penglihatan ikan dan sekaligus mengaburkan penglihatan ikan terhadap mata pancing. Water sprayer ini terletak dibagian haluan kapal. Bak atau palka untuk umpan hidup adalah bagian yang sangat penting bagi penangkapan pole and line. Pengaturan tata ruang, desain dan ukurannya bervariasi tergantung ukuran kapal. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap kelangsungan ikan umpan hidup di dalam bak atau palka antara lain sirkulasi didalam bak dan kepadatan ikan umpan. Untuk menjaga sirkulasi masa air didalam bak, dipasang belahan bambu secara melintang dari atas kedasar bak. Disamping itu juga, bak atau palka umpan dapat dijadikan pengatur keseimbangan kapal (ballast) pada saat kembali menuju fishing base. Umpan hidup merupakan syarat utama bagi usaha penangkapan huhate (pole and line) dengan kata lain, tanpa ikan umpan hidup, usaha ini tidak akan berhasil dengan baik. Fungsi umpan hidup adalah untuk mengumpulkan dan menggiring ikan-ikan untuk bergerombol di sekitar kapal dengan cara umpan hidup dilemparkan dari atas kapal dan dibantu semprotan air. Jenis ikan umpan hidup yang baik antara lain Puri/Teri merah (Stolephorus heterolobus), Puri/Teri hitam (Stolephorus punctifer), Puri/Teri putih (Stolephorus devisi), Momar/ Layang (Decapterus ruselli), Tatare/Kembung (Rastrelliger kanagurta), Lolosi/ Pisang-pisang (Caesio Spp.). Penyimpanan umpan hidup pada bak atau palka khusus yang terdapat lubang dibawahnya untuk sirkulasi air. Daerah penangkapan dan basis usaha penangkapan pole and line di perairan Indonesia sampai saat inihanya berkembang di 8 (delapan) Propinsi di Indonesia bagian Timur, yaitu : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua (Irian Jaya). Sedangkan usaha yang dilakukan di Indonesia bagian Barat tidak bisa berkembang (Ardidja, 2007). Kegiatan penangkapan ikan dengan pole and line diperairan Bitung banyak dilakukan oleh nelayan tradisional yang menggunakan kapal-kapal berukuran dari 10 GT hingga 94 GT (data statistik PPS Bitung, 2012). Gambar 3 berikut merupakan salah satu kapal ikan pole and line yang berada di perairan Bitung, Sulawesi Utara. Gambar 3 Tipikal kapal pole and line yang beroperasi di perairan Bitung. (Sumber : Dokumentasi penelitian, 2014)

23 7 Keberhasilan usaha penangkapan ikan menggunakan pole and line sangat ditentukan oleh kelayakan kapal yang digunakan, sehingga perencanaan atau pembuatan kapal yang tepat sesuai dengan peruntukkannya merupakan faktor terpenting. Perencanaan pembangunan kapal ikan merupakan awal dari sejumlah tahapan pembangunan kapal perikanan. Perencanaan pembangunan ini terdiri dari sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemilik kapal yang menghasilkan sejumlahkriteria yang akan digunakan oleh para perancang kapal (naval architect) dalam mendesain kapal yang akan dibangun. Pembangunan kapal pole and line di Bitung umumnya dilakukan pada galangan tradisional. Pasalnya, proses pembangunan kapal dilakukan dengan mengandalkan keterampilan pembuat kapal yang diperoleh secara turun temurun dan tanpa di dukung dengan kelengkapan perencanaan, desain dan perhitungan stabilitas sehingga kelayakan kapal pole and line di Bitung perlu dipertanyakan. Kegiatan penangkapan pole and linedilaut hendaknya memperhatikan aspek keselamatan dan kelaiklautan kapal. Kesempurnaan pembangunan kapal dapat ditunjukkan dengan melihat keragaan kapal pada saat kapal dioperasikan, yaitu harus sanggup mengapung dilaut dengan stabil dan bertahan terhadap pengaruh dari luar seperti gelombang dan angin. Tujuan pada bab ini adalah mengkaji dan menganalisis desain kapal pole and line di Bitung, Sulawesi Utara berdasarkan dimensi utama kapal dan disesuaikan dengan nilai rasio dimensi kapal di Indonesia serta dilihat dari parameter hidrostatis kapal. Metodologi Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan studi kasus pada salah satu kapal pole and line. Kasus yang diteliti adalah kesesuaian desain melalui rasio dimensi utama dan parameter hidrostatis kapal. Jenis data yang dikumpulkan dari pengukuran langsung yaitu dimensi utama dan kelengkungan badan kapal pole and line. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran kapal adalah meteran, tali, pendulum, waterpass dan alat tulis. Metode pengumpulan data dimulai dengan mengukur dimensi utama kapal seperti panjang total (LOA), lebar (B), tinggi (D) dan membagi panjang total kapal menjadi 11 ordinat. Selanjutnya mengukur kelengkungan badan kapal pada setiap ordinat. Data pengukuran bentuk lambung kapal dituangkan dalam lines plan dan parameter hidrostatis. Nilai rasio dimensi utama kapal diperoleh dengan membandingkan masingmasing dimensi utama sehingga didapat nilai rasio L/B, L/D dan B/D. Analisis nilai rasio dimensi utama kapal pole and line dilakukan dengan hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) yang merekomendasikan suatu nilai kisaran rasio dimensi utama kapal perikanan di Indonesia berdasarkan kelompok metode pengoperasian alat tangkap yang digunakan. Besar kecilnya nilai rasio dimensi utama kapal (L,B,D) dalam membangun kapal dapat digunakan untuk menganalisa performa dan mempengaruhi kemampuan dari suatu kapal. Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi : 1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;

24 8 2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas; dan 3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Nilai parameter hidrostatis kapal dapat diperoleh dengan melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus naval architecture (Fyson, 1985). 1) Volume displacement (m³) dengan rumus Simpson I = h/3 (A0 + 4A1 + 2 A An + An+1)...(1) Keterangan : A = Luas area bidang air ordinat ke-i pada WL tertentu (m²) 2) Ton displacement (ton) = V δ...(2) Keterangan : = Volume displacement (m³) δ = Densitas/berat jenis air laut (1,025 ton/m³) 3) Waterplane area (Aw), dengan rumus Simpson I Aw = h/3 (Y0 + 4Y1+ 2Y Yn + Yn+1)...(3) Keterangan : h = Jarak antar ordinat pada garis air (WL) tertentu Yn = Lebar pada ordinat ke-n (m) 4) Ton Per Centimeter (TPC) TPC = (Aw/100) 1,025...(4) Keterangan : Aw = Waterplane area (m²) 5) Coefficient of block (Cb) Cb =...(5) LL BB DD Keterangan : = Volume displacement (m³) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m) D = draft kapal (m) 6) Coefficient of midship (Cm) Cm = Am / (B d)...(6) Keterangan : Am, = Luas tengah kapal (m²) B = Lebar kapal (m) d = draft kapal (m) 7) Coefficient of prismatic (Cp) Cp = / (Am L)... (7) Keterangan : = Volume displacement (m³) Am = Luas area tengah kapal (m²) L = Panjang kapal (m) 8) Coefficient of vertical prismatic (Cvp) Cvp = / (Aw d)... (8) Keterangan : = Volume displacement (m³)

25 Aw = Waterplane area (m²) d = draft kapal (m) 9) Coefficient of waterplane (Cw) Cw = Aw / (L B)...(9) Keterangan : Aw = Waterplane area (m²) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m) 10) Jarak titik apung (B) terhadap lunas (K) KB = 1/3 [ 2,5 d ( /Aw) ]...(10) Keterangan : = Volume displacement (m³) Aw = Waterplane area (m²) d = draft kapal (m) 11) Jarak titik apung (B) terhadap titik metacentre (M) BM = I /...(11) Keterangan : = Volume displacement (m³) I = Moment innertia 12) Jarak metacentre (M) terhadap lunas (K) KM = KB + BM...(12) Keterangan : KB = Jarak titik apung terhadap lunas BM = Jarak titik apung terhadap metacentre 13) Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal (BML) BML = IL /...(13) Keterangan : IL = Innertia longitudinal = Volume displacement (m³) 14) Jarak metacentre longitudinal terhadap lunas (KML) KML = KB + BML...(14) Keterangan : KB = Jarak titik apung terhadap lunas BML = Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal 15) Jarak titik berat (G) terhadap lunas (K) KG = I /... (15) Keterangan : = Ton displacement (ton) I = Moment inertia 16) Jarak titik berat (G) terhadap metacentre (M) GM = KM KG... (16) Keterangan : KM = Jarak metacentre terhadap lunas (m) KG = Jarak titik berat terhadap lunas (m) 9

26 10 Hasil dan Pembahasan Ardidja (2007) menyatakan bahwa dimensi utama kapal terdiri dari ukuran membujur atau memanjang, ukuran melintang atau melebar dan ukuran tegak atau vertikal. Ukuran membujur/memanjang a. LOA (Length Over All) adalah panjang kapal yang diukur dari ujung palingdepan haluan kapal hingga ujung paling belakang buritan kapal. b. LBP (Length Between Perpendicular) yaitu panjang kapal yang diukur dari mulai garis tegak pada tepi air di linggi depan hingga garis tegak pada poros kemudi. c. LWL (Length Water Line) yaitu panjang kapal yang diukur pada garis muatan penuh. Gambar 4 Ilustrasi pengukuran membujur (longitudinal) kapal. (sumber : Pengolahan data, 2014 ) Ukuran melintang /melebar a. Lebar ekstrim (Extreme breadth) yaitu lebar kapal pada bagian terlebar kapal yang diukur dari tepi luar kulit kapal di lambung kanan hingga tepi luar kulit kapal di lambung kanan sejajar lunas. b. Lebar dalam (Moulded breadth) yaitu lebar kapal pada bagian terlebar kapal yang diukur dari tepi dalam kulit kapal di lambung kanan hingga tepi dalam kulit kapal di lambung kanan sejajar lunas. Gambar 5 Ilustrasi pengukuran melintang (transversal) kapal.

27 11 Ukuran tegak (vertikal) a. Moulded Depth, yaitu dalam kapal pada bagian tengah kapal (tipping center atau midship) yang diukur dari titik terendah kapal hingga tepi atas geladak lambung bebas (continuous deck). b. Sarat kapal (draft) adalah ukuran kapal yang diukur dari titik terendah badan kapal hingga garis air (water line) seperti ditunjukkan Gambar 5. Sarat selalu berubah tergantung dari muatan kapal temasuk perbekalan kapal dan komponen alat penangkap ikan, awak kapal beserta keperluannya, masa jenis air laut dimana kapal mengapung. c. Lambung bebas (free board) adalah jarak tegak dari garis air hingga geladaklambung bebas (continuous deck) seperti ditunjukkan Gambar 5. Lambung bebas selalu berubah ubah tergantung pada berat kapal beserta isinya, serta masa jenis air laut dimana kapal mengapung. Dimensi utama kapal pole and line yang diteliti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Dimensi utama kapal pole and line. Uraian Keterangan Nama kapal KM. River Panjang (LOA) 21,5 meter Lebar (B) 3,7 meter Tinggi (D) 2,25 meter Draft (d) 1,35 meter Tonase 25 GT Semakin kecil nilai rasio L/B maka akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal karena nilai tahanan geraknya akan semakin besar. Sementara itu nilai L/D yang semakin membesar akan berdampak pada melemahnya kekuatan memanjang kapal dan nilai B/D yang semakin besar akan memberikan stabilitas kapal yang baik tetapi propulsive ability akan memburuk. Selanjutnya, Ayodhyoa (1972) menyatakan bahwa jika nilai L/B suatu kapal mengecil akan berpengaruh lambat terhadap kecepatan, jika L/D membesar maka kekuatan memanjang (longitudinal strength) akan melemah dan jika nilai B/D dari kapal tersebut membesar, maka stabilitas akan membaik tetapi daya dorong (propulsive ability) akan memburuk. Salah satu parameter sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran kapal yang akan dibangun adalah rasio dimensi utama. Nilai rasio dimensi utama merupakan pendekatan yang paling mudah dan sederhana untuk menentukan ukuran kapal yang sesuai dengan alat tangkap yang akan digunakan dan daerah penangkapan yang akan dituju. Penggunaan data rasio dimensi utama akan lebih baik bila diikuti dengan perhitungan stabilitas, sehingga kapal yang dihasilkan memiliki kualifikasi sesuai dengan tujuan pembuatannya.

28 12 Tabel 2 Nilai rasio dimensi utama kapal penangkap ikan di Indonesia. Kelompok kapal L/B L/D B/D Encircling gear Static gear Towed gear Multipurpose 2,60-9,30 2,83-11,12 2,86-8,30 2,88-9,42 4,55-17,43 4,58-17,28 7,20-15,12 8,69-17,55 0,56-5,00 0,96-4,68 1,25-4,41 0,35-6,09 Tabel 2 menjelaskan kelompok kapal penangkap ikan di Indonesia adalah terdiri dari Encircling gear, Static gear, Towed gear dan Multipurpose. Kelompok kapal Encircling gear adalah kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara melingkari ikan yang menjadi target penangkapan contohnya kapal purse seine. Kelompok kapal static gear adalah kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya secara pasif atau tidak bergerak contohnya kapal gillnet, kapal pole and line. Kelompok kapal towed gear adalah kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya dengan cara ditarik contohnya kapal trawl dan kelompok kapal multipurpose adalah kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya lebih dari satu (Iskandar dan Pujiati, 1995). Tabel 3 Perhitungan nilai rasio dimensi utama kapal pole and line. Rasio dimensi utama Kapal pole and line Nilai acuan* L/B L/D B/D D/d 5,81 9,6 1,68 1,15 Sumber : * Iskandar dan Pujiati (1995). 2,83-11,12 4,58-17,28 0,96-4,68 - Tabel 3 menjelaskan perhitungan nilai rasio dimensi utama kapal pole and line yang diteliti dibandingkan dengan nilai rasio kapal-kapal ikan yang ada diindonesia. Perhitungan nilai L/B sebesar 5,81 menunjukkan bahwa kapal masih berada pada kisaran nilai acuan yang disampaikan. Nilai yang relatif kecil dan mendekati batas bawah acuan tersebut menunjukkan bahwa tahanan gerak yang dialami kapal cukup besar sehingga berdampak negatif terhadap kecepatan kapal. Perhitungan nilai L/D sebesar 9,6 menunjukkan bahwa kekuatan memanjang kapal relatif baik. Rasio dimensi utama yang dapat menggambarkan kestabilan suatu kapal adalah perbandingan lebar terhadap dalam (B/D). Perhitungan nilai B/D sebesar 1,68 menunjukkan bahwa stabilitas kapal relatif cukup baik. Perbandingan nilai rasio dimensi utama kapal pole and line yang diteliti, maka pada umumnya sesuai dengan kapal static gear di Indonesia. Meskipun demikian, efisiensi dan kondisi stabilitas perlu ditingkatkan sehingga dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembangunan kapal sejenis dimasa mendatang. Fyson (1985) menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan desain dan konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu adanya gambar rencana garis (lines plan), gambar rancangan pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement plan) dan gambar konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile plan). Lines plan juga dapat digunakan untuk perhitungan parameter hidrostatis sebagai informasi awal dari keragaan sebuah kapal. Lines plan terdiri

29 13 atas 3 jenis gambar yaitu gambar kapal tampak samping (profile plan), gambar setengah kapal tampak atas (half breadth plan) dan badan kapal tampak depan (body plan).adapun rencana garis kapal pole and lineyang diteliti disampaikan pada Gambar 6. Loa B D d skala 21,5 m 3,7 m 2,25 m 1,35 m 1: 25 cm a) body plan b) profile plan c) half breath plan Gambar 6 Rencana garis (lines plan) kapal pole and line yang diteliti. Menurut Rahman dan Novita (2006) tipe bentuk kasko kapal-kapal di Indonesia adalah : 1. Round bottom: kasko kapal dengan bentuk bulat hampir setengah lingkaran. 2. Round flat bottom: kasko kapal dengan bentuk bulat yang rata pada bagian bawahnya. 3. "U" bottom: kasko kapal yang memiliki bentuk seperti huruf "U". 4. "Akatsuki" bottom: kasko kapal yang berbentuk hampir menyerupai huruf "U", akan tetapi setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya. 5. Hard chin bottom: kasko kapal yang memiliki bentuk hampir sama dengan "Akatsuki" bottom, akan tetapi pertemuan antara lambung kiri dan kanan kapal pada bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu.

30 14 Secara umum bila dilihat dari gambar lines plan, kapal pole and line yang diteliti memiliki bentuk badan kapal V (V bottom) dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada bagian belakang kapal. Bentuk ini memungkinkan kapal memiliki tahanan yang tidak terlalu besar dan volume ruang yang maksimum bagi palkah. Gambar rancangan umum (general arrangement) merupakan gambar yang menunjukkan tata letak ruangan di atas kapal. Ini sangat penting dalam menunjang kegiatan penangkapan ikan dan berpengaruh besar terhadap kondisi stabilitas diatas kapal. Penempatan muatan yang tepat akan memberikan keleluasaan dan kenyamanan kerja serta membuat kapal menjadi lebih stabil. Gambar rencana umum (GA) adalah gambaran umum kapal yang terdiri dari gambar pandangan samping (side view), pandangan atas (bird view). Selain itu pada gambar ini berisi ukuran utama kapal (principal dimension), Kekuatan mesin, dan complemen (Ardidja, 2007). Gambar rancangan umum kapal pole and line disajiikan pada Gambar7. LOA B D d skala 21,5 m 3,7 m 2,25 m 1,35 m 1: 25 (a) Tampak samping \ (b) Tampak atas Gambar 7 Rancangan umum (GA) kapal pole and line. 1. Palkah ikan (no 1,3,4,6,7) ; terletak didepan midship. Palkah ikan ini adalah tempat menyimpan hasil tangkapan. Salah satu palka ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan es (palkah 7). 2. Palkah umpan hidup (no 5) ; terletak diantara palkah ikan. Ruangan ini sebagai tempat pemeliharaan umpan hidup.

31 15 3. Palkah air tawar (no 2) ; letaknya juga diantara palka ikan. Palkah inisebagai tempat penyimpanan air tawar yang digunakan untuk keperluan memasak, mandi dan keperluan kebersihan diatas kapal. 4. Ruang navigasi (no 8) ; terdapat dibagian atas dek, lebih tinggi dari ruangan lain. Ruangan tersebut sebagai tempat nakhoda atau juru mudi melakukan aktifitas mengolah gerak kapal. 5. Ruang akomodasi (no 9,10) ; ruangan ini terletak diatas ruang mesin. Ruangan ini digunakan untuk istirahat dan menyimpan perlengkapan yan dibawa awak kapal selama berlayar. 6. Ruang memasak (no11) ; terletak dibelakang buritan sebelah kanan. Tempat ini digunakan untuk memasak untuk kebutuhan awak kapal selama berlayar. 7. Flying deck (no 12) ; letaknya didepan haluan. Tempat ini digunakan oleh awak kapal untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan dengan alat tangkap pole and line. Pada flying deck juga terdapat pipa-pipa alat penyemprotan air yang berfungsi sebagai hujan buatan untuk mengelabui pandangan ikan. 8. Tanki BBM (no. 13) ; letaknya dibawah ruang anjungan. Tempat ini digunakan untuk menyimpan bahan bakar kapal. Keragaan kapal secara statis dapat digambarkan dengan melihat nilai dari parameter hidrostatis. Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal sebelum kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draft. Fyson (1985) menjelaskan bahwa parameter hidrostatis yang perlu dihitung adalah volume dan ton displacement, waterplan area, coefficient of fineness (Cb, Cp, Cvp, Cm, Cw), ton percentimetre immersion (TPC), longitudinal centre of bouyancy (LCB), jarak maya pusat gaya apung (KB), jari-jari metacenter vertikal (BM) dan longitudinal (BML) dan jarak maya titik metacenter vertikal (KM) dan longitudinal (KML). Nilai coefficient of fineness kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal. Coefficient of fineness akan menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal dengan volume kapal terhadap masingmasing dimensi utama kapal (Fyson, 1985). Parameter hidrostatis kapal disampaikan pada Tabel 4 dan kurva hidrostatisnya dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 4 Parameter hidrostatis kapal pole and line. Parameter hidrostatis Water line 0,27 0,54 0,81 1,08 1,35 Volume Displacement (m³) 1,46 6,15 13,84 24,73 39,10 Ton Displacement (ton) 1,49 6,30 14,19 25,35 40,08 Panjang garis air/lwl (m) 10,67 13,01 15,21 17,51 19,80 Lebar pada garis air/bwl (m) 1,78 2,92 3,46 3,65 3,72 Wetted Area (m²) 12,68 26,25 40,01 56,88 75,40 Waterplan Area (m²) 11,40 23,00 34,02 46,83 58,74 Prismatic Coefficient 0,31 0,36 0,41 0,47 0,54 Vertical Prismatic Coefficient 0,47 0,49 0,50 0,49 0,49 Block Coefficient 0,16 0,20 0,26 0,33 0,40 Midship Area Coefficient 0,52 0,58 0,64 0,70 0,75 Waterpl. Area Coefficient 0,33 0,41 0,51 0,66 0,82

32 16 KB (m) 0,18 0,36 0,54 0,72 0,91 BMt (m) 1,39 1,78 1,70 1,58 1,36 BML (m) 40,84 28,30 27,01 32,09 37,42 GMt (m) 0,22 0,79 0,89 0,96 0,91 GML (m) 39,67 27,32 26,20 31,47 36,98 KMt (m) 1,57 2,14 2,24 2,31 2,26 KML (m) 41,02 28,67 27,55 32,82 38,33 TPC (ton/cm) 0,12 0,24 0,35 0,48 0,60 Nilai volume displacement menunjukkan kapasitas atau volume badan kapal yang terendam air pada garis air tertentu, sedangkan berat badan kapal yang terendam air ditunjukkan oleh nilai ton displacement. Nilai ton displacement diperoleh dengan mengalikan nilai volume displacement dengan massa jenis air laut (1,025 ton/m³) sehingga nilai keduanya semakin bertambah seiring dengan tingginya badan kapal yang terendam air. Nilai ton dan volume displacement kapal pole and line pada draft maksimum masing-masing adalah 40,08 ton dan 39,1 m³. Gambar 8 Kurva hidrostatis kapal pole and line yang diteliti. Parameter hidrostatis yang memiliki pola yang sama dengan volume dan ton displacement adalah wetted area dan waterplan area. Wetted area dan waterplan area merupakan parameter yang masing-masing menunjukkan luas badan kapal yang terendam air dan luas penampang pada tiap garis air secara melintang dari haluan hingga buritan. Semakin tinggi garis air, maka nilai keduanya juga semakin meningkat. Nilai masing-masing Wetted area dan waterplan area pada kondisi sarat maksimum yaitu sebesar 75,4 m² dan 58,74 m². Longitudinal centre buoyancy (LCB) merupakan jarak titik apung (bouyancy) kapal secara longitudinal dihitung dari tengah kapal (midship). Jarak titik apung kapal bergerak semakin mendekati midship seiring dengan bertambahnya tinggi badan kapal yang terendam air. LCF merupakan jarak titik

33 pusat pengapungan kapal yang dihitung dari midship. LCF juga dapat didefinisikan sebagai jarak dari titik pusat waterplan area kapal pada draft tertentu terhadap midship, sehingga posisi LCF sangat dipengaruhi oleh bentuk lambung kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai LCB adalah sebesar 0,08 m berada di depan midship sedangkan nilai LCF sebesar 1,16 m yang berada di belakang midship. Titik penting yang memberikan pengaruh besar terhadap keragaan kapal adalah jarak vertikal dari lunas kapal (K) ke pusat titik berat (G) dan titik apung (B). Jarak dari lunas kapal ke pusat titik apung disebut dengan KB sementara jarak dari lunas kapal ke titik berat disebut dengan KG. Nilai KB akan semakin besar seiring dengan pertambahan draft, sedangkan nilai KG akan semakin berkurang seiring dengan dalamnya kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai KG sebesar 1,35 m dan nilai KB 0,91 m. Hal ini berarti titik berat kapal (gravity) berada lebih tinggi dari titik apungnya. Titik metacentre (M) merupakan satu dari 3 titik keseimbangan yang sangat penting artinya bagi kestabilan kapal selain titik berat (G) dan titik apung (B). Posisi titik M menjadi parameter untuk menentukan kondisi kestabilan kapal. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4, maka posisi titik M dibagi menjadi 2 jenis yaitu Mt dan ML. Jarak titik apung terhadap metacentre secara vertikal atau BMt adalah sebesar 1,36 m dan jarak lunas terhadap metacentre (KMt) sebesar 2,26 m. Jarak dari titik berat terhadap metacentre (GMt) adalah sebesar 0,91 m. Hal ini menunjukkan bahwa posisi titik M kapal pole and line berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif. Jarak titik G, B dan K terhadap titik metacentre membujur (ML) dilambangkan dengan GML, BML dan KML. ML merupakan titik perpotongan antara garis-garis tegak yang melalui titik B secara membujur. Semakin tinggi draft maka nilai GML, BML dan KML semakin kecil. Pada kondisi draft desain nilai GML, BML dan KML berturut-turut adalah 36,98 m; 37,42 dan 38,33 m. Perubahan draft erat hubungannya dengan jumlah muatan yang ada diatas kapal. Jumlah bobot yang diperlukan untuk merubah draft kapal sebesar 1 cm dinyatakan dengan TPC (ton per centimeter). Semakin tinggi nilai perubahan sarat kapal yang diinginkan, maka bobot yang diperlukan semakin besar. Pada draft maksimum, nilai TPC 0,6 ton yang berarti bahwa untuk merubah draft sebesar 1 cm dari nilai draft maksimum (1,35 m) dibutuhkan bobot sebesar 0,6 ton. Kesesuaian dan keragaan kapal selain dapat dilihat secara langsung juga dapat dilihat melalui nilai parameter hidrostatisnya. Parameter hidrostatis yang dibandingkan adalah nilai coefficient of fineness (Cb, Cp, Cm, Cw dan Cvp). Hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Nilai tersebut merupakan kisaran nilai koefisien bentuk badan kapal di Indonesia tetapi bukan merupakan nilai standar. Nilai koefisien bentuk kapal pole and line disampaikan pada Tabel 5. 17

34 18 Tabel 5 Nilai coefficient of fineness acuan dan kapal pole and line. Static gear* Kapal pole and line Cb Cp Cm Cw Cvp 0,39-0,70 0,56-0,80 0,63-0,91 0,65-0,85 0,60-0,82 0,40 0,54 0,75 0,82 0,49 Sumber : * Iskandar dan Pujiati (1995). Coefficient of block adalah perbandingan dari volume of displacement pada sarat maksimum terhadap volume persegi panjang yang mengelilinginya. Pada kondisi draft maksimum, nilai Cb kapal sebesar 0,4 yang berarti bahwa bentuk badan kapal yang berada dibawah garis air pada sarat maksimum cenderung ramping. Coefficient of prismatic menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dan panjang kapal pada draft maksimum. Nilai ini juga menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal. Nilai Cp kapal sebesar 0,54. Semakin besar Cp, maka bentuk penampang melintang kapal tidak banyak mengalami perubahan sepanjang LWL (draft desain). Bentuk kapal pada bagian midship secara melintang dapat dilihat dari nilai coefficient of midship. Dilihat dari nilai Cm sebesar 0,75 maka bentuk kapal pada bagian midshipsecara melintang cenderung gemuk sehingga tahanan yang dialami kapal relatif besar. Coefficient of waterplan area dapat digunakan untuk melihat luasan atau ruangan yang dapat digunakan sebagai ruang muat. Koefisien ini juga menunjukkan perbandingan antara luas penampang pada draft maksimum dengan bidang persegi yang mengelilinginya. Nilai Cw sebesar 0,82 menunjukkan bahwa bentuk penampang melintang kapal pada draft maksimum cenderung mendekati persegi. Ini berarti kapal memiliki daya tampung yang cukup luas. Selain itu, bentuk badan kapal secara vertikal dapat dilihat dari nilai Cvp. Nilai Cvp merupakan perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume sebuah prisma dengan luas penampang (Aw) dan tinggi (D). Nilai Cvp juga dapat diperoleh dengan membandingkan nilai Cb dengan Cw. Nilai Cvp sebesar 0,49 menunjukkan bahwa bentuk badan kapal secara vertikal pada draft desain banyak mengalami perubahan. Kesimpulan dan saran Rasio dimensi utama kapal pole and lineyang diteliti sesuai dengan kapal static gear di Indonesia pada umumnya. Kapal pole and line yang diteliti memiliki bentuk badan kapal V (V bottom) dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada bagian belakang kapal. Nilai coefficient of fineness kapal yang diteliti adalah Cb : 0.4; Cp : 0.54; Cm : 0.75; Cw : 0.82 dan Cvp : 0.49 Bentuk badan kapalnya masih cenderung ramping sehingga kapal mudah oleng dan mengurangi tingkat kenyamanan kerja di atas kapal, sehingga dimensi utamanya perlu dimodifikasi untuk pembuatan kapal sejenis dimasa mendatang.

35 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik. Namun demikian, penyebab tersebut dapat dikontrol. Kapal yang tidak stabil akan menimbulkan berbagai permasalahan, seperti kecelakaan, kerusakan, tenggelam dan lain-lain. Bagi awak kapal perikanan, keselamatan harus menjadi prioritas utama yang harus diperhatikan, mencegah kerusakan kapal, mencegah kecelakaan fatal, dan menjaga kelestarian lingkungan (tumpahan minyak, bangkai kapal dilaut). Kapal penangkap ikan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kapal jenis lainnya. Seperti pada kapal pole and line yang melakukan gerakan mengejar gerombolan ikan, membawa bak atau palka umpan hidup, melakukan pemancingan yang biasanya dilakukan pada salah satu sisi kapal yang mengakibatkan terjadinya keolengan pada kapal. Karena itu, kapal pole and line dituntut untuk memiliki stabilitas dan olah gerak yang baik serta tahanan yang sekecil mungkin. Kondisi stabilitas kapal dapat dibagi dalam dua jenis yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis (statical stability) adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak (GZ). Stabilitas dinamis (dynamic stability) adalah stabilitas kapal yang diukur dengan jalan memberikan suatu usaha pada kapal sehingga membentuk sudut keolengan tertentu. Stabilitas kapal melintang sangat ditentukan oleh letak titik-titik penting. titik-titik penting yang menentukan keseimbangan awal kapaladalah : 1) Titik berat (G) Titik berat (Centre of gravity) disingkat dengan titik G, merupakan titik pusat dari gaya-gaya berat yang menekan tegak lurus ke bawah. Letak titik berat kapal (G) selalu berada pada tempatnya, yaitu pada sebuah bidang datar yang dibentuk oleh lunas (keel) dan haluan kapal, dimana letak kapal simetris terhadap bidang ini. Bidang tersebut di atas, disebut juga bidang simetris (centre line) disingkat dengan CL. Letak titik berat kapal (G) akan berubah apabila dalam kapal tersebut terjadi penambahan, pengurangan, dan pergeseran posisi muatan. Dalam stabilitas awal (initial stability) walaupun titik G keluar dari bidang simetris, tetapi tetap tidak mempengaruhi keseimbangan kapal. Pada kapal dalam keadaan tegak, titik G selalu berada pada bidang simetris. 2) Titik apung (B) Titik apung (centre of buoyancy) atau disingkat dengan titik B, merupakan titik tangkap dari semua gaya yang menekan tegak lurus ke atas, dimana gaya- gaya tersebut berasal dari air. Posisi titik B tergantung dari bentuk bagian kapal dibawah garis air (WL), dan tidak pernah tetap selama adanya perubahan sarat (draft) kapal. 3) Titik metacentre (M) Titik metacentre ialah titik yang terjadi dari perpotongan gaya yang melalui titik B pada waktu kapal tegak dan pada waktu kapal miring. Titik metacentre

36 20 juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. Kapal yang memiliki keseimbangan yang stabil (stable equilibrium) saat kapal dalam kedudukan tegak titik M, G, B secara berurutan akan terletak pada bidang tengah kapal, dan titik G berada di bawah titik M. Gambar 9 titik-titik penting penentu keseimbangan awal kapal. Stabilitas Statis Stabilitas statis (Initial stability) adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut olengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak (GZ). Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas statis kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas statis (GZ) menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Kurva stabilitas statis (statical stability curve) merupakan kurva yang menunjukkan besarnya lengan stabilitas statis pada sebuah kapal pada sudut kemiringan mulai dari 0-90 derajat pada keadaan pemuatan tertentu. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas statis antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM). Keselamatan kapal dipengaruhi oleh beberapa nilai yaitu besar GM kapal, vanishing angle dan stabilitas dinamis. Oleh karena itu perhitungan lengan penegak (GZ) dan distribusi muatan di atas kapal sangat erat kaitannya dengan stabilitas kapal. Perubahan atau perbedaan distribusi muatan kapal akan mengakibatkan terjadinya perubahan nilai KG yang pada akhirnya juga akan merubah besar lengan penegak (GZ) yang dihasilkan. Standar yang digunakan untuk menilai kelayakan kapal telah ditentukan oleh IMO pada konvensi Torremolinos International Convention for The Safety of Fishing Vessel regulation 28 (1977) yang menetapkan kriteria stabilitas kapal

37 21 dengan kurva stabilitas statis (GZ) yang disajikan pada Gambar 10 dan keterangan pada Tabel 6. Gambar 10 Kurva kriteria stabilitas statis (kurva GZ). Tabel 6 Keterangan kriteria kurva stabilitas statis menurut IMO. Kriteria Keterangan A Luasan area di bawah kurva stabilitas GZ dari sudut oleng 0 sampai sudut oleng 30 tidak boleh kurang dari m.rad. B Luasan area di bawah kurva stabilitas GZ dari sudut oleng 0 sampai sudut oleng x ( 40 ) tidak boleh kurang dari 0.09 m.rad. C Luasan area antara sudut oleng 30 sampai sudut oleng x tidak boleh kurang dari 0.03m.rad, dimana nilai x adalah 40 atau kurang sampai batas minimum air dapat masuk ke badan kapal. D Nilai maksimum GZ sebaiknya dicapai pada sudut oleng tidak kurang dari 30 dan bernilai minimum 0.20 m. E Sudut oleng maksimum stabilitas sebaiknya lebih dari 25 F Nilai metacentre awal (GM) tidak boleh kurang dari 0.15m. Stabilitas Dinamis Stabilitas dinamis merupakan sejumlah tenaga yang diperlukan untuk membuat kapal miring pada sudut tertentu. Besar kerja tersebut adalah sama dengan berat kapal dikalikan dengan jarak antara dua garis tegak yang melalui titik berat dan titik benam (titik pusat gaya tekan air ke atas). Apabila kurva stabilitas statis kapal telah diketahui maka nilai stabilitas dinamis dapat dihitung dengan menjumlahkan luas bagian (area) dibawah kurva pada sudut oleng yang berbeda. Prinsip perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan prinsip perhitungan luas trapesium (trapezoidal). Perhitungan dilakukan dengan membagi area dibawah kurva dengan jarak sudut oleng yang sekecil mungkin. Tujuan penelitian pada bab ini adalah mengkaji dan menganalisis stabilitas statis dan dinamis kapal.

38 22 Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan simulasi numerik. Kasus yang diteliti adalah stabilitas kapal pole and line baik stabilitas statis, dinamis maupun stabilitas kapal pada simulasi distribusi muatan yang berbeda. Jenis data yang dikumpulkan merupakan hasil data perhitungan parameter hidrostatis dari bab 2 tulisan ini. Hasil perhitungan parameter hidrostatis selanjutnya digunakan sebagai data dasar dalam perhitungan stabilitas kapal untuk mencapai tujuan pada bab 3 tulisan ini. Kualitas stabilitas yang dimaksud adalah stabilitas statis dan dinamis kapal pole and line dalam kondisi kosong (kasko) dan stabilitas statis kapal pada kondisi muatan yang berbeda. Pengolahan data dimulai dengan menghitung nilai GZ kapal dengan menggunakan data parameter hidrostatis yang telah diperoleh dengan bantuan software perkapalan. Selanjutnya membuat kurva stabilitas statis yang menunjukkan nilai lengan penegak (GZ) pada sudut oleng tertentu. Kemudian membandingkan nilai lengan penegak (GZ) yang diperoleh dengan nilai standar yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO) dan terakhir menganalisis dan menginterpretasikan nilai lengan penegak (GZ) yang diperoleh setelah dibandingkan dengan kriteria IMO. Apabila kurva stabilitas statis kapal telah diketahui maka nilai stabilitas dinamis dapat dihitung dengan menjumlahkan luas bagian (area) dibawah kurva pada sudut oleng yang berbeda. Prinsip perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan prinsip perhitungan luas trapesium (trapezoidal). Perhitungan dilakukan dengan membagi area dibawah kurva dengan jarak sudut oleng yang sekecil mungkin. Oleh karena itu, jarak sudut oleng yang digunakan adalah satu radian sehingga secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut : yy1 + yy0 Luas area (m.rad) = x (a1. a0 ) 2 yy1 + yy0 Jika (a1 - a0) = h, maka : Luas area (m.rad) = x h 2 Keterangan : y1 = nilai GZ pada sudut yang lebih besar (m); y0 = nilai GZ pada sudut yang lebih kecil (m); h = selisih antara dua sudut (rad); a1 = nilai sudut yang lebih besar (rad); a0 = nilai sudut yang lebih kecil (rad). Setelah kualitas stabilitas kasko kapal pole and line diketahui, maka selanjutnya adalah mengkaji stabilitas kapal dalam berbagai simulasi distribusi muatan berdasarkan kondisi eksisting. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal baik pada saat akan berangkat ke daerah penangkapan maupun saat kembali dari operasi penangkapan. Kondisi ini sangat penting untuk diketahui karena berhubungan erat dengan keselamatan kapal di laut. Kondisi muatan yang disimulasikan disampaikan pada Gambar 11 dibawah ini.

39 23 Gambar 11 Kondisi kapal kosong; pada kondisi ini diasumsikan BBM, es, umpan hidup, perbekalan logistik dan ABK (0%). Gambar 12 Kondisi kapal berangkat menuju fishing ground; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik serta ABK (100%) dan hasil tangkapan (0%).

40 24 Gambar 13 Kondisi kapal melakukan kegiatan penangkapan ikan; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik (50%) serta hasil tangkapan (50%) dan ABK (100%). Gambar 14 Ilustrasi kondisi kapal kembali ke fishing base; kondisi kapal diasumsikan BBM, umpan hidup (25%) serta hasil tangkapan dan ABK (100%).

41 25 Hasil dan Pembahasan Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas statis kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas statis menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas statis antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM). Kurva stabilitas statis kapal pole and linedisampaikan pada Gambar 15. Gambar 15 Kurva stabilitas statis kapal pole and line yang diteliti. Selang stabilitas statis kapal untuk kondisi kapal kosong berada pada kisaran 0º - 73º. Selang ini menunjukkan bahwa kapal masih memiliki nilai GZ yang positif hingga sudut kemiringan 73º. Kriteria penilaian stabilitas yang digunakan merupakan nilai yang direkomendasikan oleh IMO. Hasil perhitungan parameter stabilitas kapal dibandingkan dengan nilai minimum yang direkomendasikan IMO sehingga kualitas stabilitasnya dapat ditelaah. Hasil perhitungan stabilitas statis kapal disampaikan pada Tabel 7. Tabel 7 Kriteria stabilitas statis kapal pole and line yang diteliti. Kriteria IMO Nilai Status A B C D E F > 0,055 m. rad > 0,09 m. rad > 0,03 m. rad > 0,20 m; sudut > 30º 25º > 0,15 m 0,047 m.rad 0,082 m.rad 0,034m.rad 0,245 m; 46,8º 46,8º 0,395 m Fail Fail Pass Pass Pass Pass Tabel diatas menunjukkan bahwa, pada dua kriteria stabilitas statis (kriteria A dan B) gaya pengembali kapal pole and line pada sudut kemiringan tersebut lebih kecil dari kriteria yang direkomendasikan IMO. Nilai maksimum GZ kapal pole and line yang diteliti terbentuk pada sudut kemiringan 46,8 dengan nilai 0,245 m.rad, artinya bahwa kapal pada kondisi tegak kemudian kapal dimiringkan pada sudut tertentu, maka kapal memiliki energi terbesar untuk kembali ke posisi

42 26 tegak yang besarnya meningkat hingga pada sudut 46,8. Momen penegak (GZ) bernilai positif pada selang sudut kemiringan 0-73 (Gambar 11). Jika sudut kemiringan kapal melebihi sudut tersebut, maka nilai GZ akan menjadi negatif. Distribusi muatan ketika kapal dioperasikan juga memberikan pengaruh terhadap stabilitas kapal. Oleh karena itu, perhitungan stabilitas kapal pole and line juga dilakukan terhadap kondisi eksisting muatan. Muatan kapal pole and line terdiri dari alat tangkap, umpan, ABK, BBM, perbekalan (es, air tawar, bahan makanan) dan hasil tangkapan. Analisis stabilitas dengan kondisi muatan eksisting dilakukan terhadap 4 (empat) simulasi distribusi muatan yang berbeda. Kondisi stabilitas kapal pole and line dalam berbagai kondisi muatan disampaikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil analisis parameter stabilitas kapal pole and line berbagai kondisi muatan. Nilai pada kurva GZ Standar IMO Kondisi distribusi muatan A (0-30 ) B (0-40 ) C (30-40 ) D (GZ max) E (sudut GZ max) F (GM) 0,055 m. rad 0,090 m. rad 0,030 m. rad 0,20 m; 25º 0,15 m 0,047 0,082 0,034 0,245 46,8º 0,395 0,089 0,146 0,057 0,351 43,2 0,753 0,125 0,210 0,085 0,559 50,5 1,015 0,112 0,185 0,073 0,442 42,7 0,934 Nilai periode oleng suatu kapal sangat tergantung dari besarnya nilai radius metacenter (GM) dari kapal tersebut. Semakin besar GM dengan lebar kapal yang tetap maka nilai periode oleng semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil GM kapal maka periode oleng akan semakin besar. Periode oleng yang cepat akan rnengakibatkan kapal menjadi kaku (stiff) dan menyentak-nyentak bila terjadi keolengan. Pada kondisi ini kenyamanan kerja di dek tidak tercapai akibat sentakan yang terlalu cepat. Sebaliknya, pada periode oleng yang terlalu lambat karena GM yang kecil menyebabkan kapal menjadi langsar (tender) bila terjadi keolengan. Pada kondisi ini kondisi kerja di dek menjadi lebih nyaman. Hasil analisis terhadap parameter stabilitas kapal seperti ditunjukkan pada Tabel 8 memberikan informasi bahwa kondisi kapal pada saat operasi (kriteria A, B, C) merupakan kondisi muatan kapal yang memiliki nilai paling tinggi dari kondisi muatan lain yang disimulasikan. Sedangkan nilai minimum berada pada kondisi simulasi kapal kosong. Kurva stabilitas statis kapal dalam berbagai kondisi muatan disampaikan pada Gambar 16.

43 27 Nilai GZ (m.rad) Luas kurva (m.rad) 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, sudut oleng (derajat) Ss kpl kosong Ss kpl berangkat Ss kapal beroperasi Ss kapal pulang Sd kpl kosong Sd kpl berangkat Sd kpl beroperasi Sd kpl pulang Gambar 16 Kurva stabilitas statis dan dinamis kapal pole and line berbagai kondisi muatan. Nilai GZ maksimum (kriteria D) dan sudut kemiringan (kriteria E) menunjukkan energi terbesar yang dimiliki oleh kapal pole and line untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami kemiringan. Dari keempat kondisi simulasi distribusi muatan, nilai GZ maksimum tertinggi pada kondisi muatan kapal beroperasi dengan nilai 0,559 m.rad dan terbentuk pada sudut maksimum 50,5. Sementara nilai GZ minimum pada kondisi muatan kapal kosong dengan nilai 0,245 m.rad, terbentuk pada sudut 46,8. Kesimpulan dan Saran Bentuk badan kapal pole and line yang diteliti cenderung ramping. Kondisi kapal pada saat melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan merupakan kondisi kapal yang memiliki tingkat stabilitas paling baik dari kondisi lain yang disimulasikan. Stabilitas dalam kondisi kapal kosong yang disimulasikan kurang baik, maka disarankan untuk menurunkan nilai KG. Penurunan nilai KG dapat dilakukan dengan cara pengaturan muatan.

44 4 KESELAMATAN KAPAL PENANGKAP IKAN Kapal penangkap ikan dikaitkan dengan bidang pekerjaannya yang sangat dinamis dan berisiko tinggi mengharuskan kapal memiliki stabilitas yang cukup. Kapal yang didesain dan diolah gerak dengan baik akan memberikan jaminan keselamatan operasional meskipun berada dalam kondisi cuaca yang kurang baik. Hasil penelitian diberbagai negara, penyebab kecelakaan pada kapal penangkap ikan yang terjadi di negara maju sekalipun adalah faktor manusia (human error). Faktor manusia tersebut berhubungan dengan kurangnya kesadaran, keahlian dan keterampilan awak kapal dalam memahami aspek keselamatan pelayaran dan penangkapan ikan. Berkaitan dengan hal ini perlu pertimbangan bagi awak kapal yang terlibat dalam operasional penangkapan ikan sebelum ikut berlayar, seperti awak kapal harus berkecukupan dalam pendidikan dan pelatihan keahlian (Certificate of Competency) dan keterampilan (Certificate of Proficiency) serta memiliki kompetensi sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu juga harus memahami kondisi yang disepakati dalam perjanjian kerja, prosedur dan sistem kerja di kapal penangkap ikan (Suwardjo, 2010). Dari aspek kapal penangkap ikan, pengelolaan kapal harus dilaksanakan dengan baik guna menjamin kesuksesan kegiatan penangkapan ikan. Secara keseluruhan, keselamatan kapal akan linier dengan kompetensi awak kapal, manajemen berorientasi keselamatan dan kelaikan kapal. Dari sisi regulasi, telah banyak kebijakan-kebijakan internasional dan nasional yang terkait dengan masalah keselamatan dilaut, namun implementasi dilapangan belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pengkajian terhadap kebijakan nasional perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab pemerintah dan sejauh mana kebijakan nasional menampung tuntutan konvensi internasional serta memenuhi standarisasi internasional terhadap peningkatan keselamatan nelayan dan kapal-kapal ikan di Indonesia. Demikian juga dengan kebijakan internasional, secara teknis dapat menjadi salah satu masukan atau bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan nasional terkait keselamatan nelayan dan kapal ikan. Tujuan pada bab ini adalah (1) mengidentifikasi regulasi terkait keselamatan kapal ikan baik secara nasional dan internasional; (2) mengkaji dan menganalisis aspek keselamatan operasional pada kapal pole and line. Metodologi Metode penelitian ini adalah metode survei lapangan pada kapal-kapal pole and line yang berbasis di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Sulawesi Utara. Pengumpulan data dimulai dengan melihat langsung aspek teknis kapal seperti kelaiklautan kapal, perlengkapan peralatan keselamatan, peralatan navigasi dan peralatan radio komunikasi diatas kapal serta sertifikasi keahlian dan kecakapan awak kapal sebagai penunjang kegiatan berlayar. Selanjutnya dilakukan identifikasi data pendukung berupa aturan-aturan secara internasional dan nasional yang terkait dengan keselamatan kapal ikan. Analisis kebijakan dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan membandingkan peraturan yang ada dengan peraturan internasional

45 29 dan nasional berkenaan dengan pengaturan keselamatan kapal ikan. Analisis dimulai dari mengidentifikasi peraturan-peraturan terkait keselamatan kapal ikan baik nasional maupun internasional. Selain itu juga dilakukan telaah content analisis untuk melihat seperti apa implementasi, dampak dan kendala dari peraturan yang ada. Hasil dan Pembahasan Elemen penting dalam usaha penangkapan ikan salah satunya adalah kapal. Armada kapal penangkap pole and line yang berlokasi di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung cukup bervariasi. disampaikan pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah kapal pole and lineyang beraktifitas di PPS Bitung. Tonage 10 GT GT GT GT Jumlah Sumber : Statistik PPS Bitung, 2012 Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kapal pole and line tergolong berukuran besarsehingga menuntut saranapenangkapan ikan seperti kapal dalam keadaan laik laut. Kondisi kapal yang kurang baik akan mempengaruhi usaha penangkapan ikan. Terkait hal tersebut, maka diharapkan aspek keselamatan kapal penangkap ikan guna menjamin keberhasilan kegiatan penangkapan perlu menjadi perhatian. Salah satu bentuk perhatian dan kesadaran stakeholder didalam menjamin keselamatan kapal ikan adalah kapal harus laik laut dari segi desain, tata ruang diatas kapal, perlengkapan peralatan keselamatan dan radio komunikasi serta peralatan navigasi. Disisi lain, bentuk perhatian dari pemerintah yaitu pengaturan kebijakan terkait keselamatan kapal ikan. Sebanyak 38 unit kapal pole and line dilakukan pengamatan berkenaan dengan aspek keselamatannya. Kapal pole and line yang diukur untuk mengetahui kesesuaian desain dan kualitas stabilitas adalah berukuran 25GT. Hal lain yang harus diperhatikan adalah sumberdaya manusia awak kapal. Unsur awak kappal juga merupakan unsur penting guna memaksimalkan sarana kapal penangkap dan alat penangkap ikan yang digunakan. Oleh karena itu, awak kapal yang terampil dan bersertifikat sangat penting dalam keberhasilan usaha perikanan tangkap yang pada akhirnya dapat membantu mewujudkan keberhasilan kegiatan penangkapan dan keselamatan dalam pelayaran. Selama beberapa kurun waktu, terjadi kecelakaan kapal ikan perairan Bitung, Sulawesi Utara. Kecelakaan kapal disebabkan karena beberapa hal yaitu faktor teknis seperti kondisi kapal yang tidak laik laut dan kondisi cuaca yang kurang baik. Faktor non teknis seperti kesalahan manusia (human error) juga sebagai penyebab kecelakaan kapal diantaranya kurangnya kesadaran awak kapal dalam hal keselamatan dan kurangnya kemampuan atau keahlian daripada awak kapal dalam melayarkan kapal atau melakukan kegiatan penangkapan ikan. Berikut data kecelakaan kapal penangkap ikan dan faktor penyebab yang terjadi diperairan Bitung, Sulawesi Utara disampaikan pada Tabel 10.

46 30 Tabel 10 Data kecelakaan kapal yang terdata dalam kurun waktu kapal (unit) Sumber : Rekapitulasi laporan tahunan PPS Bitung, Banyaknya jumlah kecelakaan kapal penangkap ikan akibat kerusakan mesin, tenggelam dan tubrukan karena kesalahan manusia (human error). Rusaknya mesin kapaldan tubrukan kapal karena kurangnya perawatan dari awak kapal dan juga kelalaian dari awak kapal. Hal ini menandakan bahwa kemampuan atau keahlian awak kapal penangkap ikan dalam mendukung kegiatan penangkapan ikan masih kurang. Hal lain, kecelakaan kapal seperti tenggelam ini disebabkan karena faktor alam yang memang tidak bisa dikontrol. Menurut data, kecelakaan kapal yang terjadi ini dialami oleh kapal motor. Selain itu, faktor kesalahan manusia perlu mendapatkan perhatian dan perlu mengacu kepada kebijakan terkait keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Dengan demikian diharapkan kecelakaan kapal yang disebabkan oleh faktor teknis kapal dan kesalahan manusia dapat diminimalkan serta dapat dihasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mempunyai keahlian serta kemampuan dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Peraturan Internasional telah dikeluarkan oleh masing-masing lembaga internasional terkait keselamatan kapal ikan seperti FAO yang mengatur tentang perikanan secara umum, ILO mengatur tentang tenaga kerja dalam industri perikanan dan IMO mengatur tentang keselamatan jiwa dilaut, desain dan kualitas stabilitas kapal dan peralatan serta perlengkapan diatas kapal. FAO dalam konvensinya Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) 1995, terdapat ketentuan yang menjelaskan bahwa suatu negara harus memastikan fasilitas penangkapan dan peralatan yang digunakan dalam suatu kegiatan penangkapan dengan mempertimbangkan kondisi kehidupan dan kerja yang aman, adil dan sehat bagi nelayan sesuai dengan standar internasional yang disetujui yang berhubungan dengan keselamatan nelayan. Selanjutnya setiap negara harus memastikan kesehatan dan standar keselamatan bagi semua orang yang bekerja dalam kegiatan penangkapan sesuai dengan persyaratan dan setiap negara harus memastikan pemenuhan persyaratan keselamatan nelayan dan kapal ikan sesuai dengan aturan yang disetujui untuk diberlakukan. Negara perlu menjamin hanya kapal penangkap ikan yang berijin dioperasikan di perairannya. Kapal-kapal tersebut melakukan kegiatan penangkapan ikan secara bertanggung jawab yang didukung dengan berbagai

47 aturan dan penegakan hukum oleh negara. Ukuran kapal penangkap ikan perlu sesuai dengan daya dukung guna menghindari tangkap lebih. Dampak kegiatan penangkapan perlu diketahui dan dikaji sebelum mengenalkan alat tangkap baru. Metode penangkapan perlu selektif dan dirancang untuk meminimalkan limbah dan memberikan tingkat kesempatan lolosnya ikan lebih besar. Alat tangkap perlu meminimalkan hasil tangkap yang tidak diinginkan atau yang dilindungi. Konvensi ILO yang berkaitan dengan keselamatan kapal penangkap ikan dan nelayan adalah Fishermen s Competency Certificates Convention, 1966 (No 125), Accommodation of Crews (Fishermen)Convention, 1966 (No 126) dan Vocational Training (Fishermen) Recommendation, 1966 (No 126). Fishermen s Competency Certificates Convention Nomor 125 tahun 1966, adalah konvensi yang menetapkan standar kemampuan nelayan, yaitu dengan mengeluarkan sertifikat kemampuan bagi bagi nelayan yang memegang jabatan sebagai nakhkoda, mualim atau masinis pada suatu kapal nelayan yang berukuran lebih dari 25 GT. Konvensi ini juga menentukan usia minimum untuk sesuatu sertifikat dan pokok materi yang akan diujikan untuk calon/kandidat yang akan dikeluarkan sertifikat kemampuan. Accommodation of Crews (fishermen) Convention Nomor 126 tahun 1966, mengatur tentang perlunya perencanaan dalam pembuatan kapal ikan terhadap fasilitas ABK (nelayan). Perencanaan tersebut mencakup konstruksi kapal dan penempatan ruangan, pembuangan/pengaliran air, ventilasi, pencahayaan dalam ruangan, ukuran ruang tidur, ruang mesin, fasilitas kesehatan, kamar sakit di kapal, peti/lemari obat-obatan dan ruang dapur. Konvensi ini tidak berlaku bagi kapal-kapal ikan dengan ukuran kurang dari 75 GT, untuk ukuran panjang sebagai pengganti ukuran GT sebagai parameter dalam konvensi ini, yaitu tidak berlaku bagi kapal yang kurang dari 80 kaki (24,4 meter). The Vocational Training (fishermen) Recommendation Nomor 126 tahun 1966, merupakan konvensi yang berisi rekomendasi pelatihan kejuruan untuk meningkatkan kemampuan/keahlian nelayan selama bekerja pada kapal-kapal perikanan. Rekomendasi pelatihan ini berlaku untuk semua nelayan yang bekerja di kapal-kapal perikanan. Rekomendasi ini secara jelas mengindikasikan perlunya pelatihan terhadap keselamatan di laut dan keselamatan pada saat mengoperasikan/menggunakan alat tangkap. Pelatihan yang dimaksudkan diantaranya adalah stabilitas kapal, kebakaran, keselamatan diri, water-tight integrity (tingkat kekedapan air), keselamatan dalam ruang mesin, penggunaan sekoci penolong, penggunaan rakit penolong, PPPK (P3K), perawatan medis dan berbagai hal yang berhubungan dengan keselamatan. Lembaga yang berwenang perlu menetapkan standar pelatihan dan kurikulum rencana bahan ajar untuk nelayan dari berbagai program pelatihan, serta harus didasarkan pada suatu analisis sistematis yang diperlukan dalam pekerjaan menangkapan ikan. Selain FAO dan ILO, lembaga internasional lain seperti IMO telah mengembangkan dan menetapkan aturan-aturan tentang keselamatan maritim termasuk didalamnya keselamatan kapal penangkap ikan dan nelayan. Peraturan internasional tersebut antara lain adalah : 1) Torremolinos The Safety of Fishing Vessels Convention, Protocol Torremolinos 1993 Peraturan ini mengatur secara internasional mengenai keselamatan kapal perikanan yang berukuran panjang 24 meter atau lebih. Konvensi ini berisi 31

48 peraturan mengenai standar konstruksi kapal dan peralatan yang berhubungan dengan keselamatan kapal ikan, diantaranya : ketentuan mengenai konstruksi, watertight integrity dan peralatan kapal, stabilitas dan kelaiklautan, permesinan dan instalasi listrik, ruang permesinan, perlindungan dari kebakaran, pendeteksian kebakaran, pemadaman api dan kebakaran, perlindungan ABK, peralatan pertolongan dan pengaturan, prosedur dalam keadaan darurat dan komunikasi radio. Kemudian dilakukan beberapa perubahan secara teknis dalam suatu konferensi yang disebut Protocol Torremolinos Protokol membatasi ketentuan wajib dari konvensi ini untuk diberlakukan bagi kapal dengan ukuran 45 meter dan lebih, sedangkan bagi kapal berukuran antara 25 meter sampai 45 meter aplikasi persyaratan keselamatan diserahkan kepada keputusan regional. 2) International Convention on Standards of Training, Certification dan Watchkeeping for Fisheries (STCW-F), Konvensi ini mengatur standar persyaratan pengetahuan dan keterampilan minimum sertifikasi awak kapal penangkap ikan berukuran panjang 24 meter atau lebih, serta prinsip-prinsip dinas jaga laut. Standar persyaratan minimum untuk sertifikasi awak kapal penangkap ikan seperti : 1. Persyaratan minimum untuk sertifikasi sebagai nakhoda, perwira yang melaksanakan tugas jaga navigasi kapal penangkap ikan ukuran panjang 24 meter atau lebih yang beroperasi di perairan terbatas dan tak terbatas; 2. Persyaratan minimum untuk sertifikasi Kepala Kamar Mesin dan perwira mesin pada kapal penangkap ikan yang digerakkan oleh mesin penggerak utama dengan daya dorong 750 KW atau lebih; 3. Persyaratan minimum yang disyaratkan untuk sertifikasi GMDSS bagi petugas radio di kapal penangkap ikan; 4. Pelatihan keselamatan tingkat dasar bagi seluruh awak kapal penangkap ikan (Basic Safety Training for all fishing vessels personnel); 5. Prinsip dasar yang harus diamati dalam jaga navigasi pada kapal penangkap ikan. Dalam konvensi STCW-F 1995 juga dimuat resolusi konvensi, terdiri dari: Resolusi 1. Pelatihan bagi operator radio untuk (GMDSS). Resolusi 2. Pelatihan radar simulator. Resolusi 3. Petunjuk dan rekomendasi untuk awak kapal penangkap ikan. Resolusi 4. Pelatihan anak buah kapal (ABK) kapal penangkap ikan. Resolusi 5. Pelatihan teknik penyelamatan diri bagi awak kapalikan. Resolusi 6. Pelatihan dan sertifikasi bagi awak kapal ikanberukuran besar. Resolusi 7. Persyaratan dan peraturan perwira jaga bagian mesin. Resolusi 8. Promosi peran serta wanita dalam industri penangkapan ikan. Resolusi 9. Hubungan antar manusia. 3) Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels, 1975 dan Voluntary Guidelines for The Design, Construction, and Equipment of Small Fishing Vessels, 1980 Kedua pedoman/petunjuk ini merupakan bagian dari peraturan yang mengatur mengenai keselamatan kapal ikan untuk kapal berukuran panjang 12 meter sampai dengan kurang dari 24 meter dan sifatnya tidak mengikat (sukarela). Negara-negara tidak membutuhkan ratifikasi untuk mengaplikasikannya dalam kerangka kebijakan nasional. 32

49 33 4) Convention on The International Regulation for Preventing Collision at Sea (COLLREG), 1972 Peraturan ini mengatur secara internasional mengenai kecelakaan tubrukan kapal. Ketentuan-ketentuan dalam aturan ini menjelaskan tentang aturan mengemudi dan berlayar serta penggunaan lampu penerangan dan sosok benda yang isyaratkan untuk keamanan berlayar. Ketentuan tersebut berlaku bagi semua kapal yang melakukan pelayaran termasuk kapal penangkap ikan. Konvensi ini diadopsi pada tanggal 20 Oktober Berdasarkan uraian peraturan internasional tersebut diatas, beberapa peraturan bersifat wajib (mandatory) dan mengikat artinya Indonesia sebagai negara yang tergabung dalam organisasi maritim internasional harus mengimplementasikan ke dalam kebijakan nasional. Peraturan internasional yang bersifat mandatory yaitu Torremolinos Safety Fishing Vessel 1977, Protocol 1993 dan STCW-F tahun Peraturan lainnya bersifat sukarela (voluntir) dan tidak mengikat. Karena sifat sukarela tersebut, perlu komitmen dan kesadaran stakeholder untuk menjamin prinsip, tujuan dan tindakan praktis dalam implementasinya. Oleh karena itu, suatu negara harus memberikan perhatian yang lebih terhadap keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan meratifikasi peraturan internasional dan implementasi kedalam peraturan nasional. Keselamatan kapal penangkap ikan termasuk dalam keselamatan pelayaran secara umum, dimana keselamatan pelayaran adalah wewenang dan tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan juga bertanggung jawab atas pengelolaan dan pembangunan perikanan tangkap Indonesia serta mengatasi permasalahan masyarakat nelayan. Berikut beberapa peraturan-peraturan nasional kedua Kementerian terkait keselamatan kapal penangkap ikan antara lain : 1) Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2000 tentang Kepelautan. Peraturan ini tentang pengawakan kapal penangkap ikan yang menyebutkan jenis sertifikat keahlian pelaut kapal perikanan terdiri dari sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap ikan dan sertifikat keahlian pelaut teknik permesinan kapal penangkap ikan. Pengawakan kapal penangkap ikan harus disesuaikan dengan daerah pelayaran, ukuran kapal dan daya penggerak kapal. 2) Peraturan Menteri Perhubungan KM. 9 tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan ujian serta sertifikasi bagi pelaut kapal perikanan. Pendidikan dan pelatihan bagi pelaut kapal penangkap ikan sangat penting dalam peningkatan kapasitas sumberdaya manusia awak kapal dan calon awak kapal. Pendidikan dan pelatihan pelaut kapal penangkap ikan dilaksanakan oleh unit-unit pendidikan danatau pelatihan perikanan atau badan hukum pendidikan berdasarkan sistem standar mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan mengenai sistem standar mutu pendidikan dan pelatihan, ujian dan sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang perikanan. Sertifikasi keahlian pelaut kapal penangkap ikan yaitu terdiri dari sertifikat keahlian (Certificate of competency) pelaut kapal penangkap ikan dan

50 34 sertifikat keterampilan (Certificate of proviciency) pelaut kapal penangkap ikan. Jenis dan tingkat sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan telah dijelaskan pada peraturan pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan. Jenis Sertifikat Keterampilan Pelaut Kapal Penangkap Ikan, terdiri dari : a. Sertifikat Keselamatan Dasar Awak Kapal Penangkap Ikan (Basic Safety Training for all Fishing Vessel Personnel/BST F Certificate); b. Sertifikat Lanjutan Penanggulangan Kebakaran (Advanced Fire Fighting Certificate); c. Sertifikat Pertolongan Medis Darurat (Medical Emergency First Aid Certificate); d. Sertifikat Perawatan Medis di atas Kapal (Medical Care on Board Certificate); e. Sertifikat Simulasi Radar (Radar Simulator Certificate); f. Sertifikat Simulasi ARPA (ARPA Simulator Certificate); g. Sertifikat Operator Radio Umum untuk GMDSS (General Radio Operator Certificate for the GMDSS); h. Sertifikat Operator Radio Terbatas untuk GMDSS (Restricted Radio Operator Certificate for the GMDSS); i. Sertifikat Kecakapan Pesawat Luput Maut dan Sekoci Penyelamat (Proficiency in Survival Craft and Rescue Boats Certificate); j. Sertifikat Perwira Keamanan Kapal (Ship Security Officer Certificate). Sertifikat-sertifikat pelaut kapal penangkap ikan diterbitkan oleh Ditjen Perla, Kementerian Perhubungan. 3) Keputusan Menteri Perhubungan No. 46 tahun 1996 Tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan. Peraturan ini membahas mengenai kapal penangkap ikan, akan tetapi peraturan tersebut lebih terfokus membahas tata laksana atau prosedur penerbitan sertifikat kelaiklautan kapal penangkap ikan tanpa menyebutkan atau melampirkan standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh suatu kapal penangkap ikan agar dapat dikatakan laiklaut sehingga dalam proses penerbitan Sertifikat Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan tersebut pihak Marine Inspector yang merupakan petugas pemeriksa persyaratan kelaikan kapal penangkap ikan tidak dapat menerapkan secara tegas standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan. 4) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 07 tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan. Surat laik operasi kapal perikanan atau SLO adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa kapal perikanan telah memenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis untuk melakukan kegiatan perikanan. SLO diterbitkan oleh Satker Pengawas Perikanan di pelabuhan pangkalan. Persyaratan untuk mendapatkan SLO adalah persyaratan kelayakan teknis kapal meliputi : (a) kesesuaian fisik kapal perikanan dengan yang tertera dalam SIPI, terdiri dari bahan kapal, merek dan nomor mesin utama, tanda selar, dan nama panggilan/call sign; (b) kesesuaian jenis dan ukuran alat penangkapan ikan dengan yang tertera pada SIPI; dan (c) keberadaan dan keaktifan alat pemantauan kapal perikanan yang dipersyaratkan. Kapal yang diberikan izin untuk berlayar adalah kapal yang telah memenuhi persyaratan

51 35 administrasi dan kelayakan teknis kapal yang dikeluarkan oleh syahbandar perikanan setelah memenuhi surat laik operasi (SLO). 5) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 3 tahun 2013 tentang kesyahbandaran di pelabuhan perikanan. Peraturan ini menyebutkan bahwa tugas dan wewenang Syahbandar yang terkait dengan keselamatan kapal perikanan seperti memeriksa ulang kelengkapan dokumen kapal perikanan, menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB), memeriksa teknis dan nautis kapal perikanan dan memeriksa alat penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan dan memeriksa pemenuhan persyaratan pengawakan kapal perikanan. 6) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 21 tahun 2004 tentang syarat desain dan peralatan kapal penangkap ikan. Secara umum ketentuan peraturan ini mengenai persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan berkenaan dengan tata ruang dan peralatan untuk penanganan dan penyimpanan serta pembekuan hasil perikanan. Kapal pole and line yang menjadi objek penelitian yang berbasis di Bitung, bila dilihat dari aspek teknis seperti kelaiklautan kapal seperti tata ruang dan desain, peralatan keselamatan, radio komunikasi dan navigasi diatas kapal secara umum belum memenuhi standar minimum yang dipersyaratkan didalam peraturan internasional. Peraturan internasional secara jelas mengatur keselamatan kapal ikan dan awak kapalnya. Peraturan nasional yang sejalan dengan peraturan internasional diharapkan dapat diimplementasikan dilapangan. Peraturan nasional seperti Kepmen KP nomor 21 tahun 2004 tentang syarat desain dan peralatan kapal penangkap ikan, beberapa ketentuan belum sesuai dengan dengan kondisi exsisting kapal pole and line yang berbasis di Bitung. Sebagai contoh dalam ketentuan peraturan tersebut, seperti peralatan dan perkakas seperti meja pemotong, wadah, ban berjalan, mesin pembuangan isi perut tidak ditemukan diatas kapal pole and line. Hubungannya dengan konstruksi dalam pembangunan kapal penangkap ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah penempatan ruangan. Kapalkapal pole and line yang diteliti diketahui memiliki tata ruang yang kurang memperhatikan standar minimum yang ditentukan. Beberapa kapal tidak menyediakan tempat akomodasi untuk istirahat ABK dan minimnya pencahayaan, ventilasi, fasilitas kesehatan, lemari obat-obatan serta ruang dapur. Kepmen Perhubungan nomor 46 tahun 1996 hanya membahas tata laksana atau prosedur penerbitan sertifikat kelaiklautan kapal penangkap ikan tanpa menyebutkan atau melampirkan standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh suatu kapal penangkap ikan agar dapat dikatakan laiklaut. Kelemahan dari peraturan tersebut adalah pihak petugas pemeriksa persyaratan kelaikan kapal penangkap ikan tidak dapat menerapkan secara tegas standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan. Berbeda dengan peraturan internasional Torremolinos Safety Fishing Vessel 1977, protocol 1993 secara jelas mengatur mengenai standar konstruksi kapal dan peralatan yang berhubungan dengan keselamatan kapal ikan.

52 36 Standar kapal penangkap ikan pada prinsipnya didasarkan pada aspek keselamatan yang mencakup konstruksi, stabilitas, perlengkapan navigasi, perlengkapan keselamatan, peralatan komunikasi, mesin dan pompa-pompa termasuk pompa darurat dan pompa got, pintu-pintu kedap air. Peralatan keselamatan kapal penangkap ikan berukuran kecil seharusnya dilengkapi sebagaimana pada Tabel 11. Tabel 11 Daftar peralatan keselamatan kapal kecil bermesin. Daftar alat keselamatan perahu Basic Pelampung penolong/life buoy Jaket penolong/life Jacket Lampu cerlang/flashlight Bucket with rope Tali ikat ke kapal/rope connected to the vessel Dayung/Paddle Kompas/Compass Peta laut/sea chart/navigation chart FM radio Pemadam Kebakaran/Fire extinguisher Global Positioning System (GPS) Radio VHF/VHF Radio Mobile phone Untuk perahu bermesin (tambahan) Layar dan tiang layer/sail and a mast Suku cadang mesin/spare part of the engine Bahan bakar cadangan/extra fuel of the engine Sumber: Danielson (2004). Peraturan lainnya seperti Permen KP nomor 3 Tahun 2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan hanya sebatas pemeriksaan kelengkapan dokumen kapal, menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB), pemeriksaan teknis dan nautis kapal dan memeriksa alat penangkapan ikan, serta alat bantu penangkapan ikan tanpa menyebutkan standar minimum kelengkapan peralatan yang harus dipenuhi oleh kapal penangkap ikan. Akan tetapi disisi lain, jumlah Surat Persetujuan Berlayar yang diterbitkan oleh Syahbandar di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung terhitung sejak bulan Juli tahun 2006 sampai dengan bulan Desember tahun 2011 berjumlah Peningkatan jumlah Surat Persetujuan Berlayar (SIB) adalah salah satu indikator meningkatnya ketaatan kapal perikanan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kemudahan pelayanan dengan sistem pelayanan 1 x 24 jam yang telah diterapkan memiliki nilai tambah dan ikut memberi andil bagi peningkatan penerbitan SIB tersebut. Eksistensi Syahbandar di pelabuhan perikanan Samudera Bitung saat ini mulai dirasakan oleh nelayan dan pengusaha perikanan. Memperhatikan besarnya peningkatan jumlah penerbitan SIB dan animo masyarakat nelayan atau pengusaha kapal perikanan untuk masuk dan melakukan aktifitas di pelabuhan perikanan maka dapatlah disimpulkan bahwa peran kesyahbandaran perikanan kedepan akan menjadi semakin penting terutama dalam menjamin keselamatan operasi kapal penangkap ikan dan kelestarian sumberdaya perikanan khususnya ikan sebagai hasil tangkapan.

53 37 Kualitas sumberdaya nelayan sebagai sumberdaya manusia perikanan yang masih rendah akan menambah jumlah kecelakaan kapal. Bila dilihat, sebagian besar keahlian dan kemampuan awak kapal didapat secara turun temurun lewat kebiasaan melaut dan tidak didapat melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan pelaut. Dari hasil wawancara sebanyak 10 orang awak kapal dan 1 org nakhoda, kebanyakan kapal pole and line yang berbasis di Bitung diawaki oleh awak kapal yang minim dengan keahlian dan keterampilan. Ini dibuktikan dengan sertifikat keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Sementara jelas dalam STCW-F, 1995 mengatur persyaratan minimum untuk sertifikat pengawakan kapal penangkap ikan. Berikut data mengenai sertifikat keahlian yang dimiliki awak kapal Pole and line disampaikan pada Tabel 12. Tabel 12 Sertifikat keahlian yang dimiliki awak kapal pole and line SertifikatKeahlian Nakhoda Mualim KKM 1. ANKAPIN I 2. ANKAPIN II 3. ANKAPIN III 4. ATKAPIN I 5. ATKAPIN II 6. ATKAPIN III 7. SKK 60 Mil 8. ANT V 9. ATT IV Sumber : data statistis PPS Bitung, Tabel diatas menunjukkan standar kualifikasi sertifikat keahlian dan keterampilan awak kapal. Setiap orang yang bekerja diatas kapal ikan harus memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jabatannya diatas kapal. Salah satu peraturan internasional yaitu SCTW-F 1995 menyebutkan bahwa kewajiban seluruh awak kapal penangkap ikan harus memiliki keterampilan dasar keselamatan BST (basic safety training). Ini sangat berbeda dengan kondisi awak kapal yang bekerja diatas kapal pole and line di Bitung. Awak kapal selain nakhoda dan KKM tidak memiliki sertifikat BST. Selain itu, sebagian besar kapal pole and line di Bitung memiliki ukuran panjang kapal lebih dari 24 meter. Seharusnya standar kualifikasi sertifikasi keahlian dan keterampilan mengacu kepada peraturan SCTW-F 1995.Namun, walaupun pengawakan tidak sesuai standar, kapal-kapal pole and line tetap melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Ini menunjukkan belum adanya ketaatan dalam pemenuhan standar kualifikasi keahlian dan kecakapan bagi awak kapal ikan dan kurangnya pengawasan oleh petugas teknis syahbandar perikanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 46 Tahun 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan, sampai saat ini masih dijadikan dasar hukum untuk penerbitan sertifikat kelaiklautan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Kapal penangkap ikan yang dinyatakan memenuhi persyaratan kelaiklautan diberikan sertifikat, berupa Surat Tanda Kebangsaan Kapal dan Sertifikat Kelaiklautan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan

54 38 Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 46 tahun 1996, Sertifikat Kelaiklautan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan diberikan apabila telah memenuhi ketentuan ketentuan: 1) Konstruksi dan tata susunan kapal; 2) Stabilitas dan garis muat kapal; 3) Perlengkapan kapal; 4) Permesinan dan listrik kapal; 5) Perangkat telekomunikasi radio dan elektronika kapal; 6) Sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran; 7) Sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal; 8) Jumlah dan susunan awak kapal. Pada sertifikat tersebut pernyataan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kapal telah memenuhi ketentuan tentang keselamatan konstruksi, permesinan, perlengkapan navigasi, alat-alat penolong, alat-alat pemadam kebakaran, perlengkapan radio, peralatan pencegahan pencemaran dari kapal, dan pencegahan pelanggaran di laut, serta kelengkapan-kelengkapan lainnya yang terkait dengan aturan kelaiklautan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Peralatan keselamatan yang ada pada kapal pole and line di Bitung disampaikan pada tabel13 dibawah ini. Tabel 13Peralatan keselamatan pada kapal pole and line. Peralatan keselamatan dan navigasi Jumlah kapal Persentase (%) 1. Rompi penolong /life jacket Rakit penolong/liferaft 18 47,4 3. Sekoci penolong Sextan Teropong 34 89,5 6. Kompas magnet Peta Laut 34 89,5 8. GPS GMDSS Radar 4 10,5 11. Gyro Kompas SSB 33 86,8 13. VMS 24 63,2 Sumber : data statistik PPS Bitung, Kapal pole and line yang berbasis di PPS Bitung dari jumlah sampling sebanyak 38 kapal dengan bobot kapal antara GT, sebanyak 38 unit kapal (100%) telah melengkapi rompi penolong/life jacket, 18 kapal (47,4%) melengkapi kapalnya dengan peralatan keselamatan berupa rakit penolong/liferaft. Sementara sekoci penolong tidak dimiliki oleh semua kapal yang diteliti. Kekurangan peralatan pada kapal-kapal pole and line, diantaranya jumlah rompi penolong/life jacket tidak sesuai dengan jumlah awak kapal dan dalam keadaan tidak layak pakai. Dari jumlah awak kapal sebanyak 20 hingga 30 orang setiap kapalnya, hanya 50 % baju penolong /life jacket yang tersedia dari jumlah awak kapal.jumlah pelampung penolong/life bouy juga kurang setiap kapalnya dan

55 tidak dilengkapi alat pemadam kebakaran serta tidak ada perlengkapan kotak P3K. Beberapa kapal pole and line juga sudah melengkapi kapalnya dengan peralatan navigasi seperti GPS dan kompas magnet yaitu sebanyak 38 kapal (100%). Peralatan navigasi lainnya yang dipenuhi diantaranya seperti Peta laut sebanyak 34 kapal (89,5%), Radar sebanyak 4 kapal (10,5%) dan Gyro kompas sebanyak 26 kapal (68%). Disamping itu juga peralatan radio dan komunikasi seperti SSB sebanyak 33 kapal (86,8%) dan peralatan GMDSS, dari 38 kapal semuanya belum melengkapinya. Analisis terhadap regulasi atau peraturan terkait keselamatan kapal penangkap ikan dilakukan untuk melihat peraturan perundangan yang ada. Hal ini dilakukan untuk melihat mandat, implementasi dan kendala masing-masing peraturan. Analisis ini menghasilkan dampak positif dan negatif dari penerapan peraturan serta beberapa solusi untuk perumusan perbaikan dalam manajemen keselamatan kapal penangkap ikan. Berikut analisis peraturan terkait keselamatan kapal penangkap ikan disampaikan pada Tabel 14 dibawah ini. 39

56 40 Tabel 14 Regulasi internasional dan nasional tentang keselamatan kapal penangkap ikan. Uraian Peraturan internasional Peraturan nasional Dampak posistif Dampak negatif Standar kapal penangkap ikan Standar sertifikasi, kualifikasi awak kapal penangkap ikan Pengawakan kapal penangkap ikan Kelaiklautan kapal penangkap ikan Tata laksana lalu lintas laut Torremolinos Safety of Fishing Vessels Convention 1977, Torremolinos Protocol 1993 (belum ratifikasi) 1. STCW-F 1995(belum ratifikasi) 2. Vocational Training (Fishermen) Recommendation 1966 (No 126). 1. STCW-F Fishermen s Competency Certificates Convention, 1966 (No 125). 1. Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels, Voluntary Guidelines for The Design, Construction, and Equipment of Small Fishing Vessels, Accommodation of Crews (Fishermen) Convention, 1966 (No 126). (Pedoman diatas bersifat sukarela) Convention on The International Regulation for Preventing Collision at Sea (COLLREG), 1972 (telah ratifikasi) Kepmen KP no.21 tahun 2004 tentang syarat desain dan perlengkapan kapal penangkap ikan Permenhub KM. 9 thn 2005 tentang pendidikan dan pelatihan ujian serta sertifikasi bagi pelaut kapal penangkap ikan. PP Nomor 7 Tahun 2000 Tentang Kepelautan. 1. Kepmenhub No. 46 thn 1996 tentang sertifikasi kelaiklautan kapal penangkap ikan. 2. Permen KP No. 07 thn 2010 tentang surat laik operasi kapal perikanan. Keppres No. 50 thn 1979 tentang ratifikasi COLLREG Pembangunan kapal penangkap ikan sesuai standar konstruksi kapal dan peralatan keselamatan. Setiap awak kapal memiliki keahlian dan keterampilan sebagai pelaut kapal perikanan. Pengawakan kapal penangkap ikan sesuai sertifikat keahlian Kelaiklautan kapal penangkap ikan sesuai dengan standar minimum. Terciptanya penerapan keselamatan kapal dilaut. Pembangunan kapal penangkap ikan tidak berdasarkan standar minimum dan hanya berupa juknis. Sertifikat keahlian awak kapal penangkap ikan belum diakui diluar negeri. Lemahnya posisi tawar pelaut kapal penangkap ikan diluar negeri. Pedoman atau kode internasional bersifat sukarela (voluntir), sehingga tidak wajib diterapkan disuatu negara. Perlu pengawasan pelaksanaan peraturan dilapangan sehingga membutuhkan banyak marine inspector.

57 Tabel diatas menjelaskan bahwa keselamatan kapal penangkap ikan dan awak kapal telah diatur melalui sejumlah peraturan-peraturan baik secara nasional dan internasional. Namun demikian, masih ada permasalahan dalam penerapan peraturan dilapangan. Peraturan nasional yang belum mengacu peraturan internasional yang relevan mencakup pengaturan standar kapal penangkap ikan, ketenaga kerjaan dan pengawakan. Kebijakan pengaturan keselamatan kapal penangkap ikan pada dasarnya adalah kebijakan kelaikan kapal dan pengawakan kapal penangkap ikan. Kapal penangkap ikan harus memenuhi kelaiklautan dan laik operasi penangkapan. Laiklaut meliputi laik kapal dan laik pengawakan kapal sementara laik operasi penangkapan meliputi laik alat tangkap, daerah penangkapan dan penanganan hasil tangkap. Kebijakan internasional tentang keselamatan jiwa dan kapal penangkap ikan lebih diutamakan penerapannya kepada awak kapal dan kapalkapal penangkap ikan berukuran panjang kapal 24 meter atau lebih. Standar keselamatan kapal penangkap ikan telah diatur dalam peraturan internasional Torremolinos SFV 1993, Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels 2005 dan Voluntary Guidelines for The Design, Construction, and Equipment of Small Fishing Vessels Peraturan tersebut dapat dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan secara nasional. Peraturan nasional yang ada terkait standar keselamatan kapal penangkap ikan adalah Kepmenhub nomor 46 tahun 1996 tentang sertifikasi kelaiklautan kapal penangkap ikan dan Permen KP nomor 07 tahun 2010 tentang surat laik operasi kapal perikanan. Peraturan tersebut hanya terfokus mengatur tata laksana atau prosedur penerbitan sertifikat kelaiklautan kapal penangkap ikan tanpa menyebutkan atau melampirkan standar keselamatan yang harus dipenuhi oleh suatu kapal penangkap ikan agar dapat dikatakan laiklaut. Peraturan internasional terkait dengan sertifikasi dan pengawakan kapal penangkap ikan adalah International Convention on Standards of Training, Certification dan Watchkeeping for Fisheries (STCW-F) 1995, Vocational Training (Fishermen) Recommendation 1966 (No 126) dan Fishermen s Competency Certificates Convention, 1966 (No 125). Peraturan internasional yang dikeluarkan baik berupa konvensi internasional maupun berupa pedoman/kode/rekomendasi dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia nelayan sehingga kapal diawaki oleh nelayan yang mempunyai keahlian dan kemampuan sebagai pelaut perikanan yang profesional. Namun demikian beberapa peraturan internasional tersebut telah dijadikan bagian dari peraturan nasional dalam meningkatkan keselamatan nelayan. Salah satu peraturan nasionalnya adalah Permen Perhubungan KM. 9 Tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan, ujian, serta sertifikasi bagi pelaut kapal penangkap ikan dan PP nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan. Selain itu, mengingat karakteristik pekerjaan pada kapal penangkap ikan berbeda dengan kapal lainnya maka perlu pengaturan pengawakan, persyaratan kerja pada kapal penangkap ikan, pendidikan dan pelatihan serta ujian dan sertifikasi diatur tersendiri. Kebijakan nasional yang dikeluarkan oleh kementerian perhubungan dan kementerian kelautan dan perikanan melalui Undang-undang, Kepmen, Permen dan Peraturan pemerintah secara umum belum sepenuhnya selaras dengan kebijakan internasional yang ada. Namun demikian mulai berupaya memperbaiki 41

58 42 sistem keselamatan awak kapal dan kapal penangkap ikan. Beberapa konvensi telah diratifikasi salah satunya adalah COLLREG 1972 dan telah dituangkan dalam peraturan nasional Keppres nomor 50 tahun Melihat kondisi peraturan nasional yang ada, perlu dilakukan penataan yang berhubungan dengan manajemen keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan, sehingga dalam pelaksanaannya saling sinergis. Beberapa alternatif pengaturan kebijakan antara lain : 1. Perlu mengembangkan pengaturan standar nasional kapal penangkap ikan berukuran kecil mengingat armada kapal didominasi kapal kecil. 2. Perlu pengaturan pada tingkat direktorat jenderal dan penerbitan sertifikat pengukuhan (endorsement). 3. Komitmen stakeholder untuk menjamin prinsip, tujuan dan tindakan praktis dalam implementasi kebijakan. Kesimpulan dan Saran Keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan telah mendapatkan perhatian baik secara nasional maupun internasional melalui berbagai regulasi yang ada. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan, terdapat 5 (lima) peraturan nasional dan 7 (tujuh) peraturan/pedoman/kode internasional yang terkait keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Peraturan nasional yang ada, beberapa kebijakan belum secara penuh mengatur tentang keselamatan kapal ikan dan pengawasan implementasi kebijakan masih kurang. Kapal pole and line di PPS Bitung secara umum belum memenuhi aspek operasional kapal. Ini ditunjukkan dengan peralatan keselamatan yang kurang memadai dan sumberdaya manusia yaitu awak kapal yang minim dengan sertifikat kecakapan sebagai seorang yang bekerja diatas kapal ikan. Melihat kondisi peraturan nasional yang ada, perlu dilakukan penataan yang berhubungan dengan manajemen keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Perlu pengaturan kebijakan diantaranya melakukan pembenahan dari segi isi peraturan dan dalam penerapannya serta pengawasan dilapangan. Bila perlu meratifikasi peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional dalam peraturan nasional.

59 5 PEMBAHASAN UMUM Masalah keselamatan kapal penangkap ikan telah menjadi perhatian dunia internasional. Beberapa penyebab terjadinya kecelakaan kapal penangkap ikan adalah faktor teknis dan faktor manusia. Faktor teknis seperti kondisi kapal yang kurang laiklaut dari segi desain dan konstruksi, tata ruangan diatas kapal serta peralatan keselamatan yang kurang memadai. Pembangunan kapal pole and line di Bitung umumnya dilakukan digalangan tradisional. Proses pembangunan kapal dilakukan dengan mengandalkan pengetahuan pengrajin kapal yang diperoleh secara turun temurun tanpa di dukung dengan perencanaan desain dan perhitungan stabilitas. Hasil dari proses pembangunan kapal tersebut memang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkana ikan, tetapi pemenuhan standar kelayakan belum diketahui. Desain merupakan hal penting dalam pembangunan kapal ikan. Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain kapal dibuat berbeda-beda berdasarkan teknik pengoperasian kapal tersebut. Salah satu parameter sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan desain kapal yang akan dibangun adalah dimensi utama. Dimensi utama merupakan pendekatan yang paling mudah dan sederhana untuk menentukan ukuran kapal yang sesuai dengan alat tangkap yang akan digunakan dan daerah penangkapan yang menjadi tujuan. Dari hasil penelitian Farhum (2010) menyatakan bahwa kisaran nilai rasio dimensi utama kapal pole and line di Sulawesi Selatan adalah L/B ; L/D dan B/D Sementara ada perbedaan dengan kisaran nilai rasio dimensi utama pada kapal pole and line di Bitung. Rasio dimensi utama kapal pole and line yang diteliti adalah nilai L/B sebesar 5,81. Nilai yang relatif besar dari nilai pembanding. Nilai L/D sebesar 9,6 dan nilai rasio B/D sebesar 1,68. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapal pole and line Sulawesi Selatan dan Bitung memiliki perbedaan karakteristik dimensi utama dan perbedaan berdasarkan daerah pembangunan kapal. Kebanyakan kapal pole and line Sulawesi Selatan dan Bitung dibangun secara tradisional oleh pengrajin kapal berdasarkan pengetahuan secara turun temurun, namun demikian terdapat perbedaan pola, metode dan proses dalam pembangunannya. Kelengkapan dari perencanaan desain dalam pembangunan kapal ikan adalah dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plan), tabel offset, dan gambar rencana tata ruang kapal (general arrangement) (Fyson, 1985). Secara umum bila dilihat dari gambar lines plan, kapal pole and line yang diteliti memiliki bentuk badan kapal V (V bottom) dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada bagian belakang kapal. Bentuk ini memungkinkan kapal memiliki tahanan yang tidak terlalu besar dan volume ruang yang maksimum bagi palkah. Selanjutnya keragaan kapal dapat dilihat dari nilai parameter hidrostatisnya. Parameter hidrostatis merupakan nilai-nilai yang menggambarkan kondisi kapal di dalam air pada kondisi air tenang (statis). Berdasarkan pada nilai parameter hidrostatis tersebut, maka karakteristik kapal pole and line yang diteliti dapat diketahui. Bentuk badan kapal yang berada dibawah air dapat dilihat dari nilai coefficient of fineness (Cb, Cp, Cm, Cw dan Cvp).

60 Dari beberapa koefisien bentuk kapal, nilai Cb (coefficient of block) yang paling sering dipakai dalam menentukan tingkat kegemukan kapal. Coefficient of block adalah perbandingan dari volume of displacement pada draft maksimum terhadap volume persegi panjang yang mengelilinginya. Kapal pole and line yang diteliti pada kondisi draft maksimum memiliki nilai Cb kapal sebesar 0,4 yang berarti bahwa bentuk badan kapal yang berada dibawah garis air cenderung ramping. Kapal pole and line dengan tingkat kegemukan yang rendah dianggap kurang menguntungkan dari segi ketahanan, kenyamanan kerja didek dan pengaturan ruang di bawah dek. Kapal ikan jenis pole and line sebaiknya memiliki nilai Cb berkisar antara 0,61 0,72 (Fyson, 1985). Kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula tentunya berhubungan dengan parameter teknis kapal itu sendiri, baik dimensi utama maupun coefficient of fineness. Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas statis kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas statis menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas statis antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM). Nilai maksimum GZ kapal kosong pole and line yang berbasis di Bitung, Sulawesi Utara terbentuk pada sudut kemiringan 46,7 dengan nilai 0,245 m.rad, artinya bahwa kapal pada kondisi tegak kemudian kapal dimiringkan pada sudut tertentu, maka kapal memiliki energi terbesar untuk kembali ke posisi tegak yang besarnya meningkat hingga pada sudut 46,7. Distribusi muatan ketika kapal dioperasikan juga memberikan pengaruh terhadap stabilitas kapal. Oleh karena itu, perhitungan stabilitas kapal pole and line juga dilakukan terhadap kondisi eksisting muatan. Muatan kapal pole and line terdiri dari alat tangkap, umpan, ABK, BBM, perbekalan (es, air tawar, bahan makanan) dan hasil tangkapan. Analisis stabilitas dengan kondisi muatan eksisting dilakukan terhadap 4 (empat) kondisi simulasi distribusi muatan yang berbeda. Kondisi simulasi muatan adalah sebagai berikut : 1) Kondisi kapal kosong; pada kondisi ini diasumsikan BBM, es, umpan hidup, perbekalan logistik dan ABK (0%). 2) Kondisi kapal berangkat menuju fishing ground; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik serta ABK (100%) dan hasil tangkapan (0%). 3) Kondisi kapal melakukan kegiatan penangkapan ikan; kondisi kapal diasumsikan BBM, es, umpan hidup dan perbekalan logistik (50%) serta hasil tangkapan (50%) dan ABK (100%) 4) Kondisi kapal kembali ke fishing base; kondisi kapal diasumsikan BBM, umpan hidup (25%) serta hasil tangkapan dan ABK (100%). Hasil uji stabilitas kapal dalam 4 (empat) kondisi simulasi muatan berbeda menunjukkan bahwa kondisi kapal pada saat operasi penangkapan merupakan kondisi muatan kapal yang memiliki tingkat stabilitas paling baik dari kondisi lain yang disimulasikan. Nilai lengan pengembali (GZ) pada empat kondisi simulasi muatan berbeda terbentuk pada sudut kemiringan antara 42,7-50,5 degan nilai 0,245 m.rad 0,559 m.rad. Sementara hasil penelitian Farhum (2010), nilai maksimum GZ kapal pole and line di Sulawesi Selatan terbentuk pada sudut kemiringan sebesar dengan nilai 0,120 m.rad 0,305 m.rad. Ini menunjukkan bahwa kapal pole and line yang berbasis di Bitung, Sulawesi Utara 44

61 memiliki nilai lengan pengembali (GZ) lebih tinggi dibandingkan dengan kapal pole and line yang berbasis di Sulawesi Selatan. Dari sisi regulasi, telah banyak peraturan internasional dan nasional yang mengatur masalah keselamatan kapal ikan, namun implementasi dilapangan belum berjalan dengan baik. Sementara, kebijakan nasional yang ada belum sepenuhnya mendukung penerapan dilapangan. Adanya tumpang tindih peraturan juga masih ditemukan dilapangan (Karim, 2010). Sebagai contoh suatu kapal harus melalui pemeriksaan kelaiklautan kapal oleh dua instansi. Surat kelaiklautan dan pengawakan kapal penangkap ikan dikeluarkan oleh Administrasi pelabuhan niaga (Adpel). Selain itu, surat laik operasi didapatkan dari satker pangkalan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Sampai saat ini pemerintah belum meratifikasi standar kapal penangkapikan yang sesuai dengan ketentuan internasional konvensi Torremolinos Safety of Fishing Vessel Protocol 1993, dimana kapal penangkap ikan harus dibangun dan dioperasikan sesuai dengan kaidah-kaidah standar keselamatan, demikian juga pemerintah belum meratifikasi STCW-F 1995 sebagai standar pelatihan, sertifikasi dan dinas jaga kapal bagi awak kapal penangkap ikan. Pemerintah juga belum mengatur standar pengawakan kapal penangkap ikan menyangkut kualifikasi dan jumlah awak kapal disesuaikan dengan ukuran kapal, daerah pelayaran dan jenis teknologi alat tangkap ikan yang dioperasikan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dalam mencegah kecelakaan kapal ikan kiranya masing-masing stakeholder sadar akan pentingnya keselamatan diatas kapal. Dimulai dari pemilik kapal, kapal yang dijadikan sarana untuk kegiatan penangkapan ikan harus dalam kondisi laiklaut. Kesesuaian desain dan kualitas stabilitas kapal menjadi hal yang diperhatikan serta keadaan peralatan keselamatan diatas kapal harus terpenuhi diatas kapal. Dari segi sumberdaya manusia yaitu awak kapal, peningkatan pengetahuan dan keterampilan awak kapal lewat pendidikan dan pelatihan dalam memenuhi standar kualifikasi sesuai dengan aturan yang ada juga tidak kalah pentingnya serta peran pemerintah, dalam pembuat kebijakan terkait keselamatan kapal ikan disesuaikan dengan peraturan internasional yang ada dan pengawasan pada implementasi aturan dilapangan. 45

62 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesesuaian desain kapal pole and line yang diteliti sesuai sebagai kapal static gear di Indonesia pada umumnya. Kapal memiliki bentuk badan kapal V (V bottom) dibagian depan, bentuk Akatsuki bottom pada bagian tengah dan bentuk Round flat bottom pada bagian belakang kapal. Bentuk badan kapal pole and line yang diteliti cenderung ramping. Kondisi kapal pada saat melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan merupakan kondisi kapal yang memiliki tingkat stabilitas paling baik dari kondisi lain yang disimulasikan. Terdapat 5 (lima) peraturan nasional dan 7 (tujuh) peraturan/pedoman/kode internasional yang terkait keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Peraturan nasional yang ada, beberapa kebijakan belum secara penuh mengatur tentang keselamatan kapal ikan dan pengawasan implementasi kebijakan masih kurang dan belum selaras. Saran Meskipun pembangunan kapal digalangan tradisional, kapal memiliki stabilitas yang baik namun kesadaran dari pemilik kapal dan awak kapal terhadap operasional keselamatan kapal dilaut perlu ditingkatkan. Peraturan nasional yang ada, perlu dilakukan penataan yang berhubungan dengan manajemen keselamatan kapal dan awak kapal penangkap ikan. Perlu pengaturan kebijakan diantaranya melakukan pembenahan dari segi isi peraturan dan dalam penerapannya serta pengawasan dilapangan. Bila perlu meratifikasi peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional kedalam peraturan nasional.

63 DAFTAR PUSTAKA Ardidja, S KapalPenangkapIkan. STP-Press. Jakarta. Ayodhyoa, A.U Fishing Boat. Corespondence Course Centre. IPB. Bogor. Danielson Per Small Vessel Safety Review. SSPA Report SSPA Sweden AB. Departemen Perhubungan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan laut dalam suatu final report penelitian kecelakaan di Indonesia dan upaya mengatasinya. Jakarta. 136 Hal. Departemen Perhubungan, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 TentangKepelautan. Peraturan Perundangan Bidang Transportasi. Jakarta. Departemen Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Pendidikan, Pelatihan, Ujian dan Sertifikasi Pelaut Perikanan. Peraturan Perundangan Bidang Transportasi. Jakarta. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 07 tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan. Jakarta. Farhum, SA Kajian Stabilitas Empat Tipe Kasko Kapal Pole and Line. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(2) : [FAO] Food Agriculture Organization Edition. FAO of United Nations,ILO and IMO, International Labor Organization, and Food Agriculture Organization, [FAO] Food Agriculture Organization Code of Safety for Fishermen andfishing Vessels Part B. Safety and Health Requirements for theconstruction and Equipment of Fishing Vessels. London. [FAO] Food Agriculture Organization Code of Safety for Fishermen andfishing Vessels Fyson, J Design of Small Fishing Vessels. Fishing news books Ltd. Farnharm, Surrey, England. Hind, J.A Stability and Trim of Fishing Vessels. Fishing news book Ltd. England. Huda MA, Boesono H, Setiyanto I, Implementasi Regulasi Nasional Terkait Keselamatan Kapal Penangkap Ikan di PPN Pekalongan. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology.1 (1) : [ILO] International Labor Organization, [FAO] Food Agriculture Organization Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels Part A. Safety and Health Practice. London. [IMO] International Maritime Organization Voluntary Guidance for the Desain, Construction and Equipment of Small Fishing Vessel. London. [IMO] International Maritime Organization Torremolinos Protocol and Torremolinos International Convention for the Safety of Fishing Vessels, Consolidated Edition, London. [IMO] International Maritime Organization International Convention on Standars of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel, London.

64 [IMO] International Maritime Organization Code of Safety for Fishermen and Fishing Vessels Part B. Safety and Health Requirements for The Construction and Equipment of Fishing Vessel. London. Karim N, Said A, Prasetyo WY Dualisme Kebijakan Pelayaran dan Perikanan (Studi tentang Implementasi Kepmen. Perhubungan No KM 46 Tahun 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan dan Permen Kelautan dan Perikanan No 07 Tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan di PPP Mayangan, Kota Probolinggo). Jurnal Administrasi Publik (JAP).1 (5) : [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 tahun 2013 tentang Pemantau Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan. Jakarta. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 3 tahun 2013 tentang Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan. Jakarta. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 10 tahun 2013 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Jakarta. Marjoni, Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Purse Seine di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Kota Banda Aceh Nanggroe Darussalam. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Pangalila F Stabilitas Statis Kapal Pole and Line KM. Aldeis di Pelabuhan Perikanan Aertembaga Bitung Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. 7(1) : Pemerintah Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. PPS Bitung, Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rahman dan Novita Y Studi Tentang Bentuk Kasko Kapal Ikan di Beberapa Daerah di Indonesia. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Torani. 16(4) : Iskandar BH., Pujiati S Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Perairan Indonesia.[KaryaIlmiah]. Fakultas Perikanan; Institut Pertanian Bogor. Susanto A, BH Iskandar, M. Imron Evaluasi Desain dan Stabilitas Kapal Penangkap Ikan di Palabuhanratu : studi kasus kapal PSP 01. Marine Fisheries. 2(2): Suwardjo, D. Haluan, J. Jaya, I. dan Poernomo, S. H Keselamatan Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan Dari Aspek Regulasi Nasional dan Internasional. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 1(1) :

65 49 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian. Lokasi penelitian Sumber : laut bitung+sulawesi+utara,+hidrografi+al, 2013

66 50 Lampiran 2 Tampilan program maxsurf dalam pembuatan lines plan kapal pole and line yang diteliti. a. tampilan perspektif plan b. tampilan half breath plan c. tampilan profile plan d. tampilan body plan

67 51 Lampiran 3 Simulasi muatan kapal pole and line yang diteliti 1) Kondisi exsisting muatan kapal kosong 2) Kondisi exsisting muatan kapal berangkat

68 52 Lanjutan lampiran 3 3) Kondisi exsisting muatan kapal beroperasi 4) Kondisi exsisting muatan kapal pulang

69 53 Lampiran 4 Perhitungan nilai stabilitas kapal pole and line yang diteliti 1) Kondisi kapal kosong 2) Kondisi kapal berangkat

70 54 Lanjutan lampiran 4 3) Kondisi kapal beroperasi 4) Kondisi kapal pulang

71 55 Lampiran 5 Hasil perhitungan parameter stabilitas kapal pole and line dibandingkan dengan kriteria IMO 1) Kondisi kapal kosong 2) Kondisi kapal berangkat

72 56 Lanjutan lampiran 5 3) Kondisi kapal beroperasi 4) Kondisi kapal pulang

73 57 Lampiran 6 Syarat desain dan peralatan kapal penangkap ikan No. Persyaratan Kepmen No.21/2004 Kesesuaian pada Kapal Pole and line 1 Persyaratan minimal untuk kapal penangkap ikan : a. Mempunyai dek atau dek untuk penerimaan dan penanganan yang Sesuai dirancang dan di tata sedemikian rupa sehingga cukup luas untuk melakukan penanganan, penampungan, dan pemisahan setiap hasil tangkapan; mudah dibersihkan serta melindungi produk dari sinar matahari dan sumber kotoran atau kon taminasi; b. Sistem pemindahan hasil tangkapan dari tempat penerimaan ke Sesuai tempat penanganan harus memenuhi persyaratan higienis; c. Tempat penanganan untuk preparasi hasil tangkapan harus cukup Sesuai luas dan memenuhi persyaratan higienis. Ruang tersebut harus dirancang dan ditata sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi terhadap produk; d. Tempat penyimpanan produk akhir harus cukup luas dan dirancang Sesuai sedemikian rupa agar mudah dibersihkan; e. Apabila dilakukan penanganan limbah, maka limbah tersebut harus Tidak ada ditampung di tempat pembuangan khusus ; f. Tempat untuk menyimpan bahan pengepak harus terpisah dari tempat Tidak ada penanganan; g. Mempunyai peralatan khusus yang kedap air untuk membuang Kurang sesuai limbah atau secara langsung dibuang ke laut; h. Mempunyai tempat penampungan air untuk keperluan penanganan Kurang sesuai hasil tangkapan; i. Mempunyai ruang ganti, tempat mencuci tangan, dan toilet dalam jumlah yang cukup. Toilet tidak boleh berhubungan langsung ke tempat penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan keran air mengalir, sabun, dan pengering tangan. Kurang sesuai 2 Ruang yang digunakan untuk penanganan atau pembekuan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Lantai tidak boleh licin, mudah dibersihkan dan dilengkapi dengan Sesuai system pembuangan air. Penempatan peralatan tidak boleh menghalangi pembersihan limbah padat dan limbah cair. b. Dinding dan langit-langit mudah dibersihkan terutama bila terdapat Kurang sesuai pipa-pipa, aliran listrik atau kabel listrik; c. Penempatan dan penggunaan mesin hydrolik harus ditata sedemikian Tidak ada rupa untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran minyak yang dapat mengkontaminasi produk; d. Mempunyai ventilasi dan/atau sirkulasi udara yang cukup untuk Tidak ada mencegah terjadinya kondensasi; e. Mempunyai penerangan yang cukup; Sesuai f. Mempunyai peralatan untuk pembersihan dan sanitasi; Sesuai g. Mempunyai peralatan untuk mencuci tangan dengan kran yang Kurang sesuai tidak dioperasikan dengan tangan serta menggunakan pengering sekali pakai. 3 Peralatan dan perkakas seperti meja pemotong, wadah, ban berjalan, mesin pembuangan isi perut atau mesin pemfiletan harus tahan karat, mudah dibersihkandan dirawat. Tidak ada

74 Lampiran 7 Kondisi eksisting terkait aspek keselamatan pada kapal pole and line yang diteliti No Nama Kapal Tonage Ukuran Kapal Alat Keselamatan Alat Navigasi Ijazah laut P L D LJ LC Skc LL Nakhoda KKM Mualim/ABK 1 KM. Baku Sayang - 01 GT.90 30,24 5,18 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III ANKAPIN III 2 KM. Baku Sayang - 02 GT.90 30,24 5,18 2, ,4,6,8 SKK 60 MIL SKK 60 Mil 3 KM. Baku Sayang - 03 GT.78 26,2 4,7 2, ,4,6,8,11,12,13 SKK 60 Mil SKK 60 Mil 4 KM. Berkat Baruna GT.64 26,46 4,79 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III SKK 60 MIL 5 KM. Berkat Nusantara GT.52 23,75 4,31 1, ,4,6,8,12,13 ANKAPIN III SKK 60 MIl 6 KM. Bitung Raya - 01 GT.79 27,80 5,12 2, ,4,6,8,11,12,13 ANT V ATKAPIN II 7 KM. Bitung Raya - 03 GT.89 27,17 5,14 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III ANKAPIN III 8 KM. Bunga Raya GT ,78 4,20 2, ,4,6,8,11,12 ANKAPIN II ATKAPIN III 9 KM. Butterfly GT.19 19,50 3,90 1, ,8,12 ANKAPIN III SKK 60 Mil 10 KM. Cahaya bintang GT.28 18,27 4,20 2, ,4,6,8 ANKAPIN III ATKAPIN III 11 KM. Cahaya Daulinsa GT.29 19,50 4,10 2, ,4,6,8,11 ANKAPIN III ATKAPIN 3 12 KM. Cahaya Pangkep GT ,00 3,90 1, ,4,6,8,12 ANKAPIN III SKK 60 Mil 13 KM. Dioskuri - 8 GT ,40 4,95 2, ANKAPIN II ATKAPIN III 14 KM. God Bless - 02 GT.64 25,08 4,62 2, ,4,6,8,10,11,12,13 ANKAPIN III SKK 60 Mil 15 KM. Jaya Bahari GT.28 21,25 4,20 1, ,4,8,12 SKK 60 Mil SKK 60 Mil + 16 KM. Jaya Bitung - 89 GT.56 20,41 5,60 2, ,4,6,8,10,12 ANKAPIN III ATKAPIN III 17 KM. Karunia - 03 GT.75 27,60 4,70 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III 18 KM. Matahari - 01 GT.49 19,20 4,00 1, ,4,6,8,11,12,13 SKK 60 Mil ATKAPIN III SKK 60 Mil 19 KM. Matahari - 03 GT.45 24,55 4,10 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III 20 KM. Mutiara - 08 GT.61 26,67 4,46 2, ,4,6,8,12,13 SKK Plus ATKAPIN III 21 KM. Omega Star GT ,90 4,13 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III 22 KM. Ora Et Labora GT.24 15,40 4,05 1, ,4,6,8,11,12 ANKAPIN III SKK 60 Mil 23 KM. Pluto GT ,96 5,10 2, ,4,6,8,11,12,13 ANT. V SKK 60 Mil 24 KM. Primadona GT.28 20,55 4,20 1, ,4,6,8 SKK 60 Mil SKK 60 Mil 25 KM. River GT.25 21,50 3,70 2, ,8,12 ANKAPIN III SKK 60 Mil 26 KM. Sari Cakalang - 07 GT.81 27,80 5,16 2, ,4,6,8,10 ANT.V ATKAPIN III 27 KM. Sari Cakalang - 03 GT.82 27,36 5,03 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN II ATKAPIN III 58

75 59 Lanjutan lampiran 7 28 KM. Sari Cakalang - 08 GT ,17 5,14 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III 29 KM. Sari Cakalang - 09 GT.78 25,73 5,16 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATT - IV 30 KM. Sari Cakalang 01 GT.67 25,42 4,62 2, ,4,6,8,11,12 ANKAPIN III SKK KM. Sinar - 02 GT.54 23,75 4,50 1, ,4,6,8,11,12,13 SKK 60 Mil SKK 60 Mil 32 KM. Sinar Bahari GT ,30 4,57 2, ,4,6,8,10,11,12,13 ANKAPIN III SKK 60 Mil 33 KM. Surya Terbit 01 GT.53 17,84 3,67 1, ,4,6,8,11,12 SKK 60 Mil SKK 60 MIL 34 KM. Tiga Bintang GT.10 16,10 3,90 1, ,8,12 SKK 60 Mil ATKAPIN III 35 KM. Venio - 03 GT.78 26,21 4,60 2, ,6,8,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III 36 KM. Venio 07 GT ,25 4,60 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III SKK 60 Mil 37 KM. Wahyu GT ,46 5,17 2, ,4,6,8,11,12,13 ANKAPIN III ATKAPIN III ANKAPIN III 38 KM. Wahyu - II GT ,49 4,56 2, ,4,6,8,12,13 ANT- V SKK 60 Mil Keterangan : 1. Sextan 8. GPS ANKAPIN : Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan 2. Teropong 9. GMDSS ATKAPIN : Ahli Tehnika Kapal PenangkapIkan 3. Mistar Jajar 10. Radar SKK : Surat Keterangan Kecakapan 4. Kompas 11. Pilot Kompas ANT : Ahli Nautika 5. Topdal 12. SSB ATT : Ahli Tehnika 6. Peta Laut 13. VMS 7. Perum

76 60 Lampiran 8 Kondisi exsisting diatas kapal pole and line yang diteliti. Kapal pole and line Peralatan radio komunikasi Ruang anjungan

77 61 Lanjutan lampiran 8 Ruangan akomodasi APAR Ruangan memasak

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif.

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik.

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 2.1 Pendahuluan 2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan. Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 183-193 TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Influence of

Lebih terperinci

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6.1 Keragaan Kapal Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda bergantung dari tujuan usaha penangkapan. Setiap jenis alat penangkapan

Lebih terperinci

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA III - 555 STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA Yopi Novita 1* dan Budhi Hascaryo Iskandar 1 * yopi1516@gmail.com / 0812 8182 6194 1 Departemen PSP FPIK IPB ABSTRAK Kapal merupakan bagian

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 069-076 KAJIAN DESAIN KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG (STUDY KASUS KM. CAHAYA ARAFAH) Design Studies Traditional Purse Seiner

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran dimensi dan geometri bentuk kapal longline yang diteliti dilakukan di Cilacap pada bulan November. Setelah pengukuran dimensi dan geometri

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C54101029 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh KARTINL C05497008. Pengaruh Pemindahan Berat pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan JAMES P. PANJAITAN dan MOHAMMAD IMRON. Kapal rawai merupakan

Lebih terperinci

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 81-86, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm. 19-28, Juni 2017 RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG RATIO OF THE MAIN DIMENSIONS

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1*

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1* BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 35-43 PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Oleh: Yopi Novita 1* ABSTRAK Muatan utama kapal pengangkut ikan

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 53-61, Desember 2010 KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER St. Aisyah

Lebih terperinci

4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Masalah teknis yang perlu diperhatikan dalam penentuan perencanaan pembangunan kapal ikan, adalah agar hasil dari pembangunan kapal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance Oleh: Yopi Novita 1 *, Budhi H. Iskandar 1 Diterima: 14 Februari

Lebih terperinci

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008 1 DESAIN KAPAL IKAN FIBREGLASS BANTUAN KORBAN TSUNAMI DI PERAIRAN PANGANDARAN, JAWA BARAT IPAN MUHAMMAD SUPANJI SKRIPSII DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT Abstrak ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT GT Budhi Santoso 1), Naufal Abdurrahman ), Sarwoko 3) 1) Jurusan Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis ) Program Studi Teknik Perencanaan dan Konstruksi

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal:

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal: Marine Fisheries ISSN: 2087-4235 Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal: 213-221 EVALUASI DESAIN DAN STABILITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KAPAL PSP 01) Fishing Vessel Design and Stability

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ Shanty Manullang *) Ramot Siburian **) * Dosen ** mahasiswa Program Studi Teknik Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017 ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal 265-276 Disetujui: 19 September 2017 BENTUK KASKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS VOLUME RUANG MUAT DAN TAHANAN KASKO

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN 2540 9484 Halaman : 125 136 Desain Kapal Purse Seine Modifikasi di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (Design

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 013-021 STABILITAS KAPAL IKAN KATAMARAN SEBAGAI PENGGANTI KAPAL PURSE SEINE DI KABUPATEN PAMEKASAN MADURA JAWA TIMUR Stability Of Catamaran Fishing

Lebih terperinci

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA NOOKE NOFRIYAN C44070055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 13-18, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Simulation of trim effect on the stability

Lebih terperinci

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 48-53 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00056

Lebih terperinci

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL RULLY INDRA TARUNA 230110060005 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

Abstract. Keywords : stability, long line, righting arm, and draught 1. PENDAHULUAN

Abstract. Keywords : stability, long line, righting arm, and draught 1. PENDAHULUAN KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT DI PALABUHAN RATU, SUKABUMI (A STUDY ON THE OPERATIONAL STABILITY OF A LONGLINE FISHING VESSEL 60 GT AT PALABUHAN RATU) T.D. Novita, Shanty Manullang

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara)

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 63-68, Desember 2012 Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Study on the

Lebih terperinci

ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING.

ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING. ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING Kiryanto, Samuel 1 1) Program Studi S1 Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL

DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL Sidang Tugas Akhir (MN 091382) DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL Oleh : Galih Andanniyo 4110100065 Dosen Pembimbing : Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA

ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA Marine Fisheries ISSN 20874235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 181191 ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA Safety Aspects Pole

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 65 73

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 65 73 Marine Fisheries ISSN: 2087-4235 Vol. 2, No., Mei 20 Hal: 65 73 STABILITAS STATIS KAPAL STATIC GEAR DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KM PSP 0) The Static Stability of Static Gear Fishing Boat in Palabuhanratu

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum. 2.1.1 Defenisi Stabilitas Stabilitas adalah merupakan masalah yang sangat penting bagi sebuah kapal yang terapung dilaut untuk apapun jenis penggunaannya, untuk

Lebih terperinci

Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung

Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung 54 R. Pasaribu et al. / Maspari Journal 02 (2011) 54-62 Maspari Journal 02 (2011) 54-62 http://masparijournal.blogspot.com Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESAIN KAPAL PANCING TONDA DENGAN MATERIAL FIBERGLASS DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA

PENGEMBANGAN DESAIN KAPAL PANCING TONDA DENGAN MATERIAL FIBERGLASS DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 71-80 PENGEMBANGAN DESAIN KAPAL PANCING TONDA DENGAN MATERIAL FIBERGLASS DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA Oleh: La Anadi 1*, Budhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ARIEF MULLAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL PK. NPL. G. 02. M BIDANG KEAHLIAN PROGRAM KEAHLIAN : PELAYARAN : NAUTIKA PERIKANAN LAUT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kajian Kecepatan Dan Kestabilan Pada Beberapa Bentuk Kapal Pukat Cincin (Small Purse-Seiner) Di Sulawesi Utara

Kajian Kecepatan Dan Kestabilan Pada Beberapa Bentuk Kapal Pukat Cincin (Small Purse-Seiner) Di Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(5): 165-170, Juni 2017 ISSN 2337-4306 Kajian Kecepatan Dan Kestabilan Pada Beberapa Bentuk Kapal Pukat Cincin (Small Purse-Seiner) Di Sulawesi Utara Study

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS DAN KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN PADA GELOMBANG BEAM SEAS SITI AISYAH FARHUM

KAJIAN STABILITAS DAN KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN PADA GELOMBANG BEAM SEAS SITI AISYAH FARHUM KAJIAN STABILITAS DAN KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN PADA GELOMBANG BEAM SEAS SITI AISYAH FARHUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL

6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL 211 6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL Berdasarkan hasil kajian dan uji coba hasil kajian mitigasi risiko, maka KPIH yang direkomendasikan untuk mengangkut benih ikan kerapu adalah KPIH Closed hull. Dimana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapal ikan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktifitas menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha

Lebih terperinci

This watermark does not appear in the registered version - 2 TINJAUAN PUSTAKA

This watermark does not appear in the registered version -  2 TINJAUAN PUSTAKA 22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Longline Nomura dan Yamazaki (1975) mengemukakan beberapa persyaratan teknis minimal dari kapal ikan yang berfungsi untuk operasi penangkapan, yakni : 1. Memiliki struktur

Lebih terperinci

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL BOUKE AMI (KM VARIA KARUNIA) DI GALANGAN KAPAL PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA DIDI JANUARDY

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL BOUKE AMI (KM VARIA KARUNIA) DI GALANGAN KAPAL PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA DIDI JANUARDY DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL BOUKE AMI (KM VARIA KARUNIA) DI GALANGAN KAPAL PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA DIDI JANUARDY DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Analisa Stabilitas Semi-submersible saat terjadi Kebocoran pada Column

Analisa Stabilitas Semi-submersible saat terjadi Kebocoran pada Column Analisa Stabilitas Semi-submersible saat terjadi Kebocoran pada Column P.C.Pamungkas a, I.Rochani b, J.J.Soedjono b a Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS, b Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan ITS

Lebih terperinci

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT Nurhasanah Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis, Indonesia Email: nurhasanah@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI

APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan Laporan Tugas Gambar Kurva Hidrostatik & Bonjean (Hydrostatic & Bonjean Curves)

Lembar Pengesahan Laporan Tugas Gambar Kurva Hidrostatik & Bonjean (Hydrostatic & Bonjean Curves) Lembar Pengesahan Laporan Tugas Gambar Kurva Hidrostatik & Bonjean (Hydrostatic & Bonjean Curves) Menyetujui, Dosen Pembimbing. Ir.Bmbang Teguh S. 195802261987011001 Mahasiswa : Dwiky Syamcahyadi Rahman

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN)

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN) KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN) ABSTRAK Shanty Manullang, Moch.Ricky Dariansyah*) * Dosen pada Program Studi

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KUALITAS STABILITAS KAPAL PAYANG PALABUHANRATU BERDASARKAN DISTRIBUSI MUATAN. Quality of Payang Boat and Stability

KUALITAS STABILITAS KAPAL PAYANG PALABUHANRATU BERDASARKAN DISTRIBUSI MUATAN. Quality of Payang Boat and Stability KUALITAS STABILITAS KAPAL PAYANG PALABUHANRATU BERDASARKAN DISTRIBUSI MUATAN Quality of Payang Boat and Stability Yopi Novita 1), Neni Martiyani 2) dan Reni Eva Ariyani 3) 1) Departemen PSP, FPIK, IPB,

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI Sarjito Jokosisworo*, Ari Wibawa Budi Santosa* * Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP ABSTRAK Mayoritas

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

3 KAJIAN DESAIN KAPAL

3 KAJIAN DESAIN KAPAL 3 KAJIAN DESAIN KAPAL 53 3.1. Pendahuluan 3.1.1. Latar Belakang. Schmid (196) mengatakan bahwa untuk mendesain sebuah kapal pukat cincin haruslah mempertemukan kebutuhan-kebutuhan umum sebagai berikut

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis pada Potensi Operasional Mesin Pengujian teknis pada potensi operasional mesin yang dilakukan pada mesin Dong Feng ZS 1100 terbagi menjadi dua bagian, yaitu saat

Lebih terperinci

Aulia Azhar Wahab, dkk :Rolling Kapal Pancng Tonda di Kabupaten Sinjai...

Aulia Azhar Wahab, dkk :Rolling Kapal Pancng Tonda di Kabupaten Sinjai... ROLLING KAPAL PANCING TONDA DI KABUPATEN SINJAI ROLLING OF TROLLING LINER ON SINJAI REGENCY 1) Aulia Azhar Wahab, 2) St. Aisjah Farhum, 2) Faisal Amir 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI

DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

UPN "VETERAN" JAKARTA

UPN VETERAN JAKARTA UPN "ETERAN" JAKARTA METODE SEDERHANA UNTUK MEMILIH JENIS LAMBUNG KAPAL KECIL (BOAT) SESUAI DENGAN FUNGSINYA BERDASARKAN PERTIMBANGAN STABILITAS YANG COCOK AGAR DAPAT MENGHINDARI KECELAKAAN DI LAUT Iswadi

Lebih terperinci

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG BAB 5 STABIITAS BENDA TERAPUNG 5. STABIITAS AWA Sebagai dasar pemahaman mengenai struktur terapung maka diperlukan studi mengenai stabilitas benda terapung. Kestabilan sangat diperlukan suatu struktur

Lebih terperinci

Design of purse seine-type steel vessels in PT. Crystal Cahaya Totabuan, North Sulawesi

Design of purse seine-type steel vessels in PT. Crystal Cahaya Totabuan, North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 3, No. 1, 19-25 (April 2015) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT Asosiasi Pengelola Sumber Daya Perairan Indonesia (Online submissions http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index)

Lebih terperinci

K.J. Rawson and E.C. Tupper, Basic Ship Theory, 5 th Edition, Volume 1 Hydrostatics and Strength, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2001.

K.J. Rawson and E.C. Tupper, Basic Ship Theory, 5 th Edition, Volume 1 Hydrostatics and Strength, Butterworth-Heinemann, Oxford, 2001. ITEM CAKUPAN MATERI 1 Pengertian kura hidrostatik & bonjean 2 Tabulasi kalkulasi kura hidrostatik & bonjean 3 Pengukuran dan pemasukan data setengah lebar kapal 4 Pengukuran dan pemasukan data setengah

Lebih terperinci

Studi tentang olengan bebas dan tahanan total kapal model uji di Laboratorium Kepelautan

Studi tentang olengan bebas dan tahanan total kapal model uji di Laboratorium Kepelautan Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 33-38, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Studi tentang olengan bebas dan tahanan total kapal model uji di Laboratorium Kepelautan A study on free

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR

PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci