HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk
|
|
- Sonny Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe mesin pemupuk dibuat sebanyak empat unit, masing-masing unit terdiri dari metering device dan hopper. Gambar 12 Prototipe mesin pemupuk Setiap hopper mampu menampung pupuk sebanyak 3 kg, sehingga total yang dapat ditampung keempat hopper sebanyak 12 kg. Motor DC yang digunakan memiliki kecepatan maksimal pada sumber penggeraknya rata-rata 54 rps atau 324 rpm. Pada penelitian yang dilakukan oleh Azis (211), unit pengontrol menggunakan 2 buah modul DT-51, SPC motor controller, SPC DC motor, 1 buah H-Bridge 3 A, rotary encoder 3 pulsa. Pada penelitian ini DT-51 digantikan dengan DT AVR 128L. Hal ini dilakukan karena DT AVR 128L memilki kapasitas memori yang lebih besar dan memiliki 8 external interrupt
2 34 yang akan digunakan sebagai counter pulsa dari rotary encoder sehingga tidak dibutuhkan SPC DC motor lagi untuk merekam kecepatan motor. H-Bridge yang digunakan sebanyak 4 buah untuk menggerakkan 4 motor DC. Untuk meningkatkan pembacaan kecepatan putar motor, rotary encoder 3 pulsa diganti menjadi rotary encoder 2 pulsa yang dipasang pada keempat motor DC. Posisi pemasangan rotary encoder pada motor dapat dilihat pada Gambar 13. Rotary encoder Metering Device Motor DC Gambar 13 Pemasangan rotary encoder pada motor DC SPC DC motor controller digunakan untuk membangkitkan pwm dan juga untuk pemasangan 4 H-Bridge, sehingga pin yang tersisa pada DT-AVR 128L dapat digunakan untuk hal lainnya. Pengujian Karakteristik Pupuk Pengujian karakteristik pupuk dilakukan untuk mengetahui sebaran ukuran pupuk yang digunakan, yaitu urea, SP-36 dan NPK serta untuk mengetahui massa jenis pupuk tersebut. Karakteristik pupuk granular hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Distribusi ukuran dan massa jenis pupuk urea, SP-36 dan NPK Jenis pupuk Urea Distribusi ukuran partikel pupuk (%) >4.76 mm mm mm <1.4mm Massa jenis (g/cm 3).76 SP NPK Tabel 4 menunjukkan bahwa, distribusi ukuran partikel untuk pupuk urea yang lebih kecil dari 1.4 mm sebanyak 29.4 %, antara mm sebanyak 65.5 % dan yang lebih besar dari 2.36 mm sebanyak 5.1 %. Untuk pupuk SP-36 distribusi ukuran partikel yang lebih kecil dari 1.4 mm sebanyak 32.1 %, antara
3 sampai 2.36 mm sebanyak 42.4 %, antara mm sebanyak 25 %, dan yang lebih besar dari 4.76 mm sebanyak.5 %. Untuk pupuk NPK distribusi ukuran pertikel yang lebih kecil dari 1.44 mm sebanyak 24.5 %, antara mm sebanyak 34.5 %, antara mm sebanyak 39.1 % dan yang lebih besar dari 4.76 mm sebanyak 1.8 %. Massa jenis masing-masing pupuk, berturut-turut urea, NPK dan SP-36 yaitu.76, 1.1, dan.93 g/cm 3, data massa jenis ini akan digunakan untuk mengkonversi output pupuk dalam bentuk volume, karena pada aplikasi di lapangan, kemungkinan massa jenis pupuk yang digunakan akan berbeda, sehingga laju keluaran pupuk dilihat dari volumenya. Identifikasi Sistem Hasil identifikasi sistem yang diperoleh dari keempat metering device yang digunakan, merupakan perbandingan antara pemberian nilai pwm dengan kecepatan motor. Nilai pwm adalah nilai yang digunakan untuk mengendalikan kecepatan motor. Data perbandingan antara pwm dan kecepatan motor yang dihasilkan digunakan untuk menentukan konstanta K, dan dapat dilihat pada Gambar 14. Pengujian ini dilakukan dengan menjalankan motor yang telah terpasang pada metering device tanpa beban dari pupuk. Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa kecepatan keempat motor dapat mencapai 54 rps. Untuk motor 3 memiliki kecepatan 6 rps untuk pengendalian dengan pwm 5, jika dibandingkan dengan tiga motor lainnya motor 3 memiliki kecepatan yang lebih rendah, hal ini disebabkan karena bearing pada poros rotator-nya terdapat karat, tetapi motor masih dapat digunakan karena masih memberikan respon yang linear terhadap pwm yang diberikan, dan memiliki kecepatan maksimum yang dibutuhkan. Konstanta K untuk masingmasing motor berturut-turut motor 1, 2, 3, dan 4 yaitu 3.743, 3.732, 4.21, Selanjutnya konstanta K yang diperoleh digunakan untuk memperoleh nilai T dan d dengan metoda least square. Nilai T dan d diperoleh dengan memplotkan kecepatan aktual dengan kecepatan berdasarkan model seperti yang ditunjukan pada Gambar 15.
4 y = x y = x pwm pwm Kecepatan (rps) Kecepatan (rps) motor 1 motor y = 4.28x y = x pwm pwm Kecepatan (rps) kecepatan (rps) (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 14 Perbandingan antara nilai pwm dan kecepatan motor
5 Kecepatan (rps) Aktual Model Kecepatan (rps) Aktual Model 5 1 Waktu (ms) 5 1 Waktu (ms) motor 1 motor Kecepatan (rps) Aktual Model Kecepatan (rps) Aktual Model 5 1 Waktu (ms) 5 1 Waktu (ms) (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 15 Fitting nilai K, T dan d Nilai konstanta T dan d yang digunakan untuk memperoleh grafik seperti pada Gambar 15 untuk masing-masing motor disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai konstanta K, T dan d masing-masing motor Konstanta Motor K T (s) d (s) Data yang diperoleh pada Tabel 5 digunakan untuk menentukan nilai koefesian Kp, Ti dan Td dengan menggunakan metoda internal control (persamaan 2, 3, dan 4). Nilai-nilai yang diperoleh, ditampilkan pada Tabel 6.
6 38 Tabel 6 Nilai koefisien Kp, Ti dan Td masing-masing motor Koefisien Motor Kp Ti Td Ketiga koefesien tersebut akan digunakan untuk mengontrol kecepatan motor dengan kontrol PID digital yang dapat dituliskan sebagai berikut: C( t) C( t 1) K Dimana : C(t) p 1 PV ( t) 2PV ( t 1) PV ( t 2) [ e( t) e( t 1)] e( t) T [ ] (8) d Ti T : output kontrol pada saat itu PV(t) : nilai encoder pada saat itu (rps) e(t) : error encoder, selisih antara setpoin dan pembacaan encoder Untuk pengendalian motor dengan algoritma PID digital, persamaan (8) dapat digambarkan secara skematik seperti pada Gambar 16. G p (s) r + G c (z) PWM Controller k G m (s) c - PID compensator motor 1 Rotary encoder Gambar 16 Diagram skematik kontrol motor secar digital (Setiawan et al. 211) Pengujian Kinerja Kontrol Sistem yang telah dikontrol menggunakan koefesian Kp, Ti, dan Td, diuji untuk mengetahui kemampuan sistem dalam mengontrol mepertahankan kecepatan motor tetap pada set poin yang telah ditentukan. Hasil pengujian yang diperoleh ditampilkan pada Gambar 17.
7 39 Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Waktu (ms) Waktu (ms) Kecepatan (rps) motor 1 motor 2 Aktual Setpoin Waktu (ms) Kecepatan (rps) 6 Aktual 5 Setpoin Waktu (ms) (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 17 Kecepatan motor berdasarkan setpoin yang diberikan Gambar 17 menunjukan bahwa kecepatan motor dapat mengikuti setpoin yang diberikan, sistem memberikan respon yang baik terhadap setpoin yang diberikan baik dalam keadaan step naik maupun turun. Dapat dilihat pula bahwa pada saat perubahan ke setpoin yang lebih tinggi, kondisi kecepatan motor awal akan mengalami penyimpangan yang jauh dari setpoin. Hal ini disebabkan karena, pada pengambilan data kecepatan pada periode sebelumnya data kecepatan yang terbaca jauh di bawah setpoin, sehingga sistem akan memberikan pwm yang tinggi untuk mencapai setpoin yang telah ditetapkan. Begitupun pada saat perubahan ke setpoin yang lebih rendah, kecepatan akan mengalami penyimpangan pada kondisi awal, di mana kecepatan yang terbaca jauh dari setpoin, karena data kecepatan yang diperoleh sebelumnya lebih tinggi dari
8 4 kecepatan setpoinnya, sehingga sistem akan memberikan pwm yang sangat rendah untuk menurunkan kecepatan motor menuju setpoin. Koefesien yang diperoleh dari metode internal control selanjutnya dirubah untuk memperoleh hasil pengontrolan yang lebih baik, dengan merubah nilai-nilai Kp, Ti dan Td seperti pada Gambar 18. Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Waktu (ms) Waktu (ms) motor 1 motor 2 Kecepatan (ms) Aktual Setpoin Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Waktu (ms) Waktu (ms) (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 18 Kecepatan motor berdasarkan setpoin dengan nilai Kp dan Ti rendah Tuning yang dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 18 adalah dengan meberikan nilai Kp dan Ti yang lebih rendah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada kecepatan rendah, yaitu, kecepatan tidak dapat berosilasi pada setpoin, selain itu rise time juga mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena nilai Kp berpengaruh pada kestabilan dan juga waktu respon.
9 41 Dengan nilai Kp yang rendah maka terjadi peningkatan waktu respon. Adapun nilai parameter yang digunakan ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai parameter pada pengurangan Kp, Ti dan Td masing-masing motor Koefisien Motor Kp Ti Td Tuning dengan pemberian nilai parameter Kp, Ti dan Td yang lebih besar dapat dilihat pada Gambar 19. Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Waktu (ms) Waktu (ms) motor 1 motor 2 Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Kecepatan (rps) Aktual Setpoin Waktu (ms) Waktu (ms) (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 19 Kecepatan motor berdasarkan setpoin dengan nilai Kp dan Ti tinggi
10 42 Gambar 19 menunjukkan bahwa kecepatan motor dapat dipertahankan pada setpoin, namun terjadi osilasi pada awal pergantian setpoin. Hal ini disebabkan oleh nilai Kp dan Ti yang besar. Sebagaimana pendapat Pitowarno (26) bahwa penggunaan nilai Kp yang terlalu besar akan menyebabkan osilasi pada saat mulai. Nilai parameter Kp, Ti dan Td yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai parameter pada penambahan Kp, Ti dan Td masing-masing motor Motor Koefisien Kp Ti Td Hasil pengontrolan yang diperoleh dengan menggunakan metode internal control memberikan hasil pengontrolan yang lebih baik tanpa perlu melakukan tuning lebih lanjut. Berbeda dengan yang telah dilakukan oleh Azis (211) yang menggunakan metode Zeigler-Nichols, di mana nilai Kp, Ti dan Td yang diperoleh tidak mampu memberikan pengontrolan yang presisi, sehingga diperlukan tuning lebih lanjut. SPC motor controller yang digunakan memiliki kemampuan untuk melakukan kontrol PID, namun tidak digunakan, karena setelah melakukan identifikasi sistem dan menentukan parameter Kp, Ti dan Td, baik dengan menggunakan metode Zeigler-Nichols maupun internal control, tidak diperoleh hasil pengontrolan yang baik, sehingga digunakan algoritma PID yang dibuat sendiri yang ditanamkan pada mikrokontrol. Uji Stasioner Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang telah memiliki sistem kontrol diuji untuk melihat kemampuannya dalam memberikan output pupuk, pada pengujian ini akan dilihat hubungan antara kecepatan putaran motor dengan laju keluaran pupuk. Selain itu diamati pula konsistensi keluaran pupuk terhadap waktu. Sistem yang telah terkontrol dapat mempertahankan kecepatan motor sesuai dengan setpoin yang telah diberikan, dan saat mendapat beban berupa pupuk, metering device mampu memberikan output yang konsisten. Pupuk yang digunakan yaitu urea, SP-36 dan
11 43 NPK, dengan distribusi partikel seperti yang telah ditampilkan pada Tabel 4. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rotor tunggal dan rotor ganda. Skema pengujian seperti pada Gambar 2. Setpoin : 5, 15, 25, 35, dan 4 Gambar 2 Skema pengujian stasioner Unit pengontrol diberi setpoin untuk mengatur kecepatan putar motor-dc. Setiap setpoin diuji selama 2 detik. Hasil pembacaan kecepatan motor dengan menggunakan rotary encoder direkam oleh unit pengontrol setiap 2 ms, setelah proses pengujian selesai, data dikirim ke komputer dengan menggunakan komunikasi serial RS232 dan dibaca oleh RtMSi 211. Pembacaan massa pupuk yang jatuh pada wadah di atas timbangan datanya direkam langsung oleh komputer dengan komunikasi serial RS232 secara realtime setiap 1 ms menggunakan SoRtMSi 211. Data laju keluaran pupuk dan juga tingkat setpoin diplotkan untuk memperoleh konstanta kalibrasi yang selanjutnya digunakan pada aplikasi pemupukan di lapangan dengan menggunakan persamaan 6. Pengujian Urea dengan Rotor Tunggal Hasil pengujian konsistensi laju keluaran dan kalibrasi yang diperoleh pada pengujian prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel dengan menggunakan rotor tunggal, ditampilkan pada Gambar 21, 22, 23 dan 24.
12 y =.279x +.8 y =.219x +.12 y =.157x +.9 y =.93x +.12 R² =.9998 y =.31x +.11 R² = y =.6222x R² = Gambar 21 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor y =.42x +.6 y =.319x +.1 y =.229x +.6 y =.141x +.3 y =.48x +.4 R² = y =.8851x R² = Gambar 22 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor 2
13 y =.238x +.6 y =.185x +.11 y =.132x +.1 R² =.9999 y =.79x +.6 R² =.9999 y =.26x +.1 R² =.9985 (c) motor 3 y =.5321x Gambar 23 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor y =.353x +.15 y =.278x +.12 y =.21x +.11 R² =.9999 y =.12x +.9 R² =.9999 y =.4x +.17 R² = y =.784x R² = Gambar 24 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor 4 Hasil yang diperoleh dari keempat motor, menunjukkan bahwa penggunaan rotor tunggal dengan beban pupuk urea, memberikan laju keluaran yang konsisten pada tingkat kecepatan yang diberikan, dengan koefisien determinasi lebih dari 99 %. Dan persamaan korelasi laju keluaran motor 1, y =.622x +.37, untuk motor 2, y =.885x +.672, untuk motor 3, y =.532x -.82, dan untuk motor 4, y =.784x Rata-rata output pupuk perputaran yang diperoleh berturut-turut untuk motor 1,2,3 dan 4 yaitu.622,,885,.532, dan.784 g/putaran
14 46 Pengujian Urea dengan Rotor Ganda Hasil pengujian konsistensi laju keluaran dan kalibrasi yang diperoleh pada pengujian prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel dengan menggunakan rotor tunggal, ditampilkan pada Gambar 25, 26, 27 dan y =.534x +.24 y =.438x +.8 y =.287x +.8 R² =.9997 y =.19x -.16 R² =.9999 y =.73x +.1 R² = y = x R² = Gambar 25 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor y =.888x +.35 y =.71x +.19 y =.514x +.21 y =.313x +.15 y =.12x +.2 R² = y = 1.973x R² = Gambar 26 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor 2
15 y =.553x +.6 y =.429x +.21 y =.38x +.12 y =.187x +.1 y =.61x +.9 R² =.9998 (c) motor y = x Gambar 27 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor y =.671x +.3 y =.487x +.24 y =.298x +.22 R² =.9999 y =.97x +.16 R² = y =.875x y = x R² = Gambar 28 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea, putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor 4 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan penggunaan rotor ganda, seperti halnya dengan rotor tunggal, juga dapat memberikan laju keluaran yang konsisten, dengan koefisien determinasi lebih dari 99%. Adapun rata-rata output pupuk yang diperoleh, berturut-turut dari motor 1,2,3 dan 4 yaitu, 1.17, 1.97, 1.226, dan 1.93 g/putaran. Dapat dilihat dari output yang dikeluarkan, bahwa penggunaan rotor ganda memberikan output dua kali lebih besar dari pada penggunaan rotor tunggal, hal ini disebabkan karena volume yang dapat disalurkan dengan menggunakan rotor ganda, dua kali lebih besar dari pada
16 48 menggunakan rotor tunggal. Adapun persamaan korelasinya yaitu, untuk motor 1 y = 1.17x , untuk motor 2, y = 1.97x , untuk motor 3, y = 1.226x +.132, dan untuk motor 4, y = 1.93x Pengujian SP-36 dengan Rotor Tunggal Hasil pengujian konsistensi laju keluaran dan kalibrasi yang diperoleh pada pengujian prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel dengan menggunakan rotor tunggal, ditampilkan pada Gambar 29, 3, 31, dan y =.625x -.4 y =.493x +.12 y =.354x +.16 y =.218x -.2 y =.75x +.9 R² = y = x R² = Gambar 29 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor y =.899x -.25 y =.714x -.12 y =.524x +.16 y =.321x +.13 y =.121x +.25 R² = y = x R² = Gambar 3 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor 2
17 y =.773x +.21 y =.558x y =.43x +.11 y =.247x -.5 R² =.9999 y =.63x +.5 R² = y = x R² = Gambar 31 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor y =.698x +.15 R² =.9999 y =.581x +.21 y =.438x +.31 R² =.9999 y =.276x +.1 y =.1x +.15 R² = y = x R² = Gambar 32 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor 4 Hasil pengujian dengan menggunakan pupuk SP-36 pada rotor tunggal, menunjukkan bahwa prototipe mesin pemupuk dapat memberikan keluaran yang proporsional berdasarkan kecepatan putar yang diberikan, sebagaimana dapat dilihat, bahwa keempat motor memiliki koefisien determinasi lebih dari 99 %, baik pada hubungan antara keluaran pupuk terhadap waktu, maupun kecepatan rotor terhadap laju keluaran. Persamaan korelasi yang diperoleh untuk motor 1, y = 1.376x +.931, untuk motor 2, y = 1.947x , untuk motor 3, y = 1.734x 2.419, dan untuk motor 4, y = 1.498x Adapun rasio keluaran pupuk
18 5 untuk motor 1 sebesar g/putaran, untuk motor 2 sebesar g/putaran, untuk motor 3 sebesar g/putaran, dan untuk motor 4 sebesar g/putaran. Pengujian SP-36 dengan Rotor Ganda Hasil pengujian konsistensi laju keluaran dan kalibrasi yang diperoleh pada pengujian prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel dengan menggunakan rotor ganda, ditampilkan pada Gambar 33, 34, 35, dan y =.19x -.96 R² = y =.877x +.5 y =.64x +.11 y =.396x +.1 y =.138x +.11 R² = y = x R² = Gambar 33 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor y =.1538x -.87 R² =.9999 y =.1263x -.56 y =.954x y =.641x +.8 y =.26x y = 3.16x R² = Gambar 34 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor 2
19 y =.165x -.3 y =.986x +.7 y =.757x +.12 y =.492x +.39 R² =.9999 y =.229x +.19 R² = y = x R² = Gambar 35 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor y =.1445x -.72 y =.1171x -.43 y =.865x +.29 y =.544x +.25 y =.2x y = 3.138x R² = Gambar 36 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36, putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor 4 Hasil pengujian dengan menggunakan rotor ganda, untuk motor 1, 2 dan 4 diperoleh laju keluaran yang proporsional dengan koefisien determinasi lebih dari 99 %, baik pada hubungan waktu dengan keluaran pupuk, maupun antara hubungan kecepatan rotor dengan laju keluaran. Namun untuk motor 3, sistem tidak dapat mempertahankan, atau rasio output tidak konsisten, walaupun keluaran pupuk terhadap waktu memiliki koefisien determinasi labih dari 99 %, namun, laju keluaran hanya memiliki koefisien determinasi 97 %. Hal ini disebabkan karena sistem tidak dapat mencapai setpoin 4, karena beban
20 52 pupuk SP-36, di mana pupuk ini berbentuk padatan keras, sehingga memberikan beban kerja yang lebih berat pada motor. Berbeda jika dibandingkan dengan penggunaan rotor tunggal yang memiliki koefesien determinasi lebih dari 99%, karena pada rotor tunggal hanya mendapat pembebanan setengah dari pada menggunakan rotor ganda sebagaimana pendapat Azis (211) yang menyatakan bahwa penggunaan dua rotor menyebabkan terjadi penurunan kecepatan putaran. Adapun persamaan korelasi yang diperoleh untuk motor 1 yaitu y = 2.382x , untuk motor 2, y = 3.16x , untuk motor 3, y = 2.164x dan untuk motor 4, y = 3.14x Untuk rasio keluaran rata-rata motor 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut 2.382, 3.16, 2.164, dan 3.14 g/putaran Pengujian NPK dengan Rotor Tunggal Hasil pengujian konsistensi laju keluaran dan kalibrasi yang diperoleh pada pengujian prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel dengan menggunakan rotor tunggal, ditampilkan pada Gambar 37, 38, 39 dan 4. Keluaran pupuk (g) y =.422x +.5 y =.334x +.13 y =.242x +.6 y =.142x +.3 y =.49x +.16 R² = y =.9388x R² = Gambar 37 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 1
21 y =.76x +.2 y =.69x +.12 y =.434x -.33 R² =.9999 y =.262x +.17 R² =.9999 y =.59x - 2E-5 R² = y = x R² = Gambar 38 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor y =.364x +.2 y =.32x +.37 R² =.9998 y =.219x +.17 R² =.9999 y =.127x +.36 R² =.9979 y =.43x +.25 R² = y =.819x R² = Gambar 39 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 3
22 y =.473x +.3 y =.43x +.1 y =.34x +.21 R² = y =.189x +.12 y =.63x +.18 R² = y = 1.339x R² = Gambar 4 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 4 Hasil yang diperoleh pada pengujian pupuk NPK dengan rotor tunggal menunjukan bahwa untuk motor 1 dan 3 memilik koefesien determinasi lebih dari 99% pada laju keluarannya sedangkan untuk motor 2 dan 4 memiliki koefisien deterrminasi lebih dari 98 %. Hal ini disebabkan karena pada setpoin 4 rasio keluaran pupuk menurun, Berbeda pada kasus pembebanan pada pupuk SP-36 dengan rotor ganda pada motor 3 yang disebabkan oleh kecepatan motor tidak dapat mencapai setpoin karena beban dari SP-36, kejadian pada motor 2 dan 4 ini disebabkan oleh volume yang dapat ditampung oleh rotor lebih besar, namun kemampuan hopper untuk menyalurkan pupuk ke metering device lebih lambat daripada kecepatan putar rotor, sehingga pada setpoin 45, rotor belum terisi penuh sementara posisi penampung rotor telah berpindah ke penampung selanjutnya, sehingga rasio laju keluaran terhadap kecepatannya berkurang. Persamaan korelasi yang diperoleh dari hasil pengujian untuk motor 1, y =.939x +.325, untuk motor 2, y = 1.64x +.359, untuk motor 3, y =.819x +.63, untuk motor 4, y = 1.34x , sementara rata-rata rasio output untuk motor 1, 2, 3, dan 4, berturut-turut.939, 1.639,.819, dan 1.34 g/putaran.
23 55 Pengujian NPK dengan Rotor Ganda Hasil pengujian konsistensi laju keluaran dan kalibrasi yang diperoleh pada pengujian prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel dengan menggunakan rotor ganda, ditampilkan pada Gambar 41, 42, 43 dan y =.821x +.3 y =.654x -.3 y =.478x +.2 y =.288x +.13 y =.97x y = 1.813x R² = Gambar 41 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor y =.1221x +.2 y =.952x -.3 y =.638x -.14 y =.376x -.1 y =.126x y = x R² = Gambar 42 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor 2
24 y =.757x +.12 y =.652x +.11 y =.472x +.2 y =.286x +.8 y =.97x +.11 R² = y = x R² = Kecepatan rotor (rps) Gambar 43 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor y =.198x +.21 y =.887x + 1E-5 y =.642x +.5 y =.387x +.13 y =.13x +.3 R² = y = x R² = Gambar 44 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK, putaran motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor 4 Hasil yang diperoleh pada pengujian dengan pembebanan menggunakan pupuk NPK pada rotor ganda menunjukan bahwa keempat prototipe dapat memberikan laju keluaran yang proporsional dengan koefesien determinasi lebih dari 99 % dibandingkan dengan pengujian pada rotor tunggal, dimana pada penggunaan rotor ganda, pupuk dapat disalurkan dari hopper ke metering device dengan maksimal, dimana setia bagian penampung dari rotor dapat terisis penuh sebelum berpindah ke penampung selanjutnya, karena jalur yang dilewati lebih luas. Persamaan korelasi dari motor 1, y = 1.813x , untuk motor 2, y = 2.763x 2.843, untuk motor 3, y = 1.684x , dan untuk motor 4,
25 57 y = 2.437x , dengan rata-rata rasio output berturut-turut untuk motor 1,2,3 dan 4 adalah, 1.813, 2.763, 1.684, dan g/putaran. Pengujian yang dilakukan pada empat prototipe dengan tiga jenis pupuk, menunjukkan bahwa laju keluaran pupuk, proporsional terhadap peningkatan kecepatan putaran motor dengan koefisien determinasi rata-rata sekitar 99 %. Selain itu pada penggunaan rotor ganda, diperoleh laju keluaran sekitar dua kali dibandingkan dengan penggunaan rotor tunggal, berbeda dengan yang diperoleh oleh Azis (211) di mana laju keluaran pada penggunaan rotor ganda hanya sekitar 31% dibandingkan dengan penggunaan rotor tunggal, hal ini disebabkan karena pada penggunaan rotor ganda memberikan pembebanan yang lebih besar, sementara sistem tidak mampu mengatasi hal tersebut. Nilai-nilai konstanta kalibrasi untuk rotor tunggal dapat dilihat pada Tabel 9, untuk rotor ganda dapat dilihat pada Tabel 1 dengan persamaan umum y = a + bx, di mana y adalah laju keluaran (g/s) dan x adalah kecepatan motor (rps). Tabel 9 Nilai konstanta kalibrasi dengan rotor tunggal Prototipe Pupuk a b R 2 a b R 2 a b R 2 a b R 2 NPK SP Urea Tabel 1 Nilai konstanta kalibrasi dengan rotor ganda Prototipe Pupuk a b R 2 a b R 2 a b R 2 a b R 2 NPK SP Urea Dosis pupuk yang dapat diaplikasikan dengan menggunakan prototipe mesin pemupuk ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 11 untuk rotor tunggal dan Tabel 12 untuk rotor ganda. Hasil yang ditunjukkan merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan konstanta kalibrasi yang diperoleh dari pengujian stasioner yang disubtitusi pada persamaan 5. Asumsi yang digunakan
26 58 Setpoin (rps) bahwa kecepatan maju traktor yang akan digunakan untuk pengujian lapang.5 m/s, dan lebar kerja untuk satu penjatah 1.5 m, dengan perkiraan slip 1 %. Tabel 11 Hasil perhitungan dosis berdasarkan setpoin pada rotor tunggal Urea Prototipe SP-36 NPK Urea SP-36 NPK Urea SP-36 NPK Urea SP-36 NPK Setpoin (rps) Tabel 12 Hasil perhitungan dosis berdasarkan setpoin pada rotor ganda Urea Prototipe SP-36 NPK Urea SP-36 NPK Urea SP-36 NPK Urea SP-36 NPK Berdasarkan hasil perhitungan yang ditampilkan pada tabel 11 dan 12, dapat dilihat bahwa, untuk rotor tunggal pada penggunaan pupuk urea dapat digunakan sampai dosis pemupukan 378 kg/ha pada motor 1, 545 kg/ha pada motor 2, 321 kg/ha pada motor 3, dan 478 kg/ha pada motor 4. Untuk pupuk SP- 36, berturut pada motor 1,2,3 dan 4 dapat digunakan sampai dosis pemupukan 846, 1219, 118, dan 967 kg/ha. untuk pupuk NPK berturut-turut untuk motor 1,2,3 dan 4 dapat digunakan sampai dosis pemupukan 573, 998, 55, dan 665 kg/ha. Pada penggunaan rotor ganda untuk pupuk urea berturut-turut pada motor 1,2,3 dan 4 dapat digunakan sampai dosis pemupukan 726, 1211, 745, dan 1174 kg/ha. Untuk pupuk SP-36, berturut pada motor 1,2,3 dan 4 dapat digunakan sampai dosis pemupukan 1488, 212, 168, dan 222 kg/ha. untuk pupuk NPK berturut-turut untuk motor 1,2,3 dan 4 dapat digunakan sampai dosis pemupukan 1118, 1636, 164, dan 153 kg/ha.
27 59 Dosis yang digunakan dari 5 kg/ha 25 kg/ha. Untuk aplikasi pengontrolan pada mikrokontroler, nilai kecepatan motor dikalikan dengan 1. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan ketelitian dari kontrol dalam membaca kecepatan motor. Sehingga nilai yang diperoleh dari persamaan 6, adalah nilai kecepatan yang telah dikalikan 1. Nilai setpoin yang diperoleh dengan menggunakan konstanta kalibrasi pada penggunaan rotor tunggal dan rotor ganda dari ketiga bahan pupuk yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 13 Nilai setpoin dengan konstanta kalibrasi pada rotor tunggal Set poin pada pupuk: 5 Prototipe NPK (rps) SP-36 (rps) Urea (rps) Tabel 14 Nilai setpoin dengan konstanta kalibrasi pada rotor ganda Set poin pada pupuk 5 Prototipe NPK (rps) SP-36 (rps) Urea (rps) Aplikasi yang dilakukan pada pengujian lapangan menggunakan rotor ganda. Berdasarkan dari hasil perhitungan menggunakan persamaan 6, diperoleh setpoin terendah lebih besar dari 1 rps, kecuali pada aplikasi SP-36 pada motor 2 dan 4 di mana setpoin terendah lebih kecil atau sama dengan 1 rps, sehingga digunakan rotor tunggal. Jika setpoinnya lebih kecil dari 1, dengan menggunakan rotary encoder 2 pulsa per putaran dan waktu sampel 2 ms, maka error perhitungan yang terjadi akan lebih besar.
28 6 Uji Lapangan Rangka Hopper Rangka hopper terbuat dari stainless steel yang mampu membawa beban dari 4 buah hopper dengan massa rangka sebesar 75 kg. Gambar 45 Prototipe mesin pemupuk pada aplikasi di lapangan Prototipe mesin pemupuk digandengkan pada traktor. Unit pengontrol diletakkan di samping kiri kursi operator. Sumber tenaga berasal dari dua buah akumulator 12 V 5 A. Sensor Roda Penggerak Hasil dari pengujian pembacaan sensor roda penggerak, yang dilakukan dengan membandingkan pembacaan jarak yang terbaca dengan jarak sesungguhnya, diperoleh bahwa jarak 1 m yang terbaca oleh mikrokontroler, pada pengukuran dengan menggunakan meteran terbaca 1.2 m, atau ada perbedaan sebesar 2 cm setiap 1 meter pada pengukuran sebenarnya. Selanjutnya perbedaan ini akan dijadikan faktor slip. Kecepatan maju traktor yang terdeteksi oleh mikrokontroler yaitu rata-rata.39 m/s sedangkan pada pembacaan langsung diperoleh kecepatan rata-rata.4 m/s. Berdasarkan perbedaan hasil yang diperoleh antara hasil pembacaan sensor dengan pengukuran secara langsung, sensor yang digunakan dianggap dapat menunjukan posisi dan kecepatan saat bekerja dengan persentase error sekitar 2.6 %. Untuk memperoleh pembacaan posisi yang lebih presisi, terutama untuk aplikasi dengan slip yang berbeda-beda seperti pada
29 61 aplikasi di lahan sawah, diperlukan sensor posisi dengan akurasi tinggi. Penggunaan RTK-DGPS dapat diaplikasikan untuk mengatasi hal ini, karena tidak bergantung pada slip roda dan memiliki akurasi sekitar 2 7 cm. Pengujian Aplikasi di Lahan Aplikasi di lapangan, menggunakan dosis yang telah dikonversi ke dalam bentuk volume dan selanjutnya massanya disesuaikan. Hal ini dilakukan karena, terdapat perbedaan massa jenis antara pupuk yang digunakan saat kalibrasi, dengan pupuk yang digunakan saat pengujian di lapangan. Adapun massa jenis pupuk saat kalibrasi, dapat dilihat pada Tabel 4, dan massa jenis untuk pupuk yang digunakan saat aplikasi yaitu urea sebesar.76 g/cm 3, SP-36 sebesar 1. 4 g/cm 3 NPK.87 g/cm 3. Skema pengujian seperti pada Gambar 45. Prototipe Mesin Pemupuk traktor 2 m 5 kg/ha 1 kg/ha 15 kg/ha 2 kg/ha 25 kg/ha Gambar 46 Skema pengujian lapangan Prototipe mesin pemupuk digandengkan pada traktor. Lahan yang digunakan untuk pengujian adalah lahan dengan landasan berupa beton. Traktor dijalankan melintasi wadah yang telah disiapkan. Wadah dibagi kedalam lima blok, di mana setiap blok memiliki dosis pemupukan yang berbeda-beda dengan panjang setiap wadah 2 m. Untuk mengetahui posisi dari traktor, digunakan rotary encoder yang dipasang pada roda penggerak. Selama pengujian, data kecepatan maju traktor direkam oleh mikrokontroler setiap 2 ms. Perubahan dosis pemupukan didasarkan pada posisi traktor hasil pembacaan rotary encoder. Pupuk yang jatuh pada tiap wadah ditimbang, selanjutnya dibandingkan antara massa pupuk yang ada pada wadah dengan dosis yang telah ditentukan. Untuk menyalurkan pupuk dari metering device ke wadah, digunakan pipa sepanjang 9 cm. Hal ini menyebabkan adanya delay saat perintah perubahan dosis pupuk oleh
30 62 unit pengontrol dan saat jatuhnya pupuk ke wadah. Oleh karena itu, dalam pengujian, posisi start traktor berada 3 cm sebelum blok pertama untuk menyesuaikan dengan waktu delay agar pupuk tepat jatuh pada pangkal wadah. Adapun hasil pengujian untuk urea dapat dilihat pada Gambar 47, SP-36 Gambar 48 dan NPK Gambar 49. Dosis aktual Perintah dosis Dosis aktual Perintah dosis motor 1 motor 2 Dosis aktual Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 47 Kebutuhan dosis dan aplikasi dosis aktual urea Hasil yang diperoleh pada pengujian lapangan pada penggunaan pupuk urea, dapat dilihat bahwa, prototipe mampu melakukan perubahan dosis sesuai dengan kebutuhan dosis, pada posisi yang telah ditentukan berdasarkan hasil pembacaan mikrokontroler. Pada peggunaan pupuk urea diperoleh perbedaan antara kebutuhan dosis dan dosis aktual, dimana terdapat lokasi yang kelebihan dosis, terdapat pula yang kekurangan. Dapat dilihat pula bahwa karakteristik dari masing-masing motor memberikan respon yang berbeda, dimana yang
31 63 memberikan respon yang terbaik yaitu pada motor 2, sedangkan pada motor 3, terdapat penyimpangan pada kebutuhan dosis 2 dan 25 kg/ha dibandingkan pada tiga motor lainnya. 3 3 Dosis aktual Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis motor 1 motor Dosis aktual Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 48 Kebutuhan dosis dan aplikasi dosis aktual SP-36 Aplikasi pupuk SP-36, seperti pada perlakuan pupuk urea, prototipe juga mampu memberikan perubahan dosis sesuai dengan lokasi yang telah ditentukan. Pada penggunaan pupuk SP-36 diperoleh perbedaan antara kebutuhan dosis dan dosis aktual, di mana terdapat lokasi yang kelebihan dosis, terdapat pula yang kekurangan, namun sebagian besarnya lebih rendah dari dosis yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena massa jenis pupuk yang digunakan saat aplikasi lebih rendah dari pada massa jenis pupuk yang digunakan saat kalibrasi. Hal ini menyebabkan perintah dosis pada unit pengontrol akan menggerakkan unit metering device dengan dosis keluaran pupuk yang lebih rendah.
32 64 Dosis aktual Dosis aktual Perintah dosis Dosis aktual Perintah dosis motor 1 motor 2 Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 49 Kebutuhan dosis dan aplikasi dosis aktual NPK Aplikasi lapangan pupuk NPK yang diperoleh menunjukkan bahwa prototipe mesin pemupuk mampu memberikan perubahan dosis sesuai dengan lokasi yang telah ditentukan. Seperti pada penggunaan pupuk urea dan SP-36. Pada aplikasi pupuk NPK diperoleh perbedaan antara kebutuhan dosis dan dosis aktual. Di mana terdapat lokasi pemupukan yang kelebihan dosis, terdapat pula yang kekurangan. Seperti halnya pada pupuk SP-36, pupuk NPK yang digunakan saat aplikasi di lahan, memiliki massa jenis yang lebih rendah dari massa jenis pupuk yang digunakan saat kalibrasi. Hal ini menyebabkan dosis pupuk yang diperoleh pada aplikasi di lahan lebih rendah daripada dosis yang diperintahkan. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan penyesuaian massa jenis dalam pemberian dosis pada aplikasi di lapangan.
33 65 Blok Data perbandingan hasil pemberian dosis dan kebutuhan dosis dari ketiga jenis pupuk dapat dilihat pada Tabel Tabel 15 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk urea Kebutuhan Perintah Dosis Aktual Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Rata-rata Blok Tabel 16 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk SP-36 Kebutuhan Perintah Dosis Aktual Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Rata-rata Blok Tabel 17 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk NPK Kebutuhan Perintah Dosis Aktual Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Rata-rata Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada aplikasi pupuk SP-36 dan NPK, dosis aktual rata-rata lebih rendah dari dosis yang dibutuhkan. Di mana hal ini disebabkan oleh massa jenis pupuk yang digunakan saat aplikasi lebih rendah dari massa jenis pupuk saat kalibrasi. Adanya perbedaan massa jenis pupuk yang digunakan saat pengujian stasioner dengan massa jenis pupuk saat pengujian lapangan, menyebabkan hasil pengujian lapangan perlu dikonversi berdasarkan perbandingan massa jenis pupuk saat kalibrasi dan saat aplikasi di lahan agar diperoleh dosis aktual yang sesuai dengan dosis yang ditentukan. Untuk mengatasi hal tersebut, faktor konversi berdasarkan massa jenis sebaiknya dimasukkan kedalam program unit pengontrol. Error (%) Error (%) Error (%)
34 66 Penyesuaian Dosis Berdasarkan Massa Jenis Pupuk yang digunakan saat aplikasi di lapangan dengan saat uji stasioner memiliki massa jenis yang berbeda. Untuk itu, dilakukan pengolahan data lebih lanjut, dengan memperhitungkan perbedaan massa jenis. Data yang disesuaikan adalah data perintah pemberian dosis dengan menggunakan persamaan berikut : ( ) Di mana Dsa adalah penyesuaian perintah dosis aplikasi, ρa adalah massa jenis pupuk saat aplikasi di lahan, dan ρs adalah massa jenis pupuk saat kalibrasi. Hasil perbandingan dosis yang diperoleh setelah penyesuaian dengan masssa jenis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 18 2 dan Grafik yang ditampilkan pada Gambar Dosis aktual Dosis aktual Perintah dosis Dosis aktual Perintah dosis motor 1 motor 2 Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 5 Kebutuhan dosis dan aplikasi urea dengan penyesuaian massa jenis
35 67 Hasil penyesuaian berdasarkan massa jenis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil aktual dan hasil penyesuaian pada aplikasi pupuk urea, karena massa jenis pupuk yang digunakan saat kalibrasi dan saat uji lapangan tidak jauh berbeda yaitu.76 g/cm 3. Pupuk urea merupakan pupuk dengan nilai higroskopisitas tinggi. Sehingga pupuk yang digunakan dalam pengujian adalah pupuk yang baru, dengan kadar air rendah dan terlindungi dari kontak langsung dengan udara dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dilakukan untuk menghindari melengketnya pupuk, baik pada dinding hopper maupun pada celah rotor. Melengketnya pupuk pada dinding hopper dapat menyebabkan pupuk tidak mengalir secara konsisten ke bagian penjatah pupuk, sementara pupuk yang melengket pada celah rotor, dapat menyebabkan laju keluaran pupuk menjadi lebih kecil dan juga tidak konsisten. Dosis aktual Dosis aktual Dosis aktual Perintah Dosis Perintah Dosis motor 1 motor 2 Dosis aktual Perintah Dosis Perintah Dosis (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 51 Kebutuhan dosis dan aplikasi SP-36 dengan penyesuaian massa jenis
36 68 Perbandingan dosis setelah dilakukan penyesuaian menunjukkan bahwa rata-rata aplikasi dosis pemupukan lebih tinggi dari dosis yang telah ditentukan. Rata-rata kelebihan dosis sekitar 2.87 %, yang berarti untuk aplikasi 25 kg/ha terdapat kelebihan aplikasi sekitar 7 kg/ha. Pada dosis 5 kg/ha, ke empat motor memberikan dosis aktual yang lebih rendah dari dosis yang telah ditetapkan yaitu rata-rata sekitar 17 %, hal ini dapat disebabkan karena pupuk SP-36 yang memiliki butiran yang keras dan susah dihancurkan oleh bintang rotor, sehingga pada kecepatan yang rendah dibutuhkan waktu untuk menghancurkan pupuk tersebut agar rotor dapat berputar. Selain itu, kesalahan pengontrolan kecepatan putaran rotor, pada dosis yang rendah, lebih besar. Hal ini terjadi karena jumlah pulsa rotary encoder yang terbaca oleh mikrokontroler dalam waktu 2 ms, kurang dari 1 pulsa, sehingga adanya perbedaan sebesar 1 pulsa, langsung menghasilkan error yang besar. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menambah kecepatan traktor dan menambah lebar kerjanya, sehingga setpoin akan bertambah dan kecepatan putar motor juga bertambah. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi pemupukan dengan menggunakan rotor tunggal, di mana dalam aplikasi dengan menggunakan rotor tunggal setpoin kecepataannya lebih tinggi dari setpoin pada penggunaan rotor ganda. Alternatif lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi perbedaan aplikasi aktual dengan aplikasi yang dibutuhkan pada kecepatan rendah adalah dengan memperkecil volume pada celah rotor. Dengan volume rotor yang kecil, maka akan dibutuhkan setpoin dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan setpoin pada kondisi rotor yang digunakan saat ini. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rendahnya dosis aktual adalah pembacaan rotary encoder yang tidak akurat yang disebabkan getaran dari traktor yang sangat berpengaruh pada kecepatan rendah. Perbandingan dosis untuk aplikasi pupuk NPK, seperti halnya pada aplikasi pupuk SP-36, menunjukkan bahwa rata-rata hasil aplikasi memberikan dosis yang lebih tinggi dari dosis yang diperintahkan, kecuali pada aplikasi dengan dosis 5 kg/ha yang jauh lebih rendah dari dosis yang dibutuhkan atau menyimpang rata-rata sekitar 13% di bawah dosis yang dibutuhkan. Rata-rata kelebihan dosis sekitar 2.91 % atau terdapat kelebihan sekitar 7 kg/ha pada aplikasi dosis 25 kg/ha. Aplikasi dosis yang lebih besar dari dosis yang
37 69 dibutuhkan terutama terjadi pada aplikasi 2 dan 25 kg/ha pada motor 3, seperti pada aplikasi urea dan SP-36. Namun secara umum prototipe mampu memberikan dosis pemupukan sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Dosis aktual Dosis aktual Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis motor 1 motor 2 Dosis aktual Perintah dosis Perintah dosis (c) motor 3 (d) motor 4 Gambar 52 Kebutuhan dosis dan aplikasi NPK dengan penyesuaian massa jenis Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung tiga unsur hara utama. Pupuk ini memiliki nilai higroskopisitas tinggi hampir sama seperti pupuk urea. Oleh karena itu, untuk aplikasi di lahan, pupuk yang digunakan harus terjaga agar tidak mengalami kontak dengan udara secara langsung dalam waktu lama sebelum dimasukkan ke hopper, agar pupuk tidak melengket atau mengeras saat aplikasi. Hasil pengujian aplikasi di lahan dengan menggunakan ketiga jenis pupuk, secara umum menunjukkan bahwa prototipe mesin pemupuk yang dibuat dapat memberikan dosis pemupukan sesuai dengan yang dibutuhkan. Rata-rata
38 7 Blok penyimpangan yang diperoleh setelah dilakukan perhitungan dengan penyesuaian berdasarkan massa jenis lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa dilakukan penyesuaian. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Tabel 18 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk urea setelah massa jenis disesuaikan Penyesuaian Perintah Dosis Aktual Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Rata-rata Blok Blok Tabel 19 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk SP-36 setelah massa jenis disesuaikan Penyesuaian Perintah Dosis Aktual Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Rata-rata Tabel 2 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk NPK setelah massa jenis disesuaikan Penyesuaian Perintah Dosis Aktual Motor 1 Motor 2 Motor 3 Motor 4 Rata-rata Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada Tabel 18-2, menunjukkan bahwa setelah memperhitungkan perbandingan massa jenis pupuk saat kalibrasi dan saat pengujian dilapangan, rata-rata penyimpangan berturut-turut untuk pupuk urea, SP-36 dan NPK adalah dilakukan penyesuaian Hasil aplikasi dari ketiga jenis pupuk menunjukkan bahwa terjadi perbedaan antara kebutuhan pupuk dan aplikasi aktual, terutama pada blok dengan kebutuhan dosis rendah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pembacaan kecepatan dan jarak yang terbaca oleh mikrokontroler dengan keadaan sebenarnya, yang menyebabkan Error (%) Error (%) Error (%)
39 71 adanya kesalahan, baik dalam penentuan posisi dan juga aplikasi. Kesalahan pembacaan posisi dan kecepatan ini disebabkan oleh dudukan sensor yang terpasang pada roda penggerak yang tidak kokoh di mana dudukan tersebut dipasang pada spark board, sehingga dengan penggunaan rotary encoder yang memiliki jumlah pulsa 124 per putaran, menyebabkan getaran sangat berpengaruh pada pembacaan sensor. Oleh sebab itu dudukan sensor perlu dibuat lebih kokoh dan dipasang pada rangka traktor. Perlu dipertimbangkan pula pulsa rotary encoder yang digunakan sebaiknya pulsanya sekitar 25 pulsa per putaran, dengan pertimbangan bahwa pulsa tersebut sudah dapat menunjukkan perpindahan setiap cm dari traktor dengan keliling roda 2.51 m.
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian
19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,
Lebih terperinci4 PENDEKATAN RANCANGAN. Rancangan Fungsional
25 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan Fungsional Analisis pendugaan torsi dan desain penjatah pupuk tipe edge-cell (prototipe-3) diawali dengan merancang komponen-komponen utamanya, antara lain: 1) hopper,
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pembuatan Prototipe 5.1.1. Modifikasi Rangka Utama Untuk mempermudah dan mempercepat waktu pembuatan, rangka pada prototipe-1 tetap digunakan dengan beberapa modifikasi. Rangka
Lebih terperinciIV. ANALISA PERANCANGAN
IV. ANALISA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung menggunakan traktor tangan sebagai sumber tenaga tarik dan diintegrasikan bersama dengan alat pembuat guludan dan alat pengolah tanah (rotary tiller).
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK Pengujian penjatah pupuk berjalan dengan baik, tetapi untuk campuran pupuk Urea dengan KCl kurang lancar karena pupuk lengket pada
Lebih terperinciDisain dan Pengujian Metering Device untuk Alat Penjatah Pupuk Granular Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator)
Technical Paper Disain dan Pengujian Metering Device untuk Alat Penjatah Pupuk Granular Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator) Design and Testing of Metering Device for Variable Rate
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan
Lebih terperinciIV. PERANCANGAN SISTEM
SISTEM PENGATURAN KECEPATAN PUTARAN MOTOR PADA MESIN PEMUTAR GERABAH MENGGUNAKAN KONTROLER PROPORSIONAL INTEGRAL DEFERENSIAL (PID) BERBASIS MIKROKONTROLER Oleh: Pribadhi Hidayat Sastro. NIM 8163373 Jurusan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Prototipe 1. Rangka Utama Bagian terpenting dari alat ini salah satunya adalah rangka utama. Rangka ini merupakan bagian yang menopang poros roda tugal, hopper benih
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kalibrasi Load Cell & Instrumen Hasil kalibrasi yang telah dilakukan untuk pengukuran jarak tempuh dengan roda bantu kelima berjalan baik dan didapatkan data yang sesuai, sedangkan
Lebih terperinciPerancangan Alat Fermentasi Kakao Otomatis Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno
1 Perancangan Alat Fermentasi Kakao Otomatis Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno Anggara Truna Negara, Pembimbing 1: Retnowati, Pembimbing 2: Rahmadwati. Abstrak Perancangan alat fermentasi kakao otomatis
Lebih terperinciKontrol PID Pada Miniatur Plant Crane
Konferensi Nasional Sistem & Informatika 2015 STMIK STIKOM Bali, 9 10 Oktober 2015 Kontrol PID Pada Miniatur Plant Crane E. Merry Sartika 1), Hardi Sumali 2) Jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT
BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN ALAT 4.1 Umum Robot merupakan kesatuan kerja dari semua kerja perangkat penyusunnya. Perancangan robot dimulai dengan menggali informasi dari berbagai referensi, temukan ide,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Perancangan Perangkat Keras
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil perancangan meliputi hasil perancangan perangkat keras dan perancangan sistem kendali. 4.1.1 Hasil Perancangan
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN ALAT
BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari trainer kendali kecepatan motor DC menggunakan kendali PID dan
Lebih terperinci7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan
7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN Pendahuluan Pada praktek pertanian presisi peralatan digunakan untuk membawa dan mendistribusikan bahan cair dan padat. Pendistribusian bahan padat bisa berupa bibit
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian dan analisis alat peraga sistem kendali pendulum terbalik yang meliputi pengujian dimensi mekanik, pengujian dimensi dan massa
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN ALAT
BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran alat, perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari alat peraga sistem kendali pendulum terbalik. 3.1.
Lebih terperinciANALISA PERANCANGAN. Maju. Penugalan lahan. Sensor magnet. Mikrokontroler. Motor driver. Metering device berputar. Open Gate
IV. ANALISA PERANCANGAN Alat tanam jagung ini menggunakan aki sebagai sumber tenaga penggerak elektronika dan tenaga manusia sebagai penggerak alat. Alat ini direncanakan menggunakan jarak tanam 80 x 20
Lebih terperinciIV. PENDEKATAN PERANCANGAN
IV. PENDEKATAN PERANCANGAN A. KRITERIA PERANCANGAN Mesin penanam dan pemupuk jagung dengan tenaga tarik traktor tangan ini dirancangan terintegrasi dengan alat pembuat guludan (furrower) dan alat pengolah
Lebih terperinciDT-51 Application Note
DT-51 Application Note AN116 DC Motor Speed Control using PID Oleh: Tim IE, Yosef S. Tobing, dan Welly Purnomo (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Sistem kontrol dengan metode PID (Proportional Integral
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Waktu dan Tempat Penelitian
III TINJAUAN PUSTAKA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 November 2012 di laboratorium lapangan Siswadi Supardjo, Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller
Lebih terperinciSistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Ektraktor Madu Menggunakan Kontroler PID
1 Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Ektraktor Madu Menggunakan Kontroler PID Rievqi Alghoffary, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Bambang siswoyo. Abstrak Pengontrolan kecepatan pada alat
Lebih terperinciPENDEKATAN RANCANGAN. Kriteria Perancangan
IV PENDEKATAN RANCANGAN Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototype produk yang sesuai dengan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Kegiatan penelitian yang meliputi perancangan, pembuatan prototipe mesin penanam dan pemupuk jagung dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Budidaya
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM
BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Pada bab ini menjelaskan tentang perancangan dan pembuatan sistem kontrol, baik secara software maupun hardware yang digunakan untuk mendukung keseluruhan sistem
Lebih terperinciGPENELITIAN MANDIRI RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI MOTOR DC MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC BERBASIS MIKROKONTROLER
GPENELITIAN MANDIRI RANCANG BANGUN SISTEM KENDALI MOTOR DC MENGGUNAKAN FUZZY LOGIC BERBASIS MIKROKONTROLER Hendra Kusdarwanto Jurusan Fisika Unibraw Universitas Brawijaya Malang nra_kus@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciBAB 5. Pengujian Sistem Kontrol dan Analisis
BAB 5 Pengujian Sistem Kontrol dan Analisis 5.1. Aplikasi Display Controller Pengujian sistem kontrol dilakukan dengan menggunakan aplikasi program Visual C# untuk menampilkan grafik, dan mengambil data
Lebih terperinciBAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. perangkat keras untuk mengoperasikan rangkaian DC servo pada mesin CNC dan
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem Spesifikasi pada sistem ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu spesifikasi perangkat keras untuk mengoperasikan rangkaian DC servo pada mesin CNC
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga bulan November 2011. Desain, pembuatan model dan prototipe rangka unit penebar pupuk dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 3 PERANCANGAN KONTROL DENGAN PID TUNING
8 BAB 3 PERANCANGAN KONTROL DENGAN PID TUNING 3. Algoritma Kontrol Pada Pesawat Tanpa Awak Pada makalah seminar dari penulis dengan judul Pemodelan dan Simulasi Gerak Sirip Pada Pesawat Tanpa Awak telah
Lebih terperinciIV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN
IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN 4.1. Kriteria Perancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan
Lebih terperinciPERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID
PERANCANGAN PENGENDALI POSISI LINIER UNTUK MOTOR DC DENGAN MENGGUNAKAN PID Endra 1 ; Nazar Nazwan 2 ; Dwi Baskoro 3 ; Filian Demi Kusumah 4 1 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada skripsi ini dilakukan beberapa pengujian dan percobaan untuk mendapatkan hasil rancang bangun Quadcopter yang stabil dan mampu bergerak mandiri (autonomous). Pengujian
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. kontrol, diantaranya yaitu aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral dan aksi
BAB II DASAR TEORI 2.1 Proporsional Integral Derivative (PID) Didalam suatu sistem kontrol kita mengenal adanya beberapa macam aksi kontrol, diantaranya yaitu aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral
Lebih terperinciIV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL
IV. ANALISIS STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL Tahapan analisis rancangan merupakan tahap yang paling utama karena di tahap inilah kebutuhan spesifik masing-masing komponen ditentukan. Dengan mengacu pada hasil
Lebih terperinciREALISASI PROTOTIPE KURSI RODA LISTRIK DENGAN PENGONTROL PID
REALISASI PROTOTIPE KURSI RODA LISTRIK DENGAN PENGONTROL PID Disusun Oleh: Samuel Natanto Herlendra 0422031 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha, Jl. Prof.Drg.Suria Sumantri,
Lebih terperinciUJI PERFORMANSI PADA SISTEM KONTROL LEVEL AIR DENGAN VARIASI BEBAN MENGGUNAKAN KONTROLER PID
UJI PERFORMANSI PADA SISTEM KONTROL LEVEL AIR DENGAN VARIASI BEBAN MENGGUNAKAN KONTROLER PID Joko Prasetyo, Purwanto, Rahmadwati. Abstrak Pompa air di dunia industri sudah umum digunakan sebagai aktuator
Lebih terperinci(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC)
(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) Latar Belakang Tujuan Tugas Akhir merancang sistem pengendalian kecepatan pada mobil listrik 2 1 Mulai No Uji sistem Studi literatur Marancang
Lebih terperinciSISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560
1 SISTEM PENGATURAN POSISI SUDUT PUTAR MOTOR DC PADA MODEL ROTARY PARKING MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS ARDUINO MEGA 2560 Adityan Ilmawan Putra, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Bambang Siswojo.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum
Lebih terperinciPerancangan Sistem Kontrol Posisi Miniatur Plant Crane dengan Kontrol PID Menggunakan PLC
88 ISSN 1979-2867 (print) Electrical Engineering Journal Vol. 5 (215) No. 2, pp. 88-17 Perancangan Sistem Kontrol Posisi Miniatur Plant Crane dengan Kontrol PID Menggunakan PLC E. Merry Sartika dan Hardi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Nama Alat : Alat Kalibrasi Cenrtifuge non Contact Berbasis. c. Ukuran : panjang 14,5 cm X tinggi 6 cm X lebar 9 cm
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Spesifikasi Alat a. Nama Alat : Alat Kalibrasi Cenrtifuge non Contact Berbasis Microcontroler ATMega8 b. Tegangan : 5 V (DC) c. Ukuran : panjang 14,5 cm X tinggi 6 cm X
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Proses alur penelitian Dalam penelitian ini ada beberapa tahap atau langkah-langkah yang peneliti lakukan mulai dari proses perancangan model hingga hasil akhir dalam
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN SISTEM. Pengujian minimum system bertujuan untuk mengetahui apakah minimum
BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan penulis merupakan pengujian terhadap perangkat keras dan.perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan yang telah selesai dibuat untuk mengetahui
Lebih terperinciDAFTAR ISI. SKRIPSI... ii
DAFTAR ISI SKRIPSI... i SKRIPSI... ii PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xi INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinciSistem Pengaturan Kecepatan Motor DC Pada Alat Penyiram Tanaman Menggunakan Kontoler PID
Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC Pada Alat Penyiram Tanaman Menggunakan Kontoler PID 1 Ahmad Akhyar, Pembimbing 1: Purwanto, Pembimbing 2: Erni Yudaningtyas. Abstrak Alat penyiram tanaman yang sekarang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Jagung Jarak tanam tergantung pada varietas jagung yang akan ditanam. Jarak tanam untuk jagung hibrida adalah 75 x 25 cm atau 75 x 40 cm. Kedalaman lubang tanam antara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah
V HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Tahapan identifikasi masalah bertujuan untuk mengetahui masalah serta kebutuhan yang diperlukan agar otomasi traktor dapat dilaksanakan. Studi pustaka dilakukan
Lebih terperinciRancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis
A216 Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis Anas Maulidi Utama, Djoko Purwanto, dan Ronny Mardiyanto Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi
Lebih terperinciRANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN
RANCANG BANGUN SISTEM KONTROL OTOMATIS UNTUK KEMUDI, KOPLING DAN AKSELERATOR PADA TRAKTOR PERTANIAN Desrial, Cecep Saepul R, I Made Subrata dan Usman Ahmad Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta,
Lebih terperinciBAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. (secara hardware).hasil implementasi akan dievaluasi untuk mengetahui apakah
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pelaksanaan dari perancangan telah dibuat dan dijelaskan pada Bab 3, kemudian perancangan tersebut diimplementasi ke dalam bentuk yang nyata (secara hardware).hasil implementasi
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni hingga Desember 2011 dan dilaksanakan di laboratorium lapang Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen
Lebih terperinciPengaturan Kecepatan Motor DC Menggunakan Kendali Hybrid PID-Fuzzy
ABSTRAK Pengaturan Kecepatan Motor DC Menggunakan Kendali Hybrid PID-Fuzzy Felix Pasila, Thiang, Oscar Finaldi Jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131 Surabaya - Indonesia
Lebih terperinciPENGONTROL PID BERBASIS PENGONTROL MIKRO UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT BERODA. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik. Universitas Kristen Maranatha
PENGONTROL PID BERBASIS PENGONTROL MIKRO UNTUK MENGGERAKKAN ROBOT BERODA Hendrik Albert Schweidzer Timisela Jl. Babakan Jeruk Gg. Barokah No. 25, 40164, 081322194212 Email: has_timisela@linuxmail.org Jurusan
Lebih terperinciBAB 3 PERANCANGAN SISTEM. sederhana, ditunjukan pada blok diagram dibawah ini.
BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perangkat Keras Pada penelitian ini, menggunakan beberapa perangkat keras. Secara sederhana, ditunjukan pada blok diagram dibawah ini. Gambar 3.1 Blok Diagram Perangkat Keras
Lebih terperinciM.FADHILLAH RIFKI ( ) Pembimbing: Dr.Ir. Bambang Sampurno, MT
IMPLEMENTASI KONTROL PD UNTUK MENGATUR KECEPATAN MOTOR DC PADA ECVT (ELECTRIKAL CONTINUOUSLY VARIABLE TRANSMISSION) M.FADHILLAH RIFKI (2108.100.512) Pembimbing: Dr.Ir. Bambang Sampurno, MT Latar Belakang
Lebih terperinciBAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras
BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Blok Diagram Perangkat Keras Sistem perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh blok diagram berikut: Computer Parallel Port Serial Port ICSP Level
Lebih terperinciPERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Disain dan Pengujian Metering Device untuk Unit Pemupuk Butiran Laju Variabel (Variable Rate Granular Fertilizer Applicator)
Lebih terperinciBAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA. 4.1 Pengujian Fungsi Alih Tegangan (Duty Cycle) terhadap Motor
BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISA Ada beberapa percobaan yang dilakukan. 4.1 Pengujian Fungsi Alih Tegangan (Duty Cycle) terhadap Motor Pengujian ini dilakukan dengan memberikan input PWM pada motor kemudian
Lebih terperinciSistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Pengaduk Adonan Dodol Menggunakan Kontroler PID
Sistem Pengaturan Kecepatan Motor DC pada Alat Pengaduk Adonan Dodol Menggunakan Kontroler PID Arga Rifky Nugraha, Pembimbing 1: Rahmadwati, Pembimbing 2: Retnowati. 1 Abstrak Pengontrolan kecepatan pada
Lebih terperinciPemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu
Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Brilliant Adhi Prabowo Pusat Penelitian Informatika, LIPI brilliant@informatika.lipi.go.id Abstrak Motor dc lebih sering digunakan
Lebih terperinciPENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan
PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan Mengingat lahan tebu yang cukup luas kegiatan pencacahan serasah tebu hanya bisa dilakukan dengan sistem mekanisasi. Mesin pencacah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem kendali yang digunakan dunia industri maupun rumah tangga
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sistem kendali yang digunakan dunia industri maupun rumah tangga sangat berkembang, seperti halnya sistem pengendalian air yang berada dalam satu tangki yang sering
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK DAN MEKANIK JAGUNG DAN FURADAN Jagung memiliki sifat fisik yang sangat beragam baik beda varietas maupun dalam varietas yang sama. Dalam penelitian uji peformansi
Lebih terperinciSISTEM PENGATURAN MOTOR DC MENGGUNAKAN PROPOTIONAL IINTEGRAL DEREVATIVE (PID) KONTROLER
SISTEM PENGATURAN MOTOR DC MENGGUNAKAN PROPOTIONAL IINTEGRAL DEREVATIVE (PID) KONTROLER Nursalim Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana Jl. Adisucipto-Penfui Kupang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manfaat, baik itu pada bumi dan pada manusia secara tidak langsung [2].
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari adalah salah satu fenomena alam yang memiliki manfaat bagi kelangsungan makhluk hidup di bumi. Intensitas radiasi matahari merupakan salah satu fenomena fisis
Lebih terperinciIdentifikasi Self Tuning PID Kontroler Metode Backward Rectangular Pada Motor DC
Identifikasi Self Tuning PID Kontroler Metode Backward Rectangular Pada Motor DC Andhyka Vireza, M. Aziz Muslim, Goegoes Dwi N. 1 Abstrak Kontroler PID akan berjalan dengan baik jika mendapatkan tuning
Lebih terperinciMINIATUR ALAT PENGENDALI SUHU RUANG PENGOVENAN BODY MOBIL MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS PLC DENGAN SISTEM CASCADE
MINIATUR ALAT PENGENDALI SUHU RUANG PENGOVENAN BODY MOBIL MENGGUNAKAN KONTROLER PID BERBASIS PLC DENGAN SISTEM CASCADE Dimas Okta Ardiansyah 1, Ir. Purwanto., MT 2, Ir.Bambang S.,MT 3. 1 Mahasiswa Teknik
Lebih terperinciIMPLEMENTASI KONTROL RPM UNTUK MENGHASILKAN PERUBAHAN RASIO SECARA OTOMATIS PADA ELECTRICAL CONTINUOUSLY VARIABLE TRANSMISSION (ECVT)
IMPLEMENTASI KONTROL RPM UNTUK MENGHASILKAN PERUBAHAN RASIO SECARA OTOMATIS PADA ELECTRICAL CONTINUOUSLY VARIABLE TRANSMISSION (ECVT) I Gede Hartawan 2108 030 002 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Bambang Sampurno,
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN ALAT
BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari alat peraga sistem pengendalian ketinggian air. 3.1. Gambaran Alat
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS. Sebelum melakukan pengujian pada sistem Bottle Filler secara keseluruhan, dilakukan beberapa tahapan antara lain :
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Bottle Filter yang berbasis mikrokontroler. Tujuan dari pengujian adalah untuk mengetahui apakah alat yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sudah menjadi trend saat ini bahwa pengendali suatu alat sudah banyak yang diaplikasikan secara otomatis, hal ini merupakan salah satu penerapan dari perkembangan teknologi dalam
Lebih terperinci4 PENDEKATAN RANCANGAN
27 4 PENDEKATAN RANCANGAN Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural. Rancangan Fungsional Mesin pemupuk dosis
Lebih terperinciBAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. buah silinder dilengkapi bearing dan sabuk. 2. Penggunaan PLC (Programmable Logic Controller) sebagai pengontrol
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1. Spesifikasi Sistem Sistem simulasi conveyor untuk proses pengecatan dan pengeringan menggunakan PLC dirancang dengan spesifikasi (memiliki karakteristik utama) sebagai
Lebih terperinciPurwarupa Sistem Peringatan Dini dan Kendali Pintu Air Bendungan dengan Kendali PID
IJEIS, Vol.4, No.2, October 2014, pp. 167~176 ISSN: 2088-3714 167 Purwarupa Sistem Peringatan Dini dan Kendali Pintu Air Bendungan dengan Kendali PID Benni Sahputra* 1, Panggih Basuki 2 1 Prodi Elektronika
Lebih terperinciImplementasi Modul Kontrol Temperatur Nano-Material ThSrO Menggunakan Mikrokontroler Digital PIC18F452
Implementasi Modul Kontrol Temperatur Nano-Material ThSrO Menggunakan Mikrokontroler Digital PIC18F452 Moh. Hardiyanto 1,2 1 Program Studi Teknik Industri, Institut Teknologi Indonesia 2 Laboratory of
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI. III, aspek keseluruhan dimulai dari Bab I hingga Bab III, maka dapat ditarik
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI Pada bab ini akan dibahs mengenai pengujian control reheat desuperheater yang telah dimodelkan pada matlab sebagaimana yang telah dibahas pada bab III, aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu lingkungan tertentu. Mobile-robot tidak seperti manipulator robot yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar belakang Mobile-robot adalah suatu mesin otomatis yang dapat bergerak dalam suatu lingkungan tertentu. Mobile-robot tidak seperti
Lebih terperinciBAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Setelah pelaksanaan dari perancangan dibuat dan dijelaskan pada bab 3,
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Setelah pelaksanaan dari perancangan dibuat dan dijelaskan pada bab 3, perancangan tersebut diimplementasikan ke dalam bentuk yang nyata (secara hardware). Hasil implementasi
Lebih terperinciPERANCANGAN KONTROLER PI ANTI-WINDUP BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 PADA KONTROL KECEPATAN MOTOR DC
Presentasi Tugas Akhir 5 Juli 2011 PERANCANGAN KONTROLER PI ANTI-WINDUP BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 32 PADA KONTROL KECEPATAN MOTOR DC Pembimbing: Dr.Ir. Moch. Rameli Ir. Ali Fatoni, MT Dwitama Aryana
Lebih terperinciBab IV Pengujian dan Analisis
Bab IV Pengujian dan Analisis Setelah proses perancangan, dilakukan pengujian dan analisis untuk mengukur tingkat keberhasilan perancangan yang telah dilakukan. Pengujian dilakukan permodul, setelah modul-modul
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga bulan September 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dan perancangan tugas akhir dilakukan di Laboratorium Terpadu Teknik Elektro Universitas Lampung dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pada bab ini dijelaskan tentang pengujian alat ukur temperatur digital dan analisa hasil pengujian alat ukur temperatur digital. 4.1 Rangkaian dan Pengujian Alat Ukur Temperatur
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT
BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS MOBILE-ROBOT 3.1. Perancangan Sistem Secara Umum bawah ini. Diagram blok dari sistem yang dibuat ditunjukan pada Gambar 3.1 di u(t) + e(t) c(t) r(t) Pengontrol Plant
Lebih terperinciBAB 3 PERANCANGAN SISTEM
BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perancangan Sistem Secara Umum Sistem pada penelitian ini akan menyeimbangkan posisi penampang robot dengan mengenal perubahan posisi dan kemudian mengatur kecepatan. Setiap
Lebih terperinciJurnal Ilmiah Widya Teknik Vol No ISSN
Jurnal Ilmiah Widya Teknik Vol. 13 --- No. 1 --- 2014 ISSN 1412-7350 TROLI PENGIKUT OTOMATIS BERBASIS MIKROKONTROLER AVR Albertus Vendy Adhitya, Lanny Agustine*, Antonius Wibowo Jurusan Teknik Elektro,
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UKUR JARAK DIGITAL BERBASIS ARDUINO MENGGUNAKAN SENSOR ROTARY ENCODER KARYA ILMIAH
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UKUR JARAK DIGITAL BERBASIS ARDUINO MENGGUNAKAN SENSOR ROTARY ENCODER KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi S-1 Jurusan Teknik Elektro
Lebih terperinciRealisasi Kontrol Hirarki Untuk Pengaturan Kecepatan Kursi Roda Elektrik Berdasarkan Subject Intension Menggunakan Bioelectrical Impedance
Realisasi Kontrol Hirarki Untuk Pengaturan Kecepatan Kursi Roda Elektrik Berdasarkan Subject Intension Menggunakan Bioelectrical Impedance Arizal Mujibtamala Nanda Imron 1, *, Achmad Arifin 1, Djoko Purwanto
Lebih terperinciBAB III PERANCANGAN SISTEM
31 BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Air ditampung pada wadah yang nantinya akan dialirkan dengan menggunakan pompa. Pompa akan menglirkan air melalui saluran penghubung yang dibuat sedemikian
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisis pada alat Pengendali Ketinggian Meja Otomatis Dengan Kontrol Smartphone Android Menggunakan Media Koneksi Bluetooth.
Lebih terperinciGambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.
7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap
Lebih terperinciBAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Bab ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem yang digunakan dari hasil penelitian, prosedur penggunaan alat, dan evaluasi sistem dari data yang di dapat. 4.1 Spesifikasi
Lebih terperinciKendali PID Training Kit ELABO TS 3400 Menggunakan Sensor Posisi
Kendali PID Training Kit ELABO TS 3400 Menggunakan Sensor Posisi Ana Ningsih 1, Catherina Puspita 2 Program Studi Teknik Mekatronika, Politeknik ATMI Surakarta 1 ana_n@atmi.ac.id, 2 apriliacatarina@yahoo.com
Lebih terperinciRancang Bangun Sistem Kontrol Level dan Pressure Steam Generator pada Simulator Mixing Process di Workshop Instrumentasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-153 Rancang Bangun Sistem Kontrol Level dan Pressure Steam Generator pada Simulator Mixing Process di Workshop Instrumentasi
Lebih terperinciIMPLEMENTASI SENSOR KAPASITIF DALAM SISTEM KONTROL KADAR ETANOL
TE 091399 IMPLEMENTASI SENSOR KAPASITIF DALAM SISTEM KONTROL KADAR ETANOL Peter Chondro 2210100136 Dosen Pembimbing: Dr. M. Rivai, ST., MT. Suwito, ST., MT. Bidang Studi Elektronika Jurusan Teknik Elektro
Lebih terperinciPENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN SENSOR ENCODER DENGAN KENDALI PI
PENGENDALIAN KECEPATAN MOTOR DC MENGGUNAKAN SENSOR ENCODER DENGAN KENDALI PI Jumiyatun Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tadolako E-mail: jum@untad.ac.id ABSTRACT Digital control system
Lebih terperinciPEMODELAN DINAMIS PENGATURAN FREKUENSI MOTOR AC BERBEBAN MENGGUNAKAN PID
PEMODELAN DINAMIS PENGATURAN FREKUENSI MOTOR AC BERBEBAN MENGGUNAKAN PID Oleh : 1.Eka Agung Renata S 6907040019 2.Nurul Mahabbah 6907040023 LATAR BELAKANG Penggunaan motor AC 3 fasa saat ini banyak digunakan
Lebih terperinci