Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra"

Transkripsi

1 Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra Citra dapat direpresentasikan sebagai kumpulan picture element (pixel) pada sebuah fungsi analog dua dimensi f(x,y) yang menyatakan intensitas cahaya yang terpantul pada setiap koordinat posisi (x,y). Gambar 2.1 Representasi citra Gambar 2.1 merupakan contoh representasi citra. Pada contoh ini koordinat citra dimulai dari kiri atas, dan berakhir di kanan bawah. Citra yang direpresentasikan pada gambar 2.1 mempunyai ukuran MxN. Ukuran citra tersebut akan mempengaruhi kapasitas memori yang dibutuhkan dan kecepatan pengolahan citra oleh komputer. Semakin kecil ukuran citra maka kapasitas memori yang dibutuhkan akan semakin sedikit dan kecepatan pengolahan citra akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin besar ukuran citra maka akan semakin besar kapasitas memori yang dibutuhkan dan akan semakin rendah pula kecepatan pengolahan citra. Setiap pixel pada citra mempunyai suatu nilai tertentu yang menyatakan intensitas warna dari pixel bersangkutan. Berdasarkan informasi intensitas warna 4

2 tersebut, terdapat tiga jenis citra digital, yaitu citra digital biner, citra digital grayscale, dan citra digital berwarna. Untuk citra digital biner, nilai pada setiap pixel berharga 0 atau 1. Gambar 2.2 merupakan contoh representasi citra digital biner. Komponen warna yang ada adalah putih dan hitam. Warna hitam direpresentasikan dengan nilai 0, sedangkan warna putih direpresentasikan dengan nilai 1. Gambar 2.2 Representasi sebuah citra digital biner beserta nilai pixelnya Untuk citra digital grayscale, nilai pada setiap pixel menyatakan tingkat keabu-abuan. Gambar 2.3 merupakan contoh representasi citra digital grascale. Komponen warna yang ada adalah hitam, abu-abu, dan putih. Warna hitam direpresentasikan dengan nilai 0 sedangkan warna putih direpresentasikan dengan nilai 255. Nilai diantaranya merupakan intensitas keabu-abuan pixel yang bersangkutan. 5

3 Gambar 2.3 Representasi sebuah citra digital grayscale beserta nilai pixelnya Berbeda dengan citra digital biner dan grayscale, citra digital berwarna memiliki informasi warna yang terdiri dari lebih dari satu kanal. Kanal yang dimaksud umumnya berjumlah tiga buah kanal warna. Pada Gambar 2.4 dapat dilihat representasi sebuah citra digital berwarna beserta nilai pixelnya. Citra pada gambar tersebut mempunyai tiga buah kanal warna, yaitu R (red), G (green), dan B (blue). Dengan demikian citra tersebut disebut memiliki model warna RGB. Pada citra digital berwarna sebenarnya terdapat model warna yang lain seperti HSV, HSL, ataupun CMYK. Namun pada tugas akhir ini analisis yang dilakukan hanya terbatas melalui model warna RGB saja. Hal ini ditujukan demi penyederhanaan masalah dalam pemrograman. Selain itu, format citra yang diolah sejatinya memang dalam format RGB, sehingga dibutuhkan suatu algoritma awal tambahan bila ingin mengkonversi model warna yang digunakan menjadi model warna selain RGB. 6

4 Gambar 2.4 Representasi sebuah citra digital berwarna beserta nilai pixelnya 2.2 Akuisisi Citra Akuisisi citra adalah proses untuk menangkap citra dengan kamera kemudian mengubah citra tersebut menjadi citra digital yang akan diproses oleh komputer. Untuk mengakusisi citra diperlukan kamera dan digitizer. Kamera berfungsi untuk menangkap citra dari obyek sedangkan digitizer berfungsi untuk mengubah citra tersebut menjadi citra digital. Gambar 2.5 Proses akuisisi citra 2.3 Pengolahan Citra Setelah mendapatkan citra digital yang diinginkan, pengolahan citra dilakukan untuk menghasilkan keputusan tertentu terhadap citra tersebut. Di sini manipulasi dilakukan pada citra dengan tujuan untuk memperoleh citra yang lebih 7

5 baik dan memperoleh suatu data atau informasi dari citra. Dalam bidang ilmu computer vision terdapat banyak sekali teknik pengolahan citra. Namun pada bagian ini hanya akan dibahas teknik-teknik yang digunakan dalam tugas akhir ini Thresholding Thresholding diperlukan untuk memisahkan obyek utama dari obyek lain atau lingkungan pada suatu citra. Dengan thresholding diharapkan citra hanya mempunyai dua kondisi intensitas nilai pixel, yaitu intensitas high yang menandakan obyek utama dan intensitas low untuk menandakan lingkungan. Proses thresholding pada umumnya dilakukan dengan pemberian suatu nilai ambang intensitas. Jika nilai intensitas suatu pixel berada di atas nilai ambang tersebut maka intensitas pixel yang bersangkutan pada citra hasil thresholding akan diubah menjadi high. Sebaliknya jika nilai intensitas suatu pixel berada di bawah nilai ambang tersebut maka intensitas pixel yang bersangkutan pada citra hasil thresholding akan diubah menjadi low. Pemberian nilai ambang harus dilakukan secara hati-hati karena pemberian nilai ambang yang salah akan mengakibatkan kesalahan dalam pemisahan obyek utama dan lingkungan. Dalam persamaan matematis, operasi thresholding dapat dinyatakan sebagai berikut : Go, f ( x, y) T g( x, y)... (2.1) Gb, f ( x, y) T dimana: f(x,y) : nilai greylevel citra sebenarnya g(x,y) : nilai greylevel citra hasil operasi threshold G o : nilai greylevel obyek citra setelah operasi threshold G b T : nilai greylevel latar belakang citra setelah operasi threshold : nilai ambang 8

6 Gambar 2.6 menunjukkan contoh operasi thresholding. Citra di sebelah kiri adalah suatu citra grayscale. Sedangkan citra di sebelah kanan adalah citra hasil operasi thresholding. Gambar 2.6 Contoh operasi thresholding pada citra Feature Detection Feature detection adalah suatu metode yang bertujuan untuk menghitung abstraksi-abstraksi yang berasal dari informasi citra dan membuat keputusankeputusan lokal pada setiap titik pada citra mengenai keberadaan suatu fitur pada titik tersebut. Fitur yang dimaksud bisa berupa garis, titik, ataupun area. Jika pada suatu citra terdapat lebih dari satu fitur, maka diperlukan proses penandaaan (labelling) untuk memilah-milah diantara fitur-fitur yang terdeteksi. Pada tugas akhir kali ini fitur yang ingin dideteksi adalah berupa sebuah titik laser. Sedangkan data yang ingin diperoleh adalah posisi ketinggian titik laser tersebut. Oleh karena itu, feature detection yang digunakan dalam tugas akhir ini disederhanakan dengan tidak menggunakan labelling. Pada citra titik laser akan menjadi suatu area yang titik beratnya dalam sumbu vertikal (y) dapat dihitung menggunakan persamaan: _ y yda (2.2) A Gambar 2.7 menunjukkan contoh citra yang sudah diolah terlebih dahulu sehingga yang terlihat hanya sebuah fitur berupa area putih. Dengan menggunakan feature detection, dapat dihitung titik berat area putih tersebut 9

7 sehingga dapat ditemukan bahwa posisi area tersebut pada sumbu vertikal berada pada 60 pixel dari ujung bawah citra. Gambar 2.7 Contoh citra dengan sebuah fitur berupa area putih 2.4 Pengolahan Citra Untuk Mendapatkan Jarak Teori tentang pengolahan citra tunggal berbantuan laser pointer untuk mendapatkan jarak dapat diturunkan dari teori pada metode yang paling umum digunakan, yaitu metode pengolahan citra stereo untuk mendapatkan jarak Pengolahan Citra Stereo[1] Sistem penglihatan stereo menggunakan prinsip kesebangunan segitiga untuk dapat menentukan jarak obyek terhadap kamera. Pada Gambar 2.8 dapat dilihat prinsip dari penglihatan stereo, dimana titik yang sama pada obyek (scene point) akan dipetakan menjadi titik yang berbeda pada citra kiri dan citra kanan yaitu A dan A. Gambar 2.8 Prinsip penglihatan stereo [2] 10

8 Cara penghitungan jarak adalah dengan menggunakan data disparity. Disparity, d, didefinisikan sebagai pergeseran yang terjadi pada titik-titik yang bersesuaian. Dapat dimisalkan jarak antara titik A pada citra kiri dan titik pusat kamera kiri adalah u, sedangkan jarak antara titik A pada citra kanan dan titik pusat kamera kanan adalah u. Sehingga disparity dapat dirumuskan sebagai berikut : d u u'...(2.3) Untuk lebih jelasnya, prinsip penghitungan jarak menggunakan data disparity ini dapat dilihat pada gambar 2.9. Gambar 2.9 Prinsip penghitungan jarak menggunakan data disparity Pada gambar di atas, f adalah panjang fokus lensa kamera, T adalah jarak antara dua titik pusat (sumbu optik) dua kamera, dan Z adalah jarak yang dicari. Dengan memakai hubungan kesebangunan segitiga, didapatkan hubungan sebagai berikut: Z f...(2.4) T d 11

9 Sehingga Z dapat dihitung dengan persamaan: ft Z (2.5) d Persamaan 2.5 di atas menunjukkan bahwa dengan panjang fokus lensa yang konstan dan jarak antar kamera yang konstan maka jarak akan berbanding terbalik dengan disparity. Sehingga semakin besar disparity maka semakin dekat titik yang diamati terhadap kamera. Adapun asumsi yang dipakai pada penurunan persamaan di atas yaitu: 1. Kedua kamera mempunyai panjang fokus yang sama. 2. Kedua kamera sejajar sumbu optiknya. Untuk dapat memperoleh nilai jarak dari suatu titik, maka titik yang bersangkutan harus ditemukan pada citra sebelah kiri maupun citra sebelah kanan. Permasalahan terbesar dalam sistem penglihatan stereo adalah pencocokan obyek atau titik pada satu citra dan menemukan pasangannya, yaitu proyeksi titik atau obyek yang sama pada citra yang lain. Contoh cara pencocokan titik dapat dilihat pada gambar di bawah ini yang didapat dari tugas akhir yang dibuat oleh rekan Tutut Prasetyo[3]. Gambar 2.10 Contoh metode pencocokan titik pada sistem penglihatan stereo. Untuk mendapatkan dua titik yang bersesuaian, pertama-tama sistem harus mampu mendefinisikan yang mana yang merupakan obyek, dan mana yang merupakan latar. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan thresholding yang 12

10 sedemikian rupa sehingga citra berwarna yang ada di atas diubah bentuknya menjadi citra hitam putih yang ada di bawahnya. Kemudian sistem harus dapat menentukan yang mana benda pertama, yang mana benda kedua, dan seterusnya dengan menggunakan proses labelling. Setelah itu sistem melakukan penghitungan titik berat tiap-tiap benda sehingga didapatkan titik-titik merah yang terlihat pada gambar. Titik merah ini kemudian dicocokkan antara titik merah benda pertama di kiri dengan di kanan, titik merah benda kedua di kiri dan di kanan, dan seterusnya sehingga didapat nilai disparity untuk tiap-tiap obyek. Metode yang sedemikian panjang ini pada prakteknya masih sulit untuk diterapkan untuk penangkapan citra secara live video (bukan dengan analisa gambar hasil pemotretan) Pengolahan Citra Tunggal Berbantuan Laser Pointer Gambar 2.11 Prinsip penghitungan jarak pada citra tunggal berbantuan laser pointer Prinsip penghitungan jarak pada citra tunggal berbantuan laser pointer serupa dengan prinsip penghitungan jarak citra stereo. Hanya saja dalam metode 13

11 ini kamera di sebelah kiri digantikan oleh laser pointer, sehingga hanya dibutuhkan satu buah kamera. Garis SC pada gambar adalah lintasan tembakan sinar laser, sedangkan u dalam hal ini berada pada suatu bidang imajiner yang menggantikan bidang citra. Dari persamaan 2.3 dan 2.4, diketahui bahwa untuk mencari Z menggunakan u dan u dapat digunakan persamaan: Z f...(2.6) T u u' Pada metode penghitungan jarak menggunakan citra tunggal berbantuan laser pointer, u tidak bisa didapatkan dari citra. Yang bisa kita dapatkan adalah sudut kemiringan arah tembakan laser terhadap sumbu optik imajiner yang sejajar dengan sumbu optik kamera. Sudut kemiringan ini pada gambar dilambangkan dengan. Dengan demikian persamaan tadi dapat diubah menjadi: Z f...(2.7) T u ftan Sehingga Z dapat dihitung melalui persamaan: T Z...(2.8) u Tan f Persamaan 2.8 menunjukkan bahwa kita dapat menghitung jarak apabila kita mendapatkan data u dari citra, dan data dari suatu alat pengukur sudut. Namun demikian, persamaan ini tidak dapat diterapkan secara langsung untuk mengolah citra digital. Hal ini disebabkan pada persamaan tersebut satuan u haruslah sama dengan satuan f, yaitu dalam satuan panjang seperti meter atau milimeter. Sedangkan data yang bisa diperoleh dari suatu citra digital adalah panjang dalam satuan pixel. Namun demikian kita tahu bahwa: Dimana u p... (2.7) p adalah panjang dalam satuan pixel. Sehingga: u f p C... (2.8) Dengan demikian persamaan 2.6 dapat diubah bentuknya menjadi: T Z p C Tan... (2.9) 14

12 Persamaan 2.9 inilah yang nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam pengukuran jarak yang dilakukan pada tugas akhir ini. Dengan mengggunakan metode pengolahan citra tunggal berbantuan laser pointer, masalah pencocokan titik pada metode pengolahan citra stereo akan disederhanakan menjadi masalah pencarian titik laser pada citra. 2.5 Laser Distance Sensor / Optical Distance Sensor Laser distance sensor pada tugas akhir ini akan digunakan sebagai alat ukur pembanding yang hasil pembacaannya dianggap benar. Titik laser yang akan ditangkap pada citra adalah titik laser yang berasal dari alat ukur ini. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa sistem visual dan laser distance sensor mengukur jarak terhadap suatu titik yang sama. Laser distance sensor yang digunakan pada tugas akhir ini yaitu seri O1D100 buatan IFM mengukur jarak berdasarkan prinsip time of flight. Cara kerja prinsip ini adalah bahwa setiap photon yang ditransmisikan membutuhkan waktu yang tertentu untuk terbang ke arah target dan kembali ke sensor. Periode waktu ini besarnya berbanding lurus dengan jarak. Besarnya periode waktu ini dapat diukur oleh perangkat elektronik yang ada pada sensor dan dikonversikan besarannya menjadi jarak untuk ditampilkan kepada pengguna. Gambar 2.12 menggambarkan cara kerja laser distance sensor O1D100 buatan IFM yang menggunakan prinsip time of flight. Gambar 2.12 Cara kerja laser distance sensor O1D100 buatan IFM 15

13 2.6 Motor Servo DC Sebuah motor servo DC terdiri dari motor DC kecil, gearset, sebuah feedback potentiometer (variable resistor), dan beberapa perangkat elektronik lain sebagai sistem kontrol. Motor berputar pada kecepatan yang berubah-ubah dan dikopel pada sebuah gearset reduksi. Gearset ini mereduksi kecepatan motor yang tinggi untuk mendapatkan torsi yang lebih baik. Gambar 2.13 Komponen-komponen motor servo DC Servo merupakan contoh klasik dari sebuah sistem closed loop feedback. Potensiometer dikopel pada gear output sehingga tahanannya akan proporsional terhadap posisi output servo. Sinyal dari tahanan ini akan diambil oleh sirkuit kontrol untuk menghasilkan sinyal error ketika posisi yang diinginkan tidak sesuai dengan posisi saat ini. Misalkan servo diperintahkan berputar ke posisi 90 dan hasil sebenarnya 80, maka sinyal error akan menyebabkan motor akan memutar porosnya kembali sehingga sinyal error-nya menjadi nol, yaitu pada saat posisi poros mencapai 90. Proses tersebut akan terjadi berulang-ulang dan menjadi sebuah closed loop feedback yang akan mempertahankan sinyal error agar besarnya selalu nol. Servo dikendalikan dengan pengiriman sinyal berupa pulsa. Pulsa tersebut memiliki tiga parameter yaitu lebar pulsa minimum, lebar pulsa maksimum dan periode pengulangan. Pulsa yang diberikan akan menentukan seberapa jauh poros berputar. Sebagai contoh, pada motor servo jenis HS322-HD buatan Hitec, lebar 16

14 pulsa maksimum sebesar 1,5 milisekon akan menyebabkan poros berputar ke posisi 90 (posisi netral). Periode pengulangan pada motor servo ini sudah tertentu yaitu sebesar 20 milisekon, atau dengan kata lain frekuensinya sebesar 50 Hz. Jika lebar pulsa maksimum yang diberikan kurang dari 1,5 milisekon, maka poros akan menuju ke posisi kurang dari 90. Sebaliknya bila pulsa maksimum yang diberikan lebarnya lebih dari 1,5 milisekon, maka poros akan berputar menuju ke posisi yang lebih dari 90. Teknik pemberian sinyal untuk menentukan posisi ini disebut Pulse Width Modulation (PWM). Gambar 2.14 PWM pada motor servo Gambar 2.15 Contoh perintah PWM dan outputnya pada motor servo 2.7 Rotary Encoder Rotary encoder atau shaft encoder adalah suatu perangkat elektromekanik yang digunakan untuk mengkonversi perpindahan angular dari suatu poros menjadi kode-kode analog ataupun digital. Terdapat dua jenis utama dari rotary encoder, yaitu tipe absolut dan tipe incremental. Absolute rotary encoder menghasilkan kode yang unik untuk tiap-tiap posisi sudut poros tertentu, 17

15 sedangkan incremental rotary encoder menghasilkan kode-kode yang bisa diterjemahkan sebagai jarak perpindahan sudut relatif terhadap posisi awal. Dalam tugas akhir ini yang digunakan dalah rotary encoder tipe incremental karena pertimbangan biaya yang murah untuk kecermatan pembacaan yang cukup baik. Incremental encoder bekerja dengan cara menerjemahkan putaran poros encoder tersebut menjadi sinar cahaya terputus-putus yang selanjutnya diolah menjadi bentuk pulsa-pulsa listrik. Sinar cahaya terputus-putus tersebut dihasilkan dari konstuksi gabungan sumber cahaya, glass disk, dan photosensor seperti pada gambar Gambar 2.16 Contoh skema konstruksi bagian dalam incremental rotary encoder Kosntruksi berpasangan seperti gambar di atas akan menghasilkan dua buah sinyal sinusoidal seperti pada gambar Perbedaan fasa sebesar 90 derajat diperoleh dengan cara mengatur posisi relatif dantara kedua photosensor yang ada. Gambar 2.17 Output sinusoidal dari dua buah photosensor 18

16 Sinyal tersebut kemudian diubah oleh suatu rangkaian Schmitt Trigger menjadi bentuk pulsa. Gabungan kedua pulsa, yang disebut pulsa A dan B ini kemudian digolongkan ke dalam empat kondisi seperti pada gambar 2.16, sehingga disebut quadrature outputs. Tabel kondisi dapat dilihat pada tabel 2.1. Gambar 2.18 Quadrature outputs Tabel 2.1 Pengkodean kondisi quadrature outputs Tabel di atas dapat digunakan untuk menghitung suatu hitungan untuk mengetahui posisi angular relatif. Misalkan kita menggunakan konvensi arah putaran clockwise dan output berubah dari kondisi 00 ke 01, maka diketahui bahwa hitungan bertambah satu. Hal ini berarti encoder telah berputar sejauh 1 per pulsa incremental rotary encoder dalam satu putaran dikalikan dengan 360 derajat. Bila jumlah pulsa incremental rotary encoder berjumlah 1000, berarti poros telah berputar sejauh 0,36 derajat searah jarum jam. Sebaliknya, jika output berubah dari kondisi 00 ke 10, berarti poros telah berputar 0,36 derajat berlawanan arah jarum jam. 19

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori-teori dasar yang digunakan untuk merealisasikan suatu sistem penjejak obyek bergerak. 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran),

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER

BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER BAB II SISTEM PENENTU AXIS Z ZERO SETTER 2.1 Gambaran Umum Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada Bab I, tujuan skripsi ini adalah merancang suatu penentu axis Z Zero Setter menggunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk dari digitalisasi yang sedang berkembang saat ini adalah teknologi 3D Scanning yang merupakan proses pemindaian objek nyata ke dalam bentuk digital.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI

PERANCANGAN ROBOT OKTAPOD DENGAN DUA DERAJAT KEBEBASAN ASIMETRI Asrul Rizal Ahmad Padilah 1, Taufiq Nuzwir Nizar 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer Unikom, Bandung 1 asrul1423@gmail.com, 2 taufiq.nizar@gmail.com ABSTRAK Salah satu kelemahan robot dengan roda sebagai alat

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4.1 Tujuan Tujuan dari pengujian alat pada tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebabpenyebab ketidaksempurnaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

BAB 2 LANDASAN TEORI. robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Jenis Jenis Motor DC Motor DC merupakan jenis motor yang paling sering digunakan di dalam dunia robotika. Salah satu alasannya adalah arah putaran motor DC, baik searah jarum jam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Mikrokontroller AVR Mikrokontroller adalah suatu alat elektronika digital yang mempunyai masukan serta keluaran serta dapat di read dan write dengan cara khusus. Mikrokontroller

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER

PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Jurnal Sistem Komputer Unikom Komputika Volume 1, No.1-2012 PENGENDALIAN SUDUT PADA PERGERAKAN TELESKOP REFRAKTOR MENGGUNAKAN PERSONAL COMPUTER Usep Mohamad Ishaq 1), Sri Supatmi 2), Melvini Eka Mustika

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA Syahrul 1, Andi Kurniawan 2 1,2 Jurusan Teknik Komputer, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.116,

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital

Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital Gambar 1.6. Diagram Blok Sistem Pengaturan Digital 10 Bab II Sensor 11 2.1. Pendahuluan Sesuai dengan banyaknya jenis pengaturan, maka sensor jenisnya sangat banyak sesuai dengan besaran fisik yang diukurnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. pada PC yang dihubungkan dengan access point Robotino. Hal tersebut untuk BAB IV PENGUJIAN SISTEM Pengujian sistem yang dilakukan merupakan pengujian terhadap Robotino dan aplikasi pada PC yang telah selesai dibuat. Dimulai dari menghubungkan koneksi ke Robotino, menggerakan

Lebih terperinci

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC)

(Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) (Dimasyqi Zulkha, Ir. Ya umar MT., Ir Purwadi Agus Darwito, MSC) Latar Belakang Tujuan Tugas Akhir merancang sistem pengendalian kecepatan pada mobil listrik 2 1 Mulai No Uji sistem Studi literatur Marancang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotogrametri Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh pengukuran-pengukuran yang terpercaya dari benda-benda di atas citra fotografik (Avery, 1990). Fotogrametri

Lebih terperinci

Tugas Sarjana. Abstrak

Tugas Sarjana. Abstrak Tugas Sarjana Judul Metode Pengukuran Jarak Faqih Akhsani Mengunakan Pengolahan Citra Tunggal Berbantuan Laser Pointer. Program Studi Teknik Mesin 13102103 Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deteksi Dari citra setting yang telah direkam, dengan menggunakan software Paint Shop Pro v.6, diketahui nilai RGB dari tiap laser yang terekam oleh kamera CCD. RGB yang dicantumkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Bab IV Kalibrasi dan Pengujian

Bab IV Kalibrasi dan Pengujian Bab IV Kalibrasi dan Pengujian 4.1 Kalibrasi Rumus untuk mencari jarak yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya mempunyai dua konstanta yang perlu dicari nilainya, yaitu jarak antara kamera dengan

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI PERANGKAT KERAS 3.1. Spesifikasi Perancangan Perangkat Keras Secara sederhana, perangkat keras pada tugas akhir ini berhubungan dengan rancang bangun robot tangan. Sumbu

Lebih terperinci

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar,

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar, KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1 Nugroho hary Mindiar, 21104209 Mahasiswa Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma mindiar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian dan analisis alat peraga sistem kendali pendulum terbalik yang meliputi pengujian dimensi mekanik, pengujian dimensi dan massa

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV Pengujian Alat dan Analisa BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4. Tujuan Pengujian Pada bab ini dibahas mengenai pengujian yang dilakukan terhadap rangkaian sensor, rangkaian pembalik arah putaran

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Kendali Sistem Kendali atau control system terdiri dari dua kata yaitu system dan control. System berasal dari Bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah

Lebih terperinci

TKC306 - Robotika. Eko Didik Widianto. Sistem Komputer - Universitas Diponegoro

TKC306 - Robotika. Eko Didik Widianto. Sistem Komputer - Universitas Diponegoro Robot Robot TKC306 - Robotika Eko Didik Sistem Komputer - Universitas Diponegoro Review Kuliah Pembahasan tentang aktuator robot beroda Referensi: : magnet permanen, stepper, brushless, servo Teknik PWM

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perancangan Perangkat Keras 3.1.1 Blok Diagram Sistem Gambaran sistem dapat dilihat pada blok diagram sistem di bawah ini : Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Berdasarkan blok

Lebih terperinci

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Evan 13506089 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if16089@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan realisasi sistem yang telah dibuat dalam skripsi ini yaitu perancangan sebuah mesin yang menyerupai bor duduk pada umumnya. Di

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA 4.1 Tujuan Tujuan dari pengujian alat pada tugas akhir ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kinerja sistem yang telah dibuat dan untuk mengetahui penyebabpenyebab ketidaksempurnaan

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu

Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Pemodelan Sistem Kontrol Motor DC dengan Temperatur Udara sebagai Pemicu Brilliant Adhi Prabowo Pusat Penelitian Informatika, LIPI brilliant@informatika.lipi.go.id Abstrak Motor dc lebih sering digunakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

PENGENALAN ROBOTIKA. Keuntungan robot ini adalah pengontrolan posisi yang mudah dan mempunyai struktur yang lebih kokoh.

PENGENALAN ROBOTIKA. Keuntungan robot ini adalah pengontrolan posisi yang mudah dan mempunyai struktur yang lebih kokoh. PENGENALAN ROBOTIKA Manipulator robot adalah sistem mekanik yang menunjukkan pergerakan dari robot. Sistem mekanik ini terdiri dari susunan link(rangka) dan joint (engsel) yang mampu menghasilkan gerakan

Lebih terperinci

JOBSHEET 5. Motor Servo dan Mikrokontroller

JOBSHEET 5. Motor Servo dan Mikrokontroller JOBSHEET 5 Motor Servo dan Mikrokontroller A. Tujuan Mahasiswa mampu merangkai motor servo dengan mikrokontroller Mahasiswa mampu menggerakkan motor servo dengan mikrokontroller B. Dasar Teori MOTOR SERVO

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Rancang Bangun Sistem Pemantau Ruangan Berbasis Multi Kamera untuk Smartphone Android pada Jaringan Pikonet yang Adaptif terhadap Perubahan Situasi Ruangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Atmel (www.atmel.com).

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Atmel (www.atmel.com). BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi Sistem 4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras Proses pengendalian mobile robot dan pengenalan image dilakukan oleh microcontroller keluarga AVR, yakni ATMEGA128

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. MOTO DAN PERSEMBAHAN... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. MOTO DAN PERSEMBAHAN... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv MOTO DAN PERSEMBAHAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x ABSTRAK... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Analisis Masalah Dewasa ini keberadaan robot sebagai mesin yang menggantikan manusia dalam melakukan berbagai pekerjaan semakin diperlukan. Oleh karena itu robot dituntut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO

RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO RANCANG BANGUN SISTEM AUTOTRACKING UNTUK ANTENA UNIDIRECTIONAL FREKUENSI 2.4GHZ DENGAN MENGGUNAKAN MIKROKONTOLER ARDUINO Ryandika Afdila (1), Arman Sani (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan sensor putaran berbasis serat optik dilakukan di Laboratorium Optik dan Fotonik serta Laboratorium Bengkel Jurusan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1]

BAB II DASAR TEORI Kajian Pustaka a. Algoritma Pengambilan Keputusan Pada Kiper Robot Sepak Bola [1] BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari 2.1.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA RANGKAIAN Dalam bab ini penulis akan mengungkapkan dan menguraikan mengenai persiapan komponen dan peralatan yang dipergunakan serta langkah langkah praktek, kemudian menyiapkan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem

BAB III PERANCANGAN Sistem Kontrol Robot. Gambar 3.1. Blok Diagram Sistem BAB III PERANCANGAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perancangan sistem yang meliputi sistem kontrol logika fuzzy, perancangan perangkat keras robot, dan perancangan perangkat lunak dalam pengimplementasian

Lebih terperinci

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL I Gusti Ngurah Suryantara, Felix, Ricco Kristianto gusti@bundamulia.ac.id Teknik Informatika Universitas Bunda Mulia ABSTRAK Beberapa

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Computer. Parallel Port ICSP. Microcontroller. Motor Driver Encoder. DC Motor. Gambar 3.1: Blok Diagram Perangkat Keras BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Blok Diagram Perangkat Keras Sistem perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh blok diagram berikut: Computer Parallel Port Serial Port ICSP Level

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu: Gambar 3.1 Prosedur Penelitian 1. Perumusan Masalah Metode ini dilaksanakan dengan melakukan pengidentifikasian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi PWM Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap, namun, lebar pulsanya bervariasi. Lebar pulsa PWM berbanding lurus dengan amplitudo sinyal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 9 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Dengan semakin berkembangnya teknologi saat ini dan perkembangan itu meliputi para pelaku usaha didunia industri untuk membuat produk yang lebih modern dan ramah lingkungan.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Umum Perancangan robot merupakan aplikasi dari ilmu tentang robotika yang diketahui. Kinerja alat tersebut dapat berjalan sesuai keinginan kita dengan apa yang kita rancang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pada blok diagram tersebut antara lain adalah webcam, PC, microcontroller dan. Gambar 3.1 Blok Diagram

BAB III METODE PENELITIAN. pada blok diagram tersebut antara lain adalah webcam, PC, microcontroller dan. Gambar 3.1 Blok Diagram BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Pengerjaan Tugas Akhir ini dapat terlihat jelas dari blok diagram yang tampak pada gambar 3.1. Blok diagram tersebut menggambarkan proses dari capture gambar

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis

Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis A216 Rancang Bangun Sistem Pengukuran Posisi Target dengan Kamera Stereo untuk Pengarah Senjata Otomatis Anas Maulidi Utama, Djoko Purwanto, dan Ronny Mardiyanto Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. tracking obyek. Pada penelitian tugas akhir ini, terdapat obyek berupa bola. Gambar 3.1. Blok Diagram Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini adalah studi literatur, pembuatan program serta melakukan deteksi dan tracking obyek. Pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson

III. METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai analisis pola interferensi pada interferometer Michelson akibat perbedaan ketebalan benda transparan dengan metode image processing

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran alat, perancangan dan realisasi dari perangkat keras, serta perangkat lunak dari alat peraga sistem kendali pendulum terbalik. 3.1.

Lebih terperinci

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION Indra Pramana, M Zen Hadi Samsono, Setiawardhana Jurusan Telekomunkasi - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1. Prinsip Kerja Robot Prinsip kerja robot yang saya buat adalah robot lego mindstorm NXT yang menggunakan sensor ultrasonik yang berfungsi sebagai mata pada robot dengan tambahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari 48 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan September 2011 s/d bulan Februari 2012. Pembuatan dan pengambilan data dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA 54 BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISA 4.1 Pengujian Output PIO Dengan cara memberikan data output pada ketiga alamat PIO, kemudian dilakukan pengukuran level output tegangan pada kondisi high 1 dan low

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN UMUM

BAB V PEMBAHASAN UMUM BAB V PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini pada prinsipnya bertujuan untuk menghasilkan sebuah metode dan algoritma yang dapat digunakan untuk menentukan posisi tiga dimensi dari obyek pertanian, yaitu jeruk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1. Sistem instruksi dan kontrol robot.

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1. Sistem instruksi dan kontrol robot. BAB III PERANCANGAN Membahas perancangan sistem yang terdiri dari gambaran umum sistem dan bagaimana mengolah informasi yang didapat dari penglihatan dan arah hadap robot di dalam algoritma penentuan lokasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci