BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
|
|
- Hadian Makmur
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah satu indikator makro yaitu PDRB. Dengan melihat PDRB kabupaten/kota di Jawa Barat, kita dapat melihat wilayah kabupaten/kota yang memberikan kontribusi cukup dominan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Peranan tersebut tentu saja sangat dipengaruhi oleh karakteristik geografis maupun potensi ekonomi yang berbedabeda. Pada bab ini akan diuraikan kinerja PDRB kabupaten/kota se-jawa Barat berdasarkan perbandingan indikator-indikator pokok masing-masing daerah terhadap daerah lainnya maupun terhadap Provinsi. Dengan demikian, hasil uraian ini diharapkan dapat memberikan gambaran posisi masing-masing perekonomian kabupaten/kota. Untuk mengamati posisi relatif kinerja perekonomian kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel tersebut memperlihatkan kontribusi PDRB kab/kota terhadap total PDRB Jawa Barat. Kisaran kontribusi PDRB dengan migas kabupaten/kota yaitu antara 0,26 persen sampai 15,27 persen, sedangkan kontribusi PDRB tanpa migas berkisar antara 0,28 persen sampai 15,94 persen. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
2 Tabel 5.1. Peringkat PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2006 Termasuk Migas Tanpa Migas Rank PDRB Share PDRB Share Kab/Kota (Milyar (%) Kab/Kota (Milyar (%) Rp.) Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Bekasi ,91 15,27 Bekasi ,54 15,94 2 Bogor ,70 10,33 Bogor ,70 10,97 3 Kota Bandung ,38 10,03 Kota Bandung ,38 10,65 4 Indramayu ,39 7,35 Karawang ,26 7,37 5 Karawang ,24 7,26 Bandung ,11 7,13 6 Bandung ,05 6,79 Kota Bekasi ,15 5,60 7 Kota Bekasi ,15 5,27 Garut ,28 3,89 8 Garut ,28 3,66 Sukabumi ,08 3,16 9 Sukabumi ,82 3,04 Cianjur ,53 3,06 10 Cianjur ,53 2,88 Cirebon ,66 2,77 11 Cirebon ,66 2,60 Bandung Barat ,02 2,66 12 Bandung Barat ,02 2,50 Indramayu ,76 2,65 13 Ciamis ,60 2,49 Ciamis ,60 2,64 14 Subang ,79 2,47 Purwakarta 9.698,91 2,38 15 Purwakarta 9.698,91 2,24 Subang 9.664,79 2,37 16 Kota Depok 8.967,78 2,07 Kota Depok 8.967,78 2,20 17 Kota Cimahi 8.187,14 1,89 Kota Cimahi 8.187,14 2,01 18 Tasikmalaya 8.183,08 1,89 Tasikmalaya 8.183,08 2,00 19 Sumedang 8.066,64 1,86 Sumedang 8.066,64 1,98 20 Kota Cirebon 7.975,81 1,84 Kota Cirebon 7.975,81 1,95 21 Kota Bogor 6.357,74 1,47 Kota Bogor 6.357,74 1,56 22 Majalengka 5.904,32 1,36 Majalengka 5.787,95 1,42 23 Kota Tasikmalaya 5.512,62 1,27 Kota Tasikmalaya 5.512,62 1,35 24 Kuningan 5.422,82 1,25 Kuningan 5.422,82 1,33 25 Kota Sukabumi 2.863,43 0,66 Kota Sukabumi 2.863,43 0,70 26 Kota Banjar 1.134,69 0,26 Kota Banjar 1.134,69 0,28 Total Kab/Kota ,48 100,00 Total , PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
3 Lima besar kontributor utama PDRB kabupaten/kota terhadap jumlah PDRB Jawa Barat tahun 2006 adalah Kabupaten Bekasi (15,27 %), Kabupaten Bogor (10,33 %), Kota Bandung (10,03 %), Kabupaten Indramayu (7,35 %), dan Kabupaten Karawang (7,26%), sedangkan Kabupaten Bandung setelah mengalami pemekaran wilayah posisinya hanya mampu diperingkat keenam dan digeser oleh Kabupaten Karawang. Adapun tiga kontributor terkecil adalah Kota Banjar, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Kuningan yaitu masing-masing sebesar 0,26 persen; 0,66 persen dan 1,25 persen. Namun demikian, apabila dicermati dari PDRB tanpa migas, terjadi pergeseran posisi peranan yang cukup signifikan bagi Kabupaten Indramayu. Kabupaten Indramayu semula termasuk lima besar, namun apabila migasnya dikeluarkan posisinya turun menjadi ke duabelas (2,65 %). Hal ini bisa dimaklumi, karena pertambangan dan industri migas di kabupaten Indramayu sangat dominan terhadap struktur perekonomiannya. Berbeda halnya dengan enam kabupaten lainnya yang memiliki migas tetapi tidak terlalu mempengaruhi posisinya apabila migasnya dikeluarkan dari PDRB kabupaten tersebut. Hal ini disebabkan kontribusi migas di enam kabupaten tersebut tidak signifikan. Adapun ke enam kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bandung, Bekasi, Sukabumi, Karawang, Majalengka dan Subang. Kabupaten Bekasi dan Majalengka menempati posisi yang sama, adapun untuk Karawang, Bandung dan Sukabumi masing-masing naik satu posisi, sedangkan Subang turun satu posisi PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
4 Grafik 5.1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2006 (Termasuk Migas) Bekasi Bogor Kota Bandung Indramayu Karawang Bandung Kota Bekasi Garut Milyar Rp Sukabumi Cianjur Cirebon Bandung Barat Ciamis Subang Purwakarta Kota Depok Kota Cimahi Tasikmalaya Sumedang Kota Cirebon Kota Bogor Majalengka 0 Kabupaten/Kota Kota Tasikmalaya Kuningan Kota Sukabumi Kota Banjar 54 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
5 5.2. Struktur Perekonomian Daerah Struktur perekonomian di suatu wilayah dapat menggambarkan kontribusi sektoral. Sektor-sektor yang memiliki kontribusi besar menggambarkan tingginya potensi dari sektor tersebut dalam perekonomian. Di samping itu besarnya kontribusi juga menggambarkan peran sektor dalam perekonomian. Semakin besar peranan suatu sektor dalam perekonomian, dapat dikatakan bahwa sektor tersebut sebagai engine growth atau mesin pertumbuhan ekonomi daerah. Secara umum, di Jawa Barat yang menjadi mesin pertumbuhannya adalah sektor industri pengolahan. Hal ini terbukti dari peranan sektor industri yang tetap mendominasi perekonomian Jawa Barat dari tahun ke tahun. Sektor industri tersebut disamping mendominasi perekonomian Jawa Barat juga memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap industri nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor andalan perekonomian nasional. Adapun struktur perekonomian kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki perbedaan karakteristik yang cukup beragam. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kondisi geografis dan potensi masing-masing wilayah. Kondisi geografis yang sebagian besar wilayahnya memiliki karakteristik pedesaan, biasanya dominan pada sektor pertaniannya sedangkan karakteristik perkotaan banyak yang didominasi oleh sektor perindustrian dan perdagangan. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
6 Tabel 5.2. Peranan Nilai Tambah Bruto Terhadap Total PDRB Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2006 Termasuk Migas (Persen) No SEKTOR Kabupaten/ Kota Pertam Perda- Pertanian Industri bangan gangan Lainnya Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 4,69 1,14 64,30 15,48 14,39 100,00 2 Sukabumi 33,57 4,86 17,14 20,51 23,93 100,00 3 Cianjur 47,73 0,12 2,67 21,15 28,32 100,00 4 Bandung 7,57 1,25 60,74 15,06 15,37 100,00 5 Garut 49,80 0,12 6,26 25,89 17,93 100,00 6 Tasikmalaya 45,31 0,25 7,84 21,93 24,67 100,00 7 Ciamis 28,34 0,41 7,08 25,21 38,96 100,00 8 Kuningan 37,93 0,93 1,99 20,03 39,11 100,00 9 Cirebon 34,52 0,38 11,21 20,86 33,03 100,00 10 Majalengka 36,55 4,02 16,02 19,56 23,85 100,00 11 Sumedang 29,03 0,14 23,58 26,03 21,22 100,00 12 Indramayu 13,37 25,09 42,68 10,67 8,19 100,00 13 Subang 38,57 9,74 12,35 18,78 20,56 100,00 14 Purwakarta 10,10 0,17 46,56 24,43 18,73 100,00 15 Karawang 8,48 4,70 52,84 17,88 16,10 100,00 16 Bekasi 1,91 1,79 80,60 8,34 7,36 100,00 17 Bandung Barat 10,84 0,46 47,10 18,12 23,47 100,00 Kota : 17 Bogor 0,30-27,54 32,74 39,41 100,00 18 Sukabumi 4,96 0,01 4,90 42,69 47,44 100,00 19 Bandung 0,30-27,80 37,87 34,03 100,00 20 Cirebon 0,33-32,63 33,32 33,73 100,00 21 Bekasi 0,89-45,77 28,89 24,45 100,00 22 Depok 2,65-37,54 32,32 27,49 100,00 23 Cimahi 0,16-61,14 18,59 20,11 100,00 24 Tasikmalaya 7,91 0,01 14,66 29,96 47,47 100,00 25 Banjar 18,88 0,36 12,47 31,99 36,29 100,00 Jawa Barat 11,12 2,72 45,24 19,40 21,52 100,00 Sektor perdagangan juga merupakan kontributor yang cukup dominan di Jawa Barat, yaitu menyumbang sebesar 19,40 persen terhadap pembentukan PDRB di Provinsi Jawa Barat pada tahun Untuk daerah kabupaten/kota, dominasi sektor perdagangan terkonsentrasi pada daerah kota, seperti Kota Sukabumi (42,69 %), 56 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
7 Kota Bandung (37,87 %), Kota Cirebon (33,32%), Kota Bogor (32,74 %), Kota Depok (32,32%), dan Kota Banjar (31,99 %). Apabila dicermati lebih jauh, perbedaan struktur ekonomi kabupaten/ kota juga dipengaruhi oleh adanya pertambangan dan industri migas di beberapa kabupaten. Industri migas mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap kabupaten terutama di kabupaten Indramayu. Struktur perekonomian akan bergeser apabila sektor pertambangan dan industri migas ini dikeluarkan dari PDRB kabupaten yang bersangkutan. Secara makro tampak bahwa sampai tahun 2006, sektor industri pengolahan merupakan sektor dominan terhadap perekonomian Jawa Barat. Sektor ini memberikan kontribusi sebesar 45,24 persen terhadap perekonomian Jawa Barat. Begitu pula di beberapa kabupaten kota sektor industri menjadi andalan perekonomian wilayahnya. Dari Tabel 5.2, terlihat bahwa 5 kabupaten/kota yang memiliki potensi ekonomi di sektor industri pengolahan (peranan sektor industri pengolahan yang paling dominan di daerahnya), antara lain; Kabupaten Bekasi (80,60 persen), Kabupaten Bogor (64,30 persen), Kota Cimahi (61,14 persen), Kabupaten Bandung (60,74 persen). Kabupaten Karawang (52,84 persen). Hal ini memberikan gambaran bahwa di daerah-daerah tersebut terdapat kawasan-kawasan industri yang mampu menggenjot roda perekonomiannya. Dominasi peranan sektor pertanian terdapat di 10 kabupaten dari 17 kabupaten yang ada di Jawa Barat. Ke sepuluh kabupaten tersebut yaitu: Kabupaten Garut (49,80 %), Cianjur (47,73 persen), Tasikmalaya (45,31 %), Subang (38,57 %), Kuningan (37,93 %), Majalengka (36,55 %), Cirebon (34,52%), Sukabumi (33,57%), Sumedang (29,03%), dan Ciamis (28,34%). Khusus Kabupaten Indramayu, apabila nilai tambah migas dikeluarkan dari penghitungan PDRB, tampak sektor pertanian merupakan kontributor yang sangat PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
8 dominan, yaitu menyumbang sebesar 39,45 persen terhadap pembentukan PDRB di daerahnya (Tabel 5.3.). Tabel 5.3. Peranan Nilai Tambah Bruto Terhadap Total PDRB Setiap Kabupaten/Kota Tahun 2006 Tanpa Migas (Persen) No SEKTOR Kabupaten/ Kota Pertambangan -an Perdagang Pertanian Industri Lainnya Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 4,69 1,14 64,30 15,48 14,39 100,00 2 Sukabumi 34,22 3,02 17,47 20,90 24,39 100,00 3 Cianjur 47,73 0,12 2,67 21,15 28,32 100,00 4 Bandung 7,65 0,18 61,40 15,23 15,54 100,00 5 Garut 49,80 0,12 6,26 25,89 17,93 100,00 6 Tasikmalaya 45,31 0,25 7,84 21,93 24,67 100,00 7 Ciamis 28,34 0,41 7,08 25,21 38,96 100,00 8 Kuningan 37,93 0,93 1,99 20,03 39,11 100,00 9 Cirebon 34,52 0,38 11,21 20,86 33,03 100,00 10 Majalengka 37,29 2,09 16,34 19,95 24,33 100,00 11 Sumedang 29,03 0,14 23,58 26,03 21,22 100,00 12 Indramayu 39,45 0,24 4,69 31,48 24,15 100,00 13 Subang 42,71 0,07 13,67 20,79 22,76 100,00 14 Purwakarta 10,10 0,17 46,56 24,43 18,73 100,00 15 Karawang 8,88 0,16 55,35 18,73 16,87 100,00 16 Bekasi 1,95 0,02 82,05 8,49 7,49 100,00 17 Bandung Barat 10,84 0,46 47,10 18,12 23,47 100,00 Kota : 17 Bogor 0,30-27,54 32,74 39,41 100,00 18 Sukabumi 4,96 0,01 4,90 42,69 47,44 100,00 19 Bandung 0,30-27,80 37,87 34,03 100,00 20 Cirebon 0,33-32,63 33,32 33,73 100,00 21 Bekasi 0,89-45,77 28,89 24,45 100,00 22 Depok 2,65-37,54 32,32 27,49 100,00 23 Cimahi 0,16-61,14 18,59 20,11 100,00 24 Tasikmalaya 7,91 0,01 14,66 29,96 47,47 100,00 25 Banjar 18,88 0,36 12,47 31,99 36,29 100,00 Jawa Barat 11,74 0,23 44,83 20,48 22,71 100,00 Sektor pertambangan dan penggalian menyumbang 2,72 persen pada tahun 2006 terhadap PDRB di Jawa Barat. Namun apabila Migas dikeluarkan maka 58 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
9 sektor ini hanya mempunyai kontribusi sebesar 0,23 persen. Sumbangan nilai tambah terbesar dari sektor pertambangan berasal dari Kabupaten Indramayu yang merupakan penghasil migas yang cukup besar. Peranan sektoral di tiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2006 terlihat pada Grafik 5.2. Persentase (%) Grafik 5.2. Peranan Nilai Tambah Bruto Sektor Terhadap PDRB Kabupaten/Kota Tahun 2006 (Termasuk Migas) 0.00 Bogor Cianjur Garut Ciamis Cirebon Sumedang Subang Karawang Bandung Barat Kota Sukabumi Kabupaten/Kota Kota Cirebon Kota Depok Kota Tasikmalaya Provinsi Pertanian Pertambangan Industri Perdagangan Lainnya PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
10 5.3 Pertumbuhan Ekonomi Secara makro, laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat pada tahun 2006 mencapai 6,01 persen. Pertumbuhan tersebut mengalami percepatan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,62 persen. Sedangkan pertumbuhan perekonomian di kabupaten/kota mempunyai besaran dengan kisaran 2,42 sampai 7,83 persen. Tabel 5.4. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun Termasuk Migas (Persen) No Kabupaten/Kota *) 2006 **) (1) (2) (3) (4) (5) 1 Bogor 5,58 5,85 5,95 2 Sukabumi 3,96 4,35 3,92 3 Cianjur 3,97 3,82 3,34 4 Bandung 5,66 5,78 5,80 5 Garut 4,01 4,16 4,11 6 Tasikmalaya 3,52 3,83 4,01 7 Ciamis 4,36 4,58 3,84 8 Kuningan 3,98 3,95 3,99 9 Cirebon 4,67 5,06 5,11 10 Majalengka 4,09 4,47 4,18 11 Sumedang 4,31 4,52 4,17 12 Indramayu 4,65 (7,82) 2,42 13 Subang 7,26 6,91 3,36 14 Purwakarta 3,72 3,51 3,87 15 Karawang 7,03 6,36 5,99 16 Bekasi 6,08 6,00 6,00 17 Bandung Barat 5,48 4,94 5,14 18 Kota. Bogor 6,10 6,12 6,03 19 Kota. Sukabumi 5,77 5,95 6,23 20 Kota. Bandung 7,49 7,53 7,83 21 Kota. Cirebon 4,66 4,89 5,54 22 Kota. Bekasi 5,38 5,65 6,07 23 Kota Depok 6,50 6,96 6,65 24 Kota Cimahi 4,34 4,56 4,81 25 Kota Tasikmalaya 4,99 4,02 5,11 26 Kota Banjar 4,40 4,63 4,71 Jawa Barat 4,77 5,62 6,01 Keterangan : *) Angka perbaikan **) Angka sementara 60 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
11 Pada Tabel 5.4. yaitu LPE atas dasar harga konstan termasuk migas, terlihat bahwa LPE tahun 2006 terkecil ada di Kabupaten Indramayu yaitu sebesar 2,42 persen, dan LPE tertinggi ada di Kota Bandung (7,83 %). Namun demikian Laju perekonomian di Indramayu sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan migas. Apabila dicermati lebih jauh, laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Indramayu tanpa migas mampu tumbuh sebesar 5,10 persen. Tabel 5.5. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Tahun Tanpa Migas (Persen) No Kabupaten/Kota *) 2006 **) (1) (2) (5) (6) (7) 1 Bogor 5,58 5,85 5,95 2 Sukabumi 3,96 4,33 3,98 3 Cianjur 3,97 3,82 3,34 4 Bandung 5,68 5,81 5,82 5 Garut 4,01 4,16 4,11 6 Tasikmalaya 3,52 3,83 4,01 7 Ciamis 4,36 4,58 3,84 8 Kuningan 3,98 3,95 3,99 9 Cirebon 4,67 5,06 5,11 10 Majalengka 4,27 4,47 4,26 11 Sumedang 4,31 4,52 4,17 12 Indramayu 4,16 4,25 5,10 13 Subang 5,14 5,67 4,58 14 Purwakarta 3,72 3,51 3,87 15 Karawang 7,03 5,83 5,93 16 Bekasi 5,65 5,84 5,98 17 Bandung Barat 5,48 4,94 5,14 17 Kota. Bogor 6,10 6,12 6,03 18 Kota. Sukabumi 5,77 5,95 6,23 19 Kota. Bandung 7,49 7,53 7,83 20 Kota. Cirebon 4,66 4,89 5,54 21 Kota. Bekasi 5,38 5,65 6,07 22 Kota Depok 6,50 6,96 6,65 23 Kota Cimahi 4,34 4,56 4,81 24 Kota Tasikmalaya 4,99 4,02 5,11 25 Kota Banjar 4,40 4,63 4,71 Jawa Barat 5,08 6,25 6,30 Keterangan : *) Angka perbaikan **) Angka sementara PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
12 Berbeda halnya dengan kabupaten lainnya yang memiliki migas, apabila migas dikeluarkan ternyata tidak terlalu mempengaruhi terhadap LPE-nya. Hal ini terlihat dari LPE Bandung dengan migas sebesar 5,80 persen setelah dikeluarkan migasnya lajunya sebesar 5,82 persen. Hal ini disebabkan kontribusi migas yang tidak terlalu besar terhadap wilayah tersebut. Perbedaan LPE dengan migas dan tanpa migas dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan Tabel 5.5. Apabila angka LPE Jawa Barat dijadikan base line, maka tampak dua kelompok kabupaten/kota menurut besaran LPE nya. Kelompok pertama adalah 5 kota dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata (di atas angka Jawa Barat). Kelima kota tersebut adalah Bogor (6,03%), Sukabumi (6,23%),, Bandung (7,83%), Bekasi (6,07 %) dan Depok (6,65%). Sedangkan kelompok kedua yaitu 21 kabupaten/kota dengan pertumbuhan di bawah rata-rata. Tabel 5.6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa Barat Termasuk Migas Tahun 2006 Laju Pertumbuhan Ekonomi 1) Kabupaten/Kota (%) (1) (2) 3,00 3,00-3,99 4,00-4,99 5,00 5,99 6,00 Indramayu Keterangan : 1) atas dasar harga Konstan 2000 Sukabumi, Cianjur, Ciamis, Kuningan, Subang, Purwakarta Garut, Tasikmalaya, Majalengka, Sumedang, Kota Cimahi, Kota Banjar Bogor, Bandung, Cirebon, Karawang, Bandung Barat, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok 62 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
13 Pada Tabel 5.6. disajikan LPE kabupaten/kota di Jawa Barat yang dibagi menjadi lima kelompok. Kelompok pertama dengan LPE kurang dari 3 yaitu. Kabupaten Indramayu, kelompok kedua dengan LPE antara 3-3,99 terdapat 6 kabupaten/kota yaitu: Kabupaten Cianjur, Kabupaten Subang, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Kuningan. Sedangkan yang termasuk kelompok ketiga dengan LPE 4-4,99 persen, ada 6 kabupaten/kota diantaranya: Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kota Banjar dan Kota Cimahi. Kemudian yang termasuk kelompok empat ada 7 kabupaten/kota dengan batasan LPE 5,00 5,99 persen diantaranya adalah: Kabupaten Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cirebon, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Karawang. Selanjutnya yang terakhir adalah dengan LPE diatas 6 persen ada 1 kabupaten yaitu Bekasi dan 5 kota yaitu: Bogor, Bekasi, Sukabumi, Depok Dan Bandung PDRB Per Kapita PDRB per kapita merupakan rata-rata nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh setiap penduduk di suatu wilayah pada satu satuan waktu. Indikator PDRB per kapita ini sering digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Semakin besar PDRB per kapita, secara kasar menunjukkan semakin tingginya tingkat kemakmuran penduduk pada wilayah tersebut, sebaliknya semakin rendah PDRB per kapita berarti kemakmuran penduduknya semakin rendah. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
14 Tabel 5.7. Perbandingan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2000 dan 2006 Dengan Migas Tanpa Migas Kabupaten/ No Kota (Ribu (Ribu (Ribu (Ribu (%) (%) Rp.) Rp.) Rp.) Rp.) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 5.610, ,30 83, , ,30 83,63 2 Sukabumi 2.833, ,05 99, , ,69 99,63 3 Cianjur 2.911, ,07 101, , ,07 101,33 4 Bandung 5.216, ,62 94, , ,48 94,49 5 Garut 3.566, ,42 97, , ,42 97,29 6 Tasikmalaya 2.895, ,72 105, , ,72 105,88 7 Ciamis 3.236, ,57 116, , ,57 116,15 8 Kuningan 2.662, ,44 98, , ,44 98,99 9 Cirebon 2.602, ,81 106, , ,81 106,04 10 Majalengka 2.500, ,87 103, , ,61 103,61 11 Sumedang 3.818, ,46 100, , ,46 100,78 12 Indramayu 8.140, ,67 135, , ,39 118,12 13 Subang 3.275, ,66 132, , ,00 123,97 14 Purwakarta 6.889, ,86 78, , ,86 78,31 15 Karawang 5.896, ,88 168, , ,33 156,08 16 Bekasi , ,73 62, , ,63 59,84 17 Bandung Barat 3.836, ,44 96, , ,44 96,95 Kota : 17 Bogor 3.702, ,78 104, , ,78 104,12 18 Sukabumi 4.304, ,84 143, , ,84 143,69 19 Bandung 6.999, ,07 174, , ,07 174,20 20 Cirebon , ,13 92, , ,13 92,63 21 Bekasi 5.451, ,46 99, , ,46 99,57 22 Depok 3.051, ,95 110, , ,95 110,01 23 Cimahi 9.397, ,01 68, , ,01 68,79 24 Tasikmalaya 3.018, ,73 113, , ,73 113,24 25 Banjar 3.098, ,20 120, , ,20 120,85 Jawa Barat 5.484, ,84 113, , ,16 114,62 Keterangan : = Pertumbuhan 64 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
15 Dari Tabel 5.7 diperlihatkan perkembangan PDRB per kapita dengan migas dan tanpa migas di tiap kabupaten/kota pada tahun 2000 dan Dengan demikian, akan tergambarkan perbandingan kesejahteraan masyarakat antar kabupaten/kota baik dengan migas maupun tanpa migas. Namun perlu disadari bahwa proporsi nilai tambah migas yang dinikmati oleh masyarakat di wilayah yang bersangkutan sangatlah kecil. Secara makro, PDRB perkapita atas dasar harga berlaku dengan migas Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 113,85 persen yaitu dari Rp. 5,48 juta tahun 2000 menjadi Rp. 11,73 juta pada tahun Sedangkan PDRB perkapita tanpa migas atas dasar harga berlaku tumbuh sebesar 114,62 persen yaitu dari Rp. 5,18 juta tahun 2000 menjadi Rp. 11,11 juta pada tahun Apabila dicermati menurut kabupaten/kota di Jawa Barat, tampak bahwa Kabupaten Bekasi pada tahun 2006 menghasilkan PDRB perkapita terbesar yaitu sebesar Rp. 30,74 juta dengan pertumbuhan sebesar 62,72 persen dari tahun Sedangkan PDRB per kapita yang paling rendah terdapat di kabupaten Majalengka yaitu hanya Rp. 5,09 juta dengan pertumbuhan dari tahun 2000 sebesar 103,40 persen, diikuti Kabupaten Kuningan dan Cirebon masing-masing Rp. 5,30 juta dan Rp. 5,36 juta. Pertumbuhan pendapatan perkapita di kedua kabupaten tersebut masing-masing adalah 98,99 persen dan 106,04 persen. Pada Tabel 5.7 tersebut juga bisa diperhatikan bahwa PDRB perkapita Kabupaten Indramayu dengan migas mencapai Rp. 19,13 juta dengan pertumbuhan sebesar 135,06 % tahun 2006, namun apabila dikeluarkan migasnya menjadi Rp. 6,49 juta dengan pertumbuhan sebesar 118,12 %. Demikian pula dengan Kabupaten Subang, PDRB Perkapita dengan migas sebesar Rp. 7,63 juta menjadi Rp. 6,89 juta tanpa migas dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 132,92 % dan 123,97 %. Peningkatan PDRB perkapita di atas masih belum menggambarkan secara riil kenaikan daya beli masyarakat di kabupaten/kota tersebut secara umum. Hal ini disebabkan pada PDRB perkapita, yang dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
16 berlaku, masih terkandung faktor inflasi yang sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Untuk mengamati perkembangan daya beli masyarakat secara riil bisa digunakan PDRB per kapita yang dihitung atas dasar harga konstan. Dari penghitungan PDRB per kapita atas dasar harga konstan dengan migas, secara umum daya beli masyarakat di Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 16,30 persen. Sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita tanpa migas secara umum naik sebesar 19,03 persen. Peningkatan daya beli masyarakat tertinggi terjadi di Kota Bandung yaitu 45,28 persen, yang diikuti oleh Kabupaten Subang yang tumbuh sebesar 34,39 persen dari tahun 2000 sampai Namun demikian apabila migas dikeluarkan maka kabupaten Subang hanya mengalami peningkatan sebesar 27,20 persen. Sedangkan peningkatan daya beli masyarakat terendah terjadi di Kabupaten Indramayu yang hanya mengalami penurunan sebesar minus 6,99 persen. Namun apabila dihitung tanpa migas, daya beli masyarakat Indramayu naik sebesar 23,70 persen. Perbedaan PDRB perkapita atas dasar harga konstan 2000 dengan migas dan tanpa migas secara lengkap dapat dilihat pada Tabel PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
17 Tabel 5.8. Perbandingan PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2000 dan 2006 No Dengan Migas (Ribu Rp.) Tanpa Migas (Ribu Rp.) Kabupaten/ Kota (%) (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kabupaten : 1 Bogor 5.610, ,20 8, , ,20 8,83 2 Sukabumi 2.833, ,31 12, , ,08 12,48 3 Cianjur 2.911, ,67 13, , ,67 13,52 4 Bandung 5.216, ,41 16, , ,48 16,51 5 Garut 3.566, ,93 13, , ,93 13,34 6 Tasikmalaya 2.895, ,17 13, , ,17 13,50 7 Ciamis 3.236, ,49 20, , ,49 20,06 8 Kuningan 2.662, ,18 21, , ,18 21,41 9 Cirebon 2.602, ,40 20, , ,40 20,45 10 Majalengka 2.500, ,04 22, , ,55 22,39 11 Sumedang 3.818, ,98 16, , ,98 16,84 12 Indramayu 8.140, ,63 (6,99) 2.974, ,29 23,70 13 Subang 3.275, ,96 34, , ,61 27,20 14 Purwakarta 6.889, ,13 9, , ,13 9,65 15 Karawang 5.896, ,59 28, , ,11 21,91 16 Bekasi , ,62 7, , ,28 5,94 17 Bandung Barat 3.836, ,21 16, , ,21 16,42 Kota : 17 Bogor 3.702, ,59 21, , ,59 21,43 18 Sukabumi 4.304, ,63 28, , ,63 28,43 19 Bandung 6.999, ,09 45, , ,09 45,28 20 Cirebon , ,46 23, , ,46 23,75 21 Bekasi 5.451, ,17 8, , ,17 8,73 22 Depok 3.051, ,58 18, , ,58 18,64 23 Cimahi 9.397, ,09 10, , ,09 10,67 24 Tasikmalaya 3.018, ,30 19, , ,30 19,83 25 Banjar 3.098, ,11 19, , ,11 19,88 Jawa Barat 5.484, ,08 16, , ,96 19,03 Keterangan : = Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
18 Tabel 5.9. Pengelompokkan Kabupaten/Kota Berdasarkan Besaran PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 dan 2006 (Tanpa Migas) Kelompok Kabupaten/Kota PDRB Perkapita (Rp. Juta) (1) (2) (3) < = 2.99 Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, - Kuningan, Cirebon, Majalengka, Indramayu Garut, Ciamis, Sumedang, Subang, Majalengka Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Depok, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar Bogor, Bandung, Purwakarta, Karawang, Kota Bekasi Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Kuningan, Cirebon, Indramayu, Subang, Kota Depok, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar Kota Bandung Garut, Ciamis, Sumedang, Bandung Barat, Kota Bogor Kota Cimahi Bogor, Bandung, Kota Sukabumi, Kota Bekasi > = Bekasi, Kota Cirebon Purwakarta, Karawang, Bekasi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Cimahi 68 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
19 Pada Tabel 5.9 menunjukkan pengelompokkan PDRB per kapita berdasarkan beberapa level. Memasuki tahun 2006, terlihat bahwa seluruh kabupaten/kota berada di atas level Rp. 3 juta. Pergeseran level PDRB perkapita dari tahun 2000 ke tahun 2006 ke level yang lebih tinggi terjadi di seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2000 masih terdapat 7 kabupaten/kota yang memiliki PDRB perkapita di bawah Rp. 3 juta, terdapat 10 Kabupaten/kota yang memiliki PDRB Perkapita pada level Rp. 3 juta sampai Rp. 4,99 juta, pada level Rp. 5 6,99 juta terdapat lima kabupaten/kota. Sedangkan pada level Rp. 7 juta sampai Rp juta terdapat 2 kota, demikian juga yang pendapatan perkapitanya diatas Rp. 11 juta ada dua kota. Memasuki tahun 2006, tampak bahwa level PDRB perkapita semua kabupaten/kota di atas Rp. 5 juta, kecuali Kabupaten Majalengka masih dibawah Rp. 5 juta. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan yang cukup baik dibandingkan dengan tahun 2000 dimana hanya terdapat 9 kabupaten/kota saja yang mempunyai pendapatan perkapita pada level diatas 5 juta Perbandingan LPE dan PDRB per Kapita Kinerja pembangunan masing-masing daerah dilihat dari aspek ekonomi dapat dilakukan dengan membandingkan posisi suatu kabupaten/kota terhadap Provinsi Jawa Barat. Di samping itu dengan mengetahui posisinya dapat pula dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Dengan demikian diharapkan suatu kabupaten/kota dapat mengevaluasi serta menggali potensi SDA dan SDM yang dimilikinya agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi sampai pada tingkat yang optimum. Di samping itu, untuk memudahkan dalam melihat posisi kabupaten/kota terhadap provinsi Jawa Barat, PDRB disajikan dalam bentuk tabel kuadran yang merupakan plot LPE dan PDRB per kapita. Tabel tersebut terdiri dari 4 kuadran, PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
20 setiap kuadran dipisahkan oleh garis vertikal yang merupakan angka LPE Jawa Barat dan garis horisontal yang menunjukan besarnya PDRB per kapita Provinsi. No. Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Di Jawa Barat Tahun 2006 Kabupaten/ Kota LPE (%) Dengan Migas PDRB Per Kapita (Ribu) LPE (%) Tanpa Migas PDRB Per kapita (Ribu) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Kabupaten: 1. Bogor 5, ,30 5, ,30 2. Sukabumi 3, ,05 3, ,69 3. Cianjur 3, ,07 3, ,07 4. Bandung 5, ,62 5, ,48 5. Garut 4, ,42 4, ,42 6. Tasikmalaya 4, ,72 4, ,72 7. Ciamis 3, ,57 3, ,57 8. Kuningan 3, ,44 3, ,44 9. Cirebon 5, ,81 5, , Majalengka 4, ,87 4, , Sumedang 4, ,46 4, , Indramayu 2, ,67 5, , Subang 3, ,66 4, , Purwakarta 3, ,86 3, , Karawang 5, ,88 5, , Bekasi 6, ,73 5, , Bandung Barat 5, ,44 5, ,44 Kota: 17. Bogor 6, ,78 6, , Sukabumi 6, ,84 6, , Bandung 7, ,07 7, , Cirebon 5, ,13 5, , Bekasi 6, ,46 6, , Depok 6, ,95 6, , Cimahi 4, ,01 4, , Tasikmalaya 5, ,73 5, , Banjar 4, ,20 4, ,20 Jawa Barat 6, ,84 6, ,16 70 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
21 Kuadran (daerah) I mengandung arti bahwa kabupaten/kota yang berada di daerah ini memiliki LPE yang lebih tinggi dan PDRB per kapita lebih besar dari angka Provinsi. Bila diasumsikan terdapat pemerataan pendapatan, maka masyarakat di kabupaten/kota yang berada di kuadran ini relatif paling sejahtera dibandingkan yang berada pada kuadran lainnya. Kuadran II menunjukkan kabupaten/ kota yang memiliki PDRB per kapita lebih besar, namun LPE-nya lebih rendah dibandingkan dengan angka provinsi. Masyarakat kabupaten/kota pada kuadran II relatif lebih sejahtera, namun pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata kabupaten/kota lainnya. Kuadran yang menunjukkan keterbelakangan pertumbuhan ekonomi juga rendahnya tingkat kesejahteraan penduduknya dibandingkan daerah lainnya di Jawa Barat adalah Kuadran III. Kuadran yang terakhir (IV) ditempati oleh kabupaten/kota yang tingkat kesejahteraan penduduknya lebih rendah dibandingkan angka Provinsi, namun memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih pesat. Hasil plot posisi kabupaten/ kota secara lengkap dapat dilihat pada tabel 5.11 dan 5.12 yang menggambarkan perbandingan LPE dan PDRB per kapita kabupaten/kota baik dengan memasukkan pengaruh minyak dan gas bumi maupun mereduksi pengaruh minyak dan gas bumi. Dari tabel 5.11 terlihat bahwa dengan memperhitungkan nilai tambah minyak dan gas bumi, hanya terdapat 1 kota yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita di atas Jawa Barat (berada pada kuadran I) yaitu Kota Bandung. Posisi pada kuadran I tersebut merupakan posisi ideal, sebab kondisi ini menggambarkan bahwa kinerja perekonomian dan kemakmuran masyarakat di tiap kabupaten/kota yang bersangkutan relatif lebih makmur dibandingkan kabupaten/kota lainnya secara makro. PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
22 Tabel Plot LPE dan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2006 (Dengan Migas) II Bekasi, Karawang, Cirebon, Kota Cimahi, Purwakarta, Indramayu L P E Kota Bandung I III Bogor, Bandung, Bandung Barat, Kota Tasikmalaya, Cirebon, Kota Banjar, Majalengka, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Sukabumi, Ciamis, Subang dan Cianjur PDRB Per Kapita Jawa Barat = Rp. 11,73 Juta J a b a r 6,01 % IV Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Depok Selanjutnya pada kuadran II terdapat 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Indramayu, Purwakarta, Kota Cimahi, Cirebon, Karawang dan Bekasi. Posisi pada kuadran ini menggambarkan tingkat kemakmuran yang sudah berada di atas rata-rata namun kinerja perekonomian pada tahun 2006 yang relatif rendah. Sebaliknya, kondisi pada kuadran III menunjukkan tingkat kemakmuran dan kinerja ekonomi yang relatif rendah dibandingkan umumnya kabupaten/ kota. Daerah-daerah yang berada pada kuadran III pada tahun ini terdiri dari 15 kabupaten/kota yaitu: Bogor, Bandung, Bandung Barat, Kota Tasikmalaya, Cirebon, Kota Banjar, Majalengka, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Sukabumi, Ciamis, Subang dan Cianjur. 72 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
23 Tabel Plot LPE dan PDRB Per Kapita Kabupaten/Kota Tahun 2006 (Tanpa Migas) II Purwakarta, Karawang, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Bekasi L P Kota Bandung III PDRB Per Kapita Jawa Barat = Rp. 11,11 juta Kota Sukabumi, Kota Bekasi, Kota Bogor, Bogor, Bandung, Bandung Barat, Kota Tasikmalaya, Cirebon, Indramayu, Kota Banjar, Subang, Majalengka, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Sukabumi, Ciamis dan Cianjur E J a b a r 6,30 % Kota Depok I IV Seperti yang telah dibahas sebelumnya untuk melihat perbandingan kemakmuran masyarakat di tiap kabupaten/kota secara riil maka pengaruh migas haruslah dikeluarkan pada penghitungan PDRB per kapita. Dengan mengeluarkan pengaruh minyak dan gas bumi, ternyata cukup berpengaruh terhadap posisi ploting kabupaten/kota terutama pada tiga kabupaten yang mengalami pergeseran, yaitu Indramayu (dari kuadran II ke III). PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
24 Peta Plot LPE dan PDRB Perkapita Kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 (Dengan Migas) BEKASI KOTA BEKASI KARAWANG KOTA DEPOK KOTA BOGOR BOGOR KOTA SUKABUMI SUKABUMI PURWAKARTA BANDUNG SUBANG SUMEDANG KOTA CIMAHI BANDUNG BARAT KOTA BANDUNG INDRAMAYU MAJALENGKA CIREBON KOTA CIREBON KUNINGAN CIANJUR KOTA TASIKMALAYA KOTA BANJAR Kuadran GARUT TASIKMALAYA CIAMIS 74 PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
25 Peta Plot LPE dan PDRB Perkapita Kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2006 (Tanpa Migas) BEKASI KOTA BEKASI KARAWANG KOTA DEPOK KOTA BOGOR BOGOR KOTA SUKABUMI SUKABUMI PURWAKARTA BANDUNG SUBANG SUMEDANG KOTA CIMAHI BANDUNG BARAT KOTA BANDUNG INDRAMAYU MAJALENGKA CIREBON KOTA CIREBON KUNINGAN CIANJUR KOTA TASIKMALAYA KOTA BANJAR GARUT TASIKMALAYA CIAMIS Kuadran PDRB Kabupaten/Kota Di Jawa Barat
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah
5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang
56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Lebih terperinciDIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014
TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN LITERATUR
9 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menurut Profesor Simon Kuznets adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang diinginkan dapat
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Lebih terperinciBAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013
BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang
Lebih terperinciDATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017
DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 06/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA
Lebih terperinciPROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011
No. 44/10/31/Th. XIV, 1 Oktober 2012 PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011 Laju pertumbuhan ekonomi yang diukur dari PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan total PDRB Kabupaten/Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu pendorong yang signifikan pada pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di dunia terutama di Asia Timur dan Tenggara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan
Lebih terperinciTIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1)
EKO-REGIONAL, Vol.3, No.1, Maret 2008 TIPOLOGI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI WILAYAH JAWA BAGIAN BARAT Oleh: Endang Setiasih 1) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman ABSTRACT Economic potency
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015
BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 38/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus
Lebih terperinciBAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH
BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007
BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Lebih terperinciPRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Potensi ekonomi merupakan sesuatu yang dimiliki daerah yang layak untuk dikembangkan. Dengan potensi ekonomi yang dimiliki suatu daerah, rakyat dapat merasakan
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013
No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 No. 64/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Agustus 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Lebih terperinciTIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 15/02/32/Th.XVII, 16 Februari 2014 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan
Lebih terperinciJumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun
Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 21/4/32/Th XIX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut
Lebih terperinciSumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor penting yang bisa menunjang pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan mempercepat
Lebih terperinci4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT
4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT 4.1 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografi Aspek-aspek geografis yang meliputi posisi, susunan keruangan dan lokasi sangat menentukan langkah-langkah
Lebih terperinciV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciAnalisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /
BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau
Lebih terperinciPENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT Dewi Shofi Mulyati, Iyan Bachtiar, dan Yanti Sri Rezeki * Abstrak Pentingnya
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT
ANALISIS KONTRIBUSI DAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA DI JAWA BARAT Asep Yusup Hanapia 1, Aso Sukarso, Chandra Budhi L.S Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi ABSTRACT The
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penghitungan Indeks Williamson Untuk melihat ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat digunakan alat analisis Indeks Williamson.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)
UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 214 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4 PERADILAN
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya
Lebih terperinciBAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA
BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA 5.1. PEREKONOMIAN MASING-MASING KABUPATEN/KOTA. Nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu daerah selama satu tahun sangat dipengaruhi
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) yang didapatkan dari perhitungan setiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahu 2015 dibawah ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan pemanfaatan segala potensi yang ada di masingmasing daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga pelaksanaannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA
BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas
Lebih terperinciANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H
ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H14102047 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN VINA
Lebih terperinciPROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT
1 PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108o48 Bujur Timur, dengan batas
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)
UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 PROP. JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 dan puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat mendelegasikan sebagian wewenang dalam hal pengelolaan
Lebih terperinciPerkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia
Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).
KATA PENGANTAR Kegiatan SL-PTT merupakan fokus utama program yang dilaksanakan dalam upaya mendorong terjadinya peningkatan produktivitas padi. Kegiatan ini dilaksanakan secara serempak secara nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sektor perekonomian yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah pada saat ini adalah sektor perindustrian. Untuk dapat meningkatkan sektor perindustrian
Lebih terperinciTabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)
3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1
Lebih terperinciditerangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin pesat. Hal ini dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan
Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung
Lebih terperinciMODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER
LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 30 Tahun 2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH
Lebih terperinciBAB VI PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB VI PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 6.1. Kewilayahan Kabupaten Tasikmalaya Dalam kehidupan berbangsan dan bernegara keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan dan sebagainya)
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT
EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT Disampaikan oleh : Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pemantauan
Lebih terperinciBab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan
122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013
No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan masyarakat berahlak mulia,
Lebih terperinciDaftar Populasi dan Sampel Penelitian
Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel 1 2 1 Bogor Sampel 1 2 Sukabumi Sampel 2 3 Cianjur Sampel 3 4 Bandung Sampel 4 5 Garut Sampel 5 6 Tasikmalaya Sampel 6
Lebih terperinci1. COOPERATIVE FAIR KE-1
Cooperative Fair Adalah Agenda Tahunan Dinas Koperasi Dan Umkm Provinsi Jawa Barat Yang Telah Dilaksanakan Sejak Tahun 2004 Dan Pada Tahun 2014 Ini Adalah Penyelenggaraan Yang Ke-11. Cooperative Fair Merupakan
Lebih terperinciSISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA
SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi
Lebih terperinciDraft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,
Draft 18/02/2014 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN UNTUK KEGIATAN FASILITASI DAN IMPLEMENTASI GREEN PROVINCE
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013
BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan, kewenangan tersebut diberikan secara profesional
Lebih terperinciSistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat
Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) dan Satu Data Pembangunan Jawa Barat Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Pada acara Workshop Aplikasi Sistem Informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012
BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk
Lebih terperinciBAB VII PEMBAHASAN. guna membiayai pembangunan pada suatu negara. Pajak merupakan salah satu
BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Pajak Tanah Kewajiban pembayaran pajak merupakan perwujudan partisipasi masyarakat guna membiayai pembangunan pada suatu negara. Pajak merupakan salah satu sumber terbesar dari pemasukan
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50
5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a,
KATA PENGANTAR Kondisi perekonomian makro memberikan gambaran mengenai daya saing dan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Gambaran ekonomi makro dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional
Lebih terperinciPEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM
PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan
Lebih terperinciPERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015
BPS KABUPATEN SERDANG BEDAGAI No. 01/10/1218/Th.VII, 10 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Serdang Bedagai tahun 2015 yang diukur berdasarkan kenaikan Produk
Lebih terperinci