HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006). Antibodi atau imunoglobulin yang terbentuk dalam darah ayam dan dialirkan ke dalam kuning telur dikenal dengan nama IgY (Immunoglobulin Yolk). Antibodi induk yang ditransfer secara pasif oleh induk kepada anaknya berfungsi sebagai pertahanan terhadap benda asing ketika sistem imun anak belum sempurna. Antibodi ini berguna untuk pertahanan tubuh embrio dan janin hingga 7 10 hari setelah menetas. Zat ini dikenal sebagai maternal antibody (Wibawan 2008). Keberadaan antibodi dalam kuning telur ayam petelur (Isa Brown) diketahui dengan melakukan teknik imunodifusi menggunakan metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT) dan Hemaglutinasi Inhibisi (HI) test. Metode ini merupakan suatu uji kualitatif dan uji kuantitatif sederhana serta cepat untuk mengetahui keberadaan antibodi spesifik, dalam hal ini antibodi anti diare (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) dan anti flu burung (H5N1). Antibodi yang dideteksi menggunakan uji AGPT adalah antibodi terhadap antigen penyebab diare. Uji HI digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen penyebab flu burung. Didapatkan data dari hasil penelitian sebelumnya bahwa, antibodi mulai terdeteksi dalam serum dua minggu setelah vaksinasi pertama. Sedangkan, di dalam telur antibodi mulai terdeteksi pada minggu ke-lima setelah vaksinasi pertama. Ayam yang digunakan untuk memproduksi antibodi diberikan imunisasi booster untuk memastikan titer antibodi yang tetap tinggi. Antibodi didalam kuning telur terdeteksi selama 13 minggu (bertahan hingga minggu ke-18 setelah vaksinasi pertama) (Manggung 2010). Antibodi (IgY) pada penelitian ini terdeteksi tiga minggu setelah antibodi ditemukan dalam serum, hal ini terjadi karena diperlukan waktu dari sirkulasi darah sampai terakumuluasi dalam telur. Carlender (2002) melaporkan antibodi terdeteksi tiga sampai empat hari pada telur setelah pemunculan atibodi dalam serum, sedangkan Davis dan Reeves (2002) melaporkan setelah lima sampai tujuh hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

2 29 Wibawan (2008), dibutuhkan waktu 7 hari untuk mentransfer antibodi dari dalam darah ke kuning telur. Penelitian ini menggunakan telur koleksi positif yang mengandung antibodi spesifik anti diare (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) dan anti flu burung (H5N1). Pengujian daya tahan IgY terhadap suhu dilakukan dengan merebus telur pada berbagai tingkatan temperatur (60 o C, 70 o C, 80 o C, 90 o C, dan 100 o C) selama 5 menit. Digunakan dua sampel telur untuk melihat aktivitas ketahanan IgY terhadap proses pemanasan pada masing-masing suhu dengan metode AGPT dan HI. Pengujian antibodi terhadap Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis pada telur yang diberi perlakuan pemanasan bertingkat menggunakan metode AGPT menunjukkan hasil sebagai berikut (ditampilkan pada tabel 1). Tabel 1 Data hasil uji AGPT kuning telur yang diberi perlakuan pemanasan bertingkat Sebelum diberi Temperatur (suhu pemanasan) Antigen perlakuan pemanasan 60 o C 70 o C 80 o C 90 o C 100 o C E. coli S. Enteritidis Ket : (+) : Antibodi terdeteksi/terjadi presipitasi (-) : Antibodi tidak terdeteksi/terjadi presipitasi Hasil positif ditandai dengan adanya ikatan kompleks antigen-antibodi yang mengendap membentuk garis presipitasi antara sumur antigen dan sumur antibodi pada media agar. Garis presipitasi yang terbentuk antara antigen Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis dengan antibodi spesifik terhadap kedua bakteri tersebut setelah telur diberi perlakuan pemanasan bertingkat ditunjukkan pada gambar 8 dan 9.

3 Ag 1 2 Ag Gambar 8 Reaksi presipitasi kuning telur spesifik terhadap antigen Escherichia coli pada uji agar gel presipitasi Ag = Antigen Escherichia coli; 1,2 = kuning telur pemanasan 60 C; 3,4 = kuning telur pemanasan 70 C; 5,6 = kuning telur pemanasan 80 C; 7,8 = kuning telur pemanasan 90 C; 9,10 = kuning telur pemanasan 100 C; ( ) garis presipitasi Ag 2 Ag Gambar 9 Reaksi presipitasi kuning telur spesifik terhadap antigen Salmonella Enteritidis pada uji agar gel presipitasi Ag = Antigen Salmonella Enteritidis; 1,2 = kuning telur pemanasan 60 C; 3,4 = kuning telur pemanasan 70 C; 5,6 = kuning telur pemanasan 80 C; 7,8 = kuning telur pemanasan 90 C; 9,10 = kuning telur pemanasan 100 C; ( ) garis presipitasi Garis presipitasi yang terbentuk pada media agar terjadi karena adanya keseimbangan antara jumlah antigen dan antibodi dalam kuning telur. Perbandingan konsentrasi antigen dan antibodi adalah faktor penting dalam reaksi presipitasi. Dalam campuran yang rasio antara antigen dan antibodinya seimbang, akan terbentuk ikatan silang yang ekstensif dan terjadi bentukan kisi-kisi. Kisikisi ini berkembang menjadi lebih besar, tidak larut dan akhirnya mengendap. Ikatan kompleks antigen-antibodi yang mengendap dan terlihat seperti garis berwarna putih ini disebut garis presipitasi (presipitat). Pada campuran yang berisi antibodi dalam jumlah berlebih, setiap molekul antigen ditutupi dengan antibodi sehingga garis presipitasi tidak terbentuk. Sebaliknya pada campuran yang

4 31 berlebihan antigen, setiap antibodi diikat sepasang molekul antigen dan ikatan silang tidak terjadi, menyebabkan kompleks ini kecil dan larut sehingga tidak terbentuk garis presipitasi (Tizard 1988). Pemanfaatan IgY sebagai bahan imunisasi pasif dalam aplikasi makanan bermanfaat dipengaruhi oleh faktor ph, temperatur, enzim saluran pencernaan, dan dosis. Untuk dapat diberikan secara oral antibodi dalam telur harus melewati beberapa tahapan yang dapat menurunkan aktifitas antibodi seperti denaturasi akibat pemanasan saat telur direbus (Suartini 2007). Uji aktivitas biologi antibodi terhadap Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis dilakukan dengan menguji ketahanan IgY terhadap suhu (pemanasan). Pengujian dilakukan dengan merebus telur utuh yang masih lengkap dengan kerabang telur, hal ini dilakukan sebagai bentuk penelitian berdasar aplikasi dari proses pemasakan telur. Umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi telur dengan cara direbus. Proses pemanasan pada telur dapat mengakibatakan berubahnya bentuk fisik dari putih dan kuning telur. Hasil pengamatan organoleptik menggambarkan bahwa konsistensi kuning telur dan putih telur pada pemanasan 60 C masih cair serupa dengan telur segar yang belum diberi perlakuan apa-apa. Pada pemanasan 70 C dan 80 C konsisten putih telur mulai berubah menjadi kental dan berwarna putih keruh, sedangkan kuning telur mulai mengental. Pada suhu inilah dikatakan pemasakan telur setengah matang. Pemanasan telur pada suhu 90 C dan 100 C konsitensi kuning dan putih telur sudah kental dan mengeras (telur rebus matang). Perubahan fisik dari putih dan kuning telur merupakan proses denaturasi protein. Denaturasi protein menyebabkan terjadinya koagulasi pada telur yang sifatnya tidak dapat kembali. Koagulasi pada telur ditandai dengan kelarutan atau berubahnya bentuk cairan (sol) menjadi padat (gel). Perubahan struktur molekul ini dapat disebabkan oleh pengaruh panas, mekanik, asam, basa, garam, dan perekasi garam lain seperti urea. Koagulasi karena pengaruh panas disebabkan pemanasan pada suhu C. Sifat koagulasi ini dimiliki oleh putih dan kuning telur (Wardana 2010). Waktu yang digunakan untuk merebus telur pada penelitian ini adalah 5 menit. Periode waktu yang cukup singkat menyebabkan belum sempurnanya

5 32 perambatan energi panas (konduksi kalor) dari bagian terluar hingga kebagian tengah telur. Dilakukan pengukuran suhu dibagian tengah kuning telur segera setelah proses perebusan selesai. Didapatkan hasil bahwa suhu rata-rata bagian tengah kuning telur setelah proses pemanasan 60 C selama 5 menit adalah 44 C. Telur yang dipanaskan pada suhu 70 C, terukur bahwa suhu di bagian tengah berkisar pada 54 C. Suhu bagian tengah kuning telur yang dipanaskan pada 80 C adalah 64 C. Sedangkan pada pemanasan telur 90 C dan 100 C didapatkan suhu bagian tengah secara bertutut-turut masing-masing 70 C dan 74 C. Berdasarkan hasil AGPT didapatkan hasil bahwa IgY tahan terhadap proses pemanasan telur secara utuh (lengkap dengan kerabang telur) pada suhu 60 C, 70 C, dan 80 C selama 5 menit, ditandai dengan terjadinya presipitasi. Sedangkan pada pemanasan telur utuh dengan suhu 90 C dan 100 C, aktivitas IgY mulai menurun bahkan hilang yang ditandai dengan tidak terjadinya presipitasi. Roitt dan Delves (2001) menyatakan bahwa presipitasi merupakan reaksi sekunder sebagai akibat dari reaksi primer antara antibodi dan antigen spesifik. Interaksi yang terjadi antara antibodi dan antigen spesifik melibatkan berbagai interaksi nonkovalen antara determinan antigen, epitope antigen, dan regio hipervariabel pada molekul antibodi. Aktivitas IgY pada telur yang dipanaskan suhu 60 C dengan suhu bagian tengah kuning telur berkisar 44 C masih dapat terdeteksi, hal ini terbukti dengan adanya garis reaksi presipitasi antibodi spesifik terhadap antigen E. coli dan S. Enteritidis. Hasil ini serupa dengan pernyataan Horie et al. (2004) bahwa 95% dari aktivitas IgY bertahan pada pemanasan C, bahkan dengan proses pemanasan pada kisaran suhu ini selama 60 menit. Pada suhu inilah (63 C) umumnya dilakukan proses pasteurisasi telur. Konsumsi telur mentah memiliki potensi yang tinggi terhadap keracunan akibat bakteri Salmonella (Salmonella Food poisoning). Salmonella dapat diinaktifkan dengan pemanasan. Untuk menghindari terjadinya keracunan oleh Salmonella, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengharuskan melakukan pemanasan (pasteurisasi) selama 3,5 menit pada suhu 56,7 C atau 6,2 menit pada suhu 55,50 C untuk putih telur, atau 6,2 menit pada suhu 60 C untuk telur utuh (campuran putih telur dan kuning telur) (Muchtadi 2005).

6 33 Hasil positif AGPT juga ditunjukkan oleh telur yang dipanaskan pada suhu 70 C dan 80 C. Suhu pada bagian tengah telur (kuning telur) lebih rendah dibandingkan dengan suhu bagian telur yang lebih luar. Hasil ini dapat menggambarkan bahwa IgY masih dapat bertahan pada proses pemasakan telur setengah matang ketika konsistensi kuning telur masih cair. Hatta (1993) menyatakan bahwa IgY tahan terhadap pemanasan C dalam waktu 10 menit. Horie et al. (2004) memaparkan aktivitas IgY secara signifikan akan menurun secara drastis pada pemanasan 80 C. Jika waktu pemanasan 10 menit, hanya tersisa 10% dari aktivitas IgY yang masih bertahan, sedangkan pada pemanasan selama 20 menit aktivitas IgY menghilang. Penurunan aktivitas IgY mulai terjadi jika waktu pemanasan melebihi 15 menit pada suhu 70 C (Shimizu et al. 1988; 1992) dan IgY terdenaturasi bila dipanaskan lebih dari 75 C (Chang et al. 1999). Pemanasan telur utuh pada suhu 90 C dan 100 C menunjukkan hasil negatif dari uji AGPT kuning telur, karena tidak terlihat adanya garis presipitasi antara sumur antigen dan sumur antibodi. Soejoedono (2005) menyatakan bahwa IgY masih dapat bertahan pada pemanasan di bawah suhu 68,9 C. Jika dikonversikan dengan penelitian ini dapat setarakan bahwa aktivitas IgY tidak dapat bertahan pada pemanasan telur utuh pada suhu 90 C dan 100 C selama 5 menit. Atau dapat dikatakan bahwa pada pemanasan telur utuh diatas suhu 90 C dengan suhu bagian kuning telur berkisar diatas 70 C IgY telah rusak akibat proses pemanasan. IgY sebagaimana protein lainnya akan mengalami kerusakan akibat proses pemanasan. Whitaker (1994) menyatakan bahwa jika protein dipanaskan akan terdenaturasi, yaitu terjadi pemutusan ikatan non kovalen yang melibatkan interaksi elektrostatik, interaksi hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan van der Walls. Penelitian ini selain menggunakan teknik AGPT untuk melihat keberadaan antibodi digunakan pula uji Hemaglutinasi inhibisi (HI) terhadap virus H5N1. Data titer hasil uji HI terhadap virus H5N1 dengan antibodi dari kuning telur yang diberi perlakuan pemanasan secara bertingkat tersaji dalam tabel 2. Tabel 2 menunjukkan hasil titer rataan dari dua butir telur pada setiap derajat pemanasan yang berbeda.

7 34 Tabel 2 Data hasil uji HI pada telur yang diberi perlakuan pemanasan bertingkat. Temperatur (suhu pemanasan) Uji HI virus H5N1 Titer (Log 2) Sampel kuning telur Sebelum diberi perlakuan pemanasan C 6, C C C C 0 - Ket : (+) : Antibodi H5N1 terdeteksi/nilai titer antibodi H5N1 4 log 2 (-) : Antibodi H5N1 tidak terdeteksi/nilai titer antibodi H5N1 < 4 log 2 Interpretasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran kuning telur tertinggi yang masih memberikan hambatan (inhibisi) pada antigen 4 HAU. Inhibisi ditetapkan dengan mengamatan sel darah merah pada lubang-lubang cawan mikro dengan dasar berbentuk V, bila cawan dimiringkan akan terlihat tetesan air mata (Indriani et al. 2004). Uji HI dilakukan dengan metode Duplo, yaitu tiap sampel diujikan sebanyak dua kali kemudian hasil titer yang didapatkan dirata-ratakan. Hemaglutinasi adalah fenomena aglutinasi sel darah merah oleh virus tertentu antara lain virus H5N1. Bagian virus yang mengaglutinasi sel darah merah disebut hemaglutinin. Virus akan menempel pada permukaan sel darah merah melalui hemaglutinin tanpa menembus masuk ke dalam sel tersebut. Tempat virus menempel pada sel darah merah merupakan reseptor yang terdiri dari karbohidrat (mukopolisakarida) bersifat seperti lem dan sifat kimiawinya mirip musin pada saluran pernafasan. Hemaglutinasi terjadi karena banyak virus melekat pada sel darah merah dan bila dua sel darah merah yang mengandung partikel virus pada permukaannya bersentuhan mereka saling menempel melalui jembatan protoplama yang terbentuk antara kedua sel tersebut. Lama kelamaan terbentuk massa yang cukup besar terdiri dari sel darah merah yang saling berdekatan (aglutinasi) dan karena massa tersebut cukup berat secara perlahanlahan akan mengendap ke dasar microplate (Natih et al. 2010). Hemaglutinin oleh virus H5N1 dapat dihambat oleh antibodi spesifik virus tersebut, sehingga uji

8 35 hambatan hemaglutinasi digunakan untuk mengetahui dan mengukur adanya antibodi dalam kuning telur. Batas akhir penghambatan adalah pengenceran tertinggi dari kuning telur yang masih dapat menghambat secara sempurna penggumpalan sel darah merah oleh virus H5N1 (Natih et al. 2010). Didapatkan hasil titer rata-rata pada telur utuh yang dipanaskan pada suhu 60 C adalah 6,5 log 2 (2 6,5 ), suhu 70 C titernya sebesar 5 log 2 (2 5 ), dan pada suhu 80 C titer yang terbaca yaitu 4 log 2 (2 4 ). Sedangkan pada suhu 90 C dan 100 C titer antibodi sudah tidak terbaca, tidak menimbulkan adanya reaksi hambatan dari proses aglutinasi. Titer antibodi pada telur yang belum diberikan perlakuaan apa-apa menunjukan hasil sebesar 6,5 log 2 (2 6,5 ). Hasil titer antibodi yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin rendah titer antibodi yang terbaca. Kandungan IgY dari telur utuh yang dipanaskan pada rentang suhu C cukup tinggi, ditunjukkan dengan nilai titer berada dalam rentang Tingginya titer ini mengindikasikan adanya kemampuan antibodi yang terkandung dalam kuning telur untuk menghambat proses aglutinasi. Hasil uji HI terhadap virus H5N1 dikatakan positif apabila memiliki titer diatas atau sama dengan 2 4. Standar ini ditetapkan oleh OIE (2009) bahwa pengujian menggunakan metode HI dianggap positif apabila terjadi hambatan pada pengenceran serum 1/16 (2 4 atau 4 log 2) atau lebih dengan menggunakan antigen 4 HAU, sedangkan bila menggunakan antigen 8 HAU dianggap positif 1/8 (2 3 atau 3 log 2). Hasil uji HI sampel telur ayam yang dipanaskan secara utuh pada suhu 60 C dengan perkiraan suhu kuning telur 44 C menunjukkan titer 6,5 log 2 (2 6,5 ). Jika dibandingkan dengan titer telur sebelum diberi perlakuan yaitu sebesar 7 log 2 (2 7 ) terlihat bahwa proses pemanasan menyebabkan terjadinya penurunan titer. Telur yang dipanaskan suhu 70 C dengan suhu bagian tengah telur berkisar 54 C menunjukkan titer 5 log 2 (2 5 ). Sedangkan pada suhu kuning telur 64 C atau setara dengan pemanasan telur utuh 80 C selama 5 menit titer sebesar 4 log 2 (2 4 ). Perlakuan suhu 60 C, 70 C, 80 C, 90 C, dan 100 C selama 5 menit menunjukkan makin tinggi suhu perlakuan maka aktivitas IgY makin rendah. Titer yang terbaca pada telur yang dipanaskan pada suhu 90 C dan 100 C adalah 0, hal ini menggambarkan bahwa tidak adanya kemampuan antibodi untuk

9 36 menghambat aglutinasi sel darah merah oleh virus H5N1.. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu Soejoedono (2005) yang menyatakan bahwa IgY mulai terdenaturasi pada suhu 68,9 C. Hatta et al. (1992) mempertegas lagi bahwa IgY terdenaturasi pada suhu 73,9 C. IgY akan terdenaturasi seluruhnya pada pemanasan diatas suhu 75 C (Chang et al. 1999). Oleh karena itu pada pemanasan telur suhu 100 C selama 5 menit yang diketahui kisaran suhu pada bagian kuning telur 74 C titer IgY sudah tidak terdeteksi dan sudah tidak memiliki kemampuan untuk berikatan dengan antigen H5N1. Aktivitas imunoglobulin (IgY) mulai menurun secara signifikan pada perlakuan pemanasan suhu 80 C dan kehilangan seluruh aktivitasnya setelah pemanasan 90 C dan 100 C selama 5 menit. Menurunnya daya tahan IgY terhadap suhu berkorelasi positif dengan kenaikan temperatur. Semakin tinggi suhu pemanasan telur maka aktivitas IgY semakin menurun. Proses perebusan telur dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein yang berdampak pada kerusakan struktur IgY. Hal itu sesuai dengan pernyataan Whittaker (1994) bahwa protein jika dipanaskan akan mengalami denaturasi dan terjadi perubahan konformasi protein yang menutup sisi aktif protein. Shimizu (1992) menyebutkan pula bahwa IgY sebagaimana protein lainnya akan mengalami kerusakan akibat proses pemanasan, terjadi pemutusan ikatan disulfida yang mempersatukan keempat rantai IgY. Menurunnya daya tahan IgY akibat proses pemanasan terjadi karena struktur IgY yang merupakan protein akan terdenaturasi pada suhu yang tinggi. Tizard (1998) mengatahan bahwa molekul antibodi berupa protein globulin sehingga dikenal dengan imunoglobulin (Ig). Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh. Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur dasar sama, terdiri dari 82 96% polipeptida dan 4 18% karbohidrat. Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut. Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari sel mast (Brewijaya 2010). Imunoglobulin yang tersusun atas protein globulin memiliki sifat tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam garam encer, dan mengendap dalam

10 37 garam konsentrasi tinggi. Sifat fisika dan kimia inilah yang mengakibatkan antibodi yang juga merupakan protein akan mengalami perubahan struktur (denaturasi) ketika dipanaskan. Pemberian panas pada pengolahan protein harus memperhatikan pemanasan yang menyebabkan protein terdenaturasi. Protein yang dipanaskan di atas 80 C umumnya akan mengalami denaturasi. Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier, dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovelen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan molekul protein (Winarno 1992). Pemanasan dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart 2003). Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida (Ophart 2003). Berubahnya struktur molekul antibodi akibat proses pemanasan menyebabkan menurunnya kemampuan IgY untuk memberikan perlidungan terhadap infeksi. Penurunan aktivitas IgY terjadi karena ikatan disulfida yang menyatukan keempat rantai struktur antibodi terputus. Proses perebusan atau pengolahan telur dengan cara pemanasan akan menurunkan daya netralisasi IgY aktifnya jika dikonsumsi sebagai pangan (functional food). Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengujian secara in vivo, namun data di atas memberikan indikasi bahwa pemanfaatan kuning telur sebagai functional food masih memerlukan perlakuan khusus (coating) untuk menghindari kerusakan akibat proses pemasakan (Wibawan et al. 2009).

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN Dosen Pengasuh : Drs. H. Hardiansyah, M. Si Dra. Noorhidayati, M. Si Asisten : Istiqamah Muhammad Robbi Febian Oleh: Widya Rizky Amalia A1C211018

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan PROTEIN Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan 2-2015 Contents Definition Struktur Protein Asam amino Ikatan Peptida Klasifikasi protein Sifat fisikokimia Denaturasi protein Definition Protein adalah sumber asam-asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μl sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat Reaksi antiserum TICV terhadap partikel virus yang terdapat di dalam jaringan tanaman tomat telah berhasil diamati melalui

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli Oleh: Wendry Setiyadi Putranto FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006 Abstrak Telur ayam ras

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Re-Karakterisasi Isolat Bakteri Re-karakterisasi bakteri pada biakan agar darah serta hasil uji gula-gula (biokimia) menggunakan Kit Microgen TM GN-ID Identification dapat dilihat

Lebih terperinci

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN Nama : Ade Tria NIM : 10511094 Kelompok : 4 Shift : Selasa Siang Nama Asisten : Nelson Gaspersz (20512021) Tanggal Percobaan

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PENGGARAMAN TRADISIONAL TERHADAP RASIO KEKERASAN DAN KEMASIRAN TELUR ASIN

PENGARUH PROSES PENGGARAMAN TRADISIONAL TERHADAP RASIO KEKERASAN DAN KEMASIRAN TELUR ASIN PENGARUH PROSES PENGGARAMAN TRADISIONAL TERHADAP RASIO KEKERASAN DAN KEMASIRAN TELUR ASIN Azzahra Aulia Hanifah *, Hardiyanti Amalia, Mira Nurhayani, Indah Hartati, Bella Paramaeshela Jurusan Teknik Kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28. 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap semua kelompok ayam sebelum vaksinasi menunjukan bahwa ayam yang digunakan memiliki antibodi terhadap IBD cukup tinggi dan seragam dengan titer antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya

TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya 4 TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan, negara-negara berkembang khususnya di Asia Tenggara perlu lebih memperhatikan kasus diare dan pneumonia dalam program

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol.

I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol. Menentukan Kadar Protein Dengan Metode Titrasi Formol I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol. II. Tinjauan Pustaka Protein berasal dari bahasa

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM COMPARISON OF HI TEST AND ELISA FOR DETECTING ANTIBODY MATERNAL ND ON DAY OLD CHICK Oleh : Rahaju Ernawati* ABSTRACT This

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA

LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA LAPORAN PRAKTIKUM SEROLOGI IMUNOLOGI IMUNODIFUSI GANDA DI SUSUN OLEH : Maulina (0801027) Kelompok III` Tanggal praktikum: 22 Desember 2011 Dosen: Adriani Susanty, M.Farm., Apt Asisten: Gusti Wahyu Ramadhani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT) DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT) ADINI ALVINA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL MEKANISME PERTAHANAN IMUN DAN NON IMUN SALIVA SALIVA Pembersihan secara mekanik Kerja otot lidah, pipi dan bibir mempertahankan kebersihan sisi-sisi mulut

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, tekanan, gaya mekanik, ph, bahan kimia, dan lain-lain.

Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, tekanan, gaya mekanik, ph, bahan kimia, dan lain-lain. DENATURASI PROTEIN Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tersier dan kuartener tanpa mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptida). Denaturasi mempunyai sisi negatif dan

Lebih terperinci

Melakukan Uji Protein Urin

Melakukan Uji Protein Urin Melakukan Uji Protein Urin 1. Tujuan : 1. Mengetahui uji protein pada urin dengan asam asetat 2. Mengetahui besarnya kandungan protein yang terdapat pada urin 2. Pendahuluan : Penetapam kadar protein dalam

Lebih terperinci

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt. SISTEM IMUN SPESIFIK Lisa Andina, S.Farm, Apt. PENDAHULUAN Sistem imun spesifik adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) DAN ANTI FLU BURUNG (H5N1) PADA KUNING TELUR AYAM ISA BROWN YANG DIBERI PERLAKUAN PEMANASAN BERTINGKAT TRI YULIANTI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. energi, menyusun bahan makanan, merombak bahan makanan, memasukkan atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Metabolisme merupakan suatau reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh makhluk hidup. Reaksi metabolisme tersebut dimaksudkan untuk memperoleh energi, menyimpan energi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang didapatkan dari RSUP Dr. Kariadi yang telah diketahui hasil test BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sampel Pada penelitian kesesuaian besar flokulan test kualitatif terhadap test kuantitatif pada pemeriksaan VDRL sampel yang digunakan adalah sampel serum yang

Lebih terperinci

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler.

HASIL. berjumlah. coli) yang. jantung broiler. HASIL DAN PEMBAHASAN Penanaman pada media EMB dilakukan dari kelompokk perlakukan A (divaksin ND dan diinfeksi E. coli) yang berjumlah 4 sampel jantung broiler. Pengamatan terhadap koloni bakteri yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan

Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix d Herelle di Institut Pasteur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini. semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan pemenuhan gizi pada masa kini semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi guna menunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Secara rinci struktur telur terbagi atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), membran

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) Banyumas 53171 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DINAS PENDIDIKAN SMA NEGERI PATIKRAJA Jalan Adipura 3 Patikraja Telp (0281) 6844576 Banyumas 53171 ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/ 2011 Mata Pelajaran : Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Protein adalah senyawa organik besar, yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau

Lebih terperinci