PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR"

Transkripsi

1 PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Variasi Sudut Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Muhammad Agam Thahir NIM C

4 RINGKASAN MUHAMMAD AGAM THAHIR. Pengaruh Variasi Sudut Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC). Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan MOHAMMAD IMRON. Sulitnya bahan baku kayu untuk pembuatan sampan dalam mendukung usaha penangkapan ikan di perairan pantai telah menjadi sebuah masalah. Ember bekas tempat cat diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti kayu yang semakin sulit diperoleh dan pengganti bahan serat fiber yang tidak murah dalam pembuatan sampan. Namun sampan ini memiliki kekurangan, yakni stabilitasnya yang rendah. Bobotnya yang ringan membuat sampan mudah oleng meskipun hanya beroperasi diperairan yang relatif tenang. Oleh karena itu, instalasi sirip peredam oleng (bilge keel) diharapkan dapat meningkatkan stabilitas sampan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerangkan parameter hidrostatis, untuk membuktikan apakah pemasangan bilge keel dengan sudut yang berbeda, diperoleh stabilitas sampan yang baik dan menguji respon gerak sampan terhadap gelombang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013-Maret 2014, bertempat di Labolatorium Kapal Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode permodelan dan metode simulasi numerik. Ukuran sampan yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah panjang (LOA) 3,15 m; lebar (B) 0,64 m; dalam (D) 0,32 m. Metode simulasi numerik digunakan untuk mendapatkan nilai stabilitas serta beberapa parameter seakeeping (pitching, rolling dan heaving) digunakan dalam penelitian ini dengan bantuan perangkat lunak yang sesuai. Setelah itu, data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar serta dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan pada literatur-literatur terkait. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, nilai coefficient of fineness, sampan ember bekas tempat cat memiliki bentuk lambung yang berukuran sedang kapasitas muat dan ruang muat besar. Titik apung sampan ini secara longitudinal (dari haluan hingga buritan) berada pada midship (tengah kapal), dan titik M sampan berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif. Sampan memiliki stabilitas yang baik. Perbedaan kualitas stabilitas ditunjukkan oleh nilai lengan GZ (righting arm) pada sampan yang dipasangi bilge keel dengan sudut 30; 45 dan 60 derajat dan tanpa bilge keel. Perbandingan nilai lengan GZ (righting arm) antara sudut 30 dan 45 sebesar 0,001 m. Perbedaan nilai lengan GZ (righting arm) antara sudut 30 dan 60 derajat sebesar 0,002 m, sedangkan perbandingan nilai lengan GZ (righting arm) antara sudut 30 derajat dan tanpa pemasangan bilge keel sebesar 0,009 m. Dengan demikian, pemasangan bilge keel mempengaruhi stabilitas sampan. Pemasangan sudut bilge keel dengan sudut 30 derajat memberikan nilai stabilitas terbesar dibandingkan sudut 45; sudut 60 derajat dan tanpa pemasangan bilge keel. Respon Amplitude Operator (RAO), gerakan yang sangat berpengaruh terhadap sampan adalah gerakan rolling yang besar pada saat terjadi gelombang beam sea.

5 Kata kunci: Bilge keel, Respon Amplitude Operator (RAO), sampan ember bekas tempat cat, stabilitas

6 SUMMARY MUHAMMAD AGAM THAHIR. Effect of Bilge Keel Angle Variation on Stability Former Paint Bucket Boat. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan MOHAMMAD IMRON. The difficulty of the wood raw material for the manufacture of boat in support of fishing effort in coastal waters has become a problem. Former paint bucket is expected to be used as alternative to wood is increasingly difficult to obtain and substitute materials are not cheap fiberglass boat in the making. But this boat has its drawbacks, that low stability. Light weight make the boat easy to roll though only operates relatively calm waters. Therefore, installation of roll damping fins (bilge keel) is expected to increase the stability of the boat. The purpose of this study was to describe the hydrostatic parameters, to verify whether the installation of bilge keel with a different angle, obtained a good boat stability and motion response test the boat against the waves. This study was conducted in September 2013-March 2014, in laboratories Fishing Boat, Aquatic Resources Utilization Department, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau, Pekanbaru. The method used in this research is a method of modeling and numerical simulation methods. The size of the boat that made the object of this research is the length (LOA) of 3.15 m; width (B) 0.64 m; depth (D) 0.32 m. Numerical simulation methods are used to obtain the value of some parameter stability and seakeeping (pitching, heaving and rolling) used in this study with the help of appropriate software. After that, the data that have been obtained are presented in the form of tables, graphs and images, and analyzed descriptively by comparing the relevant literature. The result showed that, the value of the coefficient of fineness, the former paint bucket boat hull shape which has a loading capacity of medium size and large load space. This boat floating point longitudinal (from bow to stern) are at midship (a midships), and the waterman point M is above point G so that the ship has a positive stability. Boat has good stability. The differences shown by the stability of the quality of the arm GZ (righting arm) on the bilge keel boat fitted with an angle of 30; 45 and 60 degrees and without bilge keel. Comparison of arm GZ (righting arm) angle between 30 and 45 is 0,001 m. The difference value of arms GZ (righting arm) between 30 and 60 degrees angle of m, while the comparison of arm GZ (righting arm) angle between 30 degrees and without bilge keel installation of 0,009 m. Thus, the installation of bilge keel affect the stability of the boat. Installation of bilge keel angle with a 30 degree angle give the greatest stability compared to an angle of 45; angle of 60 degrees and without the installation of bilge keel. Respon Amplitude Operator (RAO), which greatly affect the movement of a boat is a great rolling movement in the event of a beam sea waves. Keywords: Bilge keel, boat former paint bucket, Respon Amplitude Operator (RAO), stability

7

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan ini hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS TEMPAT CAT (EBTC) MUHAMMAD AGAM THAHIR Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr T. Ersti Yulika Sari, SPi, MSi

11 Judul Tesis Nama NIM : Pengaruh Variasi Sudut Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) : Muhammad Agam Thahir : C Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Ketua Dr Ir Mohammad Imron, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian : 23 Juni 2014 Tanggal Lulus :

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013-Maret 2014 ini adalah kestabilan sampan ember bekas tempat cat, dengan judul Pengaruh Variasi Sudut Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi dan Bapak Dr Ir Mohammad Imron MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr T. Ersti Yulika Sari, SPi, MSi dan Bapak Ronal M. Hutahuruk, ST, MT yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih yang sebesarbesarnya juga disampaikan kepada Ayahanda, Ibunda dan adik-adikku atas doa, kasih sayang dan dukungannya, serta kepada seluruh keluarga, saudara dan teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Artikel yang berjudul Stabilitas Sampan Terbuat dari Ember Cat Bekas dengan Bilge Keel pada Sudut 30 dan 45 Derajat adalah artikel penulis yang merupakan bagian dari karya ilmiah ini. Artikel tersebut telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Vol. 4, No.2, Bulan Nov, Tahun 2013 (ISSN ). Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini yang membutuhkan kritikan dan saran yang konstruktif sebagai langkah perbaikan penelitian ini di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini mampu memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan. Bogor, Juli 2014 Muhammad Agam Thahir

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan dan Manfaat 3 Hipotesis Penelitian 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Defenisi Sampan 3 Bilge Keel dan Fin Stabilizer 4 Parameter Hidrostatis 5 Stabilitas 9 Kurva Stabilitas 9 Keseimbangan Kapal 10 Keseimbangan Stabil 10 Keseimbangan Netral 11 Keseimbangan Labil 11 Gerakan Kapal 12 Respon Amplitude Operator (RAO) 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 14 Waktu dan Tempat 14 Bahan dan Alat 14 Metode Penelitian 15 Metode 15 Jenis Data 15 Prosedur 15 Analisis Data 19 Analisis Parameter Hidrostatis 19 Analisis Stabilitas 22 Analisis Seakeeping 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 26 Desain Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 27 General Arrangement 27 Lines Plan 27 Ukuran Utama Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 28 Parameter Hidrostatis Sampan Ember Bekas Tempat Cat 31 Stabilitas Kapal Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 35 xiv xiv xv xvi

14 Respon Amplitude Operated (RAO) 38 KESIMPULAN DAN SARAN 44 DAFTAR PUSTAKA 45 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 69 DAFTAR TABEL 1 Loadcase (muatan) diatas sampan saat dilakukan analisis 17 2 Nilai coefficient of fineness kapal penangkap ikan di Indonesia 22 3 Nilai acuan coefficient of fineness kapal longline Jepang 22 4 Parameter hidrostatis sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 31 5 Nilai righting arm pada sampan tanpa dan dengan bilge keel 36 DAFTAR GAMBAR 1 Waterplan area (Aw) 5 2 Midship area (Am) 6 3 Coefficient of block (Cb) 6 4 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp) 7 5 Coefficient of waterplane (Cw) 7 6 Coefficient of midship (Cm) 8 7 Jarak KB, BM, KM, KG dan GM 8 8 Pergeseran gaya-gaya akibat heel pada kapal 10 9 Kurva stabilitas Keseimbangan stabil Keseimbangan netral Keseimbangan labil Enam derajat kebebasan kapal Pemasangan sudut bilge keel Pemasangan bilge keel pada sudut 45 derajat Bentuk sampan tampak depan dengan pemasangan bilge keel pada sudut a). 30 derajat, b). 45 derajat dan c). 60 derajat Tahapan Penelitian Sampan yang di buat dari ember bekas tempat cat (EBTC) Ilustrasi kurva kriteria stabilitas kapal Sampan ember bekas tempat cat (EBTC) Lines plan sampan ember bekas tempat cat (EBTC) General arrangement sampan ember bekas tempat cat (EBTC) Kurva hidrostatik sampan ember bekas tempat cat (EBTC) Kurva stabilitas sampan tanpa dan dengan bilge keel bersudut 30; 45 dan 60 derajat Perbandingan righting arm stabilitas sampan pada grafik puncak stabilitas 37

15 24 Arah gelombang kapal Perbandingan respon gerak terhadap gelombang antara sampan yang dipasang bilge keel (dari kiri-ke kanan) pada sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat dan tanpa bilge keel dengan kecepatan sampan 0 knots Perbandingan respon gerak terhadap gelombang antara sampan yang dipasang bilge keel (dari kiri-ke kanan) pada sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat dan tanpa bilge keel dengan kecepatan sampan 0,5 knots Perbandingan respon gerak terhadap gelombang antara sampan yang dipasang bilge keel (dari kiri-ke kanan) pada sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat dan tanpa bilge keel dengan kecepatan sampan 1 knots 43 DAFTAR LAMPIRAN 1 Spesifikasi sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 49 2 Gambar teknik sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 50 3 Perkiraan biaya pembuatan sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 51 4 Pembuatan sampan ember bekas tempat cat (prototype) 52 5 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat pada saat gelombang head sea 57 6 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat pada saat gelombang beam sea 58 7 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat pada saat gelombang following sea 59 8 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 45 derajat pada saat gelombang head sea 60 9 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 45 derajat pada saat gelombang beam sea Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 45 derajat pada saat gelombang following sea Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 60 derajat pada saat gelombang head sea Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 60 derajat pada saat gelombang beam sea Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 60 derajat pada saat gelombang following sea Nilai RAO sampan tanpa bilge keel derajat pada saat gelombang head sea Nilai RAO sampan tanpa bilge keel derajat pada saat gelombang beam sea Nilai RAO sampan tanpa bilge keel derajat pada saat gelombang following sea 68

16 DAFTAR ISTILAH After perpendicullar (AF) Akatsuki bottom Area water plan (Aw) Beam sea Base line (BL) Bilge keel Breadth over all (BOA) Centre of buoyancy : garis tegak yang ditarik melalui titik perpotongan antara sisi depan linggi kemudi (titik tengah poros kemudi apabila tidak terdapat linggi kemudi) dan tegak lurus dengan garis dasar. : bentuk badan kapal yang menyerupai huruf U namun setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya. : luas area badan kapal yang terendam oleh air atau luas area yang dibatasi oleh garis air. : gelombang yang datang dari arah samping kiri maupun kanan dengan sudut kedatangan 90 dan 270 derajat. : garis dasar kapal yang tepat berada di atas lunas kapal. : sistem stabilitas kapal secara pasif paling sederhana yang dipasang pada bilga kapal disepanjang lambung dengan cara pengelasan untuk mengurangi kecenderungan terhadap rolling. : lebar terbesar kapal yang diukur dari kulit lambung terluar pada bagian tengah kapal. : titik khayal yang merupakan pusat seluruh daya apung pada kapal yang bekerja secara vertikal ke atas; jarak titik B kapal dari midship sepanjang longitudinal kapal disebut LCB; jarak antara titik B dengan titik K (keel) disebut KB; jarak antara titik B dengan titk M (metacentre) secara vertikal disebut BM; dan jarak antara titik B dengan titk M (metacentre) secara longitudinal disebut BML.

17 Centre of grafity Coefficient of block (Cb) : titik khayal yang merupakan pusat gaya berat kapal beserta muatannya yang bekerja secara vertikal ke bawah; jarak antara titik G dengan titk K (keel) secara vertikal disebut KG sedangkan sepanjang longitudinal kapal yang diukur dari midship disebut LCG. : perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume balok yang dibentuk oleh panjang, lebar dan draft kapal. Coefficient of fineness : nilai-nilai koefisien yang dapat menunjukan keragaan badan kapal yang terendam oleh air. Coefficient of midship (Cm) : perbandingan antara luas penampang bagian tengah kapal yang terendam air dengan luas persegi empat yang dibentuk oleh lebar dan draft kapal. Coefficient of prismatic (Cp) Coefficient of waterplan (Cw) Coefficient of vertical prismatic Depth (D) Draft (d) : perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume prisma yang dibentuk oleh luas penampang bagian tengah kapal dan panjang kapal. : perbandingan antara luas penampang garis air dengan luas persegi empat yang dibentuk oleh lebar dan panjang kapal. : perbandingan luas badan kapal yang terendam air pada bagian tengah kapal dengan luas prisma yang dibentuk oleh luas penampang garis air dan tinggi kapal. : tinggi kapal yang diukur dari badan kapal terbawah (diatas lunas) hingga deck terendah pada bagian tengah kapal. : jarak vertikal antara garis dasar (base line) dengan garis air (water line) muatan penuh yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal (Lpp).

18 Encircling gear Fin stabilizer Flooding angle (FA) : kelompok alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan. : peralatan roll damping system yang dipasang di lambung kanan dan kiri kapal pada bagian bawah yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan kapal pada saat kapal berada di atas air dan prinsip kerjanya berdasarkan pengontrolan posisi fin : sudut oleng kapal hingga air mulai membasahi deck kapal. Following sea : gelombang yang datang dari arah belakang kiri maupun kanan secara diagonal dengan sudut kedatangan 45 dan 315 derajat. Fore perpendicular (FP) : garis tegak yang ditarik melalui perpotongan antara linggi haluan dengan garis air (water line) muatan penuh dan tegak lurus dengan garis dasar (base line). General arrangement Hard chin bottom Head sea Heaving Intact stability Keel (titik K) : gambar rencana umum yang menampilkan seluruh bagian dari kapal secara transversal dan longitudinal. : bentuk badan kapal yang mirip dengan bentuk akatsuki bottom namun pertemuan antara lambung kiri dengan lambung kanan pada bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu. : gelombang yang datang dari arah depan kiri maupun kanan secara diagonal dengan sudut kedatangan 135 dan 225 derajat. : gerakan kapal naik turun (arah atas dan bawah/arah sumbu Z). : kondisi stabilitas kapal yang kedap air pada seluruh bagian kapal. : titik khayal yang berada tepat di atas lunas kapal.

19 Kurva GZ atau kurva stabilitas Kurva hidrostatis : suatu kurva yang menunjukan nilai GZ kapal jika mengalami oleng pada sudut tertentu. : suatu kurva yang menunjukan perubahan nilai parameter hidrostatis kapal pada masing-masing garis muat (water line). Length between perpendicula (LBP) : panjang kapal antara garis tegak depan dengan garis tegak belakang pada garis air. Length of waterline (LWL) Length over all (LOA) : panjang badan kapal pada batas garis air tertinggi yang setara dengan tinggi draft maksimum. : panjang keseluruhan kapal yang diukur dari ujung buritan hingga ujung haluan. Lines plan : gambar teknik dua dimensi yang menggambarkan rencana garis sebuah kapal secara melintang dan membujur yang disajikan dalam tiga buah gambar yaitu body plan (tampak depan), profile plan (tampak samping) dan tampak atas setengah badan kapal (half breadth plan). Metacentre (titik M) Midship Midship area : titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titik B dan titik G saat kapal berada pada posisi tegak dengan garis khayal yang melalui titik tersebut pada saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya gaya-gaya pada kapal; jarak antara titik M dengan titik G (gravity) disebut GM dan jarak antara titik M dengan titik K (keel) secara vertikal disebut KM sedangkan secara longitudinal disebut KML. : bagian tengah kapal. : luas area penampang irisan melintang kapal di bagian tengah (bagian terlebar kapal).

20 Parameter hidrostatis Pithcing Righting arm (GZ) Rolling Round bottom Round flat bottom Surging Swaying Ton displacement : nilai-nilai parameter yang menunjukan nilai keragaan awal sebuah kapal. : gerakan rotasi kapal dengan sumbu Y sebagai sumbu putar. : jarak antara titik G pada kondisi awal dengan saat kapal mengalami oleng atau miring dalam meter radian (m.rad). : gerakan angguk merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu X sebagai sumbu putar. : bentuk badan kapal dengan bentuk bulat hampir setengah lingkaran. : bentuk badan kapal yang bulat dan bagian bawahnya cenderung rata pada bagian tengah. : gerakan kapal maju mundur (arah haluan dan buritan/arah sumbu X). : gerakan kapal ke arah samping (arah port dan starboard/arah sumbu Y). : berat badan kapal yang terendam oleh air. Ton percentimeter immersion (TPC) : berat yang dibutuhkan untuk merubah tinggi draft kapal sebesar 1 cm. Trim U bottom Un-intact stability : kondisi kapal yang memiliki ketinggian garis air berbeda antara bagian haluan dengan bagian buritan ; jika garis air pada bagian haluan lebih tinggi dibandingkan bagian buritan disebut trim by bow sedangkan jika garis air pada bagian buritan lebih tinggi dari bagian haluan disebut trim by stern. : bentuk badan kapal yang menyerupai huruf U. : kondisi kapal tidak kedap air.

21 Volume displacement Yawing : volume badan kapal yang terendam oleh air. : gerakan rotasi kapal dengan sumbu Z sebagai sumbu putar.

22

23 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan baku kayu sekarang ini semakin sulit diperoleh untuk membuat sampan sebagai pendukung kegiatan penangkapan disekitar perairan pantai sehingga menjadi sebuah permasalahan. Pembuatan sampan berbahan ember bekas tempat cat diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti kayu yang semakin sulit diperoleh dan pengganti bahan serat fiber yang tidak murah. Sampan ini dibentuk dari susunan beberapa gading yang terbuat dari kayu, kemudian dilakukan pemasangan ember bekas tempat cat sebagai lambung. Ember bekas tempat cat berukuran 25 kg merupakan bahan plastik limbah buangan yang dapat diperoleh dengan mudah dan dibeli dengan harga sepuluh ribu rupiah per buah. Kelebihan dari sampan ini memiliki bobot yang lebih ringan (dapat dipindahkan dengan cara diangkat oleh satu orang), tahan terhadap perubahan cuaca serta mudah dalam perawatan dan perbaikannya. Namun memiliki kekurangan, karena bahan ini memiliki bobot yang ringan membuat sampan tersebut mudah oleng meskipun dioperasikan pada perairan yang relatif tenang. Usaha dalam memperbaiki dan meningkatkan stabilitas sampan tersebut adalah dengan memasang cadik pada kedua sisi sampan. Ukuran panjang cadik berkisar antara 1-1,5 m. Penggunaan cadik telah terbukti memberikan hasil positif terhadap stabilitas kapal. Namun penggunaan cadik tidak selalu memberi hasil positif dalam penggunaannya. Ternyata pemasangan cadik masih memiliki berbagai macam kelemahan, yakni membutuhkan tempat yang luas saat berlabuh, baik di dermaga maupun dipinggiran pantai, saat sampan dioperasikan cadik akan memberi hambatan tambahan. Berkurangnya kemampuan olah gerak dan juga mengganggu operasi penangkapan. Oleh karena itu, timbul sebuah pemikiran untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemasangan dan penggunaan cadik. Desain ulang perlu dilakukan agar memiliki stabilitas yang baik, daya apung cadangan yang cukup, gerakan rolling dan pitching yang kecil, serta gerakan yawing yang sebaik mungkin, dalam kondisi perairan yang buruk (Hutahuruk 2012). Salah satu upaya tersebut adalah dengan penambahan bilge keel pada sisi lambung kiri dan kanan sampan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan selain lebih ekonomis penggunaan bilge keel tidak banyak membutuhkan tempat apabila bersandar di dermaga. (Thews 1976) telah melakukan percobaan dengan memasang bilge keel dengan sudut 45 derajat. Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji stabilitas dengan memasang bilge keel pada sudut 30 dan 60 derajat. Apakah diantara ketiga sudut tersebut memberikan pengaruh terhadap stabilitas dan sudut manakah sebenarnya yang paling baik untuk stabilitas sampan ember bekas tempat cat (EBTC). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya pengaruh bilge keel terhadap gerakan rolling kapal. Beberapa peneliti tersebut antara lain Chang (2008) dan Bangun et al. (2009). Ikeda et al mengemukakan bahwa ukuran bilge keel sangat berpengaruh terhadap efektivitasnya. Selain itu, penggunaan bilge keel juga

24 2 memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengurangan amplitudo oleng. Pengurangannya dapat mencapai kisaran antara 40-80%. Sementara itu, menurut Aloisio dan Felice (2006) mekanisme peredaman gerakan oleng melalui pemasangan bilge keel disebabkan oleh adanya fenomena pusaran air sebagai akibat dari pemasangan bilge keel. Semakin besar pusaran yang ditimbulkan maka daya redamnya juga akan semakin tinggi. Penggunaan bilge keel terhadap kualitas stabilitas kapal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik lambung kapal, ukuran bilge keel dan posisi pemasangan. Pemasangan bilge keel pada posisi draft model kapal menyebabkan rolling duration yang lebih kecil dibandingkan dengan pemasangan bilge keel pada posisi setengah dari draft model kapal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan volume massa air yang terdorong oleh bilge keel saat kapal oleng. Semakin jauh pemasangan bilge keel dari lunas kapal maka volume massa air yang menahan gerakan oleng kapal akan semakin besar. Sementara itu, penggunaan bilge keel pada model kapal akatsuki bottom mampu mengurangi rolling duration mencapai 17%. Demikian pula pada bentuk kasko model kapal U-bottom, round flat bottom dan round bottom, penambahan bilge keel dapat mengurangi rolling duration pada masing-masing bentuk kasko hingga 21%, 30% dan 45% (Iskandar dan Novita 2006). 1.2 Perumusan Masalah Sampan yang dibuat dari bahan ember bekas tempat cat masih rentan terhadap hempasan gelombang yang memungkinkan peluang sampan untuk terbalik masih besar karena bobot bahannya yang sangat ringan. Dengan demikian, pengetahuan akan stabilitas sangat dibutuhkan dalam pembuatan maupun pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan sampan yang akan digunakan dalam melakukan usaha kegiatan penangkapan ikan selalu menghadapi kondisi perairan yang berubah-ubah meskipun fishing ground hanya berada disekitar perairan yang relatif tenang. Kestabilan sampan masih sering bergantung kepada penggunaan cadik. Namun, karena penggunaan cadik masih memiliki berbagai macam kelemahan saat operasi penangkapan, membutuhkan ruang yang luas, menambah hambatan dan mengurangi kemampuan olah gerak sampan tersebut, maka perlu dicari alternatif pengganti cadik. Salah satunya dengan menambah bilge keel pada lambung kapal. Bilge keel adalah sistem stabilitas kapal secara pasif paling sederhana yang dipasang pada bilga kapal disepanjang lambung dengan cara pengelasan untuk mengurangi kecenderungan terhadap rolling. Pemasangan bilge keel umumnya dipasang pada sudut 45 derajat, namun hal ini menjadi sebuah permasalahan mengapa pemasangan hanya pada sudut 45 derajat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan mengkaji variasi sudut bilge keel yang berbeda dan bagaimana pengaruhnya terhadap kestabilan sampan bekas tempat cat. Penambahan dan pemasangan bilge keel dengan sudut yang bervariasi akan menjadi kajian utama dalam penelitian ini.

25 3 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Mendapatkan nilai parameter hidrostatis sampan ember bekas tempat cat (EBTC). 2). Menghitung pengaruh pemasangan bilge keel dengan sudut berbeda terhadap stabilitas. 3). Menghitung Respon Amplitude Operator (RAO) gerakan heaving, rolling dan picthing pada variasi sudut bilge keel yang berbeda. Manfaat dari penelitian ini adalah: 1). Bahan informasi dalam pengembangan teknologi rancang bangun kapal 2). Memberikan masukan terhadap penyempurnaan pembuatan sampan dari bahan ember bekas tempat cat (EBTC) 3). Dasar untuk melakukan penelitian lanjutan tentang stabilitas sampan yang terbuat dari bahan ember bekas tempat cat (EBTC). 1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemasangan bilge keel pada lambung sampan dengan variasi sudut yang berbeda-beda dapat meningkatkan kualitas stabilitas sampan ember bekas tempat cat (EBTC). 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Sampan Perahu atau bot merupakan sejenis kendaraan air yang biasanya lebih kecil dari kapal. Perahu mempunyai struktur pengapungan yang disebut hull dan sistem pendorong yang mengunakan kipas, dayung, galah, layar dan jet air. Dalam pembuatan sampan atau perahu salah satu unsur utama yang harus dipertimbangkan adalah jenis material yang digunakan karena hal itu sangat berpengaruh terhadap aspek teknis dan ekonomisnya (BPPT 2002). Selain efisiensi bentuk lambung, pembangunan armada perahu secara tradisional juga kurang mengadopsi beberapa aspek keselamatan diperairan, ini dapat dilihat pada stabilitas yang dihasilkan. Anung 1993 menyatakan bahwa perahu atau kapal merupakan salah satu sarana terpenting dalam usaha penangkapan. Kapal atau

26 4 perahu memiliki beberapa persyaratan yang berkaitan dengan desain, konstruksi maupun populasinya yang sesuai dengan penangkapan ikan yang akan dioperasikan dengan perahu atau kapal tersebut. Sampan atau perahu adalah alat yang digunakan untuk pemanfaatan komersial sumberdaya hayati baik dilaut maupun perairan umum. Sampan atau perahu yang akan dibuat harus memenuhi ukuran antar lain; panjang keseluruhan, length over all (LOA) adalah jarak panjang keseluruhan yang diukur secara horizontal antara ujung linggi haluan (terujung) ke linggi buritan kapal. Panjang, length (L) jarak panjang kapal dan perahu yang diukur dari panjang garis air pada posisi 85 % dari tinggi sampan atau perahu atau panjang garis air. Lebar, breadth (B) adalah lebar sampan atau perahu yang diukur pada tengah-tengah sampan atau perahu dari sisi luar kulit untuk sampan atau perahu yang terbuat dari material kayu. Tinggi, depth (D) adalah tinggi sampan atau perahu yang diukur dari garis lunas ke sisi geladak pada tengah-tengah sampan atau perahu (IMO 1980). Kayu pilihan (tertentu) yang menjadi bahan utama selama ini sangat sulit diperoleh begitu juga fiberglas dan aluminium yang relatif mahal seiring dengan harga BBM (Hankinson 1982). 2.2 Bilge Keel dan Fin Stabilizer Fin stabilizer merupakan suatu peralatan roll damping system yang dipasang di lambung kanan dan kiri kapal pada bagian bawah yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan kapal pada saat kapal berada di atas air dan prinsip kerjanya berdasarkan pengontrolan posisi fin. Peralatan ini dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh gerakan oleng (rolling) kapal yang disebabkan gelombang air laut. Tujuan dipasang fin stabilizer adalah untuk memberikan kenyamanan bagi penumpang atau ABK (Anak Buah Kapal) dan keamanan peralatan didalamnya serta peningkatan akurasi sistem senjata pada kapal perang. Pada kapal perang jenis kapal cepat dan patroli, dimana kapal-kapal tipe ini memiliki berat yang ringan karena sebagian dari badan kapal terbuat dari logam aluminium agar memungkinkan kapal dapat bergerak lebih cepat dan lebih lincah. Fin stabilizer bekerja berdasarkan kecepatan kapal, dan amplitudo oleng kapal. Apabila kecepatan kapal rendah maka posisi fin stabilizer mempunyai sudut yang lebar dan apabila kecepatan kapal tinggi maka posisi sudut fin stabilizer harus kecil. Pada saat amplitudo oleng kapal tinggi maka sudut fin stabilizer akan besar dan bila amplitudo oleng kapal rendah maka sudut fin stabilizer juga harus kecil. Amplitudo oleng kapal selalu berubah-ubah sehingga sudut fin stabilizer juga harus berubah mengikuti perubahan keduanya. Untuk mengatur besarnya sudut fin stabilizer berdasarkan kecepatan kapal digunakan speed control switch pada control panel. Data amplitudo dan periode oleng kapal dihasilkan oleh rate gyro yang terintegrasi langsung dengan sistem hidrolik dan mekanik dari fin stabilizer (Ferry 2002). Bilge keel adalah sistem stabilitas kapal secara pasif paling sederhana yang dipasang pada bilga kapal disepanjang lambung dengan cara pengelasan untuk mengurangi kecenderungan terhadap rolling. Pada dasarnya fungsi dari bilge keel

27 5 dan fin stabilizer adalah sama merupakan komponen yang berfungsi sebagai penyeimbang kapal agar memiliki stabilitas yang lebih bagus. Namun yang membedakannya hanyalah pemasangannya, yang dimana bilge keel dipasang permanen pada kedua sisi lambung kapal tanpa bisa digerakkan. Begitu pula sebaliknya fin stabilizer dipasang permanen pada kedua sisi lambung kapal bagian bawah tetapi bisa untuk digerakkan sesuai kebutuhan kapal ketika beroperasi diperairan. Kebanyakan kapal dilengkapi dengan beberapa bentuk lambung kapal yang memakai keel berfungsi untuk membantu meredam gerakan rolling kapal. Keuntungan yang relatife kecil lain dari keel lambung kapal adalah perlindungan untuk lambung kapal pada landasan, dan kekuatan longitudinal meningkat dilambung kapal. Ada banyak bentuk konstruksi keel lambung kapal, dan beberapa pengaturan cukup rumit telah diadopsi dalam upaya untuk meningkatkan kinerja redaman sementara mengurangi hambatan apapun. 2.3 Parameter Hidrostatis Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung di atas air. Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) sebelum kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draft. Beberapa parameter hidrostatis yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006): 1). 2). 3). Volume displacement ( ), menunjukkan kapasitas/volume badan kapal di bawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu. Ton displacement ( ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu. Waterplan area (Aw), menunjukkan luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Gambar 2.1). Gambar 2.1 Waterplan area (Aw) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

28 6 4). Midship area (Am), menunjukkan luas area kapal di bagian tengah kapal (midship) pada suatu WL secara melintang (Gambar 2.2). Gambar 2.2 Midship area (Am) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang) 5). Ton per centimeter immersion (TPC), menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah draft kapal sebesar 1 cm. 6). Coefficient of fineness, merupakan koefisien yang dapat menunjukkan bentuk badan kapal, terdiri atas: Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 2.3). Gambar 2.3 Coefficient of block (Cb) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang) Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (Am) dan panjang kapal pada garis air tertentu

29 7 (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar 2.4). Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal. Cvp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara vertikal (Gambar 2.5). Gambar 2.4 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area (Gambar 2.6). Gambar 2.5 Coefficient of waterplane (Cw) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang) Coefficient of midship (Cm), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cm mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 2.7).

30 8 Gambar 2.6 Coefficient of midship (Cm) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang) 7). Longitudinal Centre Buoyancy (LCB), menunjukkan titik buoyancy (gaya ke atas) dari midship sepanjang longitudinal kapal. 8). Jarak KB, menunjukkan posisi titik B (buoyancy) dari titik K secara vertikal (Gambar 2.8). 9). Jarak BM, menunjukkan jarak antara titik B (buoyancy) terhadap titik M (metacentre) secara vertikal (Gambar 2.8). 10). Jarak KM, menunjukkan jarak antara titik M (metacentre) terhadap titik K secara vertikal (Gambar 2.8). 11). Jarak KG, menunjukkan jarak antara titik G (gravity) terhadap titik K secara vertikal (Gambar 2.8). 12). Jarak GM, menunjukkan jarak antara titik M (metacentre) terhadap titik G (gravity) secara vertikal (Gambar 2.8). Gambar 2.7 Jarak KB, BM, KM, KG dan GM (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang) 13). Jarak BML, menunjukkan posisi BM secara longitudinal, dihitung dari midship kapal. 14). Jarak KML, menunjukkan posisi KM secara longitudinal, dihitung dari midship kapal.

31 9 2.4 Stabilitas Stabilitas merupakan sesuatu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam suatu bangunan kapal. Stabilitas secara umum mengacu kepada kemampuan sebuah kapal untuk kembali ke posisi tegak setelah mengalami oleng akibat pengaruh gaya-gaya luar (external force). Berbagai gaya luar yang dialami oleh kapal perikanan saat melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut di antaranya gelombang laut, angin, penambahan gaya-gaya akibat operasi penangkapan, kandas, muatan yang dipindahkan melewati kapal, dan tumbukan dengan dermaga atau dengan kapal perikanan lainnya. Selain gaya-gaya eksternal, keseimbangan kapal juga dipengaruhi gaya-gaya internal seperti muatan yang dipindahkan dalam kapal dan juga terjebaknya air di kapal. Pada sebuah kapal terdapat beberapa gaya yang akan terjadi, baik gaya-gaya eksternal maupun gaya-gaya internal akan menyebabkan posisi kapal berubah dari kondisi tegak hingga oleng pada sudut tertentu. Dimana, kapal yang stabil memiliki stabilitas yang cukup untuk menghadapi gaya eksternal tersebut dan kembali ke posisi tegak sehingga meminimalkan peristiwa terbaliknya kapal saat beroperasi di perairan, baik dalam kondisi air tenang maupun dalam cuaca buruk. Pada cuaca buruk, gaya-gaya yang dialami oleh kapal akan menjadi semakin besar yang menyebabkan oleng dan gerakan lainnya yang semakin besar dan cepat. Ketidak siapan kapal dalam menghadapi cuaca buruk menyebabkan peristiwa kecelakaan kapal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wang (2005) menjelaskan kecelakaan yang dialami oleh kapal perikanan terutama disebabkan karena terperosok dan tergenang (foundering and flooding), terbalik dan oleng (capsizing and listing), kandas (grounding), kebakaran dan ledakan (fire and explosions), tubrukan dan kontak antara kapal (collision and contact) serta kerusakan akibat cuaca buruk (heavy weather damage). Ada kejadian yang menyebutkan bahwa ketika sebuah kapal mengapung di dalam air tenang (calm water), maka pada kapal tersebut bekerja dua buah komponen gaya yaitu gaya berat dengan arah ke bawah dan gaya tekan ke atas (buoyancy) dengan arah ke atas Kurva Stabilitas Ketika kapal yang stabil mengalami gaya eksternal dan menyebabkan kapal dalam kondisi oleng (heels), maka titik pusat gaya apung kapal (buoyancy) akan mengalami perpindahan ke tempat yang lebih rendah. Apabila oleng yang dialami kapal semakin bertambah, maka lengan penegak (righting arm/lever) atau jarak antara kedua gaya (gaya berat dan gaya bouyancy) akan berkurang hingga mencapai nol atau bahkan negatif Pada kondisi tersebut air laut akan masuk ke dalam kapal melalui bukaan-bukaan (opening) yang ada pada kapal. Kualitas stabilitas sebuah kapal, dapat diperkirakan dari kurva stabilitas dengan sudut oleng (heel) sebagai sumbu horizontal dan lengan penegak sebagai sumbu vertikal.

32 10 Gambar 2.8 Pergeseran gaya-gaya akibat heel pada kapal Sumber: Hutauruk 2012 Righting Arm Kurva Stabilitas Dinamis Crossing point Gambar 2.9 Kurva stabilitas Sumber: Hutauruk 2012 Sudut Heels Kualitas stabilitas sebuah kapal dikatakan baik bila memiliki : 1. Luasan di bawah kurva stabilitas dinamis besar. 2. Titik potong (crossing point) kurva stabilitas dinamis dengan sudut heels terletak pada sudut yang besar. 2.5 Keseimbangan Kapal Keseimbangan benda kaku juga dialami oleh kapal saat berada dalam air (Hutauruk 2012) Keseimbangan Stabil Keseimbangan disebut stabil jika pengaruh gaya luar dihilangkan (tidak ada), maka benda akan bergerak kembali ke posisi semula (awal). Bila diperhatikan, untuk keseimbangan stabil, besar dx (jarak titik berat posisi awal dan akhir) setelah gaya-gaya luar dihilangkan adalah nol. Keseimbangan stabil adalah gaya metasenter (M) berada di atas gaya berat (G).

33 11 Gambar 2.10 Keseimbangan stabil Sumber: Hutauruk Keseimbangan Netral Keseimbangan disebut indiferen atau netral jika pengaruh gaya luar dihilangkan (tidak ada), maka benda tidak akan kembali ke posisi semula (awal), tetapi tetap pada posisi yang baru. Keseimbangan indeferen/netral akan membentuk titik berat baru yang tingginya sama dengan titik berat awal sebelum adanya pengaruh gaya luar. Keseimbangan netral adalah gaya metasenter (M) berhimpitan dengan gaya berat (G). Gambar 2.11 Keseimbangan netral Sumber: Hutauruk Keseimbangan Labil Keseimbangan disebut labil ketika pengaruh gaya luar dihilangkan, maka benda tidak akan kembali ke posisi semula melainkan akan bergerak terus menjauhi posisi awal. Titik berat benda pada posisi yang baru letaknya semakin jauh juga dari posisi titik berat awal. Keseimbangan labil adalah gaya metasenter (M) berada di bawah gaya berat (G).

34 12 Gambar 2.12 Keseimbangan labil Sumber: Hutauruk Gerakan Kapal Gerakan kapal di laut lepas sangat penting untuk diprediksikan karena gerakan kapal dapat menimbulkan masalah. Kapal haruslah terjamin aman dan stabil tidak hanya aman jika berlayar di laut yang kondisi cuacanya relatif tenang,tetapi juga harus menjamin bahwa kapal mengalami penurunan fungsi dari sistem kerjanya. Secara umum karakteristik dasar dari suatu kapal yaitu stabil, bergerak dengan kecepatan yanng cukup mempunyai olah gerak yang cukup baik di perairan yang dalam ataupun dangkal dan cukup melakukan tugas ataupun fungsinya dalam cuaca yang jelek dari hantaman gelombang. Dengan kemajuan yang saat ini telah berkembang pesat di bidang kelautan dan pemakaian teknologi komputer maka dimungkinkan untuk memperkirakan secara statistik beberapa aspek yang berhubungan dengan unjuk kerja kapal di laut lepas. Selain beberapa cara diatas, masalah gerak kapal ini juga dapat ditampilkan dan diselidiki dengan menggunakan software yang telah banyak dimunculkan untuk mempermudah permasalahan dalam menghitung respon gerak kapal. Penyelesaian permasalahan gerakan kapal dapat dipermudah dengan menggunakan satu derajat kebebasan. Dalam kenyataannya ketika kapal berlayar di perairan bebas akan mengalami enam derajat kebebasan dari enam macam gerakan kapal tersebut diatas. Di lain pihak, analisis dengan menggunakan enam derajat kebebasan merupakan hal yang sulit, oleh karena itu dalam analisa maupun penelitian mengenai gerakan kapal sering digunakan coupled dari gerakan-gerakan berikut: 1. Heave dan pitch 2. Yaw dan sway 3. Yaw, sway dan roll 4. Roll, yaw dan pitch

35 13 Gerakan yang dominan untuk sebuah kapal yang berlayar dalam gelombang adalah roll, heave dan pitch, karena roll berpengaruh terhadap stabilitas kapal, sedangkan heave dan pitch berkaitan terjadinya slamming pada forefoot, permasalahan deckwetness pada forecastle. Saat kapal mengapung bebas di dalam laut atau perairan, kapal mengalami gerakan translasi dan rotasi dalam enam derajat kebebasan DOF (Degree of Freedom). Gerakan ini terjadi akibat gayagaya eksternal yang dialami kapal. Ada tiga gerakan translasi ke arah sumbu X, Y dan Z serta tiga gerakan rotasi memutari sumbu X, Y dan Z (Gambar 2.13). Sumbu X merupakan sumbu horizontal arah haluan/buritan kapal, sumbu Y merupakan sumbu horizontal arah kanan/kiri kapal dan sumbu Z adalah sumbu vertikal arah atas/bawah kapal. Gerakan kapal dalam enam derajat kebebasan adalah: 1. Surging merupakan gerakan kapal maju mundur (arah haluan dan buritan/arah sumbu X). 2. Swaying merupakan gerakan kapal ke arah samping (arah port dan starboard/arah sumbu Y). 3. Heaving merupakan gerakan kapal naik turun (arah atas dan bawah/arah sumbu Z). 4. Rolling/heeling atau gerakan angguk merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu X sebagai sumbu putar. 5. Pitching merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu Y sebagai sumbu putar. 6. Yawing merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu Z sebagai sumbu putar. Gerakan kapal dalam enam derajat kebebasan menjelaskan jenis keseimbangan yang dialami kapal. Jenis keseimbangan berdasarkan gerakan kapal dapat disimpulkan menjadi: 1. Gerakan heaving merupakan keseimbangan stabil. 2. Gerakan surging dan swaying merupakan keseimbangan netral atau indiferen. 3. Gerakan yawing merupakan keseimbangan netral atau indiferen. 4. Gerakan rolling/heel dan pitch: tidak tentu, mungkin keseimbangan stabil, labil atau netral. Gambar 2.13 Enam derajat kebebasan Sumber: Hutauruk 2012

36 Respon Amplitude Operator (RAO) Metode spektra merupakan cara untuk mengetahui suatu respon struktur akibat beban gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi. Respon Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO dapat juga didefinisikan sebagai hubungan antara amplitudo respon terhadap amplitude gelombang. Dapat dinyatakan dengan bentuk matematis yaitu (ζrespon / ζgelombang). Amplitudo respon bisa berupa gerakan, tegangan, maupun getaran. RAO juga disebut sebagai Transfer Function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur (Chakrabarti 1987). 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan Maret 2014, yang bertempat di Labolatorium Kapal Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit sampan yang terbuat dari ember bekas tempat cat berukuran 25 kg. Alat-alat tulis, meteran, waterpass, jangka sorong, pendulum, benang ukur, kamera. Model dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak yang sesuai untuk mengetahui stabilitas sampan tersebut. Kemudian dilakukan analisis seakeeping untuk mengetahui Respon Amplitude Operator (RAO) sampan seperti pitching, rolling, heaving. Data yang telah diperoleh dari kedua hasil analisis tersebut dimasukkan kedalam program microsoft excel untuk memperoleh perbandingannya.

37 Metode Penelitian Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode permodelan dan metode simulasi numerik. Kasus yang diteliti adalah stabilitas sampan dan respon gerak terhadap gelombang dari sampan ember bekas tempat cat (EBTC). Jenis dan berat muatan yang dipindahkan harus diperhitungkan saat melakukan analisis Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan adalah dimensi utama kapal meliputi panjang total (LOA) panjang antara dua garis tegak (Lpp), lebar kapal (B) dan dalam kapal (D). Selain itu, data kelengkungan badan kapal yang telah dipindahkan dalam bentuk lines plan digunakan untuk menghitung parameter hidrostatis kapal. Hasil perhitungan parameter hidrostatis selanjutnya digunakan sebagai data dasar dalam perhitungan stabilitas kapal. Data lainnya yang digunakan antara lain draft, trim dan KG Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap sampan. 2. Selanjutnya mengukur dimensi sampan (LOA, LPP, LWL, B, D). 3. Mengukur stasiun (potongan melintang kapal pada jarak tertentu) kapal. 4. Menghitung/memperkirakan berat keseluruhan kapal. 5. Membuat gambar teknik model sampan dengan memasang bilge keel menggunakan aplikasi pendukung. Penggambaran teknik sampan dilakukan kedalam 4 bagian yakni sampan tanpa bilge keel, sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat (Gambar 3.1). Pemasangan bilge keel pada aplikasi pendukung didasarkan pada percobaan yang telah dilalakukan oleh Thews Sudut pemasangan bilge keel yaitu pada sudut 45 derajat yang diukur dari garir air (WL) seperti pada Gambar 3.2. Gambar teknik dalam aplikasi di tunjukkan pada Gambar 3.3. Bilge keel dipasang melebihi panjangnya parallel middle body untuk kapal yang memiliki perpanjangan parallel middle body besar, sedangkan kedalaman/lebar bilge keel conventional dapat dihitung berdasarkan rumus yang disampaikan oleh (Gillmer dan Johnson 1982), yaitu: Lebar bilge keel = 0.18 / (Cb-0.2)

38 16 Berikut ini merupakan data sampan yang digunakan dalam analisis pada penelitian ini. Ukuran sampan yang digunakan yaitu, panjang (LOA) 3,15 m; lebar (B) 0,64 m; dalam (D) 0,32 m. Gambar 3.2 menunjukkan visualisasi sampan dengan bilge keel untuk keperluan simulasi numerik. Gambar 3.4 menunjukkan tahapan penelitian. Gambar 3.5 menunjukkan sampan yang telah dioperasikan. Gambar 3.1 Pemasangan sudut bilge keel Gambar 3.2 Pemasangan bilge keel pada sudut 45 derajat Sumber: Thews 1976

39 17 a b c d Gambar 3.3 Bentuk sampan tampak depan dengan pemasangan bilge keel pada sudut a). Tanpa bilge keel, b).30 derajat, c).45 derajat dan d).60 derajat. 6 Menganalisis gambar yang telah dibuat dengan perangkat lunak yang sesuai untuk menentukan stabilitas sampan. 7 Analisis seakeeping untuk mengetahui respon sampan terhadap gelombang. 8 Data yang diperoleh dari kedua hasil analisis tersebut dimasukkan kembali kedalam program microsoft excel untuk mendapatkan perbandingannya. 9 Hasil perbandingan tersebut dibahas secara deskriptif baik dalam bentuk tabel,grafik maupun gambar. Selanjutnya, Tabel 3.1 di bawah ini menunjukkan berat dan posisi muatan (loadcase) pada sampan yang menjadi obyek penelitian. Tabel 3.1 Loadcase (muatan) di atas sampan saat dilakukan analisis Item Name Quantity W (ton) Long.Arm (m) Vert.Arm (m) Trans.Arm (m) FS Mom. tonne.m Kapal Kosong 1 0, ,3 0 0 Nelayan 1 0,065-0,7 0,1 0 0 Hasil Tangkapan 1 0,01 0,5 0, Alat Tangkap 1 0,05 0 0,1 0 0 Perbekalan 1 0,002-0,3 0, Total Weight = LCG= VCG= TCG= 0,148-0,420 0,126 0,000 0

40 18 Mulai Studi literatur Pengumpulan data dan ukuran sampan Memodelkan sampan dengan memasang bilge keel Rencana Umum Rencana Garis Analisis stabilitas dan seakeeping Kualitas stabilitas dan variasi sudut bige keel Selesai Gambar 3.4 Tahapan Penelitian Gambar 3.5 Sampan yang di buat dari ember bekas tempat cat (EBTC)

41 Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini ada beberapa analisis utama, yaitu analisis parameter hidrostatis. Analisis selanjutnya yaitu analisis stabilitas dan analisis respon amplitude operator (RAO). Setelah itu, data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar serta dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan pada literatur-literatur terkait Analisis Parameter Hidrostatis Untuk nilai parameter hidrostatis sampan sebagai langkah untuk melengkapi tujuan pertama, dapat diperoleh dengan melakukan pengolahan data dari lines plan dengan menggunakan rumus naval architecture (Gillmer dan Johnson 1982; Tupper 2004). Parameter hidrostatis yang dihitung antara lain: Volume displacement ( ), dengan rumus Simpson I h ( A0 4A1 2A2...4 A n An 1)... (1) 3 dimana, A = Luas area bidang air ordinat ke-i pada WL tertentu (m²) Ton displacement ( ), dengan rumus : = δ... (2) dimana, = Volume displacement (m³) δ = Densitas/berat jenis air laut (1,025 ton/m³) Waterplane area (Aw), dengan rumus Simpson I h Aw (Y0 + 4Y1 + 2Y Yn + Yn +1)... (3) 3 dimana, h = Jarak antar ordinat pada garis air (WL) tertentu Yn = Lebar pada ordinat ke-n (m) Ton Per Centimeter (TPC), dengan rumus : TPC = (Aw/100) 1,025 (4)... (4) dimana, Aw = Waterplane area (m²)

42 20 Coefficient of block (Cb), dengan rumus : Cb... (5) LxBxD dimana, = Volume displacement (m³) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m) D = draft kapal (m) Coefficient of midship (Cm), dengan rumus : Cm = Am / (B d)...(6) dimana, Am = Luas tengah kapal (m²) B = Lebar kapal (m) d = draft kapal (m) Coefficient of prismatic (Cp), dengan rumus : Cp = /(Am L)...(7) dimana, = Volume displacement (m³) Am = Luas area tengah kapal (m²) L = Panjang kapal (m) Coefficient of vertical prismatic (Cvp), dengan rumus : Cvp = / (Aw d)...(8) dimana, = Volume displacement (m³) Aw = Waterplane area (m²) d = draft kapal (m) Coefficient of waterplane (Cw), dengan rumus : Cw = Aw / (L B)... (9) dimana, Aw = Waterplane area (m²) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m) Jarak titik apung (B) terhadap lunas (K), dengan rumus : KB = 1/3 [ 2,5 d ( /Aw) ]... (10) dimana, = Volume displacement (m³)

43 21 Aw = Waterplane area (m²) = draft kapal (m) d Jarak titik apung (B) terhadap titik metacentre (M), dengan rumus : BM = I /... (11) dimana, = Volume displacement (m³) I = Moment innertia Jarak metacentre (M) terhadap lunas (K), dengan rumus : KM = KB +BM... (12) dimana, KB = Jarak titik apung terhadap lunas BM = Jarak titik apung terhadap metacentre Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal (BML), dapat dihitung dengan rumus : BML = IL/... (13) dimana, IL = Innertia longitudinal = Volume displacement (m³) Jarak metacentre longitudinal terhadap lunas (KML) KML = KB + BML... (14) dimana, KB = Jarak titik apung terhadap lunas BML = Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal Jarak titik berat (G) terhadap lunas (K), dengan rumus : KG = I /... (15) dimana, = Ton displacement (ton) I = Moment innertia Jarak titik berat (G) terhadap metacentre (M), dengan rumus : GM = KM KG... (16) dimana, KM = Jarak metacentre terhadap lunas (m) KG = Jarak titik berat terhadap lunas (m) Kesesuaian dan keragaan kapal selain dapat dilihat secara langsung juga dapat dilihat melalui nilai parameter hidrostatisnya. Parameter hidrostatis yang dibandingkan adalah nilai coefficient of fineness. Koefisien ini juga sering disebut

44 22 sebagai koefisien bentuk badan kapal. Hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Nilai tersebut merupakan kisaran nilai koefisien bentuk badan kapal di Indonesia tetapi bukan merupakan nilai mutlak (standar baku). Tabel 3.2 Nilai coefficient of fineness kapal penangkap ikan di Indonesia Encircling gear Towed gear Static gear Cb 0,56-0,67 0,40-0,60 0,39-0,70 Cp 0,60-0,79 0,51-0,62 0,56-0,80 Cm 0,84-0,96 0,69-0,98 0,63-0,91 Cw 0,78-0,88 0,66-0,77 0,65-0,85 Cvp 0,71-0,76 0,61-0,78 0,60-0,82 Sumber : Iskandar dan Pujiati (1995) Sementara itu Inamura (1968) memberikan pedoman kisaran koefisien bentuk (coefficient of fineness) untuk kapal longline. Kapal longline termasuk dalam kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang bersifat diam (static gear). Nilai coefficient of fineness untuk kapal-kapal longline Jepang seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Nilai acuan coefficient of fineness kapal longline Jepang Coefficient of fineness Nilai Acuan Cb 0,61-0,72 Cp 0,65-0,75 Cm 0,88-0,98 Cw 0,83-0,90 Cvp 0,84-0, Analisis Stabilitas Perhitungan parameter stabilitas kapal meliputi perhitungan perubahan nilai titik gravity (G) secara vertikal (KG) dan secara longitudinal (LCG) pada masingmasing kondisi menggunakan formula yang dikemukakan dalam Fyson (1985). Perhitungan parameter stabilitas yang dilakukan sebagai berikut: Keel of gravity (KG) moment z KG...(17) dimana, Δz = moment vertikal Δ = berat kapal Longitudinal centre of gravity (LCG) : Σ moment = Σ moment H Σ moment B... (18)

45 23 dimana, H = haluan B = buritan Longitudinal centre of bouyancy (LCB) : LCB = selisih moment / Σ berat... (19) dimana, Σ berat = berat total kapal (vertikal) Perhitungan draft pada masing-masing kondisi dilakukan sesuai dengan perubahan variasi kondisi muatan dan nilai TPC. Perubahan draft kapal dapat dihitung menggunakan formula yang dikemukakan dalam Isotopo (1997): Selisih berat (w) = berat baru berat lama Perubahan draft = w/tpc (20) TPC adalah ton percentimeter immersion Draft baru adalah draft awal + penambahan draft Berdasarkan nilai kurva stabilitas selanjutnya menghitung luas area di bawah kurva stabilitas pada masing-masing kondisi muatan dengan menggunakan formula trapeziodal seperti yang dikemukakan dalam Fyson (1985) sebagai berikut: Sudut dalam radian diperoleh dengan rumus : Sudut (rad) = sudut (derajat) x Π / 1800 Maka, luas area (m.rad) = (y1 x y0/2) x (a1 a0)...(21) dimana, Y1 = nilai GZ pada sudut yang lebih besar Y0 = nilai GZ pada sudut yang lebih kecil A1 = nilai sudut yang lebih besar A0 = nilai sudut yang lebih kecil Gerakan yang paling dominan akibat bilge keel adalah gerakan rolling. Berikut persamaan rolling: 2 d a dt 2 d b dt c M 0 cos... (22) dimana, a = momen inersia, a adalah massa struktur b = momen damping, b adalah koefisien momen damping c = momen pengembali, c adalah koefisien momen pengembali M o cos = momen luar yang dialami dan berubah-ubah berdasarkan frekuensi

46 24 Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif, numerik dan komparatif terkait desain dan stabilitas kapal. Adapun stabilitas sampan ember bekas tempat catdianalisis berdasarkan nilai parameter-parameter stabilitas dan luas area di bawah kurva stabilitas statis. Stabilitas sampan dianalisis dalam kondisi intact stability selanjutnya dibandingkan dengan nilai kriteria stabilitas IMO (1995). Ilustrasi kriteria stabilitas IMO (1995) dapat dilihat pada Gambar 3.4. Gambar 3.6 Ilustrasi kurva kriteria stabilitas kapal Sumber: Hind 1982 A : B C D : E F : : : : Luas area di bawah kurva stabilitas statis sampai sudut oleng 30 0 tidak boleh kurang dari m-rad. Luas area di bawah kurva stabilitas statis sampai sudut oleng 40 0 tidak boleh kurang dari 0.09 m-rad. Luas area di bawah kurva stabilitas statis antara sudut oleng tidak boleh kurang dari 0.03 m-rad. Nilai maksimum righting lever (GZ) sebaiknya dicapai pada sudut tidak kurang dari 30 0 serta bernilai minimum 0.20 meter. Sudut maksimum stabilitas sebaiknya lebih dari 250. Nilai initial GM tidak boleh kurang dari 0.35 meter Analisis Seakeeping Metode spektra merupakan cara untuk mengetahui suatu respon struktur akibat beban gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi. Respon Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO dapat juga didefinisikan sebagai hubungan antara

47 25 amplitudo respon terhadap amplitude gelombang. Dapat dinyatakan dengan bentuk matematis yaitu (ζrespon / ζgelombang). Amplitudo respon bisa berupa gerakan, tegangan, maupun getaran. RAO juga disebut sebagai transfer function karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur (Chakrabarti 1987). Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi adalah sebagai berikut: 2 S R ( e ) S ( e ) H ( e )... (23) Amplitudorespongerakan Ra RAO... (24) Amplitudogelombang a Ra S R S ( e )......(25) a dimana, S ( e ) = Fungsi densitas spektrum gelombang [ft 2 -sec] S R ( e ) = Fungsi densitas spektrum respon gerakan [ft 2 -sec] S = Spektrum respon gerakan [ft] R H ( ) e Ra Ζa 2 = Response Amplitudo Operator (RAO) = Amplitudo respon gerakan [ft] = Amplitudo gelombang [ft] Persamaan yang digunakan untuk menghitung hambatan kapal di berikan pada persamaan dibawah ini = [ (1+ )+ ] +... (26) dimana, C A = tahanan total kapal (N) = koefisien tahanan gesek kapal = koefsien penambahan tahanan = kecepatan kapal (m/s) = luas bidang basah (m 2 ) = tahanan gelombang

48 26 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) Sampan ember bekas tempat cat merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di Labolatorium Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Disamping memanfaatkan kembali bahan plastik limbah sisa buangan yang biasanya dibuang atau digunakan sebagi wadah air dan wadah bagi penjual tahu. Ember bekas tempat cat yang rencanakan dan dibuat (rancang bangun) menjadi sebuah perahu dengan investasi yang relatif lebih murah, perawatan yang lebih mudah dan murah, bobot yang lebih ringan, kapasitas yang optimal, dan dengan kemampuan yang baik diharapkan mampu meningkatkan stabilitas dan status perekonomian masyarakat tertentu sebagai bahan alternatif alat bantu transportasi yang optimal, efektif, efisien dan ekonomis, eksitensi perahu ember bekas tempat cat dapat menjadi pilihan yang tepat sebagai alternatif perahu yang biasa digunakan oleh sebagian masyarakat dengan karakteristik dan nama yang berbeda. Bahan ini dibuat sebagai alternatif pengganti kayu yang semakin sulit diperoleh dan bahan fiber yang membutuhkan biaya mahal, sehingga diharapkan biaya produksi pembuatan sampan dari ember bekas tempat cat ini lebih murah. Sampan ember bekas tempat cat dibentuk dari susunan beberapa gadinggading yang terbuat dari kayu, kemudian dilakukan pemasangan kulit lambung sampan yang terbuat dari ember bekas tempat cattersebut. Ember bekas tempat cat 25 kg adalah bahan plastik limbah buangan/sisa yang dengan mudah dapat diperoleh dan dibeli dengan harga lima hingga sepuluh ribu rupiah per unit. Ember cat tersebut direncanakan dan dibentuk menjadi sampan dengan bobot yang lebih ringan (dapat dipindahkan dengan diangkat oleh satu orang), tahan terhadap perubahan cuaca serta mudah dalam melakukan perawatan serta perbaikan. Gambar 4.1 Sampan ember bekas tempat cat

49 Desain Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) Desain adalah rancangan awal berupa sketsa gambar terhadap suatu objek sesuai dengan tujuan dan fungsi pembuatannya yang spesifikasi dari pembuatan gambar harus sesuai dengan garis besar dan persyaratan umum yang berlaku (Ayodhyoa 1972). Sesuai dengan perbedaan jenis operasi dan alat tangkap kapal yang digunakan, maka desain dan konstruksi kapal dibuat berbeda-beda dengan memperhatikan persyaratan teknis pengoperasian dan jenis alat tangkap yang digunakan General Arangement General Arangement (rancangan umum) adalah suatu gambar teknik yang menyajikan secara umum kelengkapan ruang kapal terlihat dari atas dan samping. Gambar rancangan umum (general arrangement) merupakan gambar yang menunjukkan tata letak muatan di atas kapal. Hal ini sangat penting dalam menunjang kemudahan operasi dan berpengaruh besar terhadap kondisi stabilitas kapal. Penempatan jenis muatan yang tepat akan memberikan keleluasaan dan kenyamanan kerja serta membuat kapal menjadi lebih stabil seperti terlihat pada Gambar 4.3. General arangement kapal dibuat dengan pertimbangan efektivitas proses penangkapan, tujuan penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan. Perubahan jumlah muatan pada bagian haluan kapal yang tidak seimbang dengan perubahan jumlah muatan pada bagian buritan dapat juga mengakibatkan kapal pada kondisi trim by bow. Kondisi trim by bow pada kapal sebaiknya dihindari agar memberikan kenyamanan saat kapal beroperasi. Novita (2011) mengemukakan bahwa penempatan muatan yang diperkirakan memiliki berat terbesar sebisa mungkin berada pada midship untuk menghindari kapal berada pada posisi trim by bow maupun trim by stern Lines Plan Rencana garis (lines plan) suatu kapal merupakan rencana garis desain kapal yang dibuat pada masing-masing water line dan ordinat yang diproyeksikan dalam tiga buah gambar teknik dua dimensi yaitu tampak depan (body plan), tampak samping (profile plan) dan tampak atas (half breadth plan). Panjang kapal antara kedua garis tegak dimulai dari garis tegak buritan After perpendicular (AP), hingga garis tegak haluan fore perpendicular (FP). AP merupakan garis tegak buritan yang berada pada tiang kemudi, sedangkan FP terdapat pada perpotongan antara linggi haluan dengan LWL (length water line) (Marjoni et al. 2010). Antara kedua garis tegak sampan dibagi menjadi 8 bagian yang sama. Garis tegak yang diberi nomor 0-8 digunakan untuk membuat rencana garis half breadth plan dan body plan, sedangkan buttock line (BL) digambarkan sebagai garis yang memotong WL, posisinya sejajar dengan center line disepanjang

50 28 sampan, BL membagi sampan secara transversal dan jumlahnya minimal membagi sampan menjadi 3 bagian yang sama. Body plan merupakan gambar garis yang tampak haluan dan buritan yang menampilkan bentuk kasko sampan pada masing-masing ordinat, bentuk yang digambarkan adalah setengah lebar sampan dari haluan hingga ordinat 4 (midship) dan ordinat 0-3. Pada Gambar 4.2, lines plan terlihat bahwa lambung sampan dari haluan hingga buritan adalah sama, berbentuk perpaduan antara round plat bottom dengan hard chin bottom. Penelitian Novita dan Iskandar (2006) mengemukakan bahwa nilai tahanan gerak yang dimiliki oleh kasko model round bottom lebih kecil dibanding dengan kasko model round flat bottom, U-bottom maupun akatsuki. 4.3 Ukuran Utama Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) Dalam merancang sebuah sampan diperlukan ukuran utama sebagai dasar perencanaan dan pemodelan sampan. Ukuran utama sampan yang akan dijadikan model adalah panjang keseluruhan (LOA): 3,15 m; lebar (B): 0,68 m dan depth (D): 0,32 m. Struktur sampan dilengkapi 6 buah gading-gading dengan jarak gading 0,45 m. Pada alas diberi penumpu alas bawah, untuk memperbaiki kekuatan memanjang sampan. Penumpu alas terdiri dari penumpu tengah dan penumpu samping. Sampan ini memiliki bobot 21,5 kg; dengan kapasitas daya tampung 2 orang.

51 29

52 30

53 Parameter Hidrostatis Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) Parameter hidrostatis merupakan nilai yang menunjukkan kondisi sebuah sampan di dalam perairan pada saat kondisi perairan tersebut tenang. Rawson dan Tupper (1983) menjelaskan saat kapal beroperasi terjadi perubahan berat, perpindahan beban serta variasi draft, trim dan freeboard demikian juga stabilitasnya, dan untuk mengetahui perubahan tersebut, maka parameter hidrostatisnya harus diketahui. Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh nilai parameter hidrostatisnya, maka karakteristik sampan tersebut pada ketinggian garis air (WL) tertentu dapat diketahui. Dibawah ini merupakan tabel parameter hidrostatis sampan ember cat bekas. Kelayakan desain sebuah kapal dapat dilihat dari nilai koefisien kapal (coefficient of fineness), yang terdiri dari koefisien blok (block of coefficient; Cb), koefisien prismatik (prismatic of coefficient; Cp), koefisien garis air (waterplan coefficient; Cw), dan koefisien gading besar (midship coefficient; Cm) (Gillmer dan Johnson 1982). Nilai acuan coefficient of fineses kapal ikan di Indonesia berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap disajikan pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3; di metode penelitian. Tabel 4.1 Parameter hidrostatis sampan ember bekas tempat cat (EBTC) Water Line (m) Parameter Hidrostatis 0,032 0,064 0,096 0,128 0,16 Displacement tonne (ton) 0,0182 0,0564 0,097 0,139 0,1851 WL Length (m) 2,507 2,584 2,66 2,736 2,809 WL Beam (m) 0,677 0,616 0,558 0,6 0,633 Wetted Area (m 2 ) 1,266 2,007 2,559 2,819 3,037 Waterpl. Area (m 2 ) 0,958 1,25 1,226 1,342 1,466 Prismatic Coeff. (Cp) 0,761 0,763 0,772 0,766 0,762 Block Coeff. (Cb) 0,382 0,515 0,627 0,618 0,613 Midship Area Coeff. (Cm) 0,502 0,675 0,812 0,806 0,804 Waterpl. Area Coeff. (Cw) 0,777 0,815 0,826 0,818 0,824 LCB from Amidsh. (m) LCF from Amidsh. (m) KB (m) 0,02 0,039 0,056 0,073 0,091 KG (m) 0,032 0,064 0,096 0,128 0,16 BMt (m) 1,507 0,601 0,285 0,244 0,227 BML (m) 19,076 9,023 5,762 4,624 4,012 GMt (m) 1,367 0,48 0,181 0,158 0,158 GML (m) 18,936 8,903 5,659 4,538 3,943 KMt (m) 1,527 0,64 0,341 0,318 0,318 KML (m) 19,096 9,063 5,819 4,698 4,103 TPc (tonne/cm) 0,01 0,013 0,013 0,014 0,015 MTc (tonne.m) 0,001 0,002 0,002 0,002 0,003 RM at 1deg = GMt.Disp.sin(1) (tonne.m) ,001

54 32 0,175 0,15 MTc Immersion (TPc) 0,125 KML KMt 0,1 Draft m KB 0,075 LCF LCB 0,05 WPA 0,025 Wet. Area Disp ,025 0,05 0,075 0,1 0,125 0,15 0,175 0,2 Displacement tonne 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 Area m^2-0,04-0,02 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 LCB, LCF, KB m KMt m KML m 0 0,003 0,005 0,007 0,01 0,013 0,015 0,018 0,02 Immersion tonne/cm 0 0 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,003 0,003 Moment to Trim tonne.m Gambar 4.4 Kurva hidrostatik sampan ember cat bekas

55 Nilai parameter hidrostatis sangat tergantung pada nilai panjang (Lpp), lebar (B) dan sarat kapal (d). Semakin besar ketiga nilai tersebut maka nilai parameter hidrostatisnya juga akan semakin tinggi. Selain itu, nilai parameter hidrostatis juga sangat dipengaruhi oleh nilai coefficient of fineness yang merupakan representasi dari bentuk badan kapal yang berada di bawah permukaan air (Susanto et al. 2011a, 2011b). Parameter hidrostatik sampan ember bekas tempat catada pada Tabel 4.1 diatas, yang terdiri dari nilai ton displacement ( ), waterplan area (Aw), midship area (Am), coefficient of fineness (Cb, Cp, Cm, Cw), ton per centimeter immersion (TPC), longitudinal center of bouyancy (LCB), jarak maya pusat gaya apung (KB), jari-jari metacenter vertikal (BM) dan longitudinal (BML), dan jarak maya titik metacenter vertikal (KM) dan longitudinal (KML). Kisaran nilai untuk masing-masing parameter hidrostatik pada garis air maksimum sampan ember bekas tempat catadalah nilai ton displacemet ( ) 0,0182-0,1851 ton; Waterplan area (Aw) 0,958-1,466m 2 ; midship area (Am) 1,266-3,037m 2 ; TPC 0,01-0,015, LCB dan LCF 0; Nilai coefficient of fineness (Cb: 0,382-0,613; Cp: 0,761-0,762; Cm: 0,502-0,804; Cw: 0,777-0,824). Parameter hidrostatis yang memiliki pola yang sama dengan volume dan ton displacement adalah wetted area dan waterplan area. Wetted area dan waterplan area merupakan parameter yang masing-masing menunjukkan luas badan kapal yang terendam air (area basah) dan luas penampang pada tiap garis air secara melintang dari haluan hingga buritan. Semakin tinggi garis air, maka nilai keduanya juga semakin meningkat. Berat badan kapal dibawah garis air dapat dilihat dari nilai ton displacemet ( ) yang kisarannya adalah 0,0182-0,1851 ton. Waterplan area (Aw) merupakan luas area kapal pada garis air tertentu secara horizontal-longitudinal. Luas area pada garis maksimum sampan ember bekas tempat catadalah 0,958-1,466m 2, dimana nilainya semakin tinggi dengan bertambahnya garis air. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin mendekati dek, ruang untuk penempatan muatan secara horizontal akan semakin lapang. Area dibagian tengah kapal secara melintang pada tiap garis air ditunjukkan oleh midship area (Am). Kisaran nilai Am sampan adalah 1,266-3,037m 2 ; dimana nilai Am terbesar berada pada pada garis air tertinggi. Pada kurva hidrostatik, parameter hidrostatik digambarkan sebagai fungsi dari garis air kapal yang dapat dilihat perubahan nilai parameter hidrostatik pada tiap garis air yang memperlihatkan bahwa nilai parameter hidrostatik semakin besar dengan bertambah tingginya garis air kapal kecuali untuk nilai LCB. Semakin kecilnya nilai LCB seiring dengan bertambah tingginya garis air kapal menunjukkan bahwa letak titik apung kapal secara longitudinal bergerak kearah buritan. Parameter LCB menunjukan posisi atau jarak titik apung (bouyancy) kapal dari midship secara longitudinal. Nilai LCB sampan ember bekas tempat cat0 m yang berarti titik B (bouyancy) sampan secara longitudinal berada di midship. Kantu et al. (2013) mengemukakan bahwa nilai LCB yang semakin mengarah ke buritan kapal diakibatkan adanya penambahan volume badan kapal yang besar pada bagian buritan. Begitu juga dengan nilai LCF (longitudinal centre floatation). LCF merupakan jarak titik pusat pengapungan kapal yang dihitung dari midship. LCF juga dapat didefinisikan sebagai jarak dari titik pusat waterplan area kapal pada draft tertentu terhadap midship, sehingga posisi LCF sangat dipengaruhi oleh bentuk lambung kapal yang terendam air. Pada sampan ember 33

56 34 cat bekas, nilai LCB adalah sebesar 0 m berada di depan midship sedangkan nilai LCF sebesar 0 m yang berada pada midship juga. Parameter LCB, KB, KMt, BMt, KML dan BML sangat erat kaitannya dengan stabilitas kapal karena dapat mempengaruhi nilai M (metacentre), G (gravity) dan B (bouyancy) pada kapal. Titik penting yang memberikan pengaruh besar terhadap keragaan kapal adalah jarak vertikal dari lunas kapal (K) ke pusat titik berat (G) dan titik apung (B). Jarak dari lunas kapal ke pusat titik apung disebut dengan KB sementara jarak dari lunas kapal ke titik berat disebut dengan KG. Nilai KB akan semakin besar seiring dengan pertambahan draft, sedangkan nilai KG akan semakin berkurang seiring dengan dalamnya kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai KG sebesar 0,16 m dan nilai KB 0,091 m. Hal ini berarti titik berat kapal (gravity) berada lebih tinggi dari titik apungnya. Titik metacentre (M) merupakan satu dari 3 titik keseimbangan yang sangat penting artinya bagi kestabilan kapal selain titik berat (G) dan titik apung (B). Posisi titik M menjadi parameter untuk menentukan kondisi kestabilan kapal. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 1), maka posisi titik M dibagi menjadi 2 jenis yaitu Mt dan ML. Jarak titik apung terhadap metacentre secara vertikal atau BMt adalah sebesar 0,227 m dan jarak lunas terhadap metacentre (KMt) sebesar 0,318 m. Sementara itu jarak dari titik berat terhadap metacentre (GMt) adalah sebesar 0,158 m. Hal ini menunjukkan bahwa posisi titik M sampan ember cat berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif. Jarak titik G, B dan K terhadap titik metacentre membujur (ML) dilambangkan dengan GML, BML dan KML. ML merupakan titik perpotongan antara garis-garis tegak yang melalui titik B secara membujur. Semakin tinggi draft maka nilai GML, BML dan KML semakin kecil. Pada kondisi draft desain nilai GML, BML dan KML berturut-turut adalah 18,936 m; 19,076 dan 19,096 m. Beban yang diperlukan untuk merubah garis air sebesar satu centimeter disebut ton per centimeter immersion (TPC). Nilai ini berfungsi sebagai referensi pada saat akan menambah dan mengurangi muatan ke atau dari dalam kapal. Nilai TPC sampan berkisar antara 0,01 sampai 0,015, yang berarti bahwa penambahan atau pengurangan muatan sebesar 0,01-0,015 ke atau dari dalam sampan akan menambah dan mengurangi sarat air kapal sebesar satu sentimeter. Coefficient of fineness kapal yang biasa disebut koefisien kegemukan kapal mencerminkan bentuk badan kapal. Nilai Coefficient of fineness sampan ember bekas tempat cattertera pada Tabel diatas. Dari beberapa koefisien bentuk kapal, nilai Cb yang sering digunakan untuk mementukan tingkat kegemukan kapal, karena nilai ini mencerminkan bentuk badan kapal yang terendam di dalam air. Nilai Cb bergerak dari 0-1, dimana semakin mendekati nilai 1 kapal dikatakan semakin gemuk dan bila nilai Cb mencapai 1 maka bagian kapal yang terendam di dalam air berbentuk balok. Berdasarkan hasil analisis terhadap sampan ember bekas tempat catdiperoleh nilai coefficient of block, bahwa bentuk sampan ember cat memiliki lambung dengan tingkat kegemukan sedang (good type). karena nilainya berada dikisaran 0,613. Utama et al. (2007), bahwa kapal dengan nilai Cb sekitar 0,5-0,6 merupakan kapal yang memiliki bentuk lambung peralihan antara kapal gemuk (rounded) menuju kapal langsing (chine). Kapal dengan nilai Cb yang kecil akan mengalami tahanan gerak yang lebih kecil, tetapi agak bermasalah dengan stabilitas. Nilai coeffiicient of prismatik berpengaruh terhadap perubahan bentuk

57 35 badan kapal secara horizontal. Cp juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya tahanan gerak yang dialami oleh kapal. Menurut Yaakob et al. (2005) kapal yang memiliki nilai Cp lebih kecil akan mengalami tahanan gerak yang lebih kecil. Sampan ember bekas tempat catmemiliki nilai Cp 0,762 sehingga sampan ini mengalami tahanan gerak maksimun namun bentuk penampang sampan tidak banyak mengalami perubahan sepanjang LWL. Susanto et al. (2011a, 2011b) mengemukakan bahwa koefisien tengah kapal (midship coefficient) dapat digunakan untuk menduga seberapa besar jumlah muatan yang dapat ditampung. Semakin besar nilai Cm maka kapasitas muatnya juga akan semakin besar. Sampan tersebut memiliki nilai Cm yang besar 0,804 (mendekati 1) sehingga memiliki kapasitas muat yang besar. Selain koefisien tengah kapal, koefisien garis air (waterplan coefficient) juga dapat digunakan untuk memprediksi kapasitas muat suatu kapal. Nilai Cwp yang besar menunjukkan bahwa ruangan muat kapal cukup luas, tetapi berimplikasi pada bersarnya tahanan yang akan dialami kapal. Nilai Cwp sampan tersebut berada pada kisaran 0,824. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampan ember bekas tempat catmemiliki kapasitas muat yang besar dan ruang muat yang besar juga. 4.5 Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) Stabilitas merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan pada semua jenis kapal. Stabilitas merupakan kemampuan kapal untuk kembali ke posisi tegak lurus setelah mengalami oleng akibat gaya luar/eksternal. Gaya luar tersebut bisa diakibatkan oleh aktivitas penangkapan, angin, gelombang, penambahan gaya akibat operasi penangkapan, muatan yang dipindahkan melewati kapal. Stabilitas ditentukan oleh karakteristik kapal, seperti bentuk lambung dan distribusi berat dan bagaimana kapal itu dioperasikan. Stabilitas sebuah kapal tidak dalam kondisi tetap, stabilitas berubah terus-menerus selama dalam setiap pelayaran dan selama kapal digunakan. Sebuah kapal penangkap ikan yang mulanya stabil bisa menjadi tidak stabil akibat perubahan cuaca, dikarenakan kapal dimuati dan dioperasikan, atau jika tata letak kapal atau peralatan dirubah. Susanto et al. (2011a, 2011b), menyatakan bahwa kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula tentunya berhubungan dengan parameter teknis kapal itu sendiri, baik dimensi utama maupun coefficient of fineness. Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM). Marjoni et al menyatakan stabilitas statis merupakan moment yang cenderung untuk mengembalikan kapal ke kedudukan tegak bila kapal miring, sering disebut sebagai positif bila dapat menegakkan kapal kembali dan negatif bila menyebabkan kemiringan yang lebih besar. Pada stabilitas statis lengan penegaknya adalah GZ dan gaya yang berkerja pada lengan ini sama dengan berat

58 36 (displacement) kapal, dengan kata lain stabilitas statis kapal diukur pada kondisi beberapa sudut kemiringan pada nilai ton displacement yang berbeda. Righting arm (GZ) merupakan jarak titik G pada kondisi awal dengan saat kapal telah dimiringkan, apabila sudut kemiringan diplotkan dan dihubungkan dengan besar GZ dalam suatu grafik, maka akan dihasilkan kurva stabilitas statis. Sumbu X merupakan nilai sudut kemiringan sedangkan sumbu Y merupakan tinggi GZ. Kualitas stabilitas kapal dikatakan baik bila luasan dibawah kurva stabilitas dinamis besar, titik potong kurva stabilitas dengan sudut heels terletak pada sudut yang besar. Kondisi stabilitas kapal dapat diketahui dengan menelaah kurva stabilitas yang bersangkutan. Kurva stabilitas menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Hasil analisis terhadap sampan yang dipasang bilge keel pada sudut 30; 45 dan 60 derajat dibandingkan dengan sampan tanpa bilge keel di tunjukkan pada Tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Nilai righting arm (meter) pada sampan tanpa dan dengan bilge keel Sudut 0 O Sudut kemiringan sampan (derajat) 10 O 20 O 30 O 40 O 50 O Tanpa Bilge 0 0,039 0,06 0,069 0,069 0, O 0 0,041 0,067 0,078 0,078 0, O 0 0,04 0,066 0,077 0,077 0,07 60 O 0 0,039 0,065 0,076 0,076 0,07 Sudut Sudut kemiringan sampan (derajat) 60 O 70 O 80 O 90 O 100 O 110 O Tanpa Bilge 0,056 0,045 0,032 0,019 0,004-0,01 30 O 0,059 0,045 0,03 0,013-0,004-0, O 0,059 0,045 0,029 0,013-0,004-0, O 0,058 0,044 0,029 0,012-0,005-0,021 Adanya penambahan bilge keel diharapkan dapat mengurangi sudut rolling pada sampan. Beberapa peneliti tersebut antara lain Chang (2008), Bangun et al. (2009) dan Ikeda et al. (2005), mengemukakan bahwa ukuran bilge keel sangat berpengaruh terhadap efektivitasnya. Selain itu, penggunaan bilge keel juga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengurangan amplitudo oleng. Pengurangannya dapat mencapai kisaran antara 40-80%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemasangan bilge keel pada sampan memberikan efek terhadap stabilitas sampan yang mengurangi sudut rollnya. Gambar 4.5 dibawah ini, menunjukkan grafik perbandingan stabilitas antara sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30; 45 dan 60 derajat dan tanpa dipasang bilge keel.

59 37 Gambar 4.5 Kurva stabilitas sampan tanpa dan dengan bilge keel bersudut 30; 45 dan 60 derajat Dari Gambar 4.5 diatas diketahui bahwa luas area di bawah kurva terkecil dimiliki oleh sampan tanpa bilge keel. Sementara itu untuk sampan dengan bilge keel, sudut 30 derajat memberikan luas yang lebih besar dibandingkan dengan sudut 45 dan 60 derajat. Dari sisi stabilitas, luas area di bawah kurva tersebut menunjukkan jumlah energi pembalikan yang dimiliki sampan saat terjadi oleng untuk kembali ke posisi semula. Meskipun perbedaan luas antara sudut bilge keel 30; 45 dan 60 derajat relatif tidak besar namun dari sisi energi pembalikan, sudut bilge keel 30 derajat memiliki energi pembalik lebih besar dibandingkan 45 dan 60 derajat atau tanpa bilge keel. Gambar 4.6 Perbandingan righting arm stabilitas sampan pada grafik pucak stabilitas Kurva pada Gambar 4.6 tersebut juga menunjukkan puncak keempat stabilitas sampan berada pada rentang sudut derajat bersamaan dengan terjadinya nilai maksimum dari lengan GZ (ringhting arm). Kombinasi kedua hal ini menunjukkan bahwa sampan tersebut masih memiliki stabilitas yang baik. Dari sisi perbandingan nilai rihgting arm (Gambar 4.5) antara sampan tanpa bilge

60 38 keel dengan sampan yang dipasang bilge keel mencapai 0,009. Sebaliknya, perbandingan antara nilai righting arm kedua sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30 dan 45 derajat relatif kecil yakni 0,001 m. Perbandingan antara nilai righting arm kedua sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 45 dan 60 derajat relatif kecil yakni 0,001 m. Sedangkan perbandingan antara nilai righting arm kedua sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30 dan 60 derajat yakni 0,002. Nilai righting arm pada sampan tanpa bilge keel adalah 0,069 pada sampan dengan sudut bilge keel 30 derajat adalah 0,078 pada sampan dengan sudut bilge keel 45 derajat adalah 0,077 sedangkan pada sampan dengan sudut bilge keel 60 derajat adalah 0,076. Selang stabilitas ketiga sampan ember bekas tempat catberada pada kisaran derajat, selang ini menunjukkan bahwa sampan ember bekas tempat catmasih memiliki nilai GZ yang positif hingga sudut kemiringan 110 derajat, secara teoritis sampan masih dapat kembali ke posisi semula. Titik potong kurva stabilitas dinamis dengan sudut heels terletak pada sudut yang besar yaitu sudut 100 derajat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampan yang terbuat dari ember bekas tempat catmemiliki stabilitas yang baik. Pemasangan bilge keel sangat berpengaruh terhadap stabilitas sampan ember cat bekas. Sudut bilge keel yang baik untuk sampan ember bekas tempat catadalah sudut 30 derajat. Kondisi stabilitas kapal juga dipengaruhi oleh tinggi sarat air kapal (draft). Peningkatan draft kapal tergantung pada nilai TPC dan bobot tambahan yang diakibatkan oleh hasil tangkapan yang diperoleh. Semakin besar bobot yang ditambahkan maka draft kapal juga akan semakin besar. Distribusi muatan yang tepat (diletakkan serendah mungkin) akan menghasilkan VCG yang kecil dan stabilitas kapal akan tetap baik. Sementara apabila distribusi muatan diletakkan diatas dek kapal, maka besar kemungkinan akan berdampak negatif terhadap stabilitas kapal (Susanto et al. 2011a, 2011b). Pemasangan bilge keel pada sampan ember bekas tempat cat (EBTC) mampu menaikkan stabilitas sampan pada area dibawah kurva GZ dibandingkan dengan sampan tanpa dipasang bilge keel. Kenaikan stabilitas sampan dengan pemasangan sudut bilge keel 30 derajat mencapai 1,13%, 1,11% pada sampan yang di pasang sudut bilge keel 45 derajat sedangkan pada sudut 60 derajat hanya mampu menaikkan stabilitas hingga 1,10%. Hal ini dapat dilihat pada gamabr diatas (Gambar 4.5). 4.6 Respon Amplitude Operator (RAO) Ketika kapal berlayar di laut, gerakan-gerakan kapal (rolling, piching, heaving, dan lain lain) akan terjadi karena adanya gelombang dan oleh karena gelombang itu sendiri akan mengakibatkan tahanan maupun gaya-gaya yang berkerja pada kapal. Khususnya pada kondisi cuaca yang buruk atau gelombang besar yang mengakibatkan hempasan (slamming), masuknya air kegeladak bahkan dapat merusak muatan atau bagian-bagian konstruksi kapal. Kenyamanan awak

61 39 kapal dan penumpang menjadi berkurang, juga berkurangnya stabilitas kapal, sehingga hal ini dapat mengakibatkan kapal tenggelam. Analisis gerakan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak, dimana sampan dimodelkan terlebih dahulu dalam bentuk gambar teknis seperti pada Gambar 3.3. Kemudian dihitung gerakannya dengan menggunakan tiga kondisi gelombang yakni head sea, beam sea dan following sea. Percobaan terhadap sampan dilakukan dengan menggunakan tiga kecepatan 0; 0,5 dan 1 knots. Dimana kecepatan tersebut didasarkan pada saat sampan tidak bergerak, kemudian sampan didayung dan didayung dengan sekuat tenaga. Simulasi gerakan kapal hanya dilakukan pada gerakan yang mengalami osilasi. Gambar 4.7 Arah Gelombang Kapal Hutahuruk (2013) menyatakan dari keenam gerakan kapal ada 3 gerakan yang benar-benar merupakan gerakan yang benar-benar sangat terasa murni saat berada diatas sampan yakni heaving, pitching, dan rolling. Ini dikarenakan gerakan-gerakan tersebut akan mengembalikan kapal ke posisi semula saat kapal tidak dalam keadaan posisi seimbang (equilibrium position). Dengan demikian, gerakan tersebut bekerja karena pengaruh gaya atau momen pengembali. Hal ini berbeda dengan ketiga gerakan kapal lainnya, surging, swaying dan yawing, kapal tidak kembali ke posisi semula saat kapal tidak dalam keadaan posisi seimbang kecuali ada gaya atau momen pengembali yang menyebabkan bekerja pada arah berlawanan. Model matematik spektrum didasarkan pada satu atau lebih parameter, misalnya tinggi gelombang signifikan, faktor permukaan, periode gelombang, dan lain-lain. Spektrum JONSWAP merupakan spektrum yang menggunakan lima parameter, namun biasanya tiga di antaranya adalah konstan. Spektrum JONSWAP didasarkan pada percobaan yang dilakukan di North Sea. Penelitian sebelumnya (Setiyawan 2013) bahwa penggunaan spektrum gelombang JONSWAP dapat digunakan untuk perairan di Indonesia, dimana dilakukan optimasi spektrum gelombang di pantai Sabang dan Jepara. Pada simulasi numerik di dalam penelitian ini spektrum tersebut digunakan sebagai input gelombang. Tinggi gelombang pada penggunaan spektrum JONSWAP memiliki

62 40 pengaruh besar terhadap kerusakan batu pecah pada permukaan cellular cofferdam. Cellular cofferdam adalah salah satu jenis breakwater yang berfungsi melindungi ko- lam labuh dari pengaruh gelombang, atau melindungi daerah pantai dari erosi dan sedimentasi (Wahyudi et al. 2005). Dengan demikian, spektrum ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh gelombang terhadap kerusakan sampan ember bekas tempat cat (EBTC). Respon Amplitude Operator (RAO) atau disebut juga dengan fungsi transfer yaitu fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai sruktur benda terapung. RAO merupakan alat untuk mentransfer gaya gelombang menjadi respon gerakan dinamis struktur (Mulyawan et al. 2005). Respon sampan terhadap gelombang ditunjukkkan pada Gambar 4.8; 4.9 dan 4.10 pada grafik dibawah ini. Perancangan olah gerak kapal (seakeeping) harus melingkupi habitability yang berhubungan dengan lingkungan dimana kru kapal bisa melaksanakan tugasnya secara efektif sehingga tidak ada penurunan performa kerja kru/nelayan akibat adanya gerakan-gerakan kapal. Operability mencakup kemampuan mengoperasikan semua peralatan beserta keamanan dan keselamatannya dan survivability. Di mana kapal dapat bertahan dalam kondisi ekstrim sehingga bisa terhindar dari kerusakan saat beroperasi (Hutahuruk 2013).

63 41

64 42

65 43

66 44 Dari hasil analisis diperoleh bahwa Gambar 4.8; 4.9 dan 4.10 adalah grafik RAO sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30, 45 dan 60 derajat baik saat kapal mengalami gerakan heaving, rolling dan pitching dengan tiga jenis gelombang yaitu head sea, beam sea dan following sea. Dapat dilihat bahwa gerakan rolling merupakan gerakan yang paling dominan terjadi pada saat sampan diam dan bergerak ketika didayung dengan kecepatan yang telah ditentukan. Ini dikarenakan arah datangnya gelombang mempengaruhi semua gerakan rolling. Dengan demikian, respon kapal berupa rolling menjadi besar. Pada sampan yang dipasang bilge keel dengan sudut 30, 45 dan 60 derajat dapat dilihat bahwa respon gerakan rolling terbesar terjadi pada gelombang beam sea dengan sudut 90 derajat pada saat kecepatan sampan di dayung antara 0; 0,5 dan 1 knots. Namun gerakan ini terjadi pada frekuensi encounter yang rendah yaitu 8 rad/s. Saat terjadi kenaikan frekuensi, nilai RAO tersebut mendekati 0. Gerakan rolling terbesar mencapai nilai RAO 6. Kemudian gerakan heaving terbesar terjadi pada keseluruhan gelombang yaitu gelombang beam sea, head sea dan following sea dengan nilai RAO yaitu antara 1-1,1 yang terjadi pada semua kecepatan sampan. Gerakan ini juga terjadi pada frekuensi encounter yang sangat rendah yaitu 0-5 rad/s. Untuk gerakan piching yang terbesar pada saat gelombang following sea dengan RAO 1,6. Gerakan ini merupakan gerakan yang paling tidak stabil. Gerakan ini terjadi pada frekuensi encounter yang rendah yaitu 0-5 rad/s. (Hutahuruk 2013), Besar RAO untuk pithcing, rolling dan heaving berada pada nilai 1,1-8 serta frekuensi encounter 2-6. Ini menyimpulkan kapal memiliki performa yang baik saat beroperasi di laut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampan ember bekas tempat catmemiliki performa yang baik saat beroperasi dilaut. Semua gelombang yang terjadi diperairan berpengaruh besar terhadap gerak sampan yang di pasang bilge keel dengan sudut 30, 45 dan 60 derajat. Gerak yang paling berpengaruh besar terhadap sampan adalah gerakan rolling pada saat terjadi gelombang beam sea (gelombang yang datang dari arah samping kiri maupun kanan dengan sudut kedatangan 90 dan 270 derajat). Gerakan yang terjadi pada saat sampan beroperasi diperairan memiliki pengaruh terhadap keselamatan. Apabila sampan tersebut memiliki aspek hidrodinamika yang buruk, dapat dipastikan akan menimbulkan kerugian baik materil maupun korban jiwa. 5 KESIMPULAN DAN SARAN Dari nilai coefficient of fineness, sampan ember bekas tempat cat memiliki bentuk lambung yang berukuran sedang kapasitas muat dan ruang muat besar. Titik apung sampan ini secara longitudinal berada pada midship, dan titik M sampan berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif. Sampan memiliki stabilitas yang baik. Pemasangan sudut bilge keel dengan sudut 30 derajat memberikan nilai stabilitas terbesar dibandingkan sudut 45 dan 60 derajat dan tanpa pemasangan bilge keel. Dari hasil simulasi numerik didapatkan bahwa dalam keadaan diam maupun didayung, gerakan yang sangat

67 berpengaruh terhadap sampan adalah gerakan rolling yang besar pada saat terjadi gelombang beam sea. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengkaji stabilitas terhadap ketebalan dan panjang bilge keel dari sampan ember cat bekas. Variasi terhadap nilai tinggi dan panjang gelombang yang berbeda. 45 DAFTAR PUSTAKA Aloisio G, Felice FD PIV analysis around the bilge keel of a ship model in free roll decay. Convegno Nazionale A.I.VE.LA. 14: Anung AP Pembuatan kapal penangkapan ikan dari kayu oleh galangan kapal tradisional dipelabuhan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. 18: Ayodhyoa AU Suatu Pengenalan Kapal Ikan. Bogor (ID): IPB Press. Bangun EP, Wang CM, Utsunomia T Hydrodynamic forces on a rolling barge with bilge keels. Applied Ocean Research. 32 (2010): BPPT Diseminasi Teknologi Konvensional Untuk Rancangan Bangun Kapal Nelayan Cilacap. Jakarta. Chang BC On the parametric rolling of ships using a numerical simulation method. Ocean Engineering. 35 (2008): Chakrabarti SK Hydrodynamic of Offshore Structure. Berlin (GB): Springer-Verlag. Farhum SA Kajian stabilitas empat tipe kasko kapal pole and line. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2 (2): Ferry Elektronik Brain/Stories from the Dawn of the Computer Age. London (GB): Britis Broadcasting Corporation and Granta Books. Fyson J Design of Small Fishing Vessels. Farnham-Surrey (GB): Fishing News Book Ltd. Gillmer TC, Johnson B Introduction to Naval Architecture. Maryland: Naval Institut Press. Hind JA Stability and Trim of Fishing Vessels. 2nd edition. Farnham- Surrey (GB): Fishing News Book Ltd.

68 46 Hutauruk RM Rancang Bangun Kapal Perikanan. Pekanbaru (ID): UNRI Press. Hutauruk RM Respon gerakan kapal perikanan hasil optimisasi terhadap gelombang. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 19 (1): in press. Ikeda Y, Munif A, Katayama T, Fujiwara T Large parametric rolling of a large passenger ship in beam seas and role of bilge keel in its restraint. Proceeding of 8th International of Stability Ship Workshop; Istanbul Turkey, 6-7 Oct Istanbul: Istanbul Technical University. pg [IMO] International Maritime Organization Voluntary Guidelines For The Design Contruction and Equipment of Small Fishing Vessels. FAO/ILO/IMCO. London. [IMO] International Maritime Organization Code on Intact Stability for All Type of Ships. Covered by IMO Instruments Resolution A.749 (18). Inamura K Gyosenron. Tokyo (JP): Supphansa Publishing Company. Iskandar BH, Novita Y Pengaruh beberapa bentuk kasko model kapal terhadap tahanan gerak. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Isotopo Stabilitas Kapal. Jakarta (ID): Yayasan Corps Alumni Akademi Ilmu Pelayaran (CAAIP). Iskandar BH, Pujiati S Keragaan teknis kapal perikanan di beberapa wilayah Indonesia. Laporan Penelitian. Bogor(ID): Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Kantu L, Kalangi PNI, Poli JF Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. 1 (3): Hankinson K Fiberglass Boatbuilding for amaterurs. Amerika Serikat (US): Glen-L Marine Design. Marjoni, Iskandar BH, Imron M Stabilitas statis dan dinamis kapal purse seine di Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Kota Banda Aceh Nangroe Aceh Darussalam. Marine Fisheries. 1 (2): Mulyawan A, Wardhana W, Hadiwidodo YS. (2005). Analisis olah gerak kapal perang Crocodile Hydrofoil (kpc-h). Jurnal Teknik. 1 (1): 1-5.

69 Novita Y Desain palka kapal pengangkut ikan ditinjau dari aspek teknis, mitigasi risiko dan ketahanan hidup ikan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rawson JK, Tupper EC Basic Ship Theory. 3th edition. 1st volume. London (GB): Longman. Thews. JG Bilge Keel Cavitation. Washington. D.C. (US): Navy Yard. Tupper EC Introduction to Naval Architecture. 4th edition. England (GB): Elsevier Butterworth Heinemann. Setiyawan Representasi spektrum di pantai Sabang dan Jepara. Eco Rekayasa. 9 (1): Susanto A, Iskandar BH, Imron M. 2011a. Stabilitas statis kapal static gear di Palabuhanratu: studi kasus kapal PSP 01. Marine Fisheries. 2 (1): Susanto A, Iskandar BH, Imron M. 2011b. Evaluasi desain dan stabilitas kapal penangkap ikan di Palabuhanratu: studi kasus kapal PSP 01. Marine Fisheries. 2 (2): Utama KAP, Manfaat D, Wartono M Tinjauan desain dan hidrodinamika kapal-kapal ikan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Tahun IV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan: Yogyakarta, 28 Juli Yogyakarta: Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian UGM. hlm 1-6. Wang Theoretical Prediction of Ship Model Resistensi With Semi Elliptical Section, Nozzle-Like Strips. Seminar Nasional, Teori & Aplikasi Teknologi Kelautan: Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Wahyudi, Sholihin, Setiawan F Pengaruh spektrum gelombang terhadap stabilitas batu pecah pada permukaan Cellular Cofferdam akibat gelombang Overtopping. Jurnal Teknologi Kelautan. 9 (1): Yaakob O, Lee TE, Wai LY, King KK Design of Malaysian fishing vessel for minimum resistance. Jurnal Teknologi. 42 (A):

70

71 49 Lampiran 1 Spesifikasi sampan ember bekas tempat cat (EBTC) Berat sampan Panjang sampan Lebar Dalam draft Tinggi linggi Panjang penutup Haluan Buritan Jumlah gading Jarak antar gading 1 ke 2 2 ke 3 3 ke 4 4 ke 5 5 ke 6 Ukuran kayu gading Tinggi kayu gading Lebar kayu gading Jumlah kayu penumpu Panjang kayu penumpu Penumpu kiri/kanan Penumpu tengah Lebar Tinggi Ukuran kayu sheer Luar Dalam Bahan Sampan Jumlah bahan Ketebalan bahan Ketebalan sambungan bahan Bahan Bilge Keel Jumlah bahan Lebar bilge 21,5 kg 3,15 m 68 cm 31 cm 16 cm 36 cm 45 cm 45 cm 6 buah 24 cm 60 cm 60 cm 60 cm 24 cm 42,7 mm 30 mm 3 buah 180 cm 208 cm 34,6 mm 13 mm 11,5x29,2 mm 11,5x29,2 mm Ember bekas tempat cat 25 kg 9 buah 2,4 mm 4,8 mm Ember bekas tempat cat 25 kg 5 buah 7,5 cm

72 50 Lampiran 2 Gambar 3D sampan ember bekas tempat cat (EBTC) Samping Depan Atas/Samping

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

STABILITAS SAMPAN TERBUAT DARI EMBER CAT BEKAS DENGAN BILGE KEEL PADA SUDUT 30 DAN 45 DERAJAT

STABILITAS SAMPAN TERBUAT DARI EMBER CAT BEKAS DENGAN BILGE KEEL PADA SUDUT 30 DAN 45 DERAJAT Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 4. No. 2 November 2013: 173-184 ISSNN 2087-4871 STABILITAS SAMPAN TERBUAT DARI EMBER CAT BEKAS DENGAN BILGE KEEL PADA SUDUT 30 DAN 45 DERAJAT (STABILITY OF

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif.

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik.

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 81-86, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance Oleh: Yopi Novita 1 *, Budhi H. Iskandar 1 Diterima: 14 Februari

Lebih terperinci

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA III - 555 STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA Yopi Novita 1* dan Budhi Hascaryo Iskandar 1 * yopi1516@gmail.com / 0812 8182 6194 1 Departemen PSP FPIK IPB ABSTRAK Kapal merupakan bagian

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6.1 Keragaan Kapal Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda bergantung dari tujuan usaha penangkapan. Setiap jenis alat penangkapan

Lebih terperinci

DINAMIKA KAPAL. SEA KEEPING Kemampuan unjuk kerja kapal dalam menghadapi gangguan-gangguan disaat beroperasi di laut

DINAMIKA KAPAL. SEA KEEPING Kemampuan unjuk kerja kapal dalam menghadapi gangguan-gangguan disaat beroperasi di laut DINAMIKA KAPAL Istilah-istilah penting dalam dinamika kapal : Seakeeping Unjuk kerja kapal pada saat beroperasi di laut Manouveribility Kemampuan kapal untuk mempertahankan posisinya dibawah kendali operator

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran dimensi dan geometri bentuk kapal longline yang diteliti dilakukan di Cilacap pada bulan November. Setelah pengukuran dimensi dan geometri

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISA GERAKAN SEAKEEPING KAPAL PADA GELOMBANG REGULER

ANALISA GERAKAN SEAKEEPING KAPAL PADA GELOMBANG REGULER ANALISA GERAKAN SEAKEEPING KAPAL PADA GELOMBANG REGULER Parlindungan Manik Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRAK Ada enam macam gerakan kapal dilaut yaitu tiga

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-0322 Analisa Pengaruh Geometri Lunas Berbentuk

Lebih terperinci

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 13-18, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Simulation of trim effect on the stability

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Nomura dan Yamazaki (1977) menjelaskan bahwa stabilitas merupakan kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah miring akibat pengaruh gaya dari dalam maupun

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

Analisa Stabilitas Akibat Konversi Motor Tanker (MT). Niria Menjadi Mooring Storage Tanker

Analisa Stabilitas Akibat Konversi Motor Tanker (MT). Niria Menjadi Mooring Storage Tanker Analisa Stabilitas Akibat Konversi Motor Tanker (MT). Niria Menjadi Mooring Storage Tanker Moch. Arief M. (1), Eko B. D. (2), Mas Murtedjo (2) (1) Mahasiswa S1 Jurusan Tekinik Kelautan FTK-ITS (2) Dosen

Lebih terperinci

4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Masalah teknis yang perlu diperhatikan dalam penentuan perencanaan pembangunan kapal ikan, adalah agar hasil dari pembangunan kapal

Lebih terperinci

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 183-193 TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Influence of

Lebih terperinci

ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING.

ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING. ANALISA HIDROSTATIS DAN STABILITAS PADA KAPAL MOTOR CAKALANG DENGAN MODIFIKASI PENAMBAHAN KAPAL PANCING Kiryanto, Samuel 1 1) Program Studi S1 Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1*

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1* BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 35-43 PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Oleh: Yopi Novita 1* ABSTRAK Muatan utama kapal pengangkut ikan

Lebih terperinci

ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO

ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH LETAK LUNAS BILGA TERHADAP PERFORMA KAPAL IKAN TRADISIONAL (STUDI KASUS KAPAL TIPE KRAGAN)

ANALISA PENGARUH LETAK LUNAS BILGA TERHADAP PERFORMA KAPAL IKAN TRADISIONAL (STUDI KASUS KAPAL TIPE KRAGAN) ANALISA PENGARUH LETAK LUNAS BILGA TERHADAP PERFORMA KAPAL IKAN TRADISIONAL (STUDI KASUS KAPAL TIPE KRAGAN) Burhannudin Senoaji, Parlindungan Manik, Eko Sasmito Hadi ) Program Studi S Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C

KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C54101029 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

THE SHIP WITH AND WITHOUT SHAKY FIN STABILIZER IN LIEU OUTRIGGER By

THE SHIP WITH AND WITHOUT SHAKY FIN STABILIZER IN LIEU OUTRIGGER By THE SHIP WITH AND WITHOUT SHAKY FIN STABILIZER IN LIEU OUTRIGGER By Yusuf H Siregar 1, Syaifuddin 2 dan Ronald M Hutauruk 2 1 Faculty of Fisheries and Marine Sciences University of Riau 2 Faculty of Fisheries

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro ISSN 2338-322 Analisa Pengaruh Kedalaman, Arus, Serta

Lebih terperinci

Analisa Stabilitas Semi-submersible saat terjadi Kebocoran pada Column

Analisa Stabilitas Semi-submersible saat terjadi Kebocoran pada Column Analisa Stabilitas Semi-submersible saat terjadi Kebocoran pada Column P.C.Pamungkas a, I.Rochani b, J.J.Soedjono b a Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS, b Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan ITS

Lebih terperinci

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 48-53 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00056

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum. 2.1.1 Defenisi Stabilitas Stabilitas adalah merupakan masalah yang sangat penting bagi sebuah kapal yang terapung dilaut untuk apapun jenis penggunaannya, untuk

Lebih terperinci

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 2.1 Pendahuluan 2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan. Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf

Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf Metode Pembuatan Rencana Garis dengan Maxsurf 1. Memasukkan Sample Design Setelah membuka Program Maxsurf, dari menu File pilih Open dan buka sample design yang telah disediakan oleh Maxsurf pada drive

Lebih terperinci

PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG

PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG Mata Kuliah Mekanika Fluida Oleh: 1. Annida Unnatiq Ulya 21080110120028 2. Pratiwi Listyaningrum 21080110120030 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG

BAB 5 STABILITAS BENDA TERAPUNG BAB 5 STABIITAS BENDA TERAPUNG 5. STABIITAS AWA Sebagai dasar pemahaman mengenai struktur terapung maka diperlukan studi mengenai stabilitas benda terapung. Kestabilan sangat diperlukan suatu struktur

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS DAN KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN PADA GELOMBANG BEAM SEAS SITI AISYAH FARHUM

KAJIAN STABILITAS DAN KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN PADA GELOMBANG BEAM SEAS SITI AISYAH FARHUM KAJIAN STABILITAS DAN KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN PADA GELOMBANG BEAM SEAS SITI AISYAH FARHUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008 1 DESAIN KAPAL IKAN FIBREGLASS BANTUAN KORBAN TSUNAMI DI PERAIRAN PANGANDARAN, JAWA BARAT IPAN MUHAMMAD SUPANJI SKRIPSII DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Aulia Azhar Wahab, dkk :Rolling Kapal Pancng Tonda di Kabupaten Sinjai...

Aulia Azhar Wahab, dkk :Rolling Kapal Pancng Tonda di Kabupaten Sinjai... ROLLING KAPAL PANCING TONDA DI KABUPATEN SINJAI ROLLING OF TROLLING LINER ON SINJAI REGENCY 1) Aulia Azhar Wahab, 2) St. Aisjah Farhum, 2) Faisal Amir 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT Abstrak ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT GT Budhi Santoso 1), Naufal Abdurrahman ), Sarwoko 3) 1) Jurusan Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis ) Program Studi Teknik Perencanaan dan Konstruksi

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 53-61, Desember 2010 KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER St. Aisyah

Lebih terperinci

Kondisi Kapal Muatan Penuh:

Kondisi Kapal Muatan Penuh: Kondisi Kapal Muatan Penuh: 2.4 Max GZ = 2.316 m at 17.4 deg. 2 1.6 GZ m 1.2 0.8 0.4 0-0.4 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Heel to Starboard deg. Seakeeping adalah perilaku bangunan apung di atas gelombang.

Lebih terperinci

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara)

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 63-68, Desember 2012 Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Study on the

Lebih terperinci

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR Prasetyo Adi Dosen Pembimbing : Ir. Amiadji

Lebih terperinci

APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI

APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar

Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-13 Analisa Penerapan Bulbous Bow pada Kapal Katamaran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemakaian Bahan Bakar Prasetyo Adi dan

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017 ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal 265-276 Disetujui: 19 September 2017 BENTUK KASKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS VOLUME RUANG MUAT DAN TAHANAN KASKO

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 65 73

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 65 73 Marine Fisheries ISSN: 2087-4235 Vol. 2, No., Mei 20 Hal: 65 73 STABILITAS STATIS KAPAL STATIC GEAR DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KM PSP 0) The Static Stability of Static Gear Fishing Boat in Palabuhanratu

Lebih terperinci

3 KAJIAN DESAIN KAPAL

3 KAJIAN DESAIN KAPAL 3 KAJIAN DESAIN KAPAL 53 3.1. Pendahuluan 3.1.1. Latar Belakang. Schmid (196) mengatakan bahwa untuk mendesain sebuah kapal pukat cincin haruslah mempertemukan kebutuhan-kebutuhan umum sebagai berikut

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02

KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 KONSEP DASAR PERKAPALAN RENCANA GARIS C.20.02 BAGIIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIIKULUM DIIREKTORAT PENDIIDIIKAN MENENGAH KEJURUAN DIIREKTORAT JENDERAL PENDIIDIIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIIDIIKAN

Lebih terperinci

This watermark does not appear in the registered version - 2 TINJAUAN PUSTAKA

This watermark does not appear in the registered version -  2 TINJAUAN PUSTAKA 22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Longline Nomura dan Yamazaki (1975) mengemukakan beberapa persyaratan teknis minimal dari kapal ikan yang berfungsi untuk operasi penangkapan, yakni : 1. Memiliki struktur

Lebih terperinci

6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL

6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL 211 6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL Berdasarkan hasil kajian dan uji coba hasil kajian mitigasi risiko, maka KPIH yang direkomendasikan untuk mengangkut benih ikan kerapu adalah KPIH Closed hull. Dimana

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh KARTINL C05497008. Pengaruh Pemindahan Berat pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan JAMES P. PANJAITAN dan MOHAMMAD IMRON. Kapal rawai merupakan

Lebih terperinci

STUDI PERANCANGAN FERRY HEMAT BAHAN BAKAR UNTUK WILAYAH MALUKU

STUDI PERANCANGAN FERRY HEMAT BAHAN BAKAR UNTUK WILAYAH MALUKU STUDI PERANCANGAN FERRY HEMAT BAHAN BAKAR UNTUK WILAYAH MALUKU Oleh : Aldomoro F B Sitorus NRP. 4105100077 Dosen Pembimbing : Aries Sulisetyono, S.T., M.A.Sc, Ph.D NIP. 19710320 199512 1 002 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS Analisa Kekuatan Sisa Chain Line Single Point Mooring Pada Utility Support Vessel Oleh : Nautika Nesha Eriyanti NRP. 4308100005 Dosen Pembimbing : Ir. Mas Murtedjo, M.Eng NIP. 194912151978031001 Yoyok

Lebih terperinci

Rendy Bagus Adhitya PRESENTASI TUGAS AKHIR ( ) Oleh:

Rendy Bagus Adhitya PRESENTASI TUGAS AKHIR ( ) Oleh: PRESENTASI TUGAS AKHIR Oleh: Rendy Bagus Adhitya (6607040013) PROGRAM STUDI TEKNIK DESAIN DAN MANUFAKTUR POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 JUDUL :

Lebih terperinci

DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL

DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL Sidang Tugas Akhir (MN 091382) DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL Oleh : Galih Andanniyo 4110100065 Dosen Pembimbing : Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA HULL FORM METODE FORMDATA KAPAL IKAN TRADISIONAL 28 GT KM. SIDO SEJATI

ANALISA KINERJA HULL FORM METODE FORMDATA KAPAL IKAN TRADISIONAL 28 GT KM. SIDO SEJATI ANALISA KINERJA HULL FORM METODE FORMDATA KAPAL IKAN TRADISIONAL 28 GT KM. SIDO SEJATI Berlian Arswendo A, Wempi Abstrak Pada saat ini sebagian besar nelayan di Indonesia masih menggunakan kapal ikan tradisional.

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR (MN )

PRESENTASI TUGAS AKHIR (MN ) PRESENTASI TUGAS AKHIR (MN 091382) 1. Bagaimana membuat konsep desain semi submersible bucket wheel dredger yang beroperasi di Laut Kundur kepulauan Riau sesuai dengan Owner Requirement? 2. Bagaimana

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Stabilitas Dinamis Barge Menggunakan Flounder Plate dengan Single Lead Pendant Pada Operasi Towing

Analisis Perbandingan Stabilitas Dinamis Barge Menggunakan Flounder Plate dengan Single Lead Pendant Pada Operasi Towing JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (213) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) G-61 Analisis Perbandingan Stabilitas Dinamis Barge Menggunakan Flounder Plate dengan Single Lead Pendant Pada Operasi Towing

Lebih terperinci

Analisa Seakeeping pada Offshore Supply Vessel 56 Meter

Analisa Seakeeping pada Offshore Supply Vessel 56 Meter JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-25 Analisa Seakeeping pada Offshore Supply Vessel 56 Meter Dimas Berifka Brillin., Agoes Santoso, Irfan Syarif Arief Jurusan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KAPAL CATAMARAN MULTI PURPOSE UNTUK PELAYARAN BAWEAN GRESIK PADA CUACA EKSTRIM

PERANCANGAN KAPAL CATAMARAN MULTI PURPOSE UNTUK PELAYARAN BAWEAN GRESIK PADA CUACA EKSTRIM PERANCANGAN KAPAL CATAMARAN MULTI PURPOSE UNTUK PELAYARAN BAWEAN GRESIK PADA CUACA EKSTRIM Nama Mahasiswa: I Kadek Yasa Permana Putra NRP: 4208 100 501 Jurusan : Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS Dosen

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS STABILITAS DAN OLAH GERAK KAPAL PATROL SPEED BOAT GRASS CARP DI PERAIRAN RAWA PENING JAWA TENGAH ABSTRAK

ANALISA TEKNIS STABILITAS DAN OLAH GERAK KAPAL PATROL SPEED BOAT GRASS CARP DI PERAIRAN RAWA PENING JAWA TENGAH ABSTRAK ANALISA TEKNIS STABILITAS DAN OLAH GERAK KAPAL PATROL SPEED BOAT GRASS CARP DI PERAIRAN RAWA PENING JAWA TENGAH Kiryanto Program Studi S1 Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRAK

Lebih terperinci

SEAKEEPING KAPAL PERIKANAN 30 GT DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR

SEAKEEPING KAPAL PERIKANAN 30 GT DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR Seminar Teknologi dan Rekayasa () 2015 SEAKEEPING KAPAL PERIKANAN 30 GT DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR Sabaruddin Rahman 1, Andi Haris Muhammad 2, Daeng Paroka 3, Syarifuddin Dewa 4 1, 2, 3, 4 Universitas

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan Laporan Tugas Gambar Kurva Hidrostatik & Bonjean (Hydrostatic & Bonjean Curves)

Lembar Pengesahan Laporan Tugas Gambar Kurva Hidrostatik & Bonjean (Hydrostatic & Bonjean Curves) Lembar Pengesahan Laporan Tugas Gambar Kurva Hidrostatik & Bonjean (Hydrostatic & Bonjean Curves) Menyetujui, Dosen Pembimbing. Ir.Bmbang Teguh S. 195802261987011001 Mahasiswa : Dwiky Syamcahyadi Rahman

Lebih terperinci

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT

EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT EVALUASI PERBANDINGAN DRAFT KAPAL IKAN FIBERGLASS DAN KAYU BERDASARKAN SKENARIO LOADCASE, STUDI KASUS KAPAL IKAN 3GT Nurhasanah Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis, Indonesia Email: nurhasanah@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI

DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis pada Potensi Operasional Mesin Pengujian teknis pada potensi operasional mesin yang dilakukan pada mesin Dong Feng ZS 1100 terbagi menjadi dua bagian, yaitu saat

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI

ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI ANALISA TEKNIS KM PUTRA BIMANTARA III MENURUT PERATURAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU BKI Sarjito Jokosisworo*, Ari Wibawa Budi Santosa* * Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UNDIP ABSTRAK Mayoritas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL

IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL IDENTIFIKASI UKURAN KAPAL PK. NPL. G. 02. M BIDANG KEAHLIAN PROGRAM KEAHLIAN : PELAYARAN : NAUTIKA PERIKANAN LAUT DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN )

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) C.. PERHITUNGAN DASAR A. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 5.54 + % x 5.54 7.65 m B. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x ( Lwl + Lpp

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN )

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ) MT LINUS 90 BRT LINES PLAN BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS ( LINES PLAIN ). PERHITUNGAN DASAR. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 07,0 + % x 07,0 09, m. Panjang Displacement (L Displ) L Displ

Lebih terperinci

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) BAB II PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + ( % x Lpp) 6, + ( % x,6) 8,8 m A.. Panjang Displacement (L Displ) untuk kapal berbaling-baling

Lebih terperinci

PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN)

PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) PERHITUNGAN RENCANA GARIS (LINES PLAN) A. PERHITUNGAN DASAR A.. Panjang Garis Air Muat (Lwl) Lwl Lpp + % x Lpp 9,5 + % x 9,5 5, m A.. Panjang Displacement (L Displ) L Displ,5 x ( Lwl + Lpp ),5 x (5, +

Lebih terperinci

Pengembangan Software Loading Manual Kapal Tanker Ukuran Sampai Dengan DWT

Pengembangan Software Loading Manual Kapal Tanker Ukuran Sampai Dengan DWT Pengembangan Software Loading Manual Kapal Tanker Ukuran Sampai Dengan 17500 DWT Oleh : NUR RIDWAN RULIANTO 4106100064 Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Djauhar Manfaat M. Sc., Ph.D JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN

Lebih terperinci

OLEH : Firmansyah Raharja NRP Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Wisnu Wardhana, SE., M.

OLEH : Firmansyah Raharja NRP Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Eko Budi Djatmiko, M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Wisnu Wardhana, SE., M. Sidang (P-3) Tugas Akhir Teknik Kelautan, FTK, Surabaya 2014 Studi Karakteristik Respon Struktur Akibat Eksitasi Gelombang pada Anjungan Pengeboran Semi-Submersible dengan Tiga Kolom Miring dan Pontoon

Lebih terperinci