BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi"

Transkripsi

1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun juga mempengaruhi PDRB per kapita yang diperoleh dari pembagian antara PDRB Provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk Nilai CVW Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik, (diolah) Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diamati melalui indeks ketimpangan antar wilayah yang dihitung dengan teori Williamson (Lampiran 5). Nilai tersebut kemudian digambarkan dalam sebuah grafik. Grafik pada Gambar 5.1 yang berfluktuasi menunjukkan adanya perbedaan ketimpangan pendapatan yang berbeda setiap tahun. Trend ketimpangan pada

2 45 gambar cenderung menurun meskipun terjadi peningkatan pada tahun Namun mulai tahun 2004 hingga 2009 trend ketimpangan cenderung terlihat stabil pada nilai 0,54. Hasil akhir analisis trend ketimpangan berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan mengalami penurunan sebesar 0,015 pada akhir periode analisis yaitu tahun Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan, meskipun masih termasuk dalam karakteristik ketimpangan dengan taraf tinggi. Nilai Indeks Williamson yang kecil menggambarkan tingkat kesenjangan rendah ataupemerataan yang baik, dan sebaliknya nilai Indeks Williamson yang besar maka tingkat kesenjangan semakin tinggi. Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai lebih dari 0,5 yang berarti ketimpangan ekonomi di daerah tersebut tinggi. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada tahun 2003 sebesar 0,59. Namun nilai Indeks Williamson dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Hal ini menandakan adanya peningkatan pemerataan antar wilayah di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan nilai Indeks Williamson yang terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,52. Meskipun masih dalam taraf kesenjangan yang tinggi, tetapi Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengurangi ketimpangan yang terjadi di daerahnya. 5.2 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dianalisis menggunakan Tipologi Klassen.Tipologi Klassen dilakukan dengan cara membandingkan PDRB per kapita masing-masing kabupaten/kota dengan

3 46 PDRB per Kapita Provinsi Jawa Timur dan membandingkan laju pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data pada lampiran 6, Provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat klasifikasi Tipologi Klassen sebagai berikut: Tabel 5.1 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Menurut Tipologi Klassen PDRB per kapita (y) y 1 > y y 1 < y Laju Pertumbuhan (r) r 1 > r r 1 < r Daerah maju dan pertumbuhan cepat: Daerah berkembang cepat: Kab. Gresik Kab. Pacitan Kota Malang Kab. Tulungagung Kota Probolin ggo Kab. Malang Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Bojonegoro Kab. Lamongan Kota Batu Kota Blitar Daerah maju tetapi Daerah relatif tertekan: tertinggal: Kab. Sidoarjo Kab. Ponorogo Kota Kediri Kab. Trenggalek Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Tuban Kab. Bangkalan Kab. Sampang Kab. Pamekasan Kab. Sumenep Kota Pasuruan

4 47 Berdasarkan Tabel 5.2, terdapat enam daerah yang masuk dalam klasifikasi daerah maju dan pertumbuhan cepat. Lima daerah yang termasuk ke dalam daerah maju dan pertumbuhan cepat merupakan wilayah perkotaan dan satu wilayah kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa daerah perkotaan bertumbuh lebih cepat dan maju daripada daerah kabupaten. Sedangkan pada daerah relatif tertinggal didominasi oleh daerah kabupaten. Terdapat 21 wilayah yang masuk ke dalam daerah relatif tertinggal, 20 wilayah merupakan daerah kabupaten dan satu daerah perkotaan, yaitu Kota Pasuruan. Daerah relatif tertinggal memiliki persentase sebesar 55,26 persen. Sedangkan daerah maju dan pertumbuhan cepat memiliki persentase sebesar 15,80 persen. Kabupaten/kota yang termasuk dalam daerah berkembang cepat ada 23,68 persen atau sebanyak sembilan daerah. Sisanya berada pada kategori daerah maju tapi tertekan, yaitu sebesar 5,26 persen. Dari perbandingan persentasi pada masing-masing kategori wilayah, terlihat bahwa jumlah daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur masih sangat banyak, sedangkan hanya beberapa daerah saja yang maju. Hal ini membuktikan bahwa ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur masih tinggi. 5.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRBDaerah Tertinggal di Provinsi Jawa Timur Fokus utama yang dianalisis pada penelitian ini adalah melihat seberapa besar pengaruh kualitas pendidikan, kesehatan, jumlah pekerja, panjang jalan, produksi air yang disalurkan, luas pertanian teririgasi, tabungan, dan anggaran pembangunan pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur yang diperoleh dari hasil analisis Tipologi Klassen. Faktor-faktor yang mempengaruhi

5 48 laju PDRB pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur dianalisis agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Sehingga daerah-daerah relatif tertinggal dapat memacu pertumbuhan ekonominya dengan membuat kebijakan yang sesuai dan pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Kabupaten/kota yang termasuk dalam daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur diestimasi menggunakan metode data panel. Keunggulan dari metode data panel adalah model ini memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melihat heterogenitas tiap unit cross section dari contoh penelitian. Heterogenitas unit cross sectionyang ditunjukkan oleh perbedaan antar kabupaten/kota dapat diperoleh dengan pendekatan fixed effect ataupun pendekatan random effect. Uji Chow tidak digunakan dalam penelitian ini karena apabila menggunakan pendekatan pooled least square, heterogenitas tiap unit cross section tidak dapat diestimasi. Dasar statistika untuk memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan fixed effect atau random effect menggunakan Uji Hausman. Nilai probabilitas Uji Hausman sebesar 0,0000, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Artinya tolak H 0, maka model yang digunakan adalah model fixed effect. Tabel 5.2 Hasil Uji Hausman Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob ,0001 Hasil estimasi menggunakan fixed effect model dapat dilihat pada Tabel 5.4. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur.

6 49 R-squared (R²) atau koefisien determinasi pada hasil estimasi sebesar 0, yang menunjukkan PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model sebesar 46,66 persen. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen), nilai probabilitas F-statistic yaitu 0, lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat dan dapat dinyatakan pula bahwa hasil estimasi tersebut mendukung keabsahan model. Uji signifikansi individu (uji t) menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen yang dibandingkan dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi, menunjukkan bahwa empat variabel penjelas signifikan mempengaruhi variabel terikat. Satu variabel penjelas lainnya signifikan pada taraf nyata 10 persen dan terdapat tiga variabel yang tidak signifikan dari delapan variabel bebas yang digunakan. Tabel 5.3 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB di Daerah Relatif Tertinggal menggunakan Fixed Effect Model Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Prob. LNAIR 0, , , ,1225 LNDIK -0, , , ,0017* LNJLN 0, , , ,1173 LNKES -0, , , ,0000* LNPEM 0, , , ,0046* LNPTN -0, , , ,6472 LNTAB -0, , , ,0860** LNTK 1, , , ,0000* C -17, , , ,0010 Kriteria Statistik Nilai R-squared 0, Adjusted R-squared 0, F-statistic 5, Prob(F-statistic) 0, Durbin-Wa tson stat 1, Signifikan pada taraf nyata 5 persen ** Signifikan pada taraf nyat a 10 persen

7 50 Menurut Guj arati (2003), untuk memperoleh model yang baik harus memenuhi asumsi regresi klasik, model harus terbebas dari masalah-masalah dalam regresi yaitu heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas, diberikan perlakuan Generalized Least Square (GLS) dan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Karena model fixed effect yang digunakan telah diberi perlakuan GLS dengan Crosssection weights maka asumsi adanya heteroskedastisitas dapat dihilangkan. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik dan nilai probabilitas F-statistik. Dari hasil regresi, empat variabel bebas signifikan pada taraf nyata 5 persen dan satu variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen, sedangkan nilai probabilitas F-statistik signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga asumsi adanya multikolinearitas dapat diabaikan. Untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi, maka dideteksi dengan melihat nilai Durbin-Watson statistik. Nilai Durbin-Watson sebelum diberi bobot dibandingkan dengan nilai sesudah diberi bobot. Apabila nilai Durbin-Watson setelah diberi bobot lebih besar, maka asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan. Berdasarkan estimasi dan pengujian asumsi regresi klasik terhadap model fixed effect, maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil estimasi model data panel dengan menggunakan fixed effect setelah melalui serangkaian uji, maka diperoleh model terbaik dengan hasil estimasi sebagai berikut:

8 51 LPDRB it = 0,1465 LNAIR it 0,3802 LNDIK it + 0,3003 LNJLN it 0,4170 LNKES it + 0,0836 LNPEM it 0,1142 LNPTN it - 0,0286 LNTAB it + 1,3649 LNTK it - 17, [CX=F] + e it Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi laju PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur antara lain : kualitas pendidikan (LNDIK), kesehatan (LNKES), jumlah pekerja (LNTK), anggaran pembangunan (LNPEM), dan tabungan (LNTAB). Sedangkan interpretasi dari hasil estimasi adalah sebagai berikut: Tabel 5.4 Notasi Variabel Bebas dan Deskripsi pada Model Estimasi Laju PDRB di Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur No. Notasi Variabel Deskripsi 1. LNDIK Setiap peningkatan rasio murid terhadap guru sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,3802 satuan (ceteris paribus). 2. LNKES Setiap peningkatan rasio jumlah penduduk terhadap dokter sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,4170 satuan (ceteris paribus). 3. LNTK Setiap peningkatan jumlah pekerja sebesar 1 orang maka laju PDRB akan meningkat sebesar 1,3649 satuan (ceteris paribus). 4. LNPEM Setiap peningkatan anggaran pembangunan sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan meningkat sebesar 0,0836 satuan (ceteris paribus) LNTAB LNAIR LNJLN LNPTN Setiap peningkatan tabungan sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,3802 satuan (ceteris paribus). Produksi air bersih tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal. Panjang jalan tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal. Lahan pertanian teririgasi tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.

9 Implikasi Kebijakan untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah Relatif Tertinggal di Provinsi Jawa Timur 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan modal bagi pertumbuhan ekonomi karena berhubungan dengan faktor produksi. Pekerja merupakan salah satu modal dalam pembangunan ekonomi. Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah pekerja memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan jumlah pekerja akan mampu meningkatkan produktivitas, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dipacu. Agar jumlah pekerja dapat meningkat, maka perlu meningkatkan lapangan kerja. Pemerintah daerah sebaiknya memperhatikan sektor apa saja yang memiliki potensi. Sehingga sektorsektor yang berpotensi tersebut dapat dikembangkan dengan baik agar memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Tabel 5.5 Peranan Sekotor-sektor Perekonomian Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur Lapangan Usaha Tahun Pertanian 37,79 37,34 37,24 36,80 36,07 Perdagangan, Hotel, dan 22,69 23,43 23,41 23,65 23,92 Restauran Industri Pengolahan 13,13 13,08 14,24 14,16 14,06 Lainnya ,15 25,11 25,39 25,95 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (diolah) Sektor-sektor yang menjadi unggulan di Provinsi Jawa Timur adalah sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan. Namun pada daerah relatif ter tinggal, pertanian ma sih menjadi sektor yang memiliki peranan cukup besar terhadap perekonomian. Oleh karena itu, pengembangan pada sektor pertanian perlu dilakukan oleh pemerintah agar dapat

10 53 meningkatkan daya saing daerah relatif ter tinggal. Selain itu, peranan dari industri kecil juga perlu ditingkatkan, karena industri kecil berbasis padat karya sehingga membutuhkan jumlah pekerja yang lebih banyak. Kebijakan yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah yaitu mengembangkan lapangan pekerjaan di sektor pertanian dengan basis padat karya agar dapat mempekerjakan orang lebih banyak. Peningkatan jumlah pekerja dinilai mampu meningkatkan laju PDRB bagi daerah relatif tertinggal, namun peningkatan ini juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia berhubungan dengan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. Agar kualitas sumber daya manusia membaik dan memiliki potensi dalam memajukan perekonomian daerahnya maka kualitas pendidikan dan kesehatan harus ditingkatkan. Jumlah guru di daerah tertinggal harus ditingkatkan, sehingga rasio murid terhadap guru akan berkurang dan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Agar jumlah guru di daerah tertinggal dapat meningkat, maka pemerintah daerah dapat memberikan insentif bagi guru-guru yang berkenan mengajar di daerah tersebut. Misalnya memberikan rumah dinas, kendaraan dan fasilitas-fasilitas lainnya agar banyak guru yang mau mengajar di daerah tertinggal. Berdasarkan Departemen Pendidikan Nasional, rasio murid terhadap guru di Indonesia yaitu sebesar 1:14, sedangkan rasio murid terhadap guru di daerah relatif tertinggal Provinsi Jawa Timur yaitu 1:16. Oleh karena itu perlu dilakukan penambahan jumlah guru agar rasionya berkurang. Pemerataan jumlah guru juga

11 54 perlu dilakukan, agar guru-guru tidak terpusat di wilayah perkotaan saja, tetapi juga di daerah pedalaman yang sulit dijangkau. Hal ini perlu dilakukan agar kualitas pendidikan di daerah tertinggal dapat merata. Kebijakan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu memberikan beasiswa kepada murid-murid berprestasi untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun dengan syarat apabila telah lulus, mereka akan mengabdi di daerah asalnya sebagai guru. Dengan begini jumlah guru di daerah tertinggal dapat mengalami peningkatan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pemerintah sebaiknya memberikan fasilitas yang memadai, misalnya dengan mengadakan program pelatihan kerajinan agar masyarakat memiliki kemampuan khusus dan memiliki daya saing tinggi. Kualitas kesehatan juga turut mempengaruhi potensi sumber daya manusia, apabila kesehatan pekerja memburuk, maka dapat mengurangi produktivitas. Sehingga peningkatan pelayanan kesehatan perlu dilakukan agar proses produksi tidak terganggu dan berjalan lancar. Kualitas kesehatan diukur menggunakan rasio jumlah penduduk terhadap dokter. Rasio jumlah penduduk terhadap dokter di Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 1:12458, sedangkan rasio ini di daerah tertinggal mencapai 1: Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan jumlah dokter di daerah tertinggal. Upaya peningkatan laju PDRB dapat dilakukan melalui penambahan jumlah dokter pada setiap rumah sakit maupun puskesmas di daerah tertinggal. Agar banyak dokter yang tertarik untuk betugas di puskesmas, maka pemerintah dapat memberikan insentif seperti rumah dinas, kendaraan, ataupun tunjangan kepada dokter yang mau bertugas di daerahnya. Pemerintah juga sebaiknya memberikan

12 55 penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan bagi masyarakat. Apabila kualitas kesehatan baik, maka hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. 2. Anggaran Pembangunan Anggaran pembangunan berguna untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan memberikan peranan penting dalam sektor perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Daerah dengan pembangunan yang maju dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya, karena fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat telah tersedia sehingga dapat menunjang produktivitas di daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebaiknya meningkatkan anggaran pembangunan untuk mengembangkan daerahnya. Pemasukan untuk anggaran pembangunan dapat ditingkatkan melalui penggalian potensi-potensi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Anggaran ini dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur ataupun kualitas pendidikan dan kesehatan di daerah tertinggal agar pertumbuhan ekonomi di daerah ini dapat melaju dengan cepat dan tinggi. 3. Tabungan Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal. Jika tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi. Namun pada penelitian ini, tabungan signifikan berpengaruh negatif terhadap laju PDRB. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan tabungan berarti mengurangi

13 56 konsumsi, apabila konsumsi berkurang maka hasil kegiatan produksi tidak memberikan keuntungan sebesar dahulu. Sehingga PDRB akan menurun dan laju pertumbuhan ekonomi juga menurun. Pemerintah sebaiknya berinvestasi dalam bentuk selain tabungan, misalnya investasi pada sektor-sektor yang memiliki potensi yang besar terhadap perekonomian seperti pertanian. Pemerintah dapat memberikan modalnya untuk mengembangkan agribisnis dari hulu ke hilir agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. 4. Infrastruktur Infrastruktur merupakan penunjang utama terselenggaranya proses usaha, pembangunan, proyek, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, infrastruktur diukur melalui panjang jalan, produksi air yang disalurkan, dan luas pertanian teririgasi. Ketiga variabel tersebut belum mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju PDRB pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Jalan merupakan penunjang bagi proses mobilisasi barang dan jasa. Apabila mobilitas barang dan jasa lancar, maka kegiatan perdagangan antar wilayah akan berkembang dengan baik dan migrasi tenaga kerja akan berjalan lancar. Sehingga kelebihan produksi di suatu wilayah dapat disalurkan ke wilayah lain agar memperoleh keuntungan. Migrasi tenaga kerja yang berjalan lancar dapat mengurangi efek negatif dari kelebihan penawaran tenaga kerja, sehingga kelebihan tenaga kerja di suatu daerah dapat disalurkan ke daerah lain yang membutuhkan. Namun pada penelitian ini, panjang jalan tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini mungkin terjadi karena masih banyak jalan-jalan yang rusak di daerah tertinggal. Jumlah jalan yang rusak di daerah relatif

14 57 tertinggal mencapai 30 persen. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki jalan-jalan di daerah tertinggal dan menambah jumlahnya agar dapat meningkatkan perekonomian di daerah tersebut. Penyediaan air bersih merupakan salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses produksi di suatu daerah. Air bersih juga digunakan dalam kegiatan produksi. Penyediaan air bersih dapat meningkatkan produktivitas, sehingga air bersih ikut memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun pada penelitian ini produksi air bersih tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Hal ini mungkin terjadi karena produksi air yang disalurkan lebih banyak digunakan untuk konsumsi masyarakat saja, bukan untuk penunjang proses produksi suatu komoditi. Sehingga produksi air tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Pertanian teririgasi merupakan salah satu infrastruktur yang turut menunjang perekonomian di suatu daerah. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur pada sektor pertanian mampu memberikan pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Namun pada penelitian ini lahan pertanian teririgasi tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah lahan pertanian teririgasi hanya sekitar 10 persen dari seluruh luas lahan pertanian. Lahan pertanian tidak hanya dilihat dari besarnya jumlah sawah teririgasi, tetapi ada pula lahan pertanian

15 58 bukan sawah. Sehingga lahan pertanian teririgasi tidak mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah relatif tertinggal. Pemerintah daerah sebaiknya mengalokasikan anggaran pembangunan untuk mengembangkan atau memperbaiki infrastruktur di daerah tertinggal. Agar infrastruktur yang ada dapat efektif memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Selain itu, bantuan dana dari pemerintah pusat juga diperlukan agar daerah tertinggal dapat meningkatkan kualitas infrastruktur di daerah tersebut.

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah 44 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat ditentukan menggunakan indeks Williamson yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maka diperoleh kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut : tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

BAB V PENUTUP. maka diperoleh kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut : tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur tahun 2008-2012, maka diperoleh kesimpulan yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000) Kabupaten/Kota DAU 2010 PAD 2010 Belanja Daerah 2010 Kab Bangkalan 497.594.900

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Pulau Jawa Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota di antaranya dari Kab Pacitan, Kab Ponorogo, Kab Trenggalek,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah di provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38 kota dan kabupaten yaitu 29 kabupaten dan 9 kota dengan mengambil 25 (Dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari 54 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia. Adapun variabel

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M. JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Seminar hasil TUGAS AKHIR Ayunanda Melliana 1309100104 Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN DENGAN REGRESI PANEL

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN DENGAN REGRESI PANEL PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004-2008 DENGAN REGRESI PANEL Desi Yuniarti 1, Susanti Linuwih 2, Setiawan 3 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya, 60111

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang menggunakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.1, (016) 337-350 (301-98X Print) D-45 Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel Nur Fajriyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan,

Lebih terperinci

P E N U T U P P E N U T U P

P E N U T U P P E N U T U P P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten induknya yaitu Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi ke BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2008 yang mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Obyek Studi 5.1.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur Provinsi Jawa Timur berada diantara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Bali. Bagian Utara berbatasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Pembahasan mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah ditinjau dari beberapa hal. Pertama, proporsi belanja

Lebih terperinci

PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR

PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR Satria Yuda Anggriawan PT. Mega Finance Dr. ArisSoelistyo, M.Si Dra. DwiSusilowati, M. M. Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 \ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Efferin, Darmadji dan Tan (2008:47) pendekatan kuantitatif disebut juga pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan data yang berupa laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR),

Lebih terperinci

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan Lampiran. Data Dana Perimbangan DANA PERIMBANGAN (Dalam Ribuan) No Daerah 2009 200 20 202 203 Kab. Bangkalan 628,028 64,037 738,324 870,077,004,255 2 Kab. Banyuwangi 897,07 908,07 954,894,70,038,299,958

Lebih terperinci

PPUS : Program Pengembangan Usaha Swasta. : waktu yang dibutuhkan untuk mengurus status tanah (minggu) : persepsi tingkat kemudahan mendapatkan lahan

PPUS : Program Pengembangan Usaha Swasta. : waktu yang dibutuhkan untuk mengurus status tanah (minggu) : persepsi tingkat kemudahan mendapatkan lahan 157 Lampiran 1 Daftar Istilah PMDN: Penanaman Modal DalamNegeri PMA : Penanaman Modal Asing TKED : Tata KelolaEkonomi Daerah IPPU : InteraksiPemdaDenganPelaku Usaha PPUS : Program Pengembangan Usaha Swasta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tahap Evaluasi Model 5.1.1. Tahap Evaluasi Pemilihan Model Estimasi model, untuk mengetahui pengaruh belanja pemerintah daerah per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 1. Keadaan Wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Jawa dan merupakan provinsi paling timur di Pulau Jawa. Letaknya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah menerapkan penyelenggaraan Pemerintah daerah yang berdasarkan asas otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki hak untuk membuat kebijakannya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Granger Menurut Todaro (2006) dalam teori siklus populasi-kemiskinan (population-poverty cycle), terdapat hubungan antara jumlah penduduk dengan kemiskinan, oleh karena

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. syarat kriteria BLUE (Best Unbiased Estimato). model regresi yang digunakan terdapat multikolinearitas. 81 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kausalitas Penelitian ini menggunakan analisis model GLS (General Least Square). Metode GLS sudah memperhitungkan heteroskedastisitas pada variabel independen

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh Belanja Pemerintah di Bidang Kesehatan, Belanja Pemerintah di Bidang Pendidikan, Indeks Pemberdayaan Gender, dan Infrastruktur Jalan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH Hitapriya Suprayitno 1) dan Ria Asih Aryani Soemitro 2) 1) Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITS, suprayitno.hita@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga paradigma kebijakan pembangunan nasional sebaiknya diintegrasikan dengan strategi pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Lebih terperinci

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 ) LAMPIRAN 1 LUAS WILAYAH,, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH RUMAH JIWA / RUMAH PENDUDUK DESA KELURAHAN DESA+KEL. PENDUDUK (km 2 ) TANGGA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi Model Evaluasi Model Keterangan 1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA

5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5. DETERMINAN KETAHANAN PANGAN REGIONAL DAN RUMAH TANGGA 5.1 Determinan Ketahanan Pangan Regional Analisis data panel dilakukan untuk mengetahui determinan ketahanan pangan regional di 38 kabupaten/kota

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN DEFINITIF BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PASAL 25/29) DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur I. PEMOHON Hj. Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data). 3.2 Metode Analisis Data 3.2.1 Analisis Weighted

Lebih terperinci

Peramalan Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel

Peramalan Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No., (14) 337-35 (31-98X Print) D-33 Peramalan Jumlah epemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel Hilda Rosdiana

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN LAMONGAN PROFIL KEMISKINAN DI LAMONGAN MARET 2016 No. 02/06/3524/Th. II, 14 Juni 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 40/06/35/Th. XIV, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015 IPM Jawa Timur Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD Cross-section F Pemilihan model estimasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Objek Wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 29 kabupaten dan 9 kota. Peta wilayah disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 No. 010/06/3574/Th. IX, 14 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016 IPM Kota Probolinggo Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kota Probolinggo pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M. 16 JANUARI ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDUDUK MISKIN DAN PENGELUARAN PERKAPITA MAKANAN DI JAWA TIMUR DENGAN METODE REGRESI NONPARAMETRIK BIRESPON SPLINE Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 25/04/35/Th. XV, 17 April 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2016 IPM Jawa Timur Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Timur pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji. Multikolinearitas dan uji Heteroskedastisitas.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji. Multikolinearitas dan uji Heteroskedastisitas. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Instrumen dan Data Uji kualitas data dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik. Asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR OLEH SOULMA ARUM MARDIANA H14080055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan jenis pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menguji hubungan signifikan dengan cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Analisis pengaruh PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah sektor kesehatan, dan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia

Lebih terperinci

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perkembangan Kemiskinan, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah, Daya Beli, dan Infrastruktur Sosial di Propinsi Jawa Barat Gambaran perkembangan

Lebih terperinci

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR Ida Nuraini Universitas Muhammadiyah Malang nuirainiida@yahoo.com Abstract Pertumbuhan ekonomi telah lama dijadikan sebagai indikator keberhasilan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengujian Stasioneritas Data Pengujian kestasioneran data merupakan tahap yang paling penting dalam menganalisis data panel untuk melihat ada tidaknya panel unit root yang terkandung

Lebih terperinci

RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016

RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016 RESUME PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 IHPS I TAHUN 2016 A. PEMERIKSAAN KEUANGAN Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2015 adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menganalisis pengaruh kemiskinan, pengeluran pemerintah bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI (NET) MINYAK TANAH Dl PANGKALAN MINYAK TANAH Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci