MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR"

Transkripsi

1 MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR SITI ROHMAH ROHIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2011 Siti Rohmah Rohimah G

3 ABSTRACT SITI ROHMAH ROHIMAH. Spatial Autoregressive Poisson Model for Detecting Influential Factors on the Number of patients with Malnutrition in the Province of East Java. Supervised by MUHAMMAD NUR AIDI and ANIK DJURAIDAH. One indicator of poverty can be seen from the large of people with malnutrition. Genesis residents suffer from malnutrition in the Province of East Java is a rare occurrence, so the incidence of people suffering from malnutrition can be assumed to follow a Poisson distribution. Although the incidence of people suffering from malnutrition including a rare occurrence, but malnutrition is a serious problem that requires special handling because it has led to the decline in resource quality. For that use spatial autoregressive Poisson models to detect factors that influence the number of people with malnutrition. Based on the results of this study was obtained that the factors that influence the number of people with malnutrition are spatial and non-spatial. Spatial factor that predispose to a particular location is the location of the neighbors. This means that the number of people with malnutrition in a region or a nearby location will affect the number of malnourished people in the surrounding locations. While non-spatial factors that influence the number of people with malnutrition are the number of families residing in the slums, the area of land use structure is not enough irrigation, the number of health workers living in rural or village, and the number of per capita gross regional domestic product. The coefficient of determination for the SAR Poisson model was Based on the scan statistic method obtained four clusters of hotspot areas. Keywords: Poisson distribution, spatial autoregressive Poisson, hotspot

4 RINGKASAN SITI ROHMAH ROHIMAH. Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing Oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan ANIK DJURAIDAH. Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Gizi buruk secara langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi, sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi, pelayanan kesehatan, pola asuh, kemampuan daya beli keluarga, pendidikan, dan pengetahuan. Masalah gizi buruk membutuhkan penanganan yang tepat, karena konsekuensinya dapat menimbulkan penurunan kualitas sumber daya manusia. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penderita gizi buruk terbanyak di Indonesia. Dalam upaya menangani banyaknya jumlah penderita gizi buruk diperlukan upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya baik spasial maupun nonspasial. Jumlah warga yang menderita gizi buruk merupakan data cacahan (count data) dan kejadian warga menderita gizi buruk merupakan kejadian yang jarang terjadi, sehingga dalam penelitian ini menggunakan model Spatial Autoregressive Poisson (SAR Poisson). Penggunaan model SAR Poisson diharapkan dapat menentukan faktorfaktor yang berpengaruh baik secara spasial maupun nonspasial terhadap banyaknya jumlah penderita gizi buruk. Selain itu, pemberantasan kerawanan penderita gizi buruk merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan penanganan yang tepat sasaran untuk menanganinya. Teknik Geoinformatika dapat digunakan untuk mengetahui daerah kritis (hotspot) yang sangat penting untuk menentukan upaya strategis dalam menangani masalah gizi buruk. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan metode Scan statistic untuk mendeteksi wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk. Penelitian ini menggunakan data Podes 2008 dan data BPS 2008 yang telah dipublikasikan oleh BPS. Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan peubah penjelas yang diamati antara lain: jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh, luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan, jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin, jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan, dan jumlah Produk Domestik Regional Bruto per Kapita. Hasil penelitian ini diperoleh korelasi spasial yang signifikan yang berarti bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan serta jumlah produk domestik regional bruto per kapita dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Uji kebaikan modelnya menggunakan koefisien determinasi (R 2 ). Berdasarkan R 2 devians, jumlah

5 keragaman dari jumlah penderita gizi buruk dapat dijelaskan oleh peubah penjelasnya sebesar 57% Berdasarkan metode Scan statistic diperoleh empat kelompok wilayah hotspot. Tingkat kerawanan gizi buruk tertinggi adalah Hotspot 1 terdiri dari Bangkalan dan Kota Surabaya dengan resiko relatif sebesar Hotspot 2 terdiri dari Magetan, Kota Madiun, Ngawi, Ponorogo, Madiun, Pacitan, Trenggalek, dan Nganjuk dengan nilai resiko relatif sebesar Daerah Hotspot 3 adalah Probolinggo dengan resiko relatif sebesar Hotspot 4 terdiri dari Bondowoso dan Situbondo dengan resiko relatif sebesar Kata kunci: sebaran Poisson, spasial otoregresif Poisson, hotspot

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI PROVINSI JAWA TIMUR SITI ROHMAH ROHIMAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MSc.

9 Judul Tesis : Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur Nama : Siti Rohmah Rohimah NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. Ketua Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S. Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Erfiani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Ujian : 19 Agustus 2011 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah model spasial, dengan judul Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan bagian dari payung Hibah Penelitian Pascasarjana Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor yang didanai Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi MS, dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah MS, selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc. selaku penguji luar dan Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc. sebagai Ketua Tim Peneliti Hibah Pascasarjana tahun dengan topik Pengembangan dan Aplikasi Geoinformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Timur), atas segala motivasi dan masukannya, serta izin yang diberikan kepada penulis untuk turut terlibat di dalam hibah penelitian ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada orang tua dan seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman Statistika angkatan 2009 dan keluarga besar Statistika dan semua pihak terkait atas bantuan, waktu dan kebersamaannya. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat. Bogor, September 2011 Siti Rohmah Rohimah

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lemahsugih, pada tanggal 9 Agustus 1984 sebagai anak dari pasangan Bapak Sukarna dan Ibu Alwisah. Penulis merupakan putri bungsu dari enam bersaudara. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Majalengka dan pada tahun yang sama lulus melalui SPMB pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan kuliah dan mulai mengajar di Yayasan Pendidikan Islam Al- Azhar. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Statistika Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

12 DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Pemilihan Peubah Gizi Buruk... 5 Regresi Poisson... 7 Matriks Pembobot Spasial... 7 Model SAR... 9 Model SAR Poisson Hotspot DATA DAN METODE Data Metode Analisis HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Analisis Model Regresi Poisson Analisis Model SAR Poisson Analisis Wilayah Hotspot SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 33

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai korelasi antar peubah penjelas Nilai dugaan parameter model regresi Poisson Nilai dugaan parameter model spasial otoregresif Poisson Kelompok wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ilustrasi contoh konfigurasi lokasi yang berdekatan Peta administratif wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur Diagram kotak garis untuk peubah penjelas dan peubah respon yang dibakukan Peta kelompok wilayah hotspot kerawanan gizi buruk di Provinsi Jawa Timur tahun

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penurunan fungsi log kemungkinan maksimum fungsi massa peluang Poisson Matriks pembobot berdasarkan tetangga terdekat yang sudah dinormalkan Hasil setiap iterasi penduga parameter SAR Poisson dengan metode Newton- Raphson Diagram garis untuk setiap iterasi penduga parameter SAR Poisson Program pendugaan parameter regresi Poisson dan SAR Poisson dengan metode Newton-Raphson...46

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat (Depkes 2009). Selain itu, indikator untuk menganalisis standar kesehatan suatu rumah tangga meliputi status gizi, status penyakit (kematian bayi dan anak, tingkat morbiditas yang berkaitan dengan penyakit tertentu seperti malaria, infeksi saluran pernafasan, diare, dan polio), ketersediaan pelayanan kesehatan, dan penggunaan pelayanan kesehatan tersebut oleh rumah tangga miskin dan tidak miskin (WBI 2002). Hasil Riset kesehatan dasar 2010 menunjukkan 40.6% penduduk mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun Berdasarkan kelompok umur ditemukan 24.4% Balita, 41.2% anak usia sekolah, 54.5% remaja, 40.2% dewasa, serta 44.2% ibu hamil mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal. Status gizi balita dinilai berdasarkan parameter antropometri yang terdiri dari berat badan dan panjang atau tinggi badan. Indikator status gizi yang digunakan adalah: Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Untuk menilai status gizi balita digunakan Standar Antropometri yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2005 atau yang disebut dengan standar WHO Dalam Millenium Development Goals (MDGs), indikator status gizi yang dipakai adalah BB/U dan angka prevalensi status underweight (gizi kurang dan buruk) dijadikan dasar untuk menilai pencapaian MDGs. Kasus Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penderita gizi buruk terbanyak antara lain Jawa Timur. Gizi buruk secara

17 2 langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi, sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi, pelayanan kesehatan, pola asuh, kamampuan daya beli keluarga, pendidikan, dan pengetahuan (DBGM 2008). Masalah gizi buruk membutuhkan penanganan yang tepat, karena konsekuensinya dapat menimbulkan penurunan kualitas sumberdaya manusia. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan tingkat kecerdasan anak, terhambatnya pertumbuhan, perkembangan anak, serta menurunkan produktivitas. Angka penderita gizi buruk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2010, jumlahnya mencapai 17.9%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar diperoleh bahwa tingkat prevalensi gizi buruk yang berada di atas rata-rata nasional (5.4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota. Berdasarkan data Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan pada 2010 tercatat anak balita gizi buruk. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah anak. Namun, angka penderita gizi buruk pada tahun 2010 masih lebih tinggi dibandingkan 2008 yang berjumlah anak. Berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, beberapa provinsi tercatat memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebanyak dan tingkat prevalensi gizi buruk tertinggi sebesar 4.8% di Pulau Jawa (BPPK 2008). Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi telah banyak dilakukan antara lain, Hayati (2009) mengklasifikasikan status gizi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk balita di Jawa Timur dengan menggunakan analisis diskriminan, Ernawati (2006) menjelaskan hubungan faktor sosial ekonomi, hygiene, sanitasi lingkungan, tingkat konsumsi, dan infeksi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di Kabupaten Semarang tahun 2003, Rizal (2008) mengemukakan bahwa ada hubungan antara pemanfaatan lahan pertanian, jarak fasilitas kesehatan pendidikan, dan pekerjaan orang tua balita dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang di Kecamatan Mapat Tunggul Tahun Penelitian tentang spasial telah banyak dilakukan di antaranya Arisanti (2011) menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan menggunakan pendekatan model regresi spasial. Meilisa (2011) menganalisis

18 3 mengenai faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan model model otoregresi simultan dan otoregresi bersyarat. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa kedua model sama baiknya dalam menentukan faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Tobler dalam Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial. Penderita gizi buruk dari satu wilayah diduga dapat dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya dan menyebar Poisson. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan model spatial autoregressive Poisson (SAR Poisson). Penggunaan model SAR Poisson diharapkan dapat menentukan faktor-faktor yang berpengaruh baik secara spasial maupun nonspasial terhadap banyaknya jumlah penderita gizi buruk, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan. Selain itu, pemberantasan kerawanan penderita gizi buruk merupakan masalah yang sangat penting di Indonesia, sehingga diperlukan penanganan yang tepat sasaran. Teknik Geoinformatika dapat digunakan untuk mengetahui daerah kritis (hotspot) yang sangat penting untuk menentukan upaya strategis dalam menangani masalah gizi buruk. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan metode Scan statistic untuk mendeteksi wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara spasial dan nonspasial terhadap jumlah penderita gizi buruk dengan menggunakan model SAR Poisson di Provinsi Jawa Timur. 2. Mendeteksi wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur.

19 4

20 5 TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan Peubah Gizi Buruk Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk di antaranya yaitu: faktor spasial dan nonspasial. Faktor spasial yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk di lokasi tersebut adalah jumlah penderita gizi buruk pada tetangganya. Adapun peubah penjelas atau faktor nonspasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh Permukiman kumuh adalah wilayah permukiman dengan bangunan yang padat dan tidak layak huni, sanitasi lingkungan yang buruk, dan padat penduduk (BPS 2008). Ciri-ciri permukiman kumuh antara lain: banyak rumah yang tidak layak huni, banyak saluran pembuangan limbah yang macet, penduduk atau bangunan sangat padat, banyak penduduk yang buang air besar tidak di jamban, dan biasanya berada di areal marginal (di tepi sungai, pinggir rel kereta api, atau lainnya). 2. Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani Buruh tani adalah seseorang yang bekerja di sektor pertanian pada satu atau lebih majikan atau institusi yang tidak tetap, dalam sebulan terakhir di usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan (BPS 2008). 3. Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan meliputi lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang surut, lahan polder, lahan lebak, dan lahan rawa (BPS 2008). Lahan sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang bergantung pada air hujan. Lahan sawah pasang surut adalah lahan sawah yang pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Lahan polder adalah lahan sawah yang terdapat di delta

21 6 sungai yang pengairannya berasal dari reklamasi rawa lebak (bukan pasang surut). Lahan rawa adalah lahan yang merupakan rembesan-rembesan rawa yang biasanya ditanami padi. 4. Jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang Gizi (Suharjo dalam Ernawati). Semakin banyak jumlah sarana pendidikan akan semakin mudah mengakses informasi yang diterima termasuk pendidikan dan informasi gizi. 5. Jumlah posyandu Posyandu adalah salah satu wadah peran serta masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan dasar (BPS 2008). 6. Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir Kartu Askeskin atau Kartu Peserta Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin adalah kartu yang menunjukkan bahwa keluarga tersebut menjadi peserta Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (BPS 2008). Dengan kartu tersebut seluruh anggota keluarga miskin berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis di fasilitas kesehatan pemerintah. Wujudnya bisa berupa kartu Askeskin yang diterbitkan oleh PT Askes atau kartu lain yang diterbitkan oleh Pemda setempat. Jumlah keluarga yang dicatat di sini adalah jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin baik yang sudah digunakan maupun belum. 7. Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan bidang kesehatan dan melakukan upaya kesehatan untuk masyarakat umum baik secara langsung maupun tidak langsung, meliputi dokter, dokter gigi, bidan, perawat, mantri kesehatan, dukun bayi, dan sebagainya (BPS 2008). 8. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku Untuk mengetahui sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dapat dipenuhi sesuai dengan kehendak dan cita-cita masyarakat, dibutuhkan alat

22 7 ukur yang relevan yang bisa menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Salah satu alat ukur yang dianggap paling relevan adalah Statistik Pendapatan Regional yang berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu biasanya dalam satu tahun. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita adalah PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di wilayah itu. Regresi Poisson Regresi Poisson merupakan suatu fungsi regresi dengan peubah respon (Y) yang mempunyai sebaran peluang Poisson, misalkan peubah cacah Y menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi dalam suatu periode waktu atau wilayah tertentu. Sebaran Poisson ditentukan oleh fungsi peluang (Fleiss et al. 2003):, untuk (1) Misalkan merupakan contoh acak dari sebaran peluang Poisson dengan rata-rata. Fungsi massa peluang dinyatakan sebagai berikut: (2) Misalkan merupakan komponen sistematik yang merupakan fungsi linear dari peubah penjelas X dan parameter yang tidak diketahui. dihubungkan dengan melalui fungsi penghubung dengan. Sehingga model regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut: (3) dengan merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke-i dan (Cameron dan Trivedi 1998). Matriks Pembobot Spasial Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah. Baris ke-i dari matriks pembobot menunjukkan hubungan pengamatan ke-i dengan semua pengamatan lainnya. Oleh karena itu matriks

23 8 pembobot berukuran, dengan merupakan jumlah semua pengamatan. Matriks pembobot yang digunakan berdasarkan tetangga terdekat (Fotheringham dan Rogerson 2009), yang didefinisikan sebagai berikut: Sebagai ilustrasi, Gambar 1 merupakan contoh konfigurasi lokasi yang berdekatan. R 1 R 2 R 3 R 4 Gambar 1 Ilustrasi contoh konfigurasi lokasi yang berdekatan Matriks pembobot untuk wilayah pada Gambar 1 di atas adalah: Baris pada matrik ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial suatu daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke-i merupakan jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah i yang dinotasikan: dengan merupakan jumlah pembobot seluruh baris ke-i dan nilai pembobot pada baris ke-i dan kolom ke-j. Untuk melihat pengaruh masing-masing tetangga terhadap suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara nilai pada daerah tertentu

24 9 dengan total nilai daerah tetangganya. Nilai pembobot ini menunjukkan kekuatan interaksi antar daerah tersebut. Nilai pembobotan ( ) sesuai persamaan berikut: ( ) = nilai ini adalah elemen matriks yang sudah dinormalkan sehingga jumlah setiap baris sama dengan 1. Model SAR (Spatial Autoregressive Model) Bentuk persamaan model SAR (Fotheringham dan Rogerson 2009) dapat ditulis sebagai berikut:, (4) dengan merupakan koefisien spasial otoregresif, merupakan matriks pembobot spasial yang sudah dibakukan pada daerah ke-i dan tetangga ke-j, serta galat acak yang bebas stokastik identik. Jika model SAR ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut: (5) dengan merupakan matriks pembobot spasial dengan ukuran merupakan vektor peubah respon berukuran, X merupakan matriks peubah penjelas berukuran, menyatakan vektor parameter yang akan diduga berukuran, dan adalah vektor galat model berukuran. Bentuk reduksi SAR menjadi persamaan berikut: (6) dengan, merupakan matriks balikan A dan. dapat dinyatakan sebagai dengan merupakan vektor baris pada daerah ke-i yang berukuran (1 x n).

25 10 Model SAR Poisson Penggunaan spasial pada model otoregresif untuk data cacah (Lambert et al. 2010) adalah: (7) dengan merupakan vektor baris pada daerah ke-i yang berukuran (1 x n). Pada model SAR Poisson, nilai harapan pada daerah atau lokasi ke-i merupakan fungsi dari daerah tetangganya atau lokasi ke-j. Selain itu model SAR Poisson juga digunakan untuk data pada peubah respon yang berbentuk cacahan (count data). Fungsi massa peluang dari model SAR Poisson adalah: (8) dengan. Fungsi kemungkinannya adalah: Fungsi log kemungkinannya adalah: (9) Pendugaan parameter dan menggunakan metode kemungkinan maksimum. Pendugaan fungsi log kemungkinan maksimum dapat dilihat secara lengkapnya pada Lampiran 1. Fungsi massa peluang dari sebaran Poisson adalah: (10) dengan, fungsi log kemungkinan maksimum adalah: (11)

26 11 Untuk memperoleh penduga parameter dari dan maka fungsi log kemungkinan maksimum diturunkan terhadap parameternya. Turunan pertamanya adalah: (12) dan (13) dengan Turunan keduanya adalah: dengan, (14) (15) (16) Pendugaan parameter dan pada model SAR Poisson menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson. Tahapan dari metode Newton-Raphson terdiri dari: 1. Menentukan, dengan, iterasi pada saat t = Membentuk vektor gradien, dengan t menyatakan nomor iterasi. 3. Membentuk matriks Hessian H:

27 12 4. Memasukkan nilai ke dalam elemen-elemen vektor dan matriks H sehingga diperoleh vektor dan. 5. Melakukan iterasi mulai dari t = 0 pada persamaan:, nilai merupakan sekumpulan penduga parameter yang konvergen pada iterasi ke-t. 6. Jika belum mencapai penduga parameter yang konvergen, maka pada langkah ke-2 dilakukan kembali sampai mencapai kekonvergenan. Kriteria konvergen diperoleh ketika akar ciri dari matriks informasi Fisher bernilai positif. Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi spasial ( ) dan digunakan uji Wald (Lambert et al. 2010). Pengujian hipotesis untuk adalah: (tidak ada korelasi spasial) (ada korelasi spasial) statistik akan mengikuti sebaran dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak, jika Hipotesis untuk parameter koefisien (Fleiss et al. 2003) adalah : Dengan statistik uji Wald : statistik akan mengikuti sebaran dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan yang diambil yaitu menolak jika Galat baku diperoleh menggunakan matriks informasi Fisher (McCulloch dan Searle 2001), dengan rumus sebagai berikut:

28 13 ragam dari, sehingga galat baku =. Setelah dilakukan penaksiran parameter dan uji signifikansi setiap penduga parameter, diperlukan ukuran koefisien determinasi yang dapat menggambarkan hubungan keeratan antara peubah respon dengan peubah penjelas. Koefisien determinasi atau R 2 merupakan ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas. Terdapat beberapa R 2 yang telah dikembangkan oleh (Cameron dan Windmeijer 1995) yang didasarkan pada sisaan devians, koreksi terhadap menggunakan derajat bebas ), R 2 terkoreksi, dan berdasarkan jumlah kuadrat. Rumus untuk : Rumus untuk : Rumus untuk : Rumus untuk dengan adalah logaritma bilangan asli (ln) dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter tidak disertakan dalam model, adalah nilai pengamatan dari peubah respon; adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter disertakan dalam model, adalah nilai dugaan untuk pengamatan ke-i; adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum ketika hanya yang disertakan dalam model, dan rata-rata respon y.

29 14 Hotspot Hotspot didefinisikan sebagai lokasi atau wilayah tempat terjadinya suatu kejadian yang tidak biasa atau kejadian yang luar biasa, anomali, menyimpang, atau disebut juga daerah kritis (Patil dan Taillie 2004). Selain itu hotspot juga dapat diartikan sebagai lokasi atau wilayah yang konsisten memiliki tingkat tinggi untuk terjangkit suatu penyakit dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah sekelilingnya (Haran et al. 2006). Wilayah hotspot sangat penting diketahui, untuk mengetahui wilayah yang memerlukan perhatian khusus dalam upaya untuk menangani masalah yang berkaitan dengan banyaknya jumlah penderita gizi buruk. Satscan adalah alat geoinformatika yang banyak digunakan untuk mendeteksi hotspot. Scan statistics (Satscan) merupakan metode statistika yang dapat digunakan untuk mendeteksi hotspot mengenai kejadian tertentu. Berdasarkan Kulldorff (1997), misalkan Y merupakan banyaknya seluruh kejadian dalam ruang G, dan Y(A) merupakan banyaknya kejadian A dengan A G. Jendela yang mengelilingi wilayah kajian menentukan suatu kumpulan dari wilayah Z G. Ada suatu wilayah Z G sehingga Jika dalam model, ada suatu wilayah Z G sehingga tiap individu dalam wilayah hotspot memiliki peluang kejadian p, sedangkan peluang untuk individu di luar wilayah hotspot adalah q. Hipotesis nolnya adalah, sedangkan hipotesis alternatifnya adalah Apabila diterima maka, Misal Z merupakan wilayah yang akan diduga menjadi wilayah hotspot, merupakan jumlah kejadian yang terjadi di wilayah Z dan merupakan total dari jumlah kejadian. merupakan jumlah seluruh penduduk di wilayah Z, n jumlah seluruh wilayah kajian, komplemen dari, komplemen dari dan merupakan jumlah seluruh populasi. Untuk mendeteksi wilayah yang merupakan hotspot diperlukan wilayah Z yang memaksimumkan fungsi kemungkinan.

30 15 Peluang dari setiap wilayah yang diamati adalah: = Adapun fungsi kemungkinan maksimumnya adalah: (17) Sedangkan fungsi kemungkinan maksimum ketika hipotesis nol benar yaitu: (18) Untuk pembilang diambil supremum untuk semua p dan q untuk Z yang telah ditetapkan. Menurut Kulldorff (1997), fungsi kemungkinan pada persamaan (17) akan maksimum ketika dan, sehingga Statistik uji dari uji nisbah log kemungkinannya adalah:

31 16 Setelah memperoleh statistik uji, kemudian menghitung resiko relatif. Resiko relatif adalah peluang kejadian di suatu wilayah hotspot dibandingkan dengan wilayah di luar hotspot. Nilai resiko relatif dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:. Untuk menentukan nilai statistik uji, diperlukan cara untuk menghitung nilai uji nisbah kemungkinan dengan memaksimumkan kumpulan wilayah (Z) pada hipotesis alternatif. Tahap-tahap pengujian hipotesis pada simulasi Monte Carlo adalah sebagai berikut: 1. Menghitung nilai statistik uji dari data yang digunakan. 2. Membangun data ketika kondisi hipotesis nol diterima sebanyak x kali, dengan x adalah bilangan acak yang cukup besar. 3. Menghitung nilai statistik uji untuk setiap replikasi. 4. Mengurutkan nilai statistik uji dari data yang digunakan dan kumpulan data yang dibangun pada langkah satu dan dua. Nilai-p diperoleh dengan rumus: nilai-p = dengan R adalah rangking yang diurutkan berdasarkan nilai dari seluruh uji nisbah log kemungkinan (LLR).

32 17 DATA DAN METODE Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari data Podes 2008 dan data BPS 2008 pada 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Berikut ini disajikan Peta Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur: Gambar 2 Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur: 01. Pacitan 14. Pasuruan 27. Sampang 02. Ponorogo 15. Sidoarjo 28. Pamekasan 03. Trenggalek 16. Mojokerto 29. Sumenep 04. Tulungagung 17. Jombang 71. Kota Kediri 05. Blitar 18. Nganjuk 72. Kota Blitar 06. Kediri 19. Madiun 73. Kota Malang 07. Malang 20. Magetan 74. Kota Probolinggo 08. Lumajang 21. Ngawi 75. Kota Pasuruan 09. Jember 22. Bojonegoro 76. Kota Mojokerto 10. Banyuwangi 23. Tuban 77. Kota Madiun 11. Bondowoso 24. Lamongan 78. Kota Surabaya 12. Situbondo 25. Gresik 79. Kota Batu 13. Probolinggo 26. Bangkalan Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita gizi buruk pada tiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Sedangkan peubah penjelas atau faktor nonspasial

33 18 yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh 2. Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani 3. Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan 4. Jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat 5. Jumlah posyandu 6. Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir 7. Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan 8. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku Metode Analisis Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan peubah penjelas Menghitung korelasi antar peubah penjelas, kemudian dipilih peubah penjelas yang tidak multikolinearitas. 2. Menentukan matriks pembobot spasial. 3. Menduga parameter dengan metode Newton-Raphson. 4. Menguji signifikansi parameter dengan menggunakan uji Wald. 5. Menguji kebaikan model dengan menghitung koefisien determinansi berdasarkan devians ( ), menggunakan yang terkoreksi derajat bebas ), R 2 terkoreksi, dan berdasarkan jumlah kuadrat. 6. Menentukan wilayah hotspot menggunakan metode Scan statistic. 7. Menarik Kesimpulan Analisis dilakukan dengan menggunakan software R dan Satscan 9.0.

34 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur yang mencapai km 2 terbagi menjadi 38 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Selain itu, Jawa Timur memiliki sistem transportasi darat, laut, dan udara, sehingga memudahkan hubugan antar satu daerah dengan daerah lainnya. Penelitian ini menggunakan delapan faktor sebagai peubah penjelas yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk sebagai peubah respon. Namun hanya digunakan lima peubah penjelas yang tidak saling multikolinearitas yaitu: jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan, jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir, jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan, dan jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita (. Hasil korelasi antar peubah penjelas dapat dilihat secara terperinci pada Tabel 1. X Tabel 1 Nilai korelasi antar peubah penjelas X 1 2 X3 X4 X5 X6 X7 X Nilai-p X 3 Nilai-p X Nilai-p X Nilai-p X Nilai-p X Nilai-p X Nilai-p

35 20 Untuk melihat deskripsi dari setiap peubah digunakan diagram kotak garis sebagai berikut: a Bojonegoro Sumenep Pamekasan K. Malang K. Surabaya peubah penjelas dan peubah respon b c d e f g h Gresik Malang Gresik Jember Jember K. Malang Sidoarjo Jember Lamongan Pacitan Bojonegoro Bangkalan Tuban Malang Jember K. Surabaya Malang K. Surabaya K. Kediri i K. Surabaya nilai peubah bebas dan peubah respon yang dibakukan 5 6 Gambar 3 Diagram kotak garis untuk peubah penjelas dan peubah respon yang dibakukan Keterangan: a: Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh b: Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani c: Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan d: Jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat e: Jumlah posyandu f: Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir g: Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan h: Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku i: Jumlah penderita gizi buruk pada tiap kota/kabupaten di Jawa Timur Pencilan pada peubah terdapat pada Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Bojonegoro yang memiliki jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh paling banyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah terdapat pada Kabupaten Jember dan Kabupaten Malang yang memiliki jumlah keluarga terbanyak yang anggotanya menjadi buruh tani. Pencilan pada peubah terdapat pada Kabupaten Pacitan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Gresik yang

36 21 mempunyai luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan paling luas dibandingkan dengan daerah lainnya. Sedangkan untuk peubah tidak memiliki pencilan. Pencilan pada peubah terdapat pada Kabupaten Jember dan Kabupaten Malang yang memiliki jumlah posyandu terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah terdapat pada Kota Jember yang memiliki jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah terdapat pada Kota Surabaya, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jember yang memiliki jumlah tenaga kesehatan yang paling banyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah terdapat pada Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kabupaten Sidoarjo yang memiliki jumlah PDRB per kapitanya lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah y terdapat pada Kota Surabaya yang mempunyai jumlah penderita gizi buruk terbesar dibandingkan daerah lainnya. Analisis Model Regresi Poisson Analisis regresi dapat digunakan untuk melihat hubungan antara jumlah penderita gizi buruk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Persentase ratarata jumlah penderita gizi buruk di wilayah setiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur sekitar 4.8%. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kejadian warga menderita gizi buruk di setiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur merupakan kejadian yang jarang terjadi, sehingga kejadian warga menderita gizi buruk mengikuti kejadian Poisson. Meskipun kejadian warga menderita gizi buruk termasuk kejadian yang jarang, tetapi gizi buruk merupakan masalah yang memerlukan penanganan serius karena berakibat terhadap penurunan kualitas sumberdaya. Dalam upaya mengatasi banyaknya jumlah penderita gizi buruk, diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk. Salah satu model regresi yang dapat digunakan adalah model regresi Poisson. Model regresi Poisson yang dibentuk menggunakan lima peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini tertera pada Tabel 2. Model ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh luas struktur penggunaan lahan

37 22 tidak berpengairan jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya jumlah produk domestik regional bruto per kapita dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Kemudian hasil penduga parameter dari regresi Poisson digunakan sebagai nilai awal untuk memperoleh penduga parameter pada model SAR Poisson. Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G x * (pem. kumuh) x x * x x * (askeskin) x x * (kesehatan) x x * (PDRB) x x * Keterangan: * nyata pada taraf alpha 5 % Analisis Model SAR Poisson Berdasarkan hukum Tobler bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Pada penelitian ini jumlah penderita gizi buruk dapat diasumsikan menyebar Poisson dan untuk melihat pengaruh spasial antar lokasi di setiap kabupaten/kota maka analisis yang digunakan adalah spasial otoregresif Poisson. Pendugaan parameter koefisien model spasial otoregresif Poisson (SAR Poisson) dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan kemungkinan maksimum. Model SAR Poisson termasuk model nonlinear dan bentuknya tidak closed form, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson. Pada Lampiran 3 dapat dilihat nilai awal pada iterasi ke-0 dan hasil dari setiap proses iterasi. Nilai konvergen ditentukan ketika selisih dari. Ketika iterasi ke- 10 nilai koefisien untuk penduga parameter sudah mencapai konvergen.

38 23 Tabel 3 Nilai dugaan parameter model spasial otoregresif Poisson Parameter Nilai dugaan Galat baku Nilai G (spasial) x 10 12* x x 10 18* x 10 (pem. kumuh) x x * x x * (askeskin) x x 10 TN (kesehatan) x x * (PDRB) x x * Keterangan: * : nyata pada taraf alpha 5% TN: tidak nyata pada taraf alpha 5% Analisis model SAR Poisson di Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan seluruh wilayah administratif memperlihatkan bahwa jumlah penderita gizi buruk dipengaruhi oleh kedekatan wilayah dan beberapa peubah penjelas yang signifikan. Pada Tabel 3 menunjukkan uji signifikansi setiap penduga parameter menggunakan Uji Wald. Hasil uji Wald memperlihatkan bahwa nilai korelasi spasial signifikan. Hasilnya diperoleh nilai korelasi spasial = 0.1 dengan nilai = x 10 12, dan nilai. Hal ini menunjukkan korelasi spasial pada model nyata pada taraf α = 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Uji signifikansi untuk setiap penduga parameter diperoleh nilai. Hal ini menunjukkan bahwa yang dimasukkan dalam model adalah signifikan sedangkan untuk tidak signifikan. Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan, dan jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Berbeda dengan peningkatan jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh serta semakin banyak jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Selain itu, uji kebaikan model dapat dilihat dari besarnya R 2. Berdasarkan koefisien determinasi diperoleh bahwa jumlah keragaman dari jumlah penderita gizi buruk dapat dijelaskan oleh peubah penjelasnya sebesar 57% berdasarkan R 2 devians dan R 2 terkoreksi

39 24, 50% berdasarkan R 2 devians yang telah dikoreksi oleh derajat bebas dan 67% berdasarkan R 2 jumlah kuadrat (. Model SAR Poisson yang diperoleh dapat ditulis sebagai berikut: dengan dan Berdasarkan model yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap penambahan satu orang dari jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( = kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, setiap penambahan orang jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk sebanyak orang dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Pada umumnya, penduduk yang tinggal di permukiman kumuh tidak terjamin kondisi sanitasi lingkungannya. Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Sehingga jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh diduga dapat meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Setiap penurunan satu ha luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( ) = kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, Setiap penurunan ha luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk sebanyak orang dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Lahan tidak berpengairan terdiri atas: lahan sawah tadah hujan, lahan sawah pasang surut, lahan polder, lahan lebak, dan lahan rawa yang pengairannya tergantung pada air hujan, pasang surutnya air laut, air sungai, reklamasi rawa lebak, dan rembesan rawa. Jika hasil pertaniannya dapat diandalkan seperti pada penggunaan lahan berpengairan, maka kemungkinan hasil

40 25 pertanian dapat meningkatkan cadangan makanan bagi masyarakat. Oleh karena itu, jika luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan semakin menurun diduga dapat mengurangi cadangan makanan bagi masyarakat, sehingga meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Setiap penurunan satu jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( ) = 1 kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, Setiap penurunan jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk sebanyak orang dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Program Askeskin merupakan salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Pada pelaksanaannya masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan pelayanan yang optimal. Selain itu diduga bahwa kriteria warga yang mendapatkan Askeskin sudah dijelaskan oleh faktor lainnya terkait dengan faktor PDRB dan jumlah keluarga yang tinggal di permukiman kumuh. Sehingga faktor jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin tidak signifikan. Setiap peningkatan satu orang jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( ) = kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, Setiap kenaikan orang jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar orang dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan membantu memberikan informasi tentang pentingnya gizi dan memberikan pelayanan kesehatan. Dengan demikian masyarakat dapat mudah mengakses informasi sehingga banyak warga yang sadar akan pengetahuan tentang gizi serta mau mendaftarkan ke pusat pelayanan kesehatan terdekat. Selain itu semakin banyak tenaga kesehatan akan mempermudah untuk mendeteksi penderita gizi buruk yang ada di masyarakat Jawa Timur. Kondisi peningkatan jumlah tenaga kesehatan diduga dapat meningkatkan jumlah penderita gizi buruk.

41 26 Setiap penurunan seribu rupiah jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar exp( ) = kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, Setiap penurunan jumlah pendapatan domestik regional bruto akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat sebesar 10 orang dengan asumsi bahwa faktor lainnya dalam model tetap. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang paling miskin di Indonesia. Masalah pokok penduduk miskin pada umumnya sangat tergantung pada pendapatan per hari yang biasanya tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh. Penduduk miskin cenderung tidak mempunyai cadangan pangan karena daya belinya rendah. Ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi standar gizi dapat menimbulkan kondisi gizi buruk. Kondisi penurunan jumlah PDRB diduga dapat meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Analisis Wilayah Hotspot Berdasarkan hasil keluaran dari Satscan diperoleh empat kelompok wilayah hotspot kerawanan jumlah penderita gizi buruk. Hasil keluaran Satscan secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 menunjukkan ada empat wilayah hotspot yang signifikan pada. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar. Setelah diperoleh wilayah hotspot yang signifikan, selanjutnya dilihat nilai resiko relatif (RR) untuk setiap wilayah hotspot. Ketika hipotesis nol ditolak, dapat diartikan bahwa ada resiko warga terkena gizi buruk meningkat pada wilayah hotspot apabila dibandingkan dengan wilayah di luar hotspot. Gambaran yang lebih jelas mengenai kelompok wilayah hotspot disajikan dalam bentuk peta. Hotspot 1 digambarkan dengan tampilan warna jingga tua. Kemudian wilayah hotspot 2, wilayah hotspot 3, wilayah hotspot 4 digambarkan dengan tampilan warna jingga yang semakin pudar. Penyebaran keempat kelompok wilayah hotspot dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 4.

TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan Peubah Gizi Buruk

TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan Peubah Gizi Buruk 5 TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan Peubah Gizi Buruk Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN : Seminar Nasional Statistika 12 November 2011 Vol 2, November 2011

PROSIDING ISSN : Seminar Nasional Statistika 12 November 2011 Vol 2, November 2011 (R.7) Model Regresi Poisson dan Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur Siti Rohmah Rohimah 1, Muhammad

Lebih terperinci

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA

MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA MODEL OTOREGRESI SIMULTAN DAN OTOREGRESI BERSYARAT UNTUK ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR MIRA MEILISA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Jurnal MIPA 38 (2) (2015): Jurnal MIPA.

Jurnal MIPA 38 (2) (2015): Jurnal MIPA. Jurnal MIPA 38 (2) (2015): 169-175 Jurnal MIPA http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jm MODEL SPASIAL AUTOTOREGRESIF POISSON UNTUK MENDETEKSI FAKTOR- FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH PENDERITA

Lebih terperinci

(R.5) Pemodelan Regresi Poisson Terboboti Geografis Pada Kasus Gizi. buruk di Jawa Timur.

(R.5) Pemodelan Regresi Poisson Terboboti Geografis Pada Kasus Gizi. buruk di Jawa Timur. (R.5) Pemodelan Regresi Poisson Terboboti Geografis Pada Kasus Gizi Buruk di Jawa Timur Ida Mariati Hutabarat 1, Asep Saefuddin 2 1Jurusan Matematika Uncen. 2 Departemen Statistika IPB 1Jl.Kamp Wolker

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 ) LAMPIRAN 1 LUAS WILAYAH,, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH RUMAH JIWA / RUMAH PENDUDUK DESA KELURAHAN DESA+KEL. PENDUDUK (km 2 ) TANGGA

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M. 16 JANUARI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDUDUK MISKIN DAN PENGELUARAN PERKAPITA MAKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN METODE REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON SPLINE Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 29 kabupaten dan 9 kota. Peta wilayah disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN 2012-2013 TRIWULAN I 1 DERAJAT KESEHATAN (AHH, AKB DAN AKI) 2 STATUS GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA 3 JUMLAH RUMAH SAKIT BERDASARKAN KEPEMILIKAN DAN PELAYANAN

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Keadaan Wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Jawa dan merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa. Letaknya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan

Lebih terperinci

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI

MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI MODEL REGRESI SPASIAL UNTUK DETEKSI FAKTOR-FAKTOR KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TIMUR RESTU ARISANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Pulau Jawa Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota di antaranya dari Kab Pacitan, Kab Ponorogo, Kab Trenggalek,

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Gizi Buruk, GWNBR, Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic, Kantong Gizi Buruk ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci: Gizi Buruk, GWNBR, Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic, Kantong Gizi Buruk ABSTRACT Pemodelan Spasial Balita Gizi Buruk dengan Geographically Weighted Negative Binomial Regression dan Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic (Studi Kasus Jumlah Balita Gizi Buruk di Jawa Timur Tahun 2013)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penaksir Robust Metode mencari himpunan bagian dari himpunan X sejumlah h elemen di mana n p 1 h n di mana determinan matrik kovariansi minimum. Misalkan himpunan bagian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sidang Tugas Akhir Surabaya, 15 Juni 2012 Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wenthy Oktavin Mayasari

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER

ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER Andiyono Universitas Bina Nusantara Jl. K.H Syahdan No.9, Palmerah, Jakarta Barat, Indonesia, 11480,

Lebih terperinci

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR 4.1 Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein Keseimbangan kontribusi diantara jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah salah satu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal Oleh: DELTA ARLINTHA PURBASARI 1311030086 Dosen Pembimbing: Dr. Vita

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN DEFINITIF BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PASAL 25/29) DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK BALITA DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SPATIAL DURBIN MODEL SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK BALITA DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SPATIAL DURBIN MODEL SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GIZI BURUK BALITA DI JAWA TENGAH DENGAN METODE SPATIAL DURBIN MODEL SKRIPSI Oleh: Ikha Rizky Ramadani J2E 009 020 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS Muhammad Aqik Ardiansyah Fatah Nurdin 1310 Hamsyah 030 076 1310 030 033 08 Januari 2014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA JURUSAN STATISTIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI JAWA TIMUR DENGAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGESSION (GWPR)

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI JAWA TIMUR DENGAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGESSION (GWPR) PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI JAWA TIMUR DENGAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGESSION (GWPR) Sisvia Cahya Kurniawati, Kuntoro Departemen Biostatistika dan Kependudukan FKM UNAIR Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO

CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN ILHAM AKHSANU RIDLO 1 CENTER OF GRAVITY MODEL PENENTUAN LOKASI SARANA KESEHATAN Serial Paper Manajemen Penulis: Ilham Akhsanu Ridlo PHMovement

Lebih terperinci

Pengembangan dan Aplikasi Geoinformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus Jawa Timur)

Pengembangan dan Aplikasi Geoinformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus Jawa Timur) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Agustus 2012 ISSN 0853 4217 Pengembangan dan Aplikasi Geoinformatika Bayesian pada Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus Jawa Timur) Vol. 17 (2): 77 82 (Bayesian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M. JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Seminar hasil TUGAS AKHIR Ayunanda Melliana 1309100104 Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah di provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kota dan kabupaten yaitu 29 kabupaten dan 9 kota dengan mengambil 25 (Dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR),

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Berikut dijelaskan tentang tugas pokok dan fungsi, profil, visi misi, dan keorganisasian Badan Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik 6 BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Berdirinya PT PLN (Persero) Pada abad ke-19, perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak

Lebih terperinci

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber : BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8667540 Pes. 104, Fax. 031-8673119 E-mail : meteojuanda@bmg.go.id

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci

Universitas Negeri Malang Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia.

Universitas Negeri Malang   Kata Kunci: cluster, single linkage, complete linkage, silhouette, pembangunan manusia. 1 PERBANDINGAN JUMLAH KELOMPOK OPTIMAL PADA METODE SINGLE LINKAGE DAN COMPLETE LINKAGE DENGAN INDEKS VALIDITAS SILHOUETTE: Studi Kasus pada Data Pembangunan Manusia Jawa Timur Yuli Novita Indriani 1, Abadyo

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Seminar Hasil Tugas Akhir Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel Mega Pradipta 1309100038 Pembimbing I : Dra. Madu Ratna, M.Si Pembimbing II

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE BALITA GIZI BURUK DI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWRPCA)

PEMODELAN PERSENTASE BALITA GIZI BURUK DI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWRPCA) PEMODELAN PERSENTASE BALITA GIZI BURUK DI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWRPCA) SKRIPSI Disusun Oleh : NOVIKA PRATNYANINGRUM 24010211140095

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Oleh : Nita Indah Mayasari - 1305 100 024 Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si Jawa Timur Angka Rawan Pangan 19,3 % STATUS EKONOMI SOSIAL Rumah Tangga Pedesaan Rumah Tangga Perkotaan Perbedaan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur Qonitatin Nafisah, Novita Eka Chandra Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM Bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL. Bertoto Eka Firmansyah 1 dan Sutikno 2

PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL. Bertoto Eka Firmansyah 1 dan Sutikno 2 PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL Bertoto Eka Firmansyah dan Sutikno Mahasiswa Jurusan Statistika, ITS, Surabaya Dosen Pembimbing, Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur I. PEMOHON Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari

Lebih terperinci

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO 2 Penjelasan Umum Sensus Ekonomi 2016 Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan (kecuali

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menguji hubungan signifikan dengan cara

Lebih terperinci