BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA"

Transkripsi

1 BAB IV STUDI KASUS RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO - HATTA IV.1 Kategori Pesawat Pada Runway Utara Type pesawat yang beroperasi di runway utara pada saat melakukan pendekatan ke runway dikelompokan dalam kategori C dan D. Pengelompokan ini didasarkan pada approach speed untuk setiap pesawat. Data ini diperoleh dari Tabel aircraft performance (Lampiran V). Berdasarkan pengelompokan pesawat yang beroperasi di runway utara (Lampiran IV- D) diperoleh : Kategori C ada 69 % Kategori D ada 31 % IV.2 Lokasi Touchdown Pesawat Pada Runway Utara Dari hasil survei lokasi touchdown pesawat pada runway utara dari arah landing 25R diperoleh titik touchdown diukur dari threshold 25R. Survei dari arah 25R dilakukan karena pada bulan Maret umumnya landing dan take - off pesawat dilakukan dari arah 25R, sehingga pesawat yang melakukan touch down dari arah 07L diasumsikan berprilaku sama dengan arah 25R. Dari hasil analisa dan memperhatikan lokasi penempatan PAPI ditetapkan bahwa rata - rata pesawat melakukan touchdown pada jarak 550 meter dari threshold 07L. Hasil survei selengkapnya dan gambar lokasi touchdown pesawat dapat dilihat pada Lampiran XII. IV.3 Kecepatan Rencana Di HST Untuk merencanakan kecepatan rencana keluar di HST digunakan interpolasi sesuai Tabel II.2. Interpolasi ini berdasarkan jari - jari HST yang akan direncanakan adalah 500 meter. Dari hasil interpolasi untuk R = 500 meter, maka kecepatan keluar runway pada setiap HST adalah sebesar : 96 (16/165 x 40) = 92,1212 km/jam atau 26 m/detik. Berdasarkan penjelasan pada bab II, maka kecepatan di HST sebesar 26 m/detik dapat digunakan sebagai kecepatan rencana di HST. 44

2 IV. 4 Model Lokasi HST Ideal Untuk menentukan lokasi HST ideal digunakan persamaan (II.1). Kecepatan melakukan touchdown diambil 5 knot lebih lambat dari kecepatan melewati ambang landasan, perlambatan rata rata diudara adalah sebesar 0.75 m/det 2, perlambatan rata - rata didarat adalah sebesar 1,5 m/det 2 (Horronjeff, Hal 306). Dari hasil perhitungan (Lampiran XIV - A) diperoleh lokasi HST ideal untuk masing - masing kategori pesawat, yaitu : Tabel IV.1 Lokasi HST Ideal Kelompok V OT (m/det) VE L (meter) Pesawat Minimal Maksimal (m/det) Minimal Maksimal C D IV.5 Waktu Pemakaian Runway Utara Untuk Landing Pesawat Kondisi Eksisting Waktu pemakaian runway total diperoleh dengan menjumlahkan waktu dari threshold ke titik touchdown, waktu dari titik touchdown ke lokasi HST ideal, waktu dari HST ideal ke actual. Untuk perhitungan waktu dari HST ideal ke actual digunakan Matchad 13 untuk seluruh kategori pesawat adalah : IV.5.1 Analisa Waktu Tempuh Dari HST Ideal Ke Aktual Untuk Landing dari arah 07L hanya ada satu lokasi HST, yaitu HST N 2 yang berjarak 2647 meter dari threshold 07L. Sehingga waktu tempuh ke HST aktual setiap pesawat kategori C adalah 35 detik. Sedangkan untuk pesawat kategori D memerlukan tambahan waktu sebesar 14 detik untuk mencapai lokasi HST N 2. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.2 dibawah ini. (Seluruh hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran XIV - B) 45

3 Tabel IV.2 Penambahan Waktu Pemakaian Runway Utara Kategori Penambahan Waktu Pemakaian Runway Utara (Detik) Pesawat Arah landing 07L Arah landing 25R C D IV.5.2 Analisa Waktu Pemakaian Runway Utara Perhitungan ini dilakukan pada saat posisi pesawat mulai berada pada ketinggian 50 feet dari threshold runway utara, melakukan touchdown hingga mencapai kecepatan rencana di HST sebesar 26 m/detik dan keluar runway. Dengan excell diperoleh : (Seluruh hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran XIV - D). Waktu rata - rata landing pesawat dari arah 07L adalah 57,03 detik Waktu rata - rata landing pesawat dari arah 25R adalah 48,07 detik IV.5.3 Persentase Arah Pendaratan Di Runway Utara Pemakaian runway utara untuk landing di Bandara Soekarno - Hatta, selama satu tahun (Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran II - B) memperlihatkan pesawat melakukan : Landing dari arah 07L : 33 % Landing dari arah 25R : 67 % IV.5.4 Rata - Rata Pemakaian Runway Utara Untuk Landing Berdasarkan persentase pemakaian runway baik dari arah 07L dan 25R akan diperoleh rata - rata pemakaian runway dari dua arah, yaitu : Rata - rata waktu total pemakaian runway dari arah 07L untuk seluruh pesawat adalah 57 detik. Rata rata total pemakaian runway dari arah 25R untuk seluruh pesawat adalah 48 detik. Sehingga rata - rata pemakaian runway untuk landing dari dua arah adalah : (0,33 x 57 +0,67 x 48 ) = 50,97 detik 46

4 Dari hasil analisa diatas dan pengamatan langsung dari ATC, untuk landing dari arah 25R jumlah dan posisi HST masih memenuhi untuk melayani landing pesawat. Untuk landing dari arah 07L hanya ada satu HST N2. Keadaan ini menyebabkan beberapa pesawat seperti B737, B735, B734, B733, B732 menggunakan HST N3 untuk keluar dari runway utara. Untuk mengatasi hal ini perlu dikembangkan suatu model analisis untuk penambahan HST dari arah 07L. IV.6 Model Analisis Penambahan HST Dari Arah 07L Untuk landing dari arah 07L hanya ada satu lokasi HST aktual (N 2 ) yang berjarak 2647 meter dari thereshold 07L. Dalam kenyataannya untuk kategori Pesawat C lokasi HST ideal pada interval 1518 sampai dengan 1941 meter, sedangkan untuk kategori pesawat D pada interval 1965 sampai dengan 2595 meter. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar IV.1 dibawah ini. Kategori C Kategori D Ket : Lokasi HST aktual Fungsi kumulatif kategori pesawat C Fungsi kumulatif kategori pesawat D Runway 07 L N Gambar IV.1 Lokasi HST Ideal Kategori Pesawat C Dan D Landing Arah 07L IV.6.1 Model Analisis Gabungan Penambahan HST Dari Arah 07L Analisa gabungan ini dikembangkan untuk dapat menentukan satu lokasi HST tambahan yang merupakan gabungan dari kategori pesawat C dan kategori pesawat D, sehingga dapat menurunkan waktu penambahan pemakaian runway akibat lokasi HST aktual (N 2 ). Penentuan nilai HST gabungan 47

5 dilakukan dengan cara membandingkan persentase pesawat kategori C dan D yang beroperasi saat ini, sehingga batas bawah dan atas HST gabungan adalah : Batas bawah HST gabungan : ( ) x 0.69 = 1656,57 meter Batas atas HST gabungan : ( ) x 0.69 = 2143,74 meter Ket : Lokasi HST aktual Fungsi kumulatif kategori pesawat C Fungsi kumulatif kategori pesawat D Runway Fungsi kumulatif gabungan Kategori C 69% Kategori D 31 % 07 L Lokasi HST Gabungan N Gambar IV.2 Lokasi HST Ideal Gabungan Eksisting Untuk prediksi 10 tahun mendatang ditentukan berdasarkan skenario yang mungkin dari proporsi kategori pesawat C dengan D yang beroperasi. Skenario ini tidak pasti akan terjadi, hal ini disebabkan oleh karena tiap maskapai penerbangan mempunyai strategi yang berbeda - beda dalam memilih pesawat. Namun berdasarkan data - data pemesanan pesawat yang dilakukan oleh beberapa maskapai penerbangan dan juga memperhatikan General Charactersitics Airplane, maskapai penerbangan lebih cenderung menggunakan B , B , B ER, A380, A320, B ER. 48

6 Tabel IV.3 Skenario Perbandingan Kelompok Pesawat Skenario Perbandingan Kelompok Lokasi HST (Meter) (S) Pesawat C Dengan D Minimal Maksimal 1 100% : 0% % : 10% % : 20% % : 31% % : 40% % : 50% % : 60% % : 70% % : 80% % : 90% % : 100% Berdasarkan Tabel IV.3 diatas dapat dibuat diagram garis untuk ke tujuh skenario. Diagram garis diperlihatkan pada Gambar IV.3 dibawah ini Lokasi HST Gabungan Gambar IV.3 Diagram Garis Lokasi HST Gabungan Dengan menggabungkan ketujuh skenario seperti pada diagram garis diatas diperoleh lokasi HST tambahan yang mungkin, yaitu pada interval 1876 s/d 2072 meter. Berdasarkan interval lokasi HST yang mungkin akan ditetapkan lokasi HST yang menghasilkan total penambahan waktu pemakaian runway terkecil untuk seluruh skenario. Dengan Matchad 13 (Lampiran XIV - E) 49

7 diperoleh total penambahan waktu pemakaian runway yang dihasilkan untuk seluruh skenario : Tabel IV.4 Total Penambahan Waktu Pemakaian Runway Untuk HST Terpilih Pada Berbagai Skenario Lokasi HST (meter) Penambahan Waktu Pemakaian Runway (Detik) S1 S2 S3 S 4 S5 S6 S7 Total (Detik) ,21 18,28 24,71 24,81 22,59 20,46 18,35 137, ,85 14,04 22,70 24,37 22,58 20,46 18,35 128, ,68 10,10 19,74 23,44 22,54 20,46 18,35 119, ,43 7,08 16,04 21,77 22,41 20,46 18,35 110, ,74 5,22 12,14 19,21 22,07 20,44 18,35 102, ,33 4,44 8,69 15,90 21,35 20,39 18,34 94, ,04 4,42 6,18 12,26 19,99 20,29 18,34 87, ,79 4,85 4,77 8,90 17,87 19,87 18,32 81, ,56 5,50 4,29 6,35 15,01 19,09 18,26 76, ,33 6,23 4,45 4,83 11,77 17,71 18,08 71, ,94 6,83 4,85 4,30 9,27 16,09 17,78 68,06 Dari hasil perhitungan pada tabel diatas, menunjukan bahwa lokasi HST pada jarak 2072 meter menghasilkan total waktu paling kecil yaitu sebesar 68,06 detik. Kelemahan model analisa ini adalah adanya pergeseran kurva lokasi HST ideal akibat dari bertambah atau berkurangnya persentase pesawat kategori C dan kategori D, yang dalam kenyataannya lokasi HST ideal untuk setiap kategori pesawat akan selalu tetap. IV.6.2 Model Analisis Terpisah Penambahan HST Dari Arah 07L Berdasarkan batas bawah dan atas lokasi HST ideal untuk tiap kategori pesawat seperti yang dijelaskan pada Gambar IV.1 diatas, maka lokasi HST tambahan berada pada jarak 1518 meter sampai dengan 2595 meter dari threshold 07L. Hasil analisa dengan bantuan Matchad 13 (Lampiran XIV - F dan Lampiran XIV - G) diperoleh penambahan waktu pemakaian runway untuk masing - masing kategori pesawat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.5 berikut ini. 50

8 Tabel IV.5 Penambahan Waktu Pemakaian Runway Berdasarkan Lokasi HST Tambahan Untuk Arah Landing 07L Lokasi HST (Meter) Penambahan Waktu (Detik) Kategori C Kategori D Total (Detik) ,26 14, ,26 14, ,77 14, ,10 14, ,53 14, ,84 14, ,65 14, ,54 14, ,41 14, ,25 14, ,17 14, ,10 14, ,17 14, ,10 14, ,02 13, ,94 12, ,86 7, ,79 4, ,71 2, ,63 5, ,56 7, ,48 9, ,40 11, ,29 12, Dari hasil analisis sesuai Tabel IV.5 diatas menunjukan bahwa penambahan HST pada jarak 1830 meter lebih efektif untuk menurunkan penambahan waktu pemakaian runway kategori pesawat C dari 35 detik menjadi 4,54 detik. Dari hasil analisa gabungan, total waktu penambahan pemakaian runway adalah sebesar 27,29 detik pada jarak 2072 meter dari threshold 07L. Dimana selisih waktu antara hasil analisa gabungan dengan terpisah adalah 8,63 detik. Lokasi penambahan HST yang diperkenankan adalah pada interval 1818 sampai dengan 2072 meter dari threshold 07L, walaupun untuk lokasi HST pada jarak 2372 meter total penambahan waktunya masih lebih kecil pada lokasi HST 2072 meter. Hal ini disebabkan oleh selisih jarak yang cukup besar antar lokasi HST pada 51

9 2072 meter dan lokasi HST pada 2372 meter. Sedangkan untuk pesawat kategori D sudah efektif menggunakan HST N2, hal ini juga berlaku untuk masa mendatang dimana diperkirakan penggunaan B dan B akan meningkat. IV.6.3 Model Analisis Terpisah Penambahan HST Dari Arah 25R Ket : Lokasi HST aktual Fungsi kumulatif kategori pesawat C Fungsi kumulatif kategori pesawat D Runway N5 N4 N3 25R Gambar IV.4 Lokasi HST Ideal Kategori Pesawat C Dan D Landing Arah 25R Untuk pesawat kategori C masih efektif menggunakan HST N4 dengan penambahan waktu pemakaian runway sebesar 17 detik. Sedangkan pesawat kategori D masih mungkin mengurangi penambahan waktu pemakaian runway dengan melakukan penambahan HST pada interval 2159 meter s/d 2595 meter dari threshold 25R. Hasil perhitungan (Lampiran XIV - H) dengan Matchad 13 diperlihatkan pada Tabel IV.6 dibawah ini : 52

10 Tabel IV.6 Penambahan Waktu Pemakaian Runway Berdasarkan Lokasi HST (Meter) Lokasi HST Tambahan Untuk Arah Landing 25R Penambahan Waktu (Detik) Kategori C Kategori D Total (Detik) ,46 24,43 40, ,46 23,53 39, ,46 17,79 34, ,46 12,42 28, ,46 9,03 25, ,46 4,41 20, ,46 4,71 21, ,46 6,46 22, ,46 8,36 24, ,46 10,27 26, ,46 11,99 28,45 Berdasarkan hasil analisa sesuai Tabel IV.6 diatas, untuk mengurangi penambahan waktu pemakaian runway pesawat kategori D perlu dilakukan penambahan HST pada jarak 2350 dari threshold 25R. Penambahan lokasi HST tersebut perlu dipertimbangkan mengingat persentase penggunaan runway untuk landing dari arah 25R sebesar 67%. IV.7 Keadaan Dengan Penambahan HST IV.7.1 Alternatif 1 Melakukan penambahan HST pada jarak 1830 meter dari threshold 07L. Tujuannya adalah menurunkan penambahan waktu pemakaian runway kategori pesawat C dari 35 detik menjadi 4,54 detik. Akibat keadaan ini waktu pelayanan runway utara dalam melayani pesawat yang landing menjadi : Rata - rata waktu total pemakaian runway dari arah 07L untuk seluruh pesawat adalah 36 detik. Rata - rata waktu pemakaian runway dari arah 25R untuk seluruh pesawat adalah 48 detik. 53

11 Sehingga rata - rata pemakaian runway untuk landing dari dua arah adalah : (0,33 x ,67 x 48 ) = 44,04 detik, artinya terjadi pengurangan sebesar 6,94 detik dari sebelum adanya penambahan HST. Reduksi waktu dari kategori pesawat C sebesar 30,46 detik, berpotensi untuk meningkatkan kapasitas sampai dengan enam pergerakan perjam. IV.7.2 Alternatif 2 Melakukan penambahan HST pada jarak 2350 meter dari threshold 25R. Tujuannya adalah menurunkan penambahan waktu pemakaian runway kategori pesawat D dari 25 detik menjadi 4,41 detik. Akibat keadaan ini waktu pelayanan runway utara dalam melayani pesawat yang landing menjadi : Rata - rata waktu pemakaian runway dari arah 07L untuk seluruh pesawat adalah 57 detik. Rata - rata waktu pemakaian runway dari arah 25R untuk seluruh pesawat adalah 42 detik. Sehingga rata rata pemakaian runway untuk landing dari dua arah adalah : (0,33 x ,67 x 42 ) = 46,95 detik, artinya terjadi pengurangan sebesar 4,02 detik. Reduksi waktu yang diberikan dari kategori pesawat D sebesar 20,59 detik, sehingga berpotensi untuk meningkatkan kapasitas sampai dengan empat pergerakan perjam. IV.7.3 Alternatif 3 Merupakan gabungan dari alternatif 1 dan 2. Akibat keadaan ini waktu pelayanan runway utara dalam melayani pesawat landing menjadi : Rata - rata waktu total pemakaian runway dari arah 07L untuk seluruh pesawat adalah 37 detik Rata - rata waktu pemakaian runway dari arah 25R untuk seluruh pesawat adalah 42 detik Sehingga rata - rata pemakaian runway untuk landing dari dua arah adalah : (0,33 x ,67 x 42 ) = 10,35 detik, artinya terjadi pengurangan sebesar 10,62 detik. Alternatif ini berpotensi meningkatkan kapasitas sampai sepuluh pergerakan pergerakan perjam. 54

12 IV.8 Alternatif Terbaik Berdasarkan rata - rata waktu pelayanan landing pesawat maka diperoleh alternatif terbaik, yaitu : Alternatif 1 merupakan alternatif terbaik, dimana reduksi waktu penambahan pemakaian runway yang disebabkan oleh pesawat kategori C akan berkurang secara ekstrim dari 35 detik menjadi 5 detik. Alternatif 1 ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah HST yang ada pada runway utara saat ini. Alternatif 2 juga akan mereduksi waktu penambahan pemakaian runway pesawat kategori D sebesar 20,59 detik. Tetapi jika dilihat lokasi HST yang telah ada untuk landing dari arah 25R, maka penerbang masih bisa untuk memperbesar lokasi touchdown agar waktu penambahan pemakaian runway setelah pesawat melakukan touchdown tidak terlalu besar (untuk mencapai lokasi HST N5). Jadi dapat dikatakan bahwa alternatif 1 masih lebih penting dari alternatif 2. Alternatif 3 sangat berguna untuk meningkatkan kapasitas sampai dengan 10 pergerakan perjam, tetapi alternatif ini membutuhkan biaya yang besar. IV.9 Pemakaian Runway Untuk Landing Pesawat Perhitungan waktu pemakaian runway yang dijelaskan diatas dilakukan berdasarkan pada presentase pesawat kategori C sebesar 69% dan presentase pesawat kategori D sebesar 31%. Hasil analisa berikut ini menggambarkan waktu rata rata pelayanan pesawat dalam berbagai perbandingan jumlah pesawat yang beroperasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat keadaan sistem setelah adanya penambahan HST pada berbagai jenis perbandingan yang mungkin terjadi pada masa mendatang dan juga sebagai kontrol terhadap kebijakan yang diambil. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini : 55

13 Tabel IV.7 Waktu Pelayanan Rata - Rata Kondisi Eksisting Persentase Pesawat Waktu Pelayanan Rata - Rata (Detik) Kat. C Kat.D 07L 25R Total Tabel IV.8 Waktu Pelayanan Rata - Rata Kondisi Alternatif 1 Persentase Pesawat Waktu Pelayanan Rata - Rata (Detik) Kat. C Kat.D 07L 25R Total

14 Tabel IV.9 Waktu Pelayanan Rata - Rata Kondisi Alternatif 2 Persentase Pesawat Waktu Pelayanan Rata -Rata (Detik) Kat. C Kat.D 07L 25R Total Tabel IV.10 Waktu Pelayanan Rata Rata Kondisi Alternatif 3 Persentase pesawat Waktu pelayanan rata rata (Detik) Kat. C Kat.D 07L 25R Total Secara keseluruhan berdasarkan perubahan persentase pesawat, menunjukan bahwa alternatif ke-3 menurunkan waktu pelayanan rata - rata dalam dua arah yang paling kecil. Namun mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan HST yakni sebesar Sebelas Milyard Tujuh Ratus Tujuh juta Sembilan Ratus Tiga Puluh Ribu Rupiah, maka alternatif 1 yang tepat untuk dilaksanakan saat ini. 57

MODEL ANALISIS PENAMBAHAN HIGH SPEED EXIT TAXIWAY RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO HATTA THESIS. La Ode Muhammad Rizal NIM :

MODEL ANALISIS PENAMBAHAN HIGH SPEED EXIT TAXIWAY RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO HATTA THESIS. La Ode Muhammad Rizal NIM : MODEL ANALISIS PENAMBAHAN HIGH SPEED EXIT TAXIWAY RUNWAY UTARA BANDARA SOEKARNO HATTA THESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akibat kondisi kegiatan take - off dan landing pesawat yang begitu padat pada jam - jam sibuk, maka pengelola bandara perlu mempertimbangkan pengembangan fasilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Hasil penelitian yang pernah dilakukan di Bandara Soekarno - Hatta pada runway utara dengan kondisi, analisis masalah dan waktu penelitian yang berbeda, dijadikan acuan dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Runway 3 Mulai Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data 1. Data penumpang pesawat tahun 2005-2015 2. Data Pergerakan Pesawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara telah menjadi salah satu moda transportasi penting untuk perjalanan dengan jarak menengah dan jarak jauh. Prasarana utama yang menangani pergerakan

Lebih terperinci

STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR

STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR STUDI OPTIMASI KAPASITAS LANDASAN PACU (RUNWAY) PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL JUANDA SURABAYA TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S1) Disusun Oleh :

Lebih terperinci

SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W

SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W SIMULASI PENENTUAN JUMLAH DAN KOMPOSISI PESAWAT MAKSIMUM PADA DUA PARALEL RUNWAY SATRIO REKSO W - 3110100061 Latar Belakang Jumlah penumpang pesawat terus tumbuh setiap tahunnya jumlah pergerakan pesawat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA

TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA TUGAS AKHIR PEMETAAN NILAI KEKESATAN PADA PERMUKAAN PERKERASAN EKSISTING LANDAS PACU UTARA DI BANDARA SOEKARNO-HATTA Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Stara 1 (S-1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang memiliki potensi sumber daya alam dan buatan yang berkualitas, kualitas sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi telah membawa kemajuan pada bidang transportasi seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks membutuhkan sarana

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing 747-4 yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR AHMAD SAIFULLAH. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan. Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil.

TUGAS AKHIR AHMAD SAIFULLAH. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan. Program Strata Satu (S-1) Teknik Sipil. TUGAS AKHIR ANALISIS KAPASITAS RUNWAY 3 BANDAR UDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA BERDASARKAN PERBANDINGAN METODE FAA DAN METODE PENGEMBANGAN PEMODELAN OPERASI PESAWAT Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. menambah peluang menurunnya jaminan kualitas keselamatan transportasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakseimbangan antara kapasitas suatu infrastruktur transportasi dan volume permintaan akan jasa transportasi telah menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB III PERFORMANSI PUBLIC ADDRESS SYSTEM

BAB III PERFORMANSI PUBLIC ADDRESS SYSTEM BAB III PERFORMANSI PUBLIC ADDRESS SYSTEM 3.1 Identifikasi Penelitian Kebutuhan manusia terhadap transportasi semakin lama semakin meningkat, terutama kebutuhan akan transportasi udara, yaitu pesawat terbang.

Lebih terperinci

OPTIMASI PERGERAKAN PESAWAT PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK

OPTIMASI PERGERAKAN PESAWAT PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK OPTIMASI PERGERAKAN PESAWAT PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA Harry Budi Rifianto NRP: 0921043 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Angkutan transportasi udara merupakan salah satu sarana transportasi

Lebih terperinci

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24 EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24 Ganayu Girasyitia Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport)

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan transportasi udara adalah tersedianya Bandar Udara (Airport) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi udara sangat efektif digunakan untuk membawa penumpang dengan jarak yang jauh dan dapat mempercepat waktu tempuh dibandingkan transportasi darat dan laut.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan pada Bandar Udara Husein Sastranegara terletak Jalan Pajajaran No.156 Bandung, Propinsi Jawa Barat. Bandara ini berada di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan akan penerbangan sebagai salah satu moda transportasi di Indonesia terus meningkat tajam. Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta memerankan peranan penting

Lebih terperinci

Pasal II. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal II. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 17 TAHUN 1998 (17/1998) TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI ORANG PRIBADI YANG AKAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III-1 BAB III METODOLOGI PERENCANAAN Di dalam Metodologi Perencanaan, maka langkah utama yang dilakukan yaitu dengan membuat Bagan Alir Perencanaan. Bagan alir perencanaan dipergunakan sebagai gambaran

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan dan akan digunakan pada penelitian ini merupakan data statistik yang diperoleh dari a. Biro Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 152 /PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 152 /PMK.07/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 152 /PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PASAL 29 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI DAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY

MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY MANAJEMEN KAPASITAS RUNWAY Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM FAKTOR PENGARUH KAPASITAS RUNWAY Beberapa faktor pengaruh antara lain: 1. Jumlah runway 2. Pemisahan pesawat yang landing

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISA PERGERAKAN PESAWAT 4.1.1. Data pergerakan pesawat Data yang digunakan dalam menganalisa kebutuhan apron adalah data pergerakan pesawat dimana idealnya disesuaikan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS BANDARA HALIM PERDANAKUSUMA SEBAGAI BANDARA KOMERSIL

ANALISIS KAPASITAS BANDARA HALIM PERDANAKUSUMA SEBAGAI BANDARA KOMERSIL JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 172 188 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman 172 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

Soal Gerak Lurus = 100

Soal Gerak Lurus = 100 Soal Gerak Lurus 1. Sebuah bola bergerak ke arah Timur sejauh 8 meter, lalu membentur tembok dan berbalik arah sejauh meter. Jarak yang ditempuh bola adalah... Jarak, berarti semua dijumlah 8 meter + meter

Lebih terperinci

134 Ayo Belajar Matematika Kelas IV

134 Ayo Belajar Matematika Kelas IV Bilangan Bulat 133 134 Ayo Belajar Matematika Kelas IV Bab 5 Bilangan Bulat Mari menggunakan konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecahan masalah. Bilangan Bulat 135 136 Ayo Belajar

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.1. Latar Belakang Masalah 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR INTISARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i ii iii - iv v vi - vii viii ix x BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ^ KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

cxütçvtçztç hätçz gxüå ÇtÄ cxçâåñtçz UtÇwtÜ hwtüt g} Ä ~ e ãâà ctätçz~t etçt

cxütçvtçztç hätçz gxüå ÇtÄ cxçâåñtçz UtÇwtÜ hwtüt g} Ä ~ e ãâà ctätçz~t etçt BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Kelayakan Proyek Kemudahan terjadinya mobilisasi dengan menggunakan pesawat terbang saat ini sedang diupayakan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN KECAMATAN SRAGEN

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN KECAMATAN SRAGEN PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN KECAMATAN SRAGEN DESA TANGKIL Website : www.tangkil-sragen.desa.id / email : tangkilsragen@gmail.com PERATURAN DESA TANGKIL NOMOR: 06 TAHUN 2016 T E N T A N G PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima UU 1/1997, PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1994/1995 Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1997 (1/1997) Tanggal: 3 JANUARI 1997 (JAKARTA) Tentang: PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131.1/PMK.07/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131.1/PMK.07/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131.1/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN PASAL 29 WAJIB PAJAK ORANG

Lebih terperinci

Mengenal Bilangan Bulat

Mengenal Bilangan Bulat Mengenal Bilangan Bulat Kita sudah mempelajari bilangan-bilangan yang dimulai dari nol sampai tak terhingga. Selama ini yang kita pelajari 0 (nol) adalah bilangan terkecil. Tetapi tahukah kamu bahwa ada

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEDALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) ANGKASA PURA II PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT

KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT A.5.2 KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT Peralatan ini dipertimbangkan apabila pada suatu bandar udara terdapat permasalahan sebagai berikut: a. Tidak ada petunjuk yang dapat diikuti secara visual

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENYISIHAN DANA PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA DESA DINAS, KELURAHAN DAN DESA ADAT DI KABUPATEN BADUNG BUPATI BADUNG Menimbang : a.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN TENTANG TUNJANGAN JABATAN PUSTAKAWAN, TEKNISI PENERBANGAN, PENGUJI MUTU BARANG, DAN PRANATA KOMPUTER, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, prestasi, pengabdian dan gairah kerja Pustakawan,

Lebih terperinci

Penggunaan Dynamic Programming pada Persoalan Penjadwalan Kedatangan Pesawat Terbang

Penggunaan Dynamic Programming pada Persoalan Penjadwalan Kedatangan Pesawat Terbang Penggunaan Dynamic Programming pada Persoalan Penjadwalan Kedatangan Pesawat Terbang Sidik Soleman, 13508101 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

Penyajian Data. Oleh: Arum Handini Primandari, M.Sc

Penyajian Data. Oleh: Arum Handini Primandari, M.Sc Penyajian Data Oleh: Arum Handini Primandari, M.Sc Macam-macam cara menyajikan data 1. Narasi 2. Tabel Tabel biasa Tabel distribusi frekuensi Tabel distribusi frekuensi kumulatif 3. Diagram batang 4. Diagram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan bandar udara pengumpul atau hub di satu dari 12 bandar udara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura II. Pertumbuhan

Lebih terperinci

Penyajian Data. Oleh: Ayundyah K., M.Si. PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2015

Penyajian Data. Oleh: Ayundyah K., M.Si. PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2015 Penyajian Data Oleh: Ayundyah K., M.Si. PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2015 Macam-macam cara menyajikan data 1. Narasi 2. Tabel Tabel biasa Tabel distribusi frekuensi Tabel distribusi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut,

Lebih terperinci

LATIHAN TURUNAN. Materi Pokok : Turunan dan Turunan Berantai. 1. Jika f(x) = sin² ( 2x + π/6 ), maka nilai f (0) =.

LATIHAN TURUNAN. Materi Pokok : Turunan dan Turunan Berantai. 1. Jika f(x) = sin² ( 2x + π/6 ), maka nilai f (0) =. LATIHAN TURUNAN http://www.banksoalmatematikcom Materi Pokok : Turunan dan Turunan Berantai 1. Jika f() = ² ( + π/6 ), maka nilai f (0) =. b. c. ½ ½ Soal Ujian Nasional tahun 007. Turunan pertama dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dilihat dari sisi geografisnya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang sangat luas dari Sabang sampai Merauke dan pulau-pulau tersebut dipisahkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENEMPATAN HELIKOPTER SAR (SEARCH AND RESCUE) DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENEMPATAN HELIKOPTER SAR (SEARCH AND RESCUE) DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENEMPATAN HELIKOPTER SAR (SEARCH AND RESCUE) DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

AIRPORT MARKING AND LIGHTING

AIRPORT MARKING AND LIGHTING Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University AIRPORT MARKING AND LIGHTING Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Tujuan Marking Alat bantu navigasi ketika melakukan approach ke suatu bandar

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 64 TAHUN 1986 (64/1986) TENTANG PENGENDALIAN PENGGUNAAN TANAH DAN RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA INTERNASIONAL JAKARTA SOEKARNO - HATTA

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI DISKRIT UNTUK MENGUKUR EFEK KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN TERHADAP ANTRIAN PRA TINGGAL LANDAS DAN PASCA PENDARATAN

MODEL SIMULASI DISKRIT UNTUK MENGUKUR EFEK KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN TERHADAP ANTRIAN PRA TINGGAL LANDAS DAN PASCA PENDARATAN MODEL SIMULASI DISKRIT UNTUK MENGUKUR EFEK KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN TERHADAP ANTRIAN PRA TINGGAL LANDAS DAN PASCA PENDARATAN Ayunda Larasati 2509100053 300 FLIGHTS Penelitian terdahulu Penulis

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Komponen Berat Pesawat Udara Berat pesawat udara, pada umumnya, terbagi menjadi 3 (tiga) bagian besar, yaitu APS (Aircraft Prepared for Service) weight, payload, dan berat bahan

Lebih terperinci

BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI 4.1 Rekapitulasi Anggaran Kebutuhan Pembangunan Sektor Sanitasi di Kabupaten Aceh Jaya untuk 5 tahun mendatang sebesar Rp. 127.346.000.000 (Seratus Dua Puluh

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1466, 2017 KEMENKEU. Dana Bagi Hasil. TA 2017. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.07/2017 TENTANG RINCIAN KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL MENURUT

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Pembangkitan Gelombang Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin tersebut akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga

Lebih terperinci

1. Jika f ( x ) = sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ) =. a. 2 b. 2 c. 2. Diketahui f(x) = sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x) =.

1. Jika f ( x ) = sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ) =. a. 2 b. 2 c. 2. Diketahui f(x) = sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x) =. 1. Jika f ( x ) sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ). a. 2 b. 2 c. d. e. 2. Diketahui f(x) sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x). a. 6 sin² (3 2x) cos (3 2x) b. 3 sin² (3 2x) cos (3 2x) c. 2

Lebih terperinci

BAB III STATISTIK KECELAKAAN BOEING 737

BAB III STATISTIK KECELAKAAN BOEING 737 BAB III STATISTIK KECELAKAAN BOEING 737 3.1 Perkembangan Tingkat Kecelakaan 737 Sejak dioperasikan pertama kalinya pada 10 Februari 1968 tercatat sebanyak 275 kasus pesawat 737 dalam database Aviation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bandar udara terdapat komponen komponen infrastruktur yang mendukung berjalannya transportasi udara diantaranya runway, taxiway, apron, hangar, terminal

Lebih terperinci

BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI 4.1 Rekapitulasi Anggaran Kebutuhan Pembangunan Sektor Sanitasi di Kabupaten Pesawaran untuk 5 tahun mendatang sebesar Rp. 39.937.000.000 (Tiga puluh sembilan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170 / PMK.07/ 2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170 / PMK.07/ 2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 170 / PMK.07/ 2007 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BAGIAN PEMERINTAH PUSAT YANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/PMK.07/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 121/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN MINYAK BUMI DAN GAS BUMI TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.716, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara Niaga. Keterlambatan Penerbangan. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG TUNJANGAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB 4 RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN SANITASI 4.1 Rekapitulasi Anggaran Kebutuhan Pembangunan Sektor Sanitasi di Kabupaten Aceh Jaya untuk 5 tahun mendatang sebesar Rp. 121.954.000.000 (Seratus Dua Puluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat.

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang kecil sampai bagian yang besar sebelum semua. bagian tersebut dirangkai menjadi sebuah pesawat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah manufaktur pesawat terbang, desain dan analisis awal sangatlah dibutuhkan sebelum pesawat terbang difabrikasi menjadi bentuk nyata sebuah pesawat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan bandar udara terbesar yang ada di Indonesia saat ini. Bandara Internasional Soekarno-Hatta tercatat dalam daftar

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: MODUL PERKULIAHAN STATISTIKA BISNIS. Distribusi Frekuensi, Penyajian Data Histogram, Polygon dan Kurva Ogive.

Pokok Bahasan: MODUL PERKULIAHAN STATISTIKA BISNIS. Distribusi Frekuensi, Penyajian Data Histogram, Polygon dan Kurva Ogive. MODUL PERKULIAHAN STATISTIKA BISNIS Pokok Bahasan: Distribusi Frekuensi, Penyajian Data Histogram, Polygon dan Kurva Ogive Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA SETELMEN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA. Cara perhitungan Harga Setelmen per unit SBSN adalah sebagai berikut:

PERHITUNGAN HARGA SETELMEN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA. Cara perhitungan Harga Setelmen per unit SBSN adalah sebagai berikut: 16 01, No.36 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.08/01 TENTANG PENERBITAN DAN PENJUALAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DI PASAR PERDANA DALAM NEGERI DENGAN CARA LELANG PERHITUNGAN

Lebih terperinci

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B BERDASARKAN VARIASI ELEVASI RUNWAY. Yang dipersiapkan dan disusun oleh : PENGESAHAN ANALISIS KINERJA TAKE-OFF DAN LANDING PESAWAT B 747-400 BERDASARKAN ARIASI ELEASI RUNWAY Yang dipersiapkan dan disusun oleh : WARLI AFDILLAH 02050026 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

Lebih terperinci

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 57 BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 5.1. TINJAUAN UMUM Pada bab sebelumnya telah dibahas evaluasi dan analisis kondisi eksisting Bandara Babullah sesuai dengan tipe pesawat yang

Lebih terperinci

Dosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT. Ayu Aprilischa ( )

Dosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT. Ayu Aprilischa ( ) Dosen Konsultasi : Ir. Hera Widiastuti, MT Ayu Aprilischa ( 3105 100 064 ) Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Batasan Masalah Lokasi Studi Manfaat Penelitian Adanya peningkatan permintaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN KAPASITAS TERMINAL BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA DENGAN VARIASI SISTEM PEMROSESAN

ANALISIS PENINGKATAN KAPASITAS TERMINAL BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA DENGAN VARIASI SISTEM PEMROSESAN ANALISIS PENINGKATAN KAPASITAS TERMINAL BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO HATTA DENGAN VARIASI SISTEM PEMROSESAN Oleh Nur Ainida Gia NIM : 15007077 (Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bab 4 Perencanaan Panjang Landas Pacu dan Geometrik Landing Area 4-2 Tujuan Perkuliahan Materi Bagian 4 Tujuan Instruksional Umum

Lebih terperinci

SMA Santa Angela Jl. Merdeka 24, Bandung

SMA Santa Angela Jl. Merdeka 24, Bandung SMA Santa Angela Jl. Merdeka 24, Bandung MODUL TURUNAN SUATU FUNGSI (Kelas XII IPA Oleh Drs. Victor Hery Purwanta I. Standar Kompetensi : Menggunakan konsep limit fungsi dan turunan fungsi dalam pemecahan

Lebih terperinci

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24

EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24 EVALUASI ON TIME PERFORMANCE PESAWAT UDARA DI BANDAR UDARA HUSEIN SASTRANEGARA MENGGUNAKAN APLIKASI FLIGHTRADAR24 Ganayu Girasyitia Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94, Bandung Telp: (022)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II Bandar Udara Radin Inten II adalah bandara berkelas umum yang penerbangannya hanya domestik. Bandara ini terletak di kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB IV HASIL PENELITIAN. meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Sebelum hasil penelitian disajikan, terlebih dahulu dengan sederhana dijelaskan karakteristik responden. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KESEPULUH ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1980 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN KEHORMATAN KEPADA BEKAS ANGGOTA KOMITE

Lebih terperinci

BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF

BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF BAB VI INTEGRASI ANALISA CRUISE, LANDING, DAN TAKEOFF 6.1. Hasil Analisis Fasa Terbang Setelah tiap tahap analisis selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah melakukan penggabungan hasil-hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berjalannya waktu, kemajuan teknologi di bidang transportasi turut serta berkembang dengan cepat, mulai dari transportasi darat, laut, hingga udara.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2016 KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Anggota. Investigator. KNKT. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2016 TENTANG HAK KEUANGAN DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 77 TAHUN 2013 TENTANG PENURUNAN TARIF PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK BADAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1985 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN VETERAN KEPADA VETERAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY

HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY HAK PENUMPANG JIKA PESAWAT DELAY www.m.tempo.com Maskapai penerbangan Lion Air kembali dilanda masalah keterlambatan alias delay. Setelah mengalami keterlambatan hingga 25 jam di Bandara Soekarno-Hatta,

Lebih terperinci

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh : Yoanita Eka Rahayu 3112040611 LATAR BELAKANG Saat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1468, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pph. Pasal 25. Pasal 29. Orang Pribadi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 182/PMK.07/2013 TENTANG

Lebih terperinci

Gambar 9.7-4: Precision approach category I lighting systems 9-37

Gambar 9.7-4: Precision approach category I lighting systems 9-37 crossbar harus mendekati garis lurus horisontal di sudut yang tepat dan dibagi dua oleh garis tengah lampu garis. Lampu-lampu ini harus diberi jarak sehingga dapat menghasilkan efek linear, kecuali jika

Lebih terperinci

MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA 1 MODEL SISTEM ANTRIAN PESAWAT TERBANG DI BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA PT Jasa Marga (Persero) Cabang Semarang SKRIPSI Oleh : AFSAH NOVITA SARI J2A 306 001 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Serjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : PAULUS NDAPAMERANG NPM :

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC ) TUGAS AKHIR ( RC09 1380 ) Dosen Pembimbing Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD Mahasiswa Sheellfia Juni Permana 3110 106 036 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya pembangunan disegala bidang khususnya bidang ekonomi pada dewasa ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat penting didalam menunjang aktifitas

Lebih terperinci

1. Mendarat di Batam EE GAK ADA MATINYEE

1. Mendarat di Batam EE GAK ADA MATINYEE 1. Mendarat di Batam Menunggu adalah pekerjaan yang paling menjemukan. Bagi saya, tidak ada yang menjengkelkan daripada itu. Orang yang telah menyiksa kita dengan penantian semacam ini, sesungguhnya adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1 PERENCANAAN BANDAR UDARA Page 1 SISTEM PENERBANGAN Page 2 Sistem bandar udara terbagi menjadi dua yaitu land side dan air side. Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta Perusahaan Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta merupakan Bandar Udara

Lebih terperinci

2017, No Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia T

2017, No Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia T No.88, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Penyertaan. Modal. Penambahan. BUMN. Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah pengguna angkutan transportasi udara baik domestik maupun internasional setiap tahunnya mengalami peningkatan yang pesat, hal ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan

Lebih terperinci