6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan"

Transkripsi

1 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan dengan maksud untuk mempermudah kerja alat pengolah tanah, sedangkan aplikasi Pascatumbuh dilakukan dengan maksud untuk menjamin tanaman pokok dapat bertahan pada periode kritis dimana persaingan tanaman pokok dan gulma cenderung sangat ketat. Pada kegiatan pengendalian gulma Praolah kondisi lahan masih terbuka, biasanya hanya berupa lahan kosong yang ditumbuhi beberapa jenis gulma yang tersebar di seluruh lahan. Penelitian pengendalian serangan gulma pada lahan terbuka bertujuan untuk mendeteksi keberadaan gulma di lahan terutama dari segi kepadatan serangan. Hasil dari penelitian ini selanjutnya akan menjadi pemandu bagi VRT (Variable Rate Technology) dalam bentuk aplikator cairan yang dirancang untuk mampu bekerja tepat lokasi dan tepat dosis. Saputra (2011) melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Sensor Warna Daun Untuk Pemetaan Kepadatan Serangan Gulma Pada Lahan Terbuka. Pada penelitian tersebut digunakan dua jenis kamera, yaitu kamera web (webcam) dan kamera CCD (change coupled device). Klasifikasi tingkat serangan gulma dilakukan dengan menganalisa nilai rataan warna hijau dari citra lahan. Semakin besar nilai rataan warna hijau maka tingkat serangan gulmanya semakin tinggi. Metode Metode pendeteksian serangan gulma di lahan meliputi beberapa tahapan kerja, antara lain : - Penangkapan citra - Pengolahan citra - Klasifikasi tingkat kepadatan gulma 94

2 Panjang atau Lebar Citra (cm) 1. Penangkapan Citra Pendeteksian kepadatan serangan gulma di lahan dilakukan dengan cara menangkap citra kondisi lahan. Metode pemotretan dilakukan dengan menggunakan peralatan yang didesain untuk bekerja pada panjang citra 102 cm dan lebar 136 cm. Format citra pada layar komputer yang digunakan adalah 640 x 480 piksel. Lebar dan panjang tangkapan citra yang diinginkan diperoleh dengan mengatur ketinggian kamera pada nilai tertentu. Hubungan jarak pemotretan dengan lebar dan panjang tangkapan citra mengikuti persamaan berikut : P = 0.75 x T 6 ( 11 ) L = T 8 ( 12 ) Keterangan : P = Panjang citra (cm), L = Lebar citra (cm), T = Tinggi kamera (cm) Persamaan tersebut di atas diperoleh dari uji coba pengukuran hubungan jarak pemotretan dengan lebar dan panjang tangkapan citra, jarak minimal pemotretan yang digunakan adalah 30 cm. Gambar 46 berikut ini menunjukkan hubungan antara jarak pemotretan dengan lebar dan panjang tangkapan citra Panjang Lebar Tinggi Kamera (cm) Gambar 46. Hubungan antara jarak pemotretan dengan lebar dan panjang tangkapan citra. 95

3 Berdasarkan hasil ujicoba di laboratorium dan di lapangan diketahui bahwa walaupun citra hasil tangkapan webcam lebih tajam daripada citra hasil tangkapan CCD pada lokasi pemotretan dengan naungan, akan tetapi webcam tidak mampu menangkap citra di ruang terbuka dengan baik karena terlalu sensitif terhadap perubahan intensitas cahaya. Sehingga penelitian mempergunakan kamera CCD sebagai sensor penangkap citra. (a) webcam (b) kamera CCD Gambar 47. Jenis kamera penangkap citra lahan. 2. Pengolahan Citra Citra yang ditangkap selanjutnya difilterisasi dengan parameter Hue untuk memisahkan citra tanaman dan latar belakang. Citra hasil pemotretan dengan ukuran 640 x 480 piksel dibagi menjadi 4 buah citra terpisah dengan ukuran masing-masing 320 x 240 piksel (Gambar 48). Dari keempat gambar tersebut akan ditentukan nilai rataan dari nilai hijau yang ada pada setiap piksel penyusunnya. Citra hasil Pemotretan 1A 2A 1B 2B Gambar 48. Pengolahan gambar serangan gulma 3. Klasifikasi Tingkat Kepadatan Gulma Metode Bertingkat. Kepadatan gulma sebagai hasil dari analisa filterisasi citra terbagi dalam empat kelompok dengan metode bertingkat. Pembagian kelompok 96

4 secara bertingkat akan mengelompokkan nilai rataan hijau yang lebih besar dari setengah nilai maksimum rataan hijau ke dalam kelompok serangan Padat atau Kelas 4. Sedangkan kelas-kelas selanjutnya adalah dengan nilai pembatas setengah dari nilai batas bawah kelas di atasnya. Penentuan kelas kepadatan dengan cara bertingkat sebagaimana terlihat pada Tabel 13 akan menuntun metode pengkelasan ke tingkat kepadatan yang lebih tinggi, karena semakin tinggi kelas kepadatan gulma akan memiliki rentang batas nilai rataan hijau yang lebih lebar. Rataan nilai hijau dari suatu gambar yang diolah dibagi menjadi empat bagian dengan cara sebagaimana terlihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. Penentuan kelas kepadatan pada metode pengkelasan bertingkat. Batas Nilai Rataan Hijau Piksel (Ḡ) Kelas Ḡ > = 0 dan Ḡ < Nilai Terkecil Kelas 1 Ḡ >= Nilai Terkecil dan Ḡ < 2 * Nilai Terkecil Kelas 2 Ḡ >= 2 * Nilai Terkecil dan Ḡ < ½ * Nilai Terbesar Kelas 3 Ḡ >= ½ * Nilai Terbesar dan Ḡ < 255 Kelas 4 Catatan : Nilai Terkecil = 38.22, Nilai Terbesar = Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Nilai 1 sampai 4 diberikan pada bagian citra sebagai hasil dari klasifikasi kepadatan gulma berdasarkan nilai rataan hijau dari warna citra. Nilai 1 untuk kondisi lahan bersih dari gulma, nilai 2 untuk serangan gulma jarang, nilai 3 untuk serangan gulma sedang, dan nilai 4 untuk serangan gulma padat dimana nilai 255 adalah nilai tertinggi dari komponen warna hijau. Tabel 14. Nilai klasifikasi tingkat kepadatan gulma secara bertingkat. Kelas Rataan Nilai Hijau Batas Bawah Batas Atas Keterangan Tidak ada Jarang Sedang Padat 97

5 Hasil dan Pembahasan Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saputra (2011) pemisahan antara tanaman pokok dan latar belakang menggunakan beberapa tahap pemisahan warna. Setiap tahap pengolahan citra terdapat batas nilai RGB. Berdasarkan hasil uji validasi, sistem yang dibangun memiliki akurasi pada kategori jarang 4.40%, sedang 79.80% dan padat sebesar 24.10%. Tabel 15. Batas nilai RGB pada proses Thresholding (Saputra, 2011). Thresholding tingkat 1 Thresholding tingkat 2 Thresholding tingkat 3 R G B R G B R G B - <240 - >165 >140 >110 >130 >140 - dan dan <180 <210 <180 <240 <210 <205 Gambar 49. Citra hasil tangkapan kamera CCD dan filterisasi bertahap (Saputra, 2011) Gambar 50. Citra hasil tangkapan kamera digital dan filterisasi dengan pembatas nilai Hue 46.5 o. 98

6 Penelitian pendeteksian serangan gulma pada lahan terbuka menggunakan citra gulma hasil tangkapan dengan perangkat kamera digital dengan ukuran memori 0.3 Mb dan ukuran piksel 640 x 480 piksel. Gambar 49 menunjukkan citra hasil tangkapan kamera CCD dan filterisasi bertahap (Saputra, 2011), dan Gambar 50 menunjukkan hasil tangkapan kamera digital dan filterisasi dengan pembatas nilai Hue 46.5 o. a) Kelas 1 b) Kelas 2 c) Kelas 3 d) Kelas 4 Gambar 51. Identifikasi kelas serangan gulma berdasarkan rataan nilai hijau. Gambar 51 menampilkan hasil identifikasi tingkat serangan gulma berdasarkan rataan nilai hijau dengan metode bertingkat. Pada gambar tersebut dapat dilihat kelas serangan gulma berupa nomor integer di bagian kiri-atas tiap bagian citra, dan nilai rataan warna hijau di bagian kiri-bawah tiap bagian citra. 99

7 Gambar 52. Peta tingkat sebaran gulma dengan metode bertingkat ukuran pengamatan 640 x 480 piksel dan 320 x 240 piksel. 100

8 Gambar 52 menunjukkan perbandingan hasil klasifikasi dengan metode bertingkat pada ukuran citra 640x480 piksel dan klasifikasi dengan ukuran citra 320x240 piksel. Pada gambar tersebut terlihat secara jelas perbedaan antara klasifikasi dengan ukuran citra 640x480 piksel dan citra dengan ukuran 320x240 piksel. Klasifikasi dengan ukuran citra lebih kecil memberikan gambaran lebih detil sesuai dengan kebutuhan rancangan fungsional aplikator cairan yang akan dibangun. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pembagian citra menjadi 4 bagian (ukuran 320x240 piksel) dapat memberikan hasil yang berbeda dibandingkan dengan klasifikasi citra tunggal (ukuran 640x480 piksel). Hanya satu citra yang memiliki nilai sama antara ukuran citra tunggal dan citra yang dibagi empat, selebihnya menunjukkan perbedaan antara hasil klasifikasi citra tunggal dengan citra yang dibagi empat. Bahkan pada nilai rata-rata klasifikasi yang sama bentuk pola klasifikasi pada citra yang dibagi empat memiliki pola yang belum tentu sama (Gambar 53). Pada contoh kasus dimana rata-rata tingkat serangan gulma pada suatu citra memiliki nilai yang sama antara perhitungan citra tunggal (Gambar 53 (a)) dan citra terbagi 4 (Gambar 53 (b)) dapat dilihat bahwa pola pada peta aplikasi yang terbentuk benar-benar berbeda. (a) Citra tunggal (b) Citra 4 potongan Gambar 53. Perbedaan pola klasifikasi pada nilai rata-rata yang sama. 101

9 Pada tahap aplikasi penyemprotan meskipun rata-rata penggunaan herbisida akan sama besar metode pembagian citra akan memberikan peta aplikasi yang akan memandu peralatan mendistribusikan herbisida lebih tepat-dosis dan tepat-lokasi. Klasifikasi Non-parametrik Bayes Klasifikasi tingkat serangan gulma dengan metode Nonparametrik Bayes dilakukan menggunakan data yang sama dengan yang digunakan pada metode bertingkat. Perbedaannya terdapat pada jumlah variabel yang digunakan sebagai penentu klasifikasi. Pada metode klasifikasi bertingkat hanya digunakan nilai rata-rata warna hijau, sedangkan pada klasifikasi dengan metode Bayes digunakan 3 variabel (3 dimensi) yaitu : (a) rata-rata warna hijau, (b) rata-rata warna merah, dan (c) rata-rata warna biru. Penaksir inti dari sampel random X 1, X 2,..., X n dengan inti K dan lebar jendela h menurut Johnston (1997) disefinisikan sebagai berikut : ( ) ( ) ( 13 ) Penaksiran nilai inti pada tiap titik sampel dilakukan dengan cara menjumlahkan n jumlah bukit (hill) yng memiliki luas (1/n), sehingga persamaan penaksir inti menjadi : ( ) ( ) (1 4 ) Inti (kernel) yang digunakan merupakan fungsi kepadatan probabilitas dengan rataan 0 dan simpangan baku yang tidak bernilai 0. Inti yang digunakan pada sebaran normal adalah inti Gaussian yang nilainya ditentukan berdasarkan formula berikut : ( ), untuk - < t < ( 15 ) Inti yang optimal diperoleh dari lebar jendela optimal yang nilainya ditentukan berdasarkan persamaan berikut : ( ) ( 16 ) dimana σ adalah simpangan baku dan iqr adalah jangkauan antar kuartil (inter quartile range) (de Gunts, 1994). Lebar jendela yang kecil menyebabkan bukit kurva menjadi terjal, sedangkan nilai lebar jendela yang besar akan menyebabkan 102

10 bukit kurva menjadi landai. Pemilihan nilai K dan lebar jendela h yang optimum akan meminimalkan nilai MISE (Mean Integrated Square Error). ( ) ( ( ) ( )) ( 17 ) dengan f(t) sebagai fungsi kepadatan populasi. Penaksiran nilai inti suatu kelas dari sampel X dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut : n d x j xij fˆ 1 c( x) K nhh hd i 1 j 1 hj ( 18 ) Keterangan : fc ˆ ( x ) = dugaan tinggi fungsi peluang pada kelas c untuk fitur x, untuk c = 1,2,3,4 xij = observasi ke i komponen ke j ( j :1,2,3,4) hj = parameter lebar jendela untuk komponen ke j K(t) = adalah normal baku (rataan 0 dan simpangan baku 1) d = dimensi vektor ( R,G,B) n = jumlah observasi s = standar deviasi komponen ke j. Berdasarkan hasil perhitungan nilai fc ˆ ( x ) pada masing-masing kelas, maka klasifikasi tingkat kepadatan gulma ditentukan dengan memilih nilai kelas berdasarkan nilai fc ˆ ( x ). Pilih kelas c, sehingga fc ˆ ( x ) > fˆ d ( x), c d dan (c,d = 1,2,3,4) Proses perhitungan dengan metode nonparametrik Bayes menggunakan data yang sama dengan data yang dipakai untuk identifikasi dengan metode bertingkat, dimana nilai peluang untuk masing-masing kelas dianggap memiliki nilai yang sama. Metode Bayes diawali dengan melakukan training dengan menggunakan data hasil klasifikasi bertingkat yang diambil secara acak. Data training terdiri dari 12 data pada kelas serangan Tidak ada, 12 data pada kelas serangan Jarang, 12 data pada kelas serangan Sedang, dan 12 data pada kelas serangan Padat. Sebagian data yang lain digunakan sebagai data untuk validasi. 103

11 (a) Metode bertingkat (b) metode Bayes Gambar 54. Peta sebaran gulma metode bertingkat dan metode Bayes. 104

12 Hasil training dengan metode nonparametrik Bayes menghasilkan akurasi 100%, dan hasil perhitungan nilai validasi dengan data citra yang lain menunjukkan akurasi sebesar 94% (Lampiran 10). Kesalahan pendugaan kelas kepadatan disebabkan karena perbedaan nilai batasan selang pada suatu kelas antara rataan G dan rataan R, B. Dimana sebuah citra memiliki nilai rataan G pada selang kelas X akan tetapi nilai raatan R dan B masuk ke selang kelas Y. Gambar 54 menunjukkan perbandingan perbedaan klasifikasi bertingkat dan klasifikasi metode nonparametrik Bayes. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya tujuan pengendalian gulma pascatumbuh dilakukan dengan maksud untuk menjamin tanaman pokok dapat bertahan pada periode kritis dimana persaingan tanaman pokok dan gulma cenderung sangat ketat. Pada tahapan pascatumbuh serangan gulma dapat dilihat secara visual pada baris kosong diantara tanaman pokok (Gambar 55). Metode pendeteksian serangan gulma pada tahap ini perlu dibangun mengingat citra hasil tangkapan kamera tidak hanya berisi gulma, akan tetapi di dalam citra tersebut juga terdapat tanaman pokok. baris ke-1 tanaman baris ke-2 tanaman Gulma Tanaman utama Gambar 55. Ilustrasi serangan gulma pada tahap pascatanam. 105

13 Metode pendeteksian serangan gulma pada tahap pascatumbuh adalah dengan cara menggabungkan metode pendeteksian jenis tanaman dan metode pendeteksian serangan gulma pada lahan terbuka dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi serangan gulma sebaik mungkin dengan menghilangkan tanaman pokok yang ada pada citra. Langkah pendeteksian serangan gulma pada periode pascatumbuh adalah sebagai berikut : 1) Filterisasi untuk memisahkan tanaman dengan latar belakang. 2) Mendeteksi keberadaan tanaman utama pada baris ke-1 dengan cara menangkap satu persatu obyek yang ada mulai dari sisi kiri-atas citra, obyek yang tertangkap selanjutnya dianalisa jenisnya. Apabila pendeteksian dilakukan pada kondisi dimana ukuran gulma dan tanaman pokok jelas berbeda maka pendeteksian tanaman pokok ditentukan dengan membandingkan ukuran tiap-tiap obyek tanaman. Apabila pendeteksian dilakukan pada kondisi dimana ukuran gulma dan tanaman pokok hampir sama maka pendeteksian tanaman pokok dilakukan dengan analisa dimensi fraktal. 3) Mendeteksi keberadaan tanaman utama pada baris ke-2 cara yang sama dengan langkah ke-2. 4) Menentukan batas kiri dan batas kanan masing-masing baris tanaman pada citra tanaman. 5) Menghapus barisan tanaman utama pada citra dengan parameter batas kiri dan batas kanan masing-masing barisan. 6) Membagi citra yang telah dihilangkan tanaman pokoknya menjadi 4 bagian. 7) Klasifikasi kepadatan serangan gulma dilakukan dengan metode yang sama dengan metode klasifikasi pada lahan terbuka. 106

14 Gambar 56. Pendeteksian serangan gulma pada tahap pascatumbuh. Desain proses penyemprotan satu set sistem serial adalah dengan menggunakan dua nozzle sejajar, dimana masing-masing nozzle akan melakukan penyemprotan sesuai dengan kelas kepadatan serangan gulma pada masingmasing bagian potongan citra. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu variabel yang berisi sebuah karakter tertentu yang dapat menggambarkan nilai kombinasi dari dua potongan citra yang sejajar. Berdasarkan jumlah kelas kepadatannya, maka akan terdapat 16 kombinasi yang mungkin terjadi dari citra hasil pemotretan lahan. Tabel 16. Nilai kombinasi hasil pengolahan gambar. Nilai A Nilai B Nilai Kombinasi Nilai A Nilai B Nilai Kombinasi 1 1 a 3 1 i 1 2 b 3 2 j 1 3 c 3 3 k 1 4 d 3 4 l 2 1 e 4 1 m 2 2 f 4 2 n 2 3 g 4 3 o 2 4 h 4 4 p 107

15 Pada penyemprotan yang memerlukan kapasitas kerja besar satu unit sistem penyemprot mampu bekerja dengan beberapa unit kamera digital dengan jumlah unit nozzle yang lebih banyak (Gambar 57). Untuk mengetahui berapa jumlah kamera dan nozzle maksimum yang mampu ditangani oleh satu unit komputer diperlukan analisa kecepatan pemrosesan citra sampai pengiriman data dosis ke aktuator. Berdasarkan analisa tersebut selanjutnya dilakukan analisa komputasi paralel untuk mengetahui sejauh mana sistem mampu ditingkatkan kecepatan kerjanya sehingga sistem mampu melakukan komputasi beberapa citra dalam waktu tertentu. Gambar 57. Konfigurasi sistem penyemprot dengan 3 kamera dan 6 nozzle. Simpulan 1. Hasil training penentuan tingkat kepadatan serangan gulma dengan metode non-parametrik Bayes menghasilkan akurasi 100%, dan ketelitian yang diperoleh dari validasi dengan data citra yang berbeda menunjukkan akurasi sebesar 94%. 2. Penerapan metode pemecahan citra akan meningkatkan ketelitian aplikasi dari segi dosis dan ketepatan lokasi. 108

16 3. Perhitungan matematis kebutuhan herbisida berdasarkan hasil analisa kepadatan gulma pada lahan di Laboratorium Lapangan Prof. Siswadi Soepardjo IPB menunjukkan penghematan konsumsi herbisida sebanyak 14%. 4. Metode pendeteksian serangan gulma pada tahap pascatumbuh dilakukan dengan cara menggabungkan metode pendeteksian jenis tanaman dan metode pendeteksian serangan gulma pada lahan terbuka. 109

Tabel 25. Spesifikasi teknis Boom sprayer Spesifikasi Teknis. Condor M-12/BX. Tekanan maksimum (rekomendasi)

Tabel 25. Spesifikasi teknis Boom sprayer Spesifikasi Teknis. Condor M-12/BX. Tekanan maksimum (rekomendasi) 9. PEMBAHASAN UMUM Beberapa metode analisa komputasi cerdas digunakan dalam penelitian pendeteksian serangan gulma. Masing-masing metode diarahkan untuk mencapai tujuan analisa utama yaitu pendeteksian

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian 3. METODE Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi serangkaian

Lebih terperinci

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan 7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN Pendahuluan Pada praktek pertanian presisi peralatan digunakan untuk membawa dan mendistribusikan bahan cair dan padat. Pendistribusian bahan padat bisa berupa bibit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI ALAT Perhitungan benih ikan dengan image processing didasarkan pada luas citra benih ikan. Pengambilan citra menggunakan sebuah alat berupa wadah yang terdapat kamera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

8. PERANCANGAN SISTEM MULTI AGEN. Pendahuluan

8. PERANCANGAN SISTEM MULTI AGEN. Pendahuluan 8. PERANCANGAN SISTEM MULTI AGEN Pendahuluan Peningkatan kecepatan proses komputasi sebagai solusi dari kecepatan maju sistem penyemprot berbasis sensor membutuhkan konsep tersendiri yang cukup kompleks.

Lebih terperinci

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK A. Pendahuluan Latar Belakang Perhitungan posisi tiga dimensi sebuah obyek menggunakan citra stereo telah

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010. Perancangan alat dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai Agustus 2010 di Bengkel Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Maret hingga Juli 2011, bertempat di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital Sidang Tugas Akhir Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital Oleh: Nick Darusman (2209106015) Dosen Pembimbing Dr. Ir. Wirawan, DEA Jumat, 24 Januari 2012 Surabaya 1 Latar Belakang Angka

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2007 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

Pendeteksian Kerapatan dan Jenis Gulma dengan Metode Bayes dan Analisis Dimensi Fraktal untuk Pengendalian Gulma secara Selektif

Pendeteksian Kerapatan dan Jenis Gulma dengan Metode Bayes dan Analisis Dimensi Fraktal untuk Pengendalian Gulma secara Selektif Technical Paper Pendeteksian Kerapatan dan Jenis Gulma dengan Metode Bayes dan Analisis Dimensi Fraktal untuk Pengendalian Gulma secara Selektif Weeds and Plants Recognition using Bayes Segmentation and

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 Gambar 17 Pegujian sistem navigasi: (a) lintasan lurus tanpa simpangan, (b)lintasan lurus dengan penggunaan simpangan awal, (c) lintasan persegi panjang, (d) pengolahan tanah menggunakan rotary harrower

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi dan Evaluasi yang dilakukan penulis merupakan implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap Robotino dan aplikasi pada PC yang telah selesai dibuat. Dimulai dari menghubungkan koneksi ke Robotino, menggerakan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA A. Pendahuluan Latar belakang Robot selain diterapkan untuk dunia industri dapat juga diterapkan untuk dunia pertanian. Studi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Parameter Mutu Jeruk Pontianak Secara Langsung Dari Hasil Pemutuan Manual Pemutuan jeruk pontianak secara manual dilakukan oleh pedagang besar dengan melihat diameter

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop

Adobe Photoshop CS3. Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Adobe Photoshop CS3 Bagian 2 Bekerja dalam Photoshop Mengapa Photoshop? Adobe Photoshop adalah perangkat lunak yang menjadi standar dalam industri digital imaging. Sekarang, memiliki keahlian dalam menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Alat sensor citra tampak tanaman kedelai ini adalah alat berupa gerobak yang terdapat kamera CCD di bagian depannya yang digunakan untuk mengambil citra tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

Penentuan Palet Warna pada Gambar Raster dengan Algoritma Divide and Conquer

Penentuan Palet Warna pada Gambar Raster dengan Algoritma Divide and Conquer Penentuan Palet Warna pada Gambar Raster dengan Algoritma Divide and Conquer Malvin Juanda / 13514044 Program Studi Tekik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra (image) adalah bidang dalam dwimatra (dua dimensi) (Munir, 2004). Sebagai salah satu komponen multimedia, citra memegang peranan sangat penting sebagai

Lebih terperinci

4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD

4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Pada bab ini akan membahas mengenai pengujian dan analisa dari sistem yang dibuat, yaitu sebagai berikut : 4.1 Pengujian Tuning Pengontrol PD Prinsip kerja dari perancangan

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP. BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang berupa spesifikasi sistem, prosedur operasional penggunaan program, dan analisa sistem yang telah dibuat. 4.1 Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk dari digitalisasi yang sedang berkembang saat ini adalah teknologi 3D Scanning yang merupakan proses pemindaian objek nyata ke dalam bentuk digital.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat

Lebih terperinci

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR Teady Matius Surya Mulyana tmulyana@bundamulia.ac.id, teadymatius@yahoo.com Teknik Informatika Universitas Bunda Mulia Abstrak Kebutuhan binarisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA K MEANS UNTUK PENENTUAN PENCOCOKAN PEWARNAAN CLUSTERING SECARA OTOMATIS PADA PRODUK FASHION

PENERAPAN ALGORITMA K MEANS UNTUK PENENTUAN PENCOCOKAN PEWARNAAN CLUSTERING SECARA OTOMATIS PADA PRODUK FASHION Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2016, pp. 590~595 PENERAPAN ALGORITMA K MEANS UNTUK PENENTUAN PENCOCOKAN PEWARNAAN CLUSTERING SECARA OTOMATIS PADA PRODUK FASHION 590 Indra Gunawan

Lebih terperinci

Pengolahan Citra (Image Processing)

Pengolahan Citra (Image Processing) BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Citra (Image) Processing Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem yaitu dengan melakukan pengambilan data berupa foto fisik dari permukaan buah manggis kemudian melakukan sampling data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang penelitian dibuat, rumusan masalah, batasan masalah yang akan dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D Penelitian ini mengembangkan model sistem pengenalan wajah dua dimensi pada citra wajah yang telah disiapkan dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang BAB IV PENGUJIAN SISTEM Sistem yang di ujicoba merupakan dari hasil program yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan citra dari WebCam, pengolahan citra yang dimulai dengan update citra kondisi

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

ANALISIS DATA SECARA RANDOM PADA APLIKASI MINITAB DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI PELUANG

ANALISIS DATA SECARA RANDOM PADA APLIKASI MINITAB DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI PELUANG LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGANTAR METODE STATISTIKA MODUL 3 ANALISIS DATA SECARA RANDOM PADA APLIKASI MINITAB DENGAN MENGGUNAKAN DISTRIBUSI PELUANG Oleh : Diana Nafkiyah 1314030028 Nilamsari Farah Millatina

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra. BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir, ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berupa pencarian

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK Wiratmoko Yuwono Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS Jl. Raya ITS, Kampus ITS, Sukolilo Surabaya 60111

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi 4.1.1 Spesifikasi Sistem Adapun spesifikasi komputer yang digunakan penulis dalam melakukan simulasi pada aplikasi penelitian pengenalan citra wajah dengan variasi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Segmentasi Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk mendapatkan informasi dari basisdata citra. Segmentasi warna adalah proses mengelompokkan citra

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan beberapa percobaan yang terkait dengan sensor yang akan digunakan. Untuk pemilihan sensor sinar laser yang tepat,

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas teori-teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang algoritma.

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas teori-teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang algoritma. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas teori-teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merancang algoritma. 2.1. Deteksi Bola 2.1.1. Colorspace Colorspace adalah model abstraksi matematis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM 3.1 Gambaran Umum Gambar 3.1 Gambar Keseluruhan Proses Secara Umum 73 74 Secara garis besar, keseluruhan proses dapat dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL I Gusti Ngurah Suryantara, Felix, Ricco Kristianto gusti@bundamulia.ac.id Teknik Informatika Universitas Bunda Mulia ABSTRAK Beberapa

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS

KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS Ikhwan Ruslianto KLASIFIKASI TELUR AYAM DAN TELUR BURUNG PUYUH MENGGUNAKAN METODE CONNECTED COMPONENT ANALYSIS IKHWAN RUSLIANTO Program Studi Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. 4.1 Analisa teknik pengolahan citra

BAB IV ANALISA. 4.1 Analisa teknik pengolahan citra BAB IV ANALISA 4.1 Analisa teknik pengolahan citra Pada proses pengolahan citra ada beberapa teknik lain yang digunakan selain teknik restorasi citra blur untuk memperjelas citra blur, seperti proses grayscale

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pergerakan Harga Saham Pergerakan harga harian indeks LQ45 dan lima saham perbankan yang termasuk dalam kelompok LQ45 selama periode penelitian ditampilkan dalam bentuk

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version METODE PENELITIAN

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version  METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian evaluasi kualitas ecological aesthetics lanskap kota ini dilaksanakan di Kecamatan Beji Kota Depok. Periode penelitian berlangsung dari Maret 2004 sampai Nopember

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Sistem vision yang akan diimplementasikan terdiri dari 2 bagian, yaitu sistem perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam sistem vision ini adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1]

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1] BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari 2.1.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri keramik yang terdiri dari ubin (tile), saniter, perangkat rumah tangga (tableware), genteng telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F

Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing. Avicienna Ulhaq Muqodas F Laporan Akhir Praktikum Mempelajari Karakterisitk Visual Citra Tomat Menggunakan Image Processing Avicienna Ulhaq Muqodas F14110108 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel) pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya yang terpantul

Lebih terperinci

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan

Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Terdapat banyak jenis pola: Pola visual Pola temporal Pola logikal Tidak ada tepat satu teori untuk menyelesaikan problem pengenalan pola Terdapat model standar yang dapat dijadikan teori acuan Statistik

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pemperbaiki kualitas citra agar mendapatkan hasil citra yang baik dan mudah

BAB II DASAR TEORI. pemperbaiki kualitas citra agar mendapatkan hasil citra yang baik dan mudah BAB II DASAR TEORI 2.1 Visi Komputer (Computer Vision) Visi komputer merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali objek yang akan diamati/ diobservasi. Hal ini dilakukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilaksanakan ditunjukan pada Gambar 6. Akusisi Citra INPUT Citra Query Preprocessing Citra Pre processing Citra Ekstraksi Fitur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra dapat dikelompokkan menjadi citra tampak dan citra tak tampak.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau informasi

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci