PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

Transkripsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat menular. Penyakit AI dan ND adalah keprihatinan utama pada peternakan unggas di seluruh dunia, karena kerugian ekonomis yang tinggi bagi industri perunggasan dan infeksi parah pada unggas dengan angka kematian yang tinggi (Capua and Alexander, 2009; OIE, 2012). Pada unggas, avian influenza virus (AIV) kadang-kadang ditemukan koinfeksi dengan Newcastle disease virus (NDV) dan seringkali menunjukkan gejala klinis yang serupa dan dapat ditularkan antara unggas liar dan peliharaan ( Alexander, 2000; Wang et al., 2008; Achenbach and Bowen, 2011; El Zowalaty et al., 2011). Virus AI termasuk virus influenza tipe A, famili Orthomyxoviridae. Penyakit AI dilaporkan mewabah di Indonesia pada akhir tahun 2003 dan diketahui sebagai subtipe H5N1. Berdasarkan glikoprotein permukaan, yaitu hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), maka AIV dibedakan menjadi 16 subtipe HA dan 9 subtipe NA. Adanya variasi subtipe tersebut karena kemampuan AIV untuk melakukan mutasi dan reasorsi genetik sehingga mempengaruhi antigenisitas, patogenisitas dan spesifisitas terhadap hospes (Ahlers, 2004). Mutasi yang melibatkan gen yang bertanggung jawab 1

2 untuk sifat antigenisitas dapat menimbulkan antigenic drift dan genetic shift (genetic reassorment) (Suarez, 2008). Berdasarkan patogenisitasnya, AIV dibedakan menjadi highly pathogenic avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian influenza (LPAI). Virus AI, terutama subtipe H5 dan H7 yang termasuk HPAI mampu menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada unggas komersial di Indonesia (Alexander, 1982; Wasito et al., 2014). Swayne and Pantin-Jackwood (2008) menyatakan, bahwa HPAI dapat menyebabkan infeksi sistemik pada berbagai macam organ unggas. Di Indonesia, LPAI telah berhasil diisolasi dari itik dan burung pelikan pada tahun 1983 (Ronohardjo dkk., 1985). Infeksi LPAI diketahui menyebabkan morbiditas tinggi (>50%) dan mortalitas rendah (<5%), tetapi laju mortalitas dapat sangat tinggi jika disertai infeksi patogen sekunder atau LPAI menginfeksi unggas muda (Swayne and Pantin-Jackwood, 2008). Kematian unggas akibat AIV menimbulkan dampak sosial ekonomi yang sangat serius, antara lain: a. Keterpurukan industri perunggasan dan sarana pendukungnya, b. Meningkatnya impor produk peternakan dan c. Kepanikan masyarakat yang berakibat sebagian menghindari konsumsi telur dan daging ayam (Martindah dkk., 2007). Penyakit AI di Indonesia diperkirakan telah menimbulkan kerugian ekonomi Rp 4,1 triliun selama periode (Kompas, 2008). Newcastle disease (ND) merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman tetap bagi produsen unggas dan bersifat endemik di berbagai negara (OIE, 2012). Penyakit ND pertama kali terjadi di Indonesia, yaitu Pulau Jawa pada tahun 1926 (Quinn et al., 2002). Penyakit ND disebabkan oleh galur virulen serotipe avian 2

3 paramyxovirus tipe 1 (APMV -1), genus Avulavirus, subfamili Paramyxovirinae, famili Paramyxoviridae (Alexander and Senne, 2008). Berdasarkan tingkat virulensinya pada ayam, NDV dibagi menjadi tiga patotipe, yaitu tipe velogenik (sangat virulen), mesogenik (virulensi rendah) dan lentogenik (kurang virulen) (Quinn et al., 2002; Pattison et al., 2008). Pada umumnya, NDV virulensi rendah menyebabkan penyakit subklinis dengan morbiditas rendah, sedangkan isolat NDV virulen dapat mengakibatkan kematian yang cepat pada unggas (Kapczynski et al., 2013). Kasus lapangan akibat NDV galur velogenik pernah terjadi pada tahun 2010 dan menyebabkan kerugian besar pada peternakan ayam petelur di Salatiga, Jawa Tengah (Putra, 2011). Pada awal tahun 2011, kasus ND mewabah pada peternakan ayam pedaging secara merata di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi, dan meningkat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada tahun 2009 dan Di Indonesia, kerugian akibat penyakit ND diperkirakan mencapai 142 milyar rupiah/tahun. Hal tersebut karena tingkat kematian yang tinggi pada unggas, menurunnya produksi daging dan telur unggas, serta besarnya biaya pengendalian penyakit ND (Darminto dan Ronohardjo, 1996). Virus ND kadang-kadang bersama dengan AIV menginfeksi unggas dan memiliki kesamaan yang signifikan dengan AIV dalam menyebabkan kematian pada unggas di industri perunggasan (Grannoff and Hirst 1954; Ge et al., 2007). Infeksi AIV pada unggas dapat menyebabkan gejala klinis, antara lain gejala syaraf, seperti tremor kepala dan leher, tortikolis, paralisis, paresis, ketidakmampuan berdiri, kelainan posisi kepala dan alat gerak, dan kelainan perilaku (Perkins and Swayne, 3

4 2001) serta pendarahan ditemukan pada proventrikulus dan ventrikulus (Swayne and Pantin-Jackwood, 2008). Sedangkan, pada infeksi NDV, unggas menunjukkan gejala klinis, antara lain ataksia, hilang keseimbangan, tortikolis, paralisis (Cattoli et al., 2011) serta pendarahan di sebagian perbatasan esofagus dan proventrikulus, proventrikulus dan ventrikulus (Murphy et al., 2008). Gejala klinis dan lesi patologis anatomis serupa akibat infeksi AIV dan NDV tersebut, terutama gejala syaraf berupa tortikolis dan paralisis serta lesi patologis anatomis berupa pendarahan pada saluran pencernaan unggas terlihat pada kasus-kasus penyakit ayam yang dibawa ke Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada maupun yang ditemukan di lapangan, sehingga menyulitkan dalam peneguhan diagnosis di antara infeksi kedua virus tersebut. Metode diagnostik saat ini, seperti isolasi virus dan pemeriksaan serologis konvensional, memakan waktu dan tenaga yang intensif, maka metode yang cepat dan sensitif dibutuhkan untuk mendeteksi dan membedakan antara virus-virus tersebut. Metode imunologis imunohistokimia telah diaplikasikan sebagai uji kualitatif yang efektif, akurat, mudah dilaksanakan, dan biaya terjangkau untuk mendeteksi keberadaan antigen (virus ) pernafasan unggas, seperti AIV (Rimmelzwaan et al., 2001; Gu et al., 2007; Kalthoff et al., 2008; Chamnanpood et al., 2011) dan NDV (Oldoni et al., 2005; Wakamatsu et al., 2006). Demikian pula, metode molekuler simplex reverse transcriptase polymerase chain reaction (srt- PCR) telah dilakukan sebagai deteksi yang cepat dan sensitif virus penyebab gangguan pernafasan pada unggas. Laporan tersebut membuktikan, bahwa metode 4

5 imunohistokimia dan srt-pcr memiliki spesifisitas dan sensitifitas tinggi untuk mendeteksi keberadaan patogen, terutama AIV dan NDV sebagai penyebab penyakit pernafasan pada unggas (Jestin and Jestin, 1991; Elnifro et al., 2000; Lee et al., 2001; Quinn et al., 2002; OIE, 2012; Wuryastuty and Wasito, 2013). Permasalahan Pada penelitian ini, permasalahannya adalah: 1. Apakah uji imunologis imunohistokimia streptavidin biotin (IHK SB) dan uji molekuler simplex reverse transcriptase polymerase chain reaction (srt-pcr) dapat diaplikasikan untuk peneguhan AIV dan/ NDV pada ayam petelur komersial di lapangan yang menunjukkan gejala klinis tortikolis, paralisis kaki dan lesi patologis anatomis berupa perdarahan berbintik pada saluran pencernaan. 2. Apakah penyakit pada ayam petelur komersial dengan gejala klinis serupa, terutama tortikolis dan paralisis kaki, serta lesi patologis anatomis berupa perdarahan berbintik pada saluran pencernaan disebabkan hanya oleh infeksi AIV, NDV atau merupakan campuran infeksi kedua macam virus tersebut. Keaslian Penelitian Aplikasi simplex reverse transcriptase polymerase chain reaction (srt- PCR) dan imunohistokimia (IHK) pernah dilakukan, antara lain untuk deteksi AIV H5N1 pada Macaca fascicularis dengan gangguan pernafasan akut dan demam (Rimmelzwaan et al., 2001), deteksi H5N1 pada manusia dengan gejala pernafasan 5

6 dan tingkat kematian yang tinggi ( Gu et al., 2007), karakterisasi klinispatologis unggas yang terinfeksi tiga galur NDV (Susta et al., 2011). Metode IHK juga pernah dilakukan untuk deteksi H5N1 pada adult mute swans (Kalthoff et al., 2008), deteksi H5N1 pada semua organ ayam yang terinfeksi H5N1 secara eksperimental (Chamnanpood et al., 2011), dan deteksi dalam penentuan patogenesis NDV galur murni dan chimera (Wakamatsu et al., 2006). Metode srt-pcr juga pernah diterapkan untuk identifikasi dan subtiping AIV (Lee et al., 2001) dan diagnosa cepat patotipe NDV dengan pyrosequencing method (De Battisti et al., 2013). Di Indonesia, aplikasi metode IHK pernah dilakukan untuk deteksi H5N1 pada organ ayam yang terserang flu burung sangat patogenik di Jawa Timur dan Jawa Barat (Damayanti dkk., 2004), deteksi antigen H5N1 dalam monitoring kasus penyakit avian influenza (Damayanti dkk., 2005), deteksi NDV isolat Bali-1/07 (Adi dkk., 2011), dan sebagai uji diagnostik rutin avian influenza (Tjahyowati, 2011). Metode srt-pcr pernah diterapkan untuk deteksi AIV isolat lokal Indonesia (Dharmayanti dkk., 2004), untuk mengetahui sirkulasi virus AI subtipe H5 pada unggas di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur sepanjang tahun (Hewajuli dan Dharmayanti, 2012), pelacakan kasus flu burung pada ayam di Bali (Kencana dkk., 2012), deteksi NDV, AIV dan IBV (Hartawan dan Dharmayanti, 2013), dan identifikasi molekuler virus avian influenza A pada lalat rumah ( Musca domestica Linnaeus) yang diperoleh dari beberapa peternakan ayam yang berbeda di Indonesia (Wuryastuty and Wasito, 2013). 6

7 Meskipun demikian, aplikasi IHK SB dan srt-pcr untuk deteksi AIV dan NDV isolat Indonesia, terutama pada kasus-kasus lapangan ayam petelur komersial yang menunjukkan gejala klinis tortikolis dan paralisis kaki, serta lesi patologis anatomis berupa perdarahan berbintik pada saluran pencernaan belum pernah dilaporkan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menentukan aplikasi uji imunologis imunohistokimia streptavidin biotin (IHK SB) dan uji molekuler simplex reverse transcriptase polymerase chain reaction (srt-pcr) untuk mendeteksi virus, terutama AIV dan NDV penyebab penyakit pada ayam petelur komersial dengan gejala klinis serupa, terutama tortikolis dan paralisis kaki, serta lesi patologis anatomis berupa perdarahan berbintik pada saluran pencernaan. 2. Untuk mendeteksi apakah penyakit pada ayam petelur komersial dengan gejala klinis serupa, terutama tortikolis dan paralisis kaki, serta lesi patologis anatomis berupa perdarahan berbintik pada saluran pencernaan disebabkan oleh infeksi tunggal atau campuran antara AIV dan NDV. Manfaat Penelitian Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan masalah yang cukup besar. Penyakit ND dan AI bersifat endemik di Indonesia dan secara ekonomis mampu menimbulkan kerugian yang 7

8 nyata karena menyebabkan kematian unggas mencapai 100% dalam suatu populasi dalam waktu singkat. Dengan penerapan uji IHK SB dan uji molekuler srt-pcr yang cepat, tepat, dan akurat, serta efisien dan efektif dalam peneguhan diagnosis infeksi campuran AIV dan NDV, yang berdasarkan gejala klinis dan lesi patologis terlihat serupa, diharapkan dapat membantu dalam penentuan strategi pencegahan dan pengendalian yang tepat bahkan eradikasi dalam upaya biosurveillance, biosecurity dan biosafety terhadap kedua macam virus tersebut. 8