BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK"

Transkripsi

1 BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah banyak dilakukan oleh tenaga ahli dari berbagai perguruan tinggi. Kawamura et al. (1984) menggunakan metode perhitungan lokasi tiga dimensi untuk buah tomat dengan cara menggeser posisi kamera sehingga didapat jarak antara sensor kamera ke obyek buah tomat pada tanamannya. Metode perhitungan posisi tiga dimensi obyek dari sensor kamera menggunakan rumus 6 hingga rumus 8, dan untuk lebih jelasnya diilustrasikan pada Gambar 32 dengan obyek aslinya yang berwarna hitam, diambil 2 kali dengan kamera yang digeser secara lateral. Rumus yang digunakan untuk menghitung jarak adalah : (6) Keterangan : d. L D =.. ( x i x ) 2 i1 x i2 x i1 = Perubahan lokasi obyek antara dua citra (satuan pixel) d = Jarak antara lensa dan sensor citra (satuan pixel) L = Jarak pergeseran (sensor) kamera. (satuan panjang) D = Jarak dari titik pusat lensa ke titik pusat obyek. (satuan panjang) Sedangkan untuk menghitung perpindahan lateral x 0 digunakan rumus: x D x i 0 =. (7) d Keterangan : x i = Jarak dari pusat sensor citra ke pusat citra obyek dalam arah datar (satuan pixel) Dan rumus untuk menghitung perpindahan lateral y 0 digunakan rumus: y D y i 0 = (8) d 49

2 y i = Jarak dari pusat sensor citra ke pusat citra obyek dalam arah tegak (satuan pixel) Dengan memodifikiasi persamaan (6) didapat persamaan untuk menghitung konstanta jarak antara lensa dan sensor citra (d ) : D. ( xi 2 xi 1) d =..... (9) L L xo D d xi1 xi xi2 L Gambar 32 Metode perhitungan lokasi obyek buah dengan kamera stereo (Kawamura et al., 1984) Jarak antara dua buah citra obyek sebagai dasar perhitungan jarak obyek ke sensor kamera. Citra hasil perekaman pertama dilakukan pada posisi kamera tertentu, setelah itu dilakukan perekaman citra kedua dengan posisi kamera yang telah digeser pada jarak tertentu. Penentuan panjang (x i1, y i1 ) dan (x i2, y i2 ) dilakukan dengan menggunakan citra biner obyek hasil perekaman stereo. Nilai x i1 dihitung dari titik pusat citra biner obyek ke tepi bingkai citra arah sumbu x, sedangkan nilai y i1 dihitung dari titik pusat citra biner obyek ke tepi bingkai citra arah sumbu y seperti pada 50

3 bingkai citra 1 pada Gambar 33. Perhitungan koordinat (xi2, yi2) dilakukan dengan cara yang sama tetapi menggunakan bingkai citra 2 pada Gambar 33. Bingkai citra 1 Bingkai citra 2 x i1 x i2 y i1 y i2 Gambar 33 Pasangan citra biner (Kawamura et al.,1985) 128 pixel 256 pixel 96 pixel (128, 96) pixel yi xi 192 pixel obyek Gambar 34 Bingkai citra 2 sebagai dasar perhitungan xi dan yi 51

4 Jarak dari pusat sensor citra ke pusat citra obyek dalam arah datar (sumbu z) dan arah sumbu (x i, y i ) dihitung berdasarkan citra biner pada bingkai citra 2. Dengan dasar bingkai citra 2 pada Gambar 33, selanjutnya dirinci menjadi Gambar 34. Bingkai citra 2 adalah rekaman citra setelah sensor kamera digeser pada posisi terakhir untuk mendapatkan citra stereo. Dalam penelitian ini karena menggunakan bingkai citra 256 x 192 pixel, maka titik pusat dari bingkai citra adalah 128 x 96 pixel. Sehingga perhitungan (x i, y i ) dapat dilakukan dari titik pusat bingkai citra tersebut. Ilustrasi perhitungan xi dan yi ditampilkan pada Gambar 34. Kalibrasi dilakukan untuk mendapatkan formulasi perhitungan jarak antara sensor kamera dan obyek dengan akurasi tinggi. Untuk mendukung akurasi dalam pelaksanaan kalibrasi, maka perhitungan jarak dilakukan dengan arah tegak lurus terhadap titik pusat bagian depan sensor kamera (arah sumbu z). Dengan demikian posisi koordinat 128 x 96 pixel diasumsikan sebagai titik pusat sensor kamera dengan koordinat 0 x 0 pixel. Prinsipnya untuk perhitungan secara langsung jarak antara sensor kamera ke obyek, titik pusat bagian depan sensor kamera pada posisi perekaman ke dua (terakhir) digunakan sebagai acuan. Selanjutnya perhitungan akurasi dan error dilakukan untuk melihat kualitas hasil kalibrasi dan validasi ini. Doeblin (1990) menyatakan akurasi pada prinsipnya mengacu pada seberapa dekat nilai yang dihitung terhadap nilai aktualnya, sedangkan error adalah perbedaan antara hasil perhitungan dan nilai aktualnya ( dalam nilai positif). Jadi sebenarnya antara akurasi dan error adalah dua hal yang saling bertolak belakang. Artinya jika error kecil maka akurasi tinggi, sebaliknya jika error besar maka akurasinya rendah. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kalibrasi sensor kamera yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan formula perhitungan jarak dari titik tengah bagian depan sensor kamera ke titik tengah bagian depan obyek. Setelah itu dilanjutkan dengan melakukan validasi terhadap formula perhitungan jarak yang didapat. Kalibrasi dilakukan dengan cara merekam citra obyek pada rentang jarak 30 hingga 72 cm, yang dilanjutkan memodifikasi rumus (6) untuk perhitungan jarak 52

5 sehingga didapat nilai konstanta jarak antara lensa dan sensor kamera yang dinyatakan dengan variabel d. Hal ini perlu dilakukan karena dalam percobaan ini kita tidak memiliki data tentang jarak antara lensa dan sensor kamera yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan diketahuinya nilai d ini, maka rumus perhitungan posisi obyek ( rumus (6) ) dapat digunakan untuk sembarang nilai pergeseran, sehingga penggunaannya lebih fleksibel. Hasil kalibrasi ini adalah formula perhitungan jarak obyek yang masih perlu diuji akurasinya. Selanjutnya formula perhitungan jarak dari titik tengah bagian depan sensor kamera ke titik tengah bagian depan obyek ini divalidasi dengan cara dilakukan uji coba untuk berbagai jarak benda uji dan berbagai posisi pergeseran kamera. Validasi dilakukan untuk mendapatkan akurasi dari rumus yang telah dihasilkan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah didapat rumus untuk penentuan posisi tiga dimensi dari titik tengah bagian depan sensor kamera ke titik tengah bagian depan obyek yang dapat digunakan dalam tahap penelitian selanjutnya. B. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan kalibrasi dan validasi kamera ini dilakukan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2004 sampai Maret Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kertas karton dengan warna kuning yang ditempelkan pada penggaris dengan ketinggian 80 cm. Kertas kuning ini berfungsi sebagai benda uji untuk kalibrasi sensor kamera. Ketinggian ini disesuaikan dengan ketinggian titik pusat kamera yang telah dipasang pada sambungan 3 manipulator robot. Kertas karton ini berbentuk bujursangkar dengan ukuran sisi 4 cm x 4 cm, dengan asumsi buah jeruk lemon memiliki diameter ± 4 cm. Arah sumbu (z, x, y) dimulai dari titik pusat bagian depan sensor kamera seperti diilustrasikan pada Gambar

6 Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensor kamera yang digunakan untuk merekam citra kertas kuning tersebut. Kamera yang digunakan adalah kamera charge couple device (CCD). Perekaman secara stereo tidak dilakukan secara simultan, hal ini dilakukan dengan asumsi pengaruh tiupan angin terhadap tanaman jeruk lemon tidak terlalu signifikan, sehingga kamera yang digunakan cukup satu buah. Kamera ini dipasang pada bagian manipulator robot yang sejajar dengan sumbu sambungan (joint) 3, posisi kamera secara riil dapat dilihat pada Gambar 35. (0,0,0) kamera +y +x +z sambungan 3 -x -y Gambar 35 Sensor kamera yang terpasang pada manipulator robot Posisi fokus kamera terhadap bidang datar dari dudukan manipulator memiliki ketinggian 80 cm. Ketinggian ini disesuaikan dengan tinggi kamera yang terpasang pada manipulator. Demikian juga dengan benda uji yang digunakan diatur dengan ketinggian yang sama dengan ketinggian pos isi kamera. Hal ini 54

7 dilakukan untuk mempermudah kalibrasi sensor kamera. Ilustrasi posisi dan pergeseran kamera yang telah terpasang pada manipulator robot terhadap benda uji ditampilkan pada Gambar 36. D cm Jarak sensor kamera ke benda uji Benda uji n cm Pergeseran kamera 80 cm Bidang datar dudukan manipulator Gambar 36 Skematik perekaman benda uji untuk kalibrasi kamera Alat ukur jarak yang digunakan adalah penggaris dan benang yang diberi bandul. Penggaris digunakan untuk mengukur jarak sensor kamera ke benda uji. Pengukuran dilakukan pada bidang datar dudukan manipulator yang te lah diberi kertas milimeter. Untuk meningkatkan akurasi pada saat pengukuran posisi benda uji, maka digunakan benang yang diberi bandul pada posisi titik tengah bagian depan benda uji. Fungsi dari benang dengan bandul ini adalah untuk menentukan posisi titik pusat bagian depan benda uji terhadap bidang datar dudukan manipulator yang telah diberi kertas milimeter. Dengan cara ini maka diperoleh jarak (arah sumbu z) dan posisi (koordinat sumbu x dan y) titik tengah bagian depan benda uji terhadap tengah bagian depan sensor kamera. Pengaturan cahaya dilakukan untuk menghasilkan rekaman citra yang konsisten dan stabil. Untuk menjaga agar cahaya yang digunakan tetap stabil maka digunakan lampu penerang di belakang sensor kamera. Pengukur cahaya 55

8 (luxmeter) digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang digunakan, sehingga jika terjadi gangguan cahaya lain di luar skenario dapat segera diatasi. Alat bantu lain untuk mendapat rekaman citra yang stabil digunakan kain hitam. Kain hitam berfungsi agar citra yang dihasilkan tidak terdistorsi dengan cahaya-cahaya yang tidak kita inginkan, sehingga mempermudah proses thresholding dan perhitungan parameter jarak. Proses pengolahan citra berbasis komputer dikembangkan dengan menggunakan program bahasa C. Hasil pengolahan citra ditampilkan pada layar komputer untuk digunakan sebagai alat analisis. Kerangka Penelitian Pada prinsipnya penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahap kalibrasi sensor kamera dan tahap validasi kamera. Tahap pertama dari penelitian ini adalah melakukan kalibrasi terhadap sensor kamera untuk mendapatkan formulasi perhitungan jarak dari titik tengah bagian depan sensor kamera ke titik tengah bagian depan obyek. Sedangkan tahap kedua dari penelitian ini adalah melakukan validasi terhadap f ormulasi tersebut. Langkah awal kegiatan penelitian ini adalah melakukan pemasangan dan pengesetan sensor kamera pada posisi sambungan 3 manipulator robot. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi pemanenan yang sesungguhnya. Karena belum adanya literatur tentang metode baku untuk aplikasi tanaman jeruk lemon, maka dicoba untuk mengacu pada literatur -literatur aplikasi pengolahan citra untuk obyek lain atau yang relevan. Pengesetan kamera termasuk menjaga agar fokus kamera tidak berubah selama kalibrasi dan validasi, sehingga data yang dihasilkan akan lebih valid. Selain itu persiapan alat bantu kalibrasi seperti penggaris dan benang dengan bandul dipersiapkan agar diperoleh posisi tiga dimensi dari benda uji yang akurat. Penggunaan benang dengan bandul yang dikombinasikan dengan penggaris dan kertas milimeter untuk menghitung posisi tiga dimensi benda uji telah dibahas dibagian sebelumnya. Dengan pertimbangan bahwa jangkauan maksimal dan minimal dari manipulator robot yang akan digunakan adalah 55.7 dan 30 cm serta asumsi 56

9 bahwa pengembangan manipulator untuk end effector akan mencapai jarak maksimal ± 70 cm, maka kalibrasi ditentukan untuk jarak 30 cm hingga maksimal 72 cm. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk antisipasi jika manipulator ditambahkan end effector yang lebih panjang dari jangkauan maksimumnya. Sehingga hasil kalibrasi ini sudah mencakup untuk pengembangan sistem pemanenan yang akan datang. Langkah selanjutnya adalah meletakkan benda uji untuk kalibrasi dengan jarak awal yang sudah ditentukan, yaitu 30 cm dari fokus kamera. Citra benda uji direkam dan dilakukan proses binerisasi sehingga didapat citra biner dari benda uji. Citra biner hasil rekaman pertama ini kemudian dihitung jarak dari tepi bingkai citra ke titik pusat benda uji dalam arah sumbu x (x i1 ). Untuk mendapatkan citra stereo perekaman dilakukan sekali lagi dengan sebelumnya menggeser kamera dengan besaran (n cm) tertentu. Dengan prosedur yang sama, untuk perekaman citra kedua, didapat jarak dari tepi bingkai citra ke titik pusat benda uji dalam arah sumbu x (x i2 ). Selain itu dilakukan juga pengukuran secara langsung jarak dari sensor kamera ke benda uji dengan acuan bidang datar dudukan manipulator yang telah diberi kertas milimeter. Pengukuran menggunakan pengga ris, kertas milimeter, dan benang yang diberi bandul dengan menggunakan bidang datar dudukan manipulator yang telah diberi kertas milimeter sebagai acuannya. Benang yang diberi bandul pada saat pengukuran diposisikan pada titik tengah bagian depan benda uji yang selanjutnya di tarik lurus arah vertikal ke bidang datar dudukan manipulator tersebut. Setelah didapat jarak antara dua citra stereo (x i2 -x i1 ), maka nilai konstanta d D. ( xi 2 xi 1) pada titik tersebut bisa dihitung dengan rumus 9, yaitu : d =, L dengan D adalah jarak aktual antara sensor kamera dan benda uji yang diukur secara langsung (D aktual) dan (x i2 -x i1 ) adalah jarak antara dua citra stereo yang didapat dari program komputer. Pada setiap posisi benda uji dilakukan proses sebagai be rikut : pengambilan citra pertama, binerisasi, perhitungan x i1, pengambilan citra kedua, binerisasi, 57

10 perhitungan xi2 dilakukan secara terus menerus dari jarak 30 hingga 72 cm dengan kenaikan 1 cm, sehingga pada akhirnya didapat nilai konstanta d kumulatif. Dari nilai d kumulatif ini selanjutnya dilakukan perhitungan nilai d ratarata. Dengan prosedur yang sama dilakukan untuk pergeseran kamera (L) sebesar 6, 8, 10, dan 12 cm. Sehingga tiap jarak pergeseran tersebut (3, 6, 8, 10, 12 cm) didapat nilai kumulatif dan nilai rata-rata konstanta d. Ilustrasi pergeseran kamera ditampilkan pada Gambar cm dst cm 32 cm 31 cm 30 cm 3 cm 6 cm 8 cm 10 cm Obyek Kamera 72 cm Gambar 37 Pergeseran kamera dan obyek untuk kalibrasi Penentuan nilai konstanta d diperoleh dari nilai rata-rata d pada semua pergeseran kamera dan pada semua jarak sensor kamera ke benda uji. Dengan melakukan perhitungan dan analisis data yang ada maka nilai ditetapkan sebuah nilai yang mewakili rata -rata nilai konstanta d untuk semua pergeseran kamera dan untuk semua jarak antara sensor kamera dan benda uji. Setelah nilai konstanta d ditetapkan, maka dibuatlah modifikasi rumus perhitungan jarak (rumus 6) yang akan diuji pada tahap selanjutnya. Tahap kedua dari penelitian ini adalah validasi terhadap formulasi perhitungan jarak yang dikembangkan dari tahap kalibrasi. Tahap ini perlu dilakukan untuk menguji formulasi perhitungan jarak yang dikembangkan. Uji 58

11 formulasi perhitungan jarak dilakukan dengan meletakkan benda uji mulai dari posisi terdekat (15 cm) hingga posisi terjauh (72 cm) dari sensor kamera. Jangkauan sensor kamera ke benda uji tergantung dari besar pergeseran sensor kamera pada saat perekaman citra stereo. Untuk pergeseran kamera 3 dan 6 cm, jangkauan minimal yang bisa diraih adalah 15 cm, sehingga rentang validasi untuk pergeseran kamera 3 dan 6 cm dilakukan pada jarak 15 hingga 72 cm. Untuk pergeseran kamera 8 cm rentang jarak yang dihitung adalah antara cm. Untuk pergeseran kamera 10 cm rentang jarak yang dihitung adalah cm sedangkan untuk pergeseran kamera 12 cm rentang jarak yang dihitung adalah cm. Perbedaan rentang jarak jangkauan kamera ini disebabkan karena perbedaan pergeseran kamera mengakibatkan citra stereo yang dihasilkan berbeda jarak antara citra satu dan yang kedua. Semakin kecil pergeseran kamera, maka semakin dekat benda uji yang bisa ditangkap secara stereo. Sehingga secara logika dengan pergeseran kamera 3 cm akan lebih rendah rentang minimalnya dibandingkan dengan pergeseran kamera 12 cm. Konsekuensi logisnya untuk pergeseran kamera 3 cm akan lebih besar jarak obyek yang dapat dijangkau sensor kameranya dibanding dengan pergeseran kamera 12 cm.. Dengan prosedur seperti pada tahap kalibrasi, langkah-langkah tahap validasi dilakukan, yaitu pengambilan citra pertama, binerisasi, perhitungan x i1, pengambilan citra kedua, binerisasi, perhitungan x i2 dilakukan secara terus menerus dari jarak minimal (tergantung pergeseran kamera) hingga jarak maksimal (72 cm ) dengan kenaikan 1 cm, lalu dihitung jarak dari sensor kamera ke benda uji (D hitung). Selain itu juga dilakukan pengukuran jarak secara langsung (D aktual) sebagai pembanding. Setelah semua data diperoleh, selanjutnya dihitung dan dibandingkan antara jarak dari titik tengah bagian sensor kamera ke titik tengah bagian depan benda uji hasil perhitungan dengan menggunakan rumus jarak yang dikembangkan (D hitung) dengan hasil pengukuran secara langsung (D aktual). Perhitungan error dituangkan dalam bentuk selisih antara hasil pengukuran langsung (aktual) dan hasil perhitungan dengan menggunakan formulasi yang dikembangkan (hitung) dengan nilai positif dan dinyatakan dalam cm. Sebagai 59

12 ilustrasi jika dari hasil pengukuran langsung didapat jarak x cm dan dari hasil perhitungan dengan formulasi didapat jarak y cm, maka selisih antara hasil pengukuran dan perhitungan dengan formula adalah nilai absolut dari x dikurangi y [abs(x-y)] cm. Perhitungan akurasi merupakan kebalikan dari perhitungan selisih dengan nilai positif dan dinyatakan dalam persen (%). Dengan kata lain akurasi adalah seberapa dekat nilai hasil perhitungan terhadap nilai aktualnya, sehingga secara konseptual hasil pengukuran langsung (nilai aktual) merupakan acuan dari akurasi ini. Sebagai ilustrasi jika dari hasil pengukuran langsung didapat jarak x cm dan dari hasil perhitungan dengan formulasi didapat jarak y cm, maka akurasi hasil perhitungan dengan formula tersebut adalah nilai aktual dikurangi selisih antara hasil perhitungan dan nilai aktual, lalu hasilnya dibagi nilai aktual atau dalam bentukformulasi didapat : nilaiaktual abs( nilai perhitungan nilaiaktual) Akurasi(%) = x 100%. nilaiaktual Dari hasil perhitungan dengan sejumlah data, selanjutnya akurasi dan error dicatat dan dianalisis untuk kemudian dilakukan pembahasan. Dari data-data ini kemudian didapat akurasi dan error rata-rata hasil validasi. Setelah tahap validasi terhadap formulasi rumus jarak ini selesai, maka didapat rumus perhitungan posisi tiga dimensi dari titik tengah bagian depan sensor kamera ke titik tengah bagian depan obyek yang dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Diagram alir yang berisi urut-urutan prosedur penelitian ditampilkan pada Gambar

13 Mulai Pemasangan sensor kamera pada manipulator robot Persiapan alat bantu kalibrasi dan alat ukur Kalibrasi J = 0 ; n[4] =[3, 6, 8, 10, 12] ; i = 30 to 72 Peletakan benda uji pada posisi i cm Pengukuran jarak sensor kamera ke benda uji secara langsung (D aktual) D aktual Perekaman citra stereo untuk pergeseran kamera n[j] (xi2-xi1) Perhitungan konstanta d [i,j] i > 72? tidak i = i + 1 Penetapan nilai konstanta d berdasar d rata-rata ya j > 4? ya tidak j = j + 1 i = 30 Didapat rumus jarak (D hitung) J = 0 ; n[4] =[3, 6, 8, 10, 12] ; If n[j]= 0 then i = 15 to 72 If n[j]= 1 then i = 15 to 72 If n[j]= 2 then i = 21 to 72 If n[j]= 3 then i = 26 to 72 If n[j]= 4 then i = 30 to 72 Peletakan benda uji pada posisi i cm Validasi Perekaman citra stereo untuk pergeseran kamera n[j] Pengukuran jarak sensor kamera ke benda uji secara langsung (D aktual) Perhitungan jarak D [i,j] i > 72? tidak i = i + 1 Analisis dan evaluasi terhadap hasil dan temuan penelitian ya j > 4? ya tidak j = j + 1 i = 30 Selesai Gambar 38 Diagram alir penelitian untuk kalibrasi dan validasi sensor kamera 61

14 C. Hasil Hasil Kalibrasi Sensor Kamera Kalibrasi terhadap kamera bertujuan untuk mendapatkan nilai konstanta jarak antara lensa dan sensor kamera. Hal ini perlu dilakukan karena konstanta d dari kamera yang digunakan tidak tercantum dalam buku manual. Sesuai prosedur di atas, maka pengesetan yang dilakukan terhadap kamera sebelum dilakukan pengambilan gambar benda uji adalah ditentukan ukuran bingkai citra sebesar 256 x 192 pixel. citra benda uji pada posisi awal citra benda uji setelah kamera digeser Hasil rekaman citra pada jarak pertama citra benda uji pada posisi awal citra benda uji setelah kamera digeser Hasil rekaman citra pada jarak kedua Gambar 39 Contoh citra benda uji yang direkam kamera dari dua jarak yang berbeda Setelah ditentukan ukuran bingkai citra, lalu benda uji berupa kertas karton ukuran 4 cm x 4 cm diletakkan didepan kamera mulai dari 30 cm hingga 72 cm, 62

15 dengan kenaikan 1 cm. Hasil rekaman kamera terhadap benda uji tersebut dalam konfigurasi stereo mulai dari jarak terdekat sampai terjauh sebagian ditampilkan pada Gambar 39. Setelah diperoleh citra stereo dari benda uji, tahap selanjutnya adalah dilakukan binerisasi terhadap citra tersebut. Hal ini diperlukan agar kita dapat menghitung jarak pergeseran kamera dari kanan ke kiri. Citra biner hasil rekaman benda uji dalam konfigurasi stereo tersebut ditampilkan pada Gambar 40. Dari Gambar 39 dan Gambar 40, terlihat bahwa semakin jauh jarak perekaman citra, maka semakin kecil ukuran obyek pada citra serta semakin kecil jarak pergeseran obyek (x i2 -x i1 ) antara kedua citra stereo tersebut. citra benda uji pada posisi awal citra benda uji setelah kamera digeser Hasil rekaman citra pada jarak pertama citra benda uji pada posisi awal citra benda uji setelah kamera digeser Hasil rekaman citra pada jarak kedua Gambar 40 Contoh citra benda uji yang direkam kamera dari dua jarak yang berbeda dengan pergeseran kamera yang sama dan telah dibinerisasi 63

16 a. Kalibrasi Dengan Pergeseran Sensor Kamera Sebesar 3 Cm Hasil kalibrasi sensor kamera dengan pergeseran kamera 3 cm terlihat bahwa semakin jauh jarak antara sensor kamera dan benda uji, maka jarak antara dua citra hasil rekaman sensor kamera semakin dekat. Hal ini dikarenakan semakin jauh maka citra yang dihasilkan semakin kecil, konsekuensi logisnya jarak antara dua citra juga semakin kecil. Grafik yang menunjukkan hubungan antara jarak citra stereo dan jarak pengambilan citra ditampilkan dalam Gambar 41, sedangkan datanya diperoleh dari Lampiran 6. Pada Gambar 41, terlihat bahwa hubungan antara jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji terhadap sensor kamera terlihat linier dan signifikan dengan koefisien determinasi R 2 = , sehingga datanya dapat diolah lebih lanjut untuk modifikasi rumus jarak (6) D (cm) y = x R 2 = xi2-xi1 (pixel) Gambar 41 Hubungan jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji dari sensor kamera (D) untuk pergeseran kamera sebesar 3 cm 64

17 b. Kalibrasi Dengan Pergeseran Sensor Kamera Sebesar 6 Cm Hasil kalibrasi sensor kamera dengan pergeseran kamera 6 cm terlihat bahwa semakin jauh jarak antara sensor kamera dan benda uji, maka jarak antara dua citra hasil rekaman sensor kamera semakin dekat. Hal ini dikarenakan semakin jauh maka citra yang dihasilkan semakin kecil, konsekuensi logisnya jarak antara dua citra juga semakin kecil. Grafik yang menunjukkan hubungan antara jarak citra stereo dan jarak pengambilan citra ditampilkan dalam Gambar 42, sedangkan datanya diperoleh dari Lampiran 7. Pada Gambar 42, terlihat bahwa hubungan antara jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji terhadap sensor kamera terlihat linier dan signifikan dengan koefisien determinasi R 2 = 0.948, sehingga datanya dapat diolah lebih lanjut untuk modifikasi rumus jarak (6) D (cm) y = x R 2 = xi2-xi1 (pixel) Gambar 42 Hubungan jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji dari sensor kamera (D) untuk pergeseran kamera sebesar 6 cm 65

18 c. Kalibrasi Dengan Pergeseran Sensor Kamera Sebesar 8 Cm Hasil kalibrasi sensor kamera dengan pergeseran kamera 8 cm terlihat bahwa semakin jauh jarak antara sensor kamera dan benda uji, maka jarak antara dua citra hasil rekaman sensor kamera semakin dekat. Hal ini dikarenakan semakin jauh maka ukuran citra yang dihasilkan semakin kecil, konsekuensi logisnya jarak antara dua citra juga semakin kecil. Grafik yang menunjukkan hubungan antara jarak citra stereo dan jarak pengambilan citra ditampilkan dalam Gambar 43, sedangkan datanya diperoleh dari Lampiran 8. Pada Gambar 43, terlihat bahwa hubungan antara jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji terhadap sens or kamera terlihat linier dan signifikan dengan koefisien determinasi R 2 = 0.937, sehingga datanya dapat diolah lebih lanjut untuk modifikasi rumus jarak (6) D (cm) y = x R 2 = (xi2-xi1)(pixel) Gambar 43 Hubungan jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji dari sensor kamera (D) untuk pergeseran kamera sebesar 8 cm 66

19 d. Kalibrasi Dengan Pergeseran Sensor Kamera Sebesar 10 Cm Hasil kalibrasi sensor kamera dengan pergeseran kamera 10 cm terlihat bahwa semakin jauh jarak antara sensor kamera dan benda uji, maka jarak antara dua citra hasil rekaman sensor kamera semakin dekat. Hal ini dikarenakan semakin jauh maka citra yang dihasilkan semakin kecil, konsekuensi logisnya jarak antara dua citra juga semakin kecil. Grafik yang menunjukkan hubungan antara jarak citra stereo dan jarak pengambilan citra ditampilkan dalam Gambar 44, sedangkan datanya diperoleh dari Lampiran 9. Pada Gambar 44, terlihat bahwa hubungan antara jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji terhadap sensor kamera terlihat linier dan signifikan dengan koefisien determinasi R 2 = 0.951, sehingga datanya dapat diolah lebih lanjut untuk modifikasi rumus jarak (6) D (cm) y = x R 2 = xi2-xi1 (pixel) Gambar 44 Hubungan jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji dari sensor kamera (D) untuk pergeseran kamera sebesar 10 cm 67

20 e. Kalibrasi Dengan Pergeseran Sensor Kamera Sebesar 12 Cm Hasil kalibrasi sensor kamera dengan pergeseran kamera 12 cm terlihat bahwa semakin jauh jarak antara sensor kamera dan benda uji, maka jarak antara dua citra hasil rekaman sensor kamera semakin dekat. Hal ini dikarenakan semakin jauh maka citra yang dihasilkan semakin kecil, konsekuensi logisnya jarak antara dua citra juga semakin kecil. Grafik yang menunjukkan hubungan antara jarak citra stereo dan jarak pengambilan citra ditampilkan dalam Gambar 45, sedangkan datanya diperoleh dari Lampiran 10. Pada Gambar 45, terlihat bahwa hubungan antara jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji terhadap sensor kamera terlihat linier dan signifikan dengan R 2 = , sehingga datanya dapat diolah lebih lanjut untuk modifikasi rumus jarak (6) D (cm) y = x R 2 = xi2-xi1 (pixel) Gambar 45 Hubungan jarak citra stereo (xi2-xi1) dan jarak benda uji dari sensor kamera (D) untuk pergeseran kamera sebesar 12 cm 68

21 f. Perhitungan Statistik Kalibrasi Kamera Untuk Pergeseran Kamera (L) 3, 6, 8, 10, dan 12 Cm. Hasil perekaman data untuk jarak mulai 30 cm hingga 72 cm dan dengan pergeseran kamera 3, 6, 8, 10, dan 12 cm, selanjutnya dengan memeriksa hubungan antara jarak antara sensor kamera ke benda uji (D) dan jarak antara citra stereo (x i2 -x i1 ) menunjukkan hubungan yang cukup erat. Hal ini terlihat dari ilustrasi pada grafik Gambar 41 hingga Gambar 45 Berdasarkan hasil kalibrasi sensor kamera yang datanya dicatat pada Lampiran 6 hingga 10, berisi nilai kumulatif d, sedangkan grafik datanya diilustrasikan pada Gambar 41 hingga 45, maka didapat nilai d rata -rata dari semua jarak pergeseran kamera. Nilai d diperoleh dengan menggunakan rumus (9), yaitu D L D. ( xi 2 xi 1) d =, de ngan : L : jarak sensor kamera ke benda uji hasil pengukuran langsung (cm) : pergeseran kamera yang digunakan (cm) (x i2 -x i1 ) : jarak antara dua citra stereo hasil pengolahan citra (pixel). Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus (9) untuk mendapatkan konstanta d, maka didapat data statistik yang disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Hasil perhitungan statistik kalibrasi kamera untuk pergeseran kamera (L) 3, 6, 8, 10, dan 12 cm. Statistik Nilai konstanta d dengan pergeseran kamera sebesar : 3 cm 6 cm 8 cm 10 cm 12 cm Rata -rata Maksimum Minimum Standard Deviasi Dengan melihat sebaran nilai statistik untuk kalibrasi kamera dari Tabel 14, maka diambil nilai d yang mendekati nilai rata-rata d pada semua pergeseran. Dalam penelitian diperoleh nilai rata-rata konstanta d untuk semua pergeseran kamera sebesar ± 390 pixel, maka ditetapkan nilai 390 pixel sebagai nilai konstanta d yang akan digunakan untuk formulasi perhitungan jarak. Dengan demikian didapat rumus baku untuk menghitung posisi tiga dimensi (arah sumbu zxy) dari obyek, yang merupakan modifikasi dari rumus (6), yaitu : 69

22 390. L D =...(10) ( x i x ) 2 i1 dimana : D = jarak antara sensor kamera dan obyek arah sumbu z (z hitung) (cm) L = sembarang nilai pergeseran, (dalam penelitian ini yang digunakan adalah 3, 6, 8, 10, dan 12 cm) (cm) (x i2 -x i1 ) = jarak antara titik pusat obyek pada citra pertama (posisi kamera awal) dan titik pusat obyek pada citra kedua (posisi kamera setelah digeser sebesar x tertentu) (pixel) 390 = konstanta d (pixel) Untuk menghitung posisi arah sumbu x dari obyek digunakan : xi. D x0 =.... (11) 390 dimana : x i = Jarak antara titik pusat sensor kamera pada posisi akhir ke titik pusat citra (lihat Gambar 30) dalam arah sumbu x. D = hasil perhitungan dari rumus (10) Untuk menghitung posisi arah sumbu y dari obyek digunakan : yi. D y0 =.... (12) 390 y i = Jarak antara titik pusat sensor kamera pada posisi akhir ke titik pusat citra (lihat Gambar 30) dalam arah sumbu y. D = hasil perhitungan dari rumus (10) Jika diamati lebih dalam, sesungguhnya perhitungan posisi tiga dimensi arah sumbu x dan y tidak berkaitan dengan nilai konstanta d = 390 pixel, hal ini dapat dilihat pada rumus 13 dan 14 yang merupakan substitusi persamaan 10 ke dalam persamaan 11 dan 12. xi. L x0 =... (13) ( x x ) i2 i2 i1 yi. L y0 =... (14) ( x x ) i1 Untuk perhitungan error hasil perhitungan jarak digunakan rumus : 70

23 error = nilai absolut (D aktual D hitung) (cm)... (15) dengan : D aktual = nilai jarak dari sensor kamera ke obyek hasil pengukuran langsung (cm) D hitung = nilai jarak dari sensor kamera ke obyek hasil perhitungan dengan rumus 10 (cm) Untuk perhitungan error rata -rata (ER) dan error maksimum (EM) dig unakan rumus : ER = (jumlah total nilai error/ jumlah data) (cm)....(16) EM = nilai maksimum (salah satu nilai terbesar) dari semua data error (cm)..(17) keterangan : jumlah total nilai error = nilai kumulatif dari sejumlah data error dalam tabulasi (cm) Hasil Validasi Sensor Kamera Validasi dilakukan untuk menguji rumus jarak (rumus 10) yang dihasilkan dari kalibrasi sensor kamera. Berbeda dengan kalibrasi yang menggunakan data jarak antara sensor kamera mulai 30 hingga 72 cm, maka pada validasi rumus ini dilakukan pengujian dengan jarak sesuai jangkauan minimal dan maksimal kamera. Hasil pengujian menunjukkan untuk pergeseran kamera 3 cm dan 6 cm, jarak yang dapat direkam oleh kamera adalah 15 cm 72 cm. Sedangkan pada pergeseran kamera 8 cm jarak yang dapat direkam oleh kamera adalah 21 cm 72 cm. Untuk pergeseran kamera 10 cm jarak yang dapat direkam oleh kamera adalah 26 cm 72 cm. Untuk pergeseran kamera 12 cm jarak yang dapat direkam oleh kamera adalah 30 cm 72 cm. Hal ini dilakukan untuk mendukung penggunaan pergeseran kamera yang lebih fleksibel dan sesuai dengan rencana penelitian ini untuk mengembangkan sistem deteksi dan penentuan posisi tiga dimensi obyek jeruk lemon yang lebih fleksibel penggunaannya. 71

24 a. Validasi rumus jarak 390. L D = dengan Pergeseran Sensor Kamera ( x i x ) 2 i1 Sebesar 3 Cm Hasil validasi rumus perhitungan jarak untuk pergeseran kamera sebesar 3 cm didapat bahwa error rata-rata adalah 0.49 cm dan error maksimum adalah 2.13 cm, dan hasil lengkapnya ditampilkan pada Tabel 15. Error merupakan nilai absolut selisih antara D aktual dan D hitung. D aktual merupakan jarak antara sensor kamera ke benda uji yang diukur secara langsung dan merupakan acuan untuk perhitungan selisih pengukuran yang dihasilkan menggunakan rumus jarak (rumus 10). D hitung merupakan jarak dari sensor kamera ke benda uji yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus jarak (rumus 10). Rincian datanya dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 15 Selisih antara D aktual dan D hitung hasil pengujian untuk pergeseran kamera (L) 3 cm. Statistik Error (cm) Rata-rata 0.49 Maksimum 2.13 Minimum 0.00 b. Validasi rumus jarak 390. L D = dengan Pergeseran Sensor Kamera ( x i 2 xi1 ) Sebesar 6 Cm Hasil validasi rumus perhitungan jarak untuk pergeseran kamera sebesar 6 cm didapat bahwa error rata-rata adalah 0.22 cm dan error maksimum adalah 1.09 cm, dan hasil lengkapnya ditampilkan pada Tabel 16. Error merupakan nilai absolut selisih antara D aktual dan D hitung. D aktual merupakan jarak antara sensor kamera ke benda uji yang diukur secara langsung dan merupakan acuan untuk perhitungan selisih pengukuran yang dihasilkan menggunakan rumus jarak (rumus 10). D hitung merupakan jarak dari sensor kamera ke benda uji yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus jarak (rumus 10). Rincian datanya dapat dilihat pada Lampiran

25 Tabel 16 Selisih antara D aktual dan D hitung hasil pengujian untuk pergeseran kamera (L) 6 cm. Statistik Error (cm) Rata-rata 0.22 Maksimum 1.09 Minimum 0.00 c. Validasi rumus jarak 390. L D = dengan Pergeseran Sensor Kamera ( x i 2 xi1 ) Sebesar 8 Cm Hasil validasi rumus perhitungan jarak untuk pergeseran kamera sebesar 8 cm didapat bahwa error rata-rata adalah 0.17 cm dan error maksimum adalah 0.67 cm, dan hasil lengkapnya ditampilkan pada Tabel 17. Error merupakan nilai absolut selisih antara D aktual dan D hitung. D aktual merupakan jarak antara sensor kamera ke benda uji yang diukur secara langsung dan merupakan acuan untuk perhitungan selisih pengukuran yang dihasilkan menggunakan rumus jarak (rumus 10). D hitung jarak yang sama dengan D aktual diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus jarak (rumus 10). Rincian datanya dapat dilihat pada Lampiran 13. Tabel 17 Selisih antara D aktual dan D hitung hasil pengujian untuk pergeseran kamera (L) 8 cm. Statistik Error (cm) Rata-rata 0.17 Maksimum 0.67 Minimum 0.00 d. Validasi rumus jarak 390. L D = dengan Pergeseran Sensor Kamera ( x i x ) 2 i1 Sebesar 10 Cm 73

26 Hasil validasi rumus perhit ungan jarak untuk pergeseran kamera sebesar 10 cm didapat bahwa error rata-rata adalah 0.14 cm dan error maksimum adalah 0.58 cm, dan hasil lengkapnya ditampilkan pada Tabel 18. Error merupakan nilai absolut selisih antara D aktual dan D hitung. D aktual merupakan jarak antara sensor kamera ke benda uji yang diukur secara langsung dan merupakan acuan untuk perhitungan selisih pengukuran yang dihasilkan menggunakan rumus jarak (rumus 10). D hitung merupakan jarak dari sensor kamera ke benda uji yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus jarak (rumus 10). Rincian datanya dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 18 Selisih antara D aktual dan D hitung hasil pengujian untuk pergeseran kamera (L) 10 cm. Statistik Error (cm) Rata-rata 0.14 Maksimum 0.58 Minimum L e. Validasi rumus jarak D = dengan Pergeseran Sensor Kamera ( x i x ) 2 i1 Sebesar 12 Cm Hasil validasi rumus perhitungan jarak untuk pergeseran kamera sebesar 12 cm didapat bahwa error rata-rata adalah 0.12 cm dan error maksimum adalah 0.40 cm, dan hasil lengkapnya ditampilkan pada Tabel 19. Error merupakan nilai absolut selisih antara D aktual dan D hitung. D aktual merupakan jarak antara sensor kamera ke benda uji yang diukur secara langsung dan merupakan acuan untuk perhitungan selisih pengukuran yang dihasilkan menggunakan rumus jarak (rumus 10). D hitung merupakan jarak dari sensor kamera ke benda uji yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus jarak (rumus 10). Rincian datanya dapat dilihat pada Lampiran 15. Tabel 19 Selisih antara D aktual dan D hitung hasil pengujian untuk pergeseran kamera (L) 12 cm. Statistik Error (cm) 74

27 Kalibrasi Rata-rata 0.12 Maksimum 0.40 Minimum 0.00 D. Pembahasan Hasil kalibrasi terhadap sensor kamera di atas menunjukkan adanya konsistensi nilai konstanta jarak antara sensor kamera ke lensa (d) untuk pergeseran kamera 3, 6, 8, 10, dan 12 cm. Hasil percobaan pada tahap kalibrasi di atas nilai d jatuh pada kisaran ± 390 pixel. Hal ini merupakan dasar penentuan rumus modifikasi perhitungan jarak seperti pada rumus 10 di atas. Hasil kalibrasi yang menghasilkan nilai konstanta d yang ditampilkan pada Tabel 14 selanjutnya setelah di lakukan perhitungan nilai rata -rata, didapat nilai konstanta d sebesar 390 pixel seperti ditampilkan pada Tabel 20. Dari hasil perhitungan ini terlihat bahwa nilai d konsisten di semua jarak (30-72 cm) dan di sembarang pergeseran kamera (3-12 cm), sehingga dalam penerapannya lebih fleksibel. Tabel 20 Nilai rata-rata konstanta d (pixel) untuk semua perge seran kamera Statistik Nilai rata-rata konstanta d (pixel) Rata-rata Maksimum Minimum Standard Deviasi Validasi Hasil validasi menunjukkan, pengujian terhadap rumus jarak (10) dengan pergeseran kamera sebesar 3cm, dapat mengukur selang jarak dari 15 cm hingga 72 cm. Hasil dari percobaan yang dilakukan memperlihatkan bahwa antara jarak yang diukur secara langsung (D aktual) dengan jarak yang dihitung menggunakan rumus 10 (D hitung), terdapat selisih nilai terbesar 2.13 cm dan selisih terkecilnya 0 cm. Dari Gambar 46 yang menunjukkan hubungan antara D aktual dan D hitung terlihat korelasi yang erat dengan R 2 = 0.996, hal ini menunjukkan perubahan 75

28 jarak D aktual akan diikuti juga oleh perubahan jarak D hitung. Dengan meninjau Tabel 15 dan Gambar 46 maka jelas bahwa rumus jarak hasil modifikasi (rumus 10) dapat digunakan untuk perhitungan jarak dengan pergeseran kamera 3 cm. 80 D aktual (cm) y = x R 2 = D hitung (cm) Gambar 46 Hubungan D aktual dan D hitung untuk pergeseran kamera 3 cm Validasi selanjutnya, pengujian terhadap rumus jarak (10) dengan pergeseran kamera sebesar 6 cm, dilakukan mulai dari jarak 15 cm hingga 72 cm. Hasil dari percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa antara jarak yang diukur secara langsung (D aktual) dengan jarak yang dihitung menggunakan rumus 10 (D hitung), didapat selisih nilai terbesar 1.09 cm dan selisih terkecilnya 0 cm. Gambar 47 yang menunjukkan hubungan antara D aktual dan D hitung terlihat korelasi yang erat dengan R 2 = 0.997, hal ini menunjukkan perubahan jarak D aktual akan diikuti juga oleh perubahan jarak D hitung. Dengan meninjau Tabel 16 dan Gambar 47 maka jelas bahwa rumus jarak hasil modifikasi (rumus 10) dapat digunakan untuk perhitungan jarak dengan pergeseran kamera 6 cm. 76

29 y = 0.981x R 2 = D aktual (cm) D hitung (cm) Gambar 47 Hubungan D aktual dan D hitung untuk pergeseran kamera 6 cm Pengujian terhadap rumus (10) dengan pergeseran kamera sebesar 8 cm, dimulai dari jarak 21 cm hingga 72 cm. Jarak terdekat yang digunakan tidak bisa dimulai dari 15 cm seperti pada pergeseran kamera 3 dan 6 cm. Hal ini dikarenakan semakin besar pergeseran kamera maka benda uji harus dijauhkan, supaya kedua citra stereo dapat ditangkap sensor kamera secara utuh. Hasil dari percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa antara jarak (D) yang diukur secara manual (D aktual) dengan jarak yang dihitung menggunakan rumus 10 (D hitung), didapat selisih terbesar 0.67 cm dan selisih terkecilnya 0 cm. Selanjutnya dari Gambar 48 yang menunjukkan hubungan antara D aktual dan D hitung terlihat korelasi yang erat dengan R 2 = 0.993, hal ini menunjukkan perubahan jarak D aktual akan diikuti juga oleh perubahan jarak D hitung. Dengan meninjau Tabel 17 dan Gambar 48 maka jelas bahwa rumus jarak hasil modifikasi (rumus 10) dapat digunakan untuk perhitungan jarak dengan pergeseran kamera 8 cm. 77

30 80 D aktual (cm) y = x R 2 = D hitung (cm) Gambar 48 Hubungan D aktual dan D hitung untuk pergeseran kamera 8 cm Pengujian terhadap rumus (10) dengan pergeseran kamera sebesar 10 cm, dimulai dari jarak 26 cm hingga 72 cm. Jarak terdekat yang digunakan tidak bisa dimulai dari 21 cm seperti pada pergeseran kamera 8 cm. Hal ini dikarenakan semakin besar pergeseran kamera maka benda uji harus dijauhkan, supaya kedua citra stereo dapat ditangkap sensor kamera secara utuh. Hasil dari percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa antara jarak yang diukur secara manual (D aktual) dengan jarak yang dihitung menggunakan rumus 10 (D hitung), didapat selisih terbesar 0.58 cm dan selisih terkecilnya 0 cm. Gambar 49 yang mengilustrasikan hubungan antara D aktual dan D hitung terlihat korelasi yang erat dengan R 2 = 0.996, hal ini menunjukkan perubahan jarak D aktual akan diikuti juga oleh perubahan jarak D hitung. Dengan meninjau Tabel 18 dan Gambar 49 maka jelas bahwa rumus jarak hasil modifikasi (rumus 10) dapat digunakan untuk perhitungan jarak dengan pergeseran kamera 10 cm. 78

31 80 70 D aktual (cm) y = x R 2 = D hitung (cm) Gambar 49 Hubungan D aktual dan D hitung untuk pergeseran kamera 10 cm Hasil uji rumus (10) dengan pergeseran kamera sebesar 12 cm, dimulai dari jarak 30 cm hingga 72 cm. Jarak terdekat yang digunakan tidak bisa dimulai dari 26 cm seperti pada pergeseran kamera 10 cm. Hal ini dikarenakan semakin besar pergeseran kamera maka benda uji harus dijauhka n, supaya kedua citra stereo dapat ditangkap sensor kamera secara utuh. Hasil dari percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa antara jarak yang diukur secara manual (D aktual) dengan jarak yang dihitung menggunakan rumus 10 (D hitung), didapat selisih terbesar 0.4 cm dan selisih terkecilnya 0 cm. Artinya untuk pergeseran 12 cm didapat hasil yang cukup valid. Selanjutnya dari Gambar 49 yang menunjukkan hubungan antara D aktual dan D hitung terlihat korelasi yang erat dengan R 2 = 0.993, hal ini menunjukkan perubahan jarak D aktual akan diikuti juga oleh perubahan jarak D hitung. Dengan meninjau Tabel 19 dan Gambar 50 maka jelas bahwa rumus jarak hasil modifikasi (rumus 10) dapat digunakan untuk perhitungan jarak dengan pergeseran kamera 12 cm. 79

32 80 70 D aktual (cm) y = 0.984x R 2 = D hitung (cm) Gambar 50 Hubungan D aktual dan D hitung untuk pergeseran kamera 12 cm Akurasi Setelah dilakukan validasi terhadap rumus jarak 390. L D = (rumus 10), ( x i x ) 2 i1 pembahasan dilanjutkan dengan meninjau akurasi dari hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 tersebut. Akurasi didapat dengan membandingkan selisih antara jarak aktual (D aktual) dan jarak yang diperoleh dari perhitungan dengan rumus 10 (D hitung). Dari penjabaran konsep akurasi dari Doeblin (1990), maka akurasi perhitungan jarak rata-rata (Ar) dapat dihitung dengan rumus 18. D aktual ER) Ar = [ ]*100%.... (18) D aktual dengan : Ar = akurasi rata-rata (%) D aktual = jarak sensor kamera ke obyek hasil pengukuran (cm) 80

33 ER = error rata-rata hasil perhitungan jarak (cm) Sedangkan untuk perhitungan akurasi jarak minimum (Am) dapat dihitung dengan rumus 19. D aktual EM ) Am = [ ]*100% (19) D aktual dengan : Am = akurasi minimum (%) D aktual = nilai jarak dari sensor kamera ke obyek hasil pengukuran langsung (cm) EM = error maksimum hasil perhitungan jarak (cm). Data error rata -rata, error maksimum, dan error minimum hasil validasi jarak dengan rumus 10, ini didapat dari Tabel 15 hingga Tabel 19. Untuk menjelaskan cara perhitungan akurasi, dicoba satu contoh perhitungan akurasi minimum untuk pergeseran kamera 3 cm pada jarak terpendek 15 cm. EM= 2.13 cm diambil dari Tabel 15, sehingga akurasi minimumnya adalah ) Am = [ ]*100% = 85.83%. Sedangkan untuk akurasi rata-ratanya ) Ar = [ ]*100% = 96.74%. Demikian seterusnya cara ini dapat digunakan 15 untuk perhitungan akurasi untuk pergeseran kamera tertentu dengan jarak tertentu pula. Untuk pergeseran kamera 3 cm akurasi rata-rata perhitungan jarak menggunakan rumus 10 untuk jarak terpendek (15 cm) adalah 96.74%, dan untuk jarak terjauh (72 cm) 99.32%. Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 ini memiliki ketelitian yang masih dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Data perhitungan akurasi bersumber dari Tabel 15 dan hasilnya ditampilkan pada Tabel

34 Tabel 21 Akurasi rumus jarak 390. L D = untuk pergeseran kamera 3 cm. ( x i x ) 2 i1 D aktual Pergeseran kamera 3 cm akurasi minimum (%) akurasi rata -rata (%) jarak terpendek (cm) jarak terjauh (cm) Untuk pergeseran kamera 6 cm akurasi rata-rata perhitungan jarak menggunakan rumus 10 untuk jarak terpendek (15 cm) adalah 98.55%, dan untuk jarak terjauh (72 cm) 99.70%. Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 ini memiliki ketelitian yang masih dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Data perhitungan akurasi bersumber dari Tabel 16 dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22 Akurasi rumus jarak cm L D = untuk pergeseran kamera 6 ( x i x ) 2 i1 Pergeseran kamera 6 cm akurasi minimum (%) akurasi rata -rata (%) jarak terpendek (cm) jarak terjauh (cm) Untuk pergeseran kamera 8 cm akurasi rata-rata perhitungan jarak menggunakan rumus 10 untuk jarak terpendek (21 cm) adalah 99.17%, dan untuk jarak terjauh (72 cm) 99.76%. Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 ini memiliki ketelitian yang masih dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Data perhitungan akurasi bersumber dari Tabel 17 dan hasilnya ditampilkan pada Tabel

35 Tabel 23 Akurasi rumus jarak 390. L D = untuk pergeseran kamera 8 cm. ( x i x ) 2 i1 Pergeseran kamera 8 cm akurasi minimum (%) akurasi rata -rata (%) jarak terpendek (cm) jarak terjauh (cm) Untuk pergeseran kamera 10 cm akurasi rata-rata perhitungan jarak menggunakan rumus 10 untuk jarak terpendek (26 cm) adalah 99.47%, dan untuk jarak terjauh (72 cm) 99.81%. Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 ini memiliki ketelitian yang masih dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Data perhitungan akurasi bersumber dari Tabel 18 dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 24. Tabel 24 Akurasi rumus jarak cm L D = untuk pergeseran kamera 10 ( x i x ) 2 i1 Pergeseran kamera 10 cm akurasi minimum (%) akurasi rata-rata (%) jarak terpendek (cm) jarak terjauh (cm) Untuk pergeseran kamera 12 cm akurasi rata-rata perhitungan jarak menggunakan rumus 10 untuk jarak terpendek (30 cm) adalah 99.60%, dan untuk jarak terjauh (72 cm) %. Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 ini memiliki ketelitian yang masih dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Data perhitungan akurasi bersumber dari Tabel 18 dan hasilnya ditampilkan pada Tabel

36 Tabel 25 Akurasi rumus jarak cm L D = untuk pergeseran kamera 12 ( x i x ) 2 i1 Pergeseran kamera 12 cm akurasi minimum (%) akurasi rata -rata (%) jarak terpendek (cm) jarak terjauh (cm) Berdasarkan grafik pada Gambar 46 hingga Gambar 50 dan Tabel 21 hingga Tabel 25, terlihat bahwa rumus perhitungan jarak yang dikembangkan dalam penelitian ini (rumus 10) dapat digunakan untuk beberapa pergeseran kamera. Secara dramatik terlihat bahwa dari pergeseran terkecil ( 3 cm) hingga pergeseran terbesar (12 cm) terdapat hubungan linier yang cukup erat antara jarak yang dihitung secara langsung (D aktual) dan jarak yang dihitung menggunakan rumus 10 (D hitung). Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 pada beberapa pergeseran kamera memiliki akurasi yang dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Untuk akurasi rata-rata pada jarak terpendek untuk semua pergeseran kamera memiliki akurasi yang lebih besar dari 96% (ArJP 96%). Untuk akurasi ratarata pada jarak terjauh untuk semua pergeseran ka mera memiliki akurasi yang lebih besar dari 99% (ArJJ 99%). Untuk akurasi minimum pada jarak terpendek untuk semua pergeseran kamera memiliki akurasi yang lebih besar dari 85% (AmJP 85%). Untuk akurasi minimum pada jarak terjauh untuk semua pergeseran kamera memiliki akurasi yang lebih besar dari 97% (AmJJ 97%). Dari data pada Lampiran 11 hingga Lampiran 15 jika kita menjumlahkan secara total dan membagi dengan jumlahnya nilai akurasi rata-rata hasil perhitungan jarak untuk pergeseran kamera 3, 6, 8, 10, dan 12 cm maka didapat perhitungan : ( )/5 = 99.41%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan rata -rata akurasi untuk pergeseran kamera 3, 6, 8, 10,dan 12 cm adalah 99.41%. Akurasi ini dapat diterima dan digunakan untuk pemane nan buah jeruk lemon. 84

37 Hasil perhitungan jarak dengan rumus 10 pada beberapa pergeseran kamera memiliki error yang dapat diterapkan untuk pemanenan buah jeruk lemon. Untuk pergeseran kamera 3 cm, error rata-rata yang dihasilkan adalah 0.49 cm. Untuk pergeseran kamera 6 cm, error rata-rata yang dihasilkan adalah 0.22 cm. Untuk pergeseran kamera 8 cm, error rata-rata yang dihasilkan adalah 0.17 cm. Untuk pergeseran kamera 10 cm, error rata-rata yang dihasilkan adalah 0.14 cm. Untuk pergeseran kamera 12 cm, error rata-rata yang dihasilkan adalah 0.12 cm. Jika error rata-rata untuk pergeseran kamera 3, 6, 8, 10, dan 12 cm ini nilainya ditotal dan dirata-ratakan maka hasilnya adalah 0.23 cm. Berdasarkan hasil pembahasan maka rumus perhitungan jarak (rumus 10) yang dikembangkan dapat digunakan untuk sembarang pergeseran kamera dengan kisaran pergeseran 3 hingga 12 cm. Dengan demikian, rumus perhitungan jarak yang dikembangkan (rumus 10) hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Error Akibat Pergeseran 1 Pixel Dari data pada lampiran 11 hingga 15 lalu dilakukan perhitungan error ratarata akibat pergeseran 1 pixel terhadap pendeteksian. Untuk mendapatkan hal ini maka dilakukan perbandingan antara nilai rata-rata pergeseran (xi2-xi1) sebesar 1 pixel dan D hitung yang dihasilkannya dalam cm. Hasil dari perhitungan ditampilkan pada Tabel 26. Dari perhitungan terlihat error rata-rata yang diakibatkan pergeseran 1 pixel adalah 1.21 cm. Tabel 26 Hubungan antara pergeseran pixel dan cm Pergeseran kamera (cm) [xi 2 -xi 1 ] rata-rata (pixel) [D hitung] rata-rata (cm) Rata - rata

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA A. Pendahuluan Latar belakang Robot selain diterapkan untuk dunia industri dapat juga diterapkan untuk dunia pertanian. Studi yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MANIPULATOR ROBOT PEMANEN JERUK LEMON (Citrus medica) JAROT PRIANGGONO

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MANIPULATOR ROBOT PEMANEN JERUK LEMON (Citrus medica) JAROT PRIANGGONO PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI MENGGUNAKAN KAMERA UNTUK MANIPULATOR ROBOT PEMANEN JERUK LEMON (Citrus medica) JAROT PRIANGGONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi buah jeruk termasuk jeruk lemon secara nasional amat besar. Rukmana dan Oesman (2001) menyatakan sebelum tahun 1970 Indonesia pernah berjaya sebagai produsen

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat,

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

Bab IV. Pengujian dan Analisis

Bab IV. Pengujian dan Analisis Bab IV. Pengujian dan Analisis IV.1. Jangkauan Telemetri dan Kalibrasi Kamera a. Jangkauan Telemetri Pengukuran jangkauan telemetri di ruang terbuka dilakukan dengan menempatkan pemancar RF di jendela

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN LABVIEW Setya Permana Sutisna 1, I Dewa Made Subrata 2

PENGENDALIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN LABVIEW Setya Permana Sutisna 1, I Dewa Made Subrata 2 PENGENDALIAN MANIPULATOR ROBOT PEMANEN BUAH DALAM GREENHOUSE MENGGUNAKAN LABVIEW Setya Permana Sutisna 1, I Dewa Made Subrata 2 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Ibn Khaldun Bogor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua buah objek berbeda, seperti

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN. Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua buah objek berbeda, seperti BAB 4 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Kerangka Percobaan Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua buah objek berbeda, seperti yang telah dijelaskan pada bab 3. Berikut ini adalah kerangka dari percobaan yang dilakukan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM.

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI Disusun Oleh : Hery Pramono NPM. 0434010389 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM HASIL PENGUJIAN PENUTUP

Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM HASIL PENGUJIAN PENUTUP Pokok Bahasan PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM HASIL PENGUJIAN PENUTUP PENDAHULUAN 1. Sistem navigasi robot banyak dipakai dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan misalnya untuk membantu departemen pemadam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE FUZZY UNTUK KLASIFIKASI USIA JERUK NIPIS

IMPLEMENTASI METODE FUZZY UNTUK KLASIFIKASI USIA JERUK NIPIS IMPLEMENTASI METODE FUZZY UNTUK KLASIFIKASI USIA JERUK NIPIS Hendry Setio Prakoso 1, Dr.Eng. Rosa Andrie.,ST.,MT 2, Dr.Eng. Cahya Rahmad.,ST.,M.Kom 3 1,2 Teknik Informatika, Teknologi Informasi, Politeknik

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Eksperimen dilakukan untuk memperoleh hasil penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini. Eksperimen yang dilakukan mengenai proses rekonstruksi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI MODUL 5 : PROFIL PROYEKTOR. Disusun Oleh : JOSSY KOLATA ( ) KELOMPOK 5

LAPORAN PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI MODUL 5 : PROFIL PROYEKTOR. Disusun Oleh : JOSSY KOLATA ( ) KELOMPOK 5 LAPORAN PRAKTIKUM METROLOGI INDUSTRI MODUL 5 : PROFIL PROYEKTOR Disusun Oleh : JOSSY KOLATA (1007121681) KELOMPOK 5 LABORATORIUM PENGUKURAN PROGRAM STUDI SARJANA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Tempat dan Waktu. 4.2 Bahan dan Alat. 4.3 Metode

METODE PENELITIAN. 4.1 Tempat dan Waktu. 4.2 Bahan dan Alat. 4.3 Metode IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2011 di Lab. Instrumentasi dan Kontrol, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

DESAIN AUGMENTED REALITY ORIGAMI BERBASIS METODE LOGIKA FUZZY

DESAIN AUGMENTED REALITY ORIGAMI BERBASIS METODE LOGIKA FUZZY DESAIN AUGMENTED REALITY ORIGAMI BERBASIS METODE LOGIKA FUZZY CACIK SUCI ASTUTI (2209205211) DOSEN PEMBIMBING : Mochammad Hariadi, ST, MSc, PhD. Christyowidiasmoro, ST, MT Pendahuluan Pembelajaran Origami

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS SPEKTRUM CAHAYA. spektrumnya. Sebagai kisi difraksi digunakan potongan DVD yang sudah

BAB III ANALISIS SPEKTRUM CAHAYA. spektrumnya. Sebagai kisi difraksi digunakan potongan DVD yang sudah 18 BAB III ANALISIS SPEKTRUM CAHAYA 3.1. Spektroskop Sederhana Spektrometer sederhana ini dirancang dengan menggunakan karton dupleks, dibuat membentuk sudut 45 o dan 9 o, dirancang dengan membentuk 2

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Program Pengolahan Citra untuk Pengukuran Warna pada Produk Hortikultura Pengembangan metode pengukuran warna dengan menggunakan kamera CCD dan image processing adalah dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK

PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK Seminar Nasional PERTETA, Bandung 6-8 Desember 0 PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK Usman Ahmad, Desrial, Mudho Saksono Dosen pada Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Driver 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat menjalankan driver ini adalah: Prosesor Pentium

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap Robotino dan aplikasi pada PC yang telah selesai dibuat. Dimulai dari menghubungkan koneksi ke Robotino, menggerakan

Lebih terperinci

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING

PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING PRESENTASI TESIS (P3) PENGUKURAN GETARAN PADA POROS MODEL VERTICAL AXIS OCEAN CURRENT TURBINE (VAOCT) DENGAN METODE DIGITAL IMAGE PROCESSING HEROE POERNOMO 4108204006 LATAR BELAKANG Pengaruh getaran terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH BAB 3 PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas prosedur yang dilakukan pada percobaan ini. Fokus utama pembahasan pada bab ini adalah teknik kalibrasi kamera, penentuan offset GPS-kamera, akuisisi data di lapangan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK

BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK 60 BAB IV ANALISIS DATA PENGUKURAN JARAK MENGGUNAKAN INFRA MERAH DAN ULTRASONIK 4.1 Karakteristik Infra Merah Untuk pengukuran, digunakan konversi intensitas dari fototransistor menjadi nilai tegangan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.1-2012 PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Usep Mohamad Ishaq 1), Sri Supatmi 2), Melvini Eka Mustika

Lebih terperinci

JUSUSAN AKUNTAN INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JUSUSAN AKUNTAN INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA JUSUSAN AKUNTAN SI INSTRUKSI KERJA LABORATORIUM JURUSAN FISIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA INSTRUKSI KERJA Percobaan Difraksi Cahaya Lab Fisika Lanjutan JURUSAN FISIKA, FMIPA, UNIVERSITAS BRAWIJAYA 00903 07009

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB III METODE YANG DIUSULKAN

BAB III METODE YANG DIUSULKAN BAB III METODE YANG DIUSULKAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode pengenalan manusia dengan menggunakan citra dental radiograph yang diusulkan oleh peneliti. Pengenalan ini akan dilakukan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi ciri Citra yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 150 x 150 pixel, sehingga jika divektorkan akan menghasilkan vektor berukuran 22500. Melalui tahap ekstraksi ciri

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 57 BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM 4.1 Spesifikasi Hasil Penelitian a. Sumber daya robot vision disupply oleh baterai Lipo 12 v 3s. b. robot vision mampu mengolah dan mengidentifikasi objek berwarna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah studi literatur, pembuatan program serta melakukan deteksi dan tracking obyek. Pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan (prediction).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER. 3.1 Perangkat lunak PhotoModeler Photomodeler adalah salah satu perangkat lunak yang mempunyai kemampuan yang cukup unggul dan umum dipakai

Lebih terperinci

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK I. TUJUAN Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan besar panjang gelombang dari cahaya tampak dengan menggunakan konsep difraksi dan interferensi. II.

Lebih terperinci

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital 10 Bab II Sensor 11 2.1. Pendahuluan Sesuai dengan banyaknya jenis pengaturan, maka sensor jenisnya sangat banyak sesuai dengan besaran fisik yang diukurnya

Lebih terperinci

SISTEM KONTROL GERAK SEDERHANA PADA ROBOT PENGHINDAR HALANGAN BERBASIS KAMERA DAN PENGOLAHAN CITRA

SISTEM KONTROL GERAK SEDERHANA PADA ROBOT PENGHINDAR HALANGAN BERBASIS KAMERA DAN PENGOLAHAN CITRA SISTEM KONTROL GERAK SEDERHANA PADA ROBOT PENGHINDAR HALANGAN BERBASIS KAMERA DAN PENGOLAHAN CITRA Dirvi Eko Juliando Sudirman 1) 1) Teknik Komputer Kontrol Politeknik Negeri Madiun Jl Serayu No. 84, Madiun,

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

Bab IV Kalibrasi dan Pengujian

Bab IV Kalibrasi dan Pengujian Bab IV Kalibrasi dan Pengujian 4.1 Kalibrasi Rumus untuk mencari jarak yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya mempunyai dua konstanta yang perlu dicari nilainya, yaitu jarak antara kamera dengan

Lebih terperinci

INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK

INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK Afdhal Muttaqin, Nadia Mayani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis, Padang, 25163 Email: allz@fmipa.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN PEMBAHASAN BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Coba Alat Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengujian alat yang telah dibuat. Dimulai dengan pengujian setiap bagian-bagian dari hardware dan software yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang 13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Istilah regresi pertama kali digunakan oleh Francis Galton. Dalam papernya yang terkenal Galton menemukan bahwa meskipun terdapat tendensi atau kecenderungan

Lebih terperinci

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. PEMBERIAN UKURAN ANGKA UKUR Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. ANGKA UKUR Jika angka ukur ditempatkan

Lebih terperinci

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan : Tujuan : KOREKSI GEOMETRIK 1. rektifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar kordinat citra sesuai dengan kordinat geografi 2. registrasi (mencocokkan) posisi citra dengan citra lain atau

Lebih terperinci

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing Avicienna Ulhaq Muqodas F14110108 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut

Lebih terperinci

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tahapan Penelitian Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai Perancangan Sensor Pengujian Kesetabilan Laser Pengujian variasi diameter

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (22) -6 Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection Muji Tri Nurismu

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90 BAB 4 HASIL DAN ANALISIS Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari setiap proses yang telah dilakukan dan dibahas pada bab sebelumnya baik dari kalibrasi kamera sampai pada pengolahan data yang telah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson akibat perbedaan ketebalan benda transparan dengan metode image processing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. = Alat Pengatur Cairan Infus Dilengkapi dengan Sensor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. = Alat Pengatur Cairan Infus Dilengkapi dengan Sensor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Alat Nama alat = Alat Pengatur Cairan Infus Dilengkapi dengan Sensor Tegangan kerja = 220 Volt AC Gelembung Berbasis Mikrokontroler ATMega 16 Dimensi = 20 cm

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4. DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... v PERNYATAAN... vi PERSEMBAHAN... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR ISTILAH... xvi INTISARI...

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA Syahrul 1, Andi Kurniawan 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.116,

Lebih terperinci

Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang

Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang Kuliah ke-2 Pengukuran Gelombang http://scholarworks.uno.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1012&context=oceanwaves UNIVERSITAS GADJAH MADA Pengukuran Gelombang Metode Pengukuran 1. alat-alat ukur berada

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis

Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis A216 Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis Anas Maulidi Utama, Djoko Purwanto, dan Ronny Mardiyanto Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa

Analisis Kesalahan Pengukuran Kecepatan Akibat Distorsi Lensa JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (21) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) A9 Analisis Kesalahan Pengukuran Akibat Distorsi Lensa Yudha Hardhiyana Putra dan Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1]

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1] BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari 2.1.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan TINJAUAN PUSTAKA Penduga Titik dan Selang Kepercayaan Penduga bagi parameter populasi ada dua jenis, yaitu penduga titik dan penduga selang atau disebut sebagai selang kepercayaan. Penduga titik dari suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan sistematis yang bertujuan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Data yang diperoleh ini kemudian

Lebih terperinci

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (20XX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi

Lebih terperinci

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA Disusun Oleh : Nico Kharollis 16/401712/SV/12216 Selvi Phytagoresna 16/401718/SV/12222 Yola Riski Ramadanthi 16/401722/SV/12226 Dwiki

Lebih terperinci

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data

Pendahuluan. Angka penting dan Pengolahan data Angka penting dan Pengolahan data Pendahuluan Pengamatan merupakan hal yang penting dan biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Seperti ilmu pengetahuan lain, fisika berdasar pada pengamatan eksperimen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan BAB II LANDASAN TEORI 21 Konsep Dasar Analisis Regresi Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan dan menggunakan persamaan tersebut untuk membuat perkiraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dalam penelitian ini adalah 2 bulan yaitu bulan April sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dalam penelitian ini adalah 2 bulan yaitu bulan April sampai BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu dalam penelitian ini adalah 2 bulan yaitu bulan April sampai dengan bulan Mei 2017, untuk menyebarkan kuisioner kepada responden, dan tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel) pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya yang terpantul

Lebih terperinci

EKSPERIMEN FISIKA DASAR II

EKSPERIMEN FISIKA DASAR II EKSPERIMEN FISIKA DASAR II PERCOBAAN 1 CERMIN CEMBUNG TUJUAN ; Menentukan Titik Fokus Cermin Cembung Menyelidiki sifat-sifat bayangan dari suatu cermin cembung. DASAR TEORI A A` f C S S` Gambar di atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian explanatory merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Umum Robot merupakan kesatuan kerja dari semua kerja perangkat penyusunnya. Perancangan robot dimulai dengan menggali informasi dari berbagai referensi, temukan ide,

Lebih terperinci

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000 Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Regresi Pengertian regresi secara umum adalah sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik 1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL Nama : Rukiyya Sri Rayati Harahap NIM : 12/334353/GE/07463 Asisten : 1. Erin Cakratiwi 2. Lintang Dwi Candra Tanggal : 26 November 2013 Total:

Lebih terperinci