BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2007 yang mencapai 6,41 persen, merupakan suatu keberhasilan pembangunan yang tentu saja sangat ditentukan oleh kinerja perekonomian kabupaten/kota. Peranan ekonomi kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat selama tahun 2007 yang tergambarkan dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terlihat sangat variatif, sehingga kita bisa membandingkan wilayah-wilayah mana yang memberikan kontribusi yang dominan dan yang kurang dominan terhadap perekonomian Jabar. Pada bagian ini akan diuraikan kinerja PDRB kabupaten/kota se-jawa Barat berdasarkan perbandingan indikator-indikator pokok masing-masing daerah terhadap daerah lainnya maupun terhadap provinsi. Dengan demikian. hasil uraian ini diharapkan dapat memberikan gambaran posisi masing-masing perekonomian kabupaten/kota. Untuk mengamati posisi relatif kinerja perekonomian kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel tersebut memperlihatkan kontribusi PDRB kab/kota terhadap total PDRB se Jawa Barat. Kisaran kontribusi PDRB dengan minyak dan gas bumi (migas) kabupaten/kota yaitu antara 0,26 persen sampai 15,04 persen. sedangkan kontribusi PDRB tanpa migas berkisar antara 0,28 persen sampai 15,63 persen. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

2 Kalau kita amati lebih jauh, lima besar kontributor utama PDRB kabupaten/kota dengan migas terhadap jumlah Jawa Barat tahun 2007 masingmasing adalah Kabupaten Bekasi (15,04 %), Kabupaten Bogor (10,33 %), Kota Bandung (10,30 %), Kabupaten Karawang (7,33 %), dan Kabupaten Indramayu (7,04 %). Tiga kontributor terkecil PDRB kabupaten/kota terhadap jumlah PDRB nya adalah Kota Banjar, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Kuningan yaitu masingmasing sebesar (0,26 %), (0,65 %) dan (1,23 %). 52 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

3 Tabel 5.1. Peringkat PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2007 Termasuk Migas Tanpa Migas Rank PDRB Share PDRB Share Kab/Kota (Milyar (%) Kab/Kota (Milyar (%) Rp.) Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Bekasi ,76 15,04 Bekasi ,10 15,63 2 Bogor ,21 10,33 Bogor ,21 10,92 3 Kota Bandung ,18 10,30 Kota Bandung ,18 10,89 4 Karawang ,94 7,33 Karawang ,18 7,41 5 Indramayu 34,541,95 7,04 Bandung ,66 7,10 6 Bandung ,63 6,79 Kota Bekasi ,18 5,48 7 Kota Bekasi ,18 5,18 Garut ,22 3,82 8 Garut ,22 3,61 Sukabumi ,43 3,07 9 Sukabumi ,89 2,95 Cianjur ,21 2,92 10 Cianjur ,21 2,76 Cirebon ,23 2,79 11 Cirebon ,23 2,63 Ciamis ,00 2,70 12 Ciamis ,00 2,56 Indramayu ,76 2,69 13 Bandung Barat ,78 2,50 Bandung Barat ,78 2,65 14 Subang ,31 2,47 Purwakarta ,57 2,43 15 Purwakarta ,57 2,30 Subang ,80 2,36 16 Kota Depok ,08 2,12 Kota Depok ,08 2,25 17 Tasikmalaya 9.261,88 1,89 Tasikmalaya 9.261,88 2,00 18 Kota Cimahi 9.223,56 1,88 Kota Cimahi 9.223,56 1,99 19 Kota Cirebon 9.102,82 1,85 Kota Cirebon 9.102,82 1,96 20 Sumedang 9.034,57 1,84 Sumedang 9.034,57 1,95 21 Kota Bogor 8.558,04 1,74 Kota Bogor 8.558,04 1,84 22 Majalengka 7.250,60 1,48 Majalengka 7.111,04 1,53 23 Kota Tasikmalaya 6.353,91 1,29 Kota Tasikmalaya 6.353,91 1,37 24 Kuningan 6.023,54 1,23 Kuningan 6.023,54 1,30 25 Kota Sukabumi 3.172,97 0,65 Kota Sukabumi 3.172,97 0,68 26 Kota Banjar 1.290,03 0,26 Kota Banjar 1.290,03 0,28 Total Kab/Kota ,07 100,00 Total Kab/Kota ,96 100,00 Namun demikian, apabila dicermati dari PDRB tanpa migas, terjadi pergeseran posisi peranan yang cukup signifikan bagi Kabupaten Indramayu. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

4 Peranan PDRB Kabupaten Indramayu dengan migas terhadap total PDRB kabupaten/kota berada pada posisi kelima (7,04 %), namun apabila migasnya dikeluarkan posisinya turun menjadi ke duabelas (2,69 %) tergeser oleh Kabupaten Bandung. Hal ini bisa dijelaskan, karena sektor pertambangan dan industri migas di Kabupaten Indramayu sangat dominan terhadap struktur perekonomiannya. Grafik 5.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2007 (Termasuk Migas) 80,000 70,000 60,000 50,000 Milyar Rp. 40,000 30,000 20,000 10,000 0 Bekasi Bogor Kt Bdng Indramayu Karawang Bandung Kt Bekasi Garut Sukabumi Cianjur Cirebon Bdng Barat Ciamis Subang Purwakarta Kt Depok Kt Cimahi Tasikmalaya Sumedang Kt Cirebon Kt Bogor Majalengka Kt Tskmlya Kuningan Kt Sukabumi Kt Banjar 54 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

5 Namun demikian, berbeda halnya dengan enam kabupaten lainnya yang memiliki migas tetapi tidak terlalu mempengaruhi posisinya apabila migasnya dikeluarkan dari PDRB kabupaten tersebut. Hal ini disebabkan kontribusi migas di enam kabupaten (Kabupaten Bandung, Bekasi, Sukabumi, Karawang, Majalengka dan Subang) tidak signifikan. Kabupaten Bekasi, Karawang dan Majalengka menempati posisi yang sama, dan Kabupaten Bandung serta Sukabumi masingmasing naik satu posisi. sedangkan Kabupaten Subang turun satu posisi dalam peringkat PDRB. Apabila kita perhatikan dari tabel 5.1 PDRB dengan migas, lima kabupaten posisi teratas dengan kontribusi terbesar terhadap PDRB Jawa barat masing-masing adalah Kabupaten Bekasi dengan kontribusinya sebesar 15,63 persen, Kabupaten Bogor sebesar 10,92 persen, Kota Bandung sebesar 10,89 persen, Kabupaten Karawang sebesar 7,41 persen dan Kabupaten Bandung sebesar 7,10 persen. Kalau kita amati lebih seksama dari kabupaten/kota yang memberikan peranan yang sangat dominan terhadap perekonomian Jawa Barat tersebut, ternyata sebagian besar PDRB yang tercipta di wilayahnya merupakan wilayah industrialisasi dan perdagangan, dan sektor-sektor tersebut merupakan sektor andalan di Jawa Barat Struktur Perekonomian Daerah Peranan sektor ekonomi suatu daerah terhadap pembentukan PDRB menggambarkan potensi perekonomian suatu wilayah. Tingginya peranan suatu sektor dalam perekonomian, akan memberikan gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor andalan wilayah tersebut yang terus dapat dikembangkan dan dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar semakin berkembang. Kalau kita perhatikan dari tabel 5.2, secara umum. yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan. Hal ini dilihat dari peranan sektor industri yang tetap mendominasi perekonomian Jawa Barat dari PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

6 tahun ke tahun. Sektor industri tersebut, disamping mendominasi perekonomian Jawa Barat, juga memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap industri nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor andalan perekonomian nasional. Struktur perekonomian kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki perbedaan karakteristik yang cukup beragam. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kondisi geografis dan potensi di masing-masing wilayah. Kondisi geografis yang sebagian besar wilayahnya memiliki karakteristik pedesaan, cenderung dominan pada sektor pertanian dalam penciptaan Nilai Tambah Bruto dalam PDRB nya, sedangkan karakteristik perkotaan banyak yang didominasi oleh sektor perindustrian dan perdagangan. 56 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

7 Tabel 5.2. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Terhadap Total PDRB Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2007 Termasuk Migas (Persen) No SEKTOR Kabupaten/ Kota Pertam Pertanian Industri Perdagangan Lainnya bangan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 4,81 1,15 63,72 15,85 14,47 100,00 2 Sukabumi 33,21 4,72 16,86 22,23 22,98 100,00 3 Cianjur 42,98 0,14 2,94 24,18 29,77 100,00 4 Bandung 7,40 1,26 60,49 15,34 15,51 100,00 5 Garut 47,90 0,13 6,90 25,96 19,10 100,00 6 Tasikmalaya 47,61 0,26 8,14 21,99 22,01 100,00 7 Ciamis 32,01 0,38 6,68 24,66 36,28 100,00 8 Kuningan 33,18 0,92 2,05 19,74 44,10 100,00 9 Cirebon 30,16 0,42 15,48 20,50 33,44 100,00 10 Majalengka 33,87 3,83 15,16 17,30 29,84 100,00 11 Sumedang 29,02 0,14 23,58 25,78 21,48 100,00 12 Indramayu 13,54 25,04 40,62 12,33 8,47 100,00 13 Subang 37,89 9,57 12,43 19,38 20,73 100,00 14 Purwakarta 9,97 0,15 46,90 24,39 18,59 100,00 15 Karawang 8,67 4,60 53,80 17,66 15,27 100,00 16 Bekasi 2,03 1,81 79,82 8,52 7,81 100,00 17 Bandung Barat 10,58 0,45 46,90 18,46 23,60 100,00 Kota : 17 Bogor 0,24 0,00 24,69 40,15 34,92 100,00 18 Sukabumi 4,65 0,01 5,07 43,46 46,82 100,00 19 Bandung 0,28 0,00 26,52 39,73 33,47 100,00 20 Cirebon 0,31 0,00 31,92 33,16 34,62 100,00 21 Bekasi 0,85 0,00 46,29 28,57 24,30 100,00 22 Depok 2,47 0,00 37,03 33,67 26,83 100,00 23 Cimahi 0,15 0,00 59,72 19,34 20,79 100,00 24 Tasikmalaya 7,77 0,01 14,58 29,96 47,69 100,00 25 Banjar 17,86 0,33 12,05 32,18 37,58 100,00 Jawa Barat 11,95 2,40 44,97 19,13 21,55 100,00 Sektor perdagangan juga merupakan kontributor yang cukup dominan di Jawa Barat, yaitu menyumbang sebesar 19,13 persen terhadap pembentukan PDRB di seluruh kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat pada tahun Dominasi sektor perdagangan lebih terkonsentrasi pada daerah kota, seperti Kota Sukabumi (43,46 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

8 %), Kota Bogor (40,15 %), Kota Bandung (39,73 %), Kota Cirebon (33,16 %), Kota Depok (33,67 %), dan Kota Banjar (32,18 %). Apabila dicermati lebih jauh, perbedaan struktur ekonomi kabupaten/ kota juga dipengaruhi oleh adanya pertambangan dan industri migas di beberapa kabupaten. Industri migas mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap kabupaten terutama di Kabupaten Indramayu. Struktur perekonomian akan bergeser apabila sektor pertambangan dan industri migas ini dikeluarkan dari PDRB kabupaten yang bersangkutan. Secara makro tampak bahwa sampai tahun 2007, sektor industri pengolahan merupakan sektor dominan terhadap perekonomian seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Sektor ini memberikan kontribusi sebesar 44,97 persen terhadap perekonomian Jawa Barat. Begitu pula di beberapa kabupaten kota sektor industri menjadi andalan perekonomian wilayahnya. Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa 5 kabupaten/kota yang memiliki potensi ekonomi di sektor industri pengolahan atau peranan sektor industri pengolahan yang paling dominan di daerahnya, antara lain; Kabupaten Bekasi (79,82 %), Kabupaten Bogor (63,72 %), Kabupaten Bandung (60,49 %), Kota Cimahi (59,72 %), dan Kabupaten Karawang (53,80 %). Hal ini memberikan gambaran bahwa di daerahdaerah tersebut terdapat kawasan-kawasan industri yang mampu mendorong roda perekonomiannya. Pada tahun 2007, dominasi peranan sektor pertanian terdapat di 10 kabupaten dari 16 kabupaten yang ada di Jawa Barat. Ke sepuluh kabupaten tersebut yaitu: Kabupaten Garut (47,90 %), Tasikmalaya (47,61 %), Cianjur (42,98 %), Subang (37,89 %), Majalengka (33,87 %), Sukabumi (33,21 %), Kuningan (33,18 %), Ciamis (32,01 %), Cirebon (30,16 %) dan Sumedang (29,02 %), kondisi ini tidak jauh berbeda seperti tahun sebelumnya. Khusus Kabupaten Indramayu, apabila nilai tambah migas dikeluarkan dari penghitungan PDRB, tampak sektor pertanian merupakan kontributor yang sangat 58 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

9 dominan. yaitu menyumbang sebesar 37,45 persen terhadap pembentukan PDRB di daerahnya (Tabel 5.3.). Tabel 5.3. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Terhadap Total PDRB Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2007 Tanpa Migas (Persen) No SEKTOR Kabupaten/ Kota Pertambangan -an Perdagang Pertanian Industri Lainnya Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 4,81 1,15 63,72 15,85 14,47 100,00 2 Sukabumi 33,83 2,94 17,18 22,65 23,41 100,00 3 Cianjur 42,98 0,14 2,94 24,18 29,77 100,00 4 Bandung 7,48 0,17 61,15 15,51 15,68 100,00 5 Garut 47,90 0,13 6,90 25,96 19,10 100,00 6 Tasikmalaya 47,61 0,26 8,14 21,99 22,01 100,00 7 Ciamis 32,01 0,38 6,68 24,66 36,28 100,00 8 Kuningan 33,18 0,92 2,05 19,74 44,10 100,00 9 Cirebon 30,16 0,42 15,48 20,50 33,44 100,00 10 Majalengka 34,54 1,94 15,46 17,64 30,42 100,00 11 Sumedang 29,02 0,14 23,58 25,78 21,48 100,00 12 Indramayu 37,45 0,22 4,83 34,08 23,42 100,00 13 Subang 41,87 0,07 13,73 21,42 22,91 100,00 14 Purwakarta 9,97 0,15 46,90 24,39 18,59 100,00 15 Karawang 9,08 0,16 56,30 18,48 15,98 100,00 16 Bekasi 2,03 1,81 79,82 8,52 7,81 100,00 17 Bandung Barat 10,58 0,45 46,90 18,46 23,60 100,00 Kota : 17 Bogor 0,24 0,00 24,69 40,15 34,92 100,00 18 Sukabumi 4,65 0,01 5,07 43,46 46,82 100,00 19 Bandung 0,28 0,00 26,52 39,73 33,47 100,00 20 Cirebon 0,31 0,00 31,92 33,16 34,62 100,00 21 Bekasi 0,85 0,00 46,29 28,57 24,30 100,00 22 Depok 2,47 0,00 37,03 33,67 26,83 100,00 23 Cimahi 0,15 0,00 59,72 19,34 20,79 100,00 24 Tasikmalaya 7,77 0,01 14,58 29,96 47,69 100,00 25 Banjar 17,86 0,33 12,05 32,18 37,58 100,00 Jawa Barat 12,54 0,25 44,51 20,08 22,61 100,00 Sektor pertambangan dan penggalian menyumbang 2,40 persen pada tahun 2007 terhadap PDRB di Jawa Barat. Namun apabila migasnya dikeluarkan maka PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

10 sektor ini hanya mampu menyumbang terhadap PDRB sebesar 0,25 persen. Sumbangan nilai tambah terbesar dari sektor pertambangan berasal dari Kabupaten Indramayu yang merupakan penghasil migas yang cukup besar. Peranan sektoral termasuk migas di tiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2007 dapat dilihat pada Grafik di bawah ini. Grafik 5.2. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Pertanian Terhadap Total PDRB Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Termasuk Migas) Persen Kabupaten/Kota 60 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

11 Persen Grafik 5.3. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Industri Pengolahan Terhadap Total PDRB Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Termasuk Migas) Kabupaten/Kota PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

12 45 Grafik 5.4. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Perdagangan Terhadap Total PDRB Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Termasuk Migas) Persen Kabupaten/Kota 62 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

13 50 Grafik 5.5. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Lainnya (Pertambangan, LGA, Bangunan, Angkutan, Keuangan & Jasa-jasa) Terhadap Total PDRB Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Termasuk Migas) Persen Kabupaten/Kota 5.3 Pertumbuhan Ekonomi Laju Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2007, yang diukur dari kenaikan PDRB atas dasar harga konstan 2000 mencapai 6,41 persen. Pertumbuhan tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2006 yang tumbuh sebesar 6,02 persen. Sedangkan pertumbuhan perekonomian di kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2007 mempunyai besaran dengan kisaran 2,65 sampai 8,24 persen. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

14 Tabel 5.4. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun Termasuk Migas (Persen) No Kabupaten/Kota *) 2007 **) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Bogor 5,85 5,95 6,04 2 Sukabumi 4,35 3,92 4,19 3 Cianjur 3,82 3,34 4,22 4 Bandung 5,78 5,80 5,92 5 Garut 4,16 4,11 4,76 6 Tasikmalaya 3,83 4,01 4,33 7 Ciamis 4,58 3,84 5,01 8 Kuningan 4,08 4,13 4,22 9 Cirebon 5,06 5,14 5,37 10 Majalengka 4,46 4,18 4,87 11 Sumedang 4,52 4,17 4,64 12 Indramayu -7,82 2,42 2,65 13 Subang 6,97 3,75 5,09 14 Purwakarta 3,51 3,87 3,90 15 Karawang 7,87 7,52 7,11 16 Bekasi 6,01 5,99 6,14 17 Bandung Barat 4,93 5,14 5,36 18 Kota. Bogor 6,12 6,03 6,09 19 Kota. Sukabumi 5,95 6,23 6,51 20 Kota. Bandung 7,53 7,83 8,24 21 Kota. Cirebon 4,89 5,54 6,17 22 Kota. Bekasi 5,65 6,07 6,44 23 Kota Depok 6,96 6,65 6,95 24 Kota Cimahi 4,56 4,82 5,03 25 Kota Tasikmalaya 4,02 5,11 5,98 26 Kota Banjar 4,63 4,71 4,93 Jawa Barat 5,60 6,02 6,41 Keterangan : *) Angka perbaikan **) Angka sementara Kalu kita perhatikan LPE kabupaten/kota seperti pada Tabel 5.4. yaitu LPE atas dasar harga konstan 2000 termasuk migas, tiga besar dengan LPE tertinggi dicapai oleh masing-masing: Kota Bandung sebesar 8,24 persen, Kabupaten Karawang 7,11 persen dan Kota Depok sebesar 7,04 persen. Tidak berbeda dengan tahun sebelumnya, untuk Kabupaten Indramayu pada 64 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

15 tahun 2007 masih memiliki LPE terkecil yaitu sebesar 2,65 persen. Kalau kita perhatikan lebih jauh lagi, kondisi tersebut ternyata sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan migas, apabila migasnya dikeluarkan LPE Kabupaten Indramayu mampu tumbuh sebesar 5,62 persen. Tabel 5.5. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun Tanpa Migas (Persen) No Kabupaten/Kota *) 2007 **) (1) (2) (5) (6) (7) 1 Bogor 5,85 5,95 6,04 2 Sukabumi 4,33 3,98 4,20 3 Cianjur 3,82 3,34 4,22 4 Bandung 5,81 5,82 5,93 5 Garut 4,16 4,11 4,76 6 Tasikmalaya 3,83 4,01 4,33 7 Ciamis 4,58 3,84 5,01 8 Kuningan 4,08 4,13 4,22 9 Cirebon 5,06 5,14 5,37 10 Majalengka 4,47 4,26 4,86 11 Sumedang 4,52 4,17 4,64 12 Indramayu 4,25 5,10 5,62 13 Subang 5,95 5,04 5,12 14 Purwakarta 3,51 3,87 3,90 15 Karawang 7,42 7,55 7,75 16 Bekasi 5,84 6,02 6,26 17 Bandung Barat 4,93 5,14 5,36 18 Kota. Bogor 6,12 6,03 6,09 19 Kota. Sukabumi 5,95 6,23 6,51 20 Kota. Bandung 7,53 7,83 8,24 21 Kota. Cirebon 4,89 5,54 6,17 22 Kota. Bekasi 5,65 6,07 6,44 23 Kota Depok 6,96 6,65 7,04 24 Kota Cimahi 4,56 4,82 5,03 25 Kota Tasikmalaya 4,02 5,11 5,98 26 Kota Banjar 4,63 4,71 4,93 Jawa Barat 6,23 6,31 6,86 Keterangan : *) Angka perbaikan **) Angka sementara PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

16 Untuk beberapa kabupaten/kota lainnya yang mempunyai migas perbedaan LPE nya dapat dilihat pada tabel 5.5. LPE (Persen) Grafik 5.3 Diagram Pencar LPE Kabupaten/Kota termasuk Migas Tahun 2007 Bogor Sukabumi Bandung Garut Tasikmalaya Cianjur Ciamis Cirebon Subang Majalengka Sumedang Kuningan Indramayu Karawang Bekasi Kab/Kot Purwakarta Kt. Sukabumi Kt. Bogor Bandung Barat Kt. Bandung Kt. Cirebon Kt. Depok Kt. Bekasi Kt. Cimahi Jabar Kt. Tasikmalaya Kt. Banjar LPE Seperti terlihat pada grafik 5.3, apabila angka LPE Jawa Barat dijadikan base line, maka tampak dua kelompok kabupaten/kota menurut besaran LPE nya. Kelompok pertama adalah 5 kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata (di atas angka Jawa Barat). Kelima kabupaten/kota tersebut adalah Kota Bandung, Kabupaten Karawang, Kota Depok., Kota Sukabumi dan Kota Bekasi, 66 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

17 sedangkan kelompok kedua yaitu 21 kabupaten/kota dengan pertumbuhan di bawah rata-rata. Tabel 5.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Termasuk Migas Tahun 2007 Laju Pertumbuhan Ekonomi 1) (%) 3.00 Kabupaten/Kota (1) (2) Indramayu Purwakarta Sukabumi, Kuningan, Cianjur, Tasikmalaya, Sumedang, Garut, Majalengka dan Kota Banjar. Ciamis, Kota Cimahi, Subang, Bandung Barat, Cirebon, Bandung dan Kota Tasikmalaya. Bogor, Kota Bogor, Bekasi, Kota Cirebon, Kota 6.00 Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Depok, Karawang dan Kota Bandung. Keterangan : 1) atas dasar harga Konstan 2000 Pada Tabel 5.6. disajikan LPE kabupaten/kota di Jawa Barat yang dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok pertama dengan LPE kurang dari 3 yaitu, Kabupaten Indramayu, kelompok kedua dengan LPE antara yaitu Kabupaten Purwakarta, kelompok ketiga dengan LPE persen. ada 8 kabupaten/kota diantaranya: Sukabumi, Kuningan, Cianjur, Tasikmalaya, Sumedang, Garut, Majalengka dan Kota Banjar, sedangkan yang termasuk kelompok empat ada 7 kabupaten/kota dengan batasan LPE persen diantaranya adalah: Ciamis, Kota Cimahi, Subang, Bandung Barat, Cirebon, Bandung dan Kota Tasikmalaya, dan kelompok terakhir dengan LPE diatas 6 persen diantaranya : PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

18 Bogor, Kota Bogor, Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Depok, Karawang dan Kota Bandung PDRB Per Kapita PDRB per kapita merupakan rata-rata nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh setiap penduduk di suatu wilayah pada satu satuan waktu. Indikator PDRB per kapita ini sering digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu region walaupun sebenarnya masih kurang tepat. Semakin besar PDRB per kapita. secara kasar menunjukkan semakin tingginya tingkat kemakmuran penduduk pada wilayah tersebut. sebaliknya semakin rendah PDRB per kapita berarti kemakmuran penduduknya semakin rendah. Dari Tabel 5.7 diperlihatkan perkembangan PDRB per kapita dengan migas dan tanpa migas di tiap kabupaten/kota pada tahun 2000 dan Dengan demikian, akan tergambarkan perbandingan kesejahteraan masyarakat antar kabupaten/kota baik dengan migas maupun tanpa migas. Namun perlu disadari bahwa proporsi nilai tambah migas yang dinikmati oleh masyarakat di wilayah yang bersangkutan sangatlah kecil. Secara makro, PDRB perkapita atas dasar harga berlaku termasuk migas Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 148,77 persen yaitu dari Rp. 5,48 juta tahun 2000 menjadi Rp. 12,76 juta pada tahun Sedangkan PDRB perkapita atas dasar harga konstan tumbuh sebesar 21,13 persen yaitu dari Rp juta tahun 2000 menjadi Rp. 6,64 juta pada tahun PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

19 Tabel 5.7. Perbandingan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2000 dan 2007 No Dengan Migas Tanpa Migas Kabupaten/ Kota (Ribu Rp.) (Ribu Rp.) (%) (Ribu Rp.) (Ribu Rp.) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 5.610, ,91 100, , ,91 100,23 2 Sukabumi 2.833, ,00 115, , ,09 115,83 3 Cianjur 2.911, ,06 115, , ,06 115,01 4 Bandung 5.216, ,48 110, , ,34 110,46 5 Garut 3.566, ,03 116, , ,03 116,49 6 Tasikmalaya 2.895, ,93 130, , ,93 130,24 7 Ciamis 3.304, ,72 144, , ,72 144,39 8 Kuningan 2.669, ,27 118, , ,27 118,96 9 Cirebon 2.629, ,00 130, , ,00 130,15 10 Majalengka 2.593, ,69 139, , ,09 139,72 11 Sumedang 3.818, ,82 121, , ,82 121,90 12 Indramayu 8.140, ,63 152, , ,00 150,38 13 Subang 3.275, ,78 161, , ,28 153,38 14 Purwakarta 6.889, ,79 102, , ,79 102,94 15 Karawang 5.532, ,22 220, , ,80 206,04 16 Bekasi , ,03 74, , ,21 71,12 17 Bandung Barat 3.836, ,34 114, , ,34 114,41 Kota : 17 Bogor 3.558, ,45 180, , ,45 180,35 18 Sukabumi 4.304, ,57 166, , ,57 166,54 19 Bandung 6.999, ,43 215, , ,43 215,02 20 Cirebon , ,42 115, , ,42 115,47 21 Bekasi 5.451, ,88 113, , ,88 113,41 22 Depok 3.051, ,76 135, , ,76 135,89 23 Cimahi 9.397, ,93 85, , ,93 85,20 24 Tasikmalaya 3.018, ,10 142, , ,10 142,40 25 Banjar 3.098, ,18 148, , ,18 148,77 Jawa Barat 5.484, ,73 132, , ,99 134,83 Keterangan : = Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

20 Apabila dicermati dari nilai pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku termasuk migas menurut kabupaten/kota di Jawa Barat, tampak bahwa Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 menghasilkan PDRB perkapita terbesar yaitu sebesar Rp. 32,84 juta dengan pertumbuhan sebesar 74,25 persen dari tahun Sedangkan PDRB per kapita yang paling rendah terdapat di Kabupaten Kuningan yaitu hanya Rp. 5,85 juta dengan pertumbuhan dari tahun 2000 sebesar 118,96 persen, diikuti Kabupaten Cirebon dan Sukabumi masing-masing Rp. 6,05 juta dan Rp. 6,11 juta. Pertumbuhan pendapatan perkapita di kedua kabupaten tersebut masing-masing adalah 130,15 persen dan 115,79 persen. Pada Tabel 5.7 tersebut juga bisa diperhatikan bahwa PDRB perkapita Kabupaten Indramayu dengan migas mencapai Rp. 20,59 juta dengan pertumbuhan sebesar 152,94 persen dibandingkan tahun 2000, namun apabila dikeluarkan migasnya menjadi Rp. 7,45 juta dengan pertumbuhan sebesar 150,38 persen. Demikian pula dengan Kabupaten Subang. PDRB Perkapita dengan migas sebesar Rp. 8,57 juta menjadi Rp. 7,76 juta tanpa migas dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 161,75 % dan 153,38 %. Peningkatan PDRB perkapita di atas, masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli masyarakat di kabupaten/kota tersebut secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB perkapita. yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku, masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Untuk mengamati perkembangan daya beli masyarakat secara riil bisa digunakan PDRB per kapita yang dihitung atas dasar harga konstan. Dari penghitungan PDRB per kapita atas dasar harga konstan dengan migas, secara umum daya beli masyarakat di Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 21,13 persen. Sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita tanpa migas secara umum naik sebesar 24,49 persen. Peningkatan daya beli masyarakat tertinggi terjadi di Kota Bandung yaitu 55,43 persen, yang diikuti oleh Kabupaten Karawang yang tumbuh sebesar 48,45 70 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

21 persen, dan di posisi ketiga ditempati oleh Kabupaten Subang yang mengalami pertumbuhan sebesar 41,89 persen dari tahun 2000 sampai Namun demikian apabila migas dikeluarkan maka Kabupaten Karawang dan Subang hanya mengalami peningkatan masing-masing sebesar 41,77 % dan 34,55 persen.. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

22 Tabel 5.8. Perbandingan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2000 dan 2007 No Dengan Migas (Ribu Rp.) Tanpa Migas (Ribu Rp.) Kabupaten/ Kota (%) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 5.610, ,03 11, , ,03 11,18 2 Sukabumi 2.833, ,34 14, , ,35 14,94 3 Cianjur 2.911, ,72 16, , ,72 16,58 4 Bandung 5.216, ,00 17, , ,23 17,97 5 Garut 3.566, ,55 16, , ,55 16,87 6 Tasikmalaya 2.895, ,45 17, , ,45 17,00 7 Ciamis 3.304, ,69 25, , ,69 25,11 8 Kuningan 2.669, ,83 26, , ,83 26,17 9 Cirebon 2.629, ,04 25, , ,04 25,10 10 Majalengka 2.593, , , ,30 27,62 11 Sumedang 3.818, ,02 20, , ,02 20,64 12 Indramayu 8.140, ,16 (5,13) 2.974, ,40 29,83 13 Subang 3.275, ,75 41, , ,42 34,55 14 Purwakarta 6.889, ,74 11, , ,74 11,57 15 Karawang 5.532, ,83 48, , ,20 41,77 16 Bekasi , ,00 9, , ,72 8,29 17 Bandung Barat 3.836, ,01 17, , ,01 17,94 Kota : 17 Bogor 3.558, ,35 31, , ,35 31,45 18 Sukabumi 4.304, ,28 35, , ,28 35,01 19 Bandung 6.999, ,28 55, , ,28 55,43 20 Cirebon , ,00 30, , ,00 30,49 21 Bekasi 5.451, ,11 11, , ,11 11,28 22 Depok 3.051, ,06 22, , ,06 22,59 23 Cimahi 9.397, ,40 13, , ,40 13,22 24 Tasikmalaya 3.018, ,96 25, , ,96 25,26 25 Banjar 3.098, ,42 24, , ,42 24,64 Jawa Barat 5.484, ,80 21, , ,91 24,49 Keterangan : = Pertumbuhan 72 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

23 Sedangkan peningkatan daya beli masyarakat terendah terjadi di Kabupaten Indramayu yang hanya mengalami penurunan sebesar minus 5,13 persen. Namun apabila dihitung tanpa migas. daya beli masyarakat Indramayu naik sebesar 29,83 persen. Perbedaan PDRB perkapita atas dasar harga konstan 2000 dengan migas dan tanpa migas secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.8. Kelompok PDRB Perkapita (Rp. Juta) Tabel 5.9. Pengelompokkan Kabupaten/Kota Berdasarkan Besaran PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 dan 2007 (Tanpa Migas) Kabupaten/Kota [1] [2] [3] Sukabumi. Cianjur. Tasikmalaya. Kuningan. Cirebon. Majalengka dan - Indramayu Garut. Ciamis. Sumedang. Subang. Kota Bogor. Kota Depok. Kota Tasikmalaya. Bandung Barat dan Kota Banjar Kota. Sukabumi Bandung. Bogor. Purwakarta. Karawang. Bekasi. Kota Bandung. Kota Cirebon. Kota Bekasi dan Kota Cimahi Jawa Barat (Rp. 5,18 juta) Jawa Barat (12,16 juta) Semua Kabupaten/Kota Pada Tabel 5.9 menunjukkan pengelompokkan PDRB per kapita berdasarkan beberapa level. Memasuki tahun 2007, terlihat bahwa seluruh kabupaten/kota PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

24 berada di atas level Rp. 5 juta. Pergeseran level PDRB perkapita dari tahun 2000 ke tahun 2007 ke level yang lebih tinggi terjadi di seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2000 masih terdapat 7 kabupaten/kota yang memiliki PDRB perkapita di bawah Rp. 3 juta. terdapat 9 Kabupaten/kota yang memiliki PDRB Perkapita pada level Rp. 3 juta sampai Rp juta. pada level Rp juta hanya terdapat satu kota. sedangkan pada level diatas Rp. 5 juta terdapat 9 kabupaten/kota. Memasuki tahun tampak bahwa level PDRB perkapita semua kabupaten/kota di atas Rp. 5 juta. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan yang cukup baik dibandingkan dengan tahun 2000 dimana hanya terdapat 9 kabupaten/kota saja yang mempunyai pendapatan perkapita pada level diatas 5 juta Perbandingan LPE dan PDRB per Kapita Kinerja pembangunan masing-masing daerah dilihat dari aspek ekonomi dapat dilakukan dengan membandingkan posisi suatu kabupaten/kota terhadap Provinsi Jawa Barat. Di samping itu dengan mengetahui posisinya dapat pula dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Dengan demikian diharapkan suatu kabupaten/kota dapat mengevaluasi serta menggali potensi SDA dan SDM yang dimilikinya agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi sampai pada tingkat yang optimum. Di samping itu, untuk memudahkan dalam melihat posisi kabupaten/kota terhadap provinsi Jawa Barat. PDRB disajikan dalam bentuk tabel kuadran yang merupakan plot LPE dan PDRB per kapita. Tabel tersebut terdiri dari 4 kuadran. setiap kuadran dipisahkan oleh garis vertikal yang merupakan angka LPE Jawa Barat dan garis horisontal yang menunjukan besarnya PDRB per kapita propinsi. 74 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

25 Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2007 No. Kabupaten/ Kota LPE (%) Dengan Migas PDRB Per Kapita (Ribu) LPE (%) Tanpa Migas PDRB Per kapita (Ribu) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Kabupaten: 1. Bogor 6, ,91 6, ,91 2. Sukabumi 4, ,00 4, ,09 3. Cianjur 4, ,06 4, ,06 4. Bandung 5, ,48 5, ,34 5. Garut 4, ,03 4, ,03 6. Tasikmalaya 4, ,93 4, ,93 7. Ciamis 5, ,72 5, ,72 8. Kuningan 4, ,27 4, ,27 9. Cirebon 5, ,00 5, , Majalengka 4, ,69 4, , Sumedang 4, ,82 4, , Indramayu 2, ,63 5, , Subang 5, ,78 5, , Purwakarta 3, ,79 3, , Karawang 7, ,22 7, , Bekasi 6, ,03 6, , Bandung Barat 5, ,34 5, ,34 Kota: 17. Bogor 6, ,45 6, , Sukabumi 6, ,57 6, , Bandung 8, ,43 8, , Cirebon 6, ,42 6, , Bekasi 6, ,88 6, , Depok 6, ,76 7, , Cimahi 5, ,93 5, , Tasikmalaya 5, ,10 5, , Banjar 4, ,18 4, ,18 Jawa Barat 6, ,73 6, ,99 Kuadran (daerah) I mengandung arti bahwa kabupaten/kota yang berada di daerah ini memiliki LPE yang lebih tinggi dan PDRB per kapita lebih besar dari angka propinsi. Bila diasumsikan terdapat pemerataan pendapatan, maka masyarakat PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

26 di kabupaten/kota yang berada di kuadran ini relatif paling sejahtera dibandingkan yang berada pada kuadran lainnya. Kuadran II menunjukkan kabupaten/ kota yang memiliki PDRB per kapita lebih besar, namun LPE-nya lebih rendah dibandingkan dengan angka provinsi. Masyarakat kabupaten/kota pada kuadran II relatif lebih sejahtera, namun pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten/kota lainnya. Kuadran yang menunjukkan keterbelakangan pertumbuhan ekonomi juga rendahnya tingkat kesejahteraan penduduknya dibandingkan daerah lainnya di Jawa Barat adalah Kuadran III. Kuadran yang terakhir (IV) ditempati oleh kabupaten/kota yang tingkat kesejahteraan penduduknya lebih rendah dibandingkan angka provinsi, namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih pesat. Hasil plot posisi kabupaten/ kota secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.11 dan 5.12 yang menggambarkan perbandingan LPE dan PDRB per kapita kabupaten/kota baik dengan memasukkan pengaruh minyak dan gas bumi maupun mereduksi pengaruh minyak dan gas bumi. Dari tabel 5.11 terlihat bahwa dengan memperhitungkan nilai tambah minyak dan gas bumi, hanya terdapat 2 kabupaten/kota yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di atas Jawa Barat (berada pada kuadran I) yaitu Kota Bandung dan Kabupaten Karawang. Posisi pada kuadran I tersebut merupakan posisi ideal, sebab kondisi ini menggambarkan bahwa kinerja perekonomian dan kemakmuran masyarakat di tiap kabupaten/kota yang bersangkutan relatif lebih makmur dibandingkan kabupaten/kota lainnya secara makro. 76 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

27 Tabel Plot LPE dan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Dengan Migas) II Bekasi, Kota Cirebon, Indramayu, Kota Cimahi, Purwakarta. L P E Kota Bandung dan Kab. Karawang I III Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Subang dan Bandung Barat PDRB Per Kapita Jawa Barat = Rp. 12,76 Juta J a b a r 6,41 % IV Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kota Bekasi dan Kota Depok Selanjutnya pada kuadran II terdapat 5 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Indramayu, Purwakarta, Bekasi, Kota Cirebon dan. Kota Cimahi. Posisi pada kuadran ini menggambarkan tingkat kemakmuran yang sudah berada di atas rata-rata namun kinerja perekonomiannya pada tahun 2007 masih relatif rendah, dibandingkan dengan daerah lainnya. Sebaliknya. kondisi pada kuadran III menunjukkan tingkat kemakmuran dan kinerja ekonomi yang relatif rendah dibandingkan kabupaten/ kota pada umumnya. Daerah-daerah yang berada pada kuadran III pada tahun ini terdiri dari 14 kabupaten/kota yaitu: Bogor, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Subang, Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar. Untuk kuadran IV yang menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk yang masih rendah dibandingkan dengan rata-rata prvinsi, namun kinerja perekonomiannya cukup pesat, ditempati oleh Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kota Bekasi dan Kota Depok. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

28 Tabel Plot LPE dan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Tanpa Migas) II Purwakarta, Bekasi, Kota Cirebon dan Kota Cimahi L P Kota Bandung dan Karawang I E III PDRB Per Kapita Jawa Barat = Rp. 12,16 juta Kota Bogor, Kota Sukabumi. Kota Bekasi, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, dan Bandung Barat. J a b a r 6,86 % Kota Depok IV Seperti yang telah dibahas sebelumnya untuk melihat perbandingan kemakmuran masyarakat di tiap kabupaten/kota secara riil maka pengaruh migas haruslah dikeluarkan pada penghitungan PDRB per kapita. Dengan mengeluarkan pengaruh minyak dan gas bumi, ternyata cukup berpengaruh terhadap posisi ploting kabupaten/kota terutama pada tiga kabupaten yang mengalami pergeseran, yaitu Indramayu (dari kuadran II ke III). 78 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1)

TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Economic potency

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 9 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menurut Profesor Simon Kuznets adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang signifikan pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di dunia terutama di Asia Timur dan Tenggara.

Lebih terperinci

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 No. 44/10/31/Th. XIV, 1 Oktober 2012 PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan total PDRB Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Potensi ekonomi merupakan sesuatu yang dimiliki daerah yang layak untuk dikembangkan. Dengan potensi ekonomi yang dimiliki suatu daerah, rakyat dapat merasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 06/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 38/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang diinginkan dapat

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT

ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT Asep Yusup Hanapia 1, Aso Sukarso, Chandra Budhi L.S Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRACT The

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 15/02/32/Th.XVII, 16 Februari 2014 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 No. 64/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Agustus 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Lebih terperinci

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT Dewi Shofi Mulyati, Iyan Bachtiar, dan Yanti Sri Rezeki * Abstrak Pentingnya

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penghitungan Indeks Williamson Untuk melihat ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat digunakan alat analisis Indeks Williamson.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang

Lebih terperinci

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT 4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT 4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografi Aspek-aspek geografis yang meliputi posisi, susunan keruangan dan lokasi sangat menentukan langkah-langkah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 21/4/32/Th XIX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor penting yang bisa menunjang pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan mempercepat

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H14102047 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN VINA

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 dan puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat mendelegasikan sebagian wewenang dalam hal pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 214 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4 PERADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 41/11/31/Th. X, 17 November 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT Disampaikan oleh : Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pemantauan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan pemanfaatan segala potensi yang ada di masingmasing daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER PDRB KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Rata rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Paser kembali menembus angka dua digit sejak tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sektor perekonomian yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah pada saat ini adalah sektor perindustrian. Untuk dapat meningkatkan sektor perindustrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, kewenangan tersebut diberikan secara profesional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 30 Tahun 2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin pesat. Hal ini dapat

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No.05/08/Th.V, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngada yang diukur

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN

BAB VI PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB VI PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 6.1. Kewilayahan Kabupaten Tasikmalaya Dalam kehidupan berbangsan dan bernegara keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan dan sebagainya)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1 PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108o48 Bujur Timur, dengan batas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 31/08/31/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA 5.1. PEREKONOMIAN MASING-MASING KABUPATEN/KOTA. Nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu daerah selama satu tahun sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 PROP. JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) yang didapatkan dari perhitungan setiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahu 2015 dibawah ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN No.10/02/75/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 7,71 PERSEN Pertumbuhan Ekonomi Gorontalo tahun yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016

CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016 CAPAIAN INDIKATOR MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN AREA MANAJEMEN TRIWULAN I TAHUN 2016 NO STANDAR JUDUL INDIKATOR Jan Feb Mar CAPAIAN TRW I ANALISA RTL 1 Manajerial 1 : Pengadaan rutin peralatan kesehatan

Lebih terperinci