RELIGIUS, MAJU, SEJAHTERA TERWUJUDNYA KABUPATEN (REMAJA) VISI KABUPATEN MAJALENGKA MAJALENGKA YANG. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RELIGIUS, MAJU, SEJAHTERA TERWUJUDNYA KABUPATEN (REMAJA) VISI KABUPATEN MAJALENGKA MAJALENGKA YANG. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 1"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pelaksanaannya perencanaan pembangunan memerlukan ketersediaan data yang lengkap, akurat dan tepat waktu. Untuk mengevaluasi kondisi makro sosial dan ekonomi capaian pembangunan di Kabupaten Majalengka selama lima tahun ( ), maka dipandang perlu untuk menampilkan kajian/analisis indikator makro Kabupaten Majalengka Tahun Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah data-data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka, dari berbagai kegiatan Survei dan Sensus seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional, Survei Angkatan Kerja Nasional, Sensus Penduduk dan pengolahan berbagai data sekunder. Variabel yang dapat digunakan untuk 1.2. Tujuan Tujuan penyusunan buku ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perkembangan indikator makro Kabupaten Majalengka dalam kurun waktu , baik di bidang sosial maupun ekonomi. Buku ini juga secara deskriptif menganalisis secara sederhana mengenai faktorfaktor yang berpengaruh terhadap perkembangan indikator makro tersebut supaya menjadi kajian lebih lanjut dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Majalengka. VISI KABUPATEN MAJALENGKA TERWUJUDNYA KABUPATEN MAJALENGKA YANG RELIGIUS, MAJU, SEJAHTERA (REMAJA) Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 1

2 2 PROFIL DAERAH 2.1. Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Majalengka terletak di sebelah timur kawasan Provinsi Jawa Barat dan lebih sering dikelompokkan dalam kawasan Ciayumajakuning (Cirebon (Kab/Kota), Indramayu, Majalengka dan Kuningan). Walaupun menurut perbatasannya Kabupaten Majalengka juga berbatasan dengan wilayah Ciamis, Tasikmalaya dan Sumedang. - Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu; - Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kuningan; - Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya; - Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang Persentase Wilayah Kabupaten Majalengka menurut Topografi LUAS WILAYAH : 1.204,24 KM 2 Dataran tinggi (>500m) m.dpl) Perbukitan (50- (50-500m) m.dpl) Dataran Dataran rendah rendah (19-50m.dpl) (19-50m) 2.2. Administrasi dan Kependudukan Secara administratif Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 kecamatan, 323 desa, dan 13 kelurahan. Sebanyak 3 kecamatan dan 5 desa baru merupakan hasil pemekaran pada tahun 2008 dan Jumlah penduduk Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 (hasil Sensus Penduduk) berjumlah jiwa dengan komposisi laki-laki jiwa dan perempuan jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,40 persen. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 2

3 3 PROFIL DAERAH 2.3. Ekonomi dan Kebudayaan Luas Lahan Sawah menurut Klasifikasi Di Kabupaten Majalengka Tahun 2010 (Ha) Sektor pertanian merupakan lapangan usaha utama di Kabupaten Majalengka, hal tersebut ditunjang dengan lahan sawah yang masih cukup luas yaitu sekitar 43 % dari seluruh wilayah Kabupaten Majalengka. Sektor 17,982 Irigasi Teknis industri juga menjadi salah satu sumber mata tertentu, khususnya industri genteng, bata merah, dan anyaman. Untuk meningkatkan laju 7,901 Irigasi Non PU pencaharian utama bagi penduduk di wilayah 5,534 Irigasi Sdrhana PU 7,970 Irigasi 1/2 teknis perekonomian, maka Pemerintah Kabupaten Majalengka baru untuk mengundang menggali potensi komoditas 0 pertanian dan pembangunan di sektor industri yang dapat menyerap 12,512 Tadah hujan investor-investor lapangan 10,000 20,000 kerja. Rencana Pembangunan Bandara Internasional merupakan contoh seni dan budaya asli dari Jawa Barat (BIJB) di Kecamatan Kertajati dan Kabupaten Majalengka yang harus terus Jalan dilestarikan sebagai identitas budaya lokal. tol (Cisumdawu) Cileunyi Sumedang diharapkan akan Dawuan memicu Keragaman budaya pertumbuhan ekonomi secara signifikan di Majalengka Kabupaten Majalengka. kebudayaan dari Dilihat dari sisi budaya, akar budaya di Kabupaten kebudayaan Majalengka Sunda Priangan. merupakan Selain juga dipengaruhi berbatasan Indramayu dan oleh daerah Pantura untuk wilayah kecamatan yang Kabupaten di sebelah dengan Cirebon. utara Kabupaten Hal tersebut umumnya budaya sunda yang berlaku di Jawa semakin Barat, Kabupaten Majalengka juga memiliki kebudayaan di Kabupaten Majalengka. memperkaya khasanah seni budaya Sampyong dan Gembyung yang Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 3

4 4 INDIKATOR MAKRO PERKEMBANGAN INDIKATOR MAKRO KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN No Indikator Tahun 1 Indeks Pembangunan Manusia 68,41 68,94 69,40 69,94 70,25 2 Indeks Pendidikan 78,1 78,10 78,10 78,53 78,59 3 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6,70 6,70 6,70 6,83 6,84 4 Angka Melek Huruf (%) 94,81 94,81 94,81 95,03 95,09 5 Indeks Kesehatan 67,17 67,62 68,03 68,48 68,92 6 Angka Harapan Hidup (tahun) 65,3 65,57 65,82 66,09 66,35 7 Indeks Daya Beli 59,97 59,27 62,08 62,81 63,24 8 Daya Beli Masyarakat (Rp 000) 559,49 556,45 568,61 571,79 573,65 9 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,18 4,87 4,57 4,73 4,59 10 Kemiskinan (%) 21,7 19,77 18,79 17,12 15, Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa 000) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 255,9 234,4 225,7 207,2 181,1 12,49 7,46 7,98 6,74 5,82 13 Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 0,84 0,76 0,80 0,80 0,40 14 PDRB per kapita (Rp 000) Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 4

5 5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PERKEMBANGAN IPM DAN REDUKSI SHORTFALL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN IPM RF Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator makro yang digunakan sebagai analisis untuk keterbandingan wilayah dan antar-waktu. Melalui analisis IPM dapat diketahui posisi pembangunan manusia suatu daerah dalam konteks hidup sehat dan berumur panjang, berpengetahuan luas dan mempunyai kemampuan secara ekonomi. Selain analisis melalui indeksnya, perkembangan kecepatan perubahan IPM terhadap angka idealnya dihitung dengan menggunakan Reduksi Shortfall (RF). Semakin besar reduksi shortfall akan menunjukkan kontraksi IPM daerah tersebut semakin membaik. IPM Kabupaten Majalengka selama tahun menunjukkan trend yang semakin meningkat. Dalam kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan sebanyak 1,84 persen poin, atau rata-rata 0,37 persen poin setiap tahun. Angka tersebut memang belum menggembirakan karena peningkatannya relatif kecil dan masih jauh dari IPM yang ideal sehingga masih diperlukan akselerasi program program untuk meningkatkan IPM secara signifikan. Melihat angka reduksi shortfallnya peningkatan tertinggi terjadi dalam kurun waktu yaitu mencapai 1,72 poin, dan terendah justru terjadi pada kurun waktu yaitu hanya 1,04 poin saja. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 5

6 5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PERKEMBANGAN KOMPONEN IPM DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Indikator Komponen Tahun Angka Maksimum Angka Harapan Hidup/AHH (tahun) 65,3 65,57 65,82 66,09 66,35 85 Rata-Rata Lama Sekolah /RLS (tahun) 6,7 6,7 6,7 6,83 6,84 15 Angka Melek Huruf/AMH (persen) 94,81 94,81 94,81 95,03 95, Daya Beli Penduduk /PPP (Rp 000) 559,49 564,49 568,81 571,79 573, Paradigma pembangunan manusia memandang pembangunan bukan tujuan, tetapi sebagai sarana (means) memperluas peluang melalui peningkatan kapasitas dasar dan daya beli penduduk. IPM sebagai alat ukur untuk melihat kinerja pembangunan manusia di suatu wilayah, yang dalam bahasa pemerintahan berarti menilai kinerja dan peran birokrasi dalam pencapaian menuju hidup layak. Peningkatan indeks pembangunan manusia, pada dasarnya merupakan proses jangka panjang (long term). Namun dengan mengkaji indikator-indikator tunggal sebagai substansi dari indeks komposit pembangunan manusia, maka intervensi bisa dilakukan untuk mendapatkan hasil dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Menggunakan data hasil survey dan data sekunder bisa dikaji fokus kegiatan atau program dalam rangka akselerasi peningkatan IPM. Secara substansial penguatan daya beli (PPP) menjadi basis dalam peningkatan IPM secara keseluruhan, dengan meningkatnya daya beli diharapkan akses terhadap fasilitas dasar kesehatan dan fasilitas pendidikan dasar akan bisa dilakuakan secara parsial, karena dipengaruhi juga oleh faktorfaktor eksternal yang berkaitan dengan gejolak pasar (harga) dan stabilitas ekonomi bahkan politik. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 6

7 5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PERKEMBANGAN ANGKA INDEKS KOMPONEN IPM KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Jenis Indeks Tahun (Poin) Kesehatan 67,17 67,62 68,03 68,48 68,92 Pendidikan 78,10 78,10 78,10 78,53 78,59 Angka Melek Huruf 94,81 94,81 94,81 95,03 95,09 Rata-Rata Lama Sekolah 44,67 44,67 44,67 45,53 45,60 Daya Beli 59,97 61,13 62,12 62,81 63,24 IPM 68,41 68,95 69,42 69,94 70,25 Membandingkan angka indeks masingmasing komponen pada tahun terakhir, maka komponen yang mempunyai indeks tertinggi adalah Angka Melek Huruf yaitu 95,09 poin, sedangkan yang paling rendah merupakan komponen kedua dari indeks pendidikan yaitu Rata-Rata Lama Sekolah yang hanya mencapai 45,60 poin saja. Perubahan selama 5 tahun tertinggi dicapai oleh indeks Daya Beli yang mencapai 3,27 poin disusul Indeks Kesehatan 1,75 oin dan Indeks Pendidikan merupakan yang terendah yaitu hanya 0.50 poin saja. Hal tersebut hendaknya menjadi fokus utama dalam strategi akselerasi peningkatan IPM ke depan. SELISIH PERUBAHAN INDEKS KOMPONEN IPM KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN IPM Indeks Daya Beli Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks RLS Indeks AMH Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 7

8 6 ANGKA HARAPAN HIDUP Tujuan utama pembangunan manusia dalam aspek kesehatan adalah PERKEMBANGAN AHH DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia, sehingga dapat hidup sehat dan berumur 66.5 panjang. Pengukuran taraf kesehatan tersebut 66 adalah dengan menghitung angka harapan hidup saat lahir (e0). Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan rata rata perkiraan banyaknya tahun yang akan 65 ditempuh oleh seseorang selama hidup. AHH dalam penghitungan IPM dihitung dengan menggunakan metode tidak langsung yaitu banyaknya anak lahir hidup dan banyaknya anak masih hidup. Secara langsung dapat ditelaah bahwa derajat Pada tahun secara umum kesehatan ibu saat hamil dan menyusui dan peningkatan gizi balita menjadi faktor utama AHH penduduk Kabupaten Majalengka dalam meningkat dari 65,3 tahun pada tahun 2005 program peningkatan indeks terus menjadi 66,35 tahun pada tahun kesehatan. yang Berarti dalam 5 tahun terjadi peningkatan menunjangnya adalah jumlah tenaga medis AHH sebanyak 1,05 tahun. Peningkatan tersebut seperti bidan dan dokter untuk meningkatkan relatif kecil dan masih sangat jauh dari kondisi pelayanan ideal 85 tahun. Sementara pada variabel ibu saat lain hamil, ibu Hal melahirkan, dan pasca melahirkan, serta sarana dan prasarana kesehatan yang peningkatan tersebut menunjukkan bahwa, derajat kesehatan masyarakat memadai dan mudah diakses oleh masyarakat khususnya ibu dan anak masih belum berjalan dari seluruh pelosok. secara optimal dalam implementasinya.. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 8

9 7 ANGKA HARAPAN HIDUP PERSENTASE BALITA MENURUT JENIS PENOLONG PERSALINAN TERAKHIR DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Jenis Penolong Persalinan Tahun (%) Tenaga Medis 71,89 61,87 80,4 79,23 83,17 Bukan Tenaga Medis 28,11 38,13 19,6 20,77 16,83 J u m l a h Penolong Persalinan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap angka kematian bayi dan ibu. Tenaga medis seperti dokter dan bidan sebagai tenaga profesional merupakan unsur utama dalam proses persalinan seorang bayi, sehingga diharapkan seluruh proses kelahiran ditangani oleh tenaga medis untuk semakin mengeliminir angka kematian bayi dan ibu. Pada tahun 2010 persentase penolong kelahiran oleh tenaga medis, yaitu dokter dan bidan sudah menunjukkan kenaikkan yang cukup signifikan dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan pembangunan di bidang kesehatan, khususnya kesadaran pentingnya pelayanan kesehatan oleh tenaga medis dan partisipasi aktif masyarakat untuk melahirkan dengan tenaga medis yang semakin tinggi. Akses masyarakat terhadap bidan desa yang semakin mudah akan mengurangi angka kematian bayi sekaligus juga meningkatkan angka harapan hidup. Prosesi penolong kelahiran oleh tenaga non medis yaitu dukun bayi angkanya masih cukup tinggi yaitu sekitar 17 persen. Berbagai hal tentunya harus dikaji mengapa masyarakat masih menggunakan dukun tradisional (paraji) saat bidan sudah ditugaskan ke desa-desa (bidan desa). Apakah faktor lokasi ataupun faktor biaya yang tidak murah sehingga masyarakat masih menggunakan jasa paraji untuk persalinannya. Hal tersebut penting untuk diketahui mengingat resiko yang cukup tinggi saat melahirkan ditangani oleh bukan tenaga medis. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 9

10 8 ANGKA MELEK HURUF Salah satu kualitas penduduk dicerminkan dengan kemampuan untuk mengakses pengetahuan untuk dapat memperluas cakrawala ilmu dan wawasan berfikir. Modal dasar tersebut menunjukkan peluang untuk hidup mandiri dan bersaing secara kompetitif dalam dunia kerja yang semakin terbuka. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa komponen pendidikan menjadi salah satu unsur dari penyusunan Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pendidikan diukur dengan dua hal yaitu Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata- Rata Lama Sekolah (RLS). Kedua komponen tersebut kemudian digabungkan untuk menghitung indeks pendidikan. Angka Melek Huruf mempunyai bobot 2/3, sedangkan Rata- Rata Lama Sekolah mempunyai bobot 1/3. Angka Melek Huruf menunjukkan jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang sudah bisa membaca dan menulis huruf latin. AMH Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 menunjukkan angka 95,09 yang berarti sekitar 95,09 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Majalengka sudah bisa membaca dan menulis huruf latin, dan sisanya sebesar 4,91 % masih buta huruf. Perkembangan AMH di Kabupaten Majalengka (%) PERKEMBANGAN AMH KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ,81 94,81 94,81 95,03 95,09 Tahun perubahan yang cukup berarti karena hanya mengalami kenaikkan 0,27 poin. Pada periode perkembangan AMH berjalan stagnan tidak mengalami perubahan pada angka 94,81% walaupun pada AMH mengalami kenaikkan yang lebih baik dari sebelumnya dengan peningkatan sampai 0,22 poin. Apabila ditelaah lebih jauh menurut golongan umur yang buta huruf, maka penumpukkan terjadi pada kelompok umur tua. Hal tersebut memang cukup menyulitkan untuk segera menuntaskan buta huruf, mengingat keterbatasan fisik, motivasi yang rendah dan faktor ekonomi menyebabkan mereka tidak cukup interes dengan program pemberantasan buta huruf. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 10

11 9 RATA-RATA LAMA SEKOLAH (%) PERKEMBANGAN RLS DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Tahun Komponen berikutnya sebagai indikator penyusun komponen indeks pendidikan adalah Rata-Rata Lama Sekolah. Rata-Rata Lama Sekolah (means years schooling) adalah rata-rata banyaknya tahun yang ditempuh oleh setiap penduduk berumur 15 tahun ke atas di daerah tersebut untuk mendapatkan pendidikan formal. Angka RLS di Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 adalah 6,84 tahun yang berarti rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Kabupaten Majalengka hanya setara dengan kelas 1 SLTP. Seperti halnya AMH, perkembangan RLS tahun juga naik relatif kecil yaitu dari 6,70 tahun pada tahun 2006 menjadi 6,84 tahun pada tahun 2010 atau naik hanya 0,14 poin. Kesulitan ekonomi lagi-lagi menjadi faktor yang penting dalam penelaahan rendahnya RLS. Belum dibebaskannya biaya pendidikan bagi SLTA ke atas menjadi salah satu alasan keengganan orang tua menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi. Faktor lain yang memungkinkan sebagai salah satu faktor rendahnya RLS adalah mobilitas dan migrasi penduduk yang diakibatkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan dan sempitnya lapangan kerja di Kabupaten Majalengka. Belum adanya perguruan tinggi yang dapat menjadi pilihan terbaik bagi para siswa SLTA sebagian besar mereka yang melanjutkan kuliah menyerbu kota-kota besar seperti Bandung, Bogor, Jakarta dan kota-kota lainnya. Hal ini menyebabkan secara kependudukan mereka tidak akan dihitung sebagai penduduk Kabupaten Majalengka. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 11

12 11 10 DAYA BELI PENDUDUK PERKEMBANGAN DAYA BELI PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Tahun Daya Beli (Rp 000) Untuk mengukur kualitas tahun. Selama tahun tersebut PPP pembangunan manusia dari sisi ekonomi, mengalami kenaikkan sebesar Rp 14,160 atau dibuatlah dalam indeks terdapat kenaikkan sebesar 3,27 suatu dibandingkan standarisasi alat ukur bagi yang seluruh dapat wilayah/ yaitu kemampuan/paritas persen. daya Pada hakekatnya meningkatnya daya beli penduduk (Purchasing Power Parity/PPP). beli Paritas pendapatan, demikian pula pendapatan bisa daya beli merupakan rata-rata sangat berkaitan tumbuh Dalam PPP ekonomi suatu wilayah. Oleh karena itu, salah yang satu kuncinya adalah dengan mendorong agar merupakan yang standar lebih hidup luas layak dipicu oleh peningkatan konsumsi penduduk per kapita per tahun. cakupan dengan dengan pertumbuhan menggambarkan tingkat kesejahteraan karena perekonomian tumbuh lebih pesat semakin membaiknya ekonomi. Penghitungan menggerakan UKM sebagai salah satu pilar indeks daya beli didasarkan dari 27 komoditas yang terbukti cukup kuat dalam menghadapi kebutuhan pokok (22 makanan dan 5 non krisis, serta mengembangkan potensi-potensi makanan) sumber daya pertanian dan industri serta Pada Tahun 2010 kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Majalengka telah dengan pengembangan sektor jasa untuk peningkatan Produk Domestik Regional Bruto. mencapai angka Rp per kapita per Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 12

13 11 KEMISKINAN Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupannya (basic needs). Kebutuhan dasar tersebut dalam bentuk pangan, sandang, papan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Komitmen pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan tercermin dalam empat jalur strategi pemerintah. Kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama selain pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan kelestarian lingkungan hidup (pro-poor, pro-job, pro-growth, and pro-environment). Selain itu, dalam Millenium Development Goals (MDGs) juga telah menjadi kesepakatan bersama secara internasional yaitu untuk mengurangi angka kemiskinan di dunia menjadi setengahnya pada tahun Begitu juga dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Majalengka Tahun , Pemerintah Kabupaten Majalengka telah berkomitmen untuk terus menerus mengurangi angka kemiskinan hingga 5% pada tahun Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhi terciptanya kemiskinan. Sebagai masalah yang bersifat multidimensi, kemiskinan berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga upaya memcahkan masalah kemiskinan tidaklah mudah. Banyak faktor yang berpengaruh besar terhadap kondisi kemiskinan seperti tingkat pendidikan kepala rumah tangga miskin sebagian besar adalah berpendidikan SD ke bawah, membuat mereka mempunyai keterbatasan untuk mengembangkan diri, akibatnya mereka tak mampu berkompetisi untuk memasuki lapangan kerja yang semakin terbatas dan membutuhkan kualifikasi yang tinggi. Mereka terpaksa menganggur atau bekerja dengan upah yang rendah sehingga pendapatannya tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Pendapatan yang sangat terbatas ini pada akhirnya membawa dampak negatif seperti buruknya derajat kesehatan dan gizi yang kemudian berpengaruh terhadap daya tahan fisik dan daya pikir mereka. Hal ini menyulitkan mereka untuk dapat mengubah nasib menjadi lebih baik tanpa adanya bantuan pihak lain. Dalam hal ini kewajiban pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama untuk membantu mereka agar dapat mandiri dan mampu ke luar dari lingkaran setan kemiskinan. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 13

14 11 KEMISKINAN Jiwa JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Tahun Jumlah (Jiwa) % Garis Kemiskinan (GK) pengeluaran merupakan metode yang digunakan BPS dalam penghitungan angka kemiskinan. GK adalah batas minimal pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Penduduk yang berada di bawah GK mereka termasuk kategori penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Majalengka selama kurun waktu terus mengalami penurunan, yaitu dari ribu jiwa pada tahun 2006 menjadi 181,1 ribu jiwa pada tahun 2010 atau turun sekitar 74,8 ribu jiwa (6,18 persen). Dalam nilai absolut pada tahun merupakan prestasi tertinggi karena berhasil menurunkan angka kemiskinan sebanyak 26,1 ribu jiwa (1,6%), tetapi dalam persentase tahun adalah pencapaian tertinggi karena mencapai 1,97 persen. Perlahan tapi pasti angka kemiskinan di Kabupaten Majalengka semakin menurun, tentu saja ini tidak terlepas dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan. Untuk menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap pemberantasan kemiskinan di Kabupaten Majalengka, juga telah dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang beranggotakan Organisai Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mensinergikan program-program anti kemiskinan di Kabupaten Majalengka. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 14

15 11 KEMISKINAN JUMLAH PENDUDUK SASARAN PERLINDUNGAN SOSIAL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2008 disampaikan Angka Kemiskinan yang selama ini dalam bentuk jumlah dan persentase (data makro) tidak dapat NO KECAMATAN Jumlah Penduduk Sasaran (Jiwa) % Penduduk Sasaran 1 Lemahsugih 24,628 42,8 2 Sumberjaya 17,080 29,6 3 Jatiwangi 15,586 18,7 4 Maja 15,586 48,3 5 Malausma 15,379 34,5 6 Leuwimunding 14,858 24,4 7 Talaga 14,128 31,9 8 Dawuan 14,058 32,8 9 Kadipaten 13,834 32,4 10 Bantarujeg 13,791 31,9 11 Majalengka 13,729 29,0 12 Cikijing 13,638 22,5 13 Ligung 12,575 20,4 14 Kasokandel 12,282 27,4 15 Jatitujuh 11,690 21,9 16 Cingambul 10,472 28,5 17 Sukahaji 9,800 23,4 18 Cigasong 9,659 14,3 19 Kertajati 9,430 20,6 20 Argapura 9,392 26,8 21 Rajagaluh 8,074 18,6 22 Sindangwangi 6,274 20,1 23 Palasah 6,230 12,9 24 Banjaran 5,931 24,1 25 Sindang 5,370 33,3 26 Panyingkiran 4,954 16,8 mengidentifikasi sasaran penduduk miskin untuk bantuan berbagai program perlindungan sosial. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan data mikro kemiskinan untuk berbagai sasaran program pengentasan kemiskinan yang berbentuk daftar nama dan alamat (by name by adress), sumber data yang digunakan adalah Pendataan Program Perlindungan Sosial yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2008 dan Perlu diketahui bahwa pada data mikro tersebut bukan hanya penduduk miskin yang dicakup tetapi termasuk juga penduduk yang hampir miskin sehingga jumlahnya lebih besar dari data makro. Jumlah terbanyak penduduk sasaran terdapat di Kecamatan Lemahsugih, Sumberjaya dan Jatiwangi, sedangkan yang paling sedikit adalah di Kecamatan Panyingkiran, Sindang dan Banjaran.Secara persentase yang paling banyak adalah Kecamatan Maja, Lemahsugih dan Malausma, dan yang paling sedikit adalah Palasah, Cigasong dan Panyingkiran. Total 308,428 25,8 Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 15

16 12 PENGANGGURAN PERSENTASE PENGANGGURAN TERBUKA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Tingkat Pengangguran Terbuka(%) Selain kemiskinan, masalah krusial lain yang dihadapi oleh pemerintah adalah pengangguran. Besarnya jumlah penganggur dan setengah penganggur (bekerja kurang dari 35 jam) dapat menimbulkan berbagai dampak sosial yang dapat mengganggu pembangunan. Selain menimbulkan konsekswensi kemiskinan dan penganggguran juga berkontribusi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Pengangguran terjadi karena berbagai faktor. Faktor utama adalah jumlah kesempatan kerja yang tersedia umumnya lebih kecil dari jumlah angkatan kerja yang ada. Faktor lain adalah kompetensi pencari kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga mengakibatkan tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Kurang efektifnya informasi pasar bagi para pencari kerja juga berkontribusi terhadap terjadinya pengangguran. Perkembangan angka pengangguran di Kabupaten Majalengka cukup menggembirakan karena dalam kurun waktu 5 tahun terjadi penurunan lebih dari setengahnya dari 12,49 persen pada tahun 2006 menjadi kurang dari 6 persen pada tahun Hal yang masih harus dikaji adalah apakah penurunan tersebut dikarenakan penyerapan tenaga kerja di wilayah sendiri atau memang para penganggur bermigrasi ke kota-kota besar atau kota-kota industri untuk mendapatkan pekerjaan, mengingat sulitnya pekerjaan di daerah asal. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 16

17 13 LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK (%) LPP KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Tahun Penduduk merupakan modal yang sangat vital dalam proses pembangunan. Dalam konteks pembangunan berwawasan kependudukan, maka penduduk harus dijadikan subjek dan objek dalam pembangunan. Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui perkembangan penduduk dari waktu ke waktu. Metode paling sederhana untuk menghitung perubahan penduduk dari tahun ke tahun didapat dari pertumbuhan alami (natural increase) yaitu kelahiran dikurangi dengan kematian, ditambah penduduk yang datang dikurangi yang pindah. LPP Kabupaten Majalengka pada tahun berkisar pada angka 0,80 persen sementara pada tahun 2010 merupakan penghitungan hasil SP SP LPP pada tahun 2010 menunjukkan angka 0,40 persen. Angka tersebut relatif kecil dibandingkan dengan angka tahunan sebelumnya. Rendahnya LPP tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Tingkat migrasi ke luar yang tinggi diperkirakan menjadi faktor utama rendahnya LPP tersebut. Kebutuhan pendidikan yang lebih tinggi dan sempitnya lapangan kerja diduga menjadi alasan utama migrasi keluar Kabupaten Majalengka angkanya relatif tinggi. Khususnya jumlah Tenaga Kerja Wanita ke luar negeri yang semakin banyak juga menyebabkan seks ratio di beberapa daerah terjadi ketimpangan sehingga proporsi wanita cukup rendah dibandingkan laki-laki. Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 17

18 14 PDRB PER KAPITA Tahun Asumsikan bahwa, pendapatan faktor produksi dan transfer yang mengalir ke luar sama dengan pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk, maka nilai pendapatan regional diasumsikan sama besar dengan nilai PDRB per kapita. Asumsi ini digunakan karena sulitnya untuk mendapatkan data pendapatan faktor produksi dan transfer yang masuk dan ke luar. Angka PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Data jumlah penduduk yang digunakan adalah hasil proyeksi dari Sensus Penduduk tahun Secara rinci PDRB per kapita dapat dilihat pada Tabel berikut. PDRB PER KAPITA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ADH. Berlaku (Rupiah) Laju (persen) ADH. Konstan (Rupiah) Laju (persen) , , , , , , , , , ,46 PDRB per kapita atas dasar harga berlaku di Kabupaten Majalengka dalam kurun waktu menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp ,00 menjadi Rp ,00 atau meningkat sebesar 56 persen, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun mencapai 12 persen. Namun demikian peningkatan PDRB per kapita di atas masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli masyarakat Majalengka secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB per kapita yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. PDRB per kapita yang dihitung dari PDRB atas dasar harga konstan bisa digunakan untuk melihat perkembangan daya beli masyarakat secara riil. Hal ini terlihat dari PDRB per kapita atas dasar harga konstan pada periode yang sama, yang pada tahun 2006 PDRB per kapitanya sebesar Rp ,00 naik menjadi Rp ,00 pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 17,17 persen atau meningkat rata-rata sekitar 3,95 persen per tahun. Dari kondisi di atas memberi gambaran bahwa secara riil daya beli masyarakat tumbuh sebesar 5,46 persen pada tahun 2010 atau meningkat 17,17 persen dari tahun Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 18

19 15 LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KELOMPOK SEKTOR Laju Pertumbuhan Ekonomi atau sering dikenal dengan istilah LPE, adalah salah satu ukuran atau indikator makro ekonomi yang bisa menggambarkan perkembangan atau tingkat kinerja ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu alat strategi kebijakan bidang ekonomi untuk evaluasi pembangunan. LPE KABUPATEN MAJALENGKA MENURUT KELOMPOK SEKTOR TAHUN (%) (1) (4) (5) (6) (7) (7) PRIMER 1,26 4,72 3,69 4,23 1,81 Pertanian 1,04 4,54 3,63 4,53 1,77 Pertambangan 2,86 5,97 4,11 2,19 2,07 SEKUNDER 5,63 5,53 5,15 5,00 5,05 Industri 5,20 5,41 5,03 4,81 3,73 Listrik, gas dan air 6,11 6,82 5,32 4,61 8,74 Bangunan 7,21 5,78 5,56 5,78 9,37 TERSIER 5,66 4,66 4,91 4,95 6,32 Perdagangan 5,81 4,41 5,45 5,11 8,91 Secara umum, selama periode tahun perekonomian Majalengka mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif yaitu berada pada nilai di atas 4 persen, namun jika kita bandingkan setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, menaik dari tahun sebelumnya ataupun turun dari tahun sebelumnya tetapi masih dalam kisaran 4-5 persen. Jika dilihat lebih rinci menurut sektor, fluktuatifnya pertumbuhan ekonomi secara umum sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan di sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian mengalami perlambatan, maka pertumbuhan ekonomi secara umum juga mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat dominan dalam menyumbang nilai tambah terhadap PDRB Kabupaten Majalengka yaitu sebesar 33,5 persen, dan sub sektor yang paling dominan adalah sub sektor tanaman bahan makanan yang menyumbang sekitar 29 persen terhadap PDRB Kabupaten Majalengka. Pengangkutan 5,46 4,85 4,01 4,40 5,73 Bank 4,09 6,56 4,96 4,41 5,24 Jasa 6,19 4,14 4,53 5,20 3,31 JUMLAH 4,18 4,87 4,57 4,73 4,59 Analisis Indikator Makro Kabupaten Majalengka 19

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 25 dimana : (dj + ) = jarak euclidian alternatif ke j kepada solusi ideal positif; (dj - ) = jalak euclidian alternatif ke j ke solusi ideal negatif. (5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

PENDUDUK, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

PENDUDUK, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pem-bangunan. Sasaran ini tidak mungkin tercapai bila pemerintah tidak dapat memecahkan permasalahannya. Permasalahan tersebut diantaranya besarnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 59 IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 4.1. Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Majalengka yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografi, topografi, tanah

Lebih terperinci

JUMLAH PERUSAHAAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DENGAN JUMLAH TENAGA KERJA DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2010

JUMLAH PERUSAHAAN INDUSTRI BESAR DAN SEDANG DENGAN JUMLAH TENAGA KERJA DI KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2010 Sektor industri memegang peranan sangat penting dalam peningkatan pembangunan ekonomi suatu daerah, karena sektor ini selain cepat meningkatkan nilai tambah juga sangat besar perannya dalam penyerapan

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

Draft Laporan Akhir. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Desa Paningkiran GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0

Draft Laporan Akhir. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Desa Paningkiran GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0 GAMBARAN UMUM WILAYAH 2-0 2.1 KEBIJAKAN PERENCANAAN Keberadaan suatu wilayah tidak terlepas dari perkembangan wilayah lainnya yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kebijakan nasional akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan perekonomin Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan masih tetap positif, utamanya bila mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup. Barat unggul di tanaman pangan yang tersebar merata pada seluruh Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris, Lebih dari 60% penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan pada sektor pertanian. Berbagai tanaman dikembangkan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 Kecamatan dan 334 Desa. Dari 334 desa tersebut meliputi 321 berstatus desa dan 13 berstatus kelurahan. Bila dilihat dari klasifikasi desanya terdapat 3 desa swadaya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA KONDISI EKONOMI a. Potensi Unggulan Daerah Sebagian besar pusat bisnis, pusat perdagangan dan jasa, dan pusat industri di Priangan Timur berada di Kota Tasikmalaya. Wilayah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : NOMOR : TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Kabupaten Majalengka

Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Kabupaten Majalengka 4.1. Pendidikan Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Peningkatan SDM lebih difokuskan pada pemberian kesempatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunan pariwisata Indonesia, pemerintah secara jelas menggariskan bahwa pengembangan industri pariwisata di Indonesia memiliki banyak sasaran, diantaranya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komoditas kedelai merupakan jenis barang yang termasuk ke dalam kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai salah satu makanan pangan selain beras,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH MENURUT JENISNYA TAHUN ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH Anggaran. Realisasi JENIS PENDAPATAN ( Rp.

ANGGARAN DAN REALISASI PENDAPATAN DAERAH MENURUT JENISNYA TAHUN ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH Anggaran. Realisasi JENIS PENDAPATAN ( Rp. Realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten selama tahun anggaran 2009 tercatat mencapai Rp. 966.481.044.588,- Sedangkan realisasi pengeluaran mencapai Rp. 928.141.675.797,- Bila dilihat dari penerimaan

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Wilayah administrasi Kota Tasikmalaya yang disahkan menurut UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB VII P E N U T U P

BAB VII P E N U T U P BAB VII P E N U T U P Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Akhir Tahun 2012 diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik makro maupun mikro dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pantai utara Pulau Jawa, dalam hal ini kabupaten yang termasuk dalam wilayah tersebut yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP KESIMPULAN

BAB VII PENUTUP KESIMPULAN BAB VII PENUTUP KESIMPULAN Pencapaian kinerja pembangunan Kabupaten Bogor pada tahun anggaran 2012 telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari sejumlah capaian kinerja dari indikator

Lebih terperinci

JADWAL PENGAMBILAN FOTO DAN SIDIK JARI PNS TAHAP II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA

JADWAL PENGAMBILAN FOTO DAN SIDIK JARI PNS TAHAP II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA JADWAL PENGAMBILAN FOTO DAN SIDIK JARI PNS TAHAP II DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJALENGKA NO HARI, TANGGAL PUKUL NAMA OPD/UNIT KERJA 1 2 3 4 Selasa, 2 September 2014 Rabu, 3 September 2014 Kamis,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat yang cocok untuk semua tanaman hortikultura, hal ini merupakan salah satu keutungan komparatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah

3. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Data capaian IPM Kabupaten Temanggung tahun 2013 belum dapat dihitung karena akan dihitung secara nasional dan akan diketahui pada Semester II tahun 2014. Sedangkan data lain pembentuk IPM diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

PENGARUH KEMISKINAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN BELANJA TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KOTA CIREBON (PROVINSI JABAR) TAHUN

PENGARUH KEMISKINAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN BELANJA TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KOTA CIREBON (PROVINSI JABAR) TAHUN PENGARUH KEMISKINAN, PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN BELANJA TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI KOTA CIREBON (PROVINSI JABAR) TAHUN 2007-2011 Oleh : Drs. H. MARDJOEKI MM. Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UNTAG

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG 1. Metodologi No. 03/6474/Th. VI, 07 Desember 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA BONTANG Tahun 2015 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 berdasarkan metode baru Tahun 2010

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci