KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C"

Transkripsi

1 KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) Oleh : SUKRISNO C PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Adapun semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2006 Sukrisno C

3 ABSTRAK SUKRISNO (C ). Kajian Stabilitas Statis Kapal yang Mengoperasikan Alat Tangkap dengan Cara Diam/Statis (Static Gear). Dibimbing oleh Yopi Novita. Stabilitas yang tinggi merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki oleh kapal penangkap ikan terutama untuk menunjang keberhasilan operasi penangkapan ikan. Bagi kapal-kapal yang mengoperasikan alat tangkap secara diam/statis (static gear), seperti misalnya kapal gillnet, pole and line, long line,ancing ulur dan sebagainya, stabilitas yang tinggi merupakan hal utama yang sangat diperlukan oleh kapal. Stabilitas yang tinggi terutama dibutuhkan saat kapal drifting. Hal ini dikarenakan pada saat itu kinerja kapal sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dalam hal ini adalah gelombang laut. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengkaji nilai stabilitas statis kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis. Penelitian ini bersifat simulasi-numerik, yaitu melakukan simulasi terhadap data yang diperoleh dari studi literatur. Dari hasil kajian mengenai stabilitas statis, kapal kelompok alat tangkap statis yang diteliti memiliki kisaran rentang stabilitas antara 9 o 36 o dengan rata-rata sudut sebesar 22,92 o. Nilai kisaran tersebut berada pada kondisi sebenarnya (flooding angle). Untuk bentuk kasko, nilai stabilitas yang lebih baik dimiliki oleh bentuk kasko U-bottom dan akatsuki bottom. Nilai stabilitas statis cenderung menurun meskipun nilai rasio B/D kapal bertambah. Hal ini dikarenakan nilai ton displacement yang berbeda. Semakin besar nilai ton displacement, maka stabilitas statis kapal semakin besar.

4 KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh: SUKRISNO C PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 Judul Skripsi Nama NRP : KAJIAN STABILITAS STATIS KAPAL YANG MENGOPERASIKAN ALAT TANGKAP DENGAN CARA DIAM/STATIS (STATIC GEAR). : Sukrisno : C Disetujui, Pembimbing Yopi Novita, S.Pi., M.Si. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP Tanggal lulus : 06 Februari 2006

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 18 Juli 1982 dari pasangan Asmuni dan Warliyah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1989 dengan bersekolah di Sekolah Dasar Negeri I Parereja dan lulus pada tahun Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Banjarharjo. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Babakan kemudian pada tahun yang sama (1998), penulis pindah sekolah dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Babakan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Banjarharjo dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2001 pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Forum Kajian Islam Mahasiswa IPB dan juga pernah mengikuti pelatihan bahasa di UPT Pelatihan Bahasa, Laboratorium Bahasa Jepang, Institut Pertanian Bogor sampai tingkat dasar dua. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan judul Kajian Stabilitas Statis Kapal yang Mengoperasikan Alat Tangkap dengan Cara Diam/Statis (Statis Gear). vi

7 PRAKATA Skripsi yang berjudul Kajian Stabilitas Statis Kapal yang Mengoperasikan Alat Tangkap dengan Cara Diam/Statis (Static Gear) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Januari 2005 di Laboratorium Kapal Perikanan dan Navigasi, Dept. PSP, FPIK, IPB. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1) Kedua orang tua yang telah memberikan dukungannya, baik secara moral maupun material; (2) Yopi Novita, S.Pi., M.Si. sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan; (3) Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., Ir. Imron S.Pi. sebagai dosen penguji atas masukan dan sarannya; (4) Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. sebagai komisi pendidikan atas masukan dan sarannya dalam penyempurnaan skripsi ini; dan (5) Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Februari 2006 Penulis vi

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN......vi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Desain Kapal Perikanan Stabilitas Kapal Perikanan Kurva GZ METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian Jenis Data Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bentuk Kasko dan Dimensi Kapal Alat Tangkap Statis Stabilitas Statis Kapal Kelompok Alat Tangkap Statis Stabilitas statis berdasarkan perbedaan bentuk kasko Stabilitas statis berdasarkan selang nilai B/D Stabilitas statis berdasarkan ton displacement () KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran...43 DAFTAR PUSTAKA...44 LAMPIRAN...46 vi

9 DAFTAR TABEL Halaman 1.Nilai rasiodimensi utama kapal alat tangkap statis Nilai stabilitas kapal alat tangkap statis

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bentuk badan kapal flat bottom Bentuk badan kapal U-bottom Bentuk badan kapal V bottom Bentuk badan kapal round bottom Bentuk badan kapal akatsuki bottom Bentuk badan kapal round flat bottom Bentuk badan kapal hard chin bottom Posisi keseimbangan kapal Kurva stabilitas statis kapal Kurva stabilitas statis kapal dengan sudut keolengan yang berbeda Tahapan pencapaian tujuan penelitian Bentuk kasko tipe U-bottom pada kapal alat tangkap statis Bentuk kasko tipe round bottom pada kapal alat tangkap statis Bentuk kasko tipe round flat bottom pada kapal alat tangkap statil Bentuk kasko tipe akatsuki bottom pada kapal alat tangkap statis Kurva stabilitas statis kapal kelompok alat tangkap statis Nilai vanishing angle kondisi IS dan flooding angle kondisi UIS berdasarkan perbedaan bentuk kasko Sudut GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan perbedaan bentuk kasko Nilai GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan perbedaan bentuk badan kapal flat bottom Nilai GM berdasarkan perbedaan bentuk kasko Nilai vanishing angle kondisi IS dan flooding angle kondisi UIS berdasarkan selang nilai B/D Sudut GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang nilai 3

11 B/D Nilai GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang nilai B/D Nilai GM berdasarkan selang nilai B/D Nilai vanishing angle kondisi IS dan flooding angle kondisi UIS berdasarkan selang ton displacement () Sudut GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang ton displacement () Nilai GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang ton displacement () Nilai GM berdasarkan selang ton displacement ()

12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Ukuran dimensi utama kapal alat tangkap statis Nilai stabilitas statis kapal alat tangkap statis berdasarkan perbedaan bentuk kasko Nilai stabilitas statis kapal alat tangkap statis derdasarkan selang nilai rasio B/D Nilai stabilitas statis kapal alat tangkap statis derdasarkan selang nilai ton displacement () Sudut oleng (derajat) dan lengan penegak GZ (m) kapal alat tangkap statis Gambar body plan kapal alat tangkap statis Gambar rencana garis (lines plan) kapal alat tangkap statis

13 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapal penangkap ikan merupakan salah satu bagian dari unit penangkapan ikan. Kapal ikan mempunyai peranan penting dalam dunia perikanan yang dapat menunjang keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan. Aktivitas yang dilakukan oleh suatu kapal penangkap ikan sangat beragam, seperti menuju ke lokasi fishing ground, mengejar gerombolan ikan dan membawa hasil tangkapan. Berbagai macam aktivitas tersebut tidak akan mampu dilakukan oleh suatu kapal ikan tanpa memiliki stabilitas yang baik. Oleh karena itu, stabilitas yang tinggi merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki oleh kapal penangkap ikan terutama untuk menunjang keberhasilan operasi penangkapan ikan. Bagi kapal-kapal yang mengoperasikan alat tangkap secara diam/statis (static gear), seperti misalnya kapal gillnet, pole and line, long line dan sebagainya, stabilitas yang tinggi merupakan hal utama yang sangat diperlukan oleh kapal. Stabilitas yang tinggi terutama dibutuhkan saat kapal drifting. Hal ini dikarenakan pada saat itu kinerja kapal sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dalam hal ini adalah gelombang laut. Kapal-kapal penangkap ikan Indonesia, terutama yang berukuran di bawah 80 GT, umumnya masih merupakan kapal-kapal yang terbuat dari material kayu dan dibangun tanpa diawali dengan perencanaan teknis arsitek perkapalan. Sering kali ditemukan kapal-kapal tersebut dalam kondisi miring/oleng yang permanen (list). Apabila kondisi kapal awal adalah list, maka stabilitas kapal selanjutnya akan lebih tidak terjamin. Akan tetapi pada kenyataannya, kapal-kapal tersebut masih tetap bertahan hingga saat ini. Permasalahan lainnya adalah, hingga saat ini masih belum ada kriteria stabilitas kapal yang disesuaikan dengan kondisi perairan Indonesia. Sampai saat ini, penilaian tingkat stabilitas kapal masih mengacu kepada kriteria 6

14 stabilitas yang ditetapkan oleh IMO. Akan tetapi kriteria stabilitas yang ditetapkan oleh IMO diperuntukkan untuk kapal-kapal yang berukuran panjang diatas 24 m. Penelitian tentang stabilitas kapal telah banyak dilakukan, diantaranya penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2000), Rasdiana (2004), Handayani (2005). Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengkaji stabilitas statis sebuah kapal. Akan tetapi penelitian tentang stabilitas statis yang saat ini dilakukan adalah terhadap stabilitas statis beberapa kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara statis/diam (static gear). Dalam pembahasan selanjutnya static gear disebut sebagai alat tangkap statis. Penelitian sejenis telah pula dilakukan oleh Widisaksono (2005), akan tetapi terhadap kapal-kapal yang mengoperasikan alat tangkap jenis encircling gear. Penelitian inipun dapat dikatakan pula sebagai penelitian lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Rahman (2004). Dimana dalam penelitian tersebut salah satu tujuannya adalah mengkaji bentuk kasko berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap, dan dalam penelitian ini beberapa kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis akan dikaji stabilitas statisnya. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan mengkaji nilai stabilitas statis kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai : 1. Bahan acuan dan perkembangan desain-desain kapal perikanan di Indonesia dalam hal tingkat stabilitas kapal ikan. 2. Bahan informasi bagi instansi atau perorangan dalam industri perkapalan. 7

15 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang, yang tenaga geraknya bisa dengan dayung, angin atau mesin. Nomura and Yamazaki (1997) menambahkan bahwa, kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas usaha menangkap atau mengumpulkan, mengelola usaha budidaya sumberdaya perairan dan juga penggunaan dalam beberapa aktivitas misalnya penelitian, inspeksi atau pengawasan. Menurut Brown (1957), ada beberapa persyaratan umum yang harus dimiliki oleh suatu kapal ikan, agar berhasil dalam menjalankan operasi penangkapan ikan, persyaratan tersebut antara lain: (1) Stoutness of hull structure; suatu kekuatan dari struktur badan kapal. (2) Succesful operation of fisheries; keberhasilan operasi penangkapan yang ditunjang dengan berbagai fasilitas yang baik guna terlaksananya operasi penangkapan yang efektif dan efisien, seperti fishing machine, navigasi, radio apparatus dsb. (3) High stability; stabilitas yang tinggi. (4)Complete facilities for storing; fasilitas penyimpanan, agar dapat membawa hasil tangkapan yang tetap terjaga mutunya, terutama untuk kapal-kapal yang melakukan tripnya cukup lama. Nomura and Yamazaki (1997) juga mengemukakan karakteristik kapal ikan yang dapat membedakan antara kapal ikan dengan kapal lainnya, antara lain: (1)Speed; kecepatan, selain harus mampu bergerak dengan kecepatan tinggi, kapal ikan juga harus mampu bergerak dengan kecepatan rendah, seperti pada saat setting longline. (2)Manouverability; membutuhkan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap, seperti kemampuan steerability yang baik (dengan putaran yang sedikit 8

16 saja kapal mudah membelok), turning cycle yang kecil (kapal dapat membelok dengan diameter putaran yang kecil). (3)Sea worthiness (layak laut). (4)Luas lingkup area pelayaran dalam kondisi perairan yang beragam. (5)Konstruksi yang kuat dan ringan. (6)Propulsion engine (mesin penggerak) yang kecil dan memiliki daya tinggi. (7)Handling dan processing equipment. (8)Fishing equipment (alat bantu) yang sesuai dengan target dan gear. Menurut Imron (1989), kapal penangkap ikan mempunyai bentuk tiga dimensi yang kemudian dikenal dengan nama dimensi utama kapal (principal dimension), diantaranya adalah panjang (L), lebar (B), dan dalam (D). Dimensi utama ini dapat digunakan dalam menentukan kapasitas,volume kapal, stabilitas dan perhitungan lainnya. Adapun yang digunakan dalam perhitungan kapal penangkap ikan adalah meliputi panjang seluruh (LOA), Length Between Perpendicular (LBP atau LPP), dalam (D) dan syarat air (d). 2.2 Desain Kapal Perikanan Desain kapal perikanan di Indonesia pada umumnya tidak dilengkapi dengan gambar-gambar desain dalam arsitek perkapalan, seperti general arrangement, lines plan, deck profile construction, engine seating dan lain-lain. Hal ini dikarenakan proses dalam pembuatan kapal yang masih sederhana dan diperoleh secara turuntemurun (Pasaribu, 1985). Menurut Fyson (1985), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap desain suatu kapal perikanan adalah tujuan penangkapan, alat dan metode penangkapan, karakteristik geografis daerah penangkapan, kelaiklautan dan keselamatan awak kapal, hukum dan peraturan yang berkaitan dalam mendesain kapal perikanan, pemilihan material kontruksi yang tepat, penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan serta faktor-faktor ekonomi. Bentuk dan jenis dari kapal perikanan berbeda satu sama lainnya, hal ini disebabkan oleh perbedaan tujuan usaha penangkapan, target spesies penangkapan 9

17 serta kondisi perairan (Ayodhyoa, 1972). Yulianto (1996), menambahkan bahwa bentuk dari lambung kapal yang terendam di bawah permukaan air berbeda-beda sesuai dengan jenis kapal. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), kapal ikan dapat dibagi kedalam empat kelompok berdasarkan metode pengoperasian alat tangkapnya, antara lain : (1)Encircling gear, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya dengan cara dilingkarkan, seperti misalnya kapal purse seine, payang dan dogol. (2)Static gear, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya dengan cara diam atau menunggu (pasif), seperti misalnya kapal gillnet, trammel net, pole and line dan pancing ulur. (3)Towed gear/dragged gear, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya dengan cara ditarik, seperti misalnya kapal pukat dan tonda. (4)Multi purpose, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya lebih dari satu alat tangkap. Menurut Dohri dan Soedjana (1983), ada beberapa bentuk badan kapal kalau dilihat dari bawah garis air (WL), antara lain : (1) Flat Bottom, yaitu badan kapal berbentuk Parallel Epipedium (Gambar 1), (2) U-Bottom, yaitu badan kapal berbentuk penuh atau huruf U (Gambar 2), (3) V-Bottom, yaitu badan kapal berbentuk tajam atau huruf V (Gambar 3), Gambar 1. Bentuk badan kapal flat bottom Gambar 2. Bentuk badan kapal U-bottom 10

18 Gambar 3. Bentuk badan kapal V-bottom Fyson (1985), menambahkan bahwa ada bentuk badan kapal yang lain, selain ketiga bentuk badan kapal di atas yaitu badan kapal yang berbentuk seperti kurva melengkung (round bottom) lihat Gambar 4. Traung (1960), juga menambahkan bentuk badan kapal yang lain yaitu bentuk badan kapal seperti huruf U dengan garis kaku (akatsuki bottom) lihat Gambar 5. Gambar 4. Bentuk Badan Kapal Round Bottom Gambar 5. Bentuk Badan Kapal Akatsuki Bottom Rahman (2004), dalam penelitiannya menemukan lima jenis bentuk kasko diantaranya adalah U-bottom, round bottom, akatsuki bottom, round flat bottom dan hard chin bottom. Bentuk kasko round flat bottom merupakan bentuk badan kapal yang bagian dasarnya cenderung rata kemudian melengkung hingga ke sheer kapal (Gambar 6). Adapun bentuk kasko hard chin bottom ini merupakan bentuk badan kapal V-bottom dengan garis kaku (Gambar 7). 11

19 Gambar 6. Bentuk badan kapal round flat bottom Gambar 7. Bentuk badan kapal hard chin bottom Bentuk badan kapal V-Bottom pada bagian haluan menurut Iskandar (1990), bertujuan agar kapal dapat membelah air dengan baik. Kirana (2000), menambahkan bahwa bentuk badan kapal seperti huruf V pada bagian haluan memungkinkan kapal dapat melaju dengan cepat karena dapat membelah masa air di depan kapal dengan mudah. Kirana (2000), juga mengemukakan bahwa bentuk badan kapal round bottom di bagian midship memungkinkan kapal dapat melakukan olah gerak dengan baik, namun volume kapasitas di bawah deck menjadi kurang maksimal sehingga berpengaruh terhadap olah gerak kapal, khususnya pada kapal kelompok static gear yang dalam pengoperasian alat tangkapnya terjadi pada salah satu sisi kapal yaitu pada saat melakukan setting maupun hauling. Menurut Iskandar (1990), bentuk badan kapal yang cenderung rata di bagian midship kurang begitu menguntungkan untuk melakukan olah gerak kapal. Dari hasil penelitian Farhum (1999), bahwa bentuk U-Bottom sangat cocok untuk kapal pole and line. Hal ini dikarenakan bentuk U-Bottom memiliki nilai stabilitas yang tinggi dan juga kapasitas volume ruang yang memungkinkan bagi penyimpanan bak sebagai tempat umpan hidup dan palkah. Mahriarni (1999), mengemukakan bahwa kapal baja skipjack pole and line 100 GT yang dibuat di PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Jakarta yang ditelitinya memiliki bentuk V-Bottom pada bagian haluan dan buritan, sedangkan pada bagian midship memiliki bentuk U. Menurut Iskandar (1990), kapal 12

20 gillnet di Indramayu di bagian haluan memiliki bentuk V-Bottom, di bagian dasar midship cenderung bentuk U atau agak rata dan di bagian buritan mengarah ke bentuk rata. Menurut Manurung (1990), kapal pancing ulur Sibolga di bagian haluannya memiliki bentuk V-Bottom dan di bagian midship serta buritannya cenderung berbentuk flat bottom. Adapun menurut Ludfiah (1991), perahu compreng di Cirebon memiliki tipe V-Bottom di bagian haluan dan buritannya serta di bagian midship memiliki bentuk round bottom. Langkah awal yang perlu dipertimbangkan dalam hal membandingkan desain kapal adalah rasio dimensi utama kapal, seperti LPP/B, B/D, dan L/D yang berpengaruh terhadap stabilitas maupun ketahanan kapal. Nilai L/B sebagai faktor pembatas dalam peraturan klasifikasi, dan juga digunakan sebagai ukuran memanjang kapal. Ayodhyoa (1972), menambahkan bahwa jika nilai L/B mengecil akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal, begitu juga untuk nilai L/D yang membesar akan mengakibatkan kekuatan memanjang kapal melemah adapun nilai B/D yang membesar akan mengakibatkan stabilitas kapal meningkat akan tetapi akan berpengaruh buruk terhadap propulsive ability. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), nilai rasio L/B dan L/D untuk kapal kelompok static gear lebih besar dibandingkan kapal kelompok lainnya, sehingga membutuhkan stabilitas yang cukup tinggi. Berikut ini beberapa nilai kisaran rasio dimensi kapal kelompok static gear umumnya di Indonesia oleh Iskandar dan Pujiati (1995) masing-masing secara berurutan L/B; L/D dan B/D adalah berkisar antara 2,83-11,12; 4,58-17,28 dan 0,96-4,68. Ayodhyoa (1972), mengatakan bahwa koefisien yang menggambarkan keadaan dari sebuah bentuk tubuh kapal adalah Coefficient of fineness yang terdiri dari Cb (Coefficient of block), Cp (Coefficient of prismatic), C (Coefficient of midship) dan Cw (Coefficient of water plane). Hubungan antara koefisien-koefisien tersebut adalah Cb = Cp x C. Adapun urutan nilai koefisien-koefisien tersebut untuk kapal ikan dari yang terbesar sampai terkecil adalah Cb < Cp < C. Menurut Fyson (1985), berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal yang berbeda dengan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal, koefisien bentuk 13

21 (Coefficient of fineness) akan menggambarkan bentuk badan kapal. Koefisien bentuk tersebut terdiri atas : (1)Cb (Coefficient of block), menunjukkan perbandingan kapasitas displacement kapal dengan volume bidang empat persegi panjang yang mengelilingi badan kapal. (2)C (Coefficient of midship), menunjukkan perbandingan luas area penampang melintang tengah kapal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. (3)Cw (Coefficient of water plane), diperoleh dari nilai yang menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. (4)Cp (Coefficient of prismatic), menunjukkan perbandingan antara kapasitas displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dengan panjang kapal pada water plan. 2.3 Stabilitas Kapal Perikanan Menurut Taylor (1977) dan Hind (1982), stabilitas adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami kemiringan akibat bekerjanya gaya-gaya pada kapal. Adapun stabilitas statis menggambarkan stabilitas kapal yang diukur dalam kondisi kapal tidak mendapat pengaruh faktor luar (arus, angin dan gelombang) dalam berbagai sudut oleng yang berbeda.taylor (1977) dan Hind (1982), juga mengemukakan bahwa stabilitas pada sebuah kapal dipengaruhi oleh 3 titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal, ketiga titik tersebut antara lain : (1)Titik B (centre of buoyancy), yaitu titik khayal yang mendorong gaya apung yang menyebabkan kapal terapung ke atas. (2)Titik G (centre of gravity), yaitu titik khayal yang mendorong gaya berat yang menyebabkan gaya kapal ke bawah. (3)Titik M (metacentre), yaitu titik khayal yang merupakan perpotongan antara titik yang melalui titik B dan titik G pada saat tegak dengan titik khayal yang terjadi ketika 14

22 kondisi kapal dalam keadaan posisi miring. Taylor (1977) dan Hind (1982), juga membagi stabilitas ke dalam 3 bagian yaitu : (1)Keseimbangan stabil, dimana suatu kondisi kapal dapat kembali ke posisi semula (initial stability / equilibrium). Kondisi ini terjadi bila titik G berada di bawah titik M, atau kapal memiliki nilai GM yang positif. Pada kondisi seperti ini kapal memiliki gaya pengembali yang positif yang dapat mengembalikan kapal ke posisi semula (Gambar 8.b). (2)Keseimbangan netral, dimana suatu kondisi kapal tidak bisa kembali ke posisi semula, melainkan tetap dalam keadaan miring akibat adanya gaya yang bekerja pada kapal. Kondisi ini terjadi bila titik G dan titik M berimpit pada satu titik atau kapal memiliki nilai GM nol (Gambar 8.c). (3)Keseimbangan tidak stabil, dimana suatu kondisi kapal tidak bisa kembali ke posisi semula, melainkan terus ke arah kemiringan tersebut akibat adanya gaya yang bekerja pada kapal. Kondisi ini terjadi bila letak titik G lebih tinggi dari titik M atau kapal memiliki nilai GM negatif. Pada kondisi seperti ini kapal tidak memiliki gaya untuk mengembalikan ke posisi semula, melainkan meneruskan kemiringannya ke arah olengnya kapal (Gambar 8.d). 15

23 W W W B W K M G B B L W W1 B G K B1 M L1 L K K W a W W M c W W1 W M G K O M Z K B B B1 L K K W M b Keterangan : B : Titik Pusat Apung a. Posisi Seimbang G : Titik Pusat Gravitasi b. Keseimbangan stabil M : Titik Metacenter c. Keseimbangan netral GZ : Lengan Pengembali d. Keseimbangan tidak stabil K : Lunas Kapal WL : Garis Air W : Gaya yang Bekerja pada Kapal B-B1 : Sudut Oleng L1 W1 W Z M W d G L M B1 L1 L Gambar 8. Posisi Keseimbangan kapal (Sumber : Hind, 1982) Nomura and Yamazaki (1977), mengemukakan bahwa keadaan suatu kapal dikatakan setimbang apabila titik apung (B) terletak dalam satu garis lurus dengan titik berat (G) dan titik berat harus berada dibawah titik M. Berdasarkan standar IMO nilai GM sebaiknya tidak kurang dari 350 mm (Fyson, 1985), sedangkan menurut 16

24 Nomura (1977), kriteria yang sangat menentukan adalah jarak GM, KG dan perbandingan nilai KG/D. 2.4 Kurva GZ Fyson (1985) mengemukakan bahwa kajian mengenai stabilitas kapal erat hubungannya dengan perhitungan nilai GZ atau lengan pengembali. Derret (1991) menambahkan bahwa kurva stabilitas statis suatu kapal menggambarkan hubungan antara nilai GZ atau lengan pengembali dengan berbagai sudut kemiringan oleng kapal dalam ton displacement yang tetap, seperti pada Gambar 9 di bawah ini. Lengan penegak (m) C X Y E Z D Sudut kemiringan (derajat) Gambar 9. Kurva stabilitas statis kapal (Sumber : Derrett, 1991) Derret (1991) memberikan penjelasan mengenai kurva stabilitas statis kapal pada Gambar 9, yaitu : (1)Rentang stabilitas (The range of stability), dimana kapal memiliki nilai GZ yang positif. Nilai rentang stabilitas pada Gambar 9 berkisar antara 0 o sampai 86 o (C); (2)Sudut stabilitas yang semakin berkurang (The angle of vanishing stability), dimana kapal memiliki nilai GZ nol atau besar sudut dimana terjadi perubahan nilai GZ 17

25 dari positif ke negatif. Besar sudut stabilitas yang semakin berkurang pada Gambar 9 adalah 86 o (D); (3)Nilai GZ maksimum, dimana adanya perpotongan garis tegak lurus antara skala kemiringan sudut oleng kapal dengan titik tertinggi pada kurva, yang diperoleh dengan cara menarik garis tangen pada titik tertinggi dalam kurva. Nilai GZ maksimum pada Gambar 9 sebesar 0,65 m dengan sudut oleng 42 o (E); (4)Tinggi metacentre (GM), dimana diperoleh dengan cara menarik garis tangen pada kurva yang melalui OX dan garis tegak lurus (YZ) yang memotong sudut oleng sebesar 57,3 o. tinggi metacentre pada Gambar 9 sebesar 0,54 m. Hind (1982) menyatakan bahwa kapal dalam kondisi muatan penuh, nilai inklinasi masing-masing sudut diplotkan sehingga membentuk suatu kurva yang dinamakan dengan kurva stabilitas statis. Berikut ini ilustrasi kurva stabilitas statis kapal dalam berbagai nilai inklinasi masingmasing sudut yang diplotkan dapat dilihat pada Gambar 10. Garis air 0.2 Lengan penegak (m) Tangent line Sudut kemiringan (derajat) Gambar 10. Kurva stabilitas statis kapal dengan sudut keolengan yang berbeda (Sumber : Hind, 1982) 18

26 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari November 2005 di Laboratorium Kapal Perikanan dan Navigasi, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gambar body plan dan dimensi utama kapal kelompok alat tangkap statis yang diambil berdasarkan studi literatur. Alat yang digunakan adalah 1 unit PC (personal computer), alat tulis, software PGZ, serta Microsoft excel yang digunakan dalam simulasi dan pengolahan data. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat simulasi-numerik, yaitu melakukan simulasi terhadap data yang diperoleh dari studi literatur. Dari hasil studi literatur diperoleh sepuluh body plan kapal statik, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara diam/statis. Kesepuluh kapal tersebut selanjutnya disimulasi untuk memperoleh nilai stabilitas statis. Selain kesepuluh data kapal tersebut, juga diperoleh dua kapal lainnya yang merupakan hasil penelitian tentang stabilitas statis kapal yang telah dilakukan oleh Handayani (2005) dan Pratiwi (2005) Jenis Data Jenis data yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian adalah length perpendicular (Lpp), breadth (B), depth (D), draft (d), rentang stabilitas (range of stability), sudut kebasahan dek (flooding angle), sudut kestabilan kapal yang semakin 19

27 berkurang (vanishing angle), nilai lengan pengembali (GZ) maksimum, sudut GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM) dari beberapa kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis Pengumpulan Data Data yang terdiri dari gambar body plan kapal, length perpendicular (Lpp), breadth (B), depth (D) dan draft (d) diperoleh melalui studi literatur dari hasil penelitian Rahman (2004). Adapun data mengenai rentang stabilitas, flooding angle, vanishing angle, lengan pengembali (GZ) maksimum, sudut GZ maksimum serta tinggi metacentre diperoleh melalui simulasi dengan menggunakan program GZ dan MS. Excel. Dua kapal lainnya diperoleh dari hasil penelitian Handayani (2005) dan Pratiwi (2005) Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software PGz kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk grafik dan tabulasi dalam MS. Excel. Dalam pengolahan data, kondisi kapal yang digunakan adalah kondisi kapal dalam muatan penuh (full load condition). Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1)Kapal berada pada kondisi perairan yang tenang; (2)Draft kapal sama antara bagian haluan (Fore Perpendicular) dengan di buritan (After Perpendicular) atau posisi kapal dalam keadaan trim even keel; (3)Kapal dalam kondisi keseimbangan (4)Jarak dari lunas (keel) ke titik berat kapal (gravity) atau KG sama dengan tinggi kapal (depth) Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara comparative study. Sebelum comparative study dilakukan, data-data yang telah diolah dikelompokkan berdasarkan perbedaan bentuk kasko kapal, selang nilai B/D dan ton displacement kapal. Selanjutnya 20

28 comparative study dilakukan terhadap nilai-nilai stabilitas statis antar kelompok kapal yang memiliki perbedaan bentuk kasko, selang nilai B/D dan ton displacement kapal. Proses secara keseluruhan dalam mencapai tujuan dapat digambarkan secara ringkas dan sistematis pada Gambar 11. Data body plan, Lpp, breadth (B), depth (D), dan draft (d) dari kapal kelompok alat tangkap statis Pengolahan dengan software PGz Kurva stabilitas statis Perolehan data : rentang stabilitas (range of stability) sudut kebasahan dek (flooding angle) nilai lengan pengembali(gz) maksimum sudut GZ maksimum tinggi metacentre (GM) Pengelompokkan data berdasarkan : perbedaan bentuk kasko selang nilai B/D selang nilai ton displacement () Tujuan penelitian mendapatkan dan mengkaji nilai stabilitas statis kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis Gambar 11. Tahapan pencapaian tujuan penelitian 21

29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bentuk Kasko dan Dimensi Kapal Alat Tangkap Statis Bentuk kasko adalah bentuk badan kapal yang terendam di bawah garis air (water line). Bentuk kasko kapal kelompok alat tangkap statis yang diperoleh berdasarkan data body plan di bagian haluan memiliki bentuk yang relatif sama yaitu V- bottom. Bentuk V- bottom di bagian haluan pada kapal kelompok alat tangkap statis ini sudah cukup bagus, sehingga kapal dapat membelah air dengan baik. Bentuk kasko di bagian buritan juga relatif hampir sama dengan bentuk kasko di bagian midship. Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian Rahman (2004) diketahui bahwa untuk kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis memiliki beberapa bentuk kasko, yaitu U-bottom, round bottom, round flat bottom dan akatsuki bottom. Keempat jenis bentuk kasko tersebut dapat dijelaskan di bawah ini. 1) U bottom Bentuk U-bottom merupakan bentuk yang paling umum dimiliki oleh kapal kelompok alat tangkap statis. Dari keduabelas data kapal yang diperoleh enam kapal di antaranya bentuk kasko U-bottom. Bentuk ini memiliki kestabilan yang tinggi dan volume ruang atau kapasitas penyimpanan dibawah dek yang besar, sehingga sangat cocok bagi kapal yang mengopersikan alat tangkap secara statis. Akan tetapi bentuk ini memiliki tahanan kasko yang besar sehingga olah gerak (manouvering) dan kecepatan (speed) yang dimiliki terbatas, namun bukanlah kecepatan yang diutamakan bagi kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis melainkan kestabilan yang tinggi. Kapal kelompok alat tangkap statis yang termasuk kedalam bentuk ini adalah Gillnet Indramayu (GNT1), Pole and Line Sulawesi Utara, Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL1), Long line 60 GT Bali (LL3), Long line 31 GT Pel. Ratu (LL4) dan Long line 33 GT Pel (LL5). Bentuk kasko U bottom dapat dilihat pada Gambar

30 Gambar 12. Bentuk kasko tipe U-bottom pada kapal alat tangkap statis 2) Round bottom Dari hasil studi literatur, diperoleh tiga kapal yang memiliki bentuk kasko round bottom. Bentuk round bottom merupakan bentuk badan kapal yang bagian dasarnya seperti kurva melengkung hingga ke sheer kapal. Bentuk ini memiliki tahanan kasko yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kedua bentuk kasko diatas (U bottom dan round flat bottom) sehingga menghasilkan olah gerak (manouvering) dan kecepatan (speed) yang tinggi. Akan tetapi bentuk ini kurang cocok bagi kapal kelompok static gear karena memiliki sudut oleng yang besar pada saat hauling yang dilakukan pada salah satu sisi lambung kapal. Selain itu, kapasitas penyimpanan di bawah dek sangat terbatas. Berdasarkan data yang diperoleh kapal kelompok alat tangkap statis yang memiliki bentuk ini adalah Trammel net (TRN), Gillnet Jakarta Utara (GNT2) dan Compreng Cirebon (CR). Bentuk kasko round bottom dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Gambar 13. Bentuk kasko tipe round bottom pada kapal alat tangkap statis 3) Round flat bottom Dari hasil studi literatur, diperoleh dua kapal yang memiliki bentuk kasko round flat bottom. Bentuk ini merupakan bentuk badan kapal yang bagian dasarnya cenderung rata kemudian melengkung hingga ke sheer kapal. Bentuk ini juga cocok bagi kapal kelompok alat tangkap statis. Selain menghasilkan sudut oleng yang kecil 23

31 pada saat melakukan hauling di salah satu sisi lambung kapal, juga memiliki volume ruang atau kapasitas penyimpanan di bawah dek yang cukup besar. Kapal kelompok alat tangkap statis yang termasuk kedalam bentuk ini berdasarkan data yang diperoleh adalah kapal Bubu lipat (BL) dan kapal Pancing ulur (PU). Bentuk kasko round flat bottom dapat dilihat pada Gambar14 di bawah ini. Gambar 14. Bentuk kasko tipe round flat bottom pada kapal alat tangkap statis 4) Akatsuki bottom Dari studi literatur, hanya diperoleh satu kapal yang memiliki bentuk kasko akatsuki bottom. Bentuk akatsuki bottom merupakan bentuk badan kapal yang hampir menyerupai huruf U, akan tetapi memiliki lekukan yang setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian dasarnya. Secara teori bentuk ini sangat menguntungkan bagi kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkapnya secara statis, karena memungkinkan memiliki stabilitas yang cukup baik. Berdasarkan data yang diperoleh, bentuk akatsuki bottom ini hanya dimiliki oleh kapal Long line 40 GT Bali (LL 2). Bentuk kasko akatsuki bottom dapat dilihat pada Gambar 15 di bawah ini. Gambar 15. Bentuk kasko tipe akatsuki bottom pada kapal alat tangkap statis Berdasarkan uraian di atas bahwa bentuk kasko kapal yang mengoperasikan alat tangkap secara statis di beberapa daerah di Indonesia dapat dinilai tidak mempunyai kekhasan bentuk. Hal ini disebabkan karena tidak adanya standarisasi mengenai bentuk kasko berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap. Ketidakstandaran ini 24

32 dapat disebabkan juga kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing pembuat kapal di galangan kapal tradisional. Dimensi kapal-kapal yang mengoperasikan alat tangkap statis yang diteliti memiliki nilai yang bervariasi, sehingga nilai rasio dimensi yang dihasilkanpun bervariasi. Perbedaan nilai rasio dimensi ini berpengaruh terhadap kemampuan (ability) dari suatu kapal. Nilai rasio dimensi kapal kelompok alat tangkap statis yang terdiri dari L/B, L/D, B/D dan d/d dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Nilai rasio dimensi utama kapal alat tangkap statis Bentuk kasko Kapal L/B L/D B/D d/d Ä (Ton) Gillnet Indramayu (GNT1)* Pole and Line Sulawesi Utara (PL)* U - bottom Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1)* Long line 60 GT Bali (LL 3)* Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4)* Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5)* Trammel net (TRN)* Round bottom Gillnet Jakarta Utara (GNT2)** Compreng Cirebon (CR)* Round flat bottom Pancing ulur (PU)* Bubu lipat Cirebon (BL)*** Akatsuki bottom Long line 40 GT Bali (LL 2)* Kisaran Rata-rata Keterangan : * hasil penelitian Rahman (2004) ** hasil penelitian Handayani (2005) *** hasil penelitian Pratiwi (2005) 25

33 Selanjutnya yang hanya akan dibahas adalah rasio nilai B/D dan ton displacement kapal. Hal ini dikarenakan kedua hal tersebut yang selanjutnya akan digunakan untuk mengkaji stabilitas statis kapal. Dari hasil penelitian Rahman (2004), dijelaskan bahwa kesepuluh kapal selain Gillnet Jakarta Utara (GNT 2) dan Bubu lipat Cirebon (BL), memiliki kisaran nilai rasio B/D antara 1,91 m 3,81 m dengan nilai rasio rata-rata sebesar 2,52 m. Kisaran nilai rasio B/D ini seluruhnya (100%) masuk ke dalam kisaran kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang ada di Indonesia pada umumnya yaitu berkisar antara 0,96 m - 4,68 m (Iskandar dan Pujiati, 1995). Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas yang dimiliki oleh kapal-kapal static gear yang diteliti juga berada dalam kisaran stabilitas kapal kelompok alat tangkap statis umumnya yang ada di Indonesia. Semakin besar nilai rasio B/D maka semakin baik stabilitas kapal tersebut. Stabilitas yang baik sangat dibutuhkan sekali bagi kapal kelompok static gear, terutama pada saat melakukan operasi penangkapan baik itu pada saat setting maupun hauling. Adapun untuk kapal Gillnet Jakarta Utara (GNT 2) dan Bubu lipat Cirebon (BL), memiliki kisaran nilai rasio B/D antara 2,59 m 4,34 m dengan nilai rasio rata-rata sebesar 3,47 m. Kisaran nilai rasio inipun masuk dalam kisaran nilai rasio B/D yang dikeluarkan oleh Iskandar dan Pujiati (1995) yaitu berkisar antara 0,96 m 4,68 m. Nilai ton displacement merupakan berat dari air yang dipindahkan bila kapal terendam hingga garis air (water line). Adapun nilai ton displacement yang diperoleh berkisar antara 4,13 ton - 329,65 ton dengan rata-rata sebesar 59,99 ton. 4.2 Stabilitas Statis Kapal Kelompok Alat Tangkap Statis Stabilitas kapal merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh kapal kelompok alat tangkap statis pada saat melakukan operasi penangkapan di laut. Untuk mengetahui tingkat stabilitas suatu kapal dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu dengan melakukan uji inklinasi (inclining experiment) dan yang kedua dengan cara menghitung nilai stabilitas dari kapal tersebut dengan menggunakan rumus-rumus. Adapun stabilitas statis ini merupakan stabilitas kapal yang diukur pada saat kondisi kapal tidak mendapat pengaruh dari faktor luar dalam berbagai 26

34 sudut keolengan yang berbeda. Pada Gambar 16 dapat disajikan kurva stabilitas statis dari hasil perhitungan beberapa kapal kelompok alat tangkap statis yang menjadi obyek penelitian dalam kondisi intact stability (IS) maupun un-intact stability (UIS). Pada Gambar 16 memperlihatkan kurva stabilitas statis keduabelas kapal yang dikaji. Pada kurva tersebut terlihat bahwa pada tiap-tiap sudut kemiringan akan terbentuk lengan GZ yang akan mengembalikan kapal kembali ke posisi tegak semula. Pada sudut kemiringan 0 o lengan pengembali GZ tidak terbentuk atau lengan pengembali GZ bernilai 0. Hal ini disebabkan titik B (buoyancy) dan titik G (gravity) berada pada satu garis lurus secara vertikal. Pada kondisi seperti inilah kapal dapat disebut dalam keadaan seimbang (equilibrium), sehingga lengan pengembali GZ tidak terbentuk atau bernilai 0. Nilai lengan pengembali GZ ini akan terbentuk dengan adanya pengurangan atau penambahan muatan atau adanya gaya-gaya dari luar yang bekerja hingga mencapai nilai GZ maksimum. Nilai pengembali GZ ini akan terus meningkat hingga mencapai sudut kemiringan maksimum (titik kritis) dimana pada sudut tersebut kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula menjadi berkurang hingga akhirnya lengan pengembali GZ bernilai 0. Berdasarkan kurva stabilitas statis pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa selang stabilitas (range of stability) terbesar dimiliki oleh kapal Long line 33 GT Pelabuhan Ratu (LL 5) yaitu berkisar antara 0 o 143 o. Kapal Long line 33 GT ini memiliki bentuk kasko U-bottom. Adapun selang stabilitas (range of stability) terkecil dimiliki oleh kapal Compreng Cirebon (CR) yaitu berkisar antara 0 o 31 o. Kapal Compreng ini memiliki bentuk kasko round bottom. Selang stabilitas pada saat kondisi intact stability ini menggambarkan kondisi kapal-kapal yang kedap air yang memiliki lengan pengembali (righting arm) GZ yang bernilai positif. Akan tetapi kapal-kapal ikan di Indonesia umumnya terbuat dari kayu dan tidak kedap air (un-intact stability) sehingga selang stabilitasnya berkurang sesuai dengan besarnya sudut kebasahan dek (flooding angle). 27

35 Lengan penegak GZ (m) Ket. : adl. grs. flooding angle U - bottom Gillnet Indramayu (GNT 1) Pole and linesulawesi Utara (PL) Long line 28.4 GT Pel. Ratu (LL 1) Long line 60 GT Bali (LL 3) Compreng (CR) Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Round bottom Trammel net (TRN) Gillnet Jakarta Utara (GNT 2) Compreng (CR) Round flat bottom Bubu lipat (BL) Pancing Ulur (PU) Akatsuki bottom Long line 40 GT Bali (LL 2) Sudut oleng (derajat) Gambar 16. Kurva stabilitas statis kapal kelompok alat tangkap statis 47

36 Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa besarnya sudut kebasahan dek (flooding angle) berkisar antara 9 o 36 o. Nilai kisaran ini menunjukkan besarnya sudut GZ maksimum yang dimiliki oleh kapal-kapal kelompok static gear yang diteliti pada saat kondisi un-intact stability. Hal ini berarti kapal-kapal tersebut maksimum hanya mampu kembali ke posisi tegak semula sampai batas flooding angle. Lebih dari itu, kapal akan terbalik. Nilai-nilai stabilitas statis kapal kelompok alat tangkap statis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Nilai stabilitas statis kapal alat tangkap statis Sudut Vanishing Flooding GZ Kapal angle angle (IS) ( o ) (UIS) ( o maks ) IS ( o ) Gillnet Indramayu (GNT1) Pole and Line Sulawesi Utara (PL) Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Long line 60 GT Bali (LL 3) Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4) Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Trammel net (TRN) Gillnet Jakarta Utara (GNT2)* Compreng Cirebon (CR) Pancing ulur (PU) Bubu lipat Cirebon (BL)** Long line 40 GT Bali (LL 2) Sudut GZ maks UIS ( o ) GZ maks IS (m) GZ maks UIS (m) GM (m) Kisaran Rata-rata Sumber : * hasil penelitian Handayani (2005) ** hasil penelitian Pratiwi (2005) 47

37 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kapal-kapal kelompok alat tangkap statis pada saat intact stability memiliki kisaran vanishing angle antara 31 o o dengan ratarata sudut sebesar 103,67 o. Kemudian pada kondisi un-intact stability memiliki sudut kebasahan dek (flooding angle) berkisar antara 9 o 36 o dengan rata-rata sudut sebesar 22,92 o. Perbedaan besar sudut antara vanishing angle saat kondisi intact stability dengan flooding angle pada saat kondisi un-intact stability adalah rata-rata sebesar o dengan persentase selisih sudut 78 %. Perbedaan persentase sudut ini menunjukkan bahwa batas maksimum sudut (titik kritis) kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang diteliti berada jauh lebih kecil dari besarnya sudut pada saat kondisi intact stability. Dari Tabel 2 di atas terlihat juga bahwa besarnya sudut GZ maksimum pada kondisi intact stability berkisar antara 14 o - 72 o dengan rata-rata sudut sebesar 49,58 o dan pada kondisi un-intact stability berkisar antara 9 o 36 o dengan rata-rata sudut sebesar 22,92 o. Oleh karena kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang di teliti tidak kedap air maka kondisi intact stability tidak terpenuhi sehingga sudut GZ maksimum berada pada flooding angle-nya dengan persentase perbedaan sudut GZ maksimum 54 % dan rata-rata perbedaan besar sudut GZ maksimum sebesar 26,66 o. Hal ini juga berlaku sama untuk nilai lengan pengembali GZ maksimum pada kondisi intact stability yang berkisar antara 0,04 m - 0,87 m dengan rata-rata nilai GZ maksimum sebesar 0,42 m dan pada kondisi un-intact stability berkisar antara 0,02 m 0,46 m dengan rata-rata nilai GZ maksimum sebesar 0,24 m yaitu berada pada flooding angle-nya dengan persentase perbedaan nilai lengan pengembali GZ maksimum 43 % dan rata-rata perbedaan nilai lengan pengembali GZ maksimum sebesar 0,18 m. Adapun untuk nilai tinggi/radius metacentre (GM) berkisar antara 0,27 m 1,01 m dengan tinggi GM rata-rata sebesar 0,61 m Stabilitas statis berdasarkan perbedaan bentuk kasko Kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang diteliti memiliki empat jenis bentuk kasko yang berbeda. Perbedaan ini terutama terlihat pada bagian midship-nya. Perbedaan bentuk kasko menyebabkan stabilitas yang dimiliki kapal juga berbeda. 48

38 Keempat jenis bentuk kasko tersebut adalah U - bottom, round bottom, round flat bottom dan akatsuki bottom. Pada Gambar 17 disajikan grafik hubungan antara bentuk kasko kapal kelompok static gear dengan vanishing angle saat kapal dalam kondisi intact stability dan flooding angle saat kapal dalam kondisi un-intact stability. Adapun nilai-nilai stabilitas statis berdasarkan bentuk kasko dapat dilihat pada lampiran 2. Sudut oleng (derajat) LL 4 LL 5 LL 1 LL 3 PL GNT 1 TRN GNT 2 CR PU BL LL 2 U - bottom Round bottom Round flat bottom Akatsuki bottom Bentuk kasko kapal Kondisi (IS) Kondisi (UIS) Gambar 17. Nilai vanishing angle kondisi IS dan flooding angle kondisi UIS berdasarkan perbedaan bentuk kasko Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa bentuk kasko U-bottom memiliki kisaran vanishing angle pada kondisi intact stability antara 104 o 143 o dengan ratarata sudut sebesar 121,83 o dan memiliki kisaran flooding angle pada kondisi un-intact stability antara 12 o 36 o dengan rata-rata sudut sebesar 23,83 o. Persentase perbedaan vanishing angle pada saat intact stability dengan flooding angle pada saat un-intact stability sebesar 80 %. Hal ini berarti terjadi perubahan sudut dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 98 o. Bentuk kasko round bottom memiliki kisaran vanishing angle pada kondisi intact stability antara 31 o 94 o dengan rata-rata sudut sebesar 70,67 o dan flooding angle pada kondisi unintact stability berkisar antara 9 o 28 o dengan rata-rata sudut sebesar 20 o. Persentase perbedaan vanishing angle pada saat intact stability dengan flooding angle pada saat 49

39 un-intact stability sebesar 72 %. Hal ini menunjukkan adanya perubahan sudut dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 50,67 o. Bentuk kasko berikutnya adalah bentuk round flat bottom. Bentuk round flat bottom dimiliki oleh kapal Pancing ulur (PU) dan kapal Bubu lipat Jakarta Utara (BL) dari kapal-kapal kelompok static gear yang diteliti. Bentuk kasko round flat bottom memiliki kisaran vanishing angle pada kondisi intact stability sebesar 84 o - 89 o dan pada kondisi un-intact stability memiliki kisaran flooding angle antara 23 o - 24 o. Persentase perbedaannya mencapai 73 % atau terjadi perubahan sudut sebesar 63 o. Untuk bentuk kasko akatsuki bottom hanya dimiliki oleh kapal Long line 40 GT Bali (LL) dengan vanishing angle pada kondisi intact stability sebesar 128 o dan pada kondisi un-intact stability memiliki flooding angle sebesar 25 o dengan persentase perbedaan mencapai 80 % dan terjadi perubahan sudut sebesar 103 o. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa bentuk U-bottom dan akatsuki bottom memiliki nilai vanishing angle pada kondisi intact stability dan flooding angle pada kondisi un-intact stability yang lebih besar dibandingkan dengan dua bentuk kasko lainnya. Sudut GZ maksimum kapal-kapal kelompok alat tangkap statis juga mengalami perbedaan sesuai dengan perbedaan bentuk kasko. Sudut GZ maksimum adalah sudut yang menimbulkan lengan pengembali (GZ) yang maksimum/terbesar. Berikut ini disajikan grafik hubungan antara bentuk kasko kapal kelompok alat tangkap statis dengan sudut GZ maksimum pada saat kapal dalam kondisi intact stability dan unintact stability. 50

40 Sudut pada GZ maks (derajat) LL 4 LL 5 LL 1 LL 3 PL GNT 1 TRN GNT 2 CR PU BL LL 2 U - bottom Round bottom Round flat bottomakatsuki bottom Bentuk kasko kapal Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 18. Sudut GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan perbedaan bentuk kasko Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa bentuk kasko U-bottom pada kondisi intact stability memiliki kisaran sudut pada GZ maksimum antara 39 o 72 o dengan rata-rata sudut pada GZ maksimum sebesar 55 o. Adapun kisaran sudut pada GZ maksimum pada kondisi un-intact stability antara 12 o 36 o dengan rata-rata sudut pada GZ maksimum sebesar 23,83 o. Persentase perubahannya mencapai 57 % atau terjadi perubahan sudut pada GZ maksimum dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 31,17 o. Sudut pada GZ maksimum untuk bentuk kasko round bottom berkisar antara 14 o 51 o dengan rata-rata sudut pada GZ maksimum sebesar 38 o pada kondisi intact stability dan kisaran sudut pada GZ maksimum antara 9 o 28 o dengan rata-ratanya sebesar 20 o pada kondisi un-intact stability. Hal ini menunjukkan adanya perubahan sudut pada GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (kondisi sebensrnya) sebesar 47 % atau 18 o. Adapun bentuk kasko round flat bottom memiliki sudut pada GZ maksimum berkisar antara 39 o - 48 o pada kondisi intact stability dan berkisar antara 23 o - 24 o pada kondisi un-intact stability (kondisi sebensrnya). Persentase perbedaan sudut pada GZ maksimumnya mencapai 46 % atau sebesar 20 o dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Bentuk akatsuki bottom memiliki sudut pada GZ maksimum sebesar 64 o pada kondisi 51

41 intact stability dan 25 o pada kondisi un-intact stability, dengan persentase perubahannya 61 % atau sebesar 39 o dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa bentuk U-bottom dan akatsuki bottom pada kondisi intact stability dan un-intact stability memiliki sudut pada GZ maksimum yang lebih besar dibandingkan dengan dua bentuk kasko lainnya. Kapal-kapal kelompok alat tangkap statis dalam melakukan operasinya mengalami berbagai kemiringan kapal, sehingga setiap kapal harus memiliki kemampuan untuk dapat kembali ke posisi semula. Kemampuan kapal yang optimal untuk dapat kembali ke posisi semula inilah yang disebut dengan lengan pengembali GZ maksimum. Lengan pengembali GZ maksimum dalam berbagai bentuk kasko pada saat kondisi kapal dalam intact stability dan un-intact stability dapat disajikan pada grafik di bawah ini GZ maksimum (m) LL 4 LL 5 LL 1 LL 3 PL GNT 1 TRN GNT 2 CR PU BL LL 2 U - bottom Round bottom Round flat bottomakatsuki bottom Bentuk kasko kapal Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 19. Nilai GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan perbedaan bentuk kasko Gambar 19 memperlihatkan bahwa nilai kisaran GZ maksimum untuk bentuk kasko U-bottom pada kondisi intact stability adalah 0,34 m 78 m dengan nilai GZ maksimum rata-rata sebesar 0,57 m dan pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) adalah berkisar antara 0,21 m 0,46 m dengan nilai GZ maksimum ratarata sebesar 0,31 m. Persentase perbedaan nilai GZ maksimum antara kondisi intact 52

42 stability dengan un-intact stability (kondisi sebensrnya) adalah 45 %. Hal ini berarti terjadi perubahan nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi unintact stability (kondisi sebensrnya) sebesar 0,26 m. Bentuk kasko round bottom memiliki kisaran nilai GZ maksimum pada kondisi intact stabiliy 0,04 m 0,19 m dengan nilai rata-rata GZ maksimum sebesar 0,09 m dan nilai GZ maksimum pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) berkisar antara 0,02 0,14 m dengan nilai rata-rata GZ maksimum sebesar 0,07 m. Persentase perbedaan nilai GZ maksimum pada kedua kondisi tersebut 28 % atau terjadi perubahan nilai sebesar 0,03 m. Untuk bentuk kasko round flat bottom memiliki nilai GZ maksimum berkisar antara 0,21 m - 0,37 m pada kondisi intact stability dan 0,13 m 0,28 m pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) dengan persentase perbedaan 28 % atau terjadi perubahan nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi sebenarnya (un-intact stability) sebesar 0,08 m. Nilai GZ maksimum yang dimiliki oleh bentuk kasko akatsuki bottom sebesar 0,72 m pada kondisi intact stability dan 0,41 m pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) dengan persentase perbedaan 43 % atau terjadi perubahan nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi sebenarnya (un-intact stability) sebesar 0,31 m. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa bentuk U-bottom pada kondisi intact stability dan un-intact stability memiliki nilai GZ maksimum yang lebih besar dibandingkan dengan tiga bentuk kasko lainnya. Nilai GM merupakan nilai yang diukur dari titik G (gravity) ke titik M (metacentre). Nilai GM untuk setiap bentuk kasko dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini. 53

43 1.2 1 GM (m) LL 4 LL 5 LL 1 LL 3 PL GNT 1 TRN GNT 2 CR PU BL LL 2 U - bottom Round bottom Round flat bottomakatsuki bottom Bentuk kasko kapal GM (m) Gambar 20. Nilai GM berdasarkan perbedaan bentuk kasko Nilai GM yang dimiliki oleh bentuk kasko U-bottom berkisar antara 0,58 m 1,01 m dengan rata-rata sebesar 0,78 m. Bentuk kasko round bottom memiliki kisaran nilai GM antara 0,27 m 0,35 m dengan rata-rata sebesar 0,30 m. Nilai GM untuk bentuk kasko round flat bottom berkisar antara 0,38 m 0,39 m. Adapun untuk bentuk kasko akatsuki bottom memiliki nilai GM sebesar 0,96 m. Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa bentuk U-bottom memiliki nilai GM yang lebih besar dibandingkan dengan tiga bentuk kasko lainnya. Berdasarkan perbedaan jenis bentuk kasko, kapal-kapal kelompok alat tangkap statis memiliki nilai stabilitas statis yang berbeda-beda. Dari nilai-nilai parameter stabilitas statis yang disajikan dalam beberapa grafik di atas, terlihat bahwa bentuk kasko U-bottom dan akatsuki bottom memiliki stabilitas statis yang lebih baik dari bentuk kasko round flat bottom dan round bottom Stabilitas statis berdasarkan selang nilai B/D Nilai B/D merupakan nilai perbandingan antara lebar badan kapal (breadth) dengan tinggi/dalam kapal (depth). Nilai rasio B/D berpengaruh terhadap stabilitas suatu kapal. Berikut ini disajikan grafik rentang stabilitas vanishing angle pada 54

44 kondisi intact stability (IS) dan flooding angle pada kondisi un-intact stability (UIS) berdasarkan selang nilai B/D. Sudut oleng (derajat) LL 4 LL 5 LL 1 TRN LL 3 PL GNT 2 GNT 1 LL 2 CR PU BL Selang nilai B/D Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 21. Nilai vanishing angle kondisi IS dan flooding angle kondisi UIS berdasarkan selang nilai B/D Pada selang nilai B/D 1,90 2,54 kapal-kapal kelompok alat tangkap statis memiliki kisaran vanishing angle antara 94 o 143 o dengan rata-rata sudut sebesar 118,33 o pada kondisi intact stability. Sedangkan pada kondisi un-intact stability memiliki nilai kisaran flooding angle antara 12 o 36 o dengan rata-rata sudut sebesar 24,50 o. Persentase perbedaan antara kedua kondisi tersebut mencapai 79 %. Hal ini berarti ada penurunan nilai dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 93,83 o. Untuk selang nilai B/D 2,55 3,19 nilai vanishing angle-nya berkisar antara 31 o 128 o pada kondisi intact stability dengan rata-rata sudut sebesar 90,25 o dan nilai flooding angle-nya pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) berkisar antara 9 o 28 o dengan rata-rata sudut sebesar 20,25 o. Dalam hal ini ada perubahan 78 % dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya) atau sebesar 70 o. Adapun selang nilai B/D 3,20 3,84 memiliki nilai vanishing angle pada kondisi intact stability sebesar 84 o dan pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) nilai flooding angle-nya sebesar 23 o serta persentase perubahannya 73 % atau sebesar 65 o dari kondisi intact stability ke 55

45 kondisi sebenarnya (un-intact stability). Begitu juga untuk selang nilai B/D 3,85 m 4,49 m memiliki nilai vanishing angle pada kondisi intact stability sebesar 89 o dan nilai flooding angle-nya pada kondisi un-intact stability bernilai 24 o dengan persentase perubahannya dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya) 73 % atau sebesar 65 o. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang nilai B/D, maka nilai vanishing angle pada kondisi intact stability dan flooding angle pada kondisi un-intact stability yang dihasilkan semakin menurun. Sudut GZ maksimum merupakan sudut kemiringan kapal saat memiliki nilai lengan pengembali GZ terbesar. Sudut GZ maksimum pada kondisi intact stability dan un-intact stability (kondisi sebenarnya) berdasarkan selang nilai B/D dapat disajikan pada Gambar 22 di bawah ini. Sudut pada GZ maks (derajat) LL 4 LL 5 LL 1 TRN LL 3 PL GNT 2 GNT 1 LL 2 CR PU BL Selang nilai B/D Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 22. Sudut GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang nilai B/D Sudut GZ maksimum untuk selang nilai B/D 1,90 2,54 pada kondisi intact stability berkisar antara 39 o 72 o dengan rata-rata sudut sebesar 54,67 o dan pada kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) berkisar antara 12 o 36 o dengan ratarata sudut sebesar 24,50 o. Persentase perubahannya antara kondisi intact stability dengan un-intact stability mencapai 55 % atau terjadi perubahan sudut sebesar 30,17 o 56

46 dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya). Pada selang nilai B/D 2,55 3,19 sudut pada GZ maksimumnya berkisar antara 14 o 64 o pada kondisi intact stability dengan rata-rata sudut sebesar 45 o, sedangkan pada kondisi un-intact stability memiliki kisaran antara 9 o 28 o dengan rata-rata sudut GZ maksimum sebesar 20,25 o. Persentase perubahannya mencapai 55 % atau mengalami perubahan sudut dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 24,75 o. Untuk selang B/D 3,20 3,84 memiliki sudut pada GZ maksimum sebesar 48 o pada kondisi intact stability dan 23 o pada kondisi un-intact stability. Hal ini menunjukkan adanya penurunan sudut pada GZ maksimum dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 25 o atau 52 %. Sama halnya untuk selang B/D 3,85 m 4,49 m memiliki sudut pada GZ maksimum pada kondisi intact stability sebesar 39 o dan pada kondisi un-intact stability sebesar 24 o sehingga terjadi perubahan sudut pada GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi sebenarnya (un-intact stability) 38 % atau sebesar 15 o. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang nilai B/D, maka nilai sudut pada GZ maksimum saat kapal dalam kondisi intact stability dan un-intact stability yang dihasilkan semakin menurun. Nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi un-intact stability (sebenarnya) memiliki perbedaan nilai yang tidak berbeda jauh. Nilai GZ maksimum berdasarkan selang nilai B/D saat kapal dalam kondisi intact stability dan un-intact stability dapat disajikan pada Gambar

47 GZ maksimum (m) LL 4 LL 5 LL 1 TRN LL 3 PL GNT 2 GNT 1 LL 2 CR PU BL Selang nilai B/D Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 23. Nilai GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang nilai B/D Pada grafik di atas selang nilai B/D 1,90 2,54 memiliki kisaran nilai GZ maksimum pada kondisi intact stability 0,05 m 0,87 m dengan rata-rata nilai GZ maksimum sebesar 0,49 m. Sedangkan pada kondisi un-intact stability nilai GZ maksimum berkisar antara 0,02 m 0,46 m dengan rata-rata nilai GZ maksimum sebesar 0,28 m. Persentase perbedaannya 44 % atau terjadi perubahan nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi sebenarnya (un-intact stability) sebesar 0,22 m. Pada selang nilai B/D 2,55 3,19 nilai GZ maksimum berkisar antara 0,04 m 0,72 m pada kondisi intact stability dengan rata-rata nilai sebesar 0,36 m. Pada kondisi un-intact stability memiliki kisaran antara 0,04 m 0,41 m dengan ratarata nilai GZ maksimum sebesar 0,20 m. Persentase perubahannya dari kondisi intact stability ke un-intact stability 45 % atau sebesar 16 m. Untuk selang nilai B/D 3,20 3,84 memiliki nilai GZ maksimum pada kondisi intact stability sebesar 0,21 m dan pada kondisi un-intact stability sebesar 0,13 dengan. Persentase perubahannya 37 % atau sebesar 0,08 m dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Demikian juga untuk selang nilai B/D 3,85 4,49 memiliki nilai GZ maksimum pada kondisi intact stability sebesar 0,37 m dan pada kondisi un-intact stability sebesar 0,28 m dengan persentase perubahannya 24 % atau terjadi perubahan 58

48 nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke kondisi un-intat stability sebesar 0,09 m. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang nilai B/D, maka nilai GZ maksimum saat kapal dalam kondisi intact stability dan un-intact stability yang dihasilkan semakin menurun. Kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang diteliti memiliki dimensi utama kapal yang berbeda-beda. Perbedaan dimensi utama ini menyebabkan nilai GM pada setiap kapal juga berbeda. Nilai GM berdasarkan perbedaan selang nilai B/D dapat disajikan pada Gambar GM (m) LL 4 LL 5 LL 1 TRN LL 3 PL GNT 2 GNT 1 LL 2 CR PU BL Selang nilai B/D GM (m) Gambar 24. Nilai GM berdasarkan selang nilai B/D Dari grafik dapat dilihat nilai GM pada selang nilai B/D 1,90 2,54 berkisar antara 0,35 m 1,01 m dengan rata-rata nilai GM sebesar 0,73 m. Nilai GM pada selang nilai B/D 2,55 3,19 berkisar antara 0,27 m 0,96 m dengan rata-rata nilai GM sebesar 0,54 m. Untuk selang nilai B/D 3,20 3,84 dan selang nilai B/D 3,85 4,49 masing-masing memiliki nilai GM sebesar 0,38 m dan 0,39 m. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang nilai B/D, maka nilai GM yang dihasilkan semakin menurun. Dari hasil kajian terhadap nilai-nilai parameter stabilitas statis berdasarkan perbedaan nilai B/D kapal diketahui bahwa nilai stabilitas statis cenderung menurun 59

49 seiring dengan meningkatnya selang nilai B/D. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan nilai ton displacement pada masing-masing kapal. Pada umumnya, kapal dengan nilai B/D yang menghasilkan nilai parameter stabilitas statis yang kecil adalah kapal dengan bentuk round bottom dan round flat bottom Stabilitas statis berdasarkan ton displacement () Nilai ton displacement suatu kapal menggambarkan berat dari air yang dipindahkan ketika badan kapal terendam air hingga mencapai garis air (water line) tertentu. Besarnya ton displacement yang dimiliki oleh kapal-kapal kelompok alat tangkap statis berbeda satu sama lain. Perbedaan ini berpengaruh terhadap stabilitas statis suatu kapal. Pada Gambar 25 disajikan grafik hubungan antara selang ton displacement kapal kelompok alat tangkap statis dengan vanishing angle saat kapal dalam kondisi intact stability dan flooding angle saat kapal dalam kondisi un-intact stability. Sudut oleng (derajat) BL CR TRN PU GNT 2 GNT 1 LL 1 LL 4 LL 5 LL 2 LL 3 PL Selang ton displacement (ton) Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 25. Nilai vanishing angle kondisi IS dan flooding angle kondisi UIS berdasarkan selang ton displacement Dari grafik di atas dapat dilihat untuk selang ton displacement 4,11 85,49 memiliki kisaran vanishing angle antara 31 o 143 o pada kondisi intact stability 60

50 dengan rata-rata sudut sebesar 99,90 o dan pada kondisi un-intact stability memiliki kisaran flooding angle antara 9 o - 30 o dengan rata-rata 22,70 o. Persentase selisih perbedaannya 77 % atau sebesar 77,20 o dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Untuk selang ton displacement 85,50 166,88 memiliki nilai vanishing angle pada kondisi intact stability sebesar 114 o dan kondisi un-intact stability yaitu pada flooding angle-nya sebesar 36 o dengan persentase perbedaannya 68 % atau terjadi perubahan sudut dari kondisi intact stability ke kondisi sebenarnya (un-intact stability) sebesar 78 o. Adapun untuk selang ton displacement 166,89 248,27 tidak memiliki nilai vanishing angle maupun flooding angle, karena kapal kelompok static gear yang menjadi obyek penelitian tidak ada yang memiliki nilai ton displacement antara selang tersebut. Untuk selang ton displacement 248,28 329,66 memiliki vanishing angle sebesar 131 o pada kondisi intact stability dan pada kondisi un-intact stability sebesar 12 o yaitu pada flooding angle-nya. Persentase perbedaan selisihnya 91 % atau terjadi penurunan sudut sebesar 119 o dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang ton displacement, maka nilai vanishing angle pada kondisi intact stability dan flooding angle pada kondisi un-intact stability yang dihasilkan juga semakin meningkat. Sudut vanishing angle yang berbeda menyebabkan sudut pada GZ maksimum yang dimiliki juga berbeda. Sudut GZ maksimum pada kondisi intact stability dan unintact stability berdasarkan selang nilai ton displacement dapat dilihat pada Gambar

51 80 Sudut pada GZ maks (derajat) BL CR TRN PU GNT GNT LL 1 LL 4 LL 5 LL 2 LL 3 PL Selang ton displacement (ton) Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 26. Sudut GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang ton displacement Sudut pada GZ maksimum untuk selang ton displacement 4,11 85,49 berkisar antara 14 o 72 o pada kondisi intact stability dengan rata-rata sudut pada GZ maksimum sebesar 47,40 o. Sedangkan pada kondisi un-intact stability memiliki kisaran sudut pada GZ maksimum antara 9 o 30 o dengan rata-rata sudut 22,70 o. Persentase perbedaan pada kedua kondisi tersebut 52 % atau terjadi penurunan sudut pada GZ maksimum dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya) sebesar 24,70 o. Adapun nilai sudut pada GZ maksimum untuk selang ton displacement 85,50 166,88 pada kondisi intact stability sebesar 56 o dan pada kondisi un-intact stability sebesar 36 o. Hal ini terjadi penurunan sudut pada GZ maksimum dari kondisi intact stability ke un-intact stability sebesar 20 o persentase perubahannya 36 %. Untuk selang ton displacement 166,89 248,27 tidak memililki sudut pada GZ maksimum baik dalam kondisi intact stability maupun unintact stability, karena pada penelitian ini tidak ada kapal yang memiliki nilai ton displacement pada selang antara 166,89 248,27 tersebut. atau Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang ton displacement, maka nilai sudut pada GZ maksimum saat kapal dalam kondisi intact stability dan un-intact stability yang dihasilkan juga semakin meningkat. 62

52 Nilai GZ maksimum juga berbeda-beda untuk setiap selang ton displacementnya. Nilai GZ maksimum berdasarkan selang ton displacement saat kapal dalam kondisi intact stability dan un-intact stability dapat disajikan pada Gambar 27 berikut ini GZ maksimum (m) BL CR TRN PU GNT 2 GNT 1 LL 1 LL 4 LL 5 LL 2 LL 3 PL Selang ton displacement (ton) Kondisi IS Kondisi UIS Gambar 27. Nilai GZ maksimum kondisi IS dan UIS berdasarkan selang ton displacement Nilai GZ maksimum untuk selang ton displacement 4,11 85,49 berkisar antara 0,04 m 0,78 m pada kondisi intact stability dengan rata-rata nilai GZ maksimum sebesar 0,36 m dan memiliki kisaran 0,02 m 0,46 m untuk kondisi un-intact stability dengan rata-rata nilai GZ maksimumnya sebesar 0,22 m. Persentase perbedaannya mencapai 38 % atau terjadi penurunan nilai GZ maksimum sebesar 0,13 m dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Nilai GZ maksimum pada selang ton displacement 85,50 166,88 untuk kondisi intact stability sebesar 0,56 m, sedangkan untuk kondisi un-intact stability sebesar 0,45. Persentase perubahannya 20 % atau terjadi penurunan nilai GZ maksimum dari kondisi intact stability ke un-intact stability sebesar 0,11 m. Untuk selang ton displacement 166,89 248,27 tidak memiliki nilai GZ maksimum, karena pada kapal-kapal yang diteliti tidak ada yang memiliki nilai ton displacement pada selang tersebut. Adapun untuk selang ton displacement 248,28 329,66 memiliki nilai GZ maksimum pada kondisi intact stability sebesar 0,87 m dan pada kondisi un-intact 63

53 stability sebesar 0,21 m. Persentase perubahannya sebesar 76 % atau terjadi perubahan nilai GZ maksimum sebesar 0,66 dari kondisi intact stability ke un-intact stability (kondisi sebenarnya). Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang ton displacement, maka nilai GZ maksimum saat kapal dalam kondisi intact stability dan un-intact stability yang dihasilkan juga semakin meningkat. Nilai GM untuk kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang diteliti juga berbeda sesuai dengan perbedaan nilai ton displacement-nya. Nilai GM berdasarkan perbedaan ton displacement dapat dilihat pada Gambar 28 di bawah ini GM (m) BL CR TRN PU GNT 2 GNT 1 LL 1 LL 4 LL 5 LL 2 LL 3 PL Selang ton displacement (ton) GM (m) Gambar 28. Nilai GM berdasarkan selang ton displacement Pada selang ton displacement 4,11 85,49 nilai GM berkisar antara 0,27 m 0,96 m dengan rata-rata nilai GM sebesar 0,55 m. Untuk selang ton displacement 85,50 166,88 memiliki nilai GM sebesar 0,77 m. Sedangkan untuk selang ton displacement 166,89 248,27 tidak memilikli nilai GM, karena untuk kapal-kapal yang diteliti tidak ada yang memiliki nilai ton displacement pada selang 166,89 248,27 tersebut, dan untuk selang 248,28 329,66 memiliki nilai GM sebesar 1,01 m. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas dapat diketahui bahwa semakin besar selang ton displacement, maka nilai GM yang dihasilkan juga semakin meningkat. 64

54 Hasil kajian terhadap nilai-nilai parameter stabilitas statis berdasarkan perbedaan nilai ton displacement kapal, diketahui bahwa semakin besar nilai ton displacement kapal, maka nilai parameter stabilitas statis yang dihasilkan akan semakin besar pula. Pada umumnya, kapal dengan nilai ton displacement yang menghasilkan nilai parameter stabilitas statis yang terbesar adalah kapal dengan bentuk U-bottom. 65

55 4 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Kapal-kapal kelompok alat tangkap statis yang diteliti memiliki kisaran rentang stabilitas antara 9 o 36 o dengan rata-rata sudut sebesar 22,92 o. Nilai kisaran tersebut berada pada kondisi sebenarnya (flooding angle). 2. Bentuk kasko U bottom dan akatsuki bottom memiliki nilai stabilitas yang lebih baik dari bentuk kasko round flat bottom dan round bottom. 3. Nilai stabilitas statis cenderung menurun meskipun nilai rasio B/D kapal bertambah. Hal ini dikarenakan nilai ton displacement yang berbeda. 4. Nilai ton displacement kapal juga mempengaruhi stabilitas statis suatu kapal. Semakin besar nilai ton displacement, maka stabilitas statis kapal semakin besar. 5.2 Saran Sebaiknya untuk kapal-kapal kelompok alat tangkap statis menggunakan kapal yang memiliki bentuk kasko U bottom atau akatsuki bottom. 66

56 DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa Craft and Gear. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan. Derret, D. R., Ship Stability for Master and Mates, Fourth Edition. England: Butler and Tanner Ltd. Dohri, M. dan Soedjana, N., Kecakapan Bahari I, Depdikbud. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, (Jakarta : 1983). Farhum, S. A., Analisa Gerakan Rolling pada Kapal Pole and Line. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Studi Teknologi Kelautan, Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 97 hal. Fyson, J Design of Small Fishing Vessels. England: Fishing News Book Ltd. 320 p. Nomura, M. dan Yamazaki, T Fishing Techniques 1. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. 206 p. Handayani, M Stabilitas Statis Kapal Gillnet Harapan Baru Produksi Galangan Rakyat Pulau Tidung Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hind, J. A Stability and Trim of Fishing Vessels, Second Edition. England: Fishing News Book Ltd. Farnham, Surrey. Iskandar, B. H Studi Tentang Desain dan Konstruksi Kapal Gill Net di Indramayu. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan. Iskandar dan Pujiati Keragaan Teknis Kapal Ikan di Beberapa Wilayah Indonesia. Laporan Penelitian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kirana, D. I Studi Tentang Desain Kapal Purse Seine di Eretan Wetan, Indramayu. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 67

57 Pasaribu, B. P Pengembangan Kapal Ikan di Indonesia. Makalah dalam Prosiding Seminar dalam Rangka Implementasi Wawasan Nusantara. Kerjasama Biotrop dan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal Pratiwi, M Stabilitas Statis Kapal Bubu Sinar Barokah di Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Rahman, A Bentuk Kasko dan Pengaruhnya Terhadap Tahanan Kasko Kapal Ikan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Rosdianto Studi Tentang Stabilitas Kapal Purse Seine dan Kapal Long Line di Propinsi Kalimantan Selatan. Tesis (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana, Teknologi Kelautan. Yulianto Studi Desain Kapal Rawai Cucut Tradisional dengan Kapal Hasil Modifikasi BPPT, di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Taylor, L. G The Principles and Practices of Stability. Brown, Son & Publisher, Ltd, Nautical Publisher, 52 Darnley Street, Glasgow. 178 p. Traung, J. O Fishing Boat of the World 2. England: Fishing News (Books) Ltd. 68

58 69

59 Lampiran 1. Ukuran dimensi utama kapal alat tangkap statis Kapal LOA (m) Lpp (m) B (m) D (m) d (m) Gillnet Indramayu (GNT 1)* Pole and Line Sulawesi Utara (PL)* Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1)* Long line 60 GT Bali (LL 3)* Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4)* Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5)* Trammel net (TRN)* Compreng Cirebon (CR)* Pancing ulur (PU)* Long line 40 GT Bali (LL 2)* Gillnet Indramayu (GNT 2)** Bubu lipat Cirebon (BL) *** Keterangan : * hasil penelitian Rahman (2004) ** hasil penelitian Handayani (2005) *** hasil penelitian Pratiwi (2005) 70

60 Lampiran 2. Nilai stabilitas statis kapal static gear berdasarkan perbedaan bentuk kasko. Bentuk kasko U - bottom Kapal Vanishin g angle Flooding angle (UIS) ( o ) Sudut GZ maks IS ( o ) Sudut GZ maks UIS ( o ) GZ maks IS (m) GZ maks UIS (m) (IS) ( o ) Gillnet Indramayu (GNT 1) Pole and Line Sulawesi Utara (PL) Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Long line 60 GT Bali (LL 3) Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4) Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Kisaran Rata-rata Trammel net (TRN) Gillnet Jakarta Utara (GNT 2)* Round bottom Compreng Cirebon (CR) Kisaran Rata-rata Round flat Pancing ulur (PU) bottom Bubu lipat Cirebon (BL)** Kisaran Rata-rata Akatsuki bottom Long line 40 GT Bali (LL 2) Keterangan : * hasil penelitian Handayani (2005) ** hasil penelitian Pratiwi (2005) GM (m) 71

61 Lampiran 3. Nilai stabilitas statis kapal static gear berdasarkan selang nilai rasio B/D. Selang nilai B/D Kapal Vanishing angle (IS) ( o ) Flooding angle (UIS) ( o ) Sudut GZ maks IS ( o ) Sudut GZ maks UIS ( o ) GZ maks IS (m) GZ maks UIS (m) Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4) Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Trammel net (TRN) Long line 60 GT Bali (LL 3) Pole and Line Sulawesi Utara (PL) Kisaran Rata-rata Gillnet Jakarta Utara (GNT 2)* Gillnet Indramayu (GNT 1) Long line 40 GT Bali (LL 2) Compreng Cirebon (CR) Kisaran Rata-rata Pancing ulur (PU) Bubu lipat Cirebon (BL)** Keterangan : * hasil penelitian Handayani (2005) ** hasil penelitian Pratiwi (2005) GM (m) 72

62 Lampiran 4. Nilai stabilitas statis kapal static gear berdasarkan selang nilai ton displacement. Selang nilai Ä (Ton) Kapal Vanishing angle (IS) ( o ) Flooding angle (UIS) ( o ) Sudut GZ maks IS ( o ) Sudut GZ maks UIS ( o ) GZ maks IS (m) GZ maks UIS (m) Bubu lipat Cirebon (BL)** Compreng Cirebon (CR) Trammel net (TRN) Pancing ulur (PU) Gillnet Indramayu (GNT 1) Gillnet Jakarta Utara (GNT 2)* Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4) Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Long line 40 GT Bali (LL 2) Kisaran Rata-rata Long line 60 GT Bali (LL 3) Pole and Line Sulawesi Utara (PL) Keterangan : * hasil penelitian Handayani (2005) ** hasil penelitian Pratiwi (2005) GM (m) 73

63

64 Lampiran 5. Sudut oleng (derajat) dan lengan penegak GZ (m) kapal static gear. Trammel net Labuhan Maringgai (TRN) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

65 Lanjutan lampiran 5. Pancing ulur (PU) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

66 Lanjutan lampiran 5. Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

67 Lanjutan lampiran 5. Long line 40 GT Bali (LL 2) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) 88888,8888 Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

68 Lanjutan lampiran 5. Long line 60 GT Bali (LL 3) Sudut ( o ) GZ (m) 8 Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

69 Lanjutan lampiran 5. lanjutan Long line 60 GT Bali (LL 3) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

70 Lanjutan lampiran 5. Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

71 Lanjutan lampiran 5. Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

72 Lanjutan lampiran 5. Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

73 Lanjutan lampiran 5. Pole and line Sulawesi Utara (PL) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

74 Lanjutan lampiran 5. Gillnet Indramayu (GNT 1) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

75 Lanjutan lampiran 5. (GNT 2) Gillnet Jakarta Utara Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut (o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

76 Lanjutan lampiran 5. (CR) Compreng Cirebon Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) Sudut ( o ) GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

77 Lanjutan lampiran 5. Bubu lipat Cirebon (BL) Sudut ( o ) Sudut ( o ) Sudut ( o ) GZ (m) 8 GZ (m) 8 GZ (m) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

78 , , Lampiran 6. Gambar body plan kapal static gear. SKALA 1 : 27 SKALA 1 : 51 Trammel net Labuhan Maringgai (TRN) Sumber : Sitorus (1986) dalam Rahman (2004) Pancing ulur (PU) Sumber : Manurung (1990) dalam Rahman (2004) SKALA 1 : 66 SKALA 1 : 90 Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Sumber : Supriyadi (1989) dalam Rahman (2004) Long line 40 GT Bali (LL 2) Sumber : Novita (1994) dalam Rahman (2004) 89

79 Lanjutan lampiran 6. SKALA 1 : 85 SKALA 1 : 70 Long line 60 GT Bali (LL 3) Sumber : Novita (1994) dalam Rahman (2004) Long line 31 GT Pel. Ratu (LL 4) Sumber : Yulianto (1996) dalam Rahman (2004) SKALA 1 : 72,5 SKALA 1 : 71 Long line 33 GT Pel. Ratu (LL 5) Sumber : Yulianto (1996) dalam Rahman (2004) Pole and line Sulawesi Utara (PL) Sumber : Farhum (1999) dalam Rahman (2004) 90

80 Lanjutan lampiran 6. SKALA 1 : 81 SKALA 1 : 60 Gillnet Indramayu (GNT 1) Sumber : Iskandar (1990) dalam Rahman (2004) Gillnet Jakarta Utara (GNT 2) Sumber : Handayani (2005) SKALA 1 : 37 SKALA 1 : 63 Compreng Cirebon (CR) Sumber : Ludfiah (1991) dalam Rahman (2004) Bubu lipat Cirebon (BL) Sumber : Pratiwi (2005) 91

81 92

82 Lampiran 7. Gambar rencana garis (lines plan) kapal static gear. Rencana garis (lines plan) kapal Trammel net Labuhan Maringgai (TRN) Sumber : Sitorus (1986) dalam Rahman (2004). 93

83 Lanjutan lampiran 7. 94

84 Lanjutan lampiran 7. Rencana garis (lines plan) kapal Pancing ulur (PU) Sumber : Manurung (1990)) dalam Rahman (2004) Rencana garis (lines plan) kapal Long line 28,4 GT Pel. Ratu (LL 1) Sumber : Supriyadi (1989) dalam Rahman (2004) 95

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan didalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) serta sarana transportasi, dan kapal ikan termasuk didalamnya

Lebih terperinci

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA

STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA III - 555 STABILITAS BEBERAPA KAPAL TUNA LONGLINE DI INDONESIA Yopi Novita 1* dan Budhi Hascaryo Iskandar 1 * yopi1516@gmail.com / 0812 8182 6194 1 Departemen PSP FPIK IPB ABSTRAK Kapal merupakan bagian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kapal Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Kapal perikanan merupakan kapal yang digunakan untuk aktivitas penangkapan ikan di laut (Iskandar dan Pujiati, 1995). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal cumi-cumi (squid jigging) merupakan kapal penangkap ikan yang memiliki tujuan penangkapan yaitu cumi-cumi. Kapal yang sebagai objek penelitian

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka Belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://jurnalmaspari.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka

Lebih terperinci

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung

Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat Bangka belitung 3 R. Nopandri et al. / Maspari Journal 02 (2011) 3-9 Maspari Journal 01 (2011) 3-9 http://masparijournal.blogspot.com Stabilitas Statis Kapal Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut

3 METODOLOGI. Serang. Kdy. TangerangJakarta Utara TangerangJakarta Barat Bekasi Jakarta Timur. Lebak. SAMUDERA HINDIA Garut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2009. Penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat untuk pengukuran

Lebih terperinci

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif.

juga didefinisikan sebagai sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, agar kapal selalu memiliki stabilitas yang positif. 3 STABILITAS KAPAL Stabilitas sebuah kapal mengacu pada kemampuan kapal untuk tetap mengapung tegak di air. Berbagai penyebab dapat mempengaruhi stabilitas sebuah kapal dan menyebabkan kapal terbalik.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Peta lokasi penelitian 13 3 METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek Penelitian dalam penelitian ini adalah Kapal Penangkap Cumi- Cumi yang terdapat di galangan kapal PT. Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. 3.2

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama

5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama 5 PEMBAHASAN 5.1 Dimensi Utama Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh pengrajin kapal tradisional menyebabkan proses pembuatan kapal dilakukan tanpa mengindahkan kaidahkaidah arsitek perkapalan. Dasar

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA (Kasus pada Salah Satu Kapal Payang di Pamekasan) RIZKI MULYA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01

4 HASIL PENELITIAN. Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT

STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT STABILITAS STATIS KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONGLINE 40 GT Oleh: Wide Veronica C54102019 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Penangkap Ikan Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) kapal perikanan sebagai kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang meliputi aktivitas penangkapan atau pengumpulan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Desain Kapal Pancing Tonda Desain kapal merupakan proses penentuan spesifikasi yang menghasilkan gambar suatu obyek untuk keperluan pembuatan dan pengoperasian kapal. Berbeda

Lebih terperinci

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap dimensi utamanya, kapal rawai ini memiliki niiai resistensi yang cukup besar, kecepatan yang dihasilkan oleh KARTINL C05497008. Pengaruh Pemindahan Berat pada Stabilitas Kapal Rawai di Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dibawah bimbingan JAMES P. PANJAITAN dan MOHAMMAD IMRON. Kapal rawai merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1*

PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Oleh: Yopi Novita 1* BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 35-43 PENGARUH FREE SURFACE TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Oleh: Yopi Novita 1* ABSTRAK Muatan utama kapal pengangkut ikan

Lebih terperinci

This watermark does not appear in the registered version - 2 TINJAUAN PUSTAKA

This watermark does not appear in the registered version -  2 TINJAUAN PUSTAKA 22 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Longline Nomura dan Yamazaki (1975) mengemukakan beberapa persyaratan teknis minimal dari kapal ikan yang berfungsi untuk operasi penangkapan, yakni : 1. Memiliki struktur

Lebih terperinci

4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 4 STABILITAS STATIS KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 4.1 Pendahuluan Masalah teknis yang perlu diperhatikan dalam penentuan perencanaan pembangunan kapal ikan, adalah agar hasil dari pembangunan kapal

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER

KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 53-61, Desember 2010 KAJIAN STABILITAS EMPAT TIPE KASKO KAPAL POLE AND LINE STABILITY ANALYSIS OF FOUR TYPES OF POLE AND LINER St. Aisyah

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA

STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA STABILITAS STATIS PERAHU FIBERGLASS BANTUAN LPPM IPB DI DESA CIKAHURIPAN KECAMATAN CISOLOK, SUKABUMI REZA TAWADA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 KAPAL POLE AND LINE

2 KAPAL POLE AND LINE 2 KAPAL POLE AND LINE Kapal merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 32 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengukuran dimensi dan geometri bentuk kapal longline yang diteliti dilakukan di Cilacap pada bulan November. Setelah pengukuran dimensi dan geometri

Lebih terperinci

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN

TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 183-193 TATA MUATAN DAN VARIASI MUSIM PENANGKAPAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS PURSESEINER BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN Influence of

Lebih terperinci

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS

6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6 KESELAMATAN OPERASIONAL KAPAL POLE AND LINE PADA GELOMBANG BEAM SEAS 6.1 Keragaan Kapal Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda bergantung dari tujuan usaha penangkapan. Setiap jenis alat penangkapan

Lebih terperinci

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG

RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm. 19-28, Juni 2017 RASIO DIMENSI UTAMA DAN STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG RATIO OF THE MAIN DIMENSIONS

Lebih terperinci

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 87-92, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kajian rancang bangun kapal ikan fibreglass multifungsi 13 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance

HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance HUBUNGAN ANTARA BENTUK KASKO MODEL KAPAL IKAN DENGAN TAHANAN GERAK Relationship Between Hull Form of Fishing Vessel Model and its Resistance Oleh: Yopi Novita 1 *, Budhi H. Iskandar 1 Diterima: 14 Februari

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008

SKRIPSII FAKULTAS INSTITUT 2008 1 DESAIN KAPAL IKAN FIBREGLASS BANTUAN KORBAN TSUNAMI DI PERAIRAN PANGANDARAN, JAWA BARAT IPAN MUHAMMAD SUPANJI SKRIPSII DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Kapal Cumi-Cumi (Squid Jigging) Kapal penangkap cumi-cumi adalah kapal yang sasaran utama penangkapannya adalah cumi-cumi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS STABILITAS KAPAL PAYANG KETIKA BERGERAK MELINGKAR (Kasus pada salah satu Kapal Payang di Pelabuhanratu, Jawa Barat) HER1 RASDIANA

KAJIAN TEORITIS STABILITAS KAPAL PAYANG KETIKA BERGERAK MELINGKAR (Kasus pada salah satu Kapal Payang di Pelabuhanratu, Jawa Barat) HER1 RASDIANA KAJIAN TEORITIS STABILITAS KAPAL PAYANG KETIKA BERGERAK MELINGKAR (Kasus pada salah satu Kapal Payang di Pelabuhanratu, Jawa Barat) HER1 RASDIANA PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA)

5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran General arrangement (GA) 5 PEMBAHASAN 5.1 Desain Perahu Katamaran 5.1.1 General arrangement (GA) Pembuatan desain perahu katamaran disesuaikan berdasarkan fungsi yang diinginkan yaitu digunakan sebagai perahu pancing untuk wisata

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN 2540 9484 Halaman : 125 136 Desain Kapal Purse Seine Modifikasi di Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan (Design

Lebih terperinci

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA

KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA KESESUAIAN UKURAN BEBERAPA BAGIAN KONSTRUKSI KAPAL PENANGKAP IKAN DI PPN PALABUHANRATU JAWA BARAT DENGAN ATURAN BIRO KLASIFIKASI INDONESIA ARIEF MULLAH MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG

STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG 1 STABILITAS STATIS KAPAL PURSE SEINE SEMANGAT BARU BUATAN GALANGAN KAPAL PULAU TIDUNG MEIDA SAPTUNAWATI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 9 Peta lokasi penelitian. 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 di galangan kapal PT Proskuneo Kadarusman Muara Baru, Jakarta Utara. Selanjutnya pembuatan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Nomura dan Yamazaki (1977) menjelaskan bahwa stabilitas merupakan kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah miring akibat pengaruh gaya dari dalam maupun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Kapal Perikanan Pada hakekatnya fungsi sebuah kapal ialah sebagai alat pengangkut di air dari suatu tempat ke tempat lain, baik pengangkutan barang, penumpang maupun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Terdapat beberapa definisi mengenai kapal perikanan, menurut Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat

Lebih terperinci

ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO

ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO ASPEK KESELAMATAN DITINJAU DARI STABILITAS KAPAL DAN REGULASI PADA KAPAL POLE AND LINE DI BITUNG, SULAWESI UTARA YULI PURWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin

Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 13-18, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Simulasi pengaruh trim terhadap stabilitas kapal pukat cincin Simulation of trim effect on the stability

Lebih terperinci

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara

Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara Minahasa Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 81-86, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Desain dan parameter hidrostatis kasko kapal fiberglass tipe pukat cincin 30 GT di galangan kapal CV Cipta Bahari Nusantara

Lebih terperinci

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN

STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN STABILITAS KAPAL PURSE SEINE MODIFIKASI DI KABUPATEN BULUKUMBA, SULAWESI SELATAN HERY SUTRAWAN NURDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Abstract. Keywords : stability, long line, righting arm, and draught 1. PENDAHULUAN

Abstract. Keywords : stability, long line, righting arm, and draught 1. PENDAHULUAN KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT DI PALABUHAN RATU, SUKABUMI (A STUDY ON THE OPERATIONAL STABILITY OF A LONGLINE FISHING VESSEL 60 GT AT PALABUHAN RATU) T.D. Novita, Shanty Manullang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Alokasi waktu penelitian mulai dari kegiatan survei, proses konversi, modifikasi dan rekondisi hingga pengujian di lapangan berlangsung selama tujuh

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal:

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal: Marine Fisheries ISSN: 2087-4235 Vol. 2, No. 2, November 2011 Hal: 213-221 EVALUASI DESAIN DAN STABILITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KAPAL PSP 01) Fishing Vessel Design and Stability

Lebih terperinci

KUALITAS STABILITAS KAPAL PAYANG PALABUHANRATU BERDASARKAN DISTRIBUSI MUATAN. Quality of Payang Boat and Stability

KUALITAS STABILITAS KAPAL PAYANG PALABUHANRATU BERDASARKAN DISTRIBUSI MUATAN. Quality of Payang Boat and Stability KUALITAS STABILITAS KAPAL PAYANG PALABUHANRATU BERDASARKAN DISTRIBUSI MUATAN Quality of Payang Boat and Stability Yopi Novita 1), Neni Martiyani 2) dan Reni Eva Ariyani 3) 1) Departemen PSP, FPIK, IPB,

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ Shanty Manullang *) Ramot Siburian **) * Dosen ** mahasiswa Program Studi Teknik Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis pada Potensi Operasional Mesin Pengujian teknis pada potensi operasional mesin yang dilakukan pada mesin Dong Feng ZS 1100 terbagi menjadi dua bagian, yaitu saat

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal Disetujui: 19 September 2017 ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 11 September 2017 Hal 265-276 Disetujui: 19 September 2017 BENTUK KASKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP KAPASITAS VOLUME RUANG MUAT DAN TAHANAN KASKO

Lebih terperinci

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI

UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI UJI TAHANAN GERAK MODEL PERAHU KATIR PALABUHANRATU GALIH ARIEF SAKSONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 069-076 KAJIAN DESAIN KAPAL PURSE SEINE TRADISIONAL DI KABUPATEN PINRANG (STUDY KASUS KM. CAHAYA ARAFAH) Design Studies Traditional Purse Seiner

Lebih terperinci

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal

Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Istilah istilah yang ada di teori bangunan kapal Istilah istilah yang ada pada konstruksi bangunan kapal Jenis-jenis kapal Ukuran utama ( Principal Dimension) * Panjang seluruh (Length Over All), adalah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESAIN KAPAL PANCING TONDA DENGAN MATERIAL FIBERGLASS DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA

PENGEMBANGAN DESAIN KAPAL PANCING TONDA DENGAN MATERIAL FIBERGLASS DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No. 1 Edisi Maret 2012 Hal. 71-80 PENGEMBANGAN DESAIN KAPAL PANCING TONDA DENGAN MATERIAL FIBERGLASS DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA Oleh: La Anadi 1*, Budhi

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN)

KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN) KAJIAN STABILITAS KAPAL IKAN MUROAMI PADA TIGA KONDISI MUATAN KAPAL DI KEPULAUAN SERIBU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PGZ (LANJUTAN) ABSTRAK Shanty Manullang, Moch.Ricky Dariansyah*) * Dosen pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum. 2.1.1 Defenisi Stabilitas Stabilitas adalah merupakan masalah yang sangat penting bagi sebuah kapal yang terapung dilaut untuk apapun jenis penggunaannya, untuk

Lebih terperinci

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN

2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN 2.1 Pendahuluan 2 DESAIN KAPAL POLE AND LINE SULAWESI SELATAN Desain merupakan hal yang penting dalam pembangunan kapal ikan. Sesuai dengan perbedaan jenis kapal ikan, maka desain dan konstruksi kapal

Lebih terperinci

PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG

PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG PENERAPAN KESETIMBANGAN BENDA TERAPUNG Mata Kuliah Mekanika Fluida Oleh: 1. Annida Unnatiq Ulya 21080110120028 2. Pratiwi Listyaningrum 21080110120030 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) GT Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang

Lebih terperinci

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) GT SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liner) 75 150 GT ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...II pendahuluan...iii 1 Ruang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa aktivitas riset,

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 65 73

Marine Fisheries ISSN: Vol. 2, No. 1, Mei 2011 Hal: 65 73 Marine Fisheries ISSN: 2087-4235 Vol. 2, No., Mei 20 Hal: 65 73 STABILITAS STATIS KAPAL STATIC GEAR DI PALABUHANRATU (STUDI KASUS KM PSP 0) The Static Stability of Static Gear Fishing Boat in Palabuhanratu

Lebih terperinci

Aulia Azhar Wahab, dkk :Rolling Kapal Pancng Tonda di Kabupaten Sinjai...

Aulia Azhar Wahab, dkk :Rolling Kapal Pancng Tonda di Kabupaten Sinjai... ROLLING KAPAL PANCING TONDA DI KABUPATEN SINJAI ROLLING OF TROLLING LINER ON SINJAI REGENCY 1) Aulia Azhar Wahab, 2) St. Aisjah Farhum, 2) Faisal Amir 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas

Lebih terperinci

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal

Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal Metacentra dan Titik dalam Bangunan Kapal 1. Titik Berat (Centre of Gravity) Setiap benda memiliki tittik berat. Titik berat inilah titik tangkap dari sebuah gaya berat. Dari sebuah segitiga, titik beratnya

Lebih terperinci

3 KAJIAN DESAIN KAPAL

3 KAJIAN DESAIN KAPAL 3 KAJIAN DESAIN KAPAL 53 3.1. Pendahuluan 3.1.1. Latar Belakang. Schmid (196) mengatakan bahwa untuk mendesain sebuah kapal pukat cincin haruslah mempertemukan kebutuhan-kebutuhan umum sebagai berikut

Lebih terperinci

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT

TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT TEKNO-EKONOMI PEMBANGUNAN KAPAL KAYU GALANGAN KAPAL RAKYAT DI DESA GEBANG, CIREBON, JAWA BARAT Oleh : DEWI AYUNINGSARI C54103050 SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL

DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL Sidang Tugas Akhir (MN 091382) DESAIN ULANG KAPAL PERINTIS 200 DWT UNTUK MENINGKATKAN PERFORMA KAPAL Oleh : Galih Andanniyo 4110100065 Dosen Pembimbing : Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara)

Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 63-68, Desember 2012 Studi pengaruh bentuk kasko pada tahanan kapal pukat cincin di Tumumpa, Bitung, dan Molibagu (Provinsi Sulawesi Utara) Study on the

Lebih terperinci

Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung

Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung 54 R. Pasaribu et al. / Maspari Journal 02 (2011) 54-62 Maspari Journal 02 (2011) 54-62 http://masparijournal.blogspot.com Karakteristik Desain Kapal Perikanan Bottom Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara

Lebih terperinci

Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON

Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON I-, &/P'~P/ 4 9$9/~2~,,q Sr STUD1 TEMTANG DESAlM DAN KO Dl DAERAH KABUPATEN CIREBON WINDA LUDFIAH C 23.0519 FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 9 9 1 SI'UIII TGN.I'ANC I>L;SAIN DAN KONS'I'RUKSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kapal ikan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktifitas menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU

KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU KAJIAN TEKNIS DAN KARAKTERISTIK KAPAL LONGLINE DI PERAIRAN PALABUHAN RATU Shanty Manullang *) T.D. Novita *) * Dosen pada Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan laborashanty@yahoo.com

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi

Study on hydrodynamics of fiberglass purse seiners made in several shipyards in North Sulawesi Aquatic Science & Management, Vol. 2, No. 2, 48-53 (Oktober 2014) Pascasarjana, Universitas Sam Ratulangi http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jasm/index ISSN 2337-4403 e-issn 2337-5000 jasm-pn00056

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ

KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ KAPAL KAYU LAMINASI TUNA LONG LINE 40 GT Dl GALAWGAN KAPAL PT PE N SAMODERA BESAR CABANG UJ G FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN B060R 1 9 9 1 STUD1 TENTANG DESAIN DAN KONSTRUKSI KAPAL KAYU LAMINAS1

Lebih terperinci

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT

KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT KAJIAN STABILITAS OPERASIONAL KAPAL LONGLINE 60 GT SHANTY L. MANULLANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI

APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI APLIKASI PERHITUNGAN HIDROSTATIS KAPAL IKAN BERBASIS VISUAL BASIC ARISTA HADI PRATAMA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL

6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL 211 6 RANCANGAN UMUM KPIH CLOSED HULL Berdasarkan hasil kajian dan uji coba hasil kajian mitigasi risiko, maka KPIH yang direkomendasikan untuk mengangkut benih ikan kerapu adalah KPIH Closed hull. Dimana

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN

KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN KARAKTERISTIK DIMENSI UTAMA KAPAL PERIKANAN PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI PANGANDARAN Izza Mahdiana Apriliani, Lantun Paradhita Dewanti dan Irfan Zidni Program Studi Perikanan, FPIK Unpad Korespondensi:

Lebih terperinci

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal

ALBACORE ISSN Volume I, No 1, Februari 2017 Hal ALBACORE ISSN 2549-1326 Volume I, No 1, Februari 2017 Hal 013-021 STABILITAS KAPAL IKAN KATAMARAN SEBAGAI PENGGANTI KAPAL PURSE SEINE DI KABUPATEN PAMEKASAN MADURA JAWA TIMUR Stability Of Catamaran Fishing

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan. Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kapal Perikanan Kapaf ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan demikian sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh suatu kapal akan diperlukan juga oleh kapal ikan, akan

Lebih terperinci

Kajian Kecepatan Dan Kestabilan Pada Beberapa Bentuk Kapal Pukat Cincin (Small Purse-Seiner) Di Sulawesi Utara

Kajian Kecepatan Dan Kestabilan Pada Beberapa Bentuk Kapal Pukat Cincin (Small Purse-Seiner) Di Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(5): 165-170, Juni 2017 ISSN 2337-4306 Kajian Kecepatan Dan Kestabilan Pada Beberapa Bentuk Kapal Pukat Cincin (Small Purse-Seiner) Di Sulawesi Utara Study

Lebih terperinci

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN GROSS TONAGE (GT) HUBUNGANNYA DENGAN TENAGA PENGGERAK (HP) PADA KAPAL PUKAT CINCIN (PURSE SEINER) DI KABUPATEN TAKALAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN IRAWAN ALHAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijadikan sampel dan diukur pada penelitian ini berjumlah 22 unit yang mempunyai wilayah pengoperasian lokal, yaitu di daerah yang tidak jauh dari teluk Palabuhanratu. Konstruksi

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT

ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT 200 GT Abstrak ANALISIS TEKNIS STABILITAS KAPAL LCT GT Budhi Santoso 1), Naufal Abdurrahman ), Sarwoko 3) 1) Jurusan Teknik Perkapalan, Politeknik Negeri Bengkalis ) Program Studi Teknik Perencanaan dan Konstruksi

Lebih terperinci

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA LUSI ALMIRA KALYANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI

DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI DISTRIBUSI MUATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP STABILITAS KAPAL IRA RAHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Marine Fisheries ISSN: Vol. 1, No. 2, November 2010 Hal:

Marine Fisheries ISSN: Vol. 1, No. 2, November 2010 Hal: Marine Fisheries ISSN: 2087-4235 Vol. 1, No. 2, November 2010 Hal: 113 122 STABILITAS STATIS DAN DINAMIS KAPAL PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LAMPULO KOTA BANDA ACEH NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Lebih terperinci

PENGARUH SIRIP PEREDAM TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Departemen PSP FPIK IPB 2. BPPT

PENGARUH SIRIP PEREDAM TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP. Departemen PSP FPIK IPB 2. BPPT 27 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XVII (1): 27-34 ISSN: 0853-6384 Full Paper PENGARUH SIRIP PEREDAM TERHADAP STABILITAS KAPAL PENGANGKUT IKAN HIDUP Yopi Novita *1, Budhi H Iskandar 1, Bambang Murdiyanto

Lebih terperinci

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR

ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 ANALISA PENERAPAN BULBOUS BOW PADA KAPAL KATAMARAN UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PEMAKAIAN BAHAN BAKAR Prasetyo Adi Dosen Pembimbing : Ir. Amiadji

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI LAPORAN PENELITIAN MANDIRI ANALISA KARAKTERISTIK TEKNIS DESAIN KAPAL PUKAT CINCIN DIPERAIRAN PULAU AMBON Oleh : IR. OBED METEKOHY, MSi NIP. 1960 1027 1990 03 1 004 UNIVERSITAS PATTIMURA April 2017 RINGKASAN

Lebih terperinci

KAPAL GILL NET Dl IWDRAMAYU

KAPAL GILL NET Dl IWDRAMAYU I -i 6 Sf UDl TENTANG OESAlN BAN KONSTRUKSI 0 KAPAL GILL NET Dl IWDRAMAYU KARYA ILMIAH Oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR C 22.0435 FAKULTAS PERIICANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1990 STUD1 TENTANG DESAIN DAN

Lebih terperinci

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL

KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL KONTRUKSI KAPAL PERIKANAN DAN UKURAN-UKURAN UTAMA DALAM PENENTUAN KONSTRUKSI KAPAL RULLY INDRA TARUNA 230110060005 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012 0 PENDAHULUAN

Lebih terperinci