IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERANCANGAN ALAT Perancangan alat terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama membuat rancangan alat pengambilan citra, yakni, rangka penjepit roda, rangka alas, rangka dudukan magnet, tuas pendorong, dan dudukan sensor. Dalam perancangan ini rangka alas dibuat kuat dan kecil untuk mengurangi beban. Tahap selanjutnya, dalam perancangan alat penangkap citra untuk di lahan basah (sawah) pada roda perlu dirancang khusus agar saat pengoperasian tidak slip. Oleh karena itu, permukaan roda dibuat lebih agak lebar 4 cm dari roda karet untuk menambah luas permukaan roda. Pada tahap perancangan ini hanya mengganti karet ban dengan pelat datar. Rancangan alat dapat dilihat pada Gambar 5 sedangkan gambar pembuatan prototipe alat penangkap citra ini dapat dilihat pada Gambar Keterangan : 1. Rangka dudukan kamera 2. Laptop 3. Aki 4. Tuas penarik 5. Rangka alas 6. Rangka penjepit roda 7. Kabel pararel port 8. Sensor jarak 9. Roda pelat datar 10. Bagan warna daun 11. Kamera CCD 12. Kabel kamera Gambar 5. Rancangan alat penangkap citra otomatis 20

2 Gambar 6. Pembuatan prototipe alat untuk pengambilan citra 1. Rancangan Fungsional Rancangan ini terdiri atas beberapa komponen seperti : a. Rangka Meja Alas Rangka alas berfungsi sebagai dudukan laptop dan aki. Bagian ini terhubung dengan dudukan kamera dan penjepit roda. Pada bagian rangka ini terdapat triplek kayu yang mampu menahan beban laptop dan aki. b. Dudukan Kamera Bagian ini berfungsi sebagai pengikat kamera CCD yang akan dihubungkan kabel dengan laptop. Dudukan kamera ini dapat diatur ketinggiannya dengan mengatur putaran sekrup. Oleh karena itu, ukuran citra (lebar dan panjang) hasil tangkapan kamera dapat disesuaikan ketinggiannya oleh rangka dudukan kamera. c. Penjepit Roda Penjepit roda berfungsi sebagai penyangga dan penghubung meja alas. Selain penghubung meja alas, rangka penjepit roda juga penghubung roda yang dapat diatur ketinggiannya. d. Roda Roda dirancang agar dapat berjalan pada lahan basah sehingga pada saat pengujian roda tidak banyak slip dan perhitungan sensor tepat sesuai dengan jarak yang diinginkan. e. Tuas (Gagang) Fungsi utama tuas adalah untuk mengatur dan mengendalikan alat. Pada saat pengoperasian, pengoperasian alat ini digerakan dengan cara ditarik. f. Sensor Sensor ini berfungsi perhitungan jarak untuk proses pengambilan gambar. Sensor yang digunakan pada alat ini adalah sensor magnet yang dipasangkan pada penjepit roda. Prinsip kerja sensor ini adalah saklar didalam sensor ini akan terputus bila terkena magnet dan tersambung kembali bila tidak terkena magnet. Magnet yang berjumlah 8 ditempelkan oleh dudukan yang terbuat dari triplek kayu berbentuk lingkaran. Sensor ini dihubungkan laptop dengan kabel pararel port yang kemudian diterjemahkan dengan program Microsoft Visual 21

3 Basic 6.0. Sensor tersebut mengirimkan tanda (signal) kepada program untuk menghitung jarak tempuh yang telah dilalui alat. Perhitungan jarak ditentukan dengan keliling dudukan magnet yang sudah ditempelkan magnet sehingga perhitungan jarak disesuaikan oleh jumlah magnet. Selain itu, sensor yang terbaca oleh program juga digunakan untuk perintah mengambil gambar. g. Kamera Kamera pada alat ini berfungsi untuk mengambil gambar yang terdapat pada lahan. Pada awalnya, kamera yang digunakan adalah kamera webcam. Namun, saat digunakan di luar lapangan, gambar yang dihasilkan kurang baik. Hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya yang tinggi yakni 800 lux. Sehingga penggunaan webcam diganti dengan kamera CCD. Rincian spesifikasi kamera CCD dapat dilihat pada Lampiran 1. Kualitas gambar dipengaruhi oleh resolusi dan frame per second (fps) pada kamera. Kamera CCD memiliki resolusi gambar lebih rendah dibandingkan kamera webcam. Namun, kamera ini memiliki frame per second yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Jenis kamera CCD dan webcam dapat dilihat pada Gambar 7. (a) CCD kamera (b) webcam Gambar 7. Kamera yang digunakan untuk menangkap citra 2. Rancangan Struktural Rancangan sturuktural terdiri atas beberapa komponen : a. Rangka Dudukan Kamera Bagian ini terbuat dari besi berbentuk batang kubus berlubang dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 4 cm dan tinggi 4 cm. Besi plat datar menghubungkan besi batang kubus dengan kamera, panjang besi plat datar 6 cm. Bagian lain pada rangka ini adalah bagian pengatur ketinggian yang terhubung dengan meja alas. Penghubung kedua bagian ini adalah besi berbentuk batang kubus berlubang dengan panjang 50 cm, lebar 4 cm, dan tinggi 4 cm membentuk sudut 45 terhadap bidang horizontal meja alas. Bagian pengatur ketinggian terdapat sekrup untuk menahan dan mengatur ketinggian. Terbuat dari besi kubus berlubang dengan panjang 20 cm, lebar 6 cm dan tinggi 6 cm. Tampilan rangka dapat dilihat pada Gambar 8. 22

4 Gambar 8. Rangka dudukan kamera b. Rangka Penjepit Roda Bagian ini terbuat dari stainless steel berbentuk balok berlubang dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 6 cm dan tinggi 3 cm. Terdapat lima buah lubang pemasukan as roda sebagai pengatur ketinggian. Jarak antara satu lubang dengan lubang lainnya sebesar 5 cm. Diameter lubang bagian kanan berukuran 5 cm dan bagian kiri 3 cm. Tampilan rangka dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Rangka penjepit roda c. Roda Jumlah roda yang digunakan pada alat ini satu dengan diameter roda berukuran 57 cm. Rangka roda yang digunakan adalah rangka roda ban becak. Ban karet pada roda becak dilepas kemudian rangka roda dilapisi dengan besi pelat datar dengan lebar 9 cm dan tebal 1 mm. Pada bagian jari-jari roda dipasangkan dudukan magnet yang terbuat dari triplek kayu. Tampilan roda dapat dilihat pada Gambar

5 Gambar 10. Roda yang dirancang untuk lahan basah d. Tuas (Gagang) Tuas terbuat dari besi pipa dengan diameter 4 cm dan panjang 70 cm. Pada tuas dan meja terhubung dengan besi siku. Jarak antara meja dan tuas sebesar 20 cm. e. Dudukan Magnet Dudukan magnet (Gambar 11) berbentuk lingkaran dengan diameter 30 cm. Dudukan magnet terbuat dari bahan triplek kayu. Dudukan dipasangkan 8 buah magnet dengan pembagian jarak yang sama antara magnet satu dengan magnet lainnya. Gambar 11. Dudukan magnet dan sensor f. Rangka Meja Alas Meja alas terbuat dari besi siku dengan ukuran meja 50 x 50 cm dengan tebal 2 mm. Meja alas terhubung oleh dudukan kamera dan rangka penjepit roda dengan baut dan mur sehingga alat ini mudah dipasang dan dilepas. 24

6 B. KALIBRASI ALAT Sebelum pengujian di lapangan, dilakukan kalibrasi untuk menentukan jumlah pencacahan magnet dengan ketinggian kamera sehingga saat pengujian tinggi kamera sudah bisa ditentukan. Proses penghitungan jumlah magnet dan pengambilan gambar menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0 yang telah dibuat oleh tim peneliti. Tampilan program dapat dilihat pada Gambar 12. Pada menu file terdapat 1 textbox untuk mengetahui jumlah magnet yang telah terhitung dan 5 commandbox yaitu Capture, Quit, Start Count, Stop dan Reset. 1. Cara Kerja Program Sebelum program Visual Basic dijalankan perlu diperiksa keberadaan inpout32.dll terdapat pada sistem komputer. Tanpa keberadaan inpout 32.dll pada sistem komputer, kabel pararel port yang tersambung pada sensor tidak akan terbaca. Oleh karena itu, file inpout 32.dll perlu dimasukan ke dalam folder c:windows\system. Proses otomatisasi pencacahan menggunakan pemrograman microkontroler yang terdapat pada file inpout32.dll dengan penggalan program API (Application Program Interface) sebagai berikut: Private Declare Function SendMessage Lib "USER32" Alias "SendMessageA" (ByVal hwnd As Long, ByVal wmsg As Long, ByVal wparam As Long, lparam As Any) As Long Private Declare Function capcreatecapturewindow Lib "avicap32.dll" Alias "capcreatecapturewindowa" (ByVal lpszwindowname As String, ByVal dwstyle As Long, ByVal X As Long, ByVal Y As Long, ByVal nwidth As Long, ByVal nheight As Long, ByVal hwndparent As Long, ByVal nid As Long) As Long Private mcaphwnd As Long Private Const CONNECT As Long = 1034 Private Const DISCONNECT As Long = 1035 Private Const GET_FRAME As Long = 1084 Private Const COPY As Long = 1054 Dim counter As Integer Dim t0 As Integer Dim t1 As Integer Dim nonmagnet As Integer Dim jumlah As Integer Dim continue As Boolean Program pengambilan gambar ini dapat dilakukan dengan cara manual dan otomatis. Prinsip kerja pengambilan gambar dengan cara manual saat alat ini bergerak tekan mouse pada commandbox Capture untuk mendapatkan foto objek yang diinginkan. Sedangkan prinsip kerja pengambilan gambar secara otomatis, tentukan jumlah pencacahan magnet yang diinginkan dan disesuikan jumlah ukuran tangkapan foto. Sebelum alat ini digerakan tekan program Start count. Setelah alat ini digerakan pada tampilan Textbox counter akan terlihat hasil pembacaan dan penghitungan jumlah magnet. Selanjutnya saat jumlah pencacahan yang telah terbaca kamera akan secara otomatis memotret objek. Hasil foto kemudian akan tersimpan pada folder yang telah ditentukan. Ketika pengambilan gambar selesai sebelum 25

7 mengambil gambar pada lahan lainnya tekan tombol Stop dan mengganti nama penyimpanan folder supaya hasil foto tidak tertimpa. Tombol Quit digunakan untuk keluar dari program. Gambar 12. Tampilan program pengambilan citra 2. Hasil Kalibrasi Pengujian kalibrasi pertama dilakukan di lorong ruangan menggunakan kamera webcam. Objek yang diambil gambarnya adalah lantai yang sudah ditandai dengan nomor. Dari hasil pengujian tersebut akan dapat diketahui jumlah luas ukuran objek yang ditangkap pada ketinggian kamera tertentu. Pada awal percobaan kamera webcam memiliki kendala ketika pengujian di lapangan (outdoor). Pada percobaan selanjutnya kamera webcam diganti dengan kamera CCD yang tidak dipengaruhi dengan intensitas cahaya yang tinggi. Hasil penghitungan ukuran luas objek pada ketinggian tertentu dengan kamera CCD dan webcam dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6. Kamera webcam dipengaruhi intensitas cahaya sehingga ketika intensitas cahaya terlalu besar hasil kualitas gambar tidak bagus. Selain kalibrasi ketinggian kamera dilakukan pengujian intensitas cahaya dengan lux meter pada kondisi waktu yang berbeda yakni pagi, siang dan sore. Hal ini dilakukan untuk mengatur brightness dan saturation pada program sehingga kualitas gambar yang dihasilkan lebih baik. Hasil uji coba intensitas cahaya dengan lux meter dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 5. Panjang dan lebar objek hasil tangkapan kamera CCD dengan ketinggian kamera Tinggi kamera dari tanah (cm) Lebar image (cm) Panjang image (cm)

8 Tabel 6. Panjang dan lebar objek hasil tangkapan kamera webcam dengan ketinggian kamera Tinggi kamera dari tanah (cm) Lebar image (cm) Panjang image (cm) Untuk memotret objek dapat diatur oleh pencacahan magnet berdasarkan lebar tangkapan gambar. Jika penggunaan diameter roda 60 cm maka jarak untuk satu putaran sebesar keliling lingkaran. Jumlah keliling lingkaran 2 x π x 30 = cm. Dengan jumlah magnet yang digunakan 8 buah maka jarak untuk pembacaan satu magnet sebesar cm. Pada lahan sawah menggunakan roda dengan diameter 57 cm maka keliling roda cm. Jarak tiap penghitungan satu magnet cm dengan jumlah magnet yang digunakan 8 buah magnet. Nilai ketelitian disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai ketelitian berdasarkan panjang citra dengan pembacaan pencacah magnet Panjang image (cm) Jumlah kali trigger per image Selisih jarak tempuh dengan panjang image (cm/image) Ketelitian

9 C. UJI KINERJA ALAT Pengambilan gambar dilakukan tiga petak yang berbeda yaitu lahan pertama padi dengan pemberian pupuk murni urea, lahan kedua padi dengan pemberian pupuk organik dan urea, lahan ketiga dengan pemberian pupuk organik. Ukuran ketiga lahan tersebut sama yakni 26 x 7 m. Waktu pengujian dilakukan pada pagi dan siang hari. Pengoperasian alat ini dilakukan dengan cara ditarik. Gambar pengoperasian alat dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Uji kinerja alat di lahan sawah Pada saat pengambilan gambar, alat dioperasikan di antara dua baris tanaman yang berjarak 30 cm untuk mengindari kerusakan tanaman. Bagan Warna Daun (BWD) dipasangkan pada alat dengan besi penyangga, dimana posisi BWD berada di antara tanaman sehingga tanaman tidak tertutup oleh BWD. Posisi kamera berada pada ketinggian 140 cm dari permukaan tanah dan pemasangan roda diatur pada posisi paling tinggi. Hal ini dilakukan supaya tanaman yang berada kedua baris tersebut dapat terambil gambar. Pada pengambilan gambar, sensor diatur setiap pembacaan yang keempat akan diproses pengambilan gambar. Perhitungan ini berdasarkan jumlah keliling roda yakni cm sehingga jarak untuk pembacaan satu magnet cm dan pada saat pembacaan magnet yang keempat akan menempuh jarak 89.4 cm. Pengaturan jarak ini disesuaikan dengan hasil pengambilan gambar. Hasil pengambilan gambar untuk satu foto/frame berukuran 629 x 477 pixel. Tampilan hasil pengambilan citra dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Hasil citra yang diambil di sawah menggunakan kamera CCD 28

10 Rata-rata waktu tempuh pengambilan gambar untuk satu baris diperlukan waktu 3 menit. Sedangkan rata-rata waktu untuk belok yang diperlukan 2 menit. Dalam pengukuran di lapangan satu tangkapan foto berukuran lahan 115 x 98 cm. Saat pengoperasian terkadang BWD menghalangi tanaman padi. Hasil citra yang didapatkan beragam dengan berbagai macam konidisi. Hasil pengambilan citra pada berbagai macam kondisi dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada saat pengambilan satu gambar terdapat selisih antara lebar lahan dengan jarak penghitungan magnet sebesar 8.51 cm gambarnya. Jumlah gambar yang terambil bila tanpa hambatan berhentinya program saat pengoperasian 23 gambar/baris. Hasil dari keseluruhan jumlah citra tiap satu lahan dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah foto yang lebih disebabkan oleh pengulangan program pengambilan foto sehingga dalam satu baris terdapat dua gambar yang sama. Pengulangan ini diakibatkan program tidak berjalan saat pengoperasian alat berlangsung. Sedangkan bila terdapat jumlah foto yang kurang disebabkan oleh roda yang tidak berputar melainkan bergeser mundur yang menyebabkan sensor tidak menghitung. Tabel 8. Jumlah citra tiap 26 m lintasan pada tiap-tiap lahan Lahan ke- Jumlah image per 26 m lintasan Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris D. PENGOLAHAN CITRA Hasil citra padi yang telah diambil dengan kamera CCD kemudian disimpan dalam memori hardisk dalam bentuk JPEG berukuran 629 x 477 pixel. Selanjutnya citra tersebut diolah dengan menggunakan Microsoft Visual Basic 6.0. Tampilan program dapat dilihat pada Gambar 15. Program ini dirancang untuk menghitung dua parameter utama yaitu jumlah luas daun dan penentuan tingkat warna kehijauan berdasarkan bagan warna daun. Program pengolahan citra yang dibuat terdiri atas empat bagian utama, yakni proses membuka file gambar daun padi yang telah disimpan (open file), proses tresholding, proses pengukuran parameter, proses penghapusan gambar (delete), dan keluar (quit). Tahapan-tahapan untuk menjalankan program adalah sebagai berikut. 1. Pengambilan Citra Daun Padi Proses pengambilan citra menggunakan tombol perintah open file yang terdapat modul program Visual Basic 6.0. Proses ini bertujuan untuk mencari alamat file citra daun padi yang telah disimpan pada folder. Jika tombol open file diklik maka akan muncul dialog box selanjutnya letak citra yang telah disimpan pada memori hardisk dicari. Citra daun padi yang telah dipilih kemudian dibuka. Citra yang telah dibuka akan diproses tresholding untuk mengukur parameter. Setelah perhitungan parameter, citra gambar gambar dihapus sebelum membuka citra gambar lainnya. 29

11 Gambar 15. Tampilan program pengolahan citra 2. Proses Pemasukan Nilai Koordinat Citra yang telah ditampilkan kemudian dimasukan nilai batasan tresholding berupa batas koordinat citra x 1 dan x 2. Hal ini dilakukan supaya bagan warna pada citra tidak diproses tresholding. Proses pemasukan nilai selanjutnya adalah nilai koordinat x dan y setiap level bagan warna daun yang terdapat pada gambar. Koordinat x dan y dapat diketahui pada textbox koordinat. Prinsip kerjanya adalah dengan menggerakan mouse di ujung kiri atas pada salah satu level bagan warna daun. Nilai koordinat tersebut kemudian dimasukan pada textbox level tersebut (x 1 dan y 1 ). Selanjutnya, masih pada level bagan warna daun yang sama mouse digerakan pada ujung kanan bawah maka akan diketahui nilai koordinat x 2 dan y 2. Pemasukan nilai koordinat sama dilakukan pada level lainnya. 3. Proses Pemisahan Citra dengan Latar Belakang (Tresholding) Proses tresholding dilakukan dengan mengklik tombol perintah tresholding. Perintah ini bertujuan memisahkan objek daun dengan latar belakang. Perintah tresholding dilakukan tiga kali, tresholding pertama memisahkan objek daun berwarna hijau dengan warna selain daun menjadi berwarna hitam. Setiap piksel dengan intensitas warna hijau (G) > 190 akan diubah menjadi warna sesuai objeknya yaitu hijau sedangkan piksel lainnya yang tidak masuk dalam batasan tersebut akan diubah menjadi warna hitam (nilai RGB = 0). Tresholding kedua bertujuan memisahkan objek berwarna hijau dengan tanah berwarna cokelat. Setiap piksel dengan intensitas warna merah (R) > 200, warna hijau (G) > 200 dan warna biru (B) > 140 akan diubah warna menjadi hitam. Tresholding ketiga bertujuan memisahkan objek dari gangguan gangguan objek berwarna kuning dimana setiap nilai piksel dengan nilai intensitas 30

12 warna merah (R) > 90 dan warna hijau (G) > 200 diubah menjadi sesuai objeknya sedangkan sisa piksel lainnya diubah menjdai warna hitam. Nilai-nilai batasan tresholding ini didapatkan dengan cara coba-coba (trial and error). Tampilan citra sebelum dan sesudah tresholding dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Citra padi sebelum dan sesudah tresholding 4. Perhitungan Paramater-Parameter Warna dan Ukuran Setelah mengklik tombol perintah tresholding, maka program akan memproses datadata yang telah dimasukkan. Program akan menelusuri piksel demi piksel kemudian menghitung parameter nilai RGB keseluruhan citra dan nilai RGB setiap level. Selanjutnya nilai-nilai RGB tersebut akan menghitung jumlah luas daun melalui rumus persamaan (5) dan menentukan tingkat kehijauan daun dengan persamaan eucliand (6). E. KARAKTERISTIK CITRA DAUN PADI 1. Karakteristik Luas Daun Peningkatan hasil tanaman mempunyai hubungan yang positif dengan peningkatan luas daun. Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun. Unsur C dan O diambil tanaman dari udara sebagai CO 2 melalui stomata daun dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil dari air tanah (H 2 O) oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2007). Jumlah luas daun suatu tanaman dipengaruhi oleh unsur hara yang diperoleh. Oleh karena itu, parameter jumlah luas daun merupakan salah satu pendugaan kesuburan tanaman. Kesuburan tanaman tergantung dari pemberian pupuk dan ketersediaan unsur hara pada tanaman. Pengambilan citra dilakukan untuk menganalisis luas daun pada lahan padi dengan pemberian pupuk dengan jenis yang berbeda. Hasil pengolahan citra untuk menentukan luas daun dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan

13 Tabel 9. Rata-rata luas daun tanaman padi pada lahan pertama Rata-rata Luas Daun (cm 2 /rumpun) Image ke- Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris Rata-rata Simpangan baku

14 Tabel 10. Rata-rata luas daun tanaman padi pada lahan kedua Image ke- Rata-rata Luas Daun (cm 2 /rumpun) Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris Rata-rata Simpangan baku

15 Tabel 11. Rata-rata luas daun tanaman padi pada lahan ketiga Image ke- Rata-rata Luas Daun (cm 2 /rumpun) Baris 1 Baris 2 Baris 3 Baris 4 Baris 5 Baris Rata-rata Simpangan baku

16 Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata luas daun di lahan pertama, pada baris keempat dan keenam jumlah luas daun lebih sedikit dibandingkan baris lainnya. Hasil perhitungan juga menunjukan lahan pertama (dengan pemberian pupuk urea) rata-rata luas daun lebih sedikit dibandingkan dengan lahan kedua (dengan pemberian pupuk campuran, organik dan urea) dan lahan ketiga (dengan pemberian pupuk organik). Hal ini disebabkan waktu tanam yang berbeda pada tiap petak. Perbedaan waktu tanam pada tiap petak lima hari. 2. Karakteristik Tingkat Kehijauan Daun Selain untuk menduga luas daun pada satu tanaman, pengolahan citra juga dapat menduga kebutuhan unsur hara. Hasil dari pengolahan citra kemudian dipetakan untuk dianalis kebutuhan unsur hara. Dalam satu baris lahan akan dibagi menjadi beberapa petakan. Untuk satu petakan berukuran 115 x 98 cm di lahan. Dimana dalam satu petakan menangkap 20 tanaman. Hasil pemetaan pengolahan citra pada lahan pertama dapat dilihat pada Gambar 17. Berdasarkan hasil pemetaan dengan pengolahan citra menunjukan bahwa nilai tingkat warna-4 lahan ketiga (Lampiran 7) lebih banyak dibandingkan dengan pertama dan kedua. Hal tersebut menunjukan lahan ketiga lebih subur dibandingkan lahan lainnya. Lahan kedua (Lampiran 6) lebih banyak ditemukan tingkat warna-3 dan tingkat warna-4. Berbeda dengan lahan ketiga dan kedua, lahan pertama lebih rendah kesuburannya. Hal tersebut dapat dilihat bahwa nilai tingkat warna-2 lebih banyak di lahan tersebut dibandingkan dengan lahan lainnya. Pemetaan secara manual (Lampiran 5) juga dilakukan dengan menggunakan BWD. Dalam satu petak pada satu baris tanaman berukuran 115 x 100 cm. Jumlah image pada pemetaan untuk satu baris tanaman 26 image. Hasil pemetaan pengolahan citra dan pemetaan pengukuran BWD kemudian dibandingkan untuk mendapatkan nilai persentase akurasi. Hasil perbandingan jumlah citra pengukuran BWD dengan pengolahan citra berdasarkan tingkat kehijauan BWD dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Akurasi perbandingan tingkat warna dengan perangkat sensor Jumlah sample yang dikenali oleh alat sensor Tingkat warna daun Jumlah Sample secara manual Tingkat warna daun 2 Tingkat warna daun 3 Tingkat warna daun 4 Persentase (%) Hasil persentase yang kecil perbandingan antara citra secara pengolahan dengan manual, disebabkan pengukuran BWD dilakukan 6 hari setelah pengujian dilakukan. Selama selang waktu tersebut sawah tidak dilakukan pengairan. 35

17 Gambar 17. Pemetaan lahan pertama dengan pengolahan citra 36

18 F. KELEMAHAN ALAT Kendala pengoperasian alat adalah saat menjalankan pada lahan yang terlalu dalam lumpurnya. Alat menjadi susah dijalankan sehingga pengoperasian menjadi lambat. Selain itu, sulitnya menjaga alat agar tetap pada ketinggian 140 cm akibat kondisi lahan yang berlumpur. Saat pengoperasian alat terkadang program tidak berjalan. Hal ini disebabkan oleh lubang kabel usb kamera pada laptop sudah kendur sehingga bila terjadi guncangan kabel usb tidak terbaca oleh program. Saat alat ini dibelokan, hasil tangkapan citra dipindahkan pada folder lain supaya hasil citra tersebut tidak tertimpa dengan citra lainnya. Sulitnya untuk mencegah tanaman rusak juga menjadi kendala saat alat tersebut dibelokkan. Hasil citra yang diperoleh terdapat bagian lahan yang tidak tertangkap kamera sehingga proses pengolahan citra tidak optimal dan menyebabkan hasil yang berbeda dengan pengukuran BWD sehingga nilai persentase akurasi yang didapatkan rendah. Persentase akurasi pemetaan pengolahan citra dengan pemetaan manual (pengukuran BWD) yang rendah juga disebabkan oleh saat pengukuran BWD ditemukan warna daun di antara dua tingkatan warna. G. ANALISIS KESUBURAN TANAMAN DAN TANAH 1. Analisa Kesuburan Tanaman Pengujian tanaman dilakukan untuk menduga nilai suatu unsur yang terkandung pada tanaman berdasarkan penggunaan Bagan Warna Daun. Jaringan tanaman yang diuji adalah jaringan daun yang diambil pada lahan yang berbeda. Pengambilan contoh daun padi yang diambil sebanyak 16 buah daun. Jumlah berat contoh daun yang diambil 25 gr. Pada Lampiran 10 disajikan cara pengambilan contoh tanaman. Contoh tanaman yang diambil memiliki tingkat kehijauan yang berbeda berdasarkan warna hijau BWD. Jumlah contoh daun pada level 2 BWD berjumlah 5 buah, 3 buah pada lahan pertama, 1 buah pada lahan kedua, dan 1 buah di luar lahan percobaan. Jumlah contoh daun pada level 3 BWD berjumlah 6 buah, 2 buah di lahan pertama, 2 buah pada lahan kedua, dan 2 buah pada lahan ketiga. Terakhir, jumlah daun pada level 4 BWD sebanyak 5 buah, 3 buah pada lahan ketiga dan 2 buah pada lahan kedua. Contoh tanaman yang akan diuji untuk menganalisa unsur N, P, dan K. Nilai kandungan unsur tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil pengujian menunjukkan BWD tingkat warna 4 mendekati nilai batas kecukupan unsur N yang ditunjukan pada Lampiran 13. Nilai kandungan nitrogen untuk setiap tingkat warna 2 berbeda dengan tingkat warna 3 dan tingkat warna 4. Sebaran nilai kandungan N (%) dengan tingkat warna dapat dilihat pada Gambar

19 2,6 Kadar N Daun (%) 2,4 2,2 2 1,8 1,6 1,4 Nitrogen 1,2 Gambar 18. Grafik sebaran nilai kandungan N pada daun terhadap tingkat warna Nilai rata-rata kadar N (%) pada tingkat warna 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 1.61, 1.83, dan Berdasarkan nilai rata-rata kandungan nitrogen kemudian dibuat grafik hubungan antara nilai rata-rata kandungan N dengan tingkat warna (Gambar 19). Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.305x dan R 2 = Nilai korelasi yang diperoleh sebesar Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.98 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan antara nilai rata-rata N (%) dan tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat. 2,4 Nilai Rata Rata N Daun (%) 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 Rata rata Nitrogen Linear (Rata rata Nitrogen) Gambar 19. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan N pada daun terhadap tingkat warna BWD Hasil pengujian kandungan fosfor terhadap tingkat warna ditunjukkan pada grafik sebaran nilai kandungan P terhadap tingkat warna (Gambar 20). Nilai rata-rata kadar P (%) pada tingkat warna 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 0.11, 0.09, dan Nilai rata-rata kadar unsur P pada tingkat warna BWD 2 berada batas nilai kecukupan yang diperlukan pada tanaman padi (Lampiran 13). 38

20 Kadar P Daun (%) 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 Fosfor Gambar 20. Grafik sebaran kandungan P pada daun terhadap tingkat warna Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan fosfor dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Pada Gambar 21 menunjukkan grafik hubungan antara nilai rata-rata kandungan P (%) terhadap tingkat warna. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -0.02x dan R 2 = Nilai korelasi yang diperoleh sebesar Nilai korelasi tersebut berkebalikan dengan nilai rata-rata kandungan N (%) terhadap tingkat warna yakni negatif. Hal tersebut mempunyai makna nilai rata-rata P (%) menurun setiap kenaikan tingkat warna. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata P (%) dengan tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat. Nilai Rata Rata P (%) 0,13 0,12 0,11 0,1 0,09 0,08 0,07 0,06 Rata rata Fosfor Linear (Rata rata Fosfor) Gambar 21. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan P pada daun terhadap tingkat warna BWD Hasil pengujian kandungan kalium terhadap tingkat warna ditunjukkan pada grafik sebaran nilai kandungan K terhadap tingkat warna (Gambar 22). Nilai rata-rata kadar K (%) pada tingkat warna 2, 3, dan 4 secara berurutan adalah 1.74, 2.41, dan 2,54. Nilai rata-rata kadar unsur kalium pada semua tingkat warna BWD lebih dari batas nilai kecukupan yang diperlukan pada tanaman padi (Lampiran 13). 39

21 Kadar K Duan (%) 3 2,5 2 1,5 1 Kalium 0,5 Gambar 22. Grafik sebaran kandungan K pada daun terhadap tingkat warna Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan kalium dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Pada Gambar 21 menunjukkan grafik hubungan antara nilai rata-rata kandungan K (%) terhadap tingkat warna. Grafik tersebut menunjukkan nilai rata-rata K (%) meningkat pada setiap kenaikan tingkat warna BWD. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.4x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.92 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata K (%) terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat. 2,7 Nilai Rata Rata K (%) 2,5 2,3 2,1 1,9 1,7 1,5 rata rata kalium Linear (rata rata kalium) Gambar 23. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan K pada daun terhadap tingkat warna BWD 2. Analisa Kesuburan Tanah Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tanah dinyatakan subur bila dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang serta mempunyai sifat fisik yang optimum seperti aerasi, kapasitas menahan air dan permeabilitas, disamping 40

22 mempunyai sifat biologis yang baik. Tingkat kesuburan kimiawi tanah seperti kandungan unsur hara utama (nitrogen, fosfat, dan kalium), kemasaman tanah (ph), kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik C/N ratio, merupakan suatu petunjuk untuk menduga respon tanaman terhadap pemberian pupuk (Jumin, 2005). Selain pengujian terhadap jaringan tanaman juga dilakukan pengujian tanah untuk menganalisa kesuburan tanaman. Contoh tanah diambil pada kedalaman 20 cm dari permukaan dengan berat contoh 500 gr. Pengambilan contoh tanaman dilakukan di titik yang sama pada pengambilan jaringan tanaman. Kandungan unsur yang diuji adalah H 2 0, KCl, kandungan bahan organik (C, N, C/N ratio), P-Bray1, K-Morgan dan kapistas tukar kation (KTK). Hasil data dapat dilihat pada Lampiran 12. Sebaran nilai ph H 2 O terhadap tingkat warna dapat dilihat pada Gambar 24. Pendugaan nilai rata-rata ph berdasarkan tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan adalah 5.48, 5.33, dan Secara keseluruhan tanah yang diuji bersifat masam dengan ph Sifat kemasaman pada tanah dapat dilihat pada Lampiran 15. ph H 2 O 6,2 6 5,8 5,6 5,4 5,2 5 4,8 ph (H2O) Gambar 24. Grafik sebaran kandungan ph H 2 O terhadap tingkat warna Nilai rata-rata ph terhadap tingkat warna dibuat grafik model linear yang ditunjukkan pada Gambar 25. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.05x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0.4. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.4 termasuk korelasi yang cukup sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata ph H 2 O (%) dengan tingkat warna memiliki korelasi yang cukup. 41

23 Nilai Rata Rata ph H 2 O 5,6 5,55 5,5 5,45 5,4 5,35 5,3 ph (H2O) Linear (ph (H2O)) Gambar 25. Grafik hubungan nilai rata-rata ph H 2 O terhadap tingkat warna BWD Sebaran nilai ph KCl terhadap tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 26. Nilai ratarata ph KCl berdasarkan tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan diperoleh 4.60, 4.63, dan Hal yang sama juga ditunjukan pada grafik ph KCl (Gambar 27) yakni terjadi peningkatan nilai ph setiap kenaikan tingkat warna BWD. 5,5 5 ph KCl 4,5 4 3,5 ph (KCl) 3 Gambar 26. Grafik sebaran kandungan ph KCl terhadap tingkat warna Berdasarkan nilai rata-rata ph KCl dibuat grafik hubungan antara nilai rata-rata ph KCl dengan tingkat warna (Gambar 27). Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.14x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang dihasilkan sebesar Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.91 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata ph KCl dengan tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat. 42

24 Nilai Rata Rata ph KCl 4,9 4,85 4,8 4,75 4,7 4,65 4,6 4,55 4,5 ph (KCl) Linear (ph (KCl)) Gambar 27. Grafik hubungan nilai rata-rata ph KCl terhadap tingkat warna BWD Pada Gambar 28 menunjukan grafik sebaran kandungan nitrogen terhadap tingkat warna BWD. Nilai rata-rata N (%) untuk setiap tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan 0.10, 0.11, Berdasarkan Lampiran 14 nilai N yang diperoleh dari pengujian bersifat rendah kadar N. Kadar N (%) 0,19 0,17 0,15 0,13 0,11 0,09 0,07 0,05 Nitrogen Gambar 28. Grafik sebaran kandungan N terhadap tingkat warna Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan nitrogen dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Hubungan antara nilai rata-rata N (%) dengan tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 29. Grafik tersebut memperlihatkan nilai rata-rata N (%) menaik setiap kenaikan tingkat warna. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.012x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi 0.95 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan hubungan nilai rata-rata N (%) dengan tingkat warna memiliki hubungan yang sangat kuat. 43

25 Nilai Rata Rata N 0,135 0,13 0,125 0,12 0,115 0,11 0,105 0,1 Nitrogen (%) Linear (Nitrogen (%)) Gambar 29. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan N terhadap tingkat warna BWD Sebaran nilai kandungan C-Organik terhadap tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 30. Nilai rata-rata kandungan C (%) untuk setiap tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan 1.36, 1.37, Hasil pengujian untuk nilai C (%) yang diperoleh secara keseluruhan tergolong rendah, hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan pada nilai rata-rata kandungan C-Organik dianalisa korelasi terhadap tingkat warna. Pada grafik hubungan kandungan C-organik dengan tingkat warna BWD yang diperlihatkan pada Gambar 31, menunjukan hal yang sama seperti grafik N, yaitu terjadi peningkatan nilai C setiap kenaikan tingkat warna BWD. Nilai persamaan garis regresi dan kofisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = 0.126x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar Menurut Sarwono 2006, nilai korelasi 0.87 termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan antara nilai rata-rata C-Organik terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat. 2,5 Kadar C Organik (%) 2 1,5 1 0,5 0 C Organik Gambar 30. Grafik sebaran kandungan C-Organik terhadap tingkat warna 44

26 Nilai Rata Rata C Organik 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 C Organik (%) Linear (C Organik (%)) Gambar 31. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan C-organik terhadap tingkat warna BWD Pada Gambar 32 menunjukan grafik sebaran kandungan Kalium terhadap tingkat warna BWD. Nilai rata-rata unsur K (mg/100 g) untuk setiap tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD secara berurutan adalah 9.2, 3.6, dan 6.6. Nilai rata-rata kandungan kemudian dibuat grafik model linear terhadap tingkat warna. Berdasarkan pada Lampiran 14 menunjukan bahwa hasil pengujian terhadap nilai unsur K tergolong sangat rendah. Grafik hubungan kandungan rata-rata K (mg/100 g) terhadap tingkat warna BWD ditunjukan pada Gambar 33. Nilai persamaan garis regresi dan kofisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -1.3x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar menunjukkan pada grafik bahwa nilai kandungan unsur K menurun setiap kenaikan tingkat warna. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi termasuk korelasi yang cukup sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata K terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang cukup. 20 Kadar K (mg/100g) Kalium (mg/100 g) 0 Gambar 32. Grafik sebaran kandungan K terhadap tingkat warna 45

27 Nilai Rata Rata K (mg/100 g) Kalium (mg/100 g) Linear (Kalium (mg/100 g)) Gambar 33. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan K terhadap tingkat warna BWD Sebaran nilai fosfor terhadap tingkat warna dapat dilihat pada Gambar 34. Berdasarkan Lampiran 14 menunjukan bahwa secara keseluruhan kandungan fosfor tergolong sangat tinggi, yakni lebih dari 60 mg/100g. Nilai rata-rata kandungan unsur P (mg/100 g) yang diperoleh secara berurutan untuk tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD adalah 123, 60, dan 90. Berdasarkan nilai rata-rata kandungan fosfor kemudian dibuat grafik hubungan antara nilai rata-rata dengan tingkat warna (Gambar 35). Nilai persamaan garis regresi dan kofisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -16.5x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar menunjukkan pada grafik bahwa nilai kandungan P menurun setiap kenaikan tingkat warna BWD. Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi-0.51 termasuk korelasi hubungan yang cukup sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata P terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang cukup. Kadar P (mg/100g) Fosfor ( mg/100g) Gambar 34. Grafik sebaran kandungan P terhadap tingkat warna BWD 46

28 140 Nilai Rata Rata P (mg/100 g) Fosfor (mg/100g) Linear (Fosfor (mg/100g)) Gambar 35. Grafik hubungan nilai rata-rata kandungan P terhadap tingkat warna BWD Grafik sebaran nilai kandungan kapasitas tukar kation (KTK) terhadap tingkat warna ditunjukkan pada Gambar 36. Hasil nilai rata-rata kandungan KTK untuk tingkat warna 2, 3, dan 4 BWD yang diperoleh pada persaman y tersebut secara berurutan adalah 10.40, 6.58, dan Secara keseluruhan nilai KTK yang diperoleh berada pada kelompok tanah yang rendah kandungan KTK. Penilaian sifat kimia tanah tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dilakukan analisa korelasi terhadap tingkat warna dengan grafik yang diperlihatkan pada Gambar 37. Pada grafik hubungan nilai rata-rata kandungan KTK (cmol (+) /kg) dengan tingkat warna BWD juga menunjukan yang sama pada grafik regresi linear K dan P yakni menurun setiap kenaikan tingkat warna. Nilai persamaan garis regresi dan koefisien determinasi yang diperoleh grafik adalah y = -1.86x dan R 2 = Nilai korelasi (r) yang diperoleh sebesar Menurut Sarwono (2006), nilai korelasi termasuk korelasi yang sangat kuat sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan nilai rata-rata KTK terhadap tingkat warna memiliki korelasi yang sangat kuat KTK (cmol (+) /kg) KTK (cmol(+)/kg) 0 Gambar 36. Grafik sebaran kandungan KTK terhadap tingkat warna 47

29 KTK (cmol (+) /kg) KTK (cmol(+)/kg) Linear (KTK (cmol(+)/kg)) Gambar 37. Grafik hubungan nilai rata-rata KTK terhadap tingkat warna BWD H. PETA KESUBURAN TANAH Hasil nilai rata-rata kandungan hara yang diperoleh dari diagram linear kemudian dibuat nilai interval kandungan hara. Sama seperti halnya peta tingkat warna kehijauan, informasi nilai kandungan hara tersebut diterjemahkan ke dalam peta warna. Kandungan hara yang diterjemahkan ke dalam peta warna adalah kandungan hara nitrogen pada daun. Peta warna kandungan hara nitrogen dapat dilihat pada Gambar 38. Hasil peta tingkat warna kehijauan daun BWD selanjutnya dibuatkan nilai takaran pemberian pupuk. Pemberian takaran pupuk tersebut bervariasi tergantung dari tingkat warna kehijauan BWD dan target hasil panen yang diinginkan (lihat Tabel 3). Nilai takaran pemberian pupuk tersebut juga ditejemahkan ke dalam peta warna lahan. Peta warna yang dibuat untuk target hasil panen yang sedang, yaitu 6 ton/ha GKG. Hasil peta warna takaran pemberian pupuk pada lahan pertama dapat dilihat pada Gambar

30 Gambar 38. Peta kandungan unsur N (%) pada lahan satu 49

31 Gambar 39. Peta takaran kebutuhan pupuk untuk target hasil panen 6 ton/ha GKG pada lahan satu 50

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Alat sensor citra tampak tanaman kedelai ini adalah alat berupa gerobak yang terdapat kamera CCD di bagian depannya yang digunakan untuk mengambil citra tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat,

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi sistem yang telah dibuat dalam skripsi ini yaitu perancangan sebuah mesin yang menyerupai bor duduk pada umumnya. Di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keberagaman Daun Padi Dosis pemupukan dilakukan dengan memberikan dosis yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan keberagaman tingkat warna daun di setiap lahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang, menuntut manusia untuk terus menciptakan inovasi baru di bidang teknologi. Hal ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP. BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang berupa spesifikasi sistem, prosedur operasional penggunaan program, dan analisa sistem yang telah dibuat. 4.1 Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI I Wayan Astika 1, Hasbi M. Suud 2, Radite P.A. Setiawan 1, M. Faiz Syuaib 1, M. Solahudin 1 1 Departemen Teknik

Lebih terperinci

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan 7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN Pendahuluan Pada praktek pertanian presisi peralatan digunakan untuk membawa dan mendistribusikan bahan cair dan padat. Pendistribusian bahan padat bisa berupa bibit

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson akibat perbedaan ketebalan benda transparan dengan metode image processing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER 2.1 Gambaran Umum Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang suatu penentu axis Z Zero Setter menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Driver 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat menjalankan driver ini adalah: Prosesor Pentium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 3.1 Perencanaan Dalam sebuah robot terdapat dua sistem yaitu sistem elektronis dan sistem mekanis, dimana sistem mekanis dikendalikan oleh sistem elektronis bisa berupa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di desa Kleseleon, kecamatan Weliman, kabupaten Malaka, proinsi Nusa Tenggara Timur pada lahan sawah bukaan baru yang

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Pemantauan Gerak menggunakan Desain Komunikasi Visual Di DINHUBKOMINFO Kabupaten Demak Dengan Metode Background Subtractian

Perancangan Sistem Pemantauan Gerak menggunakan Desain Komunikasi Visual Di DINHUBKOMINFO Kabupaten Demak Dengan Metode Background Subtractian Perancangan Sistem Pemantauan Gerak menggunakan Desain Komunikasi Visual Di DINHUBKOMINFO Kabupaten Demak Dengan Metode Background Subtractian Daniel Rudjiono 1), MarsCaroline Wibowo 2), Danang Satrio

Lebih terperinci

IV. ANALISA PERANCANGAN

IV. ANALISA PERANCANGAN IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Proses pengendalian mobile robot dan pengenalan image dilakukan oleh microcontroller keluarga AVR, yakni ATMEGA

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 di Laboratorium Daya, Alat, dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Pengendali Ketinggian Meja Otomatis Dengan Kontrol Smartphone Android Menggunakan Media Koneksi Bluetooth.

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengerjaan hitungan menentukan tebal lapis tambahan. Penelitian dilakukan dengan membangun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD

4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pada bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisa dari sistem yang dibuat, yaitu sebagai berikut : 4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD Prinsip kerja dari perancangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN Perancangan atau desain mesin pencacah serasah tebu ini dimaksudkan untuk mencacah serasah yang ada di lahan tebu yang dapat ditarik oleh traktor dengan daya 110-200

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Bab ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem yang digunakan dari hasil penelitian, prosedur penggunaan alat, dan evaluasi sistem dari data yang di dapat. 4.1 Spesifikasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGOLAHAN CITRA TANAMAN TOMAT Pengolahan data tanaman tomat dilakukan dengan menggunakan program pengolahan citra yang berbasiskan pemograman C. Tampilan halaman utama pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah menjelaskan seluruh kegiatan selama berlangsungnya penelitian untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat sesuai dengan permasalahan yang akan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. berasal dari motor. Selain kuat rangka juga harus ringan. Rangka terdiri dari beberapa bagian yaitu:

BAB III PERANCANGAN ALAT. berasal dari motor. Selain kuat rangka juga harus ringan. Rangka terdiri dari beberapa bagian yaitu: BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1. Rangka Drone Rangka atau frame merupakan struktur yang menjadi tempat dudukan untuk semua komponen. Rangka harus kaku dan dapat meminimalkan getaran yang berasal dari motor.

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Sistem vision yang akan diimplementasikan terdiri dari 2 bagian, yaitu sistem perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam sistem vision ini adalah

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap Robotino dan aplikasi pada PC yang telah selesai dibuat. Dimulai dari menghubungkan koneksi ke Robotino, menggerakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL RANCANGAN DAN KONSTRUKSI 1. Deskripsi Alat Gambar 16. Mesin Pemangkas Tanaman Jarak Pagar a. Sumber Tenaga Penggerak Sumber tenaga pada mesin pemangkas diklasifikasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian III TINJAUAN PUSTAKA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 November 2012 di laboratorium lapangan Siswadi Supardjo, Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Diagram Percobaan

Gambar 4.1 Diagram Percobaan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerangka Percobaan Pada bab ini dilakukan pembahasan dari implementasi terhadap sistem yang telah dirancang, berupa cara kerja sistem dan pembahasan data-data percobaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Atmel (www.atmel.com).

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Atmel (www.atmel.com). BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Proses pengendalian mobile robot dan pengenalan image dilakukan oleh microcontroller keluarga AVR, yakni ATMEGA128

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi ( Oryzasativa,sp ) termasuk kelompok tanaman pangan yang sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sampai saat ini, lebih dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN V.HASIL DAN PEMBAHASAN A.KONDISI SERASAH TEBU DI LAHAN Sampel lahan pada perkebunan tebu PT Rajawali II Unit PG Subang yang digunakan dalam pengukuran profil guludan disajikan dalam Gambar 38. Profil guludan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Sistem berikut: Secara umum sistem yang dibangun dijelaskan dalam diagram blok sistem 6 1 Baterai Sensor: - GPS 2 Sensor Suhu dan Kelembapan 4 Mikrokontroler

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS BAB III PERANCANGAN SISTEM ATAP LOUVRE OTOMATIS 3.1 Perencanaan Alat Bab ini akan menjelaskan tentang pembuatan model sistem buka-tutup atap louvre otomatis, yaitu mengenai konstruksi atau rangka utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS

SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS SISTEM MEKANIK MESIN SORTASI MANGGIS Perancangan dan pembuatan mekanik mesin sortasi manggis telah selesai dilakukan. Mesin sortasi manggis ini terdiri dari rangka mesin, unit penggerak, unit pengangkut,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada bab ini dibahas mengenai implementasi serta evaluasi terhadap metode transformasi wavelet dalam sistem pengenalan sidik jari yang dirancang. Untuk mempermudah evaluasi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah persawahan di Indonesia cukup luas dengan hasilnya yang berbagai macam salah satunya padi. Padi merupakan tanaman pangan yang menjadi sumber bahan pokok pangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA IMPLEMENTASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENGENDALI ROBOT CRANE

BAB IV ANALISA IMPLEMENTASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENGENDALI ROBOT CRANE BAB IV ANALISA IMPLEMENTASI DAN EKSPERIMEN SISTEM PENGENDALI ROBOT CRANE Pada bab ini akan dibahas mengenai pengimplementasian dan analisa hasil dari perancangan sistem yang telah dibahas pada Bab III.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA Syahrul 1, Andi Kurniawan 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.116,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. persiapan dan pembuatan kincir Savonius tipe U dengan variasi sudut

BAB III METODE PENELITIAN. persiapan dan pembuatan kincir Savonius tipe U dengan variasi sudut A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi persiapan dan pembuatan kincir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas dilakukan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di 12 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015 di Laboraturium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, Jurusan Teknik Pertanian

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.1-2012 PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Usep Mohamad Ishaq 1), Sri Supatmi 2), Melvini Eka Mustika

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MOTION CAPTURE SYSTEM UNTUK TRAJECTORY PLANNING

PENGEMBANGAN MOTION CAPTURE SYSTEM UNTUK TRAJECTORY PLANNING PENGEMBANGAN MOTION CAPTURE SYSTEM UNTUK TRAJECTORY PLANNING ELVA SUSIANTI 2209204802 Pembimbing: 1. ACHMAD ARIFIN, ST., M. Eng., Ph.D 2. Ir. DJOKO PURWANTO, M. Eng., Ph.D. Bidang Keahlian Teknik Elektronika

Lebih terperinci

SYEKHFANI Fakultas Pertanian Universitas Brawijyaa

SYEKHFANI Fakultas Pertanian Universitas Brawijyaa SYEKHFANI Fakultas Pertanian Universitas Brawijyaa 2 SYARAT TUMBUH 3 Tanaman jagung berasal dari daerah tropis, tdk menuntut persyaratan lingkungan yg terlalu ketat, dpt tumbuh pd berbagai macam tanah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 21 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Arsitektur Sistem Template Formulir Sample Karakter Pengenalan Template Formulir Pendefinisian Database Karakter Formulir yang telah diisi Pengenalan Isi Formulir Hasil

Lebih terperinci