KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL"

Transkripsi

1 KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL RULLY INDRA TARUNA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR

2 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka pemanfaatan sumberdaya ikan di laut, para nelayan menggunakan berbagai jenis kapal penangkap ikan yang berbeda baik ditinjau dari ukuran maupun dari bahan baku pembuatan kapal. Kapal-kapal tersebut kondisinya juga sangat beragam, dari yang bersifat tradisional sampai dengan yang memanfaatkan teknologi maju yang terus disesuaikan sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi itu sendiri. Demikian pula dengan alat tangkap yang digunakan kapal ikan itu terdiri dari yang sangat sederhana sampai dengan alat tangkap modern. Di samping itu, kegiatan perikanan merupakan suatu kegiatan ekonomi Sehingga usaha perikanan harus dapat dilakukan secara berkesinambungan dan lestari. Dalam upaya menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan kelangsungan usaha penangkapan ikan, Indonesia sudah bertekad untuk melaksanakan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Salah satu upaya implementasinya, antara lain menggunakan kapal penangkap ikan yang layak tangkap. Layak tangkap meliputi kesesuaian kapal dengan alat tangkap dan peralatan bantu penangkapan yang digunakan. Termasuk juga upaya-upaya yang dilakukan dalam mempertahankan 1

3 mutu ikan yang mencakup kondisi peralatan fasilitas pendinginan di dalam palkah ikan dan system penanganan atau pendinginan yang ada di kapal. Kapal ikan yang berfungsi sebagai kapal penangkap ikan telah sejak dahulu digunakan di indonesia untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan di laut. Kapal ikan tersebut merupakan salah satu aspek penting dalam operasi penangkapan ikan karena merupakan salah satu unit teknis yang mentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Keberhasilan tersebut dilihat dari seberapa banyak hasil tangkapan yang dibawa oleh kapal ikan saat kembali kepelabuhan perikanan dan bagaimana mutu atau kualitas dari hasil tangkapan tersebut. Oleh karena itu kemampuan kapal ikan untuk menampung hasiltangkapan menunjukan besar kecilnya kapasitas usaha penangkapan ikan dari kapal ikantersebut. Hingga saat ini, perhitungan kapasitas usaha penangkapan ikan dalam kaitanya dengan pengelolaan perikanan tangkap di Indonesiaselalu ditinjau berdasarkan ukuran Gross Tonage (GT) kapal. Hal inidikarenakan GT yang merupakan gambaran kapasitas dan daya muat kapal merupakanacuan untuk menghitung berbagai hal erkait dengan produktivitas dan kapasitas usaha penangkapan ikan.selain itu, banyak pengaturan kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia didasarkan atas besar kecilnya ukuran GT kapal ikan. 2

4 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kapal Perikanan Menurut Iskandar dan Novita (1997), kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah tempat bekerja dan sarana transportasi dan kapal ikan termasuk di dalamnya. Kapal ikan memiliki kekhususan sendiri disebakan bervariasinya kerja dan kegiatan yangdilakukan pada kapal tersebut. Kerja dan kegiatan pada kapal ikan meliputi antara lain mencari daerah penangkapan ikan (fishing ground), mengoprerasikan alat, mengejar ikan, dan sebagai wadah hasiltangkapan ikan dari kapal tersebut. Menurut Nomuradan Yamazaki (1975), persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi penangkapan salah satunya adalah memiliki fasilitas untuk penyimpanan. Fasilitas untuk penyimpanan ini pun juga merupakan ciri khas yang membedakan kapal ikandengan jenis kapal lainnya. Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu denganfasilias ruang pendingin, ruang pembekuan atau dengan es adalah untuk menghindari pengruh luar yang akan menurunkan mutu ikan. Ditambahkan pula olehfyson (1985), cara penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan merupakan salah satu faktor yang mempengauhi desain suatu kapal ikan. Dalam rangka menjamin keberhasilan operasional kapal penangkapan ikan, perlu dilakukan upaya peningkatan dalam pengawasan terhadap alat kelengkapan yang ada. 3

5 Adapun macam pengertian dan batasan kapal perikanan, yakni : 1. Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkut ikan pengolah ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan. 2. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan, termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan. 3. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan, termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan. 4. Satuan armada penangkapan ikan adalah kelompok kapal perikanan yang dipergunakan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang bermigrasi dan dioperasikan dalam satu kesatuan sistem operasi penangkapan atau dalam satu kesatuan manajemen usaha, yang terdiri dari kapal penangkap ikan, kapal pembantu penangkap ikan, dan kapal pengangkut ikan, atau kelompok kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan dalam satu manajemen usaha penangkapan ikan. 4

6 2.2 Klasifikasi Kapal Perikanan Klasifikasi berdasarkan Statistik Perikanan Indonesia Berdasarkan statistik perikanan tangkap Indonesia kategori dan ukuran perahu/kapal perikanan untuk setiap jenis alat tangkap dibedakan berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu : 1) perahu tanpa motor (non-powered boat) dan perahu/ kapal (powered boat), seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Kategori dan ukuran perahu/ kapal. 5

7 2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan FAO (Food and Agriculture Organization) Sesuai dengan Standar International Klasifikasi Statistik Kapal Perikanan (International Standard Statistical Classification of Fishing Vessels, ISSCFV FAO 1985), kapal perikanan terbagi atas 2 (dua) jenis kapal perikanan, yakni : 1. Jenis kapal penangkap ikan, dan 2. Jenis kapal bukan penangkap ikan (kapal perikanan lainya). Jenis kapal penangkap ikan terbagi atas 11 (sebelas) tipe kapal dan kapal perikanan lainya terbagi atas 7 (tujuh) tipe kapal. Klasifikasi kapal dengan menggunakan singkatan standar dan kode ISSCFV sesuai dengan Standar International Klasifikasi Statistik Kapal Perikanan, seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi kapal perikanan. 6

8 7

9 2.3 Gross Tonage (GT) Definisi Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, GT kapal adalah satuan volume kapal. Selanjutnya menurut International Convention on Tonnage Measurement of ship (1969), GT kapal adalah besaran yang menggambarkan volume bangunan diatas dek dan bangunan dibaah dek serta merupakan ukuran kapal secara keseluruhan dengan memperhitungkan jumlah isi semua ruangan-ruangan tertutup. Menurut fyson (1985), GT kapal adalah hasil perkalian majemuk antara ukuran-ukuran utama (principal dimensions) kapal serta menggambarkan kapasitas kapal. Selain itu Nomura dan Yamazaki (1975), menyebutkan bahwa GT kapal adalah besaran yang menggambarkan kapasitas kapal karena hubunganya dengan daya muat kapal. Selanjutnya ditambahkan pula menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, bahwa GT kapal adalah satuan total volume kapal yang diukur berdasarkan ukuran-ukuran utama kapal baik diatas dek maupun dibawah dek. 8

10 2.3.2 Formulasi Menurut Nomura dan Yamazaki (1975), GT kapal diperoleh dan ditentukan sesuai dengan rumus sebagai berikut: GT = (A+B) x 0,353 Ketetangan : A B : Volume bangunan kedap air diatas dek; dan : Volume bangunan kedap air dibawah dek. Menurut Fyson (1985) menyebutkan bahwa GT kapal diperoleh dan ditentukan dengan rumus sebagai berikut: GT = α + β Keterangan : α : L x B x D x 0,353 β :Lwl x Bwl x D x 0,353 x Cb 2.4 Terminologi Dimensi Utama Kapal Menurut Fyson(1985), kapal perikanan mempunyai bentuk tiga dimensi dengan panjang (L), lebar (B), dan dalam (D) atau yang biasa disebut dimensi utama (Main Dimension). Dimensi utama ini diperlukan untuk menentukan volume, 9

11 kapasitas kapal, stabilitas serta perhitungan lainya. Adapun definisi dari dimensi utama kapal adalah sebagai berikut (Gambar 1 dan 2) : 1. Panjang (L) kapal adalah jarak horizontal, diukur mulai dari titik terdepan dari tinggi depan sampai dengan titik terbelakang atau LOA (Length Over All). Selain LOA, panjang yang kedua adalah L wl (Length of Water Line) yaitu panjang badan kapal pada batas air tertinggi yang setara dengan tinggi draft maksimum. Panjang ketiga adalah L pp (Length of Perpendicular) yaitu panjang badan kapal antara dua garis tegak AP dan FP. Panjang keempat adalah panjang geladak utama kapal diukur dari geladak utama dibelakang tinggi haluan hingga geladak utama di depan tinggi buritan (Gambar 1); 2. Lebar (B) kapal adalah lebar kapal diukurdari sisi laur kulit luar pada lebar yang terlebar dari kapal umumnya terdapat pada bagian tengah kapal (mindship); 10

12 3. Dalam (D) kapal diukur dari mulai dek terendah hingga kebagian badan kapal terbawah; dan 4. Draf (d) tinggi kapal pada sarat airtertinggi yangdiukur dari badan kapal terbawah dan umumnya tepat di bagiantengah kapal Koefisien Balok (Coefficient of Block) Menurut Nomura dan Yamazaki (1975), Koerisien balok (Coefficent of Block) atau Cb merupakan salah satu koefisien kegemukan kapal (Coefficent of Fineness) yang dapat menunjukan bentuk badan kapal (Gambar 3). 11

13 Nilai Cb akan sangat berpengaruhterhadap hasilpengukuran volume dibawah geladak. Hal ini disebabkan karenauntuk mengukur volume kapaldi bawah geladak sangat tergantung dari bentuk badan kapal yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iskandar dan Pujiati (1995) menyebutkan bahwa kapal ikan yang mengoperasikan alat statis memiliki kisaran nilai Cb antara 0,58 0,67. Selanjutnya nilai Cb dapat dihitung menggunakan rumus praktis sebagai berikut : 2.5 Aturan Simpson (Simpson s Rule) Fyson (1985) menyebutkan bahwa Simpson s Rule digunakan untuk mendapatkan Waterplane Area (Aw) yang menunjukkan luas area kapal pada garis air (Waterline) atau WL tertentu secara horizontal-longitudinal dan nilai volume displancement kapal yang menujukkan volume atau kapasitas kapal dibawah garis air (WL). (Gambar 4 dan 5). 12

14 Selanjutnya luas area kapal dapat dihitung menggunakan rumus praktis sebagai berikut : Luas area = h/3 (Y 0 + 4Y 1 + 2Y Y n + Y n+1 ) Untuk menghitung volume displancement kapal dapat digunakan rumus praktis sebagai berikut : = h/3 (A 0 + 4A 1 + 2A A n + A n+1 ) 13

15 PENGUKURAN KAPAL PERIKANAN 3.1 Teknis Kapal perikanan memiliki dimensi/ ukuran utama dan koefisien bentuk kapal, yang tergantung dari peruntukannya sehingga mempengaruhi karakteristik konstruksi kapal Gambar Desain Kapal Umumnya bangunan konstruksi kapal yang didaftar dengan tanda kelas dalam klasifikas Indonesia telah dilengkapi gambar desain kapal, antara lain : 1. Gambar rancang garis (lines plan) Gambar 6. Gambar rancangan garis (lines plan) 14

16 2. Gambar rancana umum (general arrangement) Gambar 7. Gambar rancana umum (general arrangement) 15

17 3. Gambar konstruksi profil (profile construction) Gambar 8. Gambar Konstruksi profil (profile construction) 16

18 4. Gambar penampang melintang atau gading besar (midship section) Gambar 9. Gambar penampang melintang atau gading besar (midship section) Dimensi/ Ukuran Utama Kapal Untuk mengukur dimensi utama kapal, sebaiknya bangunan konstruksi kapal dalam keadaan lunas rata (even keel) dan diupayakan bangunan konstruksi kapal berada di atas galangan kapal. Hal ini disebabkan untuk memudahkan pengukuran panjang garis air dan panjang garis tegak kapal serta kedalaman kapal yang berada di 17

19 bawah permukaan air laut. Adapun pengertian teknis mengenai dimensi/ ukuran utama dan koefisien bentuk kapal adalah sebagai berikut : a. Panjang kapal 1. Panjang seluruh kapal (Length over all, Loa) adalah jarak mendatar antara ujung depan linggi haluan sampai dengan ujung belakang linggi buritan kapal. 2. Panjang garis geladak kapal (Length deck line, Ldl) adalah jarak mendatar antara sisi depan linggi haluan sampai dengan sisi belakang linggi buritan yang diukur pada garis geladak utama atau geladak kekuatan. 3. Panjang garis air kapal (Length water line, Lwl) adalah jarak mendatar antara sisi belakang linggi haluan sampai dengan sisi depan linggi buritan, yang diukur pada garis air muatan penuh. 4. Panjang garis tegak kapal (Length between perpendicular, Lbp) adalah jarak mendatar antara garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan/ sumbu poros kemudi kapal, yang diukur pada garis air muatan penuh. 5. Panjang kapal (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal, p) adalah panjang yang diukur pada 96 % dari panjang garis air dengan sarat 85 % dari ukuran dalam terbesar yang terendah diukur dari sebelah atas lunas, atau panjang garis air tersebut diukur dari linggi haluan sampai ke sumbu poros kemudi, apabila panjang ini yang lebih besar. 18

20 Gambar 10. Mengukur panjang kapal b. Lebar kapal 1. Lebar maksimum kapal (Breadth maximum, Bmax) adalah jarak mendatar antara sisi-sisi luar dari pisang-pisang atau fender kapal, yang diukur pada lebar kapal terbesar. 2. Lebar garis geladak kapal (Breadth deck line, Bdl atau Breadth moulded, Bmld) adalah jarak mendatar antara sisi-sisi luar kulit kapal, yang diukur pada garis tepi geladak dan dipertengahan panjang garis tegak kapal. 3. Lebar garis air kapal (Breadth water line, Bwl) adalah jarak mendatar antara sisisisi luar kulit kapal, yang diukur pada garis muatan penuh dan dipertengahan panjang garis tegak kapal. 19

21 Gambar 10. Mengukur lebar kapal c. Tinggi kapal 1. Tinggi maksimum kapal (Height atau Depth maximun, Hmax atau Dmax) adalah jarak vertikal atau tegak antara garis dasar/ garis sponeng bawah sampai dengan garis atau sisi atas pagar kapal, yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal. 2. Tinggi kapal atau tinggi geladak kapal (Height, H atau Depth, D) adalah jarak vertikal atau tegak antara garis dasar/ garis sponeng bawah sampai dengan garis atau sisi atas geladak pada garis tepi geladak utama, yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal. 20

22 3. Sarat air kapal (Draught atau draft, d) adalah jarak vertikal/ tegak antara garis dasar sampai dengan garis air muatan penuh atau tanda lambung timbul kapal untuk garis muat musim panas, yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal. Gambar 11. Mengukur tinggi atau dalam kapal Gambar 12. Mengukur sarat air kapal 21

23 3.1.3 Koefisien bentuk kapal 1. Koefisien balok (Block coefficient, Cb) Koefisien balok adalah nilai perbandingan antara volume badan kapal yang berada dibawah permukaan air dengan volume balok yang membatasinya atau yang dibentuk oleh panjang, lebar dan tinggi balok. Gambar 13. Penentuan koefisien balok Adapun formula untuk menghitung koefisien balok (Cb) badan kapal yang berada dibawah air adalah : Keterangan : Cb = Koefisien balok kapal = Volume displacement kapal (m3) Lwl = Panjang garis air kapal (m) 22

24 Bwl = Lebar garis air kapal (m) d = Sarat air kapal (m) 2. Koefisien gading besar (Midship coefficient, Cm) Koefisien gading besar adalah nilai perbandingan antara luasan penampang gading yang berada di bawah permukaan air dengan luas penampang empat persegi panjang yang membatasinya atau yang dibentuk oleh lebar dan tinggi empat persegi panjang. Adapun formula untuk menghitung koefisien gading besar (Cm) luasan penampang gading yang berada di bawah permukaan air adalah : Keterangan : Cm = Koefisien gading besar kapal Am = Luasan penampang gading besar (m2) Bwl = Lebar garis air kapal (m) d = Sarat air kapal (m) Gambar 14. Penentuan koefisien balok 23

25 3. Koefisien garis air (Water iine coefficient, Cwl) Koefisien garis air adalah nilai perbandingan antara luasan penampang garis air dengan luas penampang empat persegi panjang yang membatasinya atau yang dibentuk oleh panjang dan lebar empat persegi panjang. Gambar 15. Penentuan koefisien garis air Adapun formula untuk menghitung koefisien garis air (Cwl) luasan penampang garis air adalah : Keterangan : Cw = Koefisien garis air Aw = Luasan penampang garis air (m2) Lwl = Panjang garis air kapal (m) Bwl = Lebar garis air kapal (m) 24

26 4. Koefisien Prismatik (Prismatic Coefficient, Cp) a) Koefisien prismatik memanjang (longitudinal prismatic coefficient : Cpl) adalah nilai perbandingan antara volume badan kapal yang berada dibawah permukaan air dengan volume prisma yang membatasinya kearah memanjang kapal atau yang dibentuk oleh luas penampang gading besar dan panjang prisma. Adapun formula untuk menghitung koefisien prismatik (Cpl) badan kapal yang berada dibawah permukaan air secara memanjang adalah : atau Keterangan : Cpl = Koefisien prismatik memanjang kapal = Volume displacement (m3) Am = Luasan penampang gading besar (m2) Lwl = Panjang garis air kapal (m) Cb = Koefisien balok Cm = Koefisien gading besar b) Koefisien prismatik melintang (Vertical Prismatic Coefficient, Cpv) adalah nilai perbandingan antara volume badan kapal yang berada dibawah permukaan air dengan volume prisma yang membatasinya kearah melintang kapal atau yang dibentuk oleh luas penampang garis air dan tinggi prisma. 25

27 Adapun formula untuk menghitung koefisien prismatik (Cpv) badan kapal yang berada dibawah permukaan air secara melintang adalah : atau Keterangan : Cpv = Koefisien prismatik melintang kapal = Volume displacement kapal (m3) Aw = Luasan penampang garis air (m2) d = Sarat air kapal (m) Cb = Koefisien balok Cw = koefisien garis air 3.2 Besaran Kapal Terdapat beberapa cara dalam menentukan besaran kapal perikanan, diantaranya sebagai berikut : 1. Volume displacement kapal Volume displacement kapal merupakan volume badan kapal yang berada di bawah permukaan air, dimana besaran yang dihasilkan merupakan hasil perkalian panjang, lebar, tinggi sarat air (pada garis air muat penuh) dengan koefisien balok (block coefficient, Cb) 2. Displacement kapal 26

28 Displacement kapal merupakan volume kapal apabila kapal berlayar di perairan dalam hal ini perairan laut, yang dihasilkan dari perkalian antara Volume displacement dengan berat jenis air laut 3. Tonnage atau Gross Tonnage (GT) kapal Pengukuran besaran volume kapal perikanan dilakukan pada bagian ruangan ruangan yang tertutup dan dianggap kedap air yang berada di dalam kapal dan dinyatakan dalam Gross Tonnage kapal dengan menggunakan satuan Register Tonnage (1 RT = 100 ft3 = 2,8328 m3). Volume ruangan tertutup dalam kapal terdiri dari volume ruang tertutup yang terdapat di bagian atas dan bawah dari geladak utama. Dimana geladak utama kapal adalah geladak kapal yang menyeluruh dari haluan sampai buritan kapal, yang dianggap sebagai geladak kekuatan kapal. Sebagian besar kapal perikanan memiliki 1 (satu) geladak kapal, maka geladak utama sama dengan geladak kekuatan kapal. Bangunan di atas kapal (super structure) merupakan bangunan kapal yang terletak di atas geladak utama dan mempunyai lebar bangunan atas sama dengan moulded kapal. Apabila lebar bangunan atas lebih kecil dari 96 % lebar moulded kapal, maka bangunan di atas geladak utama dianggap sebagai rumah geladak (deck house). 27

29 Gambar 16. Ruangan tertutup di bawah geladak utama 28

30 Gambar 17. Ruangan tertutup di atas geladak utama 29

31 Sesuai dengan International Convention on Tonnage Measurment of Ship, TMS 1969, maka menentukan tonnage atau gross tonnage kapal dilakukan dilakukan dengan formula sebagai berikut : a) Panjang seluruh kapal kurang dari sama dengan 24 meter ( 24 m) Metode pengukuran dalam negeri berdasarkan TSM 1969 digunakan bagi kapal yang memiliki panjang seluruh kapal (Loa) kurang dari sama dengan 24 meter ( 24 m). Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal metode pengukuran dalam negeri (*) adalah sebagai berikut : Keterangan : GT = Gross Tonnage atau tonase kotor (RT) 0,25 = faktor V = Volume ruang tertutup yang berada dalam kapal (m3) V1 = Volume ruangan di bawah geladak utama (m3) V2 = Volume ruangan di atas geladak utama (m3) a.1) Ruangan tertutup di bawah geladak Keterangan : V1 = Volume ruangan di bawah geladak utama (m3) 30

32 Ldl = Panjang (m), diperoleh dengan dengan mengukur jarak mendatar antara titik temu sisi luar kulit lambung dengan linggi haluan dan linggi buritan pada ketinggian geladak atas pada bagian sebelah atas dari rimbat tetap Bdl = Lebar (m), diperoleh dengan mengukur jarak mendatar antara kedua sisi luar kulit lambung pada bagian kapal yang terlebar, tidak termasuk pisang-pisang D = Tinggi (m), diperoleh dengan mengukur jarak tegak lurus ditengah-tengah lebar pada bagian kapal yang terlebar dari sebelah bawah alur lunas sampai bagian bawah geladak atau samapai garis melintang kapal yang ditarik melalui kedua sisi atas rimbat tetap F = Faktor a) 0,85 = bagi kapal-kapal dengan bentuk dasar rata, secara umum digunakan bagi kapal tongkang. b) 0,70 = bagi kapal-kapal dengan bentuk dasar agak miring dari tengah ke sisi kapal, secara umum digunakan bagi kapal motor. c) 0,50 = bagi kapal-kapal yang tidak termasuk golongan (a) dan (b), secara umum bagi kapal layar atau kapal layar motor. 31

33 Gambar 18. Volume tertutup di bawah geladak utama a.2) Ruangan tertutup di atas geladak Keterangan : V2 = Volume ruangan di atas geladak utama (m3) l = Panjang ruangan (m), diukur hingga kesebelah dalam kulit atau plat dingding (*) b(r) = Lebar rata-rata (m), diukur hingga kesebelah dalam kulit atau plat dingding (*) d(r) = Tinggi rata-rata (m), tinggi ruang bangunan atas diukur dari sebelah atas geladak sampai sebelah bawah geladak diatasnya; tinggi kepala palkah diukur dari sebelah bawah geladak sampai sebelah bawah tutup kepala palkah (*) Gambar 19. Volume tertutup di atas geladak utama 32

34 Catatan Umumnya ruangan tertutup di atas geladak utama terdiri dari : a. Ruangan di depan kapal : akil (fore castle), b. Ruangan di tengah kapal : anjungan (bridge), c. Ruangan di belakang kapal : kimbul (poop), d. Ruangan tutup palka (muatan, gudang dan motor atau mesin), e. Ruangan yang berbentuk balok atau kotak mempunyai koefisien balok :Cb = 1,00 f. Ruangan di bawah geladak terpenggal, baik yang berada di haluan maupun di buritan kapal dan mengikuti kelengkungan bentuk kapal, maka koefisien baloknya sama dengan koefisien balok kapal. Note : Tonase bersih (NT) ditetapkan sebesar 30 % dari Tonase Kotor (GT) atau dalam bentuk rumus sebagai berikut : b) Panjang seluruh kapal lebih besar dari 24 meter ( 24 m) Metode pengukuran internasional berdasarkan TSM 1969 digunakan bagi kapal yang memiliki panjang seluruh kapal (Loa) lebih besar dari sama dengan 24 meter (> 24 m). Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal metode pengukuran dalam negeri (*) adalah sebagai berikut : 33

35 Keterangan : GT = Gross Tonnage atau tonase kotor k = koefisien k = 0,2 + 0,02 log102 atau menggunakan tabel koefisien : k fung dari volume ruangan tertutup :v, seperti terlihat pada tabel 3. V = Volume ruang tertutup yang berada dalam kapal (m3) V1 = Volume ruangan di bawah geladak utama (m3) V2 = Volume ruangan di atas geladak utama (m3) Tabel 3. Koefisien : k Untuk mengukur tonnage/ gross tonnage (GT) dengan formula internasional 34

36 b.1) Ruangan tertutup di bawah geladak Definisi satuan dalam pengukuran dimensi kapal untuk ruangan tertutup di bawah geladak adalah sebagi berikut : Panjang geladak ukur (m), diperoleh dengan dengan mengukur jarak mendatar pada tengah-tengah lebar kapal antara titik temu bagian bawah geladak ukur dengan bagian dalam linggi haluan dan linggi buritan pada kapal yang terbuat dari bahan logam dan fibreglass (sisi luar kulit lambung denga nlinggi haluan dan linggi buritan pada kapal yang terbuat dari bahan selain logam dan fibreglass). Lebar penampang (m), digunakan untuk menghitung luas penampang melintang diukur samapi kegaris acuan (bagian luar) gading-gading untuk kapal-kapal yang kulitnya terbuat dari logam atau fiberglass dan sampai ke permukaan luar badan kapal untuk kapal yang kulitnya terbuat dari bahan selain logam atau fiberglass. Tinggi penampang melintang (m), dengan mengukur jarak tegak lurus pada tengah-tengah lebar kapal dari sebelah bawah geladak ukur sampai sebelah atas bagian dasar lunas pada kapal yang dibangun dari logam atau fiberglass dan samapai sebelah bawah alur lunas pada kapal yang dibangun dari selain logam atau fiberglass. Lengkung geladak ditetapkan dengan mengukur jarak tegak lurus pada tengahtengah lebar kapal dari sebelah bawah geladak sampai garis melintang yang 35

37 menghubungkan titik potong bagian bawah geladak dengan sisi bagian dalam kulit pada kedua sisi lambung. Tinggi lengkung geladak dikoreksi dengan memperhatikan bentuk lengkung geladak sebagai berikut : a. Dikurangi 1/3 tinggi lengkung geladak jika geladak melengkung searah melintang kapal atau jika geladak sebagian melengkung dan sebagian lagi miring lurus; Gambar 20. Lengkung geladak miring b. Dikurangi. tinggi lengkung geladak jika lengkung geladak berbentuk segitiga; Gambar 21. Lengkung geladak berbentuk segitiga 36

38 c. Pengurangan untuk lengkung geladak yang berbentuk trapezium dihitung dengan rumus : Gambar 22. Lengkung geladak berbentuk trapesium Keterangan : a = tinggi lengkung geladak (m) b = lebar bagian geladak yang mendatar (m) B = lebar teratas penampang melintang (m) Adapun Pengukuran dan perhitungan volume ruangan dibawah geladak ukur dilakukan dengan geladak ukur sebagai berikut : - Geladak ukur dibagi sejumlah bagian yang jaraknya sama berdasarkan panjang geladak ukur sebagai berikut : Panjang sampai dengan kurang dari 15 meter dibagi 4 15 meter sampai dengan kurang dari 30 meter dibagi 6 37

39 30 meter sampai dengan kurang dari 45 meter dibagi 8 45 meter sampai dengan kurang dari 60 meter dibagi meter sampai dengan kurang dari 75 meter dibagi meter sampai dengan kurang dari 90 meter dibagi meter sampai dengan kurang dari 105 meter dibagi meter sampai dengan kurang deari 120 meter dibagi meter atau lebih dibagi 20 Dua bagian terakhir di haluan dan buritan masing-masing dibagi 2 (dua) yang jaraknya sama panjang. - Pada setiap posisi titik bagi, termasuk kedua titik ujung dari panjang geladak ukur diambil penampang melintang tegak lurus pada bidang tengah, sejajar dengan sekatsekat melintang kapal atau gading-gading dan diberi nomor urut mulai dari depan ke belakang. - Tinggi sebagaimana dimaksud dalam dari setiap penampang melintang dibagi menjadi sejumlah bagian yang jaraknya sama berdasarkan tinggi penampang melintang, sebagai berikut : Tinggi sampai dengan 6 meter dibagi 5; Tinggi lebih dari 6 meter dibagi 7 Bagian paling bawah dari pembagian tinggi tersebut dibagi 2 (dua) yang jaraknya sama panjang. 38

40 - Pada setiap posisi titik bagi, termasuk titik paling bawah dan titik paling atas dari tinggi penampang melintang diambil ukuran lebar dan diberi nomor urut, dimulai dari bawah ke atas. - Luas penampang melintang dihitung sebagai berikut : Lebar pertama dikalikan faktor 0,5; Lebar kedua dikalikan faktor 2; Lebar ketiga dikalikan faktor 1,5; Lebar lainnya yang bernomor genap dikalikan faktor 4 dan yang bernomor ganjil dikalikan faktor 2; Lebar teratas dikalikan faktor 1. Luas penampang melintang diperoleh dengan mengalikan sepertiga dari jarak titik bagi tinggi dengan jumlah hasil perkalian lebarlebar tersebut atau ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut : Luas penampang melintang = Catatan : Jt = jarak titik bagi tinggi ; dan ΣA = jumlah hasil perkalian lebar-lebar dengan faktor tersebut - Perhitungan luas penampang untuk kapal dengan konstruksi dasar yang tidak seperti biasa dilakukan dengan membagi menjadi beberapa bagian. - Volume ruangan dibawah geladak ukur dihitung sebagai berikut : 1) Panjang geladak ukur dibagi 4 (empat) bagian; 39

41 Luas penampang nomor 1, 1., 2, 2 1/2, 3, 3., 4, 4., dan 5 secara berurut dikalikan dengan faktor., 2, 1, 2, 1, 2, 1, dan.. 2) Panjang geladak ukur dibagi 6 (enam) bagian : Luas penampang nomor 1, 1., 2, 2., 3, 4, 5, 5., 6, 6. dan 7 secara berurut dikalikan dengan faktor., 2, 1, 2, 1., 4, 1., 2, 1, 2 dan.. 3) Panjang geladak ukur dibagi 8 (delapan) bagian : Luas penampang nomor 1, 1., 2, 2. dan 3 secara berurut dikalikan dengan faktor., 2, 1, 2, 1., luas penampangpenampang bagian akhir yaitu nomor 7, 7., 8, 8. dan 9 secara berurut dikalikan dengan faktor 1., 2, 1, 2, 1/2, luas penampang lainnya yang bernomor genap dikalikan dengan faktor 4, yang bernomor ganjil dikalikan dengan faktor 2. 4) Panjang geladak ukur dibagi 10 (sepuluh) bagian atau lebih : Ketentuan tersebut pada huruf g.3) berlaku untuk panjang geladak ukur yang dibagi 10 bagian atau lebih dengan mengganti nomor penampang-penampang bagian akhir sesuai jumlah pembagian geladak. Volume ruangan dibawah geladak ukur diperoleh dengan mengalikan sepertiga jarak antara titik-titik bagi dari panjang geladak ukur dengan jumlah perkalian luas penampangpenampang sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf g angka 1), 2), 3) dan 4) atau ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut: Volume ruangan dibawah geladak ukur = 40

42 Catatan : Jp = jarak titik bagi panjang geladak ukur penggal ΣLp = jumlah hasil perkalian luas penampang-penampang melintang dengan faktorfaktor dimaksud pada butir 1 huruf g 1), 2), 3) dan 4). b.2) Ruangan tertutup di atas geladak Keterangan : V2 = Volume ruangan di atas geladak utama (m3) l = Panjang ruangan (m), diukur hingga kesebelah dalam kulit atau plat dingding (*) b(r) = Lebar rata-rata (m), diukur hingga kesebelah dalam kulit atau plat dingding (*) d(r) = Tinggi rata-rata (m), tinggi ruang bangunan atas diukur dari sebelah atas geladak sampai sebelah bawah geladak diatasnya; tinggi kepala palkah diukur dari sebelah bawah geladak sampai sebelah bawah tutup kepala palkah (*) Gambar 23. Volume tertutup di bawah dan atas geladak utama 41

43 KESIMPULAN Dengan adanya identifikasi mengenai kapal perikanan yang teliti serta akurat akan memberikan kemudahan untuk pengenalan dan pengkajian teknis mengenai kelaik lautan dan kelaik tangkapanya sesuai dengan alat tangkap ikan yang akan dioperasikan oleh sebuah kapal perikanan. Sehingga pemanfaatan sumbedaya perikanan dapat berlangsung secara berkesinambungan dan bertanggung jawab, serta terjaminya kelestarian sumberdaya perikanan. 42

44 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kelautan dan Perikanan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 Tahun 2002 tentang Perizinan Usaha Perikanan, Jakarta Departemen Perhubungan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 6 Tahun 2005 tentang Pengukuran Kapal, Jakarta Mulyanto, RB dan Syahasta Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap Kapal Perikanan (Fishing Vessel). Balai Pengembangan Perikanan Tangkap Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan, Semarang Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Jakarta Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Jakarta Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Jakarta Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 Tentang Pengelolaan Sumberdaya alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Jakarta

45 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. Jo. No. 141 Tahun 2000, Jakarta Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, Jakarta Purbayanto, Ari, Wisudo H, Sugeng, Iskandar, B.H, dan Novita, Y kajian Teknis Kemungkinan pengalihan Pengaturan perijinan dari GT menjadi Volume Palkah Pada Kapal Ikan, (makalah disampaikan pada Semiloka: Pradigma Baru Pengelohan Perikan yang Bertanggungjawab Dalam Rangka Mewujudkan Kelestarian Sumberdaya dan Manfaat Ekonomi Maksimal di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor. Fyson, J Desing of Small Fishing Vessels. Fising News LTD. London. England. Iskandar, B.H. dan Pujiati, S Keragaan Teknis Kapal Perikanan dibeberapa wilayah Indonesia. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. Bogor. Iskandar, B.H. dan Novita, Y Penuntun Praktikum Kapal Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. Bogor. Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1990 Tentang Pengesahaan Internasional Convention on Tonnage Measurement of Ship

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL PK. NPL. G. 02. M BIDANG KEAHLIAN PROGRAM KEAHLIAN : PELAYARAN : NAUTIKA PERIKANAN LAUT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

PEDOMAN PEDOMAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

PEDOMAN PEDOMAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN PEDOMAN TRANSPORTASI SUNGAI DAN DANAU PEDOMAN BONGKAR MUAT DI PELABUHAN SUNGAI DAN DANAU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KATA PENGANTAR Konsep Pedoman di Bidang Transportasi

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI Sarjito Jokosisworo*, Ari Wibawa Budi Santosa* * Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP ABSTRAK Mayoritas

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 99,5 +,98, m. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x (Lwl + Lpp),5 x (, + 99,5),5

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN )

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) C.. PERHITUNGAN DASAR A. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 5.54 + % x 5.54 7.65 m B. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x ( Lwl + Lpp

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN )

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) MT LINUS 90 BRT LINES PLAN BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ). PERHITUNGAN DASAR. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 07,0 + % x 07,0 09, m. Panjang Displacement (L Displ) L Displ

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017 ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal 265-276 Disetujui: 19 September 2017 BENTUK KASKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS VOLUME RUANG MUAT DAN TAHANAN KASKO

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 9,5 + % x 9,5 5, m A.. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x ( Lwl + Lpp ),5 x (5, +

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + 2 % x Lpp Lwl 3,00 + 2 % x 3,00 Lwl 5,26 m A.2. Panjang Displacement (L.Displ) L Displ 0,5

Lebih terperinci

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT Nurhasanah Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis, Indonesia Email: nurhasanah@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MV EL-JALLUDDIN RUMMY GC 3250 BRT BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

TUGAS AKHIR MV EL-JALLUDDIN RUMMY GC 3250 BRT BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + 2 % x Lpp Lwl 6, + 2 % x 6, Lwl 8,42 m A.2. Panjang Displacement (L.Displ) L Displ 0,5 x (Lwl

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ARIEF MULLAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Diterima: 7 Januari 2009; Disetujui: 20 November 2009

Diterima: 7 Januari 2009; Disetujui: 20 November 2009 KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL IKAN DI PPI MUARA ANGKE JAKARTA UTARA DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA Dimension Appropriatness of Some Construction Parts of Woodden Fishing

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 81-86, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + ( % x Lpp) 6, + ( % x,6) 8,8 m A.. Panjang Displacement (L Displ) untuk kapal berbaling-baling

Lebih terperinci

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN UKURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU NELAYAN DI PELABUHAN NELAYAN (PN) GRESIK MENGGUNAKAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI)

STUDI KELAYAKAN UKURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU NELAYAN DI PELABUHAN NELAYAN (PN) GRESIK MENGGUNAKAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI) STUDI KELAYAKAN UKURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU NELAYAN DI PELABUHAN NELAYAN (PN) GRESIK MENGGUNAKAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI) Oleh : Abdur Rachman 4108.100.111 Dosen Pembimbing : M. Nurul Misbah,

Lebih terperinci

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 2.1 Pendahuluan 2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan. Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS BAB II A. PERHITUNGAN DASAR A.1. Panjang Garis Muat ( LWL ) LWL = Lpp + 2 % Lpp = 78,80 + ( 2%x 78,80 ) = 80,376 m A.2. Panjang Displacement untuk kapal Baling baling Tunggal (L displ) L displ = ½ (LWL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran dimensi dan geometri bentuk kapal longline yang diteliti dilakukan di Cilacap pada bulan November. Setelah pengukuran dimensi dan geometri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun

Lebih terperinci

PENGARUH ELEMEN BANGUNAN KAPAL TERHADAP KOREKSI LAMBUNG TIMBUL MINIMUM

PENGARUH ELEMEN BANGUNAN KAPAL TERHADAP KOREKSI LAMBUNG TIMBUL MINIMUM PENGARUH ELEMEN BANGUNAN KAPAL TERHADAP KOREKSI LAMBUNG TIMBUL MINIMUM Daeng PAROKA 1 dan Ariyanto IDRUS 1 1 Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 53-61, Desember 2010 KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER St. Aisyah

Lebih terperinci

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008 1 DESAIN KAPAL IKAN FIBREGLASS BANTUAN KORBAN TSUNAMI DI PERAIRAN PANGANDARAN, JAWA BARAT IPAN MUHAMMAD SUPANJI SKRIPSII DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara)

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 63-68, Desember 2012 Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Study on the

Lebih terperinci

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR Prasetyo Adi Dosen Pembimbing : Ir. Amiadji

Lebih terperinci

Design of purse seine-type steel vessels in PT. Crystal Cahaya Totabuan, North Sulawesi

Design of purse seine-type steel vessels in PT. Crystal Cahaya Totabuan, North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 3, No. 1, 19-25 (April 2015) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT Asosiasi Pengelola Sumber Daya Perairan Indonesia (Online submissions http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index)

Lebih terperinci

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG BAB 5 STABIITAS BENDA TERAPUNG 5. STABIITAS AWA Sebagai dasar pemahaman mengenai struktur terapung maka diperlukan studi mengenai stabilitas benda terapung. Kestabilan sangat diperlukan suatu struktur

Lebih terperinci

Oleh : Febriani Rohmadhana. Pembimbing : Ir. Hesty Anita Kurniawati, M.Sc. Selasa, 16 Februari

Oleh : Febriani Rohmadhana. Pembimbing : Ir. Hesty Anita Kurniawati, M.Sc. Selasa, 16 Februari Analisis Teknis dan Ekonomis Konversi Landing Craft Tank (LCT) Menjadi Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tipe Ro-ro untuk Rute Ketapang (Kabupaten Banyuwangi) Gilimanuk (Kabupaten Jembrana) Oleh : Febriani

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumberdaya Alam

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumberdaya Alam 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumberdaya Alam Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas

Lebih terperinci

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN IRAWAN ALHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN SURAT TUGAS

HALAMAN JUDUL HALAMAN SURAT TUGAS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN SURAT TUGAS HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PENGESAHAN KETUA PROGRAM STUDI HALAMAN MOTTO HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Lebih terperinci

Study on boat resistance of several Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) boat shapes modelled in PT. Cipta Bahari Nusantara, Tanawangko, North Sulawesi

Study on boat resistance of several Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) boat shapes modelled in PT. Cipta Bahari Nusantara, Tanawangko, North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 3, No. 1, 8-13 (April 2015) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNSRAT Asosiasi Pengelola Sumber Daya Perairan Indonesia (Online submissions http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index)

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-13 Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar Prasetyo Adi dan

Lebih terperinci

ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING.

ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING. ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING Kiryanto, Samuel 1 1) Program Studi S1 Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1*

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1* BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 35-43 PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Oleh: Yopi Novita 1* ABSTRAK Muatan utama kapal pengangkut ikan

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero)

Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Analisa Perhitungan Fixed Pitch Propeller (FPP) Tipe B4-55 Di PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Nama : Geraldi Geastio Dominikus NPM : 23412119 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Eko Susetyo

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS () A. Perhitungan Dasar A.1. Panjang Garis Muat ( LWL ) A.2. A.3. A.4. LWL = Lpp + 2 % Lpp = 36.07 + ( 0.02 x 36.07 ) = 36.79 m Panjang Displacement untuk kapal Baling

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I A. UMUM Untuk merencanakan sebuah kapal bangunan baru, ada beberapa masalah yang penting dan pokok untuk dijadikan dasar perencanaan, baik dari segi teknis, ekonomis maupun segi artistiknya.beberapa

Lebih terperinci

BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION)

BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION) BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION) Perhitungan Shell Expansion (Bukaan Kulit) berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2007 Volume II. A. PERKIRAAN BEBAN A.1. Beban sisi kapal a. Beban

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BUKAAN KULIT SHELL EXPANTION

PERHITUNGAN BUKAAN KULIT SHELL EXPANTION BAB V PERHITUNGAN BUKAAN KULIT Perhitungan Shell Expansion ( bukaan kulit ) kapal MT. SADEWA diambil dari perhitungan Rencana Profil berdasarkan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Volume II, Rules for

Lebih terperinci

Studi tentang olengan bebas dan tahanan total kapal model uji di Laboratorium Kepelautan

Studi tentang olengan bebas dan tahanan total kapal model uji di Laboratorium Kepelautan Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 33-38, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Studi tentang olengan bebas dan tahanan total kapal model uji di Laboratorium Kepelautan A study on free

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 069-076 KAJIAN DESAIN KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG (STUDY KASUS KM. CAHAYA ARAFAH) Design Studies Traditional Purse Seiner

Lebih terperinci

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA III - 555 STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA Yopi Novita 1* dan Budhi Hascaryo Iskandar 1 * yopi1516@gmail.com / 0812 8182 6194 1 Departemen PSP FPIK IPB ABSTRAK Kapal merupakan bagian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1072, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN PERIKANAN. Kapal Perikanan. Pendaftaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf

Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf 1. Memasukkan Sample Design Setelah membuka Program Maxsurf, dari menu File pilih Open dan buka sample design yang telah disediakan oleh Maxsurf pada drive

Lebih terperinci

Z = 10 (T Z) + Po C F (1 + )

Z = 10 (T Z) + Po C F (1 + ) BAB V BUKAAN KULIT (SHELL EXPANSION) Perhitungan Shell Expansion (Bukaan Kulit) berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2006 Volume II. A. PERKIRAAN BEBAN A.1. Beban sisi kapal a. Beban

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN UTAMA KAPAL TERHADAP DISPLACEMENT KAPAL. Budi Utomo *)

PENGARUH UKURAN UTAMA KAPAL TERHADAP DISPLACEMENT KAPAL. Budi Utomo *) PENGARUH UKURAN UTAMA KAPAL TERHADAP DISPLACEMENT KAPAL Budi Utomo *) Abstract Displacement is weight water which is replaced ship hull. The displacement influenced by dimension of in merchant ship. The

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh KARTINL C05497008. Pengaruh Pemindahan Berat pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan JAMES P. PANJAITAN dan MOHAMMAD IMRON. Kapal rawai merupakan

Lebih terperinci

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA

DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP CUMI-CUMI KM. CAHAYA ALAM TIGA DI GALANGAN KAPAL PT. PROSKUNEO KADARUSMAN MUARA BARU, JAKARTA UTARA NOOKE NOFRIYAN C44070055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM )

BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) BAB V DASAR BERGANDA ( DOUBLE BOTTOM ) PENGERTIAN DASAR BERGANDA Dasar Berganda ialah bagian dari konstruksi kapal yang dibatas, Bagian bawah - Oleh kulit kapal bagian bawah ( bottom shell planting ) Bagian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 48-53 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00056

Lebih terperinci

DISAIN KAPAL PENANGKAP IKAN 10 GT BERBAHAN FIBERGLASS UNTUK WILAYAH PERAIRAN KECAMATAN PANIMBANG KABUPATEN PANDEGLANG

DISAIN KAPAL PENANGKAP IKAN 10 GT BERBAHAN FIBERGLASS UNTUK WILAYAH PERAIRAN KECAMATAN PANIMBANG KABUPATEN PANDEGLANG DISAIN KAPAL PENANGKAP IKAN 10 GT BERBAHAN FIBERGLASS UNTUK WILAYAH PERAIRAN KECAMATAN PANIMBANG KABUPATEN PANDEGLANG Bambang Sudjasta (0325015802) dan Yuhani Djaya (0301055302) Fakultas Teknik, UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION

BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION BAB V MIDSHIP AND SHELL EXPANSION Perhitungan Midship & Shell Expansion berdasarkan ketentuan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) Th. 2006 Volume II. A. PERHITUNGAN PLAT KULIT DAN PLAT GELADAK KEKUATAN B.1.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

BAB V SHELL EXPANSION

BAB V SHELL EXPANSION BAB V SHELL EXPANSION A. PERHITUNGAN BEBAN A.1. Beban Geladak Cuaca (Load and Weather Deck) Yang dianggap sebagai geladak cuaca adalah semua geladak yang bebas kecuali geladak yang tidak efektif yang terletak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PENDAHULUAN MT SAFINA SYUMADHANI Tanker 3600 BRT I - 1 PROGRAM STUDI D III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. PENDAHULUAN MT SAFINA SYUMADHANI Tanker 3600 BRT I - 1 PROGRAM STUDI D III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK BAB I PENDAHULUAN A. UMUM Untuk merencanakan sebuah kapal bangunan baru, ada beberapa masalah yang penting dan pokok untuk dijadikan dasar perencanaan, baik dari segi teknis, ekonomis maupun segi artistiknya.

Lebih terperinci

Oleh: Agus Tri Wahyu Dosen Pembimbing: Aries Sulisetyono, ST.,MASc.,Ph.D Dosen Pembimbing: Totok Yulianto. ST.,MT.

Oleh: Agus Tri Wahyu Dosen Pembimbing: Aries Sulisetyono, ST.,MASc.,Ph.D Dosen Pembimbing: Totok Yulianto. ST.,MT. 2013 Oleh: Agus Tri Wahyu Dosen Pembimbing: Aries Sulisetyono, ST.,MASc.,Ph.D. 1971 0320 1995121002 Dosen Pembimbing: Totok Yulianto. ST.,MT. 1970 0731 1995121001 PANDUAN 1. Teori Mekanika Teknik 2.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 21 1.1. Latar Belakang Perairan Aceh berhubungan langsung dengan Samudra Hindia berada di sebelah barat Sumatra dan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Luas perairan

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung

Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung 54 R. Pasaribu et al. / Maspari Journal 02 (2011) 54-62 Maspari Journal 02 (2011) 54-62 http://masparijournal.blogspot.com Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU

KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU Shanty Manullang *) T.D. Novita *) * Dosen pada Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan laborashanty@yahoo.com

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance Oleh: Yopi Novita 1 *, Budhi H. Iskandar 1 Diterima: 14 Februari

Lebih terperinci

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm. 19-28, Juni 2017 RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG RATIO OF THE MAIN DIMENSIONS

Lebih terperinci

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR O LEH :

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR O LEH : ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR O LEH : PRASET YO ADI (4209 100 007) OUTLINE Latar Belakang Perumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan

Lebih terperinci

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 183-193 TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Influence of

Lebih terperinci