BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Teknis Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan proses awal budidaya tanaman tebu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tercapainya produksi yang tinggi dikarenakan pengolahan tanah yang baik. Pengolahan tanah yang baik bertujuan untuk menggemburkan tanah yang padat akibat kegiatan tebang dan angkut. Tanah yang telah gembur memiliki aerasi yang baik dan mengubah kondisi tanah dari keadaan reduksi menjadi oksidasi. Keadaan tanah yang optimum dapat merangsang perakaran tebu. Semakin dalam proses pengolahan tanah maka perakaran tebu akan semakin dalam sehingga penyerapan air dan hara dari tanah akan semakin efektif dan efisien. Pengolahan tanah yang dilaksanakan di PG. Krebet Baru menggunakan mekanisasi yaitu dengan Traktor. Oleh karena itu, iklim menjadi faktor pembatas yang sangat penting. Jika terjadi hujan maka pengolahan tanah tidak mungkin dilakukan terutama pada tanah berat. Pengolahan tanah dapat dilaksanakan jika tanah sudah kering dan tidak terjadi hujan lagi. Hal tersebut dapat mengakibatkan terlambatnya kegiatan pengolahan tanah yang berdampak mundurnya seluruh jadwal kegiatan budidaya tebu. Hal ini dapat diatasi dengan penetapan jadwal pengolahan tanah sebelum bulan September atau harus selesai dilakukan sebelum bulan September berakhir. Pada umumnya pengolahan tanah yang dilaksanakan di PG. Krebet Baru melalui tahap pembajakan I, pembajakan II, dan pengkairan. Berbeda dengan pengolahan tanah di PG lain yang melakukan kegiatan penggaruan setelah pembajakan. Hal ini dikarenakan tanah di Malang tidak sekeras di wilayah PG lain. Jadi pengolahan tanah cukup dengan menggunakan disc flow. Di PG. Krebet Baru disediakan juga alat Rotafatory yang berfungsi untuk menghancurkan bongkahan tanah menjadi lebih halus lagi, namun jarang atau hampir tidak pernah digunakan karena kurangnya permintaan petani akan alat tersebut. Hal ini dikarenakan untuk menghemat biaya dan waktu budidaya.

2 Pemupukan Pemupukan di PG. Krebet Baru menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal yang digunakan adalah ZA yang mengandung 21 % N 2 dan Ponska sebagai pupuk majemuk yang mengandung N 2, P 2 O 5, dan K 2 O masing-masing 15 %. Pupuk di PG. Krebet Baru dibagikan kepada petani dengan menggunakan sistem kredit. Kredit ini merupakan salah satu bentuk dari program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang dicanangkan pemerintah pada tahun 1975 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi gula nasional. Dosis pupuk yang diberi kredit yaitu 0.7 ton/ha ZA dan 0.4 ton/ha Ponska. Dosis yang ditetapkan oleh PG. Krebet Baru masih belum sesuai dengan dosis pupuk anjuran dari P3GI. kebutuhan N, P, dan K tanaman tebu untuk 1 ha menurut P3GI yaitu 150 kg N 2, 150 kg P 2 O 5, dan 75 kg K 2 O. Jika dibandingkan, maka masih terdapat kekurangan pada dosis yang dianjurkan oleh pihak PG. Krebet Baru yaitu 90 kg K 2 O dan 15 kg P 2 O 5. Petani di wilayah kerja PG. Krebet Baru sebagian besar memberikan tambahan dosis untuk tebu mereka. Penambahan dosis ini sangat beragam pada tiap-tiap petani. Pada dasarnya, petani akan menambahkan pupuk urea pada tanaman pertama yaitu saat penanaman bibit. Penambahan pupuk urea saat tanam bertujuan untuk meningkatkan daya berkecambah bibit dan meningkatkan jumlah anakan. Dosis pupuk urea yang diberikan biasanya 3 sampai 6 Kw/Ha urea. Selain urea, terdapat petani yang menambahkan SP36 untuk tanaman pertamanya dengan tujuan merangsang perakaran pada bibit. Untuk memperoleh bobot tebu per hektar yang tinggi, biasanya petani akan menambahkan dosis pupuk ZA dan Ponska. Penambahan pupuk dilakukan dengan melihat pertumbuhan tanaman tebu, jika pertumbuhan tanaman tebu sudah dianggap maksimal maka penambahan dosis dianggap cukup. Penambahan dosis pupuk berbeda-beda pada setiap petani Lahan kering Salah satu usaha untuk meningkatkan hablur gula di PG. Krebet Baru yaitu dengan jalan meningkatkan luas areal tanam atau meningkatkan luas panen. Hal tersebut dilakukan oleh PG. Krebet Baru dengan memperluas wilayah kerja.

3 49 Masalah timbul karena semakin sempitnya lahan sawah yang merupakan lahan ideal untuk penanaman tebu. Banyak lahan sawah yang telah beralih fungsi menjadi pabrik yang juga membutuhkan lahan di daerah sentra tenaga kerja. Tanaman tebu juga harus bersaing dalam pemanfaatan lahan sawah dengan tanaman pangan yang dinilai lebih menguntungkan oleh petani (Lampiran 11 dan lampiran 12), oleh karena itu PG. Krebet Baru memperluas wilayah kerjanya ke daerah-daerah dengan lahan kering. Saat ini wilayah kerja PG. Krebet Baru sebagian besar merupakan lahan kering dengan total luas lahan Ha atau 65% dari total luas wilayah. Hal ini berpengaruh langsung terhadap hasil tebu yang dihasilkan karena produktivitas lahan kering lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas lahan sawah. Rendahnya produktivitas lahan kering dipengaruhi oleh terbatasnya ketersediaan air dan hara yang dibutuhkan tebu untuk pertumbuhannya. Jika dibandingkan, produktivitas lahan kering hanya 70% dari produktivitas lahan sawah. Untuk mengatasi masalah ketersediaan air di lahan kering, PG. Krebet Baru menghimbau pihak petani untuk menggunakan kompos blotong. Kompos blotong telah diproduksi sendiri oleh pihak PG dan dibagikan ke petani bersamaan dengan pemberian kredit bongkar ratoon Varietas Varietas merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan produksi tebu. Varietas menentukan hasil tebu, rendemen, hablur, dan pola kemasakan. Berdasarkan pola kemasakan terdapat tiga varietas tebu, yaitu varietas tebu masak awal, tebu masak tengah, dan tebu masak akhir. Proporsi dari ketiga varietas tersebut harus seimbang untuk menjaga kontinuitas panen dan pengolahan gula di pabrik gula. Pada umumnya proporsi tersebut 30% varietas masak awal, 30% varietas masak tengah, dan 40% varietas masak akhir. Terdapat 2 jenis varietas yang ditanam di wilayah PG. Krebet Baru, yaitu varietas masak awal sampai tengah dan varietas masak tengah sampai akhir. Varietas masak awal sampai tengah yang ditanam antara lain PS 862, PA 198 (Kidang Kencana), MK 98, dan BR 394. Varietas masak tengah sampai akhir yang ditanam yaitu BR 194 (BL) dan PS 864. Terdapat masalah proporsi varietas

4 50 yang ditanam di wilayah PG. Krebet Baru, terdapat lonjakan jumlah varietas masak tengah sampai akhir yaitu mencapai 89.3% dari total luas tanam, yang terdiri dari BR 194 sebesar 83 % dan PS 864 sebesar 6.3 %. Varietas masak awal sampai tengah yang seharusnya memiliki proporsi %, pada kenyataannya hanya 10.7 % dari total luas panen. Hal tersebut sangat merugikan pihak PG. Krebet Baru karena terdapat penumpukan bahan baku di akhir masa giling yaitu tebu varietas BR 194 (BL) yang merupakan tebu dengan proporsi terbesar. Varietas BR 194 adalah varietas masak tengah sampai akhir yang cenderung lambat masak. Penumpukan bahan baku diakhir berakibat pada perpanjangan masa giling sehingga PG. Krebet Baru harus mengeluarkan biaya produksi yang lebih besar, sedangkan untuk awal masa giling PG. Krebet Baru mengalami kesulitan mendapatkan tebu yang telah masak sebagai bahan baku. Untuk mengatasi masalah kurangnya bahan baku pada awal musim giling, PG. Krebet Baru melaksanakan aplikasi ZPK (Zat Pemacu Kemasakan) yang bertujuan untuk mempercepat kemasakan tebu varietas masak tengah sampai akhir agar dapat dipanen lebih awal. ZPK yang digunakan di PG Krebet Baru adalah Round Up dengan dosis 1 l/ha. ZPK dapat meningkatkan derajat kemasakan tetapi tidak dapat meningkatkan rendemen. Penggunaan aplikasi ZPK dapat mengatasi masalah kekurangan bahan baku di awal musim giling, namun PG. Krebet Baru masih harus menanggung biaya aplikasi ZPK yang relatif tinggi. Jalan keluar dari permasalahan tersebut adalah dengan penataan varietas. Proporsi antara varietas masak awal sampai tengah dan tengah sampai akhir harus seimbang. Untuk saat ini target sementara PG. Krebet Baru yaitu meningkatkan jumlah luas tanam untuk varietas masak awal-tengah mencapai angka 30% dari total luas lahan. Varietas yang saat ini sedang dikembangkan yaitu PS 862, MK 98, PSBM dan Kidang Kencana (PA 198). Diantara ketiga varietas tersebut PS 862 yang sedang utama dikembangkan. PS 862 memiliki sifat masak awal dengan potensi rendemen yang tinggi diawal musim giling yaitu %, hasil tebu ku/ha, dan hablur gula ku/ha. Varietas PS 862 memiliki diameter batang yang besar sehingga hasil tebu per hektar juga besar, namun terdapat sifat-sifat PS 862 yang kurang disukai oleh petani yaitu

5 51 sulitnya klentek, kurangnya anakan, dan karakteristik lahan untuk varietas ini adalah lahan sawah. Kesulitan klentek akan meningkatkan biaya tenaga kerja, misalnya untuk varietas BR 194 satu orang tenaga kerja mampu mengerjakan 12 leng/hari sedangkan untuk varietas PS 862 satu orang tenaga kerja hanya mampu mengerjakan 8 leng/hari. Sulitnya klentek akan menghasilkan tebu kotor ketika panen dan petani akan mendapatkan pinalti dari pihak PG. Krebet Baru. Varietas PS 862 kurang disukai petani karena jumlah anakan yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan BR 194 dan sulit membentuk sogolan. Varietas PS 862 memerlukan pengairan yang cukup dan merupakan varietas masak awal, sehingga penanaman hanya dapat dilakukan di wilayah yang memiliki lahan sawah, sedangkan sebagian besar lahan di wilayah PG. Krebet Baru merupakan lahan kering yang hanya dapat mengandalkan hujan sehingga masa tanam tertunda sampai turunnya hujan. Masalah karakteristik lahan dan masa tanam dapat diatasi dengan penataan varietas spesifik lokasi yaitu penentuan varietas masak awal sampai tengah yang sesuai dengan karakteristik lahan yang akan dilakukan pembongkaran ratoon. Varietas masak awal sampai tengah yang cocok ditanam di lahan kering diantaranya Kidang Kencana (PA 198), MK 98, SS 57, dan PSBM n namun smpai saat ini kebutuhan bibit dari varietas-varietas tersebut belum dapat tercukupi karena masih dikembangkan di tingkat KBD Aspek Manajerial Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya visi, misi, dan tujuan perusahaan. Dengan tercapainya ketiga hal tersebut, berarti meningkat pula produktivitas perusahaan. Sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah karyawan merupakan aset penting yang dimiliki suatu perusahaan. Oleh karena itu, harus selalu ditumbuhkembangkan. Dalam hal ini diperlukan peraturan dan pembagian waktu kerja untuk mengefisienkan produktivitas kerja. Peraturan dan pembagian waktu kerja juga dapat

6 52 meningkatkan kedisiplinan, karena kedua hal tersebut merupakan tata terbit yang dipatuhi dan terdapat sanksi bagi yang melanggar. Pembagian waktu kerja di pabrik gula dibedakan berdasarkan masa giling, yaitu dalam masa giling dan luar masa giling. Dalam masa giling, proses produksi akan berlangsung selama 24 jam untuk bagian pabrik. Pelaksanaan jam kerja diatur dengan membagi tenaga kerja menjadi tiga sift, yaitu kelompok Pagi, Siang dan Malam. Masing-masing kelompok kerja akan bergantian selama 7 hari, sedangkan untuk bagian lain waktu kerja sama dengan waktu kerja luar giling, hanya saja terdapat tambahan hari kerja di hari minggu dan lembur yang disesuaikan dengan pekerjaan. Untuk luar masa giling, dimana tidak berlangsungnya kegiatan produksi, maka pembagian hari dan waktu yaitu untuk hari senin hingga kamis dimulai pukul WIB dengan jam istirahat pukul WIB, untuk hari jumat dimulai pukul dengan jam istirahat pukul WIB, dan untuk hari sabtu dimulai pukul WIB Pengelolaan Kegiatan dan Tenaga Kerja Bagian Tanaman Perencanaan jadwal lapangan dilakukan oleh PLPG (Petugas Lapang Pabrik Gula) yang disusun pada sebuah buku cadong (cadangan ongkos) yang berisikan rencana kegiatan harian. Rencana kerja tersebut selanjutnya akan diajukan ke SKW untuk dievalusi yang selanjutnya akan diajukan oleh SKW ke SKK untuk disetujui. Setelah mendapat persetujuan dari SKW dan SKK, PLPG akan menginstruksikan rencana kegiatan tersebut untuk dikerjakan oleh kepala buruh dan anak buahnya. Kepala buruh dan anak buahnya biasanya merupakan penduduk sekitar pabrik. Kegiatan tersebut hanya berlaku untuk SKW dan PLPG tebu sendiri (TS). Berbeda untuk SKW dan PLPG tebu rakyat (TR), semua kegiatan budidaya dilakukan oleh petani yang telah bermitra dengan pabrik gula. Tugas dari SKW dan PLPG mengawasi dan memberikan arahan tentang budidaya tebu yang baik agar mencapai produksi yang maksimal. PLPG tebu rakyat bertugas sebagai penghubung pabrik gula dengan petani mitra. Produktivitas tebu merupakan tanggung jawab bagian tanaman, karena bagian tanaman yang berhubungan langsung dengan kebun tebu giling yang

7 53 dalam hal ini dikuasai seluruhnya oleh petani. Bagian tanaman bertugas dan bertanggung jawal mengawasi seluruh kegiatan budidaya di kebun tebu giling yang dilaksanakan petani. Penyaluran kredit TRI merupakan tugas dan tanggung jawab bagian tanaman, kredit yang disalurkan tidak boleh terlambat agar semua kegiatan budidaya berjalan sesuai dengan jadwal. Kredit yang diberikan berupa pupuk dan ongkos tenaga kerja untuk semua kegiatan budidaya Aspek Khusus Produktivitas PG. Krebet Baru Produksi, Produktivitas, dan rendemen di PG. Krebet Baru selama 5 tahun terakhir berfluktuatif. Perubahan produksi dipengaruhi total luas areal, sedangkan produktivitas dan rendemen dipengaruhi iklim. Data produktivitas, rendemen, dan produksi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Produksi PG. Krebet Baru 5 Tahun Terakhir Produktivitas Musim Luas Rendemen Produksi (ku) (ku/ha) Tanam (ha) (%) Tebu Gula Tebu Gula 2003/ / / / / rata-rata Sumber : Bina Sarana Tani PG. Krebet Baru, Malang (2009) Produktivitas tebu rata-rata selama lima tahun terakhir ini adalah sebesar ku/ha. Produksi tebu dari musim tanam 2003/2004 hingga 2007/2008 mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan luas areal tanam yang meningkat setiap tahunnya. Produktivitas lebih fluktuatif setiap tahunnya, bahkan cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti. Pada musim tanam 2004/2005 produktivitas mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan musim tanam 2003/2004, peningkatan ini disebabkan karena curah hujan (Lampiran 8) musim tanam 2004/2005 lebih tinggi jika dibandingkan curah hujan musim tanam sebelumnya. Tanaman tebu menghendaki

8 54 ketersediaan air yang cukup banyak pada awal pertumbuhan (inisiasi tunas) sampai pada fase pemanjangan batang (Disbun Jatim, 2009). Ketersediaan air yang berlebih merangsang pertumbuhan anakan, panjang ruas, dan diameter batang tebu sehingga bobot tebu per hektar yang dihasilkan tinggi. Pada fase pembentukan gula di batang hingga pemasakan tanaman tebu menghendaki ketersediaan air yang sedikit, hal inilah yang menyebabkan rendemen tebu pada musim tanam 2004/2005 lebih rendah jika dibandingkan musim tanam sebelumnya. Produktivitas tertinggi terjadi pada musim tanam 2006/2007 yaitu sebesar ku/ha. Sama halnya pada musim tanam 2004/2005, tingginya produktivitas tebu pada musim tanam tersebut terjadi karena peningkatan total luas area tanam dan curah hujan jika dibandingkan dengan musim tanam 2005/2006. Penurunan produktivitas terbesar terjadi pada musim tanam 2007/2008, yaitu sebesar ku/ha. Penurunan produktivitas tersebut dikarenakan rendahnya curah hujan pada musim tanam saat itu. Rendahnya curah hujan berakibat baik pada nilai rendemen tebu. Rendemen pada musim tanam 2007/2008 merupakan nilai rendemen tertinggi, hal ini disebabkan sinar matahari optimum karena tidak terhalangi awan sehingga proses pembentukan gula tinggi Produktivitas tanaman keprasan Tanaman keprasan merupakan tanaman tebu yang sebelumnya ditebang, kemudian dipotong tunggulnya tepat atau lebih rendah dari permukaan guludan selanjutnya dikelola sampai berproduksi (Koswara, 1989). Pada umumnya tanaman keprasan memiliki produktivitas yang lebih rendah daripada tanaman pertamanya. Menurut Arifin (1989), produktivitas tebu keprasan di lahan kering hanya mencapai 67 % dari hasil tanaman pertamanya dan berkurang 27.1 % pada tanaman keprasan keduanya (RC2). Wijayanti (2008) menambahkan, tanaman yang mempunyai produktivitas tinggi adalah tanaman pertama yang ditanam pada lahan bekas selain tebu. Rendahnya produksi tanaman keprasan diduga belum memadainya pengelolaam agronomis varietas tebu pada saat itu. Namun dengan seiringnya waktu, pengelolaan tebu keprasan mengalami perbaikan dari segi teknik budidaya dan pemuliaan tanaman. Perakitan varietas tebu tahan kepras

9 55 semakin banyak. Saat ini proporsi luas lahan areal tebu jika dibanding dengan luas areal tebu pertama yaitu 9 : 1, angka ini sangat jauh dari proporsi ideal yaitu 4 : 1 (Disbun jatim, 2009). Kondisi tidak idealnya komposisi kategori tanaman tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas tebu. Tanaman keprasan sampai pada kondisi ratoon tertentu masih sangat menguntungkan jika dibanding tanaman pertamanya. Hal tersebut karena budidaya tanaman keprasan membutuhkan biaya yang relatif lebih kecil jika dibanding tanaman pertama. Pada budidaya tanaman keprasan tidak dilakukannya pembelian bibit dan pengolahan tanah. Pada umumnya tanaman tebu dapat dikepras sampai tiga kali, namun banyak petani yang memelihara tebu lebih dari keprasan ketiga dan bahkan di beberapa tempat terdapat pengeparasan tebu hingga lebih dari 10 kali. Produktivitas dan ketahanan keprasan pada tebu berbeda pada lahan sawah dan lahan kering. Di wilayah kerja PG. Krebet Baru produktivitas tebu di lahan sawah dan lahan kering berbeda. Perbedaan produktivitas tersebut didasari pada ketersediaan air dan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tebu. Pada lahan sawah beririgasi, pengairan dapat dilakukan sesuai dengan jadwal teknis budidaya, sedangkan untuk lahan kering ketersediaan air hanya menunggu musim hujan Produktivitas tebu keprasan di lahan sawah Lahan sawah di PG. Krebet Baru tersebar di rayon tengah, rayon timur, dan rayon selatan. Total luas lahan sawah yang ditanami tebu hingga saat ini yaitu ha atau % dari total luas areal PG. Krebet Baru. Luas lahan sawah terbesar berada di kecamatan Bululawang yang berada di bawah rayon utara, kecamatan Gondanglegi dan Pagelaran yang berada di bawah rayon tengah. Tiga kecamatan ini merupakan wilayah historis PG. Krebet Baru dan telah menjadi sentra budidaya tebu sejak berdirinya PG. Krebet Baru. Hal tersebut karena di 3 kecamatan tersebut didominasi oleh lahan sawah beririgasi, memiliki topografi yang datar dan merupakan dataran rendah yang merupakan habitat yang cocok untuk tanaman tebu.

10 56 Tabel 8. Produktivitas Tebu di Lahan Sawah pada Berbagai Kategori Tanaman Kategori Tanaman Produktivitas (ton/ha) RC a RC b PC bc RC bcd RC cd RC e Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji T 5 % Pada Tabel 8 diketahui bahwa produktivitas tebu tertinggi yaitu pada RC1 dengan produktivitas rata-rata ton/ha. Pengeprasan masih dapat dilakukan sampai RC4. Pembongkaran ratoon atau replanting dilakukan pada tahun kelima atau pada RC4. Kategori RC5 memiliki produktivitas paling rendah dan sudah tidak layak untuk dipertahankan. Menurut Indriani dan Sumiarsih (2000), tanaman keprasan di lahan sawah masih dapat dipelihara sampai RC1 atau TRIS II. Hal ini berdasarkan pada peraturan pemerintah mengenai pergiliran dengan tanaman pangan lainnya seperti padi dan palawija. Berdasarkan uji t pada taraf 5%, dapat dilihat bahwa produktivitas tertinggi tebu keprasan di lahan sawah yaitu pada RC1, sesuai dengan peraturan pemerintah yang ingin memperoleh produksi optimal, namun jika dilihat kembali sebenarnya tanaman keprasan masih layak dipertahankan sampai RC4 karena produktivitas RC2, RC3, dan RC4 tidak berbeda nyata dengan PC. Pada RC5 produktivitasnya berbeda nyata dengan PC sehingga harus dilakukan replanting guna mempertahankan produksi tebu. Produktivitas tebu keprasan di lahan sawah dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Produktivitas Tebu Keprasan Lahan Sawah (ton/ha) Afdeling PC RC1 RC2 RC3 RC4 RC5 Gondanglegi I Gondanglegi II Pagelaran Bululawang Rata-rata Sumber : Hasil Wawancara (2009)

11 57 Secara ekonomi, kategori tanaman keprasan yang memberikan keuntungan relatif lebih rendah dari PC harus dilakukan replanting atau penanaman ulang. Berdasarkan analisis usahatani (Lampiran 9), tanaman keprasan di lahan sawah yang secara ekonomi merugikan karena keuntungan yang diberikan relatif lebih rendah dari PC yaitu kategori RC 4 sehingga jika dilihat dari segi ekonomi replanting atau penanaman ulang sebaiknya dilakukan pada tahun ke empat atau setelah RC 3 selesai di panen hasilnya Produktivitas tebu keprasan di lahan kering Wilayah kerja PG. Krebet Baru sebagian besar merupakan lahan kering atau tegalan dengan total luasan ha atau % dari total luas areal. Lahan kering di PG. Krebet Baru tersebar di seluruh rayon. Lahan kering mendominasi hampir seluruh kecamatan. Sebagian besar lahan kering merupakan wilayah pengembangan PG. Krebet Baru dalam rangka peningkatan luas areal tanam yang bertujuan untuk meningkatkan produksi tebu. Data produktivitas lahan kering diambil dari 14 Kecamatan atau afdeling, yaitu Pagak, Donomulyo, Bantur, Gedangan, Dau, Lowokwaru, Tumpang, Lawang, Singosari, Wajak, Dampit, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, dan Ampelgading. Lahan kering memiliki produktivitas yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan lahan sawah. Tabel 10. Produktivitas Tebu Lahan Kering pada Berbagai Kategori Tanaman Kategori Tanaman Produktivitas (ton/ha) RC a RC ab RC abc PC cd RC d RC d Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji T 5 % Pada Tabel 10 diketahui bahwa produktivitas optimal terjadi pada kategori RC1, RC2, dan RC3. Tanaman masih layak dipelihara sampai RC5.

12 58 Indriani dan Sumiarsih (2000) menyatakan, tanaman tebu di lahan tegalan dapat dikepras sampai tiga kali. Hal ini berlaku karena mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan replanting besar, sedangkan produktivitas tebu di lahan kering tidak setinggi di lahan sawah. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa produktivitas optimal tebu keprasan pada lahan kering terjadi pada kategori RC1, RC2, dan RC3. Tanaman masih layak dipertahankan hingga RC5 karena produktivitas RC4 dan RC5 tidak berbeda nyata dengan PC. Untuk mendapatkan produksi tebu yang maksimal maka pemeliharaan tebu keprasan diusahakan sampai RC3. Produktivitas tebu keprasan di lahan kering dapat dilihat di Tabel 11. Tabel 11. Produktivitas Tanaman Keprasan di Lahan Kering (ton/ha) Afdeling PC RC1 RC2 RC3 RC4 RC5 Pagak Donomulyo Bantur Gedangan Dau Lowokwaru Tumpang Lawang Singosari Wajak Dampit Sumbermanjing Wetan Tirtoyudo Ampelgading Rata-rata Sumber : Hasil Wawancara (2009) Secara ekonomi kategori tanaman keprasan (RC) yang kurang menguntungkan adalah RC yang memiliki nilai keuntungan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan PC. Kategori tanaman keprasan di lahan kering yang dinilai kurang menguntungkan adalah kategori RC 5, karena pada RC 5 keuntungan yang diberikan lebih rendah jika dibandingkan dengan PC. Replanting atau penanaman ulang sebaiknya dilaksanakan pada tahun ke lima atau setelah RC 4 dipanen hasilnya. Analisis usahatani tebu lahan kering dapat dilihat pada Lampiran 10.

13 Perbedaan produktivitas lahan sawah dan lahan kering Potensi produktivitas antara lahan sawah dan lahan kering sangat berbeda. Dengan pengelolaan dan teknik budidaya yang optimal, produktivitas lahan kering lebih rendah jika dibanding lahan sawah. Hal ini berlaku juga untuk wilayah historis dan wilayah ekspansi, produktivitas wilayah ekspansi lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah historis. Tabel 12. Produktivitas Pada Setiap Kategori Tanaman (ton/ha) Karakteristik Lahan PC RC1 RC2 RC3 RC4 RC5 Lahan Sawah Lahan Kering Sumber : Hasil Wawancara (2009) Berdasarkan Tabel 12 produktivitas antara lahan sawah dan lahan kering berbeda. Perbedaan produktivitas antara kedua wilayah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dari keadaan lahan hingga teknik budidaya. Lahan sawah beririgasi memiliki kondisi yang sangat menguntungkan karena merupakan habitat yang cocok untuk tanaman tebu. Lahan sawah beririgasi dapat mencukupi ketersediaan air bagi tanaman tebu pada setiap pertumbuhannya. Bukan hanya jumlah yang dapat dikontrol, frekuensi dan distribusinya juga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Berbeda dengan lahan sawah, lahan kering memiliki kendala utama dalam ketesediaan air. Bukan hanya frekuensi pengaturan air yang tidak dapat dikontrol, jumlah dan intensitas air hanya mengandalkan turunnya hujan. Produktivitas di lahan kering sangat dipengaruhi oleh iklim terutama curah hujan. Curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi waktu tanam, pada lahan kering waktu tanam menjadi terlambat karena menunggu turun hujan. Pelaksanaan penanaman pada lahan kering biasanya dilakukan pola tanam 2 yaitu bulan September Desember. Masa giling PG dimulai pada bulan Mei, jadi pada umumnya produktivitas PC pada lahan kering rendah karena pertumbuhan tebu yang belum maksimal. Teknik budidaya yang membedakan antara petani yang memiliki lahan sawah dan lahan kering adalah pemupukan. Baik dosis maupun jadwal pemupukan berbeda, untuk petani yang memiliki lahan sawah pada umumnya menambah jumlah pupuk yang diberikan dari dosis yang telah dianjurkan PG. Dosis yang dianjurkan adalah pupuk yang telah dikreditkan pada petani dan

14 60 merupakan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 7 ku/ha ZA dan 4 ku/ha Ponska, namun petani lahan sawah pada umumnya menambahkan 3 ku/ha ZA dan 1 ku/ha Ponska, bahkan ada yang menambahkan 6 ku/ha ZA dan 3 ku/ha Ponska. Dari pengalaman petani selama ini, dengan penambahan pupuk akan berpengaruh nyata terhadap bobot tebu yang dihasilkan walaupun mereka harus membeli pupuk non subsidi. Berbeda dengan petani lahan kering yang lebih cenderung menggunakan pupuk sesuai dengan anjuran PG. Berdasarkan pengalaman petani, penambahan dosis pupuk di lahan kering mereka berpengaruh kecil terhadap penambahan bobot tebu, bahkan tidak berpengaruh. Untuk jadwal pemupukan di lahan sawah dapat dikerjakan sesuai dengan kebutuhan tanaman, yaitu saat umur tebu berumur 4 MST dan 2 BST. Pemupukan di lahan sawah dapat dikerjakan setiap saat karena pengairan yang dapat dilaksanakan kapan saja. Tidak demikian pada lahan kering yang menunggu turunnya hujan, sehingga pemupukan sering terlambat karena masalah ketersediaan air.

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m

44 masing 15 %. Untuk petani tebu mandiri pupuk dapat diakses dengan sistem kredit dengan Koperasi Tebu Rakyat Indonesia (KPTRI). PG. Madukismo juga m 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Teknis Pengolahan tanah Proses awal dalam budidaya tebu adalah pengolahan tanah. Kegiatan ini sangat penting karena tercapainya produksi yang tinggi salah satu faktornya adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Aspek Khusus 6.1.1. Pengelolaan Kebun Bibit Datar di PG. Krebet Baru Pengelolaan kebun bibit berjenjang dilakukan mulai KBP (Kebun Bibit Pokok), KBN (Kebun Bibit Nenek), KBI

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA Institut Pertanian Bogor, 2009

MAKALAH SEMINAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA Institut Pertanian Bogor, 2009 MAKALAH SEMINAR DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA Institut Pertanian Bogor, 2009 PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PABRIK GULA KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR;

Lebih terperinci

BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 4.1. Sejarah PG. Krebet Baru Pabrik Gula Krebet Baru didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian pada tahun 1906 dibeli oleh Oei Tiong Ham Concern. PG. Krebet

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru

Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru LAMPIRAN 70 Lampiran 1. Jurnal Harian Pelaksanaan Magang di PG. Krebet Baru No. Tanggal Jenis Kegiatan Lokasi Prestasi Kerja Mahasiswa Pekerja 1 12 Februari 2009 Orientasi dan pengurusan administrasi kantor

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM PG. KREBET BARU

IV. KEADAAN UMUM PG. KREBET BARU IV. KEADAAN UMUM PG. KREBET BARU 4.1. Sejarah Umum Perusahaan PG. Krebet Baru Malang didirikan pada tahun 1906 oleh Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian dimiliki oleh Oei Tiong Ham Concern (OTHC). Pada

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Tanaman tebu dalam dunia tumbuh-tumbuhan memiliki sistematika sebagai berikut : Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Glumaceae Famili : Graminae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan dalam famili gramineae. Seperti halnya padi dan termasuk kategori tanaman semusim, tanaman tebu tumbuh

Lebih terperinci

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortilkultura 26 November 2009

Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortilkultura 26 November 2009 Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortilkultura 26 November 2009 PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR (DENGAN ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian

Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Kualitas Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Karakter Bibit Kualitas Bibit Bibit yang Digunakan dalam Penelitian Varietas Bibit PSJT 94-33 atau PS 941 Asal Bibit Kebun Tebu Giling

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DI PABRIK GULA KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR: DENGAN ASPEK KHUSUS MEMPELAJARI PRODUKTIVITAS TIAP KATEGORI TANAMAN OLEH ANGGA NARUPUTRO

Lebih terperinci

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tebu dan Morfologi Tebu Tebu adalah salah satu jenis tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Poaceae, yang masuk dalam kelompok Andropogoneae, dan masuk dalam genus Saccharum.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu untuk keperluan industri gula dibudidayakan melalui tanaman pertama atau plant cane crop (PC) dan tanaman keprasan atau ratoon crop (R). Tanaman keprasan merupakan

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT

PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT PENGELOLAAN TANAMAN TEBU (Saccharumm officinarum L.) DI PG. KREBET BARU, PT. PG. RAJAWALI I, MALANG, JAWA TIMUR DENGAN ASPEK KHUSUS PEGELOLAAN KEBUN BIBIT DATAR OLEH BAGUS MAHENDRA A24051108 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

9 Aspek manajerial kedua yang dilaksanakan mahasiswa adalah bekerja sebagai pendampin Sinder Kebun Wilayah (SKW) selama enam minggu. Kegiatan yang dil

9 Aspek manajerial kedua yang dilaksanakan mahasiswa adalah bekerja sebagai pendampin Sinder Kebun Wilayah (SKW) selama enam minggu. Kegiatan yang dil 8 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pabrik Gula Madukismo, PT. Madubaru, Yogyakarta pada 13 Februari 2012 hingga 14 Mei 2012. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh : Afanti Septia, SP (PBT Ahli Pertama) Eko Purdyaningsih, SP (PBT Ahli Muda) PENDAHULUAN Dalam mencapai target swasembada gula, pemerintah

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Februari sampai 14 Juni 2011. Kegiatan pengamatan aspek khusus

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 58 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus 1. Teknik Budidaya Tanaman Tebu a. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah pada budidaya tanaman tebu dapat dilakukan

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman tropis berasal dari Asia ataupun Papua yang pengembangannya hingga daerah sub tropis sampai batas 19 º LU dan 35 º LS (Bakker

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data Iklim Lahan Penelitian, Kelembaban Udara (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Hasil analisis kondisi iklim lahan penelitian menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika setempat menunjukkan bahwa kondisi curah hujan, tingkat kelembaban,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Kemitraan Pabrik Gula dengan Petani Kemitraan dapat dikatakan hubungan suatu teman kerja, pasangan kerja ataupun teman usaha. Kemitraan dalam hal ini dapat dibentuk oleh pihak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring

KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring 15 KEADAAN UMUM Sejarah PG Cepiring Pabrik gula Cepiring didirikan tahun 1835 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming sebagai suatu perseroan di atas tanah seluas 1 298

Lebih terperinci

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia 2.2. Karakteristik Usahatani Tebu 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Industri Gula Indonesia Industri gula masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas karena inefisiensi ditingkat usaha tani dan pabrik gula (Mubyarto, 1984).

Lebih terperinci

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN

SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN SISTEM AGRIBISNIS BIBIT TEBU ASAL KULTUR JARINGAN BPTP SULAWESI SELATAN LATAR BELAKANG Penyediaan bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang. Pengadaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS PENGARUH PEMUPUKAN N, P, K PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI (Oryza sativa L.) KEPRAS A. Setiawan, J. Moenandir dan A. Nugroho Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang 65145 ABSTRACT Experiments to

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TEBU DI KABUPATEN OGAN ILIR MELALUI SISTEM TANAM JURING GANDA

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TEBU DI KABUPATEN OGAN ILIR MELALUI SISTEM TANAM JURING GANDA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TEBU DI KABUPATEN OGAN ILIR MELALUI SISTEM TANAM JURING GANDA INCREASING SUGARCANE FARMER S INCOME IN OGAN ILIR REGENCY THROUGH DOUBLE ROW PLANT SYSTEM Joni Karman Balai Pengkajian

Lebih terperinci

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit,

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Bahan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

KEADAAN UMUM PERUSAHAAN 9 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Singkat Perusahaan Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di sekitar DIY terdapat 17 pabrik gula antara lain PG Padokan, PG Ganjuran, PG Gesikan, PG Kedaton, PG Cebongan,

Lebih terperinci

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198)

DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA (NAMA ASAL PA 198) Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kidang Kencana Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 334/Kpts/SR.120/3/2008 Tanggal : 28 Maret 2008 Tentang Pelepasan Tebu Varietas PA 198 DESKRIPSI TEBU VARIETAS KIDANG KENCANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan yang sangat luas dan keanekaragaman hayati yang sangat beragam, memungkinkan Indonesia menjadi negara agraris terbesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Aspek Teknis

PEMBAHASAN. Aspek Teknis 55 PEMBAHASAN Aspek Teknis Pelaksanaan aspek teknis budidaya kebun milik PG Cepiring secara umum dilakukan sesuai dengan prosedur perusahaan. Pelaksanaan teknis budidaya di lapang akan selalu menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan suatu perusahaan yang akan dianalisis dengan alat-alat analisis

BAB I PENDAHULUAN. keuangan suatu perusahaan yang akan dianalisis dengan alat-alat analisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja keuangan perusahaan menjadi suatu gambaran atau kondisi keuangan suatu perusahaan yang akan dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dari pengukuran

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Gempol, PG Sindang Laut, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kebun berupa lahan sawah beririgasi dengan jenis tanah vertisol. Lahan percobaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tebu atau Saccharum officinarum termasuk keluarga rumput-rumputan. Mulai dari pangkal sampai ujung

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Pertanaman Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah lokasi penelitian tergolong agak masam dengan ph 5.6. Menurut Sundara (1998) tanaman tebu masih dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pernah mencapai kejayaan produksi gula pasir pada sekitar 1930 di zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, yaitu mencapai 179

Lebih terperinci

BAB V. PELAKASANAAN KEGIATAN MAGANG

BAB V. PELAKASANAAN KEGIATAN MAGANG BAB V. PELAKASANAAN KEGIATAN MAGANG 5.1. Aspek Teknis 5.1.1. Pembukaan dan Persiapan Lahan Pembukaan dan persiapan lahan yang dilaksanakan di wilayah kerja PG Krebet Baru mencakup kegiatan-kegiatan sebagai

Lebih terperinci

21 menggunakan traktor dengan implemen bajak piring (HD Disc Plough) 4 piringan, atau dengan implement bajak piring 5 piringan. Pelaksanaan kegiatan r

21 menggunakan traktor dengan implemen bajak piring (HD Disc Plough) 4 piringan, atau dengan implement bajak piring 5 piringan. Pelaksanaan kegiatan r 20 PELAKASANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Penetapan masa tanam Produktivitas tebu dan gula sangat dipengaruhi oleh bulan tanam yang optimal. Bulan tanam yang optimal adalah bulan Mei sampai Agustus.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR Charles Y. Bora 1 dan Buang Abdullah 1.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur. Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT i ii iii iv vi vii ix x xi xii I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TEBU DI LAHAN TEGALAN KASUS DI KABUPATEN BONDOWOSO

ANALISIS USAHATANI TEBU DI LAHAN TEGALAN KASUS DI KABUPATEN BONDOWOSO ANALISIS USAHATANI TEBU DI LAHAN TEGALAN KASUS DI KABUPATEN BONDOWOSO Daru Mulyono Pusat Teknologi Produksi Pertanian - BPPT Gedung BPPT 2, Lantai 17 Abstract The objectives of the research are to know

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM AGRONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan

KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan KEADAAN UMUM Sejarah Perusahaan PT Gula Putih Mataram (GPM) merupakan salah satu perusahaan yang didirikan sebagai wujud swasembada nasional untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang timbul di Indonesia,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ubi jalar yang ditanam di Desa Cilembu Kabupaten Sumedang yang sering dinamai Ubi Cilembu ini memiliki rasa yang manis seperti madu dan memiliki ukuran umbi lebih besar dari

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3

Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 Oktami: Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit... Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Mata Tunas Bibit Bagal Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GMP2 dan GMP3 (Bud Number Growth Comparison from

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk BAHAN DAN METODE 9 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat. Rumah kaca berukuran

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas Monokotiledon, ordo Glumaccae, famili Graminae, genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain

Lebih terperinci

Mengenal Budidaya Tebu dan Pabrik Gula di Lampung

Mengenal Budidaya Tebu dan Pabrik Gula di Lampung Mengenal Budidaya Tebu dan Pabrik Gula di Lampung Biodata Nama : Ir. H. M. Afif Manaf Pendidikan : Jurusan Sosek FP Universitas Brawijaya, Malang Riwayat Pekerjaan : -PT. GMP, PT. PSMI, dan PT BMM Pengalaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan 47 PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu teknik budidaya yang penting dilakukan dalam pemeliharaan tanaman kakao dengan cara membuang tunastunas liar seperti cabang-cabang yang tidak produktif, cabang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 45 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS GERAKAN PENINGKATAN RENDEMEN TEBU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci