BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka yang digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Pembahasan dibagi atas empat bagian yang terdiri dari kolaborasi penelitian, penelitian interdisipliner, dan metode pengukuran tingkat kolaborasi interdisiplin Kolaborasi Kajian kolaborasi digunakan untuk mengetahui produktivitas dan jumlah penulis serta menghitung tingkat kolaborasi ditinjau dari organisasi asal dan kedudukan penulis. Pendekatan lain yang digunakan dalam kajian kolaborasi ialah dengan membandingkan tingkat kolaborasi antarlembaga dan antar disiplin ilmu dalam suatu negara serta untuk melihat kondisi yang melatarbelakangi penulis dalam melakukan kolaborasi (Surtikanti, 2004). Kolaborasi merupakan terjemahan dari kata collaboration yang artinya kerjasama. Istilah kolaborasi mempunyai pengertian mencakup semua kegiatan yang ingin dicapai dan mempunyai tujuan serta manfaat sama. Kerjasama terjadi apabila lebih dari satu orang atau lembaga bekerjasama dalam suatu kegiatan penelitian dengan memberikan sumbangan dalam bentuk ilmu pengetahuan dan tindakan yang sifatnya intelektual maupun material. Konsep kolaborasi tumbuh dari anggapan bahwa adakalanya sebuah karya tidak dapat dikerjakan seorang diri sehingga dibutuhkan bantuan penulis atau peneliti lainnya. Kajian kolaborasi banyak ditujukan pada konsep ko-penulis daripada konsep sub-penulis, karena untuk konsep sub-penulis parameternya lebih jelas, batasannya lebih nampak dan lebih mudah diukur. Dalam konsep ko-penulis, kegiatan dikerjakan secara bersama-sama dan nama semua penulis atau peneliti dicantumkan dalam karyanya. Sistem kolaborasi digambarkan oleh Egghe (1991) melalui sebuah pasangan himpunan makalah yang ditulis secara bersama atau sekelompok penulis. Menurut Subramanyam (1983) tingkat kolaborasi peneliti berbeda-beda pada masingmasing disiplin ilmu. Frekuensi peneliti dalam melakukan kolaborasi dengan

2 14 peneliti lain menentukan tingkat kolaborasi peneliti. Pernyataan itu diperkuat oleh Sulistyo-Basuki (1994) yang menyebutkan tingkat kolaborasi bervariasi antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan riset, faktor demografis, dan jenis disiplin ilmu. Tingkat kolaborasi untuk bidang teknologi umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat kolaborasi bidang humaniora. Kajian Lindsey dan Brown yang disitir oleh Garfield (1979) menyebutkan bahwa kolaborasi dari seluruh karya untuk bidang ekonomi, sosial dan sosiologi berkisar antara %, sedangkan bidang gerontologi, psikiatri, psikologi dan biokimia kolaborasi mencapai %. Dalam tulisannya mengenai kolaborasi penelitian, Katz dan Martin (1997) menyatakan bahwa ada asumsi yang secara luas diterima bahwa kolaborasi dalam penelitian merupakan satu hal yang baik untuk dilakukan dan karenanya harus didukung dan dikembangkan. Asumsi ini juga mempengaruhi lingkungan pembuat kebijakan ilmu pengetahuan di berbagai negara. Banyak upaya telah dilakukan dengan cita-cita dan tujuan untuk mengembangkan kolaborasi di antara para peneliti menyatukan dan mempertemukan mereka dalam sebuah lembaga penelitian atau dalam kelompok-kelompok penelitian. Juga ada kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan antara ilmu dan teknologi yang dapat dicapai dengan mengembangkan kolaborasi penelitian lintas sektor khususnya antara industri dan universitas. Lebih jauh lagi banyak pemerintahan yang telah berusaha keras untuk meningkatkan keikutsertaan peneliti mereka dalam kegiatan kolaborasi internasional, yang diyakini dapat memberikan banyak keuntungan dan penghematan biaya Faktor yang Mempengaruhi Kolaborasi Faktor yang mempengaruhi kolaborasi menurut Katz dan Martin (1997) adalah: (1) Adanya perubahan pola pendanaan, (2) Keinginan peneliti untuk meningkatkan popularitas dan kesadaran publik akan keberadaan dirinya, serta perolehan gelar dan kesarjanaan, (3) Meningkatnya tuntutan rasionalisasi tenaga kerja ilmuwan, (4) Kebutuhan instrumen penelitian yang lebih kompleks dan lebih besar skalanya, (5) Meningkatnya spesialisasi bidang ilmu, (6) Kemajuan disiplin

3 15 ilmiah yang menyebabkan munculnya kebutuhan akan banyak keahlian dalam melakukan sebuah penelitian yang bernilai tinggi, sebuah kondisi yang seringkali hanya dapat dipenuhi dengan bekerjasama dengan orang lain, (7) Tumbuhnya profesionalisme dalam ilmu, (8) Kebutuhan untuk mendapatkan pengalaman atau untuk melatih peneliti yang sedang belajar dengan cara yang paling efektif dan memungkinkan, (9) Meningkatnya keinginan untuk memperoleh perkawinan silang lintas disiplin, (10) Kebutuhan untuk bekerja berdekatan dengan peneliti lain agar dapat memperoleh keuntungan dari keahlian dan pengetahuan tacit yang tersembunyi, (11) Jenis dan karakteristik penelitian. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penelitian eksperimental lebih sering dilakukan dengan cara berkolaborasi dibandingkan dengan yang sifatnya teoritis, sedangkan penelitian lain memberikan bukti bahwa penelitian terapan cenderung lebih sering berkolaborasi dibandingkan penelitian murni Motivasi Kolaborasi Beberapa hal yang memotivasi peneliti untuk berkolaborasi menurut Smith dan Katz (2000) meliputi: (1) Peningkatan biaya pelaksanaan penelitian, (2) Biaya transportasi dan komunikasi yang semakin murah, (3) Ilmu adalah institusi sosial dimana kemajuannya sangat bergantung pada interaksi dengan ilmuwan lainnya, baik formal maupun informal melalui invisible college, (4) Meningkatnya kebutuhan untuk spesialisasi pada bidang-bidang tertentu, terutama pada instrumen khusus yang sangat kompleks, (5) Meningkatnya siginifikansi dari bidang-bidang pengetahuan interdisipliner, (6) Adanya berbagai faktor politik dan kebijakan publik yang mendorong peningkatan tingkat kolaborasi antar peneliti Keuntungan dan Kerugian Berkolaborasi Penelitian saat ini telah menjadi sangat kompleks dan menuntut keahlian yang lebih luas. Tidak seorang pun memiliki semua pengetahuan dan keahlian serta aspek-aspek teknis yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Meskipun banyak keahlian yang mungkin bisa dipelajari oleh seorang peneliti tapi akan sangat memakan waktu dan biaya. Jika dua atau lebih peneliti berkolaborasi akan

4 16 ada kemungkinan di antara mereka yang memiliki keahlian yang dibutuhkan dalam penelitian yang akan dilakukan. Keuntungan yang diperoleh dengan berkolaborasi menurut Katz dan Martin (1997) di antaranya: (1) Kesempatan untuk berbagi pengetahuan, keahlian dan teknik tertentu dalam sebuah ilmu. Dengan kolaborasi akan terjadi pembagian kerja, dan kepastian penggunaan yang efektif setiap kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing peneliti (2) Adanya transfer pengetahuan dan keahlian. Upaya untuk memperbaharui pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat memakan waktu dan ada beberapa masalah dalam melakukan hal tersebut, di antaranya adalah kenyataan bahwa tidak seluruh ilmu dan perkembangan terbarunya didokumentasikan, ada banyak pengetahuan yang sifatnya tacit dan tetap dalam kondisi seperti itu sampai ilmuwan yang menguasainya mempunyai waktu untuk menuliskannya dan kemudian memublikasikannya. (3) Kolaborasi mendorong perkawinan silang ide dari berbagai bidang ilmu yang akan menambah wawasan dan perspektif baru. Kolaborasi bisa menjadi pendorong tumbuhnya kreativitas dan peluang ini akan lebih tinggi jika berkolaborasi dengan orang-orang yang berasal dari berbagai bidang ilmu yang berbeda. (4) Kolaborasi membuka kesempatan persahabatan intelektual. Penelitian bisa menjadi sebuah pekerjaan yang membatasi interaksi antar individu. Seorang peneliti dapat secara terbatas mengatasi isolasi intelektual tersebut melalui kerjasama dengan orang lain, melakukan pekerjaan dan mungkin juga membina hubungan pribadi dengan mereka. Dengan berkolaborasi, peneliti tidak saja akan membangun hubungan dengan para peneliti yang terlibat dalam penelitian yang sedang dilakukannya, tetapi juga akan membuka peluang bagi peneliti tersebut untuk masuk dalam jaringn yang lebih luas dalam komunitas ilmiah. (5) Kolaborasi mempengaruhi produktivitas.

5 17 Menurut Katz dan Martin (1997), di samping keuntungan yang banyak diperoleh melalui kolaborasi penelitian, ada juga kerugiannya, di antaranya adalah: (1) meningkatnya biaya tambahan untuk keperluan transportasi baik yang digunakan untuk peneliti maupun peralatan penelitian yang perlu untuk dipindahkan, (2) bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk membuat proposal bersama, beberapa perjanjian kerja dan kemungkinan penelitian harus dilakukan di beberapa tempat yang berbeda. Juga harus disediakan waktu khusus untuk saling berbagi informasi, diskusi-diskusi untuk menyamakan pendapat dalam menyusun hasil akhir penelitian. Peneliti juga membutuhkan waktu tambahan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yang belum dikenalnya dan membangun kerjasama antar personal dengan peneliti lainnya, dan (3) bertambahnya kegiatan administratif yang dibutuhkan akibat banyaknya keterlibatan berbagai pihak. Diperlukan manajemen yang lebih baik dan rapi untuk mengatasi masalah-masalah birokrasi yang muncul. Jika dua lembaga atau lebih berkolaborasi maka seringkali akan muncul masalah menyatukan budaya manajemen yang berbeda, sistem keuangan, aturan hak cipta dan sebagainya. Juga akan ada sistem penghargaan yang berbeda kriteria promosi dan implikasi etik dan komersial yang berbeda Jenis Kolaborasi Sulistyo-Basuki (1994) dan Subramanyam (1983) menyatakan bahwa jenis kolaborasi peneliti terbagi atas kolaborasi dosen-mahasiswa, kolaborasi di antara rekan sejawat, kolaborasi pengawas-asisten, kolaborasi peneliti-konsultan, kolaborasi di antara berbagai organisasi penelitian serta kolaborasi internasional. Jumlah anggota kolaborasi bervariasi, mulai dari dua sampai dengan sepuluh orang, walaupun ada juga yang melibatkan sampai 30 orang. Di sisi lain, Smith dan Katz (2001) membagi kolaborasi atas tiga jenis yaitu kolaborasi antar lembaga, kolaborasi antar tim, dan kolaborasi antar individu. Alasan utama yang melatarbelakangi kerjasama antar lembaga umumnya untuk membuat akses pada sumberdaya eksternal, sedangkan pada tim dan individu terutama pada penyelesaian masalah penelitian dan kebutuhan pada keahlian yang dimiliki perseorangan.

6 Metode Perhitungan Tingkat Kolaborasi Bibliometrika adalah bagian dari informatika yang merupakan kajian kuantitatif terhadap informasi terekam. Kajian bibliometrika mengaplikasikan metode matematika dan statistika untuk mengukur suatu perubahan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif pada sekumpulan dokumen atau media lainnya (Busha dan Harter, 1980). Metode ini memanfaatkan data bibliografis dari dokumen penelitian yang berfungsi sebagai indikator kolaborasi sebagai masukan. Dokumen hasil penelitian saat ini secara luas diterima sebagai salah satu indikator sifat, arah, jumlah dan karakteristik sebuah kajian atau disiplin ilmu (Surtikanti, 2004). Secara kolektif dokumen-dokumen tersebut dapat mewakili data yang berhubungan dengan upaya atau usaha penelitian dan kemajuan ilmiah dalam sebuah bidang ilmu serta interaksi peneliti dalam sebuah komunitas ilmiah. Bahkan dalam periode tertentu data tersebut dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang perubahan komposisi dan pergerakan sebuah disiplin atau ilmu pengetahuan secara umum Penelitian Interdisipliner Penelitian interdisipliner pertama kali diteliti pada bidang ilmu sosiologi, psikologi dan sejarah pada era tahun 50-an. Pada waktu itu ilmuwan melakukan investigasi bagaimana penelitian interdisipliner dikelola dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu, dan bagaimana ilmuwan berperilaku dalam kolaborasi interdisipliner (Qin, Lancaster dan Allen, 1997). Dalam bidang informasi, ilmuwan mulai mengkaji bidang ini sekitar dua dekade. Beberapa jenis penelitian yang telah dilakukan ilmuwan adalah menggunakan informasi dalam bentuk menyitir dan publikasi dari sebuah penelitian interdisipliner dibandingkan dengan penelitian yang mono disiplin (Romero, 1997). Penelitian interdispliner merupakan sebuah konsep yang belum memiliki batasan yang jelas dan sulit untuk didefinisikan. Qin, Lancaster dan Allen (1997)

7 19 merangkum beberapa karakteristik penelitian interdisipliner dari beberapa penelitian yaitu: 1. Berbagai bidang ilmu tercakup atau berada dalam sebuah penelitian. 2. Anggota kelompok penelitian menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda untuk menyelesaikan sebuah masalah penelitian. 3. Anggota kelompok penelitian melakukan peran yang berbeda dalam menyelesaikan masalah penelitian. 4. Anggota kelompok penelitian bekerja untuk menyelesaikan masalah penelitian yang berbeda. 5. Ada sekelompok peneliti yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan produk akhir penelitian. 6. Kelompok peneliti yang saling berbagi fasilitas yang sama. 7. Sifat atau karakter masalah penelitian menentukan pemilihan anggota kelompok penelitian. 8. Anggota kelompok dipengaruhi oleh bagaimana anggota lainnya bekerja Metode Interdisiplin Disiplin berasal dari istilah bahasa Latin disciplina, atau dalam bahasa Inggris discipline secara khusus mengacu pada konteks pendidikan dan kegiatan pengajaran wujud pengetahuan tertentu sebagaimana tergambar dalam kurikulum dan buku teks (McIrerney, 1997). Disiplin merupakan kombinasi dari kategori kognitif dan sosial. Menurut McIrerney (1997), sistem kategori disiplin merupakan bagian dari bagaimana ilmu pengetahuan dikelola dalam sebuh sistematika tertentu. Sebuah sistem yang digunakan untuk mengorganisasikan pengetahuan dikenal sebagai skema klasifikasi. Klasifikasi yang ideal untuk keseluruhan pengetahuan yang ada harus dapat membedakan antara bidang pengetahuan atau disiplin dalam tiap bagian pengetahuan yang berbeda dan sama dalam sistematika pembagiannya. Skema ini juga harus memiliki pola kategori yang dapat disesuaikan bagi tiap perkembangan ilmu pengetahuan baru. Klasifikasi yang ada saat ini sangat terbatas dalam hal kemampuan menempatkan bidang penelitian baru yang bersifat interdisiplin atau subdisiplin

8 20 baru yang spesifik. Sebagai contoh untuk alasan praktis tetap mempertahankan kategori yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu yang ada pada saat sistem klasifikasi tersebut dibuat. Misalkan pada pembagian bidang sains, berdasarkan sistem klasifikasi yang ada saat ini umumnya sangat kurang dalam membedakan disiplin teknik yang akan menyebabkan kesalahan pemahaman lintas disiplin dalam bidang ini. Mengingat peran penelitian dalam pengembangan ilmu dan disiplin baru maka dikenal beberapa metode penelitian bibliometrik dalam melihat bagaimana tingkat lintas disiplin dalam penelitian. Metode yang umum digunakan untuk mengukur penelitian interdisipliner adalah dengan menghitung kemunculan bersama elemen tertentu yang dapat dianggap sebagai penanda sebuah disiplin tertentu (Surtikanti, 2004). Di antara metode penghitungan adalah seperti kata kunci, tajuk klasifikasi, afiliasi pengarang, atau sitasi. Beberapa jenis metode penghitungan lintas disiplin berdasarkan pendekatan kemunculan bersama elemen yang mewakili konsep disiplin adalah analisis coword dan ko-klasifikasi, analisis sitiran dan analisis ko-pengarang. Keempat pendekatan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, dan mempunyai kesesuaian dengan tujuan-tujuan penelitian tertentu. Analisis co-word dan ko-klasifikasi berfokus pada informasi yang ada pada makalah yang diteliti. Sebuah makalah akan dimasukkan pada kelompok interdisipliner apabila informasi yang ada pada makalah tersebut bukan dari klasifikasi monodisipliner karena relevansi atau karena subjek makalah tersebut berada di antara dua atau lebih disiplin. Analisis sitasi mengukur aliran informasi antar disiplin dari sumber bacaan antar disiplin pengarangnya. Konsep disiplin dari ketiga metode di atas hanya melakukan analisis pada aspek kognitif lintas disiplin yang berhubungan dengan informasi. Ko-pengarang merupakan metode yang tepat untuk memahami sifat interdisipliner disiplin sebagai sebuah kombinasi fenomena kognitif dan sosial, khususnya untuk bidang yang secara sistematik ambigu. Dengan mengacu pada afiliasi pengarang dapat menghindari adanya distorsi dan hal-hal lain yang disebabkan klasifikasi pengetahuan yang tidak sempurna (Surtikanti, 2004).

9 Indeks Pengukuran Interdisiplinaritas dan Multidisiplinaritas Dalam kajian ini akan digunakan dua macam pengukuran untuk menggambarkan tingkat dan pola kolaborasi interdisiplin dan multidisiplin, yaitu Indeks Interdisiplinaritas dan Indeks Multidisiplinaritas. Kedua pengukuran ini dipakai oleh Schummer (2003) dalam penelitiannya mengenai tingkat kolaborasi interdisiplin pada bidang nanosains dan nanoteknolgi, berdasarkan metode penghitungan yang dikembangkannya. Metode ini memungkinkan pengukuran kedua indeks di atas pada keseluruhan populasi maupun pada bagiannya. Cara pengolahan data dapat diterapkan baik pada keseluruhan populasi maupun per bidang penelitian. Penggunaan distribusi fungsi disiplin pada metode ini merupakan pilihan ukuran yang relatif tepat, meskipun kurang ilustratif, untuk mengukur multidisipliner. Secara umum disiplin dapat dihitung berdasarkan dua basis penghitungan yaitu basis pengarang dan basis makalah. Basis pengarang menghitung jumlah pengarang dari disiplin tersebut sedangkan basis majalah menghitung jumlah makalah yang di dalamnya terdapat sedikitnya satu pengarang dari disiplin yang terlibat. Metode yang dikembangkan oleh Schummer menggunakan basis makalah dalam penghitungannya. Shummer juga menjelaskan bagaimana menerapkan metode ini dalam berbagai kategori kelas selain kategori disiplin. Untuk melakukan pengukuran yang berbeda, seperti pengukuran tingkat dan pola kolaborasi pada berbagai lembaga atau berbagai wilayah, maka dapat dilakukan hanya dengan mengubah kelas kategori sesuai dengan tujuan pengukurannya. Berikut akan dijelaskan bagaimana metode penghitungan kedua ukuran indeks di atas. Indeks Multidisiplinaritas Dalam melakukan pengukuran Indeks multidisiplinaritas dalam penelitian ini akan digunakan batasan disiplin yang akan masuk dalam penghitungan. Ukuran umum multidisipliner dari sebuah bidang adalah jumlah disiplin yang terlibat penelitian. Disiplin yang diukur adalah disiplin yang terlibat dalam kepengarangan dengan jumlah sekurangnya 5% dari keseluruhan karya yang ada. Penentuan nilai 5% merupakan pilihan untuk menyederhanakan pola interaksi

10 22 disiplin yang akan digambarkan dan dianggap cukup mewakili kondisi data yang diolah. Nilai ini dilambangkan dengan M 05, dengan M 05 : Indeks multidisiplinaritas : jumlah disiplin yang terlibat dalam kepengarangan dengan jumlah sekurangnya 5% dari keseluruhan karya yang ada. Dengan demikian cara menghitungnya adalah M 05 = hitung [c i ] jika c i > 0,05, dengan c i : ukuran relatif disiplin i. Dengan cara menghitungnya adalah c i = n i /N, dengan n i : jumlah makalah dengan sekurangnya 1 pengarang dari disiplin I terlibat N : jumlah total makalah. Selain itu untuk memberikan gambaran tentang distribusi, juga digunakan ukuran relatif dari disiplin ilmu terbesar, c Max sebagai indikator lain yang sifatnya sederhana. Cara pengukuran ukuran relatif disiplin terbesar adalah: c Max = Max [c i ]. Indeks Interdisiplinaritas Pengukuran umum penelitian Interdisiplinaritas adalah jumlah karya yang diko-pengarangkan oleh pengarang yang berasal lebih dari 1 disiplin. Dalam kajian ini dibatasi pada interaksi dari dua disiplin atau lebih. Ukuran indeks untuk karya yang diko-pengarangkan oleh pengarang dari 2 atau lebih disiplin adalah I 2 atau indeks interdisiplin dari dua disiplin atau lebih. Dengan cara penghitungannya adalah: I 2 = jumlah makalah yang diko-pengarangkan oleh pengarang dari 2 atau lebih disiplin/n. Juga akan dilakukan pengukuran untuk menghitung koefisien bi-disipliner khusus untuk tiap pasangan disiplin I dan k, atau c ik.

11 23 Cara menghitung koefisien ini adalah: c ik = n ik / N, dengan c ik : ukuran relatif I dan k n ik : jumlah makalah dengan ko-pengarang sekurangnya 1 pengarang dari tiap disiplin I dan k N : jumlah total makalah. Untuk memperoleh semua informasi penting mengenai disiplin mana berkolaborasi dengan disiplin lain dan sampai sejauh mana tingkat kolaborasinya, maka koefisien c ik yang diperoleh akan disusun menjadi kombinasi binari disiplin dalam matriks interdisiplin simetrik. Matriks ini juga akan memberikan informasi mengenai tingkat kolaborasi antar pengarang yang berasal dari satu disiplin. Elemen diagonal matriks dengan k = I, c i.i, akan mengindikasikan jumlah relatif karya yang dikarang oleh pengarang monodisipliner dari tiap disiplin i Teori Graf Leigthon dan Rubinfeld (2006) menyatakan bahwa dalam matematika dan ilmu komputer, teori graf adalah ilmu mengenai graf struktur matematika. Suatu graf G dapat dinyatakan sebagai G = <V, E>. Graf G terdiri atas himpunan V yang berisikan puncak (node) pada graf tersebut dan himpunan dari E yang berisi rusuk pada graf tersebut. Himpunan E dinyatakan sebagai pasangan dari puncak yang ada dalam V. Sebagai contoh definisi dari graf pada Gambar 1. yaitu: V = {1,2,3,4,5,6} dan E = {(1,2),(1,5),(2,3),(3,4),(4,5),(5,2),(4,6)}. V = {1,2,3,4,5,6} E = {{1,2},{1,5},{2,3},{2,5},{3,4},{4,5},{4,6}} Gambar 1. Ilustrasi himpunan E dan V Banyak struktur yang bisa direpresentasikan dengan graf. Ekstensi lain pada graf adalah dengan membuat rusuknya berarah, yang secara teknis disebut graf berarah atau digraf (directed graph). Arah dengan rusuk berbobot disebut jaringan.

12 24 Jaringan banyak digunakan pada cabang praktis teori graf yaitu analisis jaringan. Perlu dicatat bahwa pada analisis jaringan, definisi kata jaringan bisa berbeda, dan sering berarti graf sederhana (tanpa bobot dan arah) (Harary, 1969). Struktur graf dapat mereprentasikan berbagai masalah secara menarik. Sebagai contoh, graf dapat halaman yang tersedia pada website dan sebuah rusuk dari halaman A ke halaman B jika dan hanya jika A terdiri atas sebuah link ke B. A dengan pendekatan yang sama bisa digunakan dalam travel, biologi, desain chip komputer dan bidang yang lainnya. Dalam ilmu komputer yang menjadi perhatian utama dalam teori graf adalah pengembangan algoritme. Suatu struktur graf dapat diperluas dengan menetapkan sebuah bobot atau ukuran untuk setiap rusuk. Graf dengan bobot digunakan untuk merepresentasikan struktur dalam hubungan pasangan yang memiliki nilai numerik. Sebagai contoh, jika sebuah graf digambarkan sebagai jalan raya, bobot atau ukuran digambarkan sebagai panjang setiap jalan. Suatu ukuran atau bobot rusuk dalam konteks teori graf disebut juga dengan jaringan. Jaringan memiliki banyak kegunaan dari sisi teori graf. Dalam analisis jaringan istilah jaringan sangat beragam dan seringnya merujuk pada graf sederhana. Aplikasi teori graf sudah banyak, tetapi umumnya dibagi ke dalam dua kategori: pertama analisis untuk menentukan sifat dari suatu jaringan seperti distribusi derajat puncak dan diameter graf, kedua, analisis untuk mengukur kuantitas dalam jaringan, sebagai contoh untuk sebuah jaringan transportasi, berapa banyak kendaraan yang melewati suatu jalan tertentu. Teori graf juga digunakan dalam studi molekuler pada ilmu kimia dan fisika, misalnya dalam struktur atom tiga dimensi. Teori graf juga secara luas digunakan dalam sosiologi dan komunikasi. Dalam sosiologi sudah terdapat software analisis jaringan sosial yang menggunakan teori graf. Dalam komunikasi teori graf dikenal dengan graf komunikasi Graf Komunikasi Komunikasi ilmiah adalah penyampaian informasi ilmiah dari satu orang ke orang lain melalui berbagai media. Tujuan komunikasi adalah untuk penyebaran dan pertukaran informasi, penyusunan fakta menjadi bentuk informasi yang

13 25 memenuhi kebutuhan peneliti/ilmuan, dan pemberitahuan kepada sesama ilmuan yang mempunyai disiplin ilmu sama atau saling berkaitan (Schweppe dalam Sumaryanto, 1987). Sulistyo-Basuki (1983) menggambarkan sistem komunikasi ilmiah sebagai penyampaian informasi secara langsung ataupun tidak langsung kepada pengguna atau pemakai informasi. Penyampaian secara langsung disebut komunikasi informal misalnya melalui lisan, telepon dan lain-lain, sedangkan penyampaian secara tidak langsung disebut komunikasi formal, yaitu melalui media formal (literatur primer, sekunder dan tersier). Graf komunikasi dapat menggambarkan suatu komunikasi formal. Menurut Suryadi (1994), suatu graf G (V, E) terdiri atas 2 himpunan: (1) Himpunan V, yang elemennya disebut vertek, (2) Himpunan E yang merupakan himpunan pasangan tidak terutur dari puncak elemen, disebut himpunan Rusuk. Jadi suatu graf merupakan suatu himpunan yang terdiri atas himpunan titik (puncak) dan garis (rusuk) yang menghubungkan kedua titik tersebut. Setiap garis pada suatu graf terletak antara dua titik dan setiap titik disajikan secara eksplisit. Dalam hal ini konfigurasi geometris pada suatu graf adalah dihubungkan atau tidaknya dua titik pada graf tersebut. Banyaknya garis yang bertemu pada suatu titik disebut valensi (degree), dan untuk titik yang valensinya nol disebut dengan titik terasing (isolated point) Graf Molekuler Salah satu struktur graf yang bisa digunakan untuk memvisualisasikan hubungan kuantitatif dengan sederhana adalah dengan graf molekuler (Schummer, 2003). Dalam kajian ini graf molekuler digambarkan sebagai salah satu representasi topologis dengan disiplin sebagai simpul dalam bentuk bulatan dan tiap simpul disiplin dihubungkan satu sama lain dengan hubungan interdisipliner berupa batang. Kesederhanaan graf molekuler memungkinkan visualisasi struktur interdisipliner hanya pada beberapa disiplin dan beberapa hubungan interdisipliner yang terlibat. Keuntungan dan kesederhaaan graf ini benar-benar memungkinkan untuk memahami karakteristik struktur lintas disiplin langsung

14 26 untuk setiap kelompok kategori disiplin yang berbeda sesuai dengan tujuan analisis data. Untuk meningkatkan kemudahan memahami graf molekuler dan memfokuskan diri pada informasi yang penting ada gunanya mengurangi kompleksibilitas dengan mengeluarkan informasi-informasi yang kurang penting. Sebagai contoh dengan menggunakan limit 5% untuk tiap disiplin, maka hubungan yang lebih kecil misalnya 2% atau 1% dapat dihilangkan. Dengan melakukan pembatasan, graf molekuler dapat diatur agar hanya memasukkan disiplin-disiplin yang nilainya lebih besar atau sama dengan 5%, dengan jumlah lingkaran sesuai dengan indeks M 05, lebar kombinasi dari semua hubungan binari sebanding dengan binari lintas disiplin I 2, dan seterusnya. Jika digunakan skala yang sama untuk mewakili ukuran relatif dari tiap disiplin c i sebagai diameter lingkaran dan untuk mewakili koefisien bi-disiplin c ik, dengan lebar batang penghubungnya, graf yang dihasilkan juga memvisualisasikan semua indeks yang didefinisikan di atas. Sebagai contoh Gambar 2 mengilustrasikan suatu struktur tiga disiplin. Dua disiplin sama ukurannya yaitu disiplin A dan B, keduanya berhubungan sangat kuat dan dominan satu sama lain, sedangkan disiplin C yang ukurannya lebih kecil, lebih kuat behubungan dengan disiplin B daripada dengan disiplin A. Dari Gambar 2 dapat digambarkan bahwa ada tiga relasi yang terjadi yaitu: kuat dan simetris (A-B), kuat dan asimetris (B-C), dan lemah dan asimetris (A-C). C A B Gambar 2 Ilustrasi graf molekuler dari struktur tiga disiplin ilmu

ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN VIVIT WARDAH RUFAIDAH

ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN VIVIT WARDAH RUFAIDAH 1 ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN 2004-2006 VIVIT WARDAH RUFAIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Sementara itu Sulistyo-Basuki (1990:16) menyatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORITIS. Sementara itu Sulistyo-Basuki (1990:16) menyatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 BIBLIOMETRIKA 2.1.1 Pengertian Bibliometrika Bibliometrik merupakan salah satu cabang paling tua dari ilmu perpustakaan. Sebagai kajian ilmiah, cabang ini berkembang karena ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan berkembang dalam sebuah proses yang berlangsung secara bertahap dan berubah secara perlahan-lahan. Secara konsisten dan sistematis, ilmu disusun

Lebih terperinci

ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN VIVIT WARDAH RUFAIDAH

ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN VIVIT WARDAH RUFAIDAH 1 ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN 2004-2006 VIVIT WARDAH RUFAIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Sebagai bagian dari pengetahuan, ilmu pengetahuan lebih bersifat

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI ANTARA KOLABORASI PENELITI DAN PRODUKTIVITAS PENELITI LINGKUP BADAN LITBANG PERTANIAN. Remi Sormin

KAJIAN KORELASI ANTARA KOLABORASI PENELITI DAN PRODUKTIVITAS PENELITI LINGKUP BADAN LITBANG PERTANIAN. Remi Sormin KAJIAN KORELASI ANTARA KOLABORASI PENELITI DAN PRODUKTIVITAS PENELITI LINGKUP BADAN LITBANG PERTANIAN Remi Sormin Pusat Perpustakaan dan Penyebaran teknologi Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang

BAB II TINJAUAN LITERATUR. Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Sitiran Menurut ALA Glossary of Library and Information Science (1983, 43), yang dimaksud dengan sitiran adalah suatu catatan yang merujuk pada suatu karya yang dikutip atau

Lebih terperinci

KOLABORASI KEPAKARAN PENELITI PADA JURNAL ILMIAH LIPI BIDANG INFORMATIKA DAN KEBUMIAN

KOLABORASI KEPAKARAN PENELITI PADA JURNAL ILMIAH LIPI BIDANG INFORMATIKA DAN KEBUMIAN Abstrak KOLABORASI KEPAKARAN PENELITI PADA JURNAL ILMIAH BIDANG INFORMATIKA DAN KEBUMIAN Abdurrakhman Prasetyadi dan D.W. Ari Nugroho Unit Pelaksana Teknis Balai Informasi Teknologi Jln.Cisitu-Sangkuriang,

Lebih terperinci

Perbandingan Publikasi Internasional Indonesia di Scopus Periode 2010-April 2016

Perbandingan Publikasi Internasional Indonesia di Scopus Periode 2010-April 2016 Perbandingan Publikasi Internasional Indonesia di Scopus Periode 2010-April 2016 Perbandingan Publikasi Internasional Indonesia di Web of Science (Thomson) Saat ini Publikasi internasional peneliti

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman globalisasi ditandai dengan suatu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Ilmu pengetahuan dapat mengalami penyempurnaan atau ilmu

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hasil penelitian tentang penerapan model humas di Pimpinan Pusat. Aisyiyah (PPA) ini menemukan bahwa pada periode pra

BAB IV PENUTUP. Hasil penelitian tentang penerapan model humas di Pimpinan Pusat. Aisyiyah (PPA) ini menemukan bahwa pada periode pra BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian tentang penerapan model humas di Pimpinan Pusat Aisyiyah (PPA) ini menemukan bahwa pada periode 2005-2010 pra Muktamar Jelang Satu Abad Ke-46 di Yogyakarta,

Lebih terperinci

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRISAKTI

MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRISAKTI 2015 MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TRISAKTI 1 Visi Menuju Program Studi Magister Akuntansi yang berstandar internasional dengan tetap memperhatikannilai-nilai lokal dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan dari kajian yang akan dilakukan. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulis dalam pemilihan judul kajian. Selain latar belakang, dijelaskan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INIDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INIDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INIDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI A. RUMUSAN SIKAP Setiap lulusan program pendidikan akademik, vokasi,

Lebih terperinci

ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN VIVIT WARDAH RUFAIDAH

ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN VIVIT WARDAH RUFAIDAH 1 ANALISIS KOLABORASI INTERDISIPLINER PENELITI BIDANG PERTANIAN : STUDI KASUS PENELITIAN BADAN LITBANG PERTANIAN TAHUN 2004-2006 VIVIT WARDAH RUFAIDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Artikel ilmiah merupakan sejenis tulisan yang menyajikan atau menganalisis suatu topik secara ilmiah. Keilmiahan suatu tulisan didasarkan pada ragam bahasa yang digunakannya

Lebih terperinci

Lampiran SM UB. (1) Rumusan Capaian Pembelajaran minimal aspek keterampilan kerja

Lampiran SM UB. (1) Rumusan Capaian Pembelajaran minimal aspek keterampilan kerja (1) Rumusan Capaian Pembelajaran minimal aspek keterampilan kerja umum untuk lulusan pendidikan akademik, vokasi, dan profesi adalah sebagai berikut. Lulusan pendidikan akademik pada: a. Program Diploma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keaslian penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. keaslian penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab I (satu) ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN JENJANG MAGISTER (S2) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA OLEH TIM PENYUSUN KURIKULUM PROGRAM STUDI PSIKOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Dokumen Proses terjadinya atau terciptanya dokumen bermula dari adanya komunikasi manusia dengan manusia lainnya. Komunikasi berlangsung karena ada informasi yang disampaikan

Lebih terperinci

PROGRAM DIPLOMA SATU, DIPLOMA DUA, DAN DIPLOMA TIGA DIPLOMA SATU DIPLOMA DUA DIPLOMA TIGA

PROGRAM DIPLOMA SATU, DIPLOMA DUA, DAN DIPLOMA TIGA DIPLOMA SATU DIPLOMA DUA DIPLOMA TIGA - 59 - SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INIDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI A. RUMUSAN SIKAP Setiap lulusan program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan informetrik untuk menggambarkan perkembangan suatu ilmu pengetahuan berdasarkan analisis

Lebih terperinci

LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI)

LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI) LEARNING OUTCOME (CAPAIAN PEMBELAJARAN) PROGRAM STUDI S1, S2 DAN S3 ILMU LINGKUNGAN ASOSIASI PROGRAM STUDI ILMU-ILMU LINGKUNGAN INDONESIA (APSILI) PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN SIKAP 1. Bertakwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola BAB I PENDAHULUAN To effectively communicate, we must realize that we are all different in the way we perceive the world and use this understanding as a guide to our communication with others. (Anthony

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan suatu ilmu sangat dipengaruhi oleh aktivitas penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan di bidang ilmu yang bersangkutan. Perkataan Isaac Newton yang terkenal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh jaringan sosial,

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh jaringan sosial, BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh jaringan sosial, pendanaan dan energi organisasi produktif terhadap eksplorasi dan eksploitasi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM SIKAP

PROGRAM STUDI S2 TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM SIKAP PROGRAM STUDI S2 TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM SIKAP a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; b. menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan

Lebih terperinci

SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA

SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA MATERI: 13 Modul SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) MENULIS KARYA ILMIAH 1 Kamaruddin Hasan 2 arya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (ya ng berupa hasil pengembangan) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi organisasi dalam pembentukan keunggulan kompetitifnya (Lam, 2000; Ramirez

BAB I PENDAHULUAN. bagi organisasi dalam pembentukan keunggulan kompetitifnya (Lam, 2000; Ramirez BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan saat ini telah diakui sebagai salah satu sumberdaya yang penting bagi organisasi dalam pembentukan keunggulan kompetitifnya (Lam, 2000; Ramirez et al.,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Simulasi Sistem didefinisikan sebagai sekumpulan entitas baik manusia ataupun mesin yang yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam prakteknya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan adalah suatu rangkaian aktivitas secara alami yang dialami oleh individu-individu dalam populasi berkaitan dengan perubahan tahap-tahap dalam kehidupan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Singkat LabSosio PUSKA Sosiologi FISIP-UI LabSosio adalah salah satu pusat kajian sosiologi di Universitas Indonesia yang memfokuskan pada analisis

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SARI KARANGAN ILMIAH

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SARI KARANGAN ILMIAH Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian no. 26 PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN SARI KARANGAN ILMIAH Oleh: Sulastuti Sophia Pusat Perpustakaan dan PenyebaranTeknologi Pertanian DEPARTEMEN PERTANIAN BOGOR 2002

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat

BAB I PENDAHULUAN. paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Media informasi dewasa ini berkembang amat pesat, baik media cetak, elektronik maupun media internet. Dalam hal ini peningkatan dalam penyampaian informasi

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian

Lebih terperinci

A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister

A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister a. Profil Lulusan Profil utama lulusan Program Magister Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang bangunan. Pembangunan gedung-gedung saat ini

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah bidang bangunan. Pembangunan gedung-gedung saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktik Pengaruh perkembangan era globalisasi yang semakin pesat membuat mahasiswa dituntut untuk bisa memahami banyak hal dengan mengikuti perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pengaruh globalisasi, banyak nilai-nilai yang tidak sejalan dengan adat ketimuran masuk ke Indonesia. Nilai-nilai tersebut masuk ke Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama pengamatan dalam dekade terakhir terhadap hasil Penerjemahan Mesin (Machine Translation) ternyata masih terdapat masalah dari segi kualitas translasinya. Kualitas

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA A. Pengantar Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dijarkan di SD. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki era perdagangan bebas, saat ini persaingan dunia usaha dan perdagangan semakin kompleks dan ketat. Hal tersebut tantangan bagi Indonesia yang sedang

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S3 TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM SIKAP

PROGRAM STUDI S3 TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM SIKAP PROGRAM STUDI S3 TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM SIKAP a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; b. menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan mempunyai peranan penting dalam kemajuan suatu organisasi, khususnya bagi sektor publik dalam pelayanan publik (Nurmandi, 2006). Banyak organisasi semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

PEMANFAATAN METODE ADJACENCY MATRIX UNTUK OPTIMASI RUTE JALAN BERBASIS WEB

PEMANFAATAN METODE ADJACENCY MATRIX UNTUK OPTIMASI RUTE JALAN BERBASIS WEB Jurnal Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 59 PEMANFAATAN METODE ADJACENCY MATRIX UNTUK OPTIMASI RUTE JALAN BERBASIS WEB Deni Ramdan 1, Galih Hermawan 2 1,2 Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan jaman, tentunya pengetahuan semakin berkembang. Supaya suatu negara bisa lebih maju, maka negara tersebut perlu memiliki manusia-manusia yang

Lebih terperinci

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG PERTANIAN

KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG PERTANIAN KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA BIDANG PERTANIAN SUB BIDANG PERTANIAN DESKRIPSI UMUM Sesuai dengan ideologi Negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka implementasi sistem pendidikan nasional dan

Lebih terperinci

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2 ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors 1 N/A Perencanaan Visi, Misi, Nilai 2 1.d.2 Daftar pemegang kepentingan, deskripsi organisasi induk, situasi industri tenaga kerja, dokumen hasil evaluasi visi

Lebih terperinci

Profil Lulusan Program Studi Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN

Profil Lulusan Program Studi Sosiologi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN Profil Lulusan Program Studi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA LAPORAN BADAN PENJAMIN MUTU UNIVERSITAS UNIVERSITAS UDAYANA 2012 KATA PENGANTAR Atas berkah dan rahmat-nya, Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Aktivitas kolaborasi memberikan dampak yang signifikan dalam usaha kolektif manusia. Aktivitas ini mendapatkan perhatian yang sangat besar dari sejumlah besar area

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pembelajaran adalah sebuah proses dimana manusia dapat memperoleh pengetahuan baru, keterampilan baru serta kemampuan memaknai satu nilai baru

Lebih terperinci

DEFINISI. Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B).

DEFINISI. Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). BAB 3 RELASI DEFINISI Relasi biner R antara himpunan A dan B adalah himpunan bagian dari A B. Notasi: R (A B). a R b adalah notasi untuk (a, b) R, yang artinya a dihubungankan dengan b oleh R a R b adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kuantitatif. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian Kuantitatif adalah Penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS INDONESIA Nomor : 007/TAP/MWA-UI/2005 TENTANG : ETIKA PENELITIAN BAGI SETIAP ANGGOTA SIVITAS AKADEMIKA

KETETAPAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS INDONESIA Nomor : 007/TAP/MWA-UI/2005 TENTANG : ETIKA PENELITIAN BAGI SETIAP ANGGOTA SIVITAS AKADEMIKA Menimbang Mengingat KETETAPAN MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS INDONESIA Nomor : 007/TAP/MWA-UI/2005 TENTANG ETIKA PENELITIAN BAGI SETIAP ANGGOTA SIVITAS AKADEMIKA UNIVERSITAS INDONESIA Dengan Rahmat Tuhan

Lebih terperinci

TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA

TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA TEOREMA CAYLEY DAN PEMBUKTIANNYA Eddy Djauhari Departemen Matematika Fmipa Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km. 21, tlp./fax. : 022-7794696, Jatinangor, 45363 Email : eddy.djauhari@unpad.ac.id

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH DESKRIPSI BUTIR INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH I. KELAYAKAN ISI A. DIMENSI SPIRITUAL (KI-1) Butir 1 Terdapat kalimat yang mengandung unsur spiritual

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S2 MANAJEMEN SIKAP

PROGRAM STUDI S2 MANAJEMEN SIKAP PROGRAM STUDI S2 MANAJEMEN SIKAP a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; b. menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

Jejaring Komunitas sebagai Modal Sosial dalam Strategi Pemasaran CV.Penerbit Ombak Natalia/ Bambang Kusumo Prihandono. Program Studi Ilmu Sosiologi

Jejaring Komunitas sebagai Modal Sosial dalam Strategi Pemasaran CV.Penerbit Ombak Natalia/ Bambang Kusumo Prihandono. Program Studi Ilmu Sosiologi Jejaring Komunitas sebagai Modal Sosial dalam Strategi Pemasaran CV.Penerbit Ombak Natalia/ Bambang Kusumo Prihandono Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nani rosdijati, dkk. Panduan PAKEM IPS SD,(Jakarta: Erlangga, 2010),58 2

BAB I PENDAHULUAN. Nani rosdijati, dkk. Panduan PAKEM IPS SD,(Jakarta: Erlangga, 2010),58 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)/Sekolah Dasar Luar Biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kimia merupakan salah satu mata pelajaran bidang dari kelompok peminatan matematika dan Ilmu alam berdasarkan kurikulum 2013 yang sudah mulai diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya menuju masyarakat global adalah kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan dirinya menuju masyarakat global adalah kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tuntutan yang harus dijawab oleh para siswa Indonesia dalam mempersiapkan dirinya menuju masyarakat global adalah kemampuan menggunakan bahasa Inggris

Lebih terperinci

Pembelajaran Berbasis Riset: Strategi Mengaitkan Pengajaran dan Riset Secara Sukses*)

Pembelajaran Berbasis Riset: Strategi Mengaitkan Pengajaran dan Riset Secara Sukses*) Pembelajaran Berbasis Riset: Strategi Mengaitkan Pengajaran dan Riset Secara Sukses*) Oleh Dr. Leonardus Banilodu, MS. Program Studi Biologi FMIPA UNWIRA Jln. Jend. A. Yani 50-52 Kupang 85225, Timor NTT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bioteknologi adalah ilmu multidisiplin karena terkait dengan bidang ilmu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bioteknologi adalah ilmu multidisiplin karena terkait dengan bidang ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bioteknologi adalah ilmu multidisiplin karena terkait dengan bidang ilmu yang lain seperti biokimia, genetika, mikrobiologi, fisika, dan matematika, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013). Dalam suatu organisasi terdapat tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persoalan keputusan pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu,

Lebih terperinci

DAFTAR PEMENANG HIBAH TATA KELOLA JURNAL ILMIAH INTERNAL SESUAI STANDAR NASIONAL TERAKREDITASI ATAU INTERNASIONAL BEREPUTASI

DAFTAR PEMENANG HIBAH TATA KELOLA JURNAL ILMIAH INTERNAL SESUAI STANDAR NASIONAL TERAKREDITASI ATAU INTERNASIONAL BEREPUTASI DAFTAR PEMENANG HIBAH TATA KELOLA JURNAL ILMIAH INTERNAL SESUAI STANDAR NASIONAL TERAKREDITASI ATAU INTERNASIONAL BEREPUTASI No () 4 5 Nama Jurnal () Alchemy: jurnal penelitian kimia Nusantara Bioscience

Lebih terperinci

Metode Analisis Relasi Pemasukan dan Pengeluaran dalam Bisnis dan Ekonomi dengan Matriks Teknologi

Metode Analisis Relasi Pemasukan dan Pengeluaran dalam Bisnis dan Ekonomi dengan Matriks Teknologi Metode Analisis Relasi Pemasukan dan Pengeluaran dalam Bisnis dan Ekonomi dengan Matriks Teknologi Ginanjar Fahrul Muttaqin Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung, Ganeca 10, Email gin2_fm@students.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia dimana dengan berkomunikasi akan terciptanya suatu hubungan diantara manusia satu dengan lainnya. Tidak ada yang tidak

Lebih terperinci

RISET UNGGULAN TERPADU: KAJIAN BIBLIOMETRIKA

RISET UNGGULAN TERPADU: KAJIAN BIBLIOMETRIKA RISET UNGGULAN TERPADU: KAJIAN BIBLIOMETRIKA Kamariah Tambunan Pustakawan Madya PDII-LIPI Korespondensi: kamariah_t@yahoo.co.id ABSTRACT This study aims to know the results of integrated featured research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) memegang peranan yang sangat dominan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) memegang peranan yang sangat dominan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) memegang peranan yang sangat dominan dalam kegiatan perusahaan. Berhasil atau tidaknya perusahaan dalam mencapai tujuan sangat tergantung

Lebih terperinci

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman

dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian mengenai Proses Penyesuaian Diri di Lingkungan Sosial pada Remaja Putus Sekolah. Metodologi penelitian

Lebih terperinci

Integer (Bilangan Bulat) Yang dimaksud bilangan bulat adalah, -1, -2, -3, 0, 1, 2, 3, 4 dan lain lain yang bukan merupakan bilangan pecahan.

Integer (Bilangan Bulat) Yang dimaksud bilangan bulat adalah, -1, -2, -3, 0, 1, 2, 3, 4 dan lain lain yang bukan merupakan bilangan pecahan. Struktur Data Struktur Data Setiap data memiliki tipe data, apakah merupakan angka bulat, angka pecahan, atau berupa karakter, dan sebagainya. Jadi, tipe data adalah pengelompokan data berdasarkan isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika biasanya dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit oleh siswa. Di sekolah banyak siswa tampaknya menjadi tidak tertarik dengan matematika dan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggal 1-5 Oktober 2012, rerata hasil belajar peserta didik di SD Negeri 1

BAB I PENDAHULUAN. tanggal 1-5 Oktober 2012, rerata hasil belajar peserta didik di SD Negeri 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari hasil observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat

Lebih terperinci

Oleh: Disampaikan pada kegiatan

Oleh: Disampaikan pada kegiatan Ruang Lingkup P K M - P K M I - K K T M Oleh: Endy Suwondo Disampaikan pada kegiatan Sharing dan Diskusi Bidang Penalaran Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 28 Agustus 2008 PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Merupakan

Lebih terperinci

teguhfp.wordpress.com HP : Flexi:

teguhfp.wordpress.com   HP : Flexi: teguhfp.wordpress.com email: kismantoroadji@gmail.com HP : 081-328089202 Flexi: 0274-7801029 A. PENDAHULUAN Dalam setiap membicarakan ORGANISASI, perlu pemahaman adanya TEORI ORGANISASI yang selalu membahas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER Saat ini penggunaan ICT untuk kegiatan belajar dan mengajar menjadi salah satu ciri perkembangan masyarakat modern. ICT dapat dimaknakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dari suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh mutu dan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dari suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh mutu dan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan dari suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh mutu dan kualitas pendidikan bangsa tersebut. Sebagai bangsa yang masih berkembang, pendidikan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto,

BAB I PENDAHULUAN. sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini, terjadi perkembangan dan persaingan yang sangat ketat dalam segala aspek kehidupan. Menurut Zuhal (Triwiyanto, 2010:10) teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Universitas Negeri Medan (UNIMED merupakan salah satu perguruan tinggi, memiliki tiga landasan perguruan tinggi yang harus dilakukan oleh seluruh civitas akademika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari

BAB I PENDAHULUAN. miliar giga byte informasi baru di produksi pada tahun 2002 dan 92% dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Informasi merupakan satu hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan karena dengan adanya informasi kita dapat mengambil keputusan secara tepat. Informasi berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola produktivitas pengarang...,malta Nelisa, FIB Universitas UI, 2009 Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola produktivitas pengarang...,malta Nelisa, FIB Universitas UI, 2009 Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu perpustakaan dan informasi di Indonesia mulai tumbuh dengan diselenggarakannya Kursus Pendidikan Pegawai Perpustakaan tahun 1952 di Universitas Indonesia (Sulistyo-Basuki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari pendekatan tradisional, dimana siswa hanyalah sebagai objek pendidikan, kurang aktif didalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cakupan IPA adalah pelajaran biologi yang membahas tentang mahluk hidup dan lingkungan serta diajarkan untuk menambah informasi, mengembangkan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembuatan Web Sistem Informasi Geografis (SIG) salah satunya didorong karena penggunaan internet yang sangat luas dimasyarakat dan pemerintah, karena internet maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sudah ditanamkan dalam benak anak sejak kecil oleh orang tuanya.

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sudah ditanamkan dalam benak anak sejak kecil oleh orang tuanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jika besar nanti, aku ingin menjadi dokter. Atau Cita-citaku adalah astronot. Hal tersebut sudah ditanamkan dalam benak anak sejak kecil oleh orang tuanya. Namun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, perubahan-perubahan yang cepat di luar pendidikan menjadi tantangantantangan yang harus dijawab

Lebih terperinci

TUJUAN Dalam rangka melaksanakan misi dan pencapaian visi PS MTM Universitas Lampung, maka ditetapkan tujuan Program Studi sebagai berikut:

TUJUAN Dalam rangka melaksanakan misi dan pencapaian visi PS MTM Universitas Lampung, maka ditetapkan tujuan Program Studi sebagai berikut: KURIKULUM PROGRAM STUDI S2 TEKNIK MESIN RUMUSAN VISI Visi Program Studi Magister Teknik Mesin (PS MTM) Universitas Lampung adalah Unggul dalam pengembangan ilmu Teknik Mesin berbasis riset inovatif. Visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penilaian sebagai suatu proses yang sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi untuk menentukan seberapa jauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di tingkat sekolah menengah atas pada dasarnya memberikan ruang yang luas kepada siswa untuk dapat mengoptimalkan berbagai potensi yang

Lebih terperinci