HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Kemitraan Pabrik Gula dengan Petani Kemitraan dapat dikatakan hubungan suatu teman kerja, pasangan kerja ataupun teman usaha. Kemitraan dalam hal ini dapat dibentuk oleh pihak pabrik gula dan petani tebu. Pabrik gula sebagai pengelola teknologi produksi gula dari bahan baku tebu sedangkan petani tebu sebagai pengelola budidaya tanaman tebu mulai dari pembibitan sampai pemanenan. Tujuan dari kemitraan itu sendiri ialah menghilangkan sekat antara petani dengan pabrik gula sehingga hubungan kerjasamanya lebih transparan dengan prinsip saling membutuhkan, meningkatkan pelayanan petani berupa pemberian insentif mutu tebu bagi petani yang kualitas tebunya memenuhi kriteria MBS (Manis Bersih Segar), serta memberikan pelayanan secara profesional terhadap seluruh petani binaan berupa saprodi dan jasa (bantuan kredit dan pembinaan). Bentuk kerja sama yang diberikan PG Madukismo kepada para petani tebu dibagi kedalam tiga kelompok kerja sama yaitu Tebu Rakyat Mandiri (TRM), Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha (KSU) dan Kerja Sama Kemitraan. Tebu rakyat mandiri Tebu berasal dari petani, para petani secara perorangan menggilingkan tebunya dengan sistem bagi hasil dimana petani mendapatkan 70% gula yang dihasilkan dari tebu mereka dan 30% gula untuk PG Madukismo. Selain itu petani juga mendapatkan hak atas tetes gula. Pabrik Gula menyediakan pinjaman biaya garap & saprodi apabila dibutuhkan petani. Tebu rakyat kerjasama usaha Bentuk kemitraan ini dikhususkan untuk lahan sawah berpengairan teknis. Petani secara berkelompok menanam tebu dengan fasilitas kredit ketahanan pangan tebu rakyat (KKPTR) atau bisa juga dikoordinasi melalui KUD. Petani memperoleh jaminan pendapatan minimal petani (JPMP) agar petani tidak

2 51 mendapatkan kerugian dalam menanam tebu. Pada kemitraan KSU petani memperoleh SHU (Sisa Hasil Usaha). Tebu rakyat kemitraan Sistem pembagian hasil pada klasifikasi tebu ini hampir sama dengan Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha yaitu petani mendapatkan jaminan pendapatan minimal petani (JPMP) tetapi jika pada sistem Tebu Rakyat Kerja Sama Usaha petani mengerjakan tebunya sendiri sedangkan pada tebu rakyat kemitraan dari pihak PG ikut turut serta dalam penanaman tebu sebagai pembimbing teknis. Selain itu, kelebihan produksi kristal dari sasaran sebesar 20 % dikembalikan ke petani (Sasaran untuk lahan tegal sebesar 60 ku/ha dan lahan sawah sebesar 80 ku/ha). Keuntungan bagi petani dalam membentuk kemitraan dengan PG Madukismo adalah sebagai berikut : 1. Kemudahan dalam memperoleh sarana produksi - Pinjaman Alat-alat Mekanisasi (Traktor & Hand Traktor) - Jaminan Bibit dari PG. Madukismo - Jatah pupuk bersubsidi langsung diperoleh dari KPTR 2. Kemudahan dalam memperoleh Permodalan - Pinjaman Biaya Garap dari PG. Madukismo - Dana Penguatan Modal Usaha Kelompok (Dana Akselerasi) - Dana Kredit Ketahanan Pangan & Energi (KKP-E) 3. Kelembagaan yang baik dan kuat - Pembinaan dan pengarahan intensif dari Dinas Perkebunan dan PG. Madukismo - Adanya wadah petani melalui APTRI & KPTR Manajemen Tebang dan Angkut Tebang angkut yang baik dan benar mengikuti pada manajemen tebang angkut yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Banyak permasalahan yang terjadi baik dalam hal teknis maupun non teknis di dalam ruang lingkup tebang angkut. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan mengikuti

3 52 manajemen tebang angkut yang ada di pabrik gula tersebut. Berikut adalah permasalahan yang biasa terjadi dalam aspek tebang angkut tebu di PG Madukismo. Permasalahan tebang dan angkut Tebang angkut merupakan salah satu kegiatan akhir dalam teknik budidaya tanaman tebu. Pelaksanaan tebang angkut harus mendapat perhatian secara cermat. Resiko kehilangan produksi gula karena tebang angkut sangat besar, baik dari aspek kuantitas seperti pasokan bahan baku tebu dan tebu tertinggal atau terbuang, maupun aspek kualitas seperti pengurangan kandungan dan mutu gula. Kegiatan tebang angkut tidak selamanya berjalan dengan baik dan sesuai prosedur. Ada beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pelaksanaan. Beberapa permasalahan tebang angkut di PG Madukismo ialah sebagai berikut. a. Cara pemanenan Cara pemanenan yang salah atau tidak sesuai dengan kriteria teknis pemanenan misalnya, akan menimbulkan kerugian cukup besar. Sebagai contoh, kesalahan dalam menentukan saat panen, atau teknis pola tebang yang tidak didasarkan pada kemasakan, sebaran lokasi dan pembatasan fron tebang akan berdampak pada hasil yang lebih sedikit maupun kualitas yang kurang baik. Masalah yang umum timbul dalam tebang angkut antara lain adalah penentuan gilir/pola tebang. Hal ini karena pada saat tanam belum sepenuhnya dapat diatur sesuai dengan umur tebu dan masa gilir, saat kemasakan optimum tebu jatuh hampir pada masa yang bersamaan sehingga penebangan harus diatur secara bergilir. Dengan demikian sebagian tebu terpaksa digiling lebih awal atau lebih lambat. b. Sebagian besar lahan milik tebu rakyat PG Madukismo adalah pabrik gula yang sebagian besar lahannya merupakan lahan tebu rakyat. Sehingga dalam mengolah tebu petani rakyat dengan teknis pola tebang ini sulit karena pola tebang lebih banyak ditentukan oleh hasil kompromi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya perebutan gilir

4 53 tebang. Dalam prakteknya tebang diselenggarakan berdasarkan jatah terhadap kelompok tani. Faktor ini menjadi kendala utama untuk menghasilkan tebu giling bermutu tinggi. c. Lokasi dan kondisi kebun tebu Faktor lain yang merupakan kendala teknis dalam kegiatan tebang angkut yang optimal adalah lokasi kebun tebu yang semakin terpencar jauh dari pabrik gula dengan kondisi jalan yang buruk, sehingga waktu tunggu antara tebang dan giling menjadi lama, umumnya melebihi 24 jam. Hal ini menyebabkan tingkat kadar gula dalam tebu sulit dipertahankan. Untuk itu haruslah diupayakan agar tebu yang dipanen telah sampai di pabrik dalam waktu kurang dari 24 jam. Tebu yang terlalu lama ditimbun di kebun ataupun di pabrik kadar gula di dalam batangnya sebagian akan hilang karena terjadi penguapan sehingga rendemen turun (Barus, 2005). Rendemen gula dapat turun 35% dari saat tebang sampai akhir pengolahan gula. Kehilangan terbesar biasanya terjadi pada saat tebang sampai tebu siap untuk digiling sehingga tebu menjadi rusak. Rusaknya tebu juga menyebabkan tebu sukar diolah menjadi gula. d. SDM (Sumber Daya Manusia) Sumber daya manusia sering kali menjadi permasalahan dalam tebang angkut. Beberapa permasalahan yang biasa terjadi misalnya saja tenaga tebangnya baik dalam jumlah tenaga tebangnya maupun kinerja dari pihak-pihak yang terkait tebang angkut. Jumlah tenaga tebang. Tenaga tebang dibagi menjadi dua yaitu tenaga tebang drop (impor daerah) dan tenaga tebang lokal. Tenaga tebang drop adalah tenaga tebang yang di ambil dari daerah lain sehingga tenaga menginap di wilayah penebangan. Tenaga tebang lokal adalah tenaga tebang dari daerah sekitar sehingga si penebang bisa pulang pergi. Perbedaan lainnya di antara kedua tenaga tebang tersebut adalah dalam sistem pembayarannya. Tenaga lokal hanya di beri uang makan 50% besarnya dari tenaga tebang drop. Tenaga tebang drop sekitar 90% lebih dominan dibandingkan dengan tenaga tebang lokal. Hal yang

5 54 menjadikan sebuah permasalahannya terletak pada mayoritasnya tenaga tebang drop yang tidak stabil jumlahnya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : - Panen raya di daerah asal tenaga tebang (komoditas lain). Tenaga tebang lebih condong melakukan panen terhadap komoditas lain yang lebih menguntungkan. - Adanya pekerjaan lawah persawahan di daerah asal tenaga. - Perayaan budaya di daerah asal ; Bulan Dzulhijah, bulan Rasullan - Biaya tinggi bagi penyediaan tenaga tebang drop (transport tenaga, biaya penginaan, uang makan, sarana/fasilitas). Permasalahan yang terjadi pada tenaga tebang lokal adalah : - Sering pamit/ meminta izin dalam rangka kegiatan sosial masyarakat misalnya orang meninggal. Kinerja pihak-pihak terkait tebang dan angkut. Seorang tenaga tebang sering kali melakukan kesalahan pada saat penebangan. Mereka menebang tidak sesuai ketentuan TMT (tebang mepet tanah) minimal 3 cm di atas permukaan tanah. Hal ini karena kebiasaan tenaga tebang yang menebang tebu secara sekaligus 3-4 batang dalam sekali tebas. Di sisi lain seorang mandor dan asistennya terkadang kurang mengawasi kinerja para tenaga tebang. Beberapa pihak karyawan dari bagian lain pun ikut berperan penting misalnya dari bagian pabrikasi yang menginformasikan kekurangan atau kelebihan tebu yang disalurkan ke pabrik yang harus disesuaikan dengan kapasitas pabriknya. Pola giling dan pola tebang harus benar-benar disesuaikan agar tidak terjadi kesalahan dan kehilangan hasil yang lebih besar yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian bagi pabrik tersebut. e. Serangan hama uret Kesehatan tanaman menentukan pertumbuhan tanaman. Tanaman tebu yang terinfeksi organisme pengganggu dapat berupa hama, penyakit dan gulma dapat dipastikan tidak akan tumbuh normal. Salah satu hama yang menyebabkan kerugian cukup besar pada sentra pertanaman tebu adalah uret (Lepidiota stigma), hama ini menyerang akar dan pangkal tanaman tebu. L. stigma menimbulkan kerusakan pada saat stadia larva, sedangkan stadia kumbang tidak menimbulkan

6 55 kerusakan pada tebu, karena kebutuhan makanannya hanya untuk memasuki masa perkawinan dan peletakan telur. Usaha pengendalian yang dilakukan oleh petani untuk mengendalikan serangan uret selama ini dilakukan secara manual apabila serangan tidak terlalu parah namun apabila serangan sudah sangat parah maka para petani yang diarahkan oleh mandor atau asisten kebun biasanya lebih disesuaikan dengan pola tanam tebu diiringi dengan fase pertumbuhan uret tersebut. Cara tersebut dilakukan untuk mengurangi kegagalan saat panen tebu. f. Curah hujan Curah hujan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kehilangan hasil tebu pada saat panen. Tingginya curah hujan yang masih terjadi saat musim panen raya tebu saat ini mengakibatkan rendemen atau kadar gula pada tebu menurun. Hujan berkepanjangan tidak hanya menyebabkan kemasakan tebu tertunda tetapi juga memengaruhi ketidaklancaran kegiatan tebang angkut tebu dari kebun ke pabrik gula. Pada saat hujan deras dapat menyulitkan alat transportasi untuk masuk ke lahan tebu karena lahan tergenang air sehingga tebu yang sudah ditebang sering kali tidak terangkut. Curah hujan dengan intensitas tinggi ini berpengaruh pada produksi gula. Tebu yang semestinya sudah masuk masa panen terpaksa ditunda untuk ditebang. Hal ini berakibat pada rendahnya rendemen. Solusi permasalahan tebang dan angkut Solusi tepat yang harus dilakukan adalah mengikuti manajemen tebang angkut yang benar sesuai dengan standar-standar yang sudah menjadi ketetapan. Manajemen Tebang dan Angkut menjadi hal yang penting dan perlu diperhatikan untuk mendapatkan tingkat produktivitas tebu yang tinggi. Hal-hal yang termasuk ke dalam tebang angkut ialah pengaturan jadwal tebang, penebangan, dan pengangkutan sampai di pabrik gula. Berdasarkan ketiga bagian dalam kegiatan tebang angkut ini diterapkan manajemen tebang angkut yang baik dan benar.

7 56 a. Pengaturan jadwal tebang Tebu yang sudah masak tidak langsung begitu saja dapat di tebang dan di bawa ke pabrik. Penebangan yang dilakukan harus ada aturannya agar tidak terlalu banyak di tebang dan dapat disesuaikan juga dengan kapasitas pabriknya. Pengaturan jadwal tebang yang diterapkan oleh PG Madukismo adalah perhitungan T-Score. Pada Tabel 10 disajikan perhitungan nilai tebang di PG Madukismo. Tabel 10. Asumsi perhitungan skor tebang Variabel Bobot Penjelasan Kriteria Nilai 1. Keterangan Bongkar ratoon, serangan hama dll 40% ada keterangan 10 tdk ada keterangan 5 2. Masa Tanam 25% Masa Tanam: Faktor Kemasakan 25% < >70 4 tdk ada keterangan 1 4. Varietas 10% Masak awal 10 Masak Tengah 7 Masak lambat 4 Campur 3 Sumber : Bina sarana tani (BST) PG Madukismo, Bantul (2012) Suatu kebun di tebang dengan beberapa syarat, yaitu keterangan bongkar ratoon, serangan hama, masa tanam, faktor kemasakan, dan varietas tebu yang ditanam seperti yang ditunjukkan pada tabel 10 di atas. Sebagai contoh dalam

8 57 menanggapi serangan hama uret di wilayah Purworejo yang tingkat serangannya tinggi maka kebun tersebut mendapat skor tebang 10 yang artinya harus segera ditebang. Skor tebang diberi angka 1 10 dimana semakin tinggi angka yang diberikan menunjukkan kebun tersebut harus didahulukan penebangannya. Penebangan dapat dilakukan apabila telah memenuhi standar tebu MBS (Manis, Bersih, Segar). Tebu dikatakan masak apabila rendemen bagian bawah dan atas hampir sama atau angka FK mendekati angka 25. Kemasakan dipengaruhi oleh sifat genetik varietas yang ditanam,umur tebu pada saat ditebang dan kondisi iklim/cuaca saat panen. Tebu yang segar berarti masa tunggu sejak tebu ditebang sampai digiling paling lambat 24 Jam. Tebu segera diangkut ke PG dan digiling sesuai dengan urutan tebu masuk. Tebu dikatakan bersih berarti terbebas dari kotoran bukan tebu berupa sogolan, pucukan, akar, tanah dan daduk. Hal lain yang merupakan standar penebangan yaitu kebun sudah diklentek bersih. Standarnya pengklentekan dilakukan sebanyak tiga kali kebanyakan pengklentekan yang dilakukan di PG Madukismo hanya sekali. Hal ini dikarenakan sifat malas dan curang dari seorang mandor dengan menimbun biaya yang seharusnya digunakan untuk pengklentekan. Menanggapi permasalahan tersebut perlu adanya upaya pengawasan oleh pihak yang tanggung jawabnya lebih tinggi seperti sinder atau tim pengawas tebu MBS agar mandor tidak berlaku curang. Menurut Sutaryanto (2009) tebang angkut dengan mutu tebu yang MBS (Manis, Bersih, Segar) dilakukan dengan cara penjadwalan kebun ditebang berdasarkan analisis kemasakan yaitu FK (Faktor Kemasakan), KP (Koefisien Peningkatan), KDT (Koefisien Daya Tahan), pemenuhan bahan baku tebu sesuai kapasitas giling harian dan total. Pengendalian sisa tebu pagi di emplasemen 0-10% kapasitas giling. Pada periode awal ditetapkan brix minimal nira tebu yang ditebang lebih dari sama dengan 17%. Apabila dilihat dari kapasitas pabrik di PG Madukismo sebesar 35,000 ku/hari maka 10% nya sisa tebu pagi yaitu 3,500 ku merupakan batas maksimal jumlah sisa tebu pagi. Wilayah kerja PG Madukismo sendiri rata-rata sisa tebu paginya 30%/hari yaitu 10,500 ku/hari. Hal ini dikarenakan jumlah pemasukan tebu yang terlalu banyak dan untuk

9 58 mengantisipasi kelebihan sisa tebu pagi maka penentuan pola tebang dan pola giling harus disesuaikan dengan kapasitas pabriknya. b. Penyiapan tenaga tebang dan truk Kapasitas giling pabrik di PG Madukismo adalah ku/hari dengan jumlah taksasi rata-rata sekitar 800 ku/ha maka dalam satu hari dilakukan penebangan seluas ha. Tenaga tebang yang dibutuhkan untuk menebang sejumlah luasan tersebut terdiri dari 3,500 orang. Upah seorang tenaga tebang dalam satu hari tebangnya sebesar Rp. 40,000. Truk merupakan kendaraan transportasi yang digunakan untuk mengangkut tebu ke pabrik. Truk yang dibutuhkan untuk mengangkut tebu dalam sehari yaitu sebanyak 583 truk. Truk tersebut diperoleh dari kontrak/pinjaman, bukan milik pabrik. Satu unit truk pinjaman dihargakan Rp. 2,500,000. Seorang supir truk mendapatkan upah sebesar Rp. 40,000/hari. Urutan kegiatan di pabrik gula ini yaitu pada bulan Maret melakukan kontrak atau pinjaman truk dan pembayaran uang muka sekaligus pembayaran upah tenaga kerja tahap 2 yang dilaksanakan pada bulan April. Sebelum melakukan penebangan, pihak PG Madukismo melakukan pembekalan berupa sosialisasi mutu tebangan dan training tentang tebangan tebu MBS kepada mandor dan tenaga tebang yang dikenal dengan sebutan acara Santiaji. Hasil dari penentuan pola tebang dan pola giling diperoleh jatah tebang harian dimana masing-masing sinder, mandor, dan tenaga tebang mendapatkan jatah tebang tersebut. Kebanyakan tenaga tebang diambil dari luar daerah atau dinamakan tenaga tebang drop sedangkan upah untuk tenaga tebang drop lebih besar dan untuk mengurangi pengeluaran, pihak pabrik merekruit tenaga tebang lokal lebih banyak. c. Pelaksanaan tebang dan angkut Pada pelaksanaan tebang angkut diusahakan tebangan dongkel atau paling tidak dibawah pangkal tebu yang tertutup tanah ada yang ikut digilingkan karena pada bagian tersebut kandungan sukrosanya lebih banyak. Standar tebang yang diterapkan di PG Madukismo adalah tebang mepet tanah (TMT) dengan sisa tebu

10 59 tertinggal di lahan maksimal 3 cm. Pengawasan mutu kebersihan tebangan harus diperhatikan agar tebu yang digiling memperoleh hasil rendemen yang tinggi. Sebagai bahan evaluasi, setiap hari dilakukan rapat tebangan untuk menghitung rencana masuk, rencana giling, dan rencana tebang (lalu, har ini, dan besok)tebu diangkut oleh truk dan di bawa ke pabrik lalu supir truk menyerahkan SPTA (Surat Perintah Tebang Angkut) pada saat akan masuk antrian. SPTA tersebut diperoleh dari petugas administrasi tebang angkut yang diberikan kepada mandor untuk dibawa oleh supir truk. Tebu yang masuk ke gilingan disesuaikan dengan urutan antrian. Tebu pertama masuk di pos satu yaitu pos pemeriksaan. Pada pos ini dilakukan pemeriksaan kualitas tebu manis, bersih, dan segar (MBS). Verifikasi identifikasi kelengkapan SPTA dilakukan juga di pos ini lalu tebu di timbang (timbangan bruto). Selanjutnya tebu masuk pos dua yaitu pos bongkaran. Sama hal nya dengan pos satu, di pos ini juga dilakukan pemeriksaan MBS dan tebangan lalu diperoleh hasil laporan pengecekan yang dijadikan dasar premi upah tebang. Sistem bongkar yang dilakukan di PG Madukismo adalah sistem Indirect Feeding dan Direct Feeding (dilaksanakan di meja tebu). Sistem Indirect Feeding ini yaitu sistem pengangkutan tebu yang dipindahkan dari truk ke lori lalu di bawa ke implacement untuk masuk ke meja giling. Sistem Direct Feeding yaitu pembongkaran yang dilakukan langsung dari truk ke meja giling tebu. Setelah tebu di bongkar di meja tebu maka truk di timbang tara untuk mengetahui berapa bobot tebu tersebut. Jadi truk kembali membawa hasil timbangan yang dijadikan dasar hasil pembayaran SHU (Sisa Hasil Usaha) petani, tenaga tebang dan lainnya. Sistem Indirect Feeding dilakukan pada siang hari sedangkan sistem Direct Feeding dilakukan pada malam hari. Alur tebang angkut tebu dari lahan ke pabrik adalah sebagai berikut :

11 60 Taksasi Giling Tebu Penentuan Skor Tebang - Bongkar ratoon, serangan hama - Masa tanam - Faktor Tebu Masuk Pabrik Persiapan Tenaga Tebang dan Truk Tebang Angkut Gambar 17. Alur tebang angkut tebu Sumber Daya Manusia (SDM) Baik atau buruknya teknik budidaya, prosesing di dalam pabrik, maupun pemasarannya semuanya bergantung pada kualitas sumber daya manusia PG Madukismo. Tenaga kerja adalah faktor penting dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Karyawan PG Madukismo di tantang membangunkan sikap yang disiplin dan sosialis dalam menjalankan tugasnya serta memiliki rasa yang kuat atas visi dan misi perusahaan yang sama dan satu tujuan. Sehingga kaitan antara kinerja dan Produktivitas beriringan. Guna mengefisienkan produktivitas kerja maka dibentuk pembagian waktu kerja yang dibedakan atas masa giling yaitu dalam masa giling dan luar masa giling. Dalam masa giling, proses produksi akan berlangsung selama 24 jam untuk bagian pabrik. Pembagian waktu kerja dibagi ke dalam tiga shift jam kerja. Ketiga shift tersebut yaitu shift pagi, siang, dan malam. Berbeda halnya dengan luar masa giling, dimana tidak berlangsungnya kegiatan produksi maka pembagian hari dan waktu untuk hari senin hingga kamis dimulai pukul WIB dengan jam istirahat pukul WIB, hari jumat dan sabtu karyawan hanya bekerja setengah hari dari pukul WIB Kehilangan Hasil Tebu di Areal Lahan Besarnya produksi yang dihasilkan oleh PG Madukismo masih ada beberapa persentase kehilangan hasil dari awal penebangan, pengangkutan tebu ke truk, transportasi dari lahan ke pabrik, pembongkaran tebu di meja tebu, bahkan masuknya trash pada saat penggilingan pun dapat menurunkan jumlah

12 61 produksi dan meningkatkan persentase kehilangan hasil. Kehilangan tebu secara fisik dapat diukur melalui metode perhitungan cane wastage (tebu tertinggal yang masih memiliki nilai gula). Kehilangan tebu yang dapat di ukur adalah tunggul, pucuk, dan lonjoran. Tunggul atau tunggak adalah bagian batang bawah tebu tertinggal di kebun di atas permukaan tanah yang ditebang melebihi 3 cm dari permukaan tanah. Batas maksimal tunggak tertinggal di lahan sebesar 15 ku/ha (PT Rajawali Nusantara Indonesia, 2005). Pucuk (top) bagian ujung tebu yang masih memiliki nilai gula relatif tinggi yang tertinggal atau tidak tertebang. Kehilangan hasil ialah berkurangnya jumlah yang seharusnya bisa didapatkan dari hasil panen. Kehilangan hasil terjadi pada saat budidaya hingga pasca panen. Manajemen tebang angkut yang tidak baik akan mengakibatkan kehilangan hasil panen tebu. Kehilangan hasil tebu berdasarkan jumlahnya dibedakan atas dua wilayah yaitu wilayah Bantul dan Purworejo dengan varietas yang ditanam sama. Kedua wilayah ini merupakan lahan tadah hujan dengan drainase yang baik. Nilai kehilangan hasil pada Tabel 11 diperoleh dari bobot tebu tertinggal pada tunggul dengan batas maksimal 3 cm di atas permukaan tanah. Rata-rata kehilangan hasil fisik Tebu di Wilayah Bantul dan Purworejo disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11. Rata-rata kehilangan hasil panen di wilayah Purworejo Kebun Luas 1) Taksasi 1) Taksasi 1) Kehilangan 2) Kehilangan Hasil 2) (ha) (ku) (ku/ha) Hasil (ku) (ku/ha) (%) Tambaksari Krendetan Depokrejo Rata-Rata Keterangan : 1) Data sekunder 2) Data primer hasil pengamatan Kebun Tabel 12. Rata-rata kehilangan hasil panen di wilayah Bantul Luas 1) (ha) Taksasi 1) (ku) Taksasi 1) (ku/ha) Kehilangan 2) Hasil (ku) Kehilangan Hasil 2) (ku/ha) (%) Ngepek , ,06 Brongkol , ,82 BejiA , ,48 Rata-Rata Keterangan : 1) Data sekunder 2) Data primer hasil pengamatan

13 62 Pada Tabel 11 dan Tabel 12 diamati masing-masing tiga kebun dengan luasan yang berbeda-beda. Besar kecilnya nilai taksasi diukur berdasarkan luasan masing-masing kebun lalu dikonversikan ke hektar. Kehilangan hasil pada tabel di atas diperoleh dari hasil kali antara jumlah juring dalam luasan kebun tersebut dengan kehilangan hasil pada lahan pengamatan lalu dikonversikan ke dalam luasan per hektar (satuan dijadikan kuintal). Persen kehilangan hasil panen diperoleh dari jumlah kehilangan hasil (ku/ha) dalam kuintal di bagi taksasi (ku/ha). Tabel 13. Hasil Uji t-student kehilangan hasil panen tebu pada dua wilayah Wilayah Bantul Purworejo Mean (Rata-rata) St. Deviasi Rata-rata Brix Rata-rata Taksasi P-Value Berdasarkan hasil Uji t-student di atas dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa nilai P-Value diatas 0.05 sehingga perbedaan wilayah kehilangan hasil tebu pada saat panen di wilayah Bantul dan Purworejo tidak berbeda nyata meskipun nilai rata-rata kehilangan hasil pada Bantul lebih besar dibandingkan Purworejo. Besarnya nilai kehilangan hasil dari tebu tertinggal berupa tunggul disebabkan oleh kinerja tenaga tebang yang tidak mengikuti peraturan. Biasanya mereka menebang 4-5 batang sekaligus. Kebun tebu wilayah Bantul memiliki nilai brix rata-rata yang lebih rendah daripada wilayah Purworejo. Tingginya nilai brix di wilayah Purworejo ini diakibatkan adanya serangan uret yang menyerang akar tanaman tebu sehingga memaksa kemasakan tebu tersebut menjadi lebih cepat. Tingginya nilai brix > 19 menandakan bahwa tebu tersebut sudah dikatakan masak dan tidak akan mengalami peningkatan/pertumbuhan lagi sehingga jika dibiarkan maka rendemen akan turun. Secara teknis kinerja uret hampir sama dengan Ripener atau biasa disebut dengan ZPK (Zat Pemacu Kemasakan) yang biasa digunakan untuk mempercepat kemasakan tebu namun bedanya secara biologis uret ini sangat merugikan terhadap produktivitas tebu. Adanya serangan uret juga menyebabkan akar tanaman tebu mati dan kering sehingga mempermudah pemanenan tebu dengan

14 63 cara mencabutnya dari permukaan tanah. Oleh karena itu kehilangan hasil pada bagian tunggul tebu di daerah Purworejo lebih sedikit. Kriteria tunggul tertinggal di kebun maksimal 15 ku/ha, dapat dikatakan kehilangan hasil PG Madukismo masih dibawah batas toleransi dan terbilang kinerjanya masih baik. Nilai rendemen rata-rata di PG Madukismo adalah 6.7. Nilai rendemen ini digunakan untuk mengkonversikan berapa besar kehilangan hablur. Nilai kehilangan tebu di lahan diperoleh dari hasil kali antara taksasi (ku/ha) dengan persentase kehilangan hasil lalu dibagi 100 sedangkan nilai kehilangan hablur diperoleh dari hasil kali antara kehilangan tebu dengan rendemen di PG Madukismo (Tabel 14). Tabel 14. Hasil konversi kehilangan hasil panen tebu Wilayah Kehilangan Tebu (ku/ha) Kehilangan Hablur (ku) Bantul Purworejo Kadar Kotoran/ Trash Kotoran/trash adalah bagian tebu yang meliputi daun kering, daun yang masih hijau, pucuk dan akar yang masuk ke dalam mesin gilingan bersamaan dengan tebu. Daun kering yaitu daun yang sudah mengering dan berwarna coklat. Daun hijau meliputi semua daun yang berwarna hijau atau kuning. Pucuk yaitu bagian antara pucuk tebu dan ruas batang yang terakhir (Paes and Oliveira, 2005). Kotoran yang terbawa gilingan akan menurunkan rendemen. Tiap kenaikan kotoran 1% akan menurunkan rendemen 0.194% (Sulaiman, 2009). Ketentuan tebu BSM (Bersih, Segar, Manis) PG Madukismo harus diterapkan dan dijalankan dengan baik untuk menekan kehilangan hasil dan terbawanya trash/kotoran pada saat giling. Pengawasan BSM PG Madukismo menetapkan kadar kotoran maksimal sebesar 5% (PT Rajawali Nusantara Indonesia, 2005).

15 64 Tabel 15. Koreksi kotoran pada tebu yang akan digiling Bulan Koreksi Kotoran (kg) Bobot Tebu Tebu Contoh (kg) Rapak Pucuk Bung Akar Mati Mei 1,024,100 9, , , Juni 1,093,000 9, , , Jumlah 2,117,100 18,375 15,469 16,774 1, Sumber: Bina sarana tani PG Madukismo, Bantul (2012) Bulan Tabel 16. Persentase kotoran tebu yang akan digiling Persentase Kotoran (%) Rapak Pucuk Bung Tebu Mati Akar Jumlah Persentase Kotoran Tebu (%) Mei Juni Rata-rata Sumber: Bina sarana tani PG Madukismo, Bantul (2012) Nilai persentase kotoran tebu diperoleh dari hasil bagi antara koreksi kotoran dengan berat tebu contoh. Peubah-peubah yang menjadi koreksi kotoran yaitu rapak, pucuk, bung, tebu mati, dan akar. Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa koreksi kotoran rapak memiliki jumlah yang lebih besar dibanding yang lainnya dan akar merupakan kotoran yang paling sedikit terbawa. Hasil rata-rata jumlah persentase kotoran tebu pada bulan Mei dan Juni sebesar 2.48% sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja tebang angkut PG Madukismo berjalan dengan baik karena tidak melebihi standar maksimal kadar kotoran tebu sebesar 5%. Kegiatan tebang angkut tebu harus lebih diperhatikan kembali meskipun angka persentase kotoran tebunya masih dibawah standar agar PG Madukismo lebih menekan lagi nilai 2.48% kotoran tebu sehingga dapat meningkatkan hasil produktivitas tebu dan mencapai target yang telah ditentukan. Pengaruh Curah Hujan Hubungan curah hujan sangat berkaitan dengan produktivitas tebu, rendemen, dan produktivitas hablur. Pada Tabel 17 disajikan korelasi antara curah hujan tahun dengan produktivitas tebu, rendemen, dan produktivitas hablur tahun

16 65 Tabel 17. Hasil uji korelasi curah hujan terhadap produktivitas tebu, rendemen, dan produksi hablur. Korelasi Nilai Korelasi P-Value CH vs Produktivitas tebu CH vs Rendemen CH vs Produksi Hablur Berdasarkan korelasi tersebut hubungan curah hujan dengan produktivitas tebu memiliki nilai korelasi mendekati -1 dan lebih besar jika dibandingkan dengan peubah lainnya. Hal ini berarti curah hujan yang tinggi lebih berpengaruh terhadap produktivitas tebu. Hal ini dapat didukung berdasarkan data curah hujan yang terdapat pada lampiran 5 dan produktivitas tebu di PG Madukismo. Produktivitas tebu pada tahun 2011 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan curah hujan pada tahun 2010 tidak terdapat bulan kering.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Pengolahan tanah Proses awal dalam budidaya tebu adalah pengolahan tanah. Kegiatan ini sangat penting karena tercapainya produksi yang tinggi salah satu faktornya adalah

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis 6.1.1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Februari sampai 14 Juni 2011. Kegiatan pengamatan aspek khusus

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan program

Lebih terperinci

UPAYA MERAIH LABA DENGAN CARA MENEKAN KEHILANGAN TEBU DAN MENINGKATKAN RENDEMEN SELAMA TEBANG GILING

UPAYA MERAIH LABA DENGAN CARA MENEKAN KEHILANGAN TEBU DAN MENINGKATKAN RENDEMEN SELAMA TEBANG GILING UPAYA MERAIH LABA DENGAN CARA MENEKAN KEHILANGAN TEBU DAN MENINGKATKAN RENDEMEN SELAMA TEBANG GILING P. Sunaryo Staf Pengajar Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Lubang-lubang kebocoran tebu dan

Lebih terperinci

9 Aspek manajerial kedua yang dilaksanakan mahasiswa adalah bekerja sebagai pendampin Sinder Kebun Wilayah (SKW) selama enam minggu. Kegiatan yang dil

9 Aspek manajerial kedua yang dilaksanakan mahasiswa adalah bekerja sebagai pendampin Sinder Kebun Wilayah (SKW) selama enam minggu. Kegiatan yang dil 8 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pabrik Gula Madukismo, PT. Madubaru, Yogyakarta pada 13 Februari 2012 hingga 14 Mei 2012. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

21 menggunakan traktor dengan implemen bajak piring (HD Disc Plough) 4 piringan, atau dengan implement bajak piring 5 piringan. Pelaksanaan kegiatan r

21 menggunakan traktor dengan implemen bajak piring (HD Disc Plough) 4 piringan, atau dengan implement bajak piring 5 piringan. Pelaksanaan kegiatan r 20 PELAKASANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Penetapan masa tanam Produktivitas tebu dan gula sangat dipengaruhi oleh bulan tanam yang optimal. Bulan tanam yang optimal adalah bulan Mei sampai Agustus.

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus 1. Teknik Budidaya Tanaman Tebu a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah pada budidaya tanaman tebu dapat dilakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS Marimin Sri Hartoyo.

RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS Marimin Sri Hartoyo. RINGKASAN EKSEKUTIF DAMARIS BARUS, 2005. Analisis Sistem Antrian dan Penjadwalan Tebang Muat Angkut Tebu di Pabrik Gula Sei Semayang - PTPN II Sumatera Utara. Di bawah bimbingan Marimin dan Sri Hartoyo.

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh : Afanti Septia, SP (PBT Ahli Pertama) Eko Purdyaningsih, SP (PBT Ahli Muda) PENDAHULUAN Dalam mencapai target swasembada gula, pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demi memenuhi Hasil Evaluasi Program Peningkatan Produktivitas Gula Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala Madu yang turut

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN RENDEMEN DAN HABLUR TANAMAN TEBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU TEBU RAKYAT KERJASAMA USAHA DI PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI

MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU TEBU RAKYAT KERJASAMA USAHA DI PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI MANAJEMEN PENGENDALIAN MUTU TEBU RAKYAT KERJASAMA USAHA DI PT. PABRIK GULA CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI Diajukan Oleh : LUTHIAKIRANA TRI PURINA 0724110010 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

Mengenal Budidaya Tebu dan Pabrik Gula di Lampung

Mengenal Budidaya Tebu dan Pabrik Gula di Lampung Mengenal Budidaya Tebu dan Pabrik Gula di Lampung Biodata Nama : Ir. H. M. Afif Manaf Pendidikan : Jurusan Sosek FP Universitas Brawijaya, Malang Riwayat Pekerjaan : -PT. GMP, PT. PSMI, dan PT BMM Pengalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, kemudian diolah,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 9 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Singkat Perusahaan Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di sekitar DIY terdapat 17 pabrik gula antara lain PG Padokan, PG Ganjuran, PG Gesikan, PG Kedaton, PG Cebongan,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Aspek Teknis

PEMBAHASAN. Aspek Teknis 55 PEMBAHASAN Aspek Teknis Pelaksanaan aspek teknis budidaya kebun milik PG Cepiring secara umum dilakukan sesuai dengan prosedur perusahaan. Pelaksanaan teknis budidaya di lapang akan selalu menyesuaikan

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru

Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru LAMPIRAN 70 Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru No. Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja Mahasiswa Pekerja 1 12 Februari 2009 Orientasi dan pengurusan administrasi kantor

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1. Sejarah Umum PG. Subang PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, Desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, dengan posisi

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

SISTEM PENGAJUAN PETANI PINJAMAN KKPE (Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi )

SISTEM PENGAJUAN PETANI PINJAMAN KKPE (Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi ) Lampiran 1 Lampiran 2 Beberapa keuntungan (manfaat) yang diperoleh petani mitra dalam mengikuti program kemitraan antara lain: 1. Kemudahan pengadaan bibit unggul. Dengan mengikuti kemitraan, petani tebu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah satu anggota famili rumputrumputan (Poaceae) yang merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan dalam famili gramineae. Seperti halnya padi dan termasuk kategori tanaman semusim, tanaman tebu tumbuh

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring

KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring 15 KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring Pabrik gula Cepiring didirikan tahun 1835 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming sebagai suatu perseroan di atas tanah seluas 1 298

Lebih terperinci

BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 4.1. Sejarah PG. Krebet Baru Pabrik Gula Krebet Baru didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian pada tahun 1906 dibeli oleh Oei Tiong Ham Concern. PG. Krebet

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN 7.1. PENYUSUNAN STRATEGI PROGRAM Rancangan strategi program pemberdayaan dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus (FGD) pada tanggal 24 Desember 2007, jam 09.30

Lebih terperinci

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny

Berdasarkan tehnik penanaman tebu tersebut dicoba diterapkan pada pola penanaman rumput raja (king grass) dengan harapan dapat ditingkatkan produksiny TEKNIK PENANAMAN RUMPUT RAJA (KING GRASS) BERDASARKAN PRINSIP PENANAMAN TEBU Bambang Kushartono Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Prospek rumput raja sebagai komoditas

Lebih terperinci

KEBERHASILAN PENGEMBANGAN KEMITRAAN TEBU RAKYAT ANTARA PABRIK GULA DENGAN PETANI TEBU *)

KEBERHASILAN PENGEMBANGAN KEMITRAAN TEBU RAKYAT ANTARA PABRIK GULA DENGAN PETANI TEBU *) KEBERHASILAN PENGEMBANGAN KEMITRAAN TEBU RAKYAT ANTARA PABRIK GULA DENGAN PETANI TEBU *) NDA Widjajanto Kepala Divisi Tanaman dan Pengembangan, PT Kebon Agung, Surabaya **) ABSTRAK Salah satu faktor penentu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pernah mencapai kejayaan produksi gula pasir pada sekitar 1930 di zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, yaitu mencapai 179

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 19 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN TEBU RAKYAT MUSIM TANAM TAHUN 2007/2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai macam produk baik dari sektor hortikultura maupun perkebunan. Seiring

I. PENDAHULUAN. berbagai macam produk baik dari sektor hortikultura maupun perkebunan. Seiring 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi disuatu negara. Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang menghasilkan berbagai macam produk baik

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tebu TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tebu Gula diproduksi di 121 negara dengan produksi dunia melebihi 120 juta ton per tahun. Sekitar 70% gula dihasilkan dari tebu yang dibudidayakan di negara-negara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Bapak Widyatmiko :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Bapak Widyatmiko : 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Usahatani Tebu Usahatani tebu di Jawa memiliki karakteristik unik dan padat tenaga kerja. Lestyani (2012) mengemukakan, dalam teknis budidaya tebu ada banyak

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG 20 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Pembukaan atau persiapan lahan Pembukaan atau persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Gempol, PG Sindang Laut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kebun berupa lahan sawah beririgasi dengan jenis tanah vertisol. Lahan percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate 48 PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate Dalam kegiatan agribisnis kelapa sawit dibutuhkan keterampilan manajemen yang baik agar segala aset perusahaan baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia,

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula (PG) dan Pabrik Spirtus (PS) Madukismo. PG dan PS Madukismo

BAB I PENDAHULUAN. Gula (PG) dan Pabrik Spirtus (PS) Madukismo. PG dan PS Madukismo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Madubaru merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan tebu, yang mana memiliki dua buah pabrik, yaitu Pabrik Gula (PG) dan Pabrik Spirtus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kutu Perisai (Aulacaspis tegalensis) 2.1.1 Morfologi dan Biologi Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis Kutu Perisai Aulacaspis tegalensis Zehntner termasuk dalam Ordo Hemiptera,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. )

BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) BUDIDAYA BELIMBING MANIS ( Averhoa carambola L. ) PENDAHULUAN Blimbing manis dikenal dalam bahasa latin dengan nama Averhoa carambola L. berasal dari keluarga Oralidaceae, marga Averhoa. Blimbing manis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim

Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim Lampiran 1 Curahan Tenaga Kerja (HK) Tanaman Tebu Per Ha Per Musim Tanam 2009/2010 No Uraian Kegiatan Norma 1 Persiapan Lahan pembersihan lahan 25 Hk pembukaan jaringan drainase 10 Hk 2 Menanam Menanam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada tingginya kebutuhan gula nasional. Kebutuhan gula nasional yang cukup tinggi seharusnya diikuti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati. Ema Bela Ayu Wardani

Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati. Ema Bela Ayu Wardani Tanggung Jawab Pabrik Gula Trangkil dalam Kerja Sama dengan Petani Tebu Rakyat di Trangkil Kabupaten Pati Ema Bela Ayu Wardani A. Tulus Sartono, Siti Mahmudah Hukum Perdata Dagang/ S1, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Sistem Petikan

PEMBAHASAN Sistem Petikan PEMBAHASAN Sistem Petikan Sistem petikan yang dilaksanakan perkebunan akan menentukan kualitas pucuk, jumlah produksi, menentukan waktu petikan selanjutnya dan mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penetapan Target

PEMBAHASAN Penetapan Target 54 PEMBAHASAN Penetapan Target Tanaman kelapa sawit siap dipanen ketika berumur 30 bulan. Apabila memasuki tahap menghasilkan, tanaman akan terus berproduksi hingga umur 25 tahun. Pada periode tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

AWALISA KEB UTUHAW TEN1611 DAN BlAYA PEMAWEWAN TEBU Dl P6. MADUKISMO, YOGYAKARTA

AWALISA KEB UTUHAW TEN1611 DAN BlAYA PEMAWEWAN TEBU Dl P6. MADUKISMO, YOGYAKARTA + -.. 4., d j " q.f i I.:,. \ I,' i..,,. - AWALISA KEB UTUHAW TEN1611 DAN BlAYA PEMAWEWAN TEBU Dl P6. MADUKISMO, YOGYAKARTA 1995 FAKULTAS TEHiVOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Wahyuddin.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Seminar Nasional Serealia, 2013 KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan TA Dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan TA Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. Bandung, 14 Maret 2018

Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan TA Dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan TA Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon. Bandung, 14 Maret 2018 Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan TA. 2017 Dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan TA. 2018 Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Bandung, 14 Maret 2018 1. POTENSI WILAYAH Komoditas dan luas areal perkebunan Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis UD. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun yaitu Jalan Kaliurang KM 18.5, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Pakembinangun

Lebih terperinci