BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 1 BAB LANDASAN TEORI.1. Visi Komputer Visi komputer adalah cabang dari kecerdasan buatan yang berfokus pada pengaplikasian komputer untuk fungsi tertentu dari penglihatan manusia. Sampai saat ini, visi komputer telah menghasilkan aplikasi penting dalam bidang-bidang seperti otomatisasi industri, robotika, biomedis, dan observasi satelit dari bumi. Sampai beberapa tahun yang lalu, masalah kronis mempengaruhi sistem visi komputer dan menghambat perkembangannya. Sejak awal, visi komputer telah muncul sebagai bidang komputasi yang intensif dan hampir terselesaikan dengan algoritma yang memerlukan minimal ratusan MIPS (jutaan instruksi per detik) akan dieksekusi secara real time. Bahkan input-output dari gambar resolusi tinggi di rate video secara tradisional merupakan hambatan untuk komputer pribadi. Untuk mengatasi masalah ini, komunitas riset telah menghasilkan sejumlah penelitian yang mengesankan untuk sistem visi komputer (Picardi & Jan, 003)... Kecerdasan Buatan..1. Definisi Kecerdasan buatan sudah banyak diaplikasikan sejak dahulu, namun istilah kecerdasan buatan baru terkenal setelah beberapa orang memberikan gagasan dan mempopulerkan tentang konsep kecerdasan buatan antara lain sebagai berikut.

2 13 1. Menurut John McCarthy (1956) kecerdasan buatan adalah ilmu dan rekayasa yang membuat mesin mempunyai intelegensi tertentu khususnya program komputer yang cerdas.. Menurut H. A. Simon (1987) kecerdasan buatan merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang dalam pandangan manusia adalah cerdas. 3. Menurut Rich and Knight (1991) kecerdasan buatan merupakan sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia. Mesin kecerdasan buatan memiliki struktur utama untuk menjawab suatu masalah yaitu dengan adanya masukkan/ masalah, pengetahuan dan mesin inferensi untuk menghasilkan keluaran/ hasil.... Tujuan dan Manfaat Tujuan dibuatnya kecerdasan buatan adalah untuk membuat mesin/ komputer menjadi lebih pintar dan dapat memecahkan masalah yang relatif lebih dinamis dimana manfaat yang diterima oleh manusia tentunya untuk membantu kehidupan manusia dalam melengkapi keterbatasan yang dimiliki manusia itu sendiri antara lain sebagai berikut. 1. Manusia cenderung membuat kesalahan dan tidak konsisten.. Manusia memerlukan biaya yang hidup yang lebih tinggi. 3. Manusia terbatas dalam hal waktu dan tenaga. 4. Ketrampilan manusia sulit untuk disalurkan kepada yang lain.

3 14 Disisi lain manusia juga mempunyai kelebihan dibandingkan mesin antara lain sebagai berikut. 1. Manusia mampu menciptakan kreatifitas sehingga mampu menciptakan solusi yang berbeda atas masalah yang sama.. Cara pembelajaran manusia dapat dilakukan kapanpun dan dengan inovasi dapat menciptakan solusi dengan hal-hal yang berbeda yang tidak mungkin dihubungkan keterkaitannya oleh mesin. Karena sifatnya saling melengkapi maka mesin juga memiliki kekurangan dimana kekurangan tersebut belum dapat ditoleransi dan masih menjadi keunggulan dari manusia. Disisi lain mesin juga memiliki keunggulan yang sulit untuk ditoleransi oleh kemampuan manusia antara lain sebagai berikut. 1. Kemampuan dari mesin lebih bersifat permanen selama program dan fisik dari mesin tidak rusak.. Kemampuan dari mesin lebih mudah disalurkan ke mesin lainnya sampai seratus persen. 3. Biaya hidup mesin relatif jauh lebih murah, dimana mesin hanya membutuhkan perawatan secara berkala saja. 4. Mesin mampu untuk bekerja secara konsisten. 5. Kemampuan dari mesin dapat didokumentasikan sehingga kemampuan dari mesin dapat tersimpan dengan jelas dan tidak akan berkurang performanya. 6. Mesin mampu mengerjakan pekerjaan secara lebih cepat dan dapat diatur kecepatannya sesuai kebutuhan.

4 Berikut tabel perbandingan karakteristik dan kemampuan antara manusia, mesin kecerdasan buatan dan mesin konvesional. No. Pratinjau aspek Manusia Mesin kecerdasan buatan 1. Pemrosesan Algoritmik Sebagian besar simbolik. Input Tidak harus lengkap 3. Pendekatan pencarian dan analisis Heuristik dan algoritmik Tidak harus lengkap Sebagian besar heuristik Mesin konvensional algoritmik Harus lengkap Algoritmik 4. Penjelasan solusi Relatif tersedia Tersedia Relatif tidak tersedia 5. Fokus Pengetahuan Pengetahuan Data dan data 6. Pemeliharaan dan Relatif sulit Relatif mudah Relatif sulit peningkatan 7. Kemampuan berpikir logis Ada Ada Tidak ada Tabel.1. Perbandingan karakteristik antara manusia, mesin kecerdasan buatan dan mesin konvensional Metode Pembelajaran Mesin Ditinjau dari cara pembelajaran mesin dapat dibagi menjadi dua metode yaitu supervised learning dan unsupervised learning. Supervised learning merupakan cara pembelajaran mesin untuk mengenali serta bisa mengklasifikasikan sebuah pola berdasarkan contoh pola yang sudah ada pada data/ kasus yang diberikan kepada mesin. Metode pembelajaran supervised learning sering juga disebut sebagai metode pembelajaran top down karena pola data sudah diketahui sebelumnya sehingga kita bisa mengelompokkannya berdasarkan pola yang sama. Unsupervised learning merupakan cara pembelajaran mesin untuk mengenali dan mengelompokkan pola yang tidak

5 16 diketahui. M etode pembelajaran unsupervised learning sering juga disebut metode pembelajaran bottom up karena kita tidak mengelompokkan data berdasarkan pola, melainkan pengelompokan dilakukan berdasarkan struktur intrinsik yang ada pada data. Sebagai contoh supervised learning, jaringan saraf tiruan bekerja dengan cara mendekati pola data berdasarkan proses pembelajaran sebelumnya dan pola yang telah dipelajari dapat dipergunakan untuk data/ kasus yang serupa. Gambar.1. Ilustrasi proses pembelajaran supervised learning. Selanjutnya sebagai contoh unsupervised learning, clustering bekerja dengan menambang informasi dari persebaran masing-masing data kemudian dikelompokkan dan dapat dipergunakan untuk berbagai sebaran data yang beragam. Gambar.. Ilustrasi pengelompokan data berdasarkan warna dan jarak euclid. Pemilihan data yang digunakan dalam melakukan pengelompokan tergantung dari korelasi data tersebut dengan kasus yang dihadapi, semakin tinggi korelasinya maka semakin baik dalam merepresentasikan kelompok dari data.

6 17.4. Citra Digital Citra digital adalah barisan ataupun matrik dari kotak-kotak piksel yang tersusun dalam baris dan kolom. Furst (004) menjelaskan setiap piksel di parameterkan dengan posisi, intensitas dan waktu frame. Intensitas pada piksel memiliki dua tipe yaitu satu channel dan tiga channel warna. Gambar.3. Citra (kiri) true colour, citra (kiri tengah) grayscale, citra (kanan tengah dan kanan) perbesaran citra. Untuk menciptakan citra Grayscale dari citra RGB dari tiga channel warna menjadi satu channel warna dengan mengkonversi nilai intensitas merah (R), hijau (G), dan biru (B) setiap piksel dengan persamaan Y = (0.99)R + (0.587)G + (0.114)B, kemudian ketiganya dijumlahkan untuk mendapat nilai grayscale (Y) pada piksel. Gambar.4. Citra (kiri) threshold warna dan citra (kanan) threshold biner. Terdapat dua citra threshold yaitu threshold warna dan threshold biner. Untuk menciptakan citra threshold warna maka sumber citra warna asli dapat langsung dikonversi menjadi citra threshold warna. Batas ambang (threshold) dipergunakan untuk setiap channel warna merah, hijau dan biru. f 55 0,R θ 55 0,G θ ( R) = ; f ( G) = ; f ( B),R < θ,g < θ 55 = 0,B θ,b < θ

7 18 Untuk menciptakan citra threshold biner maka diperlukan citra Grayscale dimana channel yang dipergunakan telah menjadi satu channel. Batas ambang (threshold) dipergunakan untuk menentukkan konversi nilai piksel menjadi 0 dan 55. Persamaan berikut menjelaskan cara untuk melakukan threshold biner. f ( Y) 55 = 0, Y, Y θ < θ.5. Video Digital Video merupakan urutan citra yang berkesinambungan yang bergerak dalam ruang waktu dan memiliki suatu makna. Video memiliki parameter yang dapat diturunkan dari parameter sebuah citra yaitu lebar dan tinggi citra yang diukur berdasarkan jumlah piksel horisontal dan vertikal, dan kemudian juga parameter kedalaman citra. Sebuah video juga memiliki parameter kecepatan berpindah dari satu citra/ frame ke frame yang selanjutnya, biasa kita sebut dengan fps (frames per second)/ frame rate. Gambar.5. Ilustrasi sebuah video mulai dari frame 1 hingga frame 8 dari (demo.activemath.org/activemath, 01) Setiap citra pada ilustrasi tersebut memiliki lebar dan tinggi yang sama mulai dari citra satu hingga kedelapan. Urutan gambar tersebut adalah sebuah video bila

8 antara satu frame dengan frame yang lainnya memiliki suatu nilai keterhubungan makna seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. 19 Gambar.6. Contoh urutan citra dari sebuah video dari (skateboarders.le-site-duskateboard.com/ben-hatchell/ben-hatchell-sequence, 01) Pada gambar. menunjukkan sebuah contoh video yang diperlihatkan urutan dari setiap citra yang diambil. Bila urutan citra tersebut dijalankan satu persatu maka akan memberikan suatu makna pergerakkan orang sedang bermain papan seluncur..6. Subtraksi Latar Adaptif dengan Model Gaussian Hal yang paling mendasari aktifitas dari pemantauan real time adalah dengan mengetahui adanya pergerakkan dari objek di dalam sebuah latar. Subtraksi latar mempunyai peranan penting dalam visi komputer yaitu dalam hal sistem pemantauan atau sekuriti. Peranan yang dilakukan dalam subtraksi latar adalah mengetahui atau membedakan bagian latar dan objek yang ada pada sebuah citra. Untuk mengetahui adanya objek didalam citra maka hal yang harus dilakukan adalah dengan mempelajari

9 atau mengetahui model dari latar. Ide dasar dari subtraksi latar adalah frame i background > threshold, bila piksel ke i memenuhi persamaan tersebut, maka piksel tersebut digolongkan kedalam kelompok piksel objek dan selain itu adalah latar. 0 Gambar.7. (kiri) latar, (tengah) latar dan objek, (kanan) objek yang terdeteksi dengan subtraksi latar dari ( Gambar.11. menunjukkan pemisahan objek pada latar dengan mengetahui latar terlebih dahulu. Bila menggunakan metode konvensional subtraksi latar menggunakan latar statik, objek yang ada pada latar memang akan tersegmentasi dengan bersih, tetapi kekurangannya adalah latar yang dipergunakan diluar ruangan cenderung mengalami perubahan, terutama perubahan mikro seperti pergerakkan dahan pohon. Oleh karena itu kita menggunakan subtraksi latar yang adaptif dengan model Mixture of Gaussian untuk pengaplikasian pada lingkungan terbuka. Kelemahan dari subtraksi latar adaptif ini adalah subtraksi latar mungkin saja tidak menunjukkan hasil yang sempurna seperti yang ditunjukkan pada gambar.11. sebelah kanan.

10 Metode Adaptive Background Subtraction dengan model Mixture of Gaussian dijelaskan oleh (Stauffer & Grimson, 1999) adalah sebagai berikut. Setiap piksel akan mengalami perubahan intensitas selama t waktu, {,...,X } = { I( x, y,i):1 i t} X1 t 0 0 dimana I merupakan urutan dari citra/ frame. Setiap piksel sampai ke waktu t, {,..., } X dimodelkan dengan distribusi Mixture of Gaussian. Peluang setiap piksel 1 X t sampai ke waktu t dijelaskan oleh persamaan berikut, P K ( Xt ) = = ωi, t η( X t,μi,t, σi,t ) i 1 dimana K adalah angka distribusi dan ditentukan berdasarkan kapasitas memori dan kekuatan komputasi, pada waktu t, ω i, t adalah perkiraan bobot dari Gaussian ke i didalam mikstur μ i, t adalah nilai rataan dari Gaussian ke i didalam miksture pada waktu t, σ i,t adalah matriks standar deviasi dari Gaussian ke i didalam mikstur pada waktu t, dan η adalah fungsi kepadatan peluang pada persamaan berikut. η ( X,μ,σ ) t t t 1 T 1 1 ( Xt μt ) σ ( Xt μt ) = e. n 1 ( π) σ 1 X i Matriks standar deviasi ditentukan berdasarkan persamaan berikut, σ k, t = σki, dengan asumsi warna merah, hijau dan biru pada sebuah piksel tidak saling terkait dan mempunyai keragaman yang sama. Setiap piksel di cek dengan distribusi K Gaussian sampai ditemukan nilai piksel yang sesuai. Kesesuaian di definisikan sebagai nilai piksel dengan nilai standar deviasi,5. Jika tidak ada satupun yang sesuai antara distribusi K dengan nilai piksel, maka nilai distribusi tidak mengalami perubahan.

11 Bobot dari distribusi K pada waktu t ditentukan oleh persamaan berikut, ( 1 α ) ω α( ) ω = +, k, t k, t 1 M k, t dimana α adalah nilai kecepatan pembelajaran dan M k, t bernilai 1 untuk model yang sesuai dan 0 untuk yang lainnya. Setelah melakukan update, bobot akan di normalisasikan kembali. Parameter μ, σ tetap bernilai sama untuk distribusi yang tidak sesuai, bila sesuai dengan distribusi maka nilai parameter yang baru diubah berdasarkan persamaan berikut, t T ( 1 ρ) μt 1- ρxt ; σ = ( 1 ρ) σt + ρ( Xt μ t ) ( Xt μ t ) t 1 ; αη( X t μk, σk ) μ = + ρ =. Distribusi dipilih sebagai latar dan apabila memenuhi persamaan berikut dan selain itu dipilih sebagai objek, b B = argminb ω k= 1 k > T dimana T adalah nilai pertimbangan minimum dari data..7. Dilatasi dan Erosi Citra.7.1. Dilatasi Citra Dilatasi citra merupakan penambahan piksel pada tepi citra dengan intensitas piksel yang sama. Penambahan tepi dilakukan dengan menggunakan kernel. Kernel dalam hal ini merupakan alat ukur untuk membantu penambahan piksel dengan ukuran minimal 3x3 piksel. Penambahan piksel citra A dengan menggunakan kernel B ditunjukkan gambar berikut.

12 3 Gambar.8. Penambahan citra A dengan menggunakan kernel B 3x3 piksel memberikan hasil citra A B dari (Bradski & Kaehler, hal. 116) Kernel B bekerja dengan cara menambahkan piksel dengan intensitas yang sama pada pusat dari kernel, ditandai dengan bintang, keseluruh bagian mengitari tepi citra A sehingga tepi pada citra A akan bertambah lebar sesuai dengan ukuran kernel yang digunakan. Bila menggunakan kernel berukuran 3x3 piksel maka tepi citra akan ditambahkan satu piksel karena pusat kernel berada pada tepi citra..7.. Erosi Citra Erosi citra merupakan pengurangan piksel pada tepi citra. Pengurangan piksel dilakukan dengan menggunakan kernel. Kernel dalam hal ini merupakan alat ukur untuk membantu pengurangan piksel dengan ukuran minimal 3x3 piksel. Pengurangan piksel citra A dengan menggunakan kernel B ditunjukkan gambar berikut. Gambar.9. Pengurangan citra A dengan menggunakan kernel B 3x3 piksel memberikan hasil citra dari (Bradski & Kaehler, hal. 117)

13 4 Kernel B bekerja dengan cara mengurangi piksel, keseluruh bagian mengitari tepi citra A sehingga tepi pada citra A akan menyusut sesuai dengan ukuran kernel yang digunakan. Bila menggunakan kernel berukuran 3x3 piksel maka tepi citra akan dikurangkan satu piksel karena penghapusan piksel dilakukan sampai batas pusat dari kernel..8. Pelacakan Optical Flow Lucas Kanade Pelacakkan titik fitur menggunakan algoritma Lucas-Kanade untuk menentukkan posisi titik fitur pada frame sebelumnya ke frame selanjutnya. Gambar..10. Ilustrasi pelacakan titik fitur. Tujuan dari algoritma Lucas-Kanade adalah untuk menemukan sebuah template citra T ( x) didalam sebuah citra I( x) dimana x merupakan x = ( x, y) T vektor dari koordinat piksel pada citra. adalah Gambar..11. pemetaan citra T(X) pada citra I((X;p)).

14 Maka perpindahan sebuah template pada citra T ( x) ke citra ( x) persamaan berikut. 5 I oleh dimana ( x;p) x + p y + p 1 ( x;p) = merupakan fungsi warp parameter x dan p merupakan vektor optical flow. Perpindahan affine pada template secara 3 dimensi pada citra oleh persamaan berikut, ( ) x;p = dimana terdapat 6 parameter ( ) T x ( 1+ p1).x + p ( 3.y + p + ) 5 1 p1 p3 p5 = y p.x + 1+ p + p p 1+ p p p = p pada ruang 3 dimensi. 1,p, p3,p4,p5, p6 Tujuan dari algoritma Lucas Kanade adalah untuk meminimalkan kesalahan penemuan template citra T ( x) didalam sebuah citra ( x) persamaan berikut, x [ I( ( x;p ) T( x) ]. I yang digambarkan pada Pencarian nilai p pada citra yaitu tidak linear oleh karena itu Lucas-Kanade mengasumsikan nilai p telah diketahui dan diperbaiki oleh nilai Δp secara iteratif dan menambahkan persamaan menjadi x [ I( ( x;p Δp ) T( x) ] +. Pencarian nilai p dibatasi oleh minimal error Δp ε. Penggunaan ekspansi Taylor orde pertama dipergunakan sebab perpindahan jarak template sangatlah kecil sehingga menambahkan nilai Δp menjadi

15 6 ( ) ( ) ( ) x T x Δp p I x;p I + dimana = y I, x I I merupakan gradien koordinat frame pada citra I ke koordinat frame pada citra T dan nilai jacobian dari oleh persamaan berikut. = n y y 1 y n x x 1 x p p p p p p p L L Untuk menemukan jalan koordinat posisi template pada citra T ke citra I maka digunakan metode steepest descent yaitu p I sehingga menambahkan persamaan menjadi ( ) ( ) ( ) + x T T x Δp p I x;p I p I. Untuk menemukan nilai Δp maka dipergunakan matriks Hessian yang ditemukan melalui persamaan berikut, = p I p I H T x sehingga nilai Δp dapat ditemukan oleh persamaan berikut, ( ) ( ) ( ) [ ] p x; I x T p I H Δp x T 1 = Sehingga dengan demikian posisi jendela pendeteksian dapat ditentukan pada citra ( ) ( ) Δp x;p I +.

16 7 Gambar.1. Algoritma Optical Flow Lucas Kanade dari (Baker & Matthews, 00). Algoritma Optical Flow Lucas Kanade adalah sebagai berikut: 1. Temukan template dengan perkiraan pada citra I dengan menggunakan ( x; p) untuk menghitung ( ( x; p ) I.. Hitung nilai kesalahan ( x) I( ( x; p ) 3. Tentukan nilai gradien I T. dengan ( x; p). 4. Hitung nilai jacobian p pada ( x; p).

17 8 5. Hitung nilai steepest descent 6. Hitung nilai matriks Hessian. I. p. x p 7. Hitung persamaan I [ T( x) I( ( x; p) )] 8. Hitung nilai Δp. 9. Update parameter p. 10. Ulangi algoritma hingga Δp ε T.9. Pendeteksian Titik Fitur Handal untuk Pelacakan Hal terpenting dari sebuah titik fitur adalah titik tersebut dapat dibedakan dari titik-titik yang ada disekitarnya. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menemukan perpindahan posisi titik pada frame yang berbeda. Titik fitur yang baik ditentukan dari tekstur area pendeteksian. Nilai tekstur yang baik diidentikan dengan nilai eigen pada area tersebut, semakin tinggi nilai eigen maka semakin baik tekstur yang dimiliki. Titik fitur yang baik akan tetap mempertahankan posisinya dan memperbesar peluang keberhasilan pelacakan titik fitur. Gambar.13. Tekstur pada area pendeteksian titik fitur. M etode Good Features to Track oleh Shi & Tomasi (1994) dikembangkan berdasarkan penelitian dari Lucas-Kanade dimana tingkat kesalahan pemetaan titik fitur dari citra template ke citra selanjutnya adalah minimum. Target dari metode Good

18 Features to Track adalah menentukan area pendeteksian titik fitur dengan nilai eigen berada diatas nilai threshold yang ditentukan. Semakin tinggi nilai eigen maka semakin baik kualitas dari titik fitur dan semakin jarang juga jumlah titik fitur yang diterima. Penurunan rumus nilai eigen dijelaskan sebagai berikut. Citra diformulakan sebagai sebuah vektor x r, begitu juga dengan perpindahan d r dan nilai gradient g r. r x r d x =,d = y d 1 r g,g = g Berdasarkan teori pelacakan lucas-kanade, pemetaan citra J ke I diperoleh apabila tingkat kesalahan ε minimum. ε = r r r r ( I( x d) J( x ) wdx Ekspansi deret taylor orde satu dipergunakan untuk mengubah persamaan sebab nilai perpindahan d r diasumsikan sangat kecil. ε = x y r r r r r ( I( x) g.d J( x) ) wdx Penyederhanaan persamaan dilakukan dengan mengubah I J = h menjadi persamaan berikut dimana nilai h merupakan vektor selisih citra I dan J. ε = r r r r ( h( x) g.d) wdx Tingkat kesalahan akan minimum apabila ε diturunkan terhadap d r adalah nol dan ruas persamaan sebelah kanan juga diturunkan terhadap d r. ε r = d ε = 0 d d ε r = ( r r h x ) r r r ( ( x) g.d) h r r r r r ( ) ( ) ( h x g.d) g.d r d r r ( h( x) g d g d ) h( x) x d 1 1 y r wdx ( g d g d ) x d 1 1 y r wdx 9

19 30 ε r = d h r r r ( ( x) g.d)( g g ) x y r wdx ε r r r r r r = ( h( x) g.d) gwdx ; ε r r = h( x) d d r r r r ( g g.d.g) r wdx Penyederhanaan persamaan dilakukan dengan melakukan perkalian vektor r r g.d. g r sebagai berikut. g g x y d. d 1 g. g x y = g x ( g + ) xd1 gyd gy Sehingga persamaan gxd1 + gygxd g xgyd1 + g yd g = g x y r r g.d. g r diformulakan menjadi d d 1 rr t ( g g ) = gg d x y g rr g tr d untuk mendapatkan nilai eigen r G sebagai penentuan baik dan buruknya tekstur pada area pelacakan. ε r = d r r r r t ( h( x) g g.g.d) r r wdx Nilai kesalahan sama dengan nol dimasukkan kedalam persamaan untuk menyederhanakan persamaan sebagai berikut. 0 r r r r ( h( x) g g.g.d) = t r r wdx r r r r r r ( h( x) g) wdx ( g.g.d) t = r wdx Integral merupakan integral terhadap vektor dan akan diekspansi menjadi integral terhadap x dan y. Perpindahan d r merupakan nilai pemetaan dari citra J ke I sehingga dapat kita pisahkan. r r r ( h( x) g) w.dx.dy ( g.g.d ) r t r = w.dx.dy r r r rt ( h( x) g) w.dx.dy ( g.g ) = r ( w.dx.dy. )d

20 31 r r e = G.d Semakin besar nilai eigen G yang diperoleh maka akan semakin kecil menemukan adanya noise pada area jendela pendeteksian. Sebuah jendela pendeteksian dapat diterima apabila min(λ,λ ) 1 > dimana λ, λ 1 adalah kedua nilai eigen pada vektor G dan λ merupakan nilai threshold yang ditentukan. λ.10. Kuadran Azimuth Teori Azimuth dipergunakan untuk menentukkan sudut arah gerak dari sebuah titik fitur pada frame pertama dan kedua didalam sebuah kuadran azimuth dengan rentang nilai sudut adalah 0 θ 360. Sudut dihitung berdasarkan perputaran arah jarum jam dan menjadikan sumbu y sebagai patokan awal sudut θ = 0. Gambar.14. Kuadran azimuth.

21 3 Untuk mencari sudut azimuth yang pertama harus kita lakukan adalah menghitung nilai α berdasarkan dua titik yang dimodelkan pada kuadran kartesian berdasarkan arah kemiringannya seperti pada gambar berikut. Gambar.15. M odel sudut dua titik pada empat kuadran kartesian. Setelah model dua titik yang kita miliki masuk kedalam salah satu kuadran, selanjutnya kita menghitung nilai α berdasarkan rumus tangensial dan kemudian sudut azimuth dapat ditentukan, dijelaskan berdasarkan tabel berikut. kuadran α Bx A x y Ay B Azimuth ( θ) I 1 Bx A + _ θ = α x α = tan II By A + + y θ = 180 α III _ + θ = α IV θ = 360 α Tabel.. Kuadran Azimuth.

22 33 Pada tabel kuadran Azimuth hasil selisih koordinat kedua titik fitur positif ataupun negatif dipergunakan untuk menentukkan nilai θ yang berada pada kuadran I, II, III ataupun IV..11. Penelusuran Graph Penelusuran graph dipergunakan untuk mengetahui titik-titik fitur yang saling terhubung. Kita mempunyai pasangan-pasangan titik fitur yang saling terhubung dan mempunyai bobot yang baik. Keterikatan pasangan-pasangan titik fitur diketahui melalui kesamaan identitas titik fitur kiri dan kanan pada pasangan-pasangan yang ada. Gambar..16. Ilustrasi penelusuran graph. Pada ilustrasi tersebut koneksi yang masih terpisah dibedakan dengan warna yang berbeda. Sebagai contoh, koneksi pada titik fitur 1,, dan 3 dihubungkan oleh titik fitur 1 sebagai titik fitur kiri pada koneksi merah dan sebagai titik fitur kanan pada koneksi hijau. Graph ditelusuri dengan menyimpan identitas titik fitur yang sudah dikunjungi dan terus dilakukan penelusuran kekiri dan kekanan hingga semua titik fitur tersimpan.

23 34.1. Analisis Pemecahan Masalah Pemecahan masalah dilakukan dengan proses segmentasi dan perhitungan objek yang terdiri dari dua kelompok proses utama. Proses pertama disebut persiapan sebaran data dan kelompok proses kedua adalah segmentasi objek. Gambar.17. Dua buah proses segmentasi utama. Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa persiapan sebaran data dilakukan sebelum melakukan segmentasi objek, oleh karena itu persiapan sebaran data menjadi sangat penting ketika data pergerakkan yang dihasilkan, dipergunakan dalam segmentasi objek. Berikut adalah aktifitas utama didalam kedua proses persiapan sebaran data dan proses segmentasi objek. Persiapan sebaran data selalu dilakukan untuk setiap frame dikarenakan adanya pelacakan titik fitur yang dipergunakan untuk memperoleh data pergerakkan objek disetiap frame. Sedangkan segmentasi objek hanya dilakukan dalam jangka waktu 7 frame sekali setelah data pergerakkan diperoleh. Gambar.18. Aktifitas utama dalam proses persiapan sebaran data. Subtraksi latar mengalami perbaikan proses dikarenakan pemisahan latar dan objek tidak dihasilkan dengan sempurna. Oleh karena itu didalam aktifitas subtraksi

24 latar perlu adanya proses perbaikan citra blob/ binari untuk memperjelas area pendeteksian titik fitur. 35 Gambar.19. Aktifitas utama dalam proses segmentasi objek. Aktifitas pembentukkan kelompok cluster adalah aktifitas dimana titik fitur yang telah diambil data pergerakkannya selama 7 frame dianalisis relasi antar titik fiturnya untuk mendefinisikan bobot koneksi. Bila bobot yang dimilik i bern ilai d iatas threshold, maka titik fitur yang terhubung dalam koneksi akan dikelompokkan menjadi masing-masing cluster. Aktifitas pembentukkan kelompok objek adalah aktifitas dimana clustercluster yang telah terbentuk digabungkan menjadi satu kelompok objek apabila memiliki relasi yang baik. Hal tersebut dilakukan karena adanya kemungkinan terdapat beberapa cluster didalam sebuah kendaraan. Hal ini disebabkan karena cluster-cluster terbentuk terpisah jauh melebihi nilai batas jarak antar titik fitur yang ditentukan. Oleh karena itu posisi dua buah titik fitur yang berjauhan pada sebuah kendaraan membuat bobot koneksinya menjadi lemah dan tidak terseleksi. Kelomp ok objek y ang terbentuk bisa memiliki titik fitur y ang sama dalam beberapa objek. Hal ini disebabkan karena titik fitur secara independen dapat tergabung dengan objek manapun dan sangat mungkin status keanggotaan titik fitur tersebut berada didalam beberapa objek berbeda yang berdekatan. Untuk mengantisipasi hal ini

25 36 maka perlu penggabungan objek-objek yang saling beririsan keanggotaan titik fiturnya. Objek dengan anggota titik fitur yang lebih banyak akan dijadikan penampung sedangkan objek lainnya akan dihapus. Setelah perbaikkan kelompok objek maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemantauan objek untuk memastikan keberadaan objek masih terdapat didalam layar serta menghitung jumlah objek pada layar dan jumlah total objek yang terdeteksi. Pemantauan keberadaan objek berkorelasi secara langsung dengan keberadaan titik fitur objek yang berada pada layar. Pemilihan metode yang tepat untuk masing-masing proses didalamnya akan memperbesar keakuratan data yang dihasilkan. Alur segmentasi lebih detil dijelaskan pada gambar berikut.

26 Gambar.0. Alur proses segmentasi dan penghitungan objek. 37

27 38 Pada gambar tersebut tanda panah menunjukkan proses disetiap tahapnya dan kotak adalah hasil dari proses yang dilakukan. Gambar tersebut menunjukkan proses yang berjalan secara linear dan sistematis mulai dari masukkan video hingga penampilan jumlah objek. alaupun demikian program dibuat secara berulang, sehingga proses diatas merupakan satu dari seluruh jumlah frame yang ada dari video masukkan yang dilakukan perulangan hingga frame pada video telah habis diproses. Sebuah proses dapat memiliki sub proses lainnya yang ditunjukkan dengan penomoran pada gambar tersebut. Berikut penjelasan yang lebih mendalam untuk setiap proses yang dilakukan Subtraksi Latar Berbagai teknik subtraksi latar telah dijelaskan oleh para peneliti, namun teknik yang dipilih untuk melakukan subtraksi latar adalah dengan menggunakan metode Adaptive Background Mixture dengan menggunakan Mixure of Gaussian yang dijelaskan oleh Stauffer & Grimson (1999). Teknik subtraksi latar ini dipilih karena dapat beradaptasi dengan model latar yang dinamis, misalnya pergerakkan dahan dan ranting pohon, pembangunan jalan dan gedung. Semua objek tersebut menetap diarea latar dan bergerak hanya sesaat, oleh karena itu objek tersebut akan dianggap sebagai gangguan sesaat ketika melakukan pemantauan. Penggunaan model latar yang dinamis dengan cepat akan menghilangkan gangguan tersebut. Tujuan dari penggunaan subtraksi latar pada pendekatan titik fitur adalah untuk memperkecil area deteksi titik fitur. Pendeteksian dilakukan pada area objek yang bergerak saja, sehingga pendeteksian titik fitur dapat direduksi untuk bagian latar.

28 Penghalusan Citra Blob Citra blob adalah citra dimana intensitas warnanya hanya terdiri dari warna hitam dan putih yang biasa juga dipanggil dengan sebutan citra binari. Proses dilatasi dan erosi citra dilakukan untuk memperhalus hasil dari subtraksi latar, dimana hasil subtraksi masih memiliki partikel halus citra binari. Dengan melakukan dilatasi dan erosi, partikel halus tersebut dapat digabungkan menjadi satu dengan citra binari yang lebih besar. Citra binari yang telah diperhalus ditujukan untuk memperjelas area pendeteksian titik fitur pada tahap selanjutnya Pendeteksian Titik Fitur Titik fitur merupakan kunci sukses dalam melakukan pelacakan titik fitur. Titik fitur yang baik akan sangat diandalkan ketika melakukan pelacakan objek berdasarkan informasi yang diberikan oleh titik fitur. Titik fitur yang baik ditandai dengan stabilitas titik di area objek. Untuk mendapatkan titik fitur yang baik maka teknik yang dipilih adalah dengan menggunakan metode Good Features to Track oleh Shi & Tomasi (1994), dimana titik fitur yang dipilih merupakan titik yang berada pada daerah tekstur yang tinggi sehingga sangat baik untuk digunakan dalam pelacakan pada frame selanjutnya Pelacakan Titik Fitur Pelacakan titik fitur pada setiap frame sangat diperlukan untuk mengetahui khas pergerakkan dari setiap objek. Setiap titik fitur yang dihasilkan akan merepresentasikan sebuah daerah dari masing-masing objek yang bergerak. Oleh karena itu keberhasilan untuk melacak setiap titik pada frame selanjutnya akan menentukkan

29 40 keberhasilan dalam melakukan segmentasi objek. Teknik yang digunakan untuk melakukan pelacakan titik fitur adalah dengan menggunakan metode Pyramidal Implementation of The Lucas-Kanade Tracking untuk mendapatkan hasil lacak yang baik Analisis Relasi Titik Fitur Setiap objek akan direpresentasikan dengan menggunakan pergerakkan banyak titik fitur. Maka dua buah titik fitur akan berada pada objek yang sama bila memiliki pergerakkan yang sama. Pergerakkan dua buah titik yang sama akan memiliki bobot koneksi yang besar dan bobot yang lemah akan diprediksikan sebagai koneksi antar dua buah objek yang berbeda. Bobot koneksi antar titik di rumuskan dalam persamaan berikut, e = (s i, pq pq, space + s pq, motion ) /4 dimana ei, pq merupakan bobot koneksi ke i, s pq, space merupakan nilai analisis bobot dari jarak euclid kedua titik pada koneksi dan s pq, motionmerupakan nilai analisis kesamaan gerak dari kedua buah titik fitur. Pada penelitiannya, kasus yang dihadapi adalah pelacakan dan penghitungan orang di dalam keramaian sehingga Sahagun (007) menggunakan analisis Fourier berdasarkan frekuensi dari pergerakkan orang dalam t waktu untuk menghasilkan segmentasi yang lebih presisi. Tetapi dalam pekerjaan kali ini kasus yang dihadapi adalah pelacakan dan penghitungan kendaraan dimana frekuensi yang dihasilkan oleh pergerakkan orang tidak terdapat pada pergerakkan kendaraan. Oleh karena itu analisis frekuensi tidak dapat dilakukan.

30 41 Untuk mempermudah penilaian bobot koneksi maka dilakukan pengskalaan nilai antara nol sampai satu dengan menggunakan fungsi pemetaan kuadrat cosinus sebagai berikut (Sahagun, 007, hal. 7). M F ( n, n ) max = cos 1 n n 0 max π,n < 0,0 n n, n > n max max Di ilustrasikan dalam gambar berikut, Gambar.1. fungsi Falling Mapping M F dari (Sahagun, 007, hal. 6) Fungsi Falling Mapping dipergunakan untuk tipe karakteristik nilai n yang bila semakin besar nilainya maka bobot nilai fungsi akan semakin kecil dalam hal ini korelasi parameter dengan objek bergerak akan semakin lemah Analisis Spasial Peluang dua buah titik berada dalam objek yang sama akan sangat ditentukan dari jarak euclid keduanya. Semakin dekat jarak kedua titik maka peluang kedua titik tersebut dalam sebuah objek akan semakin besar, kebalikannya bila semakin jauh maka peluang kedua titik tersebut dalam satu objek yang sama akan semakin kecil. Jarak euclid kedua titik dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut,

31 4 d pq = ( p q ) + ( p q ) x x y y dimana pi dan qi merupakan titik fitur p dan q pada frame yang sama dan nilai bobot spasial kedua titik fitur dihitung berdasarkan persamaan berikut, s = M ( d, d ) pq, space F pq max dimana dmax merupakan nilai jarak maksimal antar dua titik yaitu tiga persen dari lebar frame, yang ditentukan secara empiris. Gambar.. Jarak Euclid antara titik fitur P dan Q pada frame i Titik fitur P dan Q pada sebuah frame merupakan sebuah contoh pasangan dua buah titik fitur dari jumlah total keseluruhan pasangan lengkap yaitu n*(n 1)/ dimana P tidak sama dengan Q. Jarak euclid kedua titik fitur dihitung dengan menggunakan algoritma phytagoras dikarenakan besarnya peluang Px tidak sama dengan Q x dan Py tidak sama dengan Qy Analisis Gerak Kemungkinan dua buah titik berada dalam sebuah objek yang sama adalah dengan adanya pergerakkan yang sama dalam waktu t. Kesamaan gerak dari dua buah

32 43 titik antara lain seperti stabilitas jarak/ koherensi gerak dan koeksitensi trayek yang meliputi kesamaan jarak tempuh, kesamaan arah gerak dan kesamaan gradien gerak. Kesamaan gerak dua buah titik dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut, s = s + s pq, motion pq,coherence pq,coexistance berdasarkan penelitian Sahagun (007) dan Lien (007) dengan beberapa modifikasi Koherensi Gerak Stabilitas jarak dua titik yang bergerak dalam waktu t menandakan kedua buah titik tersebut mengikuti gerakkan objek yang sama dengan luasan objek yang stabil dalam waktu t. alaupun objek bergerak dalam bidang citra yang perspektif, namun perhitungan koherensi dua buah titik dilakukan dalam n frame yang telah diuji secara empiris sehingga nilai keragaman jarak keduanya masih dalam batas maksimal threshold keragaman ( σ max berdasarkan persamaan berikut, ) yang telah ditentukan. Nilai keragaman ditentukan σ = n i= 1 n d pq n i = 1 n d pq dimana d pq merupakan jarak Euclid dua titik yang dihitung dalam n frame. Untuk menentukkan nilai koherensi yaitu dengan menggunakan persamaan berikut, s = pq, coherence M F ( σ, σ ) pq max dimana σ max merupakan batas threshold nilai keragaman stabilitas sebuah koneksi yaitu kurang dari lima piksel yang ditentukan secara empiris.

33 44 Gambar.3. Ilustrasi stabilitas jarak Eu clid du a titik fitur p ada frame i, j, dan k Koeksitensi Trayek Selain koherensi dua titik fitur diukur, pengukuran koeksistensi dua titik fitur juga diukur untuk memastikan kedua titik tersebut memilik i p ergerakkan y ang sama yang diasumsikan berada pada objek yang sama. Koeksistensi trayek meliputi dua pengukuran didalamnya yaitu kesamaan jarak tempuh dan kesamaan arah gerak. Nilai bobot koeksistensi trayek dari dua buah titik fitur akan dihasilkan oleh persamaan berikut, s = s + s. pq, coexistance pq,movement pq, direction Kesamaan Jarak Tempuh Setiap titik yang melekat pada tekstur objek akan mengikuti pergerakkan objek dimana jarak yang ditempuh oleh objek maka juga merupakan jarak yang ditempuh oleh titik titik fitur yang berada disekitarnya. Tetapi sebelum membahas jarak tempuh dua titik, ada sebuah isu dari hasil percobaan trayeksi titik fitur yaitu titik fitur yang mengalami getaran sehingga akan memakan jarak tempuh yang lebih besar daripada titik fitur yang lebih stabil. Getaran titik fitur di ilustrasikan sebagai berikut.

34 45 Gambar.4. Sebuah titik fitur yang bergetar. Sebuah titik fitur mungkin saja mengalami ketidakpastian posisi sehingga terlihat bergetar pada posisinya. Dampak dari getaran ini adalah jarak titik tempuh yang dihasilkan oleh titik ini dengan titik yang lebih stabil akan berbeda cukup jauh karena jarak bergetar kesekitarnya. Oleh karena itu untuk menghitung jarak perpindahan sebuah titik fitur maka menggunakan jarak Euclid pada frame start hingga frame finish sebanyak n frame untuk mendapatkan jarak tempuh yang mendekati jarak tempuh titik y ang stabil. Pergerakkan titik fitur diilustrasikan p ada gamb ar berikut. Gambar.5. (kiri) merupakan pergerakkan titik fitur dengan adanya getaran dan (kanan) merupakan pergerakkan titik fitur yang stabil. Jarak tempuh Euclid sebuah titik fitur dijelaskan oleh persamaan berikut, d p = ( p p ) + ( p p ) ix jx iy jy dimana dpmerupakan jarak tempuh oleh titik fitur p dari frame i ke frame j sebanyak n frame secara Euclid.

35 Selisih jarak tempuh kedua titik fitur p dan q dihitung dengan persamaan 46 berikut Δm = pq ( d - d ) p q dimana Δm pq kemudian digunakan untuk menghitung nilai bobot kesamaan jarak tempuh dua titik berdasarkan persamaan berikut, M ( Δm, Δm ) s = dimana pq, movement Δm max merupakan selisih maksimal perbedaan jarak tempuh dua titik fitur yang diperbolehkan yaitu kurang dari dua piksel, yang ditentukan secara empiris. Jarak tempuh sebuah titik juga dapat dipergunakan untuk mengasumsikan bahwa titik fitur tersebut mengalami gagal pelacakan pada frame frame selanjutnya atau titik fitur tersebut merupakan titik fitur dari latar karena masking yang dipergunakan juga tidak sempurna sehingga perlu perbaikan/ antisipasi seperti ini. Kegagalan pelacakan atau bisa kita sebut dengan titik fitur macet/ stacked feature point ditandai dengan kecilnya nilai dari jarak tempuh titik fitur dalam n frame, batas threshold yang dipergunakan adalah kurang dari dua piksel, ditentukan secara empiris. Titik fitur yang mengalami gagal pelacakan akan dihapus dari atas frame. F pq max Kesamaan Arah Gerak Titik fitur yang melekat pada objek seharusnya bergerak dengan arah yang sama mengikuti arah gerak dari objek. Penentuan arah dilakukan dengan model D yang dimodelkan dalam bidang kartesian. Arah objek ditunjukkan dalam nilai 0 θ 360 dimana θ dihitung dengan menggunakan metode Azimuth.

36 47 Gambar.6. Pergerakkan sebuah titik dengan arah dari titik start i ke titik finish j di modelkan pada bidang kartesian membentuk sudut α. Selisih arah dua buah titik fitur ditunjukkan dalam selisih sudut arah gerak dari masin g-masin g titik fitur diilustrasikan sebagai berikut. Gambar.7. ilustrasi pergerakkan dua buah titik fitur p (hijau) dan q (biru) pada arah α dan β.

37 48 Titik hijau dan biru merupakan ilustrasi dua titik fitur yang berbeda yang berada pada frame ke i. Kedua titik fitur berada didalam sebuah frame dimana koordinat frame dimulai dengan (0,0) pada ujung kiri atas. Sudut titik fitur α dan β merupakan sudut pergerakkan dari masing masing titik fitur yang dihitung dengan menggunakan metode Azimuth. Selisih kedua sudut dihitung dengan menggunakan persamaan Δdir pq = ( α β) dan kemudian dipergunakan untuk menentukkan nilai kesamaan arah gerak berdasarkan persamaan berikut, M ( Δdir, Δdir ) s pq, direction = F pq max dimana Δdirmax merupakan batas threshold selisih maksimum kedua sudut dari pergerakkan titik fitur yaitu kurang dari derajat, yang ditentukkan secara empiris Reduksi Invalid Connection Setelah bobot dari setiap koneksi titik fitur e i, pq telah diketahui, maka sekarang kita bisa menentukan koneksi mana yang merupakan koneksi dalam sebuah objek dan mana yang bukan. Penentuan tersebut diketahui berdasarkan bobot dari koneksi, jika nilai bobot dari koneksi diatas ambang batas/ threshold yang telah ditentukan, maka koneksi tersebut digolongkan kedalam koneksi sebuah objek. Sebaliknya bila bobot koneksi berada dibawah nilai threshold maka koneksi tersebut merupakan sebuah koneksi antar objek yang berbeda dan akan dihilangkan. Batas threshold emaxadalah 0.7 yang ditentukan secara empiris pada saat pengembangan program.

38 49 Gambar.8. Ilusrasi pembobotan dan pengklasifikasian koneksi. Setelah dilakukan analisis bobot relasi antar titik fitur, diperoleh bobot koneksi dimana bobot yang memiliki nilai dibawah threshold diilustrasikan dengan warna merah dan bobot yang memiliki nilai diatas threshold diilustrasikan dengan warna hitam Pengelompokan Titik Fitur Pada ilustrasi gambar sebelumnya diasumsikan koneksi berwarna merah yang telah dihilangkan sehingga yang tersisa adalah koneksi warna hitam. Selanjutnya koneksi yang berwarna hitam dikelompokkan dengan cara melihat keterhubungannya dengan koneksi lain dengan menggunakan teknik graph traversal sehingga kita mendapatkan graph-graph yang dihitung sebagai banyaknya cluster. Gambar.9. Pengelompokan cluster kedalam masing-masing penampung. Koneksi yang sudah tereduksi bisa saja membentuk cycle ataupun bukan cycle. Penentuan graph dilakukan dengan melihat titik fitur yang saling terhubung satu sama

39 lain pada koneksi yang tersisa. Selama titik fitur terhubung antar sambungan koneksi, maka titik fitur tersebut dikelompokkan kedalam sebuah cluster Analisis Relasi Cluster Pada sebuah citra kendaraan sangat mungkin memiliki beberapa cluster yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan kumpulan titik fitur yang tersebar memiliki batas maksimum jarak antara dua buah titik fitur. Gambar.30. Dua kelompok cluster pada objek terpisah secara spasial. Oleh karena itu kita perlu menggabungkan dua buah cluster pada objek yang sama tetapi terpisah satu sama lainnya. Seperti halnya analisis relasi dua buah titik fitur, analisis relasi dua buah cluster juga memerlukan pendefinisian bobot relasi antar cluster. Bobot diperoleh berdasarkan persamaan berikut, dimana ec = (sc ipq PQ,space + sc PQ, motion ec ipq merupakan bobot koneksi dua buah cluster P dan Q pada frame ke i. ) / Analisis Spasial Cluster Seperti halnya dua buah titik fitur yang mempunyai jarak spasial maksimum keduanya, dua buah cluster juga memiliki dua buah jarak spasial maksimum kedua kelompok titik fitur tersebut. Jarak dua buah cluster dcpq ditentukan berdasarkan jarak

40 minimum dari p adalah titik fitur dari cluster pertama dan q adalah titik fitur dari cluster kedua kedua d iilustrasikan sebagai berikut. 51 Gambar.31. Jarak minimum dua buah cluster. Sedangkan jarak maksimum kedua buah cluster ditentukan secara empiris berdasarkan jarak dua buah cluster yang mungkin diambil dari sebuah kendaraan. Jarak spasial maksimum dua buah cluster dc max bernilai 7 persen dari lebar citra yang dipergunakan. Sehingga dengan demikian bobot spasial dua buah cluster ditentukan berdasarkan p ersamaan M ( dc, dc ) cluster maka nilai sc =. Semakin dekat jarak dua buah PQ, space F PQ sc PQ, space akan semakin besar. max Analisis Gerak Cluster Analisis kesamaan gerak dua buah cluster ditentukan berdasarkan nilai kesamaan jarak tempuh dan arah pergerakkan rataan dari setiap titik fitur pada kedua cluster dengan persamaan berikut, sc = sc = sc + sc. PQ, motion PQ,coexistance PQ,movement PQ,direction Kesamaan gerak hanya ditentukan oleh nilai koeksistensi tanpa adanya nilai koherensi sebab sebuah cluster terdiri dari banyak titik fitur dimana koherensi titik fitur sudah mewakilkan kestabilan gerak dari cluster ju ga.

41 Kesamaan Jarak Tempuh Cluster Kesamaan jarak tempuh kedua buah cluster dilih at berdasarkan k esamaan jarak tempuh rata-rata seluruh titik fitur pada masing-masing cluster dan nilai bobotnya dinormalkan dengan menggunakan fungsi terjal cosinus kuadrat sebagai berikut, ( Δmc, Δmc ) sc PQ, movement = M F PQ max dimana PQ Δmc merupakan selisih jarak tempuh ratarata titik fitur pada cluster P dan cluster Q, Δmc PQ = n p= 0 n m p n q= 0 n m q dan Δmc = Δm dikarenakan kesamaan jarak tempuh cluster dan titik fitur berada max max p ada selisih maksimu m y ang sama. Gambar.3. Ilustrasi kesamaan jarak tempuh dua buah cluster yang bergerak didalam objek yang sama. Pada gambar 3.16 kumpulan titik fitur hijau merupakan cluster yang pertama dan kumpulan titik fitur biru merupakan cluster yang kedua. Apabila kedua buah cluster tersebut merupakan bagian dari representasi dari pergerakkan sebuah objek, maka jarak tempuh yang dialami oleh masing-masing titik fitur pada cluster pertama dan kedua akan berselisih minimum.

42 Kesamaan Arah Gerak Cluster Kesamaan arah gerak kedua buah cluster dilih at berdasarkan kesamaan arah gerak rata-rata seluruh titik fitur pada masing-masing cluster dan nilai bobot nya dinormalkan dengan menggunakan fungsi terjal cosinus kuadrat sebagai berikut, ( Δdirc, Δdirc ) sc PQ, direction = M F PQ max dimana PQ rata-rata titik fitur pada cluster P dan cluster Q, Δdirc merupakan selisih jarak tempuh Δdirc PQ = n p= 0 dir n p n q = 0 dir n q dan Δdirc = Δdir dikarenakan kesamaan arah gerak cluster dan titik fitur berada max max p ada selisih maksimu m y ang sama. Gambar.33. Ilustrasi kesamaan arah gerak dua buah cluster yang bergerak didalam objek yang sama. Rata-rata arah dari sekumpulan titik fitur sebuah cluster akan merepresentasikan arah pergerakkan dari cluster tersebut. Dua buah cluster yang terdapat didalam objek yang sama akan memiliki selisih arah pergerakkan yang minimum.

43 Reduksi Invalid Cluster Connection Setelah bobot dari masing-masing koneksi antar cluster telah didefinisikan, maka untuk dapat diterima sebagai koneksi yang valid, bobot dari koneksi harus berada diatas angka threshold 0,5 yang telah ditentukan secara empiris. Gambar.34. Ilustrasi koneksi antar cluster telah terdefinisi. Pada ilustrasi sebelah kiri, koneksi dengan bobot nilai diatas threshold berwarna hijau dan bobot nilai dibawah threshold berwarna merah. Koneksi berwarna merah akan direduksi sehingga yang tersisa adalah cluster berwarna hijau. Terlihat pada ilustrasi, walaup un cluster A dan cluster B memiliki koneksi yang buruk, tetapi keduanya dapat terhubung melalui cluster C. Pada ilustrasi sebelah kanan, terdapat dua buah koneksi yang berbobot dibawah threshold atau kita menyebutnya invalid cluster connection dimana cluster A akan terputus secara mandiri menjadi sebuah objek dan cluster B dan C akan tergabung menjadi sebuah objek Pengelompokan Cluster Setelah dilakukan penghapusan koneksi cluster yang lemah, pengelompokan cluster dapat dilakukan dengan menggunakan kembali metode graph traverse dimana koneksi antar cluster yang saling terhubung akan dikelompokkan menjadi sebuah objek.

44 55 Gambar.35. Ilustrasi koneksi cluster yang lemah telah dihapuskan dan terlihat keterhubungan antar cluster dengan koneksi yang kuat. Pada ilustrasi kiri, terlihat bahwa cluster A, B, dan C saling terhubung, sehingga ketiga cluster tersebut digabungkan menjadi satu objek. Pada ilustrasi kanan, terlihat bahwa hanya cluster B dan C yang saling terhubung, sedangkan cluster A terpisah, sehingga cluster A akan dikelompokkan menjadi objek pertama dan cluster B dan C dikelompokkan menjadi objek kedua. Gambar.36. Hasil pengelompokan cluster menjadi objek. Pembuatan objek baru hanya dilakukan apabila titik-titik fitur yang ada pada sebuah cluster tidak tergabung dengan objek manapun, dan apabila terdapat sebuah titik fitur yang tergabung pada sebuah objek, maka dapat diasumsikan seluruh titik-titik dari cluster tersebut dan cluster yang saling berhubungan juga merupakan anggota dari objek tersebut.

45 56 Gambar.37. Ilustrasi penggabungan cluster kedalam objek. Penambahan titik fitur baru dari sebuah cluster kedalam sebuah objek yang sudah ada sebelumnya memberikan kepastian jumlah objek yang tertampil pada layar. Teknik ini akan gagal ap abila cluster y ang dip ilih p ertama tidak mengandung titik fitur pada objek, padahal cluster lainnya yang terhubung mengandung titik fitur yang sama pada objek Penggabungan Objek Penggabungan objek perlu dilakukan sebab pada tahap pengelompokan cluster terdapat masih kemungkinan gagal menemukan titik fitur yang sama pada objek. Selain itu penggabungan objek dilakukan untuk mereduksi objek yang saling beririsan anggotanya. Gambar.38. Ilustrasi dua buah objek yang saling beririsan anggotanya.

46 Objek-objek yang beririsan kemudian diintegrasikan dengan objek yang memiliki titik fitur yang paling banyak dan objek lainnya dihapuskan. 57 Gambar.39. ilustrasi integrasi dan penghapusan objek Pelacakan Objek Keberadaan objek berkorelasi secara langsung dengan keberadaan dari titik fitur yang dibawanya. Sehingga dengan demikian pelacakan objek dilakukan dengan melakukan pelacakan titik fitur dengan menggunakan Optical Flow dari Lucas Kanade. Oleh sebab itu apabila ada penghapusan titik fitur didalam sebuah objek maka akan mempengaruhi secara langsung keberadaan objek tersebut. Sebuah objek dapat dikatakan terhapus apabila sebuah titik fitur pada objek tersebut melewati batas tepi dari citra. Penghitungan jumlah objek dilakukan dengan menghitung jumlah objek yang tertampil di layar. Untuk penghitungan jumlah objek secara keseluruhan dilakukan dengan cara menghitung jumlah objek yang tercipta. Gambar.40. Ilustrasi perubahan jumlah dan penambahan total objek.

47 58 Pada ilustrasi diatas, objek akan terdeteksi pertama kali setelah mencapai 7 frame pertama melalui proses analisis relasi titik fitur. jumlah objek yang berhasil terdeteksi pertama kali adalah 3 objek dan total objek pertama kali akan sama dengan jumlah objek yaitu 3 objek. Pada frame 14 terlihat adanya objek baru beridentitas 4 yang ditambahkan dan objek beridentitas telah mengalami penghapusan. Sehingga jumlah objek yang ada pada frame 14 adalah 3 objek dan total objek yang tercatat adalah 4 objek yang pernah dibuat. Objek yang masuk dan diam didalam layar tidak layak untuk dihitung sehingga penambahan total objek semula akan dikurangkan untuk objek yang diam tersebut. Sehingga dengan demikian program yang dirancang hanya dapat menghitung objek yang masuk dan keluar dari layar saja. Pelacakkan objek dilakukan dalam empat arah yaitu utara, timur, selatan, dan barat. Arah objek ditentukan dari arah pergerakkan sebuah titik fitur pada objek tersebut yang dihitung dengan menggunakan metode kuadran azimuth. Setiap arah ditentukan dalam suatu rentangan sudut dalam kuadran azimuth. Rentang arah utara digunakan sudut θ 315 &θ < 45, rentang arah timur digunakan sudut 45 θ < 135, rentang arah selatan digunakan sudut 135 θ < 5, dan rentang arah barat digunakan sudut 5 θ < Qt SDK (Software Development Tools Kit) Qt adalah sebuah aplikasi Cross-Platform dan User Interface Framework. Qt memiliki pustaka yang Cross-Platform, alat pengembangan yang terintegrasi dan Cross- Platfrom IDE. Pengertian dari Cross-Platform adalah sumber kode yang dibuat dapat

48 dibangun di banyak jenis sistem operasi seperti indows, Linux dan Machintos tanpa harus menulis ulang kode yang berbeda (Qt Nokia, 01) Pustaka OpenCV (Open Computer Vision) OpenCV adalah pustaka open source yang ditujukan untuk visi komputer real time. OpenCV dapat berjalan di berbagai sistem operasi seperti indows, Linux, dan Machintos. OpenCV asli ditulis dalam bahasa C, tetapi sekarang telah diterjemahkan dalam bahasa C++. Ada juga terjemahan dalam bahasa Phyton, Ruby, Matlab dan bahasa lainnya (Bradski & Kaehler, Learning OpenCV, 008, hal. 1). Contoh aplikasi dari pustaka OpenCV adalah interaksi manusia dan komputer, seperti identifikasi, segmentasi dan pengenalan objek, pengenalan wajah, pengenalan gerak tubuh, trajeksi pergerakkan, gerak ego, pengertian pergerakkan, struktur dari pergerakkan, kalibrasi stereo dan multi kamera, komputasi jarak objek, dan robotika mobile (FullOpenCViki, 01).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 60 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian yang lalu pada kasus yang berbeda. Pada kasus Lien (2007) dan Sahagun (2007) yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi ciri Citra yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 150 x 150 pixel, sehingga jika divektorkan akan menghasilkan vektor berukuran 22500. Melalui tahap ekstraksi ciri

Lebih terperinci

Pengenalan Benda di Jalan Raya dengan Metode Kalman Filter. Roslyn Yuniar Amrullah

Pengenalan Benda di Jalan Raya dengan Metode Kalman Filter. Roslyn Yuniar Amrullah Pengenalan Benda di Jalan Raya dengan Metode Kalman Filter Roslyn Yuniar Amrullah 7406040026 Abstrak Computer Vision merupakan disiplin ilmu perpanjangan dari pengolahan citra digital dan kecerdasan buatan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR

DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR DETEKSI DAN SEGMENTASI OTOMATIS DERET PADA CITRA METERAN AIR Naser Jawas STIKOM Bali Jl. Raya Puputan, No.86, Renon, Denpasar, Bali Email: naser.jawas@gmail.com ABSTRAK Meter air adalah sebuah alat yang

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan skripsi ini, meliputi pustaka OpenCV, citra, yaitu citra grayscale dan citra berwarna, pengolahan citra meliputi image enhancement

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital

Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital Sidang Tugas Akhir Analisa dan Pemodelan Kerumunan Orang pada Video Digital Oleh: Nick Darusman (2209106015) Dosen Pembimbing Dr. Ir. Wirawan, DEA Jumat, 24 Januari 2012 Surabaya 1 Latar Belakang Angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat perkembangan teknologi sekarang ini, penggunaan komputer sudah hampir menjadi sebuah bagian dari kehidupan harian kita. Semakin banyak muncul peralatan-peralatan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Umum 2.1.1. Warna Dengan menggunakan 3 buah reseptor manusia dapat membedakan banyak warna. Warna tricromatic RGB dalam sistem grafis umumnya menggunakan 3 byte (2 8 ) 3,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 61 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis 3.1.1 Analisis Permasalahan Proses Segmentasi citra dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan metode konvensional secara statistik maupun

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI CITRA BILANGAN DESIMAL 0-9 BERBASIS LEARNING VECTOR QUANTIZATION SECARA REAL TIME

IDENTIFIKASI CITRA BILANGAN DESIMAL 0-9 BERBASIS LEARNING VECTOR QUANTIZATION SECARA REAL TIME Jurnal POROS TEKNIK, Volume 4, No. 1, Juni 2012 : 24-29 IDENTIFIKASI CITRA BILANGAN DESIMAL 0-9 BERBASIS LEARNING VECTOR QUANTIZATION SECARA REAL TIME Gunawan Rudi Cahyono (1) (1) Staf Pengajar Jurusan

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat. Graphic Card dengan memory minimum 64 mb BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Driver 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Spesifikasi minimum dari perangkat keras yang diperlukan agar dapat menjalankan driver ini adalah: Prosesor Pentium

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

TRACKING GERAK TANGAN BERBASIS PYRAMIDAL LUCAS-KANADE

TRACKING GERAK TANGAN BERBASIS PYRAMIDAL LUCAS-KANADE TRACKING GERAK TANGAN BERBASIS PYRAMIDAL LUCAS-KANADE Affan Mahtarami Game Technology NRP: 2207 205 753 Pendahuluan Perkembangan teknologi menuntut teknik interaksi yang natural Virtual reality, augmented

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D 30 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D Penelitian ini mengembangkan model sistem pengenalan wajah dua dimensi pada citra wajah yang telah disiapkan dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL Muhammad Affandes* 1, Afdi Ramadani 2 1,2 Teknik Informatika UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kontak Person : Muhammad

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Analisis Masalah Dewasa ini keberadaan robot sebagai mesin yang menggantikan manusia dalam melakukan berbagai pekerjaan semakin diperlukan. Oleh karena itu robot dituntut

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis 3.1.1 Permasalahan Pemanfaatan Augmented Reality pada umumnya berfokus pada kemampuan visualnya, yaitu berupa bentuk tiga dimensi, lingkungan tiga dimensi, animasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK Wiratmoko Yuwono Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya-ITS Jl. Raya ITS, Kampus ITS, Sukolilo Surabaya 60111

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Pengembangan Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang melakukan proses data mulai dari pengolahan citra otak hingga menghasilkan output analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aplikasi seperti digunakan untuk sistem pengawasan (monitoring

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aplikasi seperti digunakan untuk sistem pengawasan (monitoring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pendeteksi yang menitik beratkan pada konteks deteksi keberadaan dan arah pergerakan merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk berbagai macam aplikasi seperti

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra

Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra Rancang Bangun Sistem Penghitung Laju dan Klasifikasi Kendaraan Berbasis Pengolahan Citra M Agus Taksiono, Dr. Ronny Mardiyanto, ST., MT.dan Ir. Joko Purwanto M.Eng, Ph.d Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM 3.1 Gambaran Umum Gambar 3.1 Gambar Keseluruhan Proses Secara Umum 73 74 Secara garis besar, keseluruhan proses dapat dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi yang amat pesat, menuntut pula adanya otomatisasi dan efisiensi dalam memperoleh informasi. Hal ini didukung pula oleh perkembangan mobile

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan dan algoritma yang akan digunakan pada sistem pengenalan wajah. Bagian yang menjadi titik berat dari tugas akhir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB 3. ANALISIS dan RANCANGAN. eigenfaces dan deteksi muka dengan color thresholding akan mempunyai proses

BAB 3. ANALISIS dan RANCANGAN. eigenfaces dan deteksi muka dengan color thresholding akan mempunyai proses BAB 3 ANALISIS dan RANCANGAN 3.1 Analisa metode Secara garis besar, tahap pada pengenalan wajah dengan metode eigenfaces dan deteksi muka dengan color thresholding akan mempunyai proses yang dilakukan

Lebih terperinci

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemacetan dapat terjadi akibat ketidakteraturan lalu lintas dan demand arus

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemacetan dapat terjadi akibat ketidakteraturan lalu lintas dan demand arus 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemacetan dapat terjadi akibat ketidakteraturan lalu lintas dan demand arus kendaraan yang tidak terbendung dalam suatu waktu. Kemacetan juga kadang terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI III.1. Citra Digital Citra merupakan gambar yang merepresentasikan sesuatu. Citra dapat berupa gambar dari sebuah atau kumpulan obyek. Citra digital merupakan citra yang dapat diolah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. pendapat para responden mengenai Augmented Reality, aplikasi Virtual dressing

BAB 3 METODE PENELITIAN. pendapat para responden mengenai Augmented Reality, aplikasi Virtual dressing BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Hasil Uji Kuesioner Kuisioner terdiri dari 12 pertanyaan dan terdapat 56 responden yang menjawab kuesioner secara online. Kuisioner ini dimaksudkan untuk mengetahui pendapat

Lebih terperinci

PELACAKAN LEVEL KETINGGIAN AIR BERDASARKAN WARNA DENGAN BACKGROUND SUBSTRACTION

PELACAKAN LEVEL KETINGGIAN AIR BERDASARKAN WARNA DENGAN BACKGROUND SUBSTRACTION PELACAKAN LEVEL KETINGGIAN AIR BERDASARKAN WARNA DENGAN BACKGROUND SUBSTRACTION Adhadi Kurniawan 1), I Wayan Mustika 2), dan Sri Suning Kusumawardani 3) 1),2), 3) Laboratorium Sistem Elektronis, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia

BAB I PENDAHULUAN. robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia robot dewasa ini menunjukkan betapa besar peran bidang robotika dan otomatisasi dalam kehidupan manusia seiring dengan meningkatnya dunia teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah studi literatur, pembuatan program serta melakukan deteksi dan tracking obyek. Pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Lingkar Selatan, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengenalan ucapan (speech recognition) merupakan sistem yang dirancang untuk dapat mengenali sinyal suara, sehingga menghasilkan keluaran berupa tulisan. Input dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala 52 BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 ANALISA MASALAH Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala melakukan proses retrival citra dan bagaimana solusi untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel) pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya yang terpantul

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network

BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Hemispheric structure of hidden layer neural network BAB 2 HEMISPHERIC STRUCTURE OF HIDDEN LAYER NEURAL NETWORK, PCA, DAN JENIS NOISE Bab ini akan menjelaskan tentang Hemispheric Structure Of Hidden Layer Neural Network (HSHL-NN), Principal Component Analysis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Sampel Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah sampel beras B, 1 buah sampel beras C, dan 2 buah sampel beras D. 1. Data Pengujian Mutu Beras

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN Pendahuluan Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks

Gambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks BAB 4 HASIL DA A ALISA Banyak komponen mesin yang memiliki bentuk yang cukup kompleks. Setiap komponen tersebut bisa jadi memiliki CBV, permukaan yang berkontur dan fitur-fitur lainnya. Untuk bagian implementasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era yang semakin maju ini, teknologi telah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga kemajuannya sangat dinantikan dan dinikmati para

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Sistem vision yang akan diimplementasikan terdiri dari 2 bagian, yaitu sistem perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat lunak yang digunakan dalam sistem vision ini adalah

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen, dengan tahapan penelitian sebagai berikut: 3.1 Pengumpulan Data Tahap ini merupakan langkah awal dari penelitian. Dataset

Lebih terperinci

Deteksi Kebakaran pada Video Berbasis Pengolahan Citra dengan Dukungan GPU

Deteksi Kebakaran pada Video Berbasis Pengolahan Citra dengan Dukungan GPU Deteksi pada Video Berbasis Pengolahan Citra dengan Dukungan GPU Adhi Prahara Jurusan Ilmu Komputer dan Elektronika Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAAN METODE TEMPLATE MATCHING 1 Yunifa Miftachul Arif, 2 Achmad Sabar 1 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Saintek, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2 Jurusan Sistem Komputer,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN

Bab III ANALISIS&PERANCANGAN 3.1 Analisis Masalah Bab III ANALISIS&PERANCANGAN Pada penelitian sebelumnya yaitu ANALISIS CBIR TERHADAP TEKSTUR CITRA BATIK BERDASARKAN KEMIRIPAN CIRI BENTUK DAN TEKSTUR (A.Harris Rangkuti, Harjoko Agus;

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi dan Evaluasi yang dilakukan penulis merupakan implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan

Lebih terperinci

SEGMENTASI WARNA CITRA DENGAN DETEKSI WARNA HSV UNTUK MENDETEKSI OBJEK

SEGMENTASI WARNA CITRA DENGAN DETEKSI WARNA HSV UNTUK MENDETEKSI OBJEK SEGMENTASI WARNA CITRA DENGAN DETEKSI WARNA HSV UNTUK MENDETEKSI OBJEK Benedictus Yoga Budi Putranto, Widi Hapsari, Katon Wijana Fakultas Teknik Program Studi Teknik Informatika Universitas Kristen Duta

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1. Analisis Masalah 3.1.1. Deskripsi Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, maka makin meningkat pula kebutuhan seseorang akan informasi. Penerapan teknologi informasi

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap program mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan citra dari webcam, pengolahan citra

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 68 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Algoritma Pengujian dilakukan untuk mendapatkan algoritma yang paling optimal dari segi kecepatan dan tingkat akurasi yang dapat berjalan secara real time pada smartphone

Lebih terperinci

BAB 4. Sistem Yang Diusulkan

BAB 4. Sistem Yang Diusulkan 61 BAB 4 Sistem Yang Diusulkan 4.1 Kerangka Sistem Pada bagian ini dijelaskan lebih lanjut mengenai kerangka sistem yang diusulkan serta urut-urutan sistem berjalan. 4.1.1 Pengambilan Data Pada proses

Lebih terperinci

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel

Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel 1 Traffic IP Camera untuk Menghitung Kendaraan Roda Empat Menggunakan Metode Luasan Piksel Andi Muhammad Ali Mahdi Akbar, Arief Kurniawan, Ahmad Zaini Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri Institut

Lebih terperinci