HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia"

Transkripsi

1 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perairan Kolong Grasi Secara Fisika dan Kimia Kondisi fisika dan kimia perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Sungailiat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, diukur setiap kali sampling. Sampling diambil pada bulan Oktober-Desember 2011 hingga Januari- Februari Parameter fisika yang diukur adalah suhu, kecerahan dan parameter kimia yang diukur adalah oksigen (O 2 ) terlarut, derajat keasaman (ph) air, karbondioksida (CO 2 ) terlarut dalam air dan total organik mattler (TOM) perairan. Suhu terukur di tiap bulan pengambilan sampling yaitu 29,4 0 C di bulan Oktober, 29,1 0 C di bulan November, 25,3 0 C di bulan Desember, 24,1 0 C di bulan Januari dan 27,1 0 C di bulan Februari. Rata-rata suhu dari hasil pengukuran langsung dilapangan sebesar 27 0 C. Kecerahan terukur selama penelitian di kolong Grasi yakni 90 cm di bulan Oktober dan November, 60 cm di bulan Desember, 30 cm di bulan Januari dan 70 cm di bulan Februari. Rata-rata kecerahan air kolong Grasi yang terukur selama penelitian menunjukkan nilai 68 cm. Untuk derajat keasaman air (ph) terukur dibulan Oktober sebesar 6, di bulan November sebesar 6,5, di bulan Desember ph air terukur 6, Januari dan Februari ph air terukur masing-masing sebesar 5 dan 6, sehingga rata-rata ph air kolong Grasi yang terukur selama penelitian sebesar 6,1 (Tabel 4). Kandungan oksigen (O 2 ) terlarut dalam air kolong Grasi yang terukur selama penelitian di bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 rata-rata sebesar 7,8 mg/l. Kandungan 7,2 mg/l di bulan Oktober, 8 mg/l dibulan November dan di bulan Desember. Sebesar 7,8 mg/l di bulan Januari dan selanjutnya terukur sebesar 8 mg/l di bulan Februari. Kandungan karbondioksida (CO 2 ) terlarut terukur sebesar 2,10 mg/l di bulan Oktober. Selanjutnya secara berurutan 1,82 mg/l, 3,06 mg/l, 4,09 mg/l dan 3,44 mg/l untuk bulan November, Desember, Januari dan Februari. Rata-rata kandungan karbondioksida (CO 2 ) terlarut sebesar 2,90 mg/l. Total organik mattler (TOM) di perairan kolong Grasi Kecamatan Sungailiat didapat angka rata-rata 7,87 mg/l selama penelitian. Kisaran kandungan TOM secara berurutan 5,77 mg/l, 4,18 mg/l, 9,06 mg/l, 12,91 mg/l dan 7,40 mg/l

2 42 untuk bulan Oktober, November, Desember, Januari dan Februari. Tabel 4 menunjukkan hasil pengukuran kualitas air di bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 4 Hasil pengukuran kualitas air di bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Bulan Parameter Kualitas Air Rasio (hari) Hujan : Terang Suhu ( 0 C) Kec. (cm) ph DO (mg/l) CO 2 (mg/l) TOM (mg/l) Oktober , ,2 2,10 5,77 0 : 30 November ,1 90 6,5 8 1,82 4,18 0 : 30 Desember , ,06 9,06 13 : 17 Januari , ,8 4,09 12,91 22 : 8 Februari , ,44 7,40 9 : 21 Rata-rata/bulan 27±2,3 68±24,8 6,1±0,5 7,8±0,3 2,90±0,9 7,87±3,3 Standar Budidaya untuk Nila Merah (SNI 2009) Standar Budidaya untuk Patin Jambal (SNI 2009) Keterangan : ,5 3 < > 30 6,5-8,5 3 < 5 - Kec = Kecerahan air kolong DO = Dissolved Oxygen (Oksigen terlarut) TOM = Total Organik Matter Rasio hujan terang selama tiga puluh hari setiap bulan dari bulan Oktober 2011 hingga Februari 2012 di kolong Grasi tempat penelitian dilaksanakan, tercatat tidak terjadi hujan dari bulan Oktober hingga November Hujan mulai terjadi di bulan Desember 2011 dengan intensitas ringan, rasio hujan : terang sebanyak 13 : 17. Hujan lebih sering turun dengan intensitas lebat, terjadi di bulan Januari 2012 dengan rasio hujan : terang sebesar 22 : 8. Penurunan intensitas hujan di bulan Februari 2012 mengalami penurunan dengan rasio hujan : terang sebesar 9 : 21. Rata-rata hasil pengukuran kualitas air parameter fisika dan kimia di Kolong Grasi, menunjukkan kondisi yang ideal untuk kegiatan budidaya ikan nila merah dan patin jambal. Kondisi penurunan beberapa parameter seperti suhu, kecerahan dan peningkatan kadar TOM terjadi di bulan Januari 2012 dan tidak terjadi di bulan-

3 43 bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada bulan Januari 2012 intensitas turunnya hujan lebih sering terjadi dan lebih lebat dimana di bulan ini tercatat 22 hari turun hujan dan delapan hari tercatat cuaca terang. Perbedaan rasio cuaca ini diikuti perubahan parameter kualitas air terukur selama penelitian. Effendi (2003) dan Barus (2002) menjelaskan bahwa, turunnya suhu udara akan diikuti dengan turunnya suhu air. Penurunan suhu air ini menyebabkan menurunya kandungan CO 2 terlarut sebaliknya meningkatkan kadar DO dalam air. Kondisi di kolong Grasi justru terjadi sebaliknya. Penurunan suhu di bulan Januari 2012 meyebabkan peningkatan CO 2 terlarut dan cendrung menurunkan DO dalam air. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya bahan organik tersuspensi dan terlarut yang diikuti meningkatnya jumlah fitoplankton dalam air yang ditunjukkan dari turunnya nilai kecerahan air dan meningkatnya nilai TOM kolong Grasi. Proses melimpahnya substrat organik di air merupakan makanan bagi bakteri aerob, peningkatan jumlah bakteri tersebut menyebabkan proses pelepasan CO 2 kedalam air lebih banyak dan proses pengambilan DO dari air lebih banyak pula. Perubahan kualitas air secara fisika, kimia dan biologi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah akumulasi Pb di organ ikan uji. Jumlah Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Hasil budidaya pembesaran yang dilakukan selama empat bulan di kolong Grasi untuk ikan patin jambal dan nila merah menunjukkan terjadi akumulasi Pb di organ ikan. Tabel 5 menunjukkan peningkatan dan penurunan kadar Pb terukur di dalam organ ikan patin jambal selama pemeliharan empat bulan. Formatted: Font: Bold Tabel 5 Kandungan Pb terukur pada organ ikan patin jambal Kandungan Pb Pada Bulan ke- Organ Oktober November Desember Januari Februari Metode/Standar (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) Insang < 0,030 < 0,030 < 0,030 55,23 1,50 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Ginjal < 0,030 < 0,030 0,032 < 0,030 0,917 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Hati < 0,030 < 0,030 < 0,030 15,39 < 0,030 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Daging < 0,030 < 0,030 0,177 40,56 0,188 APHA ed 21 th 3111 B, 2005

4 44 Gambar 4 menunjukkan trend atau pola akumulasi Pb ke dalam masingmasing organ patin jambal. Pada ikan nila merah terjadi akumulasi Pb di setiap organ. Tabel 6 menunjukkan peningkatan dan penurunan kadar Pb terukur di dalam organ ikan nila merah selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi. Gambar 4 Trend akumulasi Pb pada organ ikan patin jambal. Organ Tabel 6 Kandungan Pb terukur pada organ ikan nila merah Kandungan Pb Pada Bulan ke- Oktober November Desember Januari Februari Metode/Standar (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) (µg/g) Insang < 0,030 < 0,030 2,77 8,41 4,34 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Ginjal < 0,030 < 0,030 < 0,030 93,98 0,842 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Hati < 0,030 0,085 < 0,030 62,14 < 0,030 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Daging < 0,030 < 0,030 < 0,030 < 0,030 0,188 APHA ed 21 th 3111 B, 2005 Gambar 5 menunjukkan trend atau pola akumulasi Pb ke dalam masingmasing organ ikan nila merah selama pemeliharaan. Gambar 5 Trend akumulasi Pb pada setiap organ ikan nila merah.

5 45 Jumlah logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh hewan air yang masih aman dikonsumsi oleh manusia yaitu 2 mg/kg (Ditjen POM No /B/SK/VII/1989 dan WHO 1992). Kandungan Pb pada ikan patin jambal mulai ditemukan di bulan kedua pemeliharaan, yakni bulan Desember 2011 pada organ ginjal dan daging masing-masing terukur sebesar µg/g dan 0,177 µg/g. Di bulan ketiga (Januari 2012), Pb ditemukan hampir di semua organ ikan patin jambal dan masih batas aman untuk konsumsi, yaitu organ insang sebesar 55,23 µg/g, hati sebesar 15,39 µg/g, daging sebesar 40,56 µg/g. Kandungan Pb tertinggi ditemukan di organ insang pada bulan ketiga pemeliharaan, yakni sebesar 55,23 µg/g. Meskipun demikian, kandungan Pb di organ daging ikan patin jambal adalah yang tertinggi dibandingkan dengan organ-organ yang lain. Hal ini dikarenakan bobot organ daging lebih besar, jika dibandingkan bobot organ lainnya (Rendemen daging = 45 g/100 g). Jika dikonversikan dengan bobot tubuh total dibulan Januari 2012 sebesar 195,4 g, maka organ daging patin mengandung 3,57 mg/kg. Nilai ini diatas batas aman konsumsi yang hanya memperbolehkan 2 mg/kg. Peningkatan kadar Pb diatas baku mutu aman pangan hanya terjadi dibulan Januari 2012, seiring dengan menurunnya kualitas air dan rasio hujan meningkat dalam 30 hari. Penurunan kandungan Pb dalam organ daging terjadi secara signifikan seirinmg dengan membaiknya kualitas air dan beralihnya musim hujan ke musim panas Pada ikan nila merah, Pb telah ditemukan di organ hati di bulan ke dua pemeliharaan, yakni November 2011 sebanyak 0,085 µg/g. Selanjutnya sebanyak 2,77 µg/g ditemukan di organ insang di bulan Desember Pada bulan Januari 2012, Pb terukur disemua organ ikan nila merah, kecuali di organ daging. Organ insang terukur Pb sebanyak 8,41 µg/g, organ hati sebanyak 62,14 µg/g dan pada organ ginjal terukur sebanyak 93,98 µg/g di bulan Januari Penurunan kadar Pb terjadi di bulan Februari 2012, dimana pada organ insang terukur sebanyak 4,34 µg/g, organ ginjal sebanyak 0,842 µg/g. Pada organ hati di bulan Februari 2012 tidak ditemukan lagi kandungan Pb. Sebaliknya terjadi peningkatan pada organ daging nila merah, di organ ini terukur sebanyak 0,188 µg/g. Secara keseluruhan akumulasi yang terjadi di organ ikan nila merah yang dipelihara di

6 46 kolong usia tua pasca tambang timah masih dibawah batas aman untuk dikonsumsi. Perbedaan jumlah akumulasi di setiap organ berhubungan erat dengan morfologi dan fungsi fisiologis setiap organ seperti insang, hati, daging dan ginjal. Insang ikan selain sebagai tempat pertukaran gas juga merupakan tempat ekskresi (Affandi & Usman 2002). Insang merupakan organ ikan yang langsung bersentuhan dengan air, sehingga organ insang adalah yang pertama untuk terpapar secara langsung pencemar Pb, baik Pb yang terionisasi dengan air maupun yang berikatan dengan partikel. Morfologi insang ikan nila merah yang lebih rapat dari insang ikan patin jambal menyebabkan perbedaan dalam kemampuan menangkap organisme dan partikel yang ada di air sehingga sebagai penyebab perbedaan kandungan Pb terukur pada insang kedua ikan uji. Selain itu perbedaan pola hidup berdasarkan stratifikasi kedalaman, seperti ikan nila merah cenderung dipermukaan perairan dan ikan patin jambal cenderung didasar perairan KJA menyebabkan potensi paparan insang ikan patin jambal dengan air yang tercemar Pb lebih besar. Pb yang telah diabsorbsi akan masuk ke dalam darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi Pb yang tertinggi dalam organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal), dalam kedua organ tersebut logam berikatan dengan berbagai jenis protein baik enzim maupun protein lain yang disebut metalothionin. Hati berperan penting dalam nutrisi dan pertahanan tubuh sebagai respon dari toksikan yang berasal dari luar tubuh. Selain itu, hati juga merupakan tempat penyimpanan lemak dan karbohidrat (Hutton 1982), sehingga Pb mudah terikat didalam hati. Ginjal berfungsi untuk filtrasi (penyaring) dan mengekskresi bahan yang tidak dibutuhkan (Affandi & Usman 2002). Seberapapun besar Pb yang masuk kedalam darah akan disaring oleh ginjal untuk diekskresikan keluar tubuh. Sehingga keberadaan Pb ditemukan terakumulasi di dalam ginjal ikan uji. Darmono (2008), Pb dapat terikat dengan adanya ketersedian ligan dalam sel. Lemak merupakan ligan yang cocok untuk logam berat. Salah satu fungsi organ daging pada ikan adalah tempat penyimpanan lemak. Darah yang telah tercemar Pb, akan beredar sesuai siklusnya. Darah yang mengandung Pb akan

7 47 masuk kedalam sel-sel daging melalui pembuluh-pembuluh kapiler, selanjutnya karena sifat logam yang mudah terikat dengan lemak, maka Pb akan cepat terikat ke dalam lemak daging. Pb yang telah terikat akan sulit terlepas, sehingga kecil kemungkinan untuk kembali masuk kedalam aliran darah. Kondisi ini merupakan penyebab kecilnya akumulasi yang terukur didalam organ hati dan ginjal ikan patin jambal di bulan Januari 2012, walaupun di bulan yang sama jumlah akumulasi di organ daging terukur sangat tinggi. Kondisi ini juga terjadi sebaliknya pada ikan nila merah, dimana pada organ daging tidak terukur tetapi pada organ hati dan ginjal jumlah akumulasi relatif tinggi. Hal ini pula merupakan penyebab berbedanya jumlah akumulasi Pb yang terukur antara daging ikan nila merah dengan daging ikan patin jambal. Dimana kandungan lemak pada daging nila merah lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging ikan patin jambal yang dipelihara dikolong Grasi (lampiran 3). Analisis Perbedaan Parameter Fisika-Kimia Terukur dan Rasio Isi Usus Terhadap Akumulasi Pb di Setiap Organ Ikan Uji Perbedaan akumulasi Pb di setiap organ pengamatan antara ikan nila merah dan patin jambal serta keterhubungannya terhadap perbedaan parameter fisika-kimia air kolong Grasi, ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap semua organ ikan uji, ditemukan akumulasi tertinggi Pb terjadi di bulan Januari 2012 (bulan ke-3 pemeliharaan). Meskipun demikian, akumulasi yang terukur masih dalam batas aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan diatas baku mutu hanya ditemukan pada organ daging ikan patin jambal di bulan Januari Penurunan suhu dan ph air, perbedaan cuaca dan peningkatan kecerahan air kolong, serta peningkatan rasio plankton dibandingkan pakan buatan yang ditemukan dalam usus ikan uji di bulan Januari 2012, berdampak pada peningkatan jumlah akumulasi Pb dibeberapa organ ikan uji. Bulan Januari 2012, Pb ditemukan terakumulasi sebanyak 8,4 µg/g di organ insang ikan nila merah dan 55,23 µg/g di organ insang ikan patin jambal. Penurunan suhu dan ph air kolong juga berdampak pada peningkatan akumulasi Pb di organ daging ikan patin jambal, yakni sebesar 40,56 µg/g sedangkan di organ ikan nila merah

8 48 akumulasi tidak terukur. Pb terukur di organ hati ikan nila merah sebanyak 62,14 µg/g, sedangkan di organ hati ikan patin jambal sebesar 15,39 µg/g. Kandungan Pb juga ditemukan di ginjal ikan nila merah, yakni sebesar 93,98 µg/g sedangkan pada ikan patin jambal kandungan Pb di bulan Januari 2012 (bulan ke-3) tidak ditemukan. Bulan Oktober November Desember Januari Februari Suhu ( 0 C) 29,4 29,1 25,3 24,1 27,1 ph 6 6, Kecerahan (cm) Rasio Hujan:Terang (hari) 0 : 30 0 : : : 8 9 : 21 Rasio isi usus (%) - 76,50 : ,87 : 28,11 36,48 : 64,48 47,54 : 52,44 Pellet : Plankton (Patin) Rasio isi usus (%) Pellet : Plankton (Nila) - 83,82 : 16,15 42,15 : 57,76 18 : 81,06 21,10 : 78,87 G ambar 6 Akumulasi Pb di setiap organ pengamatan ikan nila merah dan patin jambal serta keterhubungannya terhadap perbedaan parameter fisikakimia terukur dan rasio isi usus.

9 49 Kondisi perubahan cuaca yang ekstrim dari musim panas ke musim hujan di bulan Januari 2012, dikuti juga penurunan tingkat kecerahan. Fenomena ini mengindikasikan peningkatan kadar TOM dan jumlah plankton di air kolong Grasi. Kondisi ini menunjukkan meningkatnya hamburan partikulat (substrat) dan meningkatnya jumlah plankton dalam perairan kolong Grasi. Pada saat yang sama terjadi penurunan ph perairan menjadi lebih asam. Bryan (1976a) dan Forstner (1979b) mengemukakan bahwa penurunan nilai ph air menyebabkan kelarutan logam berat dalam air meningkat dan dalam keadaan yang sesuai (seperti menurunnya ph air menjadi asam), beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikulat yang mengendap akan kembali ke dalam air diikuti remobilisasi dan difusi ke atas. Pada saat Pb terlepas kedalam air, maka peluang Pb mencemari plankton sebagai pakan alami ikan uji semakin besar. Proses pengambilan logam dalam makhluk hidup perairan autotrofik (Fitoplankton) menurut Bryan (1976b) adalah melalui mekanisme pertukaran ion yang dengan cepat terserap pada permukaan sel, dari tempat mereka berdifusi ke dalam membran sel, terakhir diserap dan diikat oleh protein (tempat pertukaran ion) di dalam sel. Peningkatan jumlah plankton dalam air akan memperbesar peluang termakannya plankton yang telah tercemar Pb oleh ikan uji. Fenomena ditemukannya lebih banyak plankton daripada pakan buatan di dalam usus ikan nila merah dan patin jambal di bulan Januari 2012, yaitu rasio (%) pakan buatan : plankton untuk ikan patin sebesar 36,48 : 64,48 dan untuk ikan nila merah sebesar 18 : 81,06, menyebabkan di bulan tersebut (Januari 2012) terjadi peningkatan jumlah Pb di setiap organ ikan uji. Sehingga masuknya Pb kedalam organ ikan nila merah dan patin jambal yang dibudidayakan dikolong pasca penambangan timah Bangka Belitung ialah melalui rantai makanan. Hasil penelitian ini menguatkan pernyataan Bryan (1979), makanan dan partikulat merupakan sumber akumulasi (logam berat) penting yang terjadi pada ikan. Naik turunnya suhu di dalam suatu perairan mempengaruhi kelarutan beberapa jenis gas dalam air serta aktivitas biologis-fisiologis biota di dalam ekosistem air (Barus 2002). Meningkatnya suhu dari bulan Januari 2012 ke bulan Februari 2012 menyebabkan meningkatnya laju aktivitas biologis-fisiologis ikan

10 50 uji. Peningkatan laju aktivitas biologis-fisiologis yang disertai dengan membaiknya kualitas perairan kolong Grasi dapat menyebabkan proses depurasi (pembersihan) organ tubuh ikan terhadap pencemar Pb berjalan cepat. Terlihat dari menurunnya kandungan Pb pada ikan uji di bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012) seiring dengan meningkatnya nilai kecerahan, suhu dan ph perairan di bulan tersebut. Dampak Akumulasi Pb Terhadap Penambahan Bobot Tubuh Penambahan bobot tubuh ikan nila merah dan ikan patin jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 (A) menunjukkan penambahan bobot tubuh ikan nila merah mengalami peningkatan dari bulan pertama pemeliharaan sampai dengan bulan keempat pemeliharaan. Berat awal ikan Nila merah yakni dibulan Oktober 2011 rata-rata 6,8 g ± 0,3852. Diakhir pemeliharan yakni di bulan Februari 2012 bobot tubuh rata-rata 188,7 g ± 7,2057. Gambar 7 (B) menunjukkan penambahan bobot tubuh ikan patin jambal pada bulan pertama pemeliharaan hingga bulan ketiga (Januari 2012) mengalami peningkatan. Penambahan bobot tubuh hampir terhenti di bulan ketiga pemeliharaan hingga bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012). Rata-rata berat awal ikan Patin jambal dibulan Oktober 2011 sebesar 4,9 g ± 0,5172. Bulan Februari 2012 bobot tubuh rata-rata 201,2 g ± 17,7050. (A) Gambar 7 Penambahan bobot tubuh ikan nila merah dan ikan patin jambal. (B)

11 51 Akumulasi Pb yang terjadi disetiap organ ikan nila merah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan bobot tubuh selama empat bulan pemeliharaan. Hampir tidak terukurnya jumlah akumulasi Pb dari bulan pertama ke bulan kedua pemeliharaan pada setiap organ ikan nila merah, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena tubuh ikan nila merah masih tumbuh dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar. Akumlasi Pb yang mulai terukur pada bulan kedua hingga bulan ketiga pemeliharaan, yakni organ insang, hati dan ginjal, tidak mengakibatkan penurunan penambahan bobot tubuh ikan nila merah. Kondisi yang sama terus terjadi di bulan ketiga pemeliharaan hingga ke bulan empat pemeliharaan. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah. Hal ini dikarenakan rendahnya akumulasi di setiap organ ikan nila merah selama pemeliharaan dan akumulasi yang terjadi masih dalam ambang batas toleransi ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan. Penambahan bobot tubuh ikan patin jambal selama empat bulan pemeliharaan, didapatkan bahwa akumulasi Pb yang terjadi disetiap organ pengamatan memberikan pengaruh yang signifikan di bulan ketiga pemeliharaan (Januari 2012) hingga bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012). Dimana dibulan tersebut, penambahan bobot tubuh hampir tidak terjadi. Kondisi sebalikya terjadi di di bulan pertama hingga ketiga pemeliharaan, dimana penambahan bobot tubuh tetap terjadi tanpa terganggu Pb. Hal ini terjadi karena di bulan pertama hingga bulan ketiga pemeliharaan akumulasi Pb masih sangat kecil. Sedangkan di bulan ketiga pemeliharaan akumulasi Pb mengalami peningkatan disemua organ, terutama organ daging yang sudah melebihi ambang batas aman untuk konsumsi manusia. Selain itu, peningkatan akumulasi di bulan ketiga pemeliharaan juga diikuti peningkatan akumulasi pada organ insang, daging dan hati. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ tersebut, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan patin jambal.

12 52 Gambar 8 menunjukkan perbandingan pertumbuhan normal (penambahan bobot tubuh) ikan nila merah dan patin jambal setiap bulan pemeliharaan selama empat bulan di tempat budidaya terkontrol, terhadap pertumbuhan ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara di kolong tua. (A) (B) (B) (C) Gambar 8 (A) Grafik pertumbuhan ikan nila merah normal (B) Grafik pertumbuhan ikan patin jambal normal (C) Grafik pertumbuhan ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua (D) Grafik pertumbuhan ikan patin jambal yang dipelihara di kolong tua. (D) Perbedaan terjadi di pertumbuhan ikan patin di bulan Januari ke bulan Februari pemeliharaan. Pada pertumbuhan normal patin jambal (8 B), bulan ketiga dan keempat pemeliharaan bobot tubuh masih terus bertambah, sedangkan pada ikan patin jambal yang dipelihara di kolong tua pertumbuhan di masa tersebut mulai melambat (8 D). Hal ini berhubungan dengan semakin meningkatnya kandungan Pb di organ ikan patin. Terkait dengan fungsi organ insang yang juga sebagai alat pengeluaran, organ daging dan hati sebagai tempat penyimpanan.

13 53 Melambatnya penambahan bobot tubuh juga terjadi di bulan keempat pemeliharaan seiring dengan meningkatnya akumulasi Pb pada organ ginjal. Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengeksresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan oleh tubuh, seperti bahan logam berat yang toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam. Secara morfologi Pb akan merusak tubulus dan proksimal ginjal. Endapan Pb terjadi di lumen tubulus sehingga menyebabkan epitel sel mati dan lumen tubulus membengkak. Dengan rusaknya sel ginjal ini, maka peranan filtrasi ginjal akan terganggu. Asam amino yang masih berguna tidak tersaring dalam ginjal dan terbuang bersama urin, yang akhirnya juga ikan akan kekkurangan nutrisi dalam tubuhnya dan pertumbuhan menjadi terhambat (Darmono 2008). Keberadaan Pb pada organ ikan uji menyebabkan kerusakan jaringan pada lokasi baik tempat masuknya logam (insang) maupun tempat penimbunanya (hati). Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam dapat berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme). Kerusakan ini menyebabkan tidak berfungsinya secara normal organ-organ ikan uji. Menurut Darmono (2008), Pb yang terakumulasi di insang ikan akan menyebabkan penebalan pada sel insang sehingga menyebabkan insang kesulitan mengambil oksigen di air dan ikan menjadi hipoksia (kekurangan oksigen dalam tubuhnya). Ini ditunjukkan dengan berkurangnya kemampaun renang ikan. Rusaknya fillamen insang insang (nekrosis) menyebabkancelah lamella insang melebar (rusak) sehingga menyebabkan volume sel darah merah berkurang dari lamella dan fungsi filtrasi insang ikan menurun. Secara enzimatis, pengaruh toksisitas Pb pada insang ikan terjadi di enzim karbonik anhidrase dan transport ATP ase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO 2 menjadi asam karbonat. Apabila ikan Zn itu dig anti dengan logam lain, fungsi enzim karbonik anhidrase tersebut akan menurun. Dengan digantinya kedudukan Zn di enzim karbonik anhidrase oleh Pb, maka enzim insang yang berperan sebagai proses respirasi tidak berfungsi. Keadaaan ini akan menyebabkan ikan mengalami keterlambatan tumbuh bahkan dapat menyebabkan kematian.

14 54 Fungsi hati yang sebagai penghasil enzim pencernaan akan mendapat pengaruh toksik Pb yang masuk, sehingga secara keseluruhan juga akan berdampak penambahan bobot tubuh. Secara morfologis sel-sel hati akan mengalami kerusakan dan secara enzimatis akan menurunkan kinerja enzim aspartat amino transferase. Penurunan enzim pencernaan ini akan menyebabkan terhambatnya deposit vitamin B12 di hati. Jika vitamin B12 yang berperan dalam pemacu proses pertumbuhan ikan tidak diproduksi secara normal, maka akan tentun akan mengganggu proses pertumbuhan. Selanjutnya, Pb di hati juga akan menghambat pembentukan garam-garam empedu. Garam empedu yang berfungsi untuk melarutkan dan membawa lemak dari usus beserta vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,K), jika gagal terbentuk atau terbentuk dalam jumlah sedikit maka lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak terangkut secara maksimal dari usus, yang akhirnya berdampak pada terganggunya proses metabolisme tubuh ikan dan terhambatnya pertumbuhan. Terukurnya Pb di dalam organ daging, ginjal dan hati ikan patin jambal, mengindikasikan keberadaan Pb di dalam darah ikan. Keberadaan Pb di dalam darah menghambat fungsi hemoglobin darah dalam mengikat oksigen, Pb mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi delta aminolevulinik acid (delta ALAD) menjadi forfobilinogen dan menghambat korporasi dari Fe ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara menghambat enzim delta aminolevulinik asid dehidratase (delta ALAD) dan feroketalase yang akhirnya meningkatkan ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta mensintesis Hb. Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat Pb adalah peningkatan produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda (retikulosit) dan sel stipel kemudian dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil (basophilic stippling) merupakan gejala dari adanya gangguan metabolik dari pembentukan Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-tanda keracunan Pb. Sel darah merah gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut menyisakan organel yang biasanya menghilang pada proses kedewasaan sel. Akibatnya ikan akan mengalami anemia. Kurangnya Hb darah juga akan menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam darah, diikuti dengan berkurangnya fungsi darah, sehingga peran darah sebagai penyerap dan penghantar sari makanan dan oksigen untuk

15 55 metabolisme atau pertumbuhan sel menjadi terhambat, yang selanjutnya juga akan menurunkan laju penambahan bobot tubuh secara keseluruhan. Uji t-test Uji t-test dilakukan untuk melihat pengaruh antara kandungan Pb yakni sebesar 16,50 mg/kg di sedimen kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terhadap akumulasi Pb yang terjadi di setiap organ ikan Uji. Hasil t-test menyatakan bahwa semua akumulasi logam berat Pb yang terjadi di organ ikan uji tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kadar logam berat Pb di sedimen kolong Grasi. Karena hasil T-hitung setiap organ lebih kecil dari T-tabel, maka dapat disimpulkan tidak terjadi pengaruh yang nyata antara sedimen kolong grasi terhadap organ ikan uji. (Tabel 7). Ikan Nila Merah Organ Tabel 7 Hasil hitung t-test Ikan Patin Jambal Organ Insang Ginjal Hati Daging Insang Ginjal Hati Daging t-hitung t-hitung 1, , , ,949 1, , , , t-tabel t-tabel Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho Dari tabel diatas dapat didefinisikan bahwa, kandungan Pb pada sedimen kolong Grasi sebesar 16,50 mg/kg (Oktober 2011) tidak memberikan pengaruh terhadap akumulasi yang terjadi di setiap organ insang, ginjal, hati dan daging ikan nila merah dan ikan patin jambal yang dibudidayakan selama empat bulan di kolong tersebut. Hasil ini menyatakan bahwa, akumulasi Pb yang terjadi di setiap organ ikan nila merah dan patin jambal bersumber dari makanan. Untuk memperkuat pernyataan tersebut, maka dilakukan uji komposisi usus ikan.

16 56 Analisis Sumber Akumulasi Pb Berdasarkan Komposisi Isi Usus Ikan Uji Ikan Nila Merah (O. niloticus) Ada beberapa kelas mikroorganisme yang teridentifikasi didalam usus ikan nila merah selain pakan buatan (pellet) selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 8 menunjukkan Frekuensi Kejadian dan nilai Indeks Preponderance ikan nila merah di bulan November Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan nila merah di bulan November 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae dan kelas Chrysophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 96,6% untuk pellet, 43,20% untuk Chlorophyceae dan sebesar 3,30% untuk Chrysophyceae. Tabel 8 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan November 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 96,6 53,53 83,82 Chlorophyceae 43, ,99 Chrysophyceae 3,30 3,03 0,16 Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan November 2011, yaitu 96,60% untuk pellet, 15,99% untuk Chlorophyceae dan 0,16% untuk Chrysophyceae. Gambar 9 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan November 2011.

17 57 Gambar 9 Spektrum komposisi isi perut nila merah di bulan November Tabel 9 menunjukkan Frekuensi Kejadian ikan nila merah di bulan Desember Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila merah di bulan Desember 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 90% untuk pellet, 100% pada Chlorophyceae. Nilai frekuensi kejadian Chrysophyceae sebesar 10% Bacillariophyceae sebesar 20%. Tabel 9 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Desember 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 90 21,35 42,15 Chlorophyceae ,87 51,53 Chrysophyceae 10 8,85 1,90 Bacillariophyceae 20 9,89 4,33 dan Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan Desember 2011, yaitu 42,15% untuk pellet, 51,53% untuk Chlorophyceae, sebesar 1,90% untuk Chrysophyceae dan sebesar 4,33% untuk Bacillariophyceae. Gambar 10 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan Desember Gambar 10 Spektrum Komposisi isi perut nila merah di bulan Desember 2011.

18 58 Frekuensi kejadian di dalam usus ikan nila merah di bulan Januari 2012 didominansi kelas Chrysophyceae dan kelas Chlorophyceae, serta sedikit ditemukan pellet (Tabel 10). Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila merah di bulan Januari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 53% untuk pellet, 100% pada kelas Chlorophyceae, 83% untuk kelas Chrysophyceae, 46,60% untuk kelas Bacillariophyceae. Gambar 11 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan Januari Tabel 10 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Januari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 53,3 19,71 18 Chlorophyceae 100% 36,6 23,19 Chrysophyceae 83% 32,09 48,14 Bacillariophyceae 46,60 11,59 9,73 Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan Januari Sebesar 18% untuk pellet dan 23,19% untuk kelas Chlorophyceae. Kelas Chrysophyceae sebesar 48,14% dan nilai kisaran untuk kelas Bacillariophyceae sebesar 9,73%. Gambar 11 Spektrum komposisi isi usus ikan nila merah bulan Januari Tabel 11 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan nila merah di bulan Februari Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila

19 59 merah di bulan Februari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 56,6% untuk pellet, 100% pada kelas Chlorophyceae, 3,30% untuk kelas Chrysophyceae dan 33,30% untuk kelas Bacillariophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan nila merah di bulan Februari Sebesar 21,10% untuk pellet dan 66,71% untuk kelas Chlorophyceae. Kelas Chrysophyceae sebesar 0,06% dan nilai kisaran untuk kelas Bacillariophyceae sebesar 12,10%. Tabel 11 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Februari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 56,6 18,77 21,10 Chlorophyceae ,95 66,71 Chrysophyceae 3,30 0,93 0,06 Bacillariophyceae 33,30 18,30 12,10 Gambar 12 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan nila merah di bulan Januari Gambar 12 Spektrum komposisi isi usus ikan nila merah bulan Februari Ikan Patin Jambal (P. djambal) Ada beberapa jenis mikroorganisme yang teridentifikasi didalam usus ikan Patin Jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong Grasi Kabupaten

20 60 Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 12 menunjukkan frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan November Tabel 12 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan November 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet ,13 76,50 Chlorophyceae 36,60 25,24 10,28 Euglenophyceae 13,30 12,61 2,37 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Patin Jambal di bulan November 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea dan kelas Euglenophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 100% untuk pellet, 36,60% pada kelas Chlorophycea, 13,30% untuk kelas Euglenophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan Patin Jambal di bulan November Sebesar 76,50% untuk pellet, 10,28% untuk kelas Chlorophycea dan 2,37% untuk kelas Euglenophyceae. Gambar 13 menunjukkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan November Gambar 13 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan November 2011.

21 61 Tabel 13 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan Desember Tabel 13 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan Desember 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet ,05 71,87 Chlorophyceae 83,20 27,38 20,71 Euglenophyceae 6,60 3,42 0,31 Bacillariophyceae 30 17,12 7,09 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan patin jambal di bulan Desember 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea, kelas Bacillariophyceae dan kelas Euglenophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 100% untuk pellet, 83,20% pada kelas Chlorophycea, 6,60% untuk kelas Euglenophyceae dan sebesar 30% untuk kelas Bacillariophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan Patin Jambal di bulan Desember Sebesar 71,87% untuk pellet, 20,71% untuk kelas Chlorophycea. Sebesar 7,09% untuk kelas Bacillariophyceae dan 0,31% untuk kelas Euglenophyceae. Gambar 14 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan Desember 2011.

22 62 Gambar 14 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan Desember Januari Tabel 14 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan Tabel 14 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan Januari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 96 29,59 36,68 Chlorophyceae 74,99 7,17 5,13 Euglenophyceae 32,14 2,01 0,08 Bacillariophyceae 71,42 24,13 22,25 Chrysophyceae 85,71 37,06 41,02 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea, kelas Bacillariophyceae, kelas Euglenophyceae dan kelas Chrysophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 96% untuk pellet, 74,99% pada kelas Chlorophycea, 32,14% untuk kelas Euglenophyceae. Sebesar 85,71 untuk kelas Chrysophyceae dan sebesar 71,42% untuk kelas Bacillariophyceae. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan patin jambal di bulan Januari Sebesar 36,68% untuk pellet, 5,13% untuk kelas Chlorophycea. Sebesar 22,25% untuk kelas Bacillariophyceae dan 0,08% untuk kelas Euglenophyceae serta 41,02% untuk kelas Chrysophyceae. Gambar 15 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012.

23 63 Gambar 15 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan Januari Tabel 15 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan patin jambal di bulan Februari Tabel 15 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan patin jambal (P. djambal) bulan Februari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet ,13 47,54 Chlorophyceae 89,30 24,14 23,73 Euglenophyceae 3 3,38 0,41 Bacillariophyceae 70 33,33 28,30 Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan patin jambal di bulan Januari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophycea, kelas Bacillariophyceae dan kelas Euglenophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 100% untuk pellet, 89,30% pada kelas Chlorophycea, 3% untuk kelas Euglenophyceae dan untuk kelas Bacillariophyceae sebesar 70%. Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran komposisi usus ikan patin jambal di bulan Februari Sebesar 47,54% untuk pellet, 23,73% untuk kelas Chlorophycea. Sebesar 28,30% untuk kelas Bacillariophyceae dan sebesar 0,41% untuk kelas Euglenophyceae. Gambar 16 menggambarkan spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal di bulan Februari 2012.

24 64 Gambar 16 Spektrum komposisi isi usus ikan patin jambal bulan Februari Plankton yang ditemukan mengisi usus ikan nila merah dan patin jambal di bulan Januari 2012 lebih beragam jenisnya. Bulan Januari 2012 persentase plankton lebih besar, mengisi usus ikan nila merah dan patin jambal dibandingkan dengan persentase pakan buatan. Kondisi ini merupakan imbas dari menurunnya kualitas air di bulan Januari 2012, seperti menurunnya tingkat kecerahan. Memperkuat dugaan akumualsi pada organ ikan nila merah dan patin jambal terjadi melalui jalur rantai makanan. Dimana di bulan Januari 2012, peningkatan jenis dan jumlah plankton dalam usus ikan nila merah dan patin jambal, berkorelasi positif terhadap peningkatan akumulasi Pb di setiap organ ikan nila merah dan patin jambal. Membaiknya kualitas air (Februari 2012), seperti meningkatnya nilai kecerahan, diikuti dengan berkurangnya nilai dominansi plankton dalam usus ikan uji secara kuantitas maupun jenis. Kondisi ini juga diikuti dengan menurunnya jumlah Pb terukur di setiap organ ikan uji. Peningkatan jumlah plankton (kuantitas dan jenis) secara bertahap di usus ikan uji selama bulan Oktober 2011 hingga Desember 2011, selalu diikuti dengan peningkatan jumlah akumulasi Pb di setiap organ ikan uji. Fenomena ini memperkuat bahwa, akumualsi Pb pada organ ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara di kolong tua, terjadi melalui jalur rantai makanan. Analisis Kelayakan Ekonomis Budidaya di Kolong Tua serta Keterhubungan Dampak Stres Terhadap Laju Pertumbuhan Untuk ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua pasca tambang timah, jumlah pakan yang dihabiskan selama pemeliharaan empat bulan sebanyak 52,38 kg dengan harga pakan Rp 8.000,00/Kg. Survival Rate (SR) sebesar 91% dan nilai FCR sebesar 2,1 bobot kering. Jumlah pakan yang dihabiskan patin jambal selama pemeliharaan empat bulan di kolong tua pasca tambang timah sebanyak 52,38 kg dengan harga pakan Rp 8.000,00/Kg. Survival Rate (SR) sebesar 87% dan nilai FCR sebesar 1,4 bobot kering (Lampiran 3). Tabel 16 menunjukkan analisa usaha ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara system KJA di kolong tua pasca tambang timah Bangka Belitung. Untuk melihat

25 65 tingkat stress yang terjadi dari dampak akumulasi Pb di setiap organ ikan uji dan pengaruhnya terhadap kelayakan usaha budidaya perikanan tawar, maka dilakukan uji glukosa untuk melihat tingkatan stres pada ikan uji. Dari tabel 16 diatas dapat disimpulkan bahwa, pemeliharaan ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara sebanyak 600 ekor dengan system KJA selama empat bulan pemeliharan di kolong tua, menguntungakan untuk dilakukan. Dengan nilai kelayakan usaha (B/C) 2,7 untuk ikan nila merah dan 2,9 untuk ikan patin jambal. Tabel 17 menunjukkan glukosa darah terukur untuk ikan patin jambal dan nila merah selama pemeliharaan di kolong Grasi Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tabel 16 Analisa usaha ikan nila merah dan patin jambal yang dipelihara system KJA di kolong tua pasca tambang timah Bangka Belitung Biaya (Rp) No. Uraian Patin Nila merah jambal A. ANALISIS LABA RUGI 1. Investasi (4 bulan) Pembuatan karamba 1 kelompok karamba (2 a. petak) b. Alat dan sarana produksi Jumlah Biaya 2.1. Biaya Operasional a. Benih Rp 350,00 (Patin : 600 Rp 150,00 (Nila : 600 ekor) b. Pakan 9.000, c. Obat-obatan - - Jumlah Biaya Tetap a. Penyusutan karamba/4 bln (6,4%) b. Perbaikan karamba/4 bln c. Penyusutan alat/4 bln (6,4%) Jumlah Total Biaya ( ) Penerimaan Produksi ikan Laba Operasional (4-2.1)

26 66 6 Laba Bersih (4-3) B. ANALISIS BIAYA MANFAAT 1. B/C (>1 layak usaha) 2,7 2,9 Glukosa darah terukur sebanyak 78,74 mg dalam setiap 100 ml darah ikan patin jambal di bulan November 2011 dan menurun menjadi 71,26 mg di bulan Desember Selanjutnya jumlah glukosa darah meningkat menjadi 90,87 mg di bulan Januari 2012 dan kembali menurun di di bulan Februari, yakni sebesar 87,36 mg. Peningkatan kandungan glukosa darah pada ikan nila merah telah terjadi sejak bulan November 2011 (56,32 mg) menurun menjadi 52,87 mg di bulan Desember Peningkatan terjadi dibulan Januari 2012 menjadi 87,36 mg dan menurun kembali hingga 82,76 mg di bulan Februari Tabel 17 Glukosa darah ikan patin jambal dan nila merah selama pemeliharaan bulan November Februari 2012 PATIN (Bulan) Glukosa Darah (mg/100ml) NILA (Bulan) Glukosa Darah (mg/100ml) November ,74 November ,32 Desember ,26 Desember ,87 Januari ,87 Januari ,36 Februari ,36 Februari ,76 Ikan lebih sensitif terhadap stres daripada vertebrata lainnya karena homeostasis fisiologisnya terikat erat dan tergantung pada air di lingkungan sekitarnya. Gangguan air dan homeostasis ion selama stres adalah karena hubungan yang sangat dekat antara cairan tubuh dalam insang. Bioavailabilitas bahan kimia yang tinggi dalam air juga merupakan faktor penyebab stress. ikan yang terkena polusi melalui permukaan insang. Ikan merespon stres pada tiga tingkatan. Respon stres tingkat primer, sekunder dan tersier. Respon primer adalah pelepasan hormon stres, corticosteriods dan katekolamin, ke dalam aliran darah. Respons sekunder adalah efek dari hormon-hormon pada tingkat sel termasuk mobilisasi dan realokasi energi, gangguan osmotik dan peningkatan denyut jantung, pengambilan oksigen dan transfer. Respon tersier melampaui tingkat sel untuk seluruh binatang. Ini menghambat respon kekebalan, reproduksi, pertumbuhan dan kemampuan untuk

27 67 mentolerir stres tambahan. Indikator yang paling banyak diterima dari stres adalah peningkatan glukosa darah (Affandi & Usman 2002). Peningkatan dan penurunan kualitas air kolong tua sebagai wadah budidaya ikan patin jambal dan nila merah, selalu diikuti dengan peningkatan dan penurunan akumulasi Pb dalam organ ikan uji dan selalu disertai dengan peningkatan dan penurunan kadar glukosa dalam darah ikan uji. Pada saat terjadi penurunan kualitas air kolong Grasi secara fisika dan kimia di bulan Januari 2012, maka diikuti dengan penambahan akumulasi Pb ke dalam setiap organ ikan uji. Peningkatan yang terjadi tersebut, mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan ikan patin jambal dari bulan Januari 2012 ke bulan Februari 2012 (Gambar 10 B). Sebaliknya pada ikan nila merah, keterlambatan pertumbuhan tidak terjadi walaupun ditemukan konsentrasi Pb di setiap organ meningkat di bulan Januari Hasil pengujian glukosa darah pada kedua jenis ikan uji menguatkan bahwa, peningkatan kadar glukosa dalam darah merupakan indikator ikan yang dipelihara di kolong tua dengan akumulsi Pb di organ-organnya, hidup dalam kondisi stress. Kenyataan ini terlihat dari berhentinya laju penambahan bobot tubuh pada ikan patin jambal di bual Januari 2012 ke bulan Februari 2012, besertaan dengan peningkatan jumlah Pb dalam organ. Kondisi ini menggambarkan bahwa ikan patin jambal yang dibudidayakan di kolong Grasi mengalami stress tingkat tersier, dimana ikan telah mengalami keterhambatan dalam pertumbuhan, yang dikarenakan relokasi energi pertumbuhan dari pakan menjadi energi bertahan untuk hidup. Stres yang disebabkan akumulasi Pb ini masih dalam batas toleransi ikan, sehingga kegiatan budidaya tetap dapat dilakukan. Selain itu, kegiatan budidaya tetap bisa dilakukan karena peningkatan stress tidak terjadi setiap bulan. Peningkatan stress hanya terjadi dibulan Januari 2012 saja, dimana kondisi kualitas air memburuk karena rasio hari hujan lebih tinggi dibandingkan dengan hari terang, dan beserta dengan membaiknya kualitas air di bulan Februari 2012 yang diikuti oleh menurunnya konsentrasi Pb dalam organ ikan patin jambal. Perubahan kualitas air di bulan Januari 2012 juga diikuti dengan penambahan konsentrasi akumulasi Pb di setiap organ ikan nila merah. Kondisi

28 68 ini menyebabkan stres pada ikan nila merah. Hal ini diperkuat dengan hasil pengukuran kadar glukosa dalam darah ikan nila merah yang meningkat di bulan Januari 2012 (Tabel 17). Peningkatan glukosa dalam darah ikan nila merah tidak mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan ikan setiap bulan. Kondisi ini menunjukkan bahwa, ikan nila merah yang dipelihara di kolong tua dengan system KJA mengalami stress, tapi masih dalam tingkatan primer. Kondisi respon stress primer masih dalam tahapan pelepasan hormon stres (corticosteriods dan katekolamin) ke dalam aliran darah, menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa kedalam darah sehingga mengakibatkan glukosa darah ikan nila merah meningkat. Pada tahapan ini, kinerja insulin ikan nila merah yang dibudidayakan di kolong tua masih bekerja dengan baik. Terlihat dari belum terjadi keterlambatan penambahan bobot tubuh di setiap bulan pemeliharaan untuk ikan nila merah.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Journal of Aquatropica Asia Robin dan Nirmala ISSN Vol.2, Original article

Journal of Aquatropica Asia Robin dan Nirmala ISSN Vol.2, Original article Original article Hubungan jumlah plankton dalam saluran pencernaan terhadap akumulasi timbal (pb) ke dalam tubuh ikan nila merah Oreochromis sp. yang dibudidayakan di kolong tua pasca tambang timah Bangka

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 32 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kolong tua pasca penambangan bijih timah oleh PT. Timah Tbk. Kolong yang dipilih sebagai tempat penelitian ini yakni kolong

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena, menghasilkan produk peternakan seperti telur dan daging yang memiliki kandungan protein hewani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negaranegara di seluruh dunia.

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.5 1. Perubahan energi yang trjadi didalam kloropas adalah.... Energi kimia menjadi energi gerak Energi cahaya menjadi energi potensial

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang permasalahan Coriolus versicolor merupakan salah satu jamur yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Ekstrak dari jamur Coriolus versicolor ini diketahui bersifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

Journal of Aquatropica Asia Robin ISSN Vol.3, Original article

Journal of Aquatropica Asia Robin ISSN Vol.3, Original article Original article Potensi akumulasi timbal (Pb) melalui biomagnifikasi pada ikan patin jambal Pangasius djambal yang dipelihara di kolong tua pasca tambang timah Bangka Belitung The potential accumulation

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada 105º 108º BT dan 03º 30 LS. Memiliki luas total wilayah 81.582 km 2 terdiri dari wilayah daratan 16.281 km 2 meliputi dua pulau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE)

TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE) Abstrak TINGKAT BIOAKUMULASI LOGAM BERAT PB (TIMBAL) PADA JARINGAN LUNAK Polymesoda erosa (MOLUSKA, BIVALVE) Johan Danu Prasetya, Ita Widowati dan Jusup Suprijanto Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci