HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat toleran pada kisaran ph Kandungan N-total, Na dan KTK tergolong sangat rendah. Kandungan Ca, Mg, dan K rendah, dan P sangat tinggi. Nilai-nilai kandungan hara dapat dilihat pada Lampiran 8 dan penggolongannya menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) seperti pada Lampiran 9. Curah hujan dari bulan Juli 2008 hingga bulan Agustus 2009 sebesar mm (Lampiran 10). Kondisi suhu pada bulan-bulan tersebut sebesar 27 0 C. Menurut Sundara (1998) tebu dapat beradaptasi baik pada curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun dan pertumbuhan optimum tanaman tebu dicapai pada suhu C. Secara umum, kondisi lingkungan pada saat penelitian sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu. Hama yang menyerang tanaman adalah penggerek pucuk dan penggerek batang. Hasil pengamatan tim EWS (Early Warning System) Unit Usaha Bungamayang PTPN 7 (Lampiran 11), rata-rata intensitas serangan penggerek pucuk dan penggerek batang masing-masing sebesar 5.21% dan 12.57%. Petak percobaan juga ditumbuhi gulma jenis daun lebar yang banyak tumbuh disela-sela tanaman seperti Ageratum conyzoides, Borreria alata, dan Physalis angulata. Beberapa jenis gulma rumput juga tumbuh di jalan dalam petak, seperti Axonopus compressus, Cynodon dactylon, dan Eleusine indica. Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, P dan interaksinya tertera pada Tabel 1. Sebagian besar peubah yang diamati tidak dipengaruhi oleh pemupukan N, P, dan interaksinya. Pupuk N pada tanaman tebu berpengaruh sangat nyata pada peubah BK daun 1 BST, pengaruh nyata pada peubah jumlah tanaman per juring 7 dan 10 BST, diameter tengah 6 BST, tinggi batang 4 BST, dan diameter bawah 11 BST. Pupuk P hanya berpengaruh nyata pada jumlah tanaman per juring 5 dan 10 BST dan BK daun 1 dan 11 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh sangat nyata hanya pada BK daun 11 BST dan berpengaruh nyata pada tinggi batang, dan jumlah ruas 11 BST. Rendemen tebu, jumlah

2 tanaman dipanen per juring, produksi tebu dan hablur tidak dipengaruhi oleh pupuk N, pupuk P, dan interaksinya. Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tebu Nilai F-hitung Peubah Nitrogen Fosfor Interaksi Jumlah Daun (1-11 BST) Jumlah Tanaman per Juring 5 BST Jumlah Tanaman per Juring 7 BST Jumlah Tanaman per Juring 10 BST Jumlah Tanaman per Juring (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11 BST) * * * * Jumlah Anakan per Rumpun (3-11 BST) Tinggi Batang 4 BST Tinggi Batang 11 BST Tinggi Batang (3, 5, 6, 7, 8, 9, 10 BST) SLA (3, 5, 7, 8, 9, 10, 11 BST) Bobot Kering Akar (1, 3, 5, 9, 11 BST) (a (a (a Bobot Kering Batang (1, 3, 5, 9, 11 BST) Bobot Kering Daun 1 BST Bobot Kering Daun 11 BST Bobot Kering Daun 3, 5 dan 9 BST Jumlah Ruas 11 BST Jumlah Ruas (7-10 BST) * Diameter Batang Atas (6, 7, 8, 11 BST) Diameter Batang Tengah 6 BST Diameter Batang Tengah (7-11 BST) * Diameter Batang Bawah 11 BST Diameter Batang Bawah (6-10 BST) * Rendemen Jumlah Tanaman Dipanen per Juring Produksi Hablur Kadar N Daun (1,3 dan 6 BST) - - Kadar P Daun (1 dan 6 BST) Kadar P Daun 3 BST - - (a - - Kadar N Batang (1,3 dan 6 BST) - - Kadar P Batang (1 dan 3 BST) Kadar P Batang 6 BST - - (a - - Kadar N Akar (1,3 dan 6 BST) - - Kadar P Akar (1 dan 3 BST) Kadar P Akar 6 BST - - (a - - Keterangan : * = Berpengaruh nyata pada uji-f pada taraf 5% ** = Berpengaruh sangat nyata uji-f pada taraf 1% = Tidak berpengaruh nyata (a = Hasil transformasi x+0.5 * ** (a * * (a * ** (a

3 Jumlah Daun, Tinggi Batang, dan Jumlah Anakan per Rumpun Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N, P dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun/tanaman dan jumlah anakan per rumpun umur 1 sampai 11 BST (Tabel 1). Pengaruh nyata hanya terdapat pada tinggi batang umur 4 BST. Semakin tinggi dosis pupuk N hingga 180 kg/ha akan meningkatkan tinggi batang. Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tinggi batang terendah (Tabel 2). Tabel 2. Tinggi Batang pada Pengaruh Pupuk N pada 4 BST Dosis Pupuk N (kg/ha) Peubah cm Tinggi Batang 137.4b 141.3ab 144.7a 144.3a Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Nilai rata-rata jumlah daun berkisar antara 2.0 sampai 7.8 helai/tanaman. Jumlah daun/tanaman induk meningkat hingga 6 BST kemudian berangsur-angsur menurun akibat penuaan daun. Tinggi batang tebu terus meningkat dari umur 3 BST sampai 11 BST (Gambar 4). Jumlah anakan per rumpun mengalami penurunan hingga umur 8 BST, selanjuya meningkat lagi hingga umur 11 BST (Tabel 3). Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun, Tinggi Batang dan Jumlah Anakan per Rumpun Tebu umur 1-11 BST Peubah BST Jumlah Daun (helai) Tinggi Batang (cm) Jumlah Anakan per Rumpun (anakan/rumpun)

4 Tinggi Batang (cm) Umur (BST) Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Batang Tebu Umur 3-11 BST Interaksi N dan P tampak pengaruhnya secara nyata pada tinggi batang umur 11 BST (Tabel 4). 4 Interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 72 kg P/ha menghasilkan tanaman tertinggi dan mampu meningkatkan tinggi batang sebesar % jika dibandingkan dengan perlakuan yang menghasilkann tanaman terendah (interaksi perlakuan 135 kg N/ha dengan 108 kg P/ha) ). Interaksi perlakuan 90 kg N/ha dengan 36 kg P/ha tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan 225 kg N/ha dengan 144 kg P/ha. Sehingga, dapat dinyatakan pemupukan dosis perlakuan tertinggi dan terendah menghasilkan tinggi batang yang tidak berbeda nyata. Tabel 4. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Tinggi Batang pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) cm abcd 290.8cd 322.8ab 303.4abcd abcd 323.0ab 283.6d 316.6abc abcd 295.0abcd 312.1abcd 304.9abcd abcd 325.2a 293.0bcd 315.2abcd Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

5 Jumlah Tanaman per Juring Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N berpengaruh nyata terhadap jumlah tanaman per juring. Semakin tinggi dosis pupuk N semakin banyak jumlah tanaman per juring seperti yang terjadi pada pengamatan 7 dan 10 BST (Tabel 5). Pupuk N dengan dosis terendah (90 kg/ha) menghasilkan tanaman per juring paling sedikit. Tiga dosis selebihnya menghasilkan jumlah tanaman per juring yang tidak berbeda nyata, namun lebih tinggi daripada dosis 90 kg/ha tersebut. Semakin tinggi dosis pupuk P juga menghasilkan jumlah tanaman per juring semakin banyak, yang tampak nyata pada umur 5 dan 10 BST. Tabel 5. Jumlah Tanaman per Juring pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Dosis Pupuk Fosfor Bulan Setelah Tanam (BST) Perlakuan tanaman /juring Nitrogen (kg/ha) b b ab ab a a ab a Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) ab b ab ab b b a a Rata-Rata P Rata-Rata NP Rata-rata NP/m Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Kurva respon pada Gambar 5, menunjukkan peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan jumlah tanaman per juring berdasarkan persamaan linier Y=0.034x+116.5, dan menggambarkan bahwa dosis 225 kg N/ha belum merupakan dosis yang optimum. Hal ini terlihat lebih jelas terutama saat tanaman berumur 10 BST (R 2 = 0.921) dari pada 7 BST (R 2 = 0.409). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) = menunjukkan bahwa 92.1% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier pada 10 BST, sedangkan pada 7 BST hanya 40.9 %.

6 Jumlah Tanaman / Juring BST 10 BST y = 0,034x + 116,5 R² = 0,921 y = 0,023x + 102,2 R² = 0, Dosis Pupuk N (kg/ha) Gambar 5. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk N Respon pemupukan P terhadap peubah jumlah tanaman per juring dapat dinyatakan dalam persamaan regresi Y= 0.014x pada 5 BST dan persamaan regresi Y= 0.031x pada 10 BST. Kurva respon yang dihasilkan cenderung menunjukkan hubungan yang tidak linier karena pada 5 dan 10 BST mempunyai nilai koefisien determinasi (R 2 ) yang kecil yaitu sebesar dan (Gambar 6). Nilai R 2 tersebut menunjukkan bahwa hanya 26.3% dan 32% dari keragaman rataan jumlah tanaman per juring terhitung dalam fungsi linier. Jumlah Tanaman / Juring BST 10 BST y = 0,031x + 123,0 R² = 0,320 y = 0,014x + 112,2 R² = 0, Dosis Pupuk P (kg/ha) Gambar 6. Hubungan Persamaan Antara Jumlah Tanaman per Juring dengan Pupuk P

7 Spesific Leaf Area (SLA) Pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak berpengaruh terhadap peubah Spesific Leaf Area (SLA). SLA Rata-rata SLA pada perlakuan N dan P adalah 1.1 Ha/kg. Nilai rata-rata SLA cenderung menurun dengan bertambahnya umur. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat fase pemasakan dan pematangan tebu kemampuan tanaman dalam fotosintesis semakin berkurang dan pertumbuhan vegetatif mulai berkurang. Nilai rata-rata SLA mulai dari umur 3-11 BST tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata SLA pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor BST Peubah Ha/kg (/1000) SLA BK Akar, BK Batang, dan BK Daun Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen dan Fosfor serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah BK akar dan BK batang. Nilai berat kering masing-masing organ tebu (1-11 BST) tertera pada Tabel 7. Pengaruh pupuk N terhadap BK daun hanya terlihat pada awal pertumbuhan (1 BST) selanjuya tidak berpengaruh. Tanaman yang memperoleh pupuk N sebesar 225 kg/ha memiliki BK daun tertinggi, sedangkan untuk ketiga dosis lainnya yang lebih rendah tidak berbeda nyata. Pupuk P memperlihatkan pengaruh yang tidak konsisten selama pertumbuhan dari 1-11 BST (Tabel 8). Tabel 7. Rata-rata Bobot Kering Akar, Batang, dan Daun (g) Tanaman Tebu umur 1-11 BST Peubah 1BST 3 BST 5 BST 9 BST 11 BST BK Akar BK Batang BK Daun BK Daduk BK Daun Total

8 Tabel 8. Bobot Kering Daun pada Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Perlakuan Bulan Setelah Tanam (BST) g/tanaman Nitrogen (kg/ha) b b b a Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) b b ab a a b ab b Rata-Rata P Rata-Rata NP Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Interaksi pupuk N dan P juga berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering daun pada 1 BST. Pemupukan N dosis tertinggi (225 kg/ha) yang dikombinasikan dengan pemupukan P 108 kg/ha mampu menghasilkan bobot kering daun paling tinggi dari perlakuan lainnya. Kombinasi pemupukan N dan P dengan dosis terendah (90 kg N/ha dan 36 kg P/ha) menghasilkan BK daun terendah (Tabel 9). Kombinasi perlakuan lainnya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tabel 9. Pengaruh Interaksi N dan P terhadap Bobot Kering Daun pada Umur 1 BST Pupuk P (kg/ha) g c 0.29bc 0.26bc 0.34b bc 0.30bc 0.24bc 0.29bc bc 0.19bc 0.29bc 0.35b b 0.33b 0.61a 0.26bc Pupuk N (kg/ha) Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

9 Peningkatan bobot kering organ daun, batang dan akar tanaman tebu terjadi dengan adanya peningkatan umur dan pada titik tertentu berangsur-angsur menurun sehingga akan terbentuk kurva pertumbuhan (sigmoid). Selain itu, masing-masing organ memiliki perbedaan waktu untuk mencapai nilai bobot kering maksimum. Pada organ akar dan daun nilai maksimum dicapai saat tanaman tebu berumurr 9 BST, sedangkan organ batang nilainya cenderung meningkat hingga panenn seperti tampak pada Gambar Akar Batang Daun BK (g/tanaman) Umur (BST) Gambar 7. Perkembangan P Bobot Kering Tanaman Tebu Dari gambar di atas juga diketahui periode kritis yaitu pada saat tanaman melakukan aktivitas pertumbuhan maksimal. Pada 3 dan 9 BST, terjadi peningkatan pertumbuhan BK organ daun, batang dan akar yang tinggi. Pada saat itu, unsur hara yang tersedia harus dapat mencukupi kebutuhan tanaman yang dimanfaatkan dalam pertumbuhan vegetatif. Sehingga pada 3 dan 9 BST merupakan periode kritis yang sangat menentukan tinggi rendahnyaa produksi tanaman tebu.

10 Jumlah Ruas Pupuk N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas. Interaksi keduanya juga tidak berpengaruh nyata dari awal pertumbuhan hingga tanaman berumur 10 BST. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh nyata pada saat tanaman tebu berumur 11 BST. Nilai rata-rata jumlah ruas cenderung meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 10). Rata-rata pembentukan ruas pada tebu kurang lebih 2 ruas/bulan. Tabel 10. Rata-rata Jumlah Ruas Tanaman Tebu (ruas/tanaman) umur 7-11 BST Perlakuan 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST Jumlah Ruas Perlakuan pupuk N sebesar 180 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk P 72 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas paling sedikit pada 11 BST. Perlakuan pupuk N 135 kg/ha dan pupuk P 36 kg/ha menghasilkan tanaman dengan jumlah ruas yang lebih banyak, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 11). Tabel 11. Jumlah Ruas pada Interaksi Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 11 BST Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) ruas/tanaman ab 29.3ab 31.1a 30.1ab a 30.2ab 27.8ab 30.1ab a 27.2b 30.9a 30.0ab ab 31.1a 28.2ab 29.7ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Diameter Batang Perlakuan pemupukan N dan P serta interaksinya, tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bagian atas dan tengah pada umur 7-11 BST. Pada umur 6 BST pupuk N berpengaruh nyata pada diameter batang bagian tengah dengan pola yang tidak menentu, dan pengaruhnya menjadi tidak nyata pada umur-umur

11 yang lebih tua. Pada diameter bagian bawah, pengaruh pupuk N terlihat pada akhir pengamatan (11 BST) semakin tinggi dosis pupuk N semakin besar diameter batang tebu (Tabel 12). Nilai rata-rata diameter batang cenderung menurun mulai tanaman berumur 7 BST hingga 11 BST. Nilai rata-rata diameter batang bagian atas tengah dan bawah berkisar antara cm (Tabel 13). Tabel 12. Diameter Tengah dan Diameter Bawah pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Perlakuan Diameter Tengah Diameter Bawah 6 BST 11 BST cm Pupuk N (kg/ha) a 26.7ab b 25.6b a 27.1ab ab 28.3a Rata-Rata N Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Tabel 13. Rata-rata Diameter Batang Tebu (cm) Bagian Atas, Tengah dan Bawah pada Berbagai Umur Perlakuan 6 BST 7 BST 8 BST 9 BST 10 BST 11 BST Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah Respon diameter batang terhitung dalam persamaan linier Y= x untuk diameter bagian atas, Y= x untuk diameter bagian tengah dan persamaan Y = x untuk bagian bawah. Nilai koefisien keragaman (R 2 ) dari ketiga bagian pengukuran diameter tersebut menunjukkan bahwa sebesar 87%, 56.2% dan 7% dari keragaman rataan diameter bagian atas, tengah dan bawah terhitung dalam fungsi linier. Pada kurva respon terlihat bahwa terjadi penurunan diameter batang seiring dengan bertambahnya umur. Hal tersebut terlihat jelas pada diameter bagian atas karena nilai R 2 paling besar daripada lainnya (Gambar 8).

12 Diameter Batang (cm) Rendemen Bagian Atas Bagian Tengah Batang Bawah y = -0,096x + 28,67 R² = 0,077 y = -0,274x + 28,15 R² = 0,562 y = -0,364x + 20,15 R² = 0, Umur (BST) Gambar 8. Pertumbuhan Diameter Batang Bagian Atas, Tengah, dan Bawah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan Nitrogen, Fosfor, dan interaksinya tidak berpengaruh terhadap rendemen. Rata-rata nilai rendemen cenderung meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Tabel 14) karena proses pemasakan dan pembentukan gula terus berlangsung hingga rendemen mencapai maksimum. Rendemen tebu berkisar antara 8.1 % %. Tabel 14. Rata-rata Rendemen pada Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada 9-11 BST Perlakuan Nitrogen (kg/ha) Bulan Setelah Tanam (BST) % Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP

13 Jumlah Tanaman Dipanen per Juring Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah batang tebu dipanen per juring. Pada penelitian ini diperoleh nilai jumlah tanaman dipanen per juring berkisar antara tanaman/juring sampai tanaman/juring (Tabel 15). Rata-rata batang tebu yang dapat dipanen sebanyak tanaman/juring atau 8.4 tanaman/m. Tabel 15. Rata-rata Jumlah Tanaman Dipanen per Juring pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Panen --tanaman/juring *) tanaman/m--- Nitrogen (kg/ha) Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP *) = Panjang juring 15 m Produksi Analisis ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat tebu atau produksi. Pada penelitian ini diperoleh nilai produksi tebu berkisar antara 79.4 ton/ha sampai 87.5 ton/ha dengan rata-rata sebesar kg/juring atau 83.2 ton/ha (Tabel 16). Nilai tersebut hanya mencapai 83.9 % potensi produksi varietas yang digunakan (Kidang Kencana) yaitu sebesar 99.2 ton/ha.

14 Tabel 16. Rata-rata Bobot Tebu (Produksi) pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Bobot Tebu ---kg/juring*) ton/ha--- Nitrogen (kg/ha) Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP *) = Panjang juring 15 m Hablur Sidik ragam menunjukkan bahwa pemupukan N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap hablur (kristal gula) yang akan dihasilkan ketika tebu diproses menjadi gula di dalam pabrik. Pada penelitian ini nilai hablur yang dihasilkan berkisar antara kg/ha sampai kg/ha dengan rata-rata sebesar ton/ha (Tabel 17). Tabel 17. Rata-rata Hablur pada Perlakuan Dosis Nitrogen dan Fosfor saat Panen Perlakuan Panen ---kg/ha--- Nitrogen (kg/ha) Rata-Rata N Fosfor (kg/ha) Rata-Rata P Rata-Rata NP 6 942

15 Kandungan Nitrogen Saat tanaman berumur 1, 3 dan 6 BST kadar N daun cenderung menurun (Tabel 18) dan nilainya tergolong lebih rendah dari batas kecukupan unsur hara tanaman tebu (Lampiran 12). Hal serupa juga terjadi pada kadar N batang (Tabel 19) dan akar (Tabel 20). Tabel 18. Kandungan Hara N Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST BST Tabel 19. Kandungan Hara N Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST

16 Tabel 20. Kandungan Hara N Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST Efisiensi serapan unsur N pada organ daun, batang dan akar tebu mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur. Serapan N tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 21). Menurut Erwin dan Abidin (1986) unsur N diserap relatif sedikit pada umur 1 bulan dan makin bertambah jumlahnya sesuai dengan bertambahnya umur. Jika kebutuhan N tidak diimbangi dengan ketersediaan kecukupan N dalam tanah akan mengakibatkan penyerapan terhadap unsur N berkurang sehingga dapat terjadi penurunan kadar N pada daun, batang dan akar. Tabel 21. Efisiensi Serapan N (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan Daun Batang Akar 1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata

17 Rata-rata efisiensi serapan N pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga tanaman berumur 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 9). Efisiensi penggunaan unsur N tertinggi terdapat pada batang tebu saat tanaman berumur 6 BST ( Tabel 22) N Daun N Batang N Akar N (%) BST 3 BST 6 BST Gambar 9. Rata-rata Efisiensi Serapan N Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 22. Efisiensi Penggunaan N pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan Daun Batang Serapan N (kg/ha) NUE (%) Serapan N (kg/ha) NUE (%) N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata

18 Kandungan Fosfor Kandungan hara P daun, cenderung menurun seiring bertambahnya umur (Tabel 23). Hal serupa juga terjadi pada kadar P batang (Tabel 24) dan akar (Tabel 25) meskipun demikian, kadar unsur P tersebut tergolong masih mencukupi kebutuhan hara tanaman tebu (Lampiran 12). Tabel 23. Kandungan Hara P Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (1, 3, dan 6 BST) Umur Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % BST BST BST Umur 3 BST 6 BST Tabel 24. Kandungan Hara P Batang Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) %

19 Umur 3 BST 6 BST Tabel 25. Kandungan Hara P Akar Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % Efisiensi serapan unsur P memiliki nilai yang berbeda pada organ daun, batang dan akar tebu dan nilainya semakin cenderung meningkat pada 1, 3 dan 6 BST. Serapan P tertinggi terdapat pada organ batang (Tabel 26) sehingga kandungan P batang nilainya paling tinggi (0.31%). Tabel 26. Efisiensi Serapan P (%) pada Organ Tanaman Tebu Perlakuan Daun Batang Akar 1 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST 3 BST 6 BST N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata Rata-rata efisiensi serapan P pada organ batang dan akar mengalami kenaikan hingga 6 BST. Pada organ daun mengalami peningkatan hingga 3 BST kemudian berangsur-angsur turun (Gambar 10). Selain itu, batang tebu juga menggunakan

20 unsur P yang terbanyak (Tabel 27). Hal ini dikarenakan unsur P sangat diperlukan dalam proses pembentukan gula pada batang tebu. 3,50 3,00 2,50 Daun Batang Akar P (%) 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1 BST 3 BST 6 BST Gambar 10. Rata-rata Efisiensi Serapan P pada Organ Tanaman Tebu saat 1, 3 dan 6 BST Tabel 27. Efisiensi Penggunaan P pada Organ Tanaman Tebu saat Berumur 6 BST Perlakuan Daun Batang Serapan P* (kg/ha) PUE (%) Serapan P* (kg/ha) PUE (%) N1P N1P N1P N1P N2P N2P N2P N2P N3P N3P N3P N3P N4P N4P N4P N4P Rata-rata *) P 2 O 5

21 Kandungan Kalium Hasil analisis kandungan K daun, saat tanaman berumur 3 BST kadarnya lebih besar dari umur 6 BST (Tabel 28). Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian unsur K meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Ketersediaan K tanah yang rendah (0.13 cmol(+)/kg) menyebabkan unsur K yang diserap tanaman jumlahnya sedikit sehingga kecukupan unsur K pada tanaman tebu belum terpenuhi (Lampiran 12) walaupun pupuk K tetap diberikan dengan dosis 270 kg/ha untuk semua perlakuan. Unsur K banyak dibutuhkan tanaman tebu yang digunakan untuk aktivitas pertumbuhan seperti fotosintesis, translokasi gula ke batang, dan dapat menyeimbangkan penyerapan unsur N dan P (Sundara, 1998). Umur 3 BST 6 BST Tabel 28. Kandungan Hara K Daun Tebu pada Berbagai Dosis Pupuk N dan P (3 dan 6 BST) Pupuk N (kg/ha) Pupuk P (kg/ha) % Pembahasan Pengaruh Pupuk Nitrogen Pupuk N tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti meningkaya tinggi tanaman pada 4 BST (Tabel 2), jumlah tanaman per juring pada 7 dan 10 BST (Tabel 5), diameter batang bagian tengah pada 6 BST dan diameter bagian bawah pada 11 BST (Tabel 12). Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur N dalam tanah tergolong sangat rendah (0.09 %). Setelah pupuk N diberikan, maka akan terlihat respon yang nyata pada peubah pertumbuhan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

22 Wagimin (1985) terhadap tanaman Saccharum spontaneum menunjukkan bahwa kandungan N total pada tanah yang cukup rendah menyebabkan N yang tersedia bagi tanaman juga rendah sehingga penambahan Nitrogen menyebabkan tanaman memberikan respon nyata. Jumlah tanaman dipanen per juring juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan Nitrogen (Tabel 15), meskipun jumlah tanaman per juring berpengaruh nyata pada 7 dan 10 BST. Penyebabnya adalah saat panen dilakukan, terdapat batang tebu yang tidak memenuhi kriteria tebang seperti sogolan (anakan tebu) yang tingginya kurang dari 1 m, tebu berpenyakit atau terkena hama penggerek dan tebu mati sehingga batang tersebut tidak dihitung dalam produksi. Peubah pertumbuhan seperti tinggi batang, jumlah tanaman dan diameter batang menjadi faktor yang menentukan tinggi rendahnya produksi (Apoen, 1975) yaitu semakin tinggi jumlah tanaman, tinggi batang dan diameter batang maka semakin besar pula produksi dan hablur yang dihasilkan. Pupuk N yang diberikan dari 90, 135, 180 sampai 225 kg/ha tidak berpengaruh nyata terhadap peubah produksi tebu karena pada peubah pertumbuhan tersebut juga tidak berpengaruh nyata saat menjelang panen (11 BST). Hal tersebut dapat terjadi, diduga adanya kehilangan unsur N yang berdampak pada penurunan kandungan N dalam tanah. Unsur N dalam tanah dapat berkurang jumlahnya karena diserap oleh tanaman tebu selama fase pertumbuhan. Selain diserap oleh tanaman, unsur N dapat hilang karena tekstur tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah lempung liat berpasir. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah berpasir cenderung memiliki KTK tanah yang rendah seperti pada penelitian ini (4.78 cmol(+)/kg). Hardjowigeno (2003) menambahkan KTK tanah yang rendah akan berdampak pada sedikiya kation (NH + 4 ) yang dijerap oleh koloid-koloid tanah. Hal tersebut didukung oleh pendapat Leiwakabessy dan Sutadi (1998) yang menyatakan bahwa kehilangan N-NH 3 dari pemberian sejumlah urea ternyata meningkat dengan menurunnya KTK tanah. Kehilangan unsur N dapat juga terjadi karena volatilisasi yang prosesnya dibantu oleh mikroorganisme. Menurut Soepardi (1983) reduksi biokimia dari Nitrogen nitrat menjadi senyawa gas melibatkan jasad mikro dari golongan

23 heterotropik. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tersebut adalah ph tanah. Dalam penelitian ini, ph tanah termasuk dalam kategori agak masam (5.6). Pada kondisi ini memberikan lingkungan tumbuh yang baik untuk perkembangan bakteri (Hardjowigeno, 2003) dalam mereduksi Nitrogen nitrat menjadi gas. Kehilangan unsur N dapat pula disebabkan oleh curah hujan tinggi (1 280 mm) yang mengakibatkan terjadinya pencucian N. Pencucian yang tinggi terjadi pada tanah dengan tekstur berpasir. Tanah berpasir seperti pada penelitian ini, memiliki ruang pori drainase yang lebih besar sehingga kemampuan dalam memegang air rendah. Akibaya, N yang terlarut dalam air akan lebih mudah hilang karena pencucian. Pengaruh Pupuk Fosfor Pupuk P juga tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), Pengaruhnya hanya tampak pada peubah pertumbuhan yaitu meningkaya jumlah tanaman per juring pada 5 dan 10 BST (Tabel 5). Respon yang berbeda, diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Suhadi, et al (1985) terhadap tanaman tebu varietas PS 56 dan F 154 yaitu pemupukan P memberikan pengaruh terhadap panjang daun, lebar daun, panjang batang, panjang ruas dan diameter batang akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan dan jumlah daun. Jumlah tanaman per juring merupakan salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya berat batang per hektar (produksi). Jumlah tanaman yang semakin banyak akan menghasilkan produksi yang semakin besar. Dalam penelitian ini, pupuk P yang diberikan dari 36, 72, 108 sampai 144 kg/ha tidak memberikan pengaruh terhadap peubah pertumbuhan, produksi tebu, dan hablur. Hal ini diduga karena kebutuhan hara tebu terhadap unsur P sudah terpenuhi sehingga P dosis tinggi dan rendah menghasilkan respon yang tidak nyata. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Afrida (2009) yang melaporkan bahwa pemberian pupuk P tidak berpengaruh terhadap produksi dan sebagian besar peubah pertumbuhan tanaman pegagan pada kondisi kebutuhan tanaman akan unsur P sudah tercukupi. Selain itu, pupuk P dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara tidak langsung jika dibandingkan dengan pemberian

24 pupuk N (Soepardi, 1983). Menurut Sundara (1998) kebutuhan tanaman tebu akan unsur Fosfor relatif lebih rendah dari unsur N dan K. Hasil analisis tanah pada awal percobaan menunjukkan kandungan unsur P dalam tanah tergolong sangat tinggi (187 ppm). Kandungan unsur P yang tinggi pada tanah diduga berasal dari residu pupuk TSP yang diberikan sebelumnya yaitu sebesar 350 kg/ha. Fosfor hanya berperan dalam proses metabolisme energetik dan biosintesis tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998) misalnya pada proses pembentukan gula, Fosfor diinkorporasikan dalam adenosin trifosfat (ATP) (Soepardi, 1983). Pada reaksi pembentukan sukrosa (Gambar 11), ATP digunakan bersama enzim untuk membentuk sukrosa (gula). Matahari CO 2 + O 2 C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6+ O 2 Daun Enzim+ATP C 6 H 12 O 6 + C 6 H 12 O 6 C 6 H 22 O 11 + H 2 O Glukosa Fruktosa Sukrosa Air Gambar 11. Reaksi Pembentukan Sukrosa Tercukupinya Fosfor pada tanaman tebu diduga karena curah hujan yang tinggi (1 280 mm) menyebabkan Fosfor dilarutkan oleh air sehingga tersedia untuk tanaman dan memudahkan penyerapan unsur Fosfor secara difusi. Salah satu cara untuk meningkatkan keefisienan pengambilan Fosfor tanah yaitu dengan menurunkan kesukaran difusi melalui penambahan air dalam tanah (Sabiham et al., 1983). Tersedianya P bagi tanaman juga disebabkan oleh rendahnya kejenuhan Al (0.00 cmol(+)/kg) dan unsur Ca (3.33 cmol(+)/kg) yang sangat mudah mengikat unsur P menjadi bentuk senyawa yang tidak tersedia. Menurut Hardjowigeno (2003) salah satu penyebab kekurangan P di dalam tanah adalah pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dengan Fosfor Interaksi Pupuk N dan P tidak berpengaruh pada produksi tebu (Tabel 16) dan hablur (Tabel 17), walaupun pengaruhnya tampak pada beberapa peubah pertumbuhan seperti tinggi batang pada 11 BST (Tabel 4), dan jumlah ruas pada 11 BST (Tabel 11). Jumlah ruas dan tinggi batang merupakan parameter untuk

25 melihat pemanjangan batang saat tebu memasuki fase pertumbuhan cepat. Bertambahnya tinggi batang akan diikuti oleh peningkatan jumlah ruas batang sehingga kedua peubah tersebut memiliki hubungan sinergis yang menentukan produksi. Saat panen, batang bawah tebu ditebang dengan ketinggian yang berbeda dari atas tanah sehingga panjang batang tebu menjadi lebih seragam. Hal tersebut menyebabkan tinggi batang tidak berpengaruh pada produksi. Kombinasi pupuk N dan P yang diberikan berpengaruh terhadap peubah tinggi batang pada 11 BST tetapi tidak berpengaruh pada produksi dan hablur. Penelitian yang dilakukan oleh Saputro et al. (1990) melaporkan bahwa perlakuan pemupukan NPK yang dicobakan terhadap varietas tebu PSBM dan PS di Bungamayang menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap peubah produksi, rendemen dan hablur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terganggunya keseimbangan unsur hara dalam tanah. Penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan N dalam tanah dan organ tanaman tergolong rendah. Kehilangan N dalam tanah menyebabkan unsur N tersedia bagi tanaman juga rendah. Namun di sisi lain, kandungan P tersedia yang sangat tinggi menyebabkan kebutuhan tanaman tebu terhadap unsur P sudah tercukupi. Adanya ketidakseimbangan unsur hara tersebut akan mengganggu tanaman selama fase pertumbuhan. Menurut Foth (1988) peningkatan pertumbuhan dan produksi akibat pemberian Nitrogen tidak berubah apabila Fosfor, Kalium dan unsur penting lainnya tidak tersedia bagi tanaman dalam jumlah yang cukup. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan unsur hara sangat diperlukan karena pemupukan yang berimbang berpengaruh baik terhadap produksi. Keseimbangan unsur hara di dalam tubuh tanah terjadi karena adanya interaksi antar unsur hara, sehingga untuk menjaga agar tetap diperoleh hasil gula yang tinggi, diperlukan adanya keseimbangan antar unsur hara yang satu dengan yang lain. (Usman, 1985). Pada dasarnya, unsur N dan P memiliki hubungan yang sinergis yaitu jika pupuk Nitrogen diberikan dan pertumbuhan tanaman dirangsang, maka akan meningkatkan permintaan semua unsur hara tanaman lainnya misalnya pemakaian pupuk N-nitrat menyebabkan peningkatan penyerapan P dibanding pemakaian pupuk N-ammonium, sebagai konsekuensi meningkaya reduksi nitrat menjadi

26 ammonium dalam metabolisme tanaman yang membutuhkan sejumlah energi ATP (Hanafiah, 2005). Selain itu, interaksi Fosfor dengan unsur Nitrogen mempengaruhi pemasakan (Sundara, 2004) dalam proses pembentukan gula (sukrosa). Marsadi dalam Maswal dan Abidin (1988) menyatakan bahwa Nitrogen merupakan unsur yang paling dominan diantara unsur yang diperlukan oleh tanaman tebu, yang berfungsi antara lain untuk mendorong pembentukan anakan yang akhirnya akan memperbanyak jumlah batang dan berat batang per hektar. Dalam keseimbangan yang serasi, Nitrogen, Fosfor, dan kalium merupakan pelengkap satu sama lainnya yang akan menaikkan produksi. Pupuk N dan P tidak berpengaruh terhadap peubah produksi. Meskipun demikian, pupuk N dan P yang diberikan mampu menghasilkan rata-rata produksi yang lebih tinggi (83.2 ton/ha) jika dibandingkan dengan produksi tebu pabrik dan tebu rakyat (Lampiran 13). Hal ini diduga penggunaan dosis N yang lebih besar dari dosis sebelumnya (135 kg N/ha) pada perlakuan sehingga terdapat penambahan unsur N dalam tanah untuk meminimalisasi kehilangan unsur N selama fase pertumbuhan. Menurut Pawirosemadi dalam Maswal dan Abidin (1988), pada tanah yang kurang persediaan unsur hara N, P dan K, perlu ditambah unsur hara yang di perlukan dalam jumlah yang serasi, sebab masing-masing unsur hara akan memberikan pengaruh baik yang penuh kepada tanaman, jika unsur hara lain juga tersedia dalam jumlah yang cukup.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Tebu termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae dan ordo Glumamaceae. Saccharum officinarum adalah jenis yang paling banyak dikembangkan dan dibudidayakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Abu Terbang dan Bahan Humat pada Pertumbuhan Tanaman Sengon Hasil analisis ragam menunjukkan adanya interaksi pengaruh antara abu terbang dan bahan humat pada peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan PG Djatirorto PTPN XI, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEBU (Saccharum officinarum L.) RIFKA ERNAWAN IKHTIYANTO A24051868 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.Tinggi Tanaman Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida pada umur 28 dan 45 HST (lampiran 1), bahwa F-hitung lebih besar

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ph Tanah Data hasil pengamatan ph tanah gambut sebelum inkubasi, setelah inkubasi, dan setelah panen (Lampiran 4) menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ph tanah.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian ini menggunakan kompos yang terbuat dari limbah kulit buah jarak. Bahan baku ini didekomposisikan dengan menggunakan empat jenis biodekomposer yaitu

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Bobot Segar Daun, Akar, dan Daun + Akar Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 8, 9 dan 10), pemberian pupuk Mikro-Biostimulant Cair berpengaruh

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berikut ini disampaikan hasil penelitian yang terdiri dari pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas adalah pengamatan yang datanya tidak diuji secara

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli 2017 memiliki suhu harian rata-rata pada pagi hari sekitar 27,3 0 C dan rata rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang 4.1.1 Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian Lokasi percobaan bertempat di desa Jayamukti, Kec. Banyusari, Kab. Karawang mendukung untuk budidaya tanaman

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P

KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir et al.: Keragaan Pertumbuhan Jagung Dengan. KERAGAAN PERTUMBUHAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN PUPUK HIJAU DISERTAI PEMUPUKAN N DAN P Zubir Marsuni 1), St. Subaedah 1), dan Fauziah Koes 2) 1) Universitas

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 )

0 (N 0 ) 12,34a 0,35 (N 1 ) 13,17a 0,525 0,7 (N 2 ) (N 3 ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Blast Furnace Slag dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 4.1.1. ph Tanah dan Basa-Basa dapat Dipertukarkan Berdasarkan Tabel 3 dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kelarutan P dari Fosfat Alam Rataan hasil pengukuran kadar P dari perlakuan FA dan pupuk N pada beberapa waktu inkubasi disajikan pada Tabel 1. Analisis ragamnya disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci