BAB II Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi, transformasi wavelet serta beberapa analisis ketetanggaan yang diterapkan pada proses pengenalan jalan. II.1 Ekstraksi Unsur Jalan Pada Citra Proses ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja dikembangkan berdasarkan beberapa karakteristik fotometrik dan geometrik yang diantaranya adalah [Zhao et al, 2002]: (1) Batas jalan nampak dengan jelas; (2) Lebar jalan berubah perlahan; (3) Jalan membentuk garis lurus yang sejajar; (4) Arah jalan berubah perlahan; (5) Jalan nampak sebagai area homogen memanjang. Menurut [Baumgartner, et. Al., 1999], karakteristik di atas adalah sudut pandang terhadap jalan dilihat dari dari level real world. Karakteristik tersebut kemudian dijadikan model jalan yang beberapa definisinya pada level citra adalah piksel yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Kelompok piksel homogen yang memiliki perbedaan cukup tajam dengan objek disekitarnya; (2) Perubahan jarak antara titik piksel pusat jalan dengan piksel tepi jalan kecil; (3) Garis tepi tidak bercabang; (4) Untaian piksel membentuk kurva dengan perubahan arah perlahan; (5) Untaian piksel jalan cenderung memanjang. 9

2 Ekstraksi unsur jalan dilakukan diantaranya dengan memanfaatkan metode deteksi tepi pada citra. Deteksi tepi merupakan salah satu metode dasar dalam ekstraksi unsur yang dapat dilakukan secara otomatis tanpa memerlukan informasi bentuk dari suatu unsur karena memiliki sifat linier [Nixon dan Aguado, 2002]. II.1.1 Deteksi Tepi Unsur Pada Citra Keberadaan tepi unsur ditandai dengan tingginya perubahan nilai piksel atau kontras [Nixon dan Aguado, 2002]. Tepi unsur pada citra dideteksi dengan operator deteksi (detektor) tepi diantaranya berupa matriks template berukuran tertentu, seperti pendeteksi tepi Robert (terdiri dari matriks detektor tepi diagonal M - dan M + ) serta pendeteksi tepi Prewitt dan Sobel (keduanya terdiri dari matriks template vertikal, M x dan horisontal, M y ) seperti ditunjukkan Gambar II.1. M - M + M x M y M x M y Robert Prewitt Sobel Gambar II.1. Matriks Template Pendeteksi Tepi (Sumber : Nixon dan Aguado, 2002) Dalam mendeteksi tepi, dilakukan perkalian elementer antara matriks template pada Gambar II.1 di atas dengan kelompok piksel pada citra input. Pada hasil perkalian yang diperoleh, nilai setiap elemen dijumlahkan dan dijadikan nilai dari elemen matriks hasil konvolusi [Nixon dan Aguado, 2002]. Lihat Gambar II.2 Citra input Hasil konvolusi Gambar II.2. Gambar proses konvolusi (Sumber : Nixon dan Aguado, 2002) 10

3 Sebagai contoh, pada pendeteksian tepi metode Prewitt nilai dari piksel tepi pada arah vertikal dari suatu citra diperoleh dari selisih antara jumlah nilai kolom elemen hasil perkalian antara citra asli dengan matriks template. Selengkapnya dapat dilihat persamaan (II.1) dan (II.2) Konvolusi dengan template vertikal (II.1) Konvolusi dengan template horisontal (II.2) Piksel tepi pada citra diperoleh dengan menggabungkan hasil konvolusi pada arah vertikal dan horisontal dengan persamaan (II.3). (II.3) Deteksi tepi dengan metode Prewitt pada suatu citra biner berukuran 8x8 piksel (Gambar II.3.(a)), akan menghasilkan citra konvolusi vertikal (Gambar II.3.(b)) dan citra konvolusi horisontal (Gambar II.3.(c)). Dengan menggunakan persamaan (II.3) diperoleh citra hasil deteksi tepi keseluruhan seperti ditunjukkan Gambar II.3.(d). (a) (b) (c) (d) Gambar II.3. Contoh Hasil Deteksi Tepi Prewitt (Sumber : Nixon dan Aguado, 2002) Keterangan Gambar : (a) Citra Asli (c) Hasil deteksi tepi vertikal (Mx) (b) Hasil deteksi tepi horisontal (My) (d) gabungan (c) dan (d) (M) 11

4 II.1.2 Deteksi Tepi Canny Deteksi tepi dengan operator-operator pada II.1.1 masih memiliki kelemahan, diantaranya pada satu perubahan nilai piksel akan diperoleh banyak piksel tepi seperti ditunjukkan pada Gambar II.3.(d). Disamping itu, derau dan tekstur yang memiliki variasi nilai piksel yang cukup tinggi (tekstur kasar) pada suatu citra dapat juga terdeteksi sebagai tepi. Sebagai contoh, pada deteksi tepi dengan metode Prewitt, derau pada Gambar II.4.(a) terdeteksi sebagai piksel tepi. Lihat Gambar II.4.(b) (a) (b) Gambar II.4 Citra dengan derau dan tekstur dan hasil deteksi tepi Prewittnya (Sumber : MATLAB R2007a User Guide, 2007) Upaya perbaikan terhadap hasil deteksi tepi telah banyak diteliti orang dengan mengembangkan berbagai metode. Salah satu metode yang dikenal secara luas adalah deteksi tepi metode Canny yang memiliki kriteria sebagai berikut [Nixon dan Aguado, 2002]: Deteksi tepi optimal tanpa adanya kesalahan deteksi; Lokalisasi yang baik dengan jarak minimal antara tepi terdeteksi dengan posisi tepi sebenarnya; Respon tunggal terhadap tepi unsur. Untuk mengakomodasi kriteria-kriteria tersebut di atas, [Canny, 1986] menambahkan pula prosedur-prosedur perbaikan sebelum dan sesudah pendeteksian tepi (pre dan post processing) agar hasil deteksi tepi yang diperoleh 12

5 menjadi lebih baik. Pre dan post processing yang dilakukan pada deteksi tepi metode Canny menyangkut [Nixon dan Aguado, 2002] : Smoothing (preprocessing); Non maximum suppresion (post-processing); Hysteresis thresholding (post-processing). Proses smoothing dilakukan untuk menghilangkan derau dan menurunkan pengaruh tekstur pada citra sehingga diperoleh hasil deteksi yang lebih baik. Pada metode Canny, digunakan filter gaussian dalam bentuk matriks template yang merupakan bobot (weight) dalam perhitungan nilai rata-rata suatu kelompok piksel pada citra input yang diantaranya berukuran 3x3. Lihat Gambar II Gambar II.5. Matriks template dari filter Gaussian Nilai matriks template pada Gambar II.5 tersebut di atas diperoleh dari persamaan (II.4) yang merupakan fungsi sebaran normal gauss g pada koordinat x, y dimana besarnya nilai elemen matriks template ditentukan oleh nilai σ 2 [Nixon dan aguado, 2002]. (, ) = (II.4) Sebagai contoh, penerapan filtering Gaussian pada Gambar II.4.(a) akan menghasilkan citra terfilter yang ditunjukkan oleh Gambar II.6.(a). Pada hasil deteksi tepi dengan metode Prewitt pada citra terfilter tersebut (Gambar II.6.(b)), nampak bahwa sebagian derau yang terdeteksi sebagai tepi berkurang. 13

6 (a) (b) Gambar II.6. Hasil deteksi tepi pada citra terfilter Keterangan Gambar : (a) Hasil filtering dengan metode Gaussian (b) Hasil deteksi tepi Prewitt pada hasil filtering dengan metode Gaussian Proses Non Maximum Suppression yang mirip dengan proses thinning (perampingan) dilakukan untuk menentukan piksel tepi dengan posisi paling mendekati lokasi terjadinya perubahan nilai piksel diantara banyaknya piksel tepi yang terdeteksi. Dimana pada umumnya, perubahan nilai piksel berada pada pusat kumpulan piksel tepi [Nixon dan Aguado, 2002]. Sebagai contoh nampak pada Gambar II.3.(d), sebagian diantara piksel-piksel tepi perlu dihilangkan karena perubahan nilai piksel pada citra input (Gambar II.3.(a)), hanya pada batas antara piksel hitam dan piksel putih saja. Penentuan pusat kumpulan piksel tepi diantaranya dengan penghitungan jarak Euclides antara setiap piksel tepi p(x,y) ke piksel bukan tepi q(s,t) yang memiliki bentuk persamaan (II.5). D = ([x s] 2 + [y-t] 2 ) 1/2 (II.5) Dimana piksel pada pusat suatu kumpulan piksel akan memiliki jarak ke piksel tepi terjauh. Disamping itu, jarak Euclides pada sumbu vertikal dan horisontal memiliki nilai yang sama dengan selisih koordinat pikselnya. Lihat Gambar II.7. 14

7 (a) (b) Gambar II.7 Jarak Euclides pada satu piksel dengan piksel sekitarnya (Sumber : Gonzales dan Woods 2002) Keterangan Gambar : (a) Jarak elementer (baris, kolom) dari pusat kelompok piksel (b) Jarak Euklides dari pusat kelompok piksel Sebagai contoh, jarak Euclides antara piksel-piksel tepi (hitam) ke piksel bukan tepi (putih) pada suatu citra tepi biner (Gambar II.8.(a)) akan menghasilkan besaran jarak-jarak Euclides (Gambar II.8.(b)). Pada proses thinning, piksel dengan jarak Euclides lebih besar dari suatu nilai threshold T = 1.4 berdasarkan persamaan (II.6) sehingga pada akhirnya tetap memiliki nilai 0 (hitam). Lihat Gambar II.8.(c). (II.6) Keterangan : a. Hasil deteksi tepi b. Hasil penghitungan jarak euclides c. Hasil thinning (a) (b) (c) Gambar II.8 Contoh proses thinning Jarak Euklides Berbeda dengan metode thinning, pada proses Non Maximum suppresion, pengubahan menjadi citra biner tersebut menggunakan dua nilai threshold T 1 dan T 2 dimana T 1 > T 2 yang sering disebut juga hysteresis thresholding [Nixon dan 15

8 Aguado,2002]. Setiap piksel tepi dengan nilai lebih besar dari T 1 dipertahankan sebagai piksel tepi. Piksel tepi di sekitar piksel tepi yang nilainya lebih besar dari nilai threshold T 1 di atas juga dipertahankan sebagai piksel tepi jika nilainya masih lebih besar dari T 2. Dari sudut pandang hysteresis thresholding, contoh pada Gambar II.8.(c) dapat diperoleh dengan nilai-nilai threshold T 1 = 2 dan T 2 = 1.4. Hasil dari rangkaian proses deteksi tepi dengan metode Canny pada suatu adalah citra biner yang terdiri dari piksel-piksel tepi tunggal seperti pada Gambar II.9. (a) (b) (c) (d) Gambar II.9 Contoh proses deteksi tepi Canny (Sumber : Nixon dan Aguado, 2002) Keterangan : (a) Citra terfilter (b) Hasil deteksi tepi Sobel (c) Hasil Non maximum suppression (d) Hasil Hysteresis thresholding Variasi nilai piksel pada citra yang merupakan salah satu faktor penentu keberadaan tepi dapat ditinjau sebagai fungsi dari waktu. Sebagaimana dijelaskan pada pendahuluan bahwa citra yang merupakan rekaman dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu adalah juga merupakan suatu rekaman sistem sinyal, variasi nilai piksel akan nampak sebagai fluktuasi gelombang pada satuan waktu tertentu [Bultheel, 2002] yang identik dengan frekuensi dari suatu sistem sinyal [Mallat, 2005]. Sebagai contoh, variasi nilai piksel pada satu baris dari citra pada Gambar II.10.(a) akan nampak sebagai fluktuasi gelombang sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar II.10.(b). Besarnya variasi nilai piksel tersebut identik dengan frekuensi dari sinyal. Lihat Gambar II.10.(c). 16

9 f(t) t (b). Variasi Intensitas (a) Citra asli t (c). Frekuensi Gambar II.10 Citra, Variasi intensitas dan frekuensinya pada satu baris citra (Sumber : Mallat, 2005) Oleh sebab itu metode analisis untuk sistem sinyal akan dapat diterapkan pada sistem citra. Salah satu metode yang dapat digunakan diantaranya adalah transformasi Wavelet. II.2 Teori Wavelet Suatu jenis data dapat dimodelkan sebagai sistem sinyal yang merupakan fungsi dari waktu. Analisis terhadap karakteristik yang hanya terdapat pada selang waktu tertentu (biasa disebut karakteristik lokal) antara lain dilakukan dengan memisahkan sebagian dari fungsi dengan cara mengalikan fungsi dengan suatu fungsi jendela [Goswami dan Chan, 1999]. (II.7) Fungsi jendela didefinisikan sebagai fungsi dengan nilai (t) pada rentang waktu dan memiliki nilai nol di luar rentang tersebut [Goswami dan Chan, 1999]. Dengan titik pusat awal, fungsi jendela akan memiliki bentuk yang ditunjukkan Gambar II

10 t - 0 Gambar II.11 Fungsi Jendela (Sumber : Goswami dan Chan, 1999) Agar fungsi pada, tercakup oleh fungsi jendela, maka fungsi jendela tersebut perlu digeser sedemikian rupa sehingga memiliki nilai titik pusat. Jika nilai suatu fungsi jendela (t) = 1 maka fungsi pada dapat dihitung dengan persamaan : (II.8) Nilai pada persamaan (II.8) merupakan parameter pergeseran rentang waktu dari fungsi jendela sehingga fungsi jendela dapat digunakan untuk membatasi nilai pada setiap satuan waktu. Sebagai contoh, jika adalah fungsi sinusoidal (Gambar II.12.(a) dengan perturbasi pada t = 0.7 dan t = 1.3, maka fungsi jendela, dengan titik pusat t = 0.4 dan lebar [-0.1, 0.1] akan menghasilkan nilai yang sama dengan elemen fungsi sinusoidal tersebut. Lihat Gambar II.12.(b). (a) (b) Gambar II.12 Fungsi Jendela dan hasil pemisahannya (Sumber : Goswami dan Chan, 1999) 18

11 Namun fungsi jendela tersebut di atas tidak dapat memisahkan perturbasi yang ada pada Gambar II.12.(a). Ini disebabkan karena lebar rentang fungsi jendela bersifat tetap [Goswami dan Chan, 1999]. Contoh lain, jika pada suatu sistem sinyal yang memiliki frekuensi yang bervariasi (Gambar II.13) dilakukan analisis menggunakan suatu fungsi jendela dengan lebar CD, maka fungsi pada rentang AB tidak tercakup oleh fungsi jendela tersebut. Gambar II.13. Sinyal yang frekuensinya berubah seiring dengan waktu (Sumber : Goswami dan Chan, 1999) Kelompok data pada sistem sinyal yang ditunjukkan oleh Gambar II.13 memiliki rentang waktu yang berbeda-beda. Untuk mengatasi hal ini perlu digunakan fungsi jendela yang rentangnya dapat melebar jika frekuensi menurun, dan menyempit jika frekuensi meningkat. Konsep ini menjadi salah satu dasar pengembangan transformasi Wavelet dimana pemisahan terhadap suatu sistem sinyal dengan fungsi jendela (persamaan (II.7)) digantikan oleh fungsi Wavelet [Goswami dan Chan, 1999]. Lihat persamaan (II.9) (II.9) Fungsi penganalisis wavelet pada persamaan (II.9) di atas nilai rentangnya diperoleh dengan persamaan (II.10) [Goswami dan chan, 1999]. (II.10) 19

12 Parameter dan masing-masing adalah parameter pergeseran dan penyekalaan yang digunakan untuk memodifikasi fungsi wavelet sehingga dapat mencakup rentang waktu dan posisi yang berbeda-beda. Dapat dilihat dalam (II.10) bahwa dengan mengecilkan nilai skala, akan mencakup rentang waktu yang lebih lebar dari pada bentuk awalnya seperti pada Gambar II.12 dan II.13[Goswani dan Chan 2002]. Beberapa fungsi Wavelet yang biasa digunakan antara lain fungsi Wavelet Haar, Daubechy3, dan Symlets3 yang bentuknya ditunjukkan oleh Gambar II.14 [Bunthel, 2002]. Bentuk dasar fungsi wavelet ini memiliki nilai rata-rata sama dengan 0 [Mallat, 2005]. (a) (b) (c) Gambar II.14 Beberapa bentuk Fungsi Wavelet II.2.1 Dekomposisi Wavelet Pada Citra Proses pemisahan komponen suatu sistem sinyal menjadi komponen berfrekuensi tinggi dan frekuensi rendah disebut juga dengan proses dekomposisi. Sebagai contoh, pada persamaan (II.11) dapat dilihat sebuah sistem sinyal diskrit yang memiliki 8 sampel: x = (x 1, x 2,..., X 8 ) = (1,3,5,7, 2, -1, -3, -2) (II.11) Plot grafis dari data sinyal diskrit dapat digambarkan sebagai diagram batang pada sistem koordinat kartesian seperti pada gambar II

13 Gambar II.15 Plot Sinyal Diskrit (Sumber : Bultheel, 2002) Transformasi Wavelet dengan fungsi penganalisis haar memisahkan data tersebut ke dalam komponen nilai rata-rata yang identik dengan frekuensi rendah (Gambar II.16.(a)) dan nilai selisih antara nilai rata-rata tersebut dengan data aslinya yang identik dengan frekuensi tinggi. Lihat pada Gambar II.16.(b) (a) Gambar II.16 Plot rata-rata (a) dan selisih sampel (b) (Sumber : Bultheel, 2002) (b) Komponen sinyal pada gambar II.16 diatas dapat disederhanakan menjadi unit satuan sinyal yang nilainya sama dengan nilai rata-rata dengan lebar rentang dua kali lebar rentang asli (Gambar II.17.(a)), serta blok Wavelet (Gambar II.17.(b)) tang memiliki bentuk sama dengan fungsi wavelet haar pada gambar II.14.(a). (a) (b) Gambar II.17 a.unit satuan rata-rata sinyal dan b.selisih sinyal (Sumber : Bultheel, 2002) 21

14 Proses dekomposisi tersebut di atas dapat dilakukan secara berulang (multilevel decomposition). Pada tiap perulangan, nilai aproksimasi dijadikan input dari proses dekomposisi pada level selanjutnya [Arrelano,2003]. Lihat Gambar II.18. Gambar II.18 Dekomposisi Multilevel (Sumber : Arrelano, 2003) II.2.2 Pengolahan Citra Dengan Transformasi Wavelet Dalam konteks dua dimensi, transformasi Wavelet didefinisikan sebagai produk tensor dari transformasi Wavelet satu dimensi pada arah vertikal, horisontal, dan diagonal masing-masing dengan persamaan II.12-II.15 [Arrelano, 2003]. Aproksimasi : (II.12) Detail horizontal, vertikal, dan diagonal : (II.13) (II.14) (II.15) Sebagai contoh, transformasi Wavelet pada elemen baris dari suatu Citra berukuran 4x4 akan menghasilkan data aproksimasi α dan detail δ. Transformasi Wavelet pada a akan menghasilkan nilai A dan Dv yang merupakan komponen aproksimasi, dan detail vertikal sedangkan transformasi Wavelet pada δ, akan menghasilkan nilai Dh, serta Dd yang merupakan komponen detail horisontal dan diagonal dari citra. Lihat Gambar II

15 (1,1) (1,2) (1,3) (1,4) (1,1) (1,2) (1,3) (1,4) 1 1 (2,1) (2,2) (2,3) (2,4) (2,1) (2,2) (2,3) (2,4) 2 2 (3,1) (3,2) (3,3) (3,4) (3,1) (3,2) (3,3) (3,4) 3 3 (4,1) (4,2) (4,3) (4,4) (4,1) (4,2) (4,3) (4,4) 4 4 A Dh Dv Dd Gambar II.19 Proses dekomposisi dua dimensi Nilai pergeseran dan penyekalaan pada transformasi wavelet dua dimensi untuk suatu citra yang memiliki sifat diskrit tersebut memiliki basis 2 [Arrelano, 2003] yang ditunjukkan persamaan (II.16). (II.16) Jika nilai pergeseran dan penyekalaan pada persamaan (II.16) diterapkan pada fungsi wavelet (persamaan (II.10)), akan menghasilkan persamaan (II.17). (II.17) Dekomposisi menghasilkan citra aproksimasi dengan resolusi yang lebih rendah dan data detil atau rekaman komponen frekuensi tinggi dari sinyal [Arrelano, 2003]. Dalam hal ini, citra aproksimasi memiliki resolusi lebih rendah daripada citra input, namun memiliki cakupan (extent) yang sama. Proses dekomposisi multilevel menghasilkan citra aproksimasi dan data detail pada setiap level seperti pada gambar II.20 23

16 Gambar II.20 Diagram alur dekomposisi multilevel (Sumber : Cohen, 1997) Karena transformasi Wavelet ini bersifat reversibel [Cohen, 1997], maka data aproksimasi dan detail citra dapat dikembalikan (direkonstruksi) ke data asli menggunakan inversi dari fungsi Wavelet yang diterapkan pada proses dekomposisi sebagaimana diilustrasikan pada gambar II.21. Gambar II.21 Diagram alur Rekonstruksi (Sumber : Cohen, 1997) Variasi nilai piksel pada suatu citra memiliki karakteristik tertentu. Sebagai contoh variasi nilai piksel pada suatu baris yang ditunjukkan Gambar II.10.(b) dapat dikelompokkan sebagai tepi, derau, dan juga tekstur yang menyusun suatu unsur. Lihat Gambar II f(t) a b c d e t Gambar II.22 Variasi kelompok nilai piksel Keterangan Gambar : a : Tekstur kasar d : Tekstur halus b,c : Tepi e : Derau 24

17 Berdasarkan penelitian yang telah dikembangkan orang, transformasi Wavelet dapat menghilangkan derau [Cohen, 1997] dan juga dapat menurunkan variasi dari kombinasi nilai piksel penyusun tekstur [Mallat, 2005] yang terkait dengan proses penghalusan citra. Oleh sebab itu transformasi Wavelet dapat juga digunakan sebagai metode pre-prosessing dalam proses pendeteksian tepi. Sebagai contoh, pada hasil dekomposisi level 1 dari suatu citra yang memiliki derau (Gambar II.4.(a)) deteksi tepi yang dilakukan tidak begitu dipengaruhi oleh derau dan tekstur. Lihat Gambar II.23 (a) (b) Gambar II.23 Citra aproksimasi (level 1) dan hasil deteksi tepinya Gambar II. 23.(a) di atas merupakan hasil dekomposisi ke level 1 dari Gambar 4.a. Hasil deteksi tepi pada Gambar II.23.(b) menunjukkan sebagian besar derau dan tekstur penyusun suatu unsur (permukaan koin) tidak banyak yang terdeteksi sebagai tepi. II.3 Pengenalan Jalan Pada Hasil Deteksi Tepi Pada citra, proses deteksi tepi dilakukan pada masing-masing bagian tepi dari semua unsur. Untuk itu terkait dengan proses deteksi tepi objek jalan, setelah proses deteksi tepi dilakukan diperlukan proses pengenalan khusus untuk unsur jalan. Proses pengenalan ini terdiri dari penentuan koridor jalan dengan analisis Watershed, eliminasi percabangan dengan template matching, eliminasi piksel dengan arah yang berubah cepat dengan penghitungan perubahan arah, serta eliminasi untaian piksel pendek dengan analisis keterhubungan. 25

18 II.3.1 Analisis Watershed Analisis Watershed merupakan suatu metode yang digunakani untuk mendelineasi suatu area dengan ketinggian tertentu menggunakan buffer pada analisis arah aliran air [Gonzales dan Woods, 2002]. Metode tersebut dicoba digunakan untuk membatasi hasil deteksi tepi hanya pada area jalan dan sekitarnya (koridor jalan). Dengan memodelkan nilai piksel pada citra input sebagai suatu nilai data ketinggian, piksel-piksel yang memiliki variasi rendah antara lain piksel-piksel penyusun unsur jalan akan membentuk area yang cenderung mendatar Metode pengolahan citra pada analisis Watershed ini mirip dengan proses thinning seperti pada II.1.2. Perbedaannya adalah disamping melakukan proses thinning, dilakukan pula penghitungan jarak Euclides terjauh pada untaian piksel tunggal tersebut, untuk kemudian piksel dengan jarak Euclides tertentu dipertahankan sedemikian rupa sehingga akan membentuk area buffer [Gonzales dan Woods, 2002]. Sebagai contoh, pada suatu citra biner (Gambar II.24.(a)) dilakukan penghitungan jarak Euclides yang hasilnya ditunjukkan oleh Gambar II.24.(b). Piksel-piksel dengan jarak Euklides terbesar dipertahankan seperti pada metode thinning sehingga menghasilkan untaian garis Watershed (Gambar II.24.(c)) (a) (b) (c) Gambar II.24 Contoh Analisis Watershed Keterangan Gambar : a. Citra biner b. Jarak Euclides c. Garis Watershed 26

19 Selanjutnya pada seluruh bagian citra pada Gambar II.24.(c) dilakukan penghitungan jarak Euclides ke untaian garis watershed tersebut. Suatu area buffer akan terbentuk jika Jarak Euklides yang lebih kecil dari jarak r diberi nilai 1 dan piksel dengan jarak Euklides lebih besar dari r diberi nilai 0. Sebagai contoh, dari suatu garis Watershed (Gambar II.24.(c)) dapat dibuat buffer dengan r yang berbeda-beda. Lihat Gambar II.25. (a) (b) (c) (d) Gambar II.25 Contoh Pembuatan buffer Keterangan Gambar : a. Jarak Euclides c. r = 8 piksel b. r = 4 piksel d. r = 16 piksel Tahapan terakhir dari analisis Watershed ini adalah dengan melakukan cliping dengan mengalikan nilai piksel pada citra hasil deteksi tepi Canny dengan piksel buffer jalan tersebut di atas sehingga diperoleh citra tepi dengan piksel-piksel yang hanya berada di dalam area buffer tersebut. II.3.2 Template Matching Template Matching adalah proses penentuan bentuk susunan piksel dari suatu citra [Nixon dan Aguado, 2002]. Secara sederhana, susunan piksel-piksel dibandingkan dengan susunan citra template misalkan berukuran 3x3 yang memuat bentuk yang diinginkan seperti dicontohkan pada gambar II.26. Dalam hal ini citra yang akan diproses dengan template matching dipartisi terlebih dahulu ke citra yang ukurannya sama dengan citra template tadi. Lihat Gambar II.27. Gambar II.26 Contoh bentuk citra template (Sumber : Chiang, et. al, 2001) 27

20 Gambar II.27 Partisi 3x3 dari suatu citra biner Seandainya terdapat susunan piksel yang bentuknya sesuai citra template, kemudian dilakukan proses lanjutan antara lain eliminasi piksel dengan cara memberikan nilai nol. Lihat Gambar II.28. Gambar II.28 Eliminasi piksel pada template matching II.3.3 Analisis Perubahan Arah Perubahan arah pada data vektor didefinisikan sebagai selisih sudut jurusan dari suatu elemen data vektor (vertex) pembentuk jalan. Sebagai contoh, perubahan arah yang ditunjukkan pada Gambar II.29.(a) selisih antara sudut yang dibentuk oleh segmen c-a-b dengan c-a-b atau c-a-b. Perubahan arah dapat dianggap besar jika selisih sudut tersebut lebih besar dari pada 60 [Chiang, et. al, 2001]. Pada data citra, selisih sudut ini dapat dimodelkan sebagai zone-zone kombinasi arah pada suatu untaian piksel Lihat Gambar II.29.(b). Pada gambar tersebut dua dari tiga piksel berada pada zone biru. Jika piksel ketiga berada pada zone hijau, maka perubahan arah kecil sedangkan jika piksel ketiga berada pada zone merah, maka perubahan arah besar. Oleh sebab itu perubahan arah pada matriks elemen yang ditunjukkan Gambar II.29.(c) dapat dikatakan kecil karena pikselnya berada pada zone biru dan zone hijau. 28

21 (a) (b) (c) Gambar II.29 Batas perubahan arah pada data vektor dan raster II.3.4 Analisis Keterhubungan Analisis keterhubungan atau connectivity merupakan analisis terhadap posisi piksel-piksel yang bertetangga. Model ketetanggaan tersebut dinyatakan seperti pada gambar II.30 yang dapat berupa ketetanggaan 4 koneksi dan 8 koneksi [Nixon dan Aguado, 2002]. Gambar II.30 Hubungan 4-koneksi dan 8 koneksi (Sumber : Nixon dan Aguado, 2002) Status keterhubungan diperoleh dengan memberikan nilai pada suatu piksel berdasarkan posisinya sebagaimana dicontohkan pada gambar II.30 di atas, kemudian data keterhubungan tersebut disimpan dalam bentuk chain code [Nixon dan Aguado, 2002]. Lihat Gambar II.31 Gambar II.31 Pengkodean untaian piksel (Sumber : Nixon dan Aguado, 2002) Panjang piksel diperoleh dengan menghitung jumlah piksel pada suatu chain. Dari Gambar II.31 di atas nampak bahwa chain 1 memiliki panjang 2 piksel sedangkan chain 2 memiliki panjang 6 piksel. 29

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: BAB III Pelaksanaan Penelitian Pada bab ini dibahas pelaksanaan ekstraksi unsur jalan secara otomatis yang terdiri dari tahap persiapan dan pengolahan data. Tahap persiapan yang terdiri dari pengambilan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM : EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA (Menggunakan Transformasi Wavelet Untuk Penghalusan Citra ) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Digital Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: BAB IV. Analisis Pada bab ini dibahas mengenai analisis terhadap citra aproksimasi dan hasil ekstraksi jalan pada citra aproksimasi tersebut untuk mendapatkan gambaran mengenai keterkaitan antara proses

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan KONVOLUSI Informatics Eng. - UNIJOYO log.i Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan Citra ideal: korespondensi satu-satu sebuah titik pada obyek yang dicitrakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Terhadap Hasil Pengolahan Data Gambar IV-1 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sistem Sistem yang akan dibangun dalam penelitian ini adalah Implementasi Algoritma Template Matching dan Feature Extraction untuk Pengenalan Pola Angka Untuk

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Fungsi utama perancangan program aplikasi tugas akhir ini adalah melakukan konversi terhadap citra dengan format raster atau bitmap ke format vektor dengan tipe

Lebih terperinci

Operasi Bertetangga (1)

Operasi Bertetangga (1) Operasi Bertetangga () Kartika Firdausy - UAD kartika@ee.uad.ac.id blog.uad.ac.id/kartikaf Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu: menjelaskan alasan diperlukannya operasi bertetangga

Lebih terperinci

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN Dolly Indra dolly.indra@umi.ac.id Teknik Informatika Universitas Muslim Indonesia Abstrak Pada tahap melakukan ekstraksi ciri (feature extraction) faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

Batra Yudha Pratama

Batra Yudha Pratama Pendeteksian Tepi Pengolahan Citra Digital Batra Yudha Pratama m111511006@students.jtk.polban.ac.id Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Neighborhood Processing. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Neighborhood Processing. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 4 Neighborhood Processing Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Elektro Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Mercu

Lebih terperinci

Pencocokan Citra Digital

Pencocokan Citra Digital BAB II DASAR TEORI II.1 Pencocokan Citra Digital Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri dijital yang lebih praktis, murah dan otomatis.

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN Rudy Adipranata 1, Liliana 2, Gunawan Iteh Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

SEGMENTASI ENDAPAN URIN PADA CITRA MIKROSKOPIK BERBASIS WAVELET

SEGMENTASI ENDAPAN URIN PADA CITRA MIKROSKOPIK BERBASIS WAVELET SEGMENTASI ENDAPAN URIN PADA CITRA MIKROSKOPIK BERBASIS WAVELET Miftahus Sholihin, Agus Zainal Arifin, Anny Yuniarti Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN

PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN PERBANDINGAN METODE PENDETEKSI TEPI STUDI KASUS : CITRA USG JANIN 1) Merly Indira 2) Eva Yuliana 3) Wahyu Suprihatin 4) Bertalya Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma Jl.

Lebih terperinci

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016 1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS Rumus translasi citra x = x + m y = y + n dimana : m = besar pergeseran dalam arah x n = besar pergeseran dalam arah y 4/2/2016 1 TRANSLASI 2. ROTASI Jika citra semula adalah

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix) Metode GLCM menurut Xie dkk (2010) merupakan suatu metode yang melakukan analisis terhadap suatu piksel pada citra dan mengetahui

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Model Pengembangan Dalam pengerjaan tugas akhir ini memiliki tujuan untuk mengektraksi fitur yang terdapat pada karakter citra digital menggunakan metode diagonal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dan suatu obyek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN Warsiti Mahasiswi Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Sp. Limun

Lebih terperinci

Edge adalah batas antara dua daerah dengan nilai gray-level yang relatif berbeda atau dengan kata lain edge

Edge adalah batas antara dua daerah dengan nilai gray-level yang relatif berbeda atau dengan kata lain edge Definisi Edge Edge adalah batas antara dua daerah dengan nilai gra-level ang relatif berbeda atau dengan kata lain edge merupakan tempat-tempat ang memiliki perubahan intensitas ang besar dalam jarak ang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet

BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet BAB IV ANALISIS IV.1 Perbandingan Nilai Antar Induk Pada daerah homogen, penggunaan transformasi satu dimensi hanya meningkatkan sedikit nilai korelasi, dilihat dari nilai korelasi sebelum dilakukan transformasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT

APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT APLIKASI PENGENALAN RAMBU BERBENTUK BELAH KETUPAT Andhika Pratama, Izzati Muhimmah Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas, Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Tahap sebelum perancangan berhubungan dengan proses penglihatan awal. Tujuan utama dari prapemrosesan adalah untuk menggembangkan gambaran yang berguna dari bentuk

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 5 Neighboorhood Processing. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 5 Neighboorhood Processing. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 5 Neighboorhood Processing Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Informatika/Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL

BAB III METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL BAB III METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL 3.1 Tepi Objek Pertemuan antara bagian obyek dan bagian latar belakang disebut tepi obyek. Dalam pengolahan citra, tepi obyek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA APLIKASI DETEKSI MIKROKALSIFIKASI DAN KLASIFIKASI CITRA MAMMOGRAM BERBASIS TEKSTUR SEBAGAI PENDUKUNG DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA Yusti Fitriyani Nampira 50408896 Dr. Karmilasari Kanker Latar Belakang Kanker

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra. BAB III METODE PENELITIAN Untuk pengumpulan data yang diperlukan dalam melaksanakan tugas akhir, ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan berupa pencarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan sekitarnya melalui proses

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis citra menggunakan bantuan komputer yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis citra menggunakan bantuan komputer yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citra (gambar) adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek (Annisa, 2010). Citra mengandung informasi tentang objek yang direpresentasikan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 4.1 Struktur Neural Network Backpropagation Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Data Uji... 34

DAFTAR TABEL. Tabel 4.1 Struktur Neural Network Backpropagation Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Data Uji... 34 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Struktur Neural Network Backpropagation... 9 Tabel 4. Hasil Pengujian Identifikasi Data Uji... 34 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sistem... 37 xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi berisi tahapan-tahapan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Romindo Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran No. 190 Pasar VI Manunggal romindo4@gmail.com Nurul Khairina Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram

Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Modifikasi Algoritma Pengelompokan K-Means untuk Segmentasi Citra Ikan Berdasarkan Puncak Histogram Shabrina Mardhi Dalila, Handayani Tjandrasa, dan Nanik

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Waktu : 2 x 3x 50 Menit Pertemuan : 10&11 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian Gambar 3.1. Diagram Blok Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium.

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

Spatial Filtering Dengan Teknik Operasi Konvolusi

Spatial Filtering Dengan Teknik Operasi Konvolusi Spatial Filtering Dengan Teknik Operasi Konvolusi Pendahuluan : Spatial filtering digunakan untuk proses-proses pengolahan citra seperti : Perbaikan Kualitas Citra (Image Enhancement) Penghalusan / Pelembutan

Lebih terperinci

Temu Kenali Citra berbasis Konten Bentuk dan Warna untuk Pengenalan Rambu Lalu-lintas

Temu Kenali Citra berbasis Konten Bentuk dan Warna untuk Pengenalan Rambu Lalu-lintas Temu Kenali Citra berbasis Konten Bentuk dan Warna untuk Pengenalan Rambu Lalu-lintas Nama : Yudhi Septianto A.P NPM : 50408886 Pembimbing : Dr. Karmilasari., Skom, MM LATAR BELAKANG Klasifikasi rambu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

Jurnal Coding, Sistem Komputer Untan Volume 4, No. 2, Hal ISSN : x

Jurnal Coding, Sistem Komputer Untan Volume 4, No. 2, Hal ISSN : x PENGENALAN MOTIF BATIK INDONESIA MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI CANNY DAN TEMPLATE MATCHING [1] Fera Flaurensia, [2] Tedy Rismawan, [3] Rahmi Hidayati [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN ABSTRAK

ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN ABSTRAK ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN Rizky Yuni Andriyanto 1, Setia Astuti, S.Si, M.Kom 2 1,2 Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan teknologi digital serta internet yang cukup pesat telah memberi kemudahan dalam mengakses dan mendistribusikan berbagai informasi dalam format digital,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6323 Semester : VI Waktu : 1 x 3x 50 Menit Pertemuan : 6 A. Kompetensi 1. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc

Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1) Anny Yuniarti, S.Kom, M.Comp.Sc Pertemuan 3 Perbaikan Citra pada Domain Spasial (1), S.Kom, M.Comp.Sc Tujuan Memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai berbagai teknik perbaikan citra pada domain spasial, antara lain : Transformasi

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Meteran Air Meteran air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Citra Digital Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, melainkan sebuah representasi dari citra asal yang bersifat analog [3]. Citra digital ditampilkan

Lebih terperinci

Operasi Piksel dan Histogram

Operasi Piksel dan Histogram BAB 3 Operasi Piksel dan Histogram Setelah bab ini berakhir, diharapkan pembaca memahami berbagai bahasan berikut. Operasi piksel Menggunakan histogram citra Meningkatkan kecerahan Meregangkan kontras

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Peramalan Peramalan adalah penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR

ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Pengolahan citra digital by Jans Hry / S2 TE UGM 09 ALGORITMA SOBEL UNTUK DETEKSI KARAKTER PADA PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR Edge atau tepi merupakan representasi dari batas objek dalam citra. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

EKSTRAKSI BENTUK JANIN PADA CITRA HASIL USG 3 DIMENSI MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI CANNY

EKSTRAKSI BENTUK JANIN PADA CITRA HASIL USG 3 DIMENSI MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI CANNY EKSTRAKSI BENTUK JANIN PADA CITRA HASIL USG 3 DIMENSI MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI CANNY Abdiansah 1), Rizki Romodhon 2) 1 abdiansah84@gmail.com, 2 rizkiromodhon@gmail.com ABSTRACT In medical research, fetal

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci