TINJAUAN PUSTAKA Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai Syarat Mutu Biskuit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai Syarat Mutu Biskuit"

Transkripsi

1 3 TINJAUAN PUSTAKA Biskuit yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai Biskuit yang diperkaya dengan tepung ikan lele dumbo dan isolat protein kedelai merupakan salah satu makanan fungsional berbasis protein ikan yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak balita rawa gizi (Kusharto 2008). Biskuit ini mempunyai kadar air 4.13% (bk), kadar abu 2.52% (bk), kadar protein 19.55% (bk), kadar lemak 21.99% (bk) dan kadar karbohidrat 55.94% (bk). Biskuit juga mengandung 480 kkal energi per 100 gram biskuit. Daya cerna protein biskuit secara in vitro sebesar 89.34%. Rendemen biskuit sebesar 84,29%, daya serap air 1.79 ml/g, kerenyahan sedangkan untuk kekerasan adalah Secara umum tekstur biskuit renyah dan tidak terlalu rapuh (Mervina 2009). Biskuit ini dapat dikatakan sebagai pangan tinggi protein karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan AKG balita. Untuk memenuhi target tersebut, jumlah yang harus dikonsumsi balita setiap harinya adalah 4 keping biskuit atau setara dengan 50 gram biskuit, yang dapat memberikan 280 kkal energi, 9.8 gram protein, 26.9 gram karbohidrat dan 10.6 gram lemak (Mervina 2009). Tepung ikan lele dumbo yang ditambahkan ke dalam biskuit ini mempunyai karakteristik, yaitu untuk tepung kepala ikan kadar air 9.63% (bk), Aw , kadar abu 18.10% (bk), kadar protein 56.04% (bk), kadar lemak 9.39% (bk), kadar karbohidrat 7.84% (bk), densitas kamba 0.45 g/ml, dan derajat putih 29%, sedangkan untuk tepung badan ikan adalah kadar air 8.68% (bk), Aw , kadar abu 4.83% (bk) kadar protein 63.83% (bk), kadar lemak 10.83% (bk), kadar karbohidrat 11.83% (bk), densitas kamba 0.37 g/ml, dan derajat putih 30.96% (Mervina 2009). Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar protein minimumnya 95% dalam berat kering. Isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung atau bubuk kedelai (Koswara 1995). Syarat Mutu Biskuit Syarat mutu biskuit yang ditetapkan SNI seperti yang terdapat dalam Tabel 1. Selain itu biskuit umumnya berwarna coklat keemasan,

2 4 permukaan agak licin, bentuk dan ukuran seragam, kering, renyah, dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Menurut Standar Malaysia MS 1434:1998 untuk semi-sweet biscuits and cookies syarat mutu biskuit antara lain kadar air maks. 4%, kadar protein min. 4.5%, kadar lemak 7% - 18%, kadar asam lemak bebas maks. 1%, dan kadar peroksida maks. 6 meq/kg. Tabel 1 Syarat mutu biskuit SNI Komponen Syarat mutu Air Maks. 5% Protein Min. 9% Lemak Min. 9.5% Karbohidrat Minimum 70% Abu Maks. 1.5% Logam Berbahaya Negatif Serat Kasar Maks. 0.5% Kalori (per 100 gr) Min. 400 Jenis Tepung Terigu Bau dan Rasa Normal Warna Normal Tekstur Normal Cemaran mikroba (TPC) Maks 10 4 Menurut Vail et al (1978) mutu biskuit tergantung pada komponen pembentuknya dan penanganan bahan sebelum dan sesudah proses produksi. Penyimpangan mutu produk akhir dapat terjadi akibat penggunaan bahan-bahan yang tidak sesuai dengan proporsi dan cara pembuatan yang tepat. Tipikal biskuit dalam kemasan biasanya mempunyai umur simpan 6 bulan, tapi sebenarnya umur simpan produk cenderung jauh lebih besar. Biskuit yang berbahan baku sumber lemak biasanya berusia 6 bulan. Biskuit yang mengandung banyak gula berumur satu tahun dan yang berbahan baku tepung biji-bijian dapat disimpan sampai satu tahun atau lebih (Baigrie 1993 dan Manley 2000). Penyimpanan Pangan Cara penyimpanan bahan pangan selama berbagai proses pengolahan dan tingkat penjualan merupakan hal yang utama dalam menentukan keamanan dan mutu dari aspek mikrobiologi. Bakteri patogen yang berhubungan dengan bahan pangan tidak dapat tumbuh di luar kisaran suhu antara C, sehingga bahan pangan yang berada di luar kisaran tersebut akan aman. Penyimpanan pangan harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan karakteristik masingmasing pangan (Syarief & Halid 1993).

3 5 Kondisi penyimpanan produk pangan dapat menyebabkan susut zat gizi pangan tersebut, selain itu juga mempengaruhi spesies mikroorganisme yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Faktor penyimpanan yang perlu diperhatikan adalah suhu penyimpanan. Kondisi penyimpanan ini sedikit mempengaruhi aktivitas air dan potensial redoks. Aktivitas air dari bahan pangan dapat naik oleh keadaan penyimpanan yang lembab. Permukaan bahan pangan yang berhubungan dengan udara akan memungkinkan perkembangan jenis-jenis mikroorganisme oksidatif, sedangkan pengemasan secara vakum akan memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme anaerob atau falkutatif anaerob (Syarief & Halid 1993). 1. Suhu Penyimpanan Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Jika suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya jika suhu turun, kecepatan metabolisme turun dan pertumbuhan diperlambat. Jika suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati (Buckle et al 1985). Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap organisme dapat digolongkan menjadi suhu minimum, suhu optimum, dan suhu maksimum. Jika suhu di bawah suhu minimum dan di atas suhu maksimum pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi. Suhu optimum adalah suhu dimana pertumbuhan mikrooragnisme paling cepat. Suhu ini selalu lebih mendekati suhu maksimum daripada suhu minimum. Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan suhu pertumbuhannya Kelompok Suhu pertumbuhan Suhu pertumbuhan Suhu pertumbuhan minimum ( 0 C) optimum ( 0 C) maksimum ( 0 C) Psikrofil Psikrotrof Mesofil 5 smpai sampai Thermofil sampai sampai 80 Thermotrof sampai Sumber: Buckle et al 1985 Suhu simpan membantu menghasilkan umur simpan yang diperlukan untuk tingkat gizi tertentu. Suhu simpan maksimum bergantung pada zat gizi, karena setiap zat gizi mempunyai energi pengaktifan tertentu.

4 6 2. Umur Simpan Menurut Syarief dan Halid (1993), hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible (tidak dapat dipulihkan kembali) selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus. Beberapa negara maju telah menetapkan peraturan bahwa produk makanan harus menentukan tanggal minimum dimana produk tersebut mulai rusak. Best before merupakan tanggal yang menunjukkan jangka waktu minimum dari produk diproduksi sampai produk tidak dapat diterima lagi secara fisik dan kualitasnya, sedangkan use by date merupakan tanggal yang menunjukkan jangka waktu minimum dari produk diproduksi sampai mengalami kerusakan mikrobiologis yang berbahaya bagi kesehatan (Ellis 1994 di dalam Kusumaningrum 2002). Menurut Ellis (1994) di dalam Kusumaningrum (2002), penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Faktorfaktor yang menyebabkan perubahan pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Syarief dan Halid (1993), menyatakan bahwa perubahan mutu makanan terutama dapat diketahui dari perubahan faktor mutu tersebut, oleh karenanya dalam menentukan daya simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut mutu produk tersebut. Menurut Syarief et al (1989) faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan dan kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

5 7 3. Penentuan Umur Simpan Menurut Syarief et al (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (Extended Storage Studies, ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (Accelerated Storage Studies, ASS atau Accelerated Storage Shelf Life ). Umur simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep tersebut (Floros 1993). Penentuan umur simpan dengan metode konvensional atau ESS adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi lingkungan sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penentuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan análisis parameter mutu yang relatif banyak. Dewasa ini metode ini sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ESS ini dapat juga diterapkan pada produk yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih dari tiga bulan, tetapi akan lebih baik jika digunakan bersamaan dengan metode ASS dengan bantuan Weibull Hazard Analysis, dengan demikian akan dapat menyingkat waktu penentuan kadaluarsa. Metode ini biasanya juga digunakan untuk mengukur produk yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap penelitian (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan (deteriorasi). Keuntungan dari metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat (3-4 bulan), serta ketepatan dan akurasinya tinggi, tetapi relatif mahal. Metode ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung. Kesempurnaan model ini secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh dengan nilai ESS. Hasil yang bervariasi dapat terjadi akibat ketidaksempurnaan model dalam mendeskripsikan sistem, yang terdiri atas produk, bahan, pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Pengemasan Biskuit merupakan produk yang mudah menyerap air dan oksigen, oleh sebab itu bahan pengemasnya harus memenuhi beberapa syarat antara lain kedap air, kedap oksigen, kedap terhadap komponen volatil, terutama baubauan, kedap terhadap sinar, dan mampu melindungi produk dari kerusakan

6 8 mekanis. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak (Manley 1998). Pengemasan produk untuk memberikan perlindungan yang aman hingga penyajian. Beberapa sifat fisika-kimia produk dipastikan akan sangat erat berkaitan dengan penyimpanan dan masa simpan. Aspek keamanan pangan yang mungkin terjadi berkaitan dengan pengemasan adalah bahan kimia pengawet, kebocoran, kegagalan pengawetan, kontaminasi container, pengaruh atmosfer bebas, dan kemungkinan respirasi produk (Syarief et al 1989). Fungsi-fungsi suatu kemasan antara lain harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran, pencemaran lainnya, kerusakan fisik, air, oksigen, dan sinar, harus berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengepakan, harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut rancangan (bentuk, ukuran, dan berat pangan), dan harus memberi pengenalan, keterangan, dan daya tarik penjualan (Syarief et al 1989). Kemasan mempengaruhi nilai gizi bahan pangan dengan cara mengatur derajat sejumlah faktor yang berkaitan dengan pengolahan, penyimpanan, dan penanganan zat yang dapat bereaksi dengan komponen bahan pangan. Faktorfaktor tersebut antara lain cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, pemindahan panas, kontaminasi, dan serangan makhluk hayati (Syarief et al 1989). Bahan pengemas yang digunakan antara lain plastik, aluminium foil, kertas minyak, karton berlipat dan kaleng berbentuk persegi atau bulat. Aluminium foil, plastik, dan kertas minyak termasuk dalam kemasan primer, yaitu kemasan yang melapisi, melindungi atau kontak langsung dengan produk, sedangkan karton berlipat termasuk kemasan sekunder, yaitu kemasan yang melapisi, melindungi kemasan primer. Fungsi kemasan kaleng dapat dikategorikan sebagai kemasan primer maupun sekunder. Jenis-jenis plastik antara lain selofan, selulosik, poliolefin, turunan vinil, poliester, pliofilm, dll (Syarief et al 1989). Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Sifat-sifat utama dari polipropilen antara lain ringan (densitas 0,9 g/cm 3 ), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. Polipropilen mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polietilen (PE). Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk

7 9 murni pada suhu C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanannya terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. Polipropilen bersifat lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi. Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim yang bagus. Mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silikon, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat (Syarief et al 1989). Kerusakan Pangan 1. Deteriorasi Kerusakan pangan dimulai dengan penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya, yang disebut sebagai deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali dengan hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi, dan abrasi (Arpah 2001). Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan disajikan pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Pengaruh beberapa faktor terhadap reaksi deteriorasi pada produk pangan Faktor Utama Effek Deterioratif Oksigen Oksidasi lipid, kerusakan vitamin, kerusakan protein, dan oksidasi pigmen Uap air Kehilangan/kerusakan vitamin, perubahan organoleptik, reaksi pengcoklatan (browning), dan oksidasi lipid Cahaya Oksidasi, pembentukan bau/perubahan flavor, kerusakan vitamin, dan kerusakan pigmen/perubahan warna Mikroorganisme Pembentukan racun, kehilangan nutrisi, dan Kompresi/bantingan, vibrasi, abrasi, dan penanganan secara kasar Bahan kima toksik/bahan kimia off-flavour Sumber: Floros 1993 keracunan/alergi Perubahan organoleptik dan kebocoran pada pengemas Off-flavour, perubahan organoleptik, perubahan kimia, dan pembentukan racun

8 10 2. Penyebab Kerusakan Pangan Penyebab kerusakan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu yang secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja, dan yang tergantung dari lingkungan sekitar dan mungkin dapat dikendalikan hampir semuanya oleh pengemasan. Penyebab utama kerusakan pangan adalah pertumbuhan mikroba, kegiatan enzim, dan perubahan kimia (Buckle et al 1985). Golongan pertama penyebab kerusakan pangan meliputi perubahan fisik karena suhu dan perubahan-perubahan biokimia dan kimia karena mikroorganisme atau karena interaksi antara berbagai komponen dalam produk pangan. Golongan kedua penyebab kerusakan pangan meliputi kerusakan secara mekanis, perubahan kadar air pangan, penyerapan dari dan interaksi dengan oksigen, dan hilang atau bertambahnya cita rasa. Mikroorganisme dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Bentuk-bentuk kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme antara lain adalah berjamur, pembusukan, berlendir, perubahan warna, berlendir kental seperti tali, kerusakan fermentatif, dan pembusukan bahan-bahan berprotein (Buckle et al 1985). Populasi mikroorganisme yang berada dalam suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat bersifat fisik, kimia, atau biologis. Menurut Mossel dalam Buckle et al 1985 faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 4, yaitu faktor intrinsik (sifat-sifat dari bahan pangan itu sendiri), faktor pengolahan, perubahan dari mikroflora awal sebagai akibat dari cara pengolahan bahan pangan (pemanasan, pengeringan, pengawetan, dan pembekuan), faktor ekstrinsik (kondisi lingkungan dari penanganan dan penyimpanan bahan pangan), dan faktor implisit sifat-sifat dari organisme itu sendiri (laju pertumbuhan spesifik, simbiosis, dan antagonisme antarmikroorganisme). Faktor intrinsik pada kerusakan bahan pangan, antara lain aktivitas air, derajat keasaman, potensial redoks, zat-zat gizi, dan struktur biologis. Bahan pangan dengan kadar air tinggi (a w 0,95 0,99) dapat ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme, tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat daripada kapang dan khamir, maka kerusakan akibat bakteri lebih banyak dijumpai. Bahan

9 11 pangan dengan kadar gula tinggi sering dirusak oleh khamir. Bahan pangan yang lebih kering cenderung mengalami kerusakan akibat kapang yang dapat tumbuh pada nilai aktivitas air yang lebih rendah lagi. Nilai ph bahan pangan umumnya berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada ph sekitar 5,0-8,0, maka hanya jenis-jenis tertentu saja yang ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai nilai ph rendah (Buckle et al 1985). Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu indeks dari tingkat oksidasinya. Potensial redoks ini berhubungan dengan komposisi kimia dari bahan pangan dan tekanan parsial oksigen selama penyimpanan. Zat-zat gizi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah zat hidrat arang, lemak, dan protein. Zat-zat ini dipecah oleh mikroorganisme dengan enzim amilolitik, lipolitik, dan proteolitik yang dihasilkannya. Struktur biologis seperti lapisan kulit dan kulit telur, testa dari biji-bijian, dan kutikula dari bagian-bagian tanaman mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam bahan pangan (Buckle et al 1985). 3. Ketengikan Ketengikan diartikan sebagai kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kemungkinan kerusakan atau ketengikan dalam lemak dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu absorbsi bau oleh lemak, aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak, aksi mikroba, dan oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut (Ketaren 2008). Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu ketengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim, dan ketengikan oleh proses hidrolisa. Sebelum proses ketengikan berbagai jenis minyak dan lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau. Hal ini dikenal dengan reversion. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi perkembangan dari reversion adalah suhu, cahaya/penyinaran, tersedianya oksigen, dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi. Jika suhu penyimpanan lemak atau minyak dinaikkan, maka waktu untuk menghasilkan flavor reversion akan lebih singkat (Ketaren 2008). Ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity) terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak dan sejumlah kecil persenyawaan yang merupakan konstituen yang cukup penting. Sebagai contoh adalah persenyawaan yang membuat bahan pangan menjadi

10 12 menarik, misalnya persenyawaan yang menimbulkan aroma, flavor, warna, dan sejumlah vitamin. Proses oksidasi oleh oksigen udara secara spontan dapat terjadi jika bahan pangan yang berlemak dibiarkan kontak dengan udara. Kecepatan proses oksidasi tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan, misal suhu dan cahaya (Ketaren 2008). Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, seperti enzim lipoclastic yang dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Semua enzim yang termasuk golongan lipase mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida yang dapat menyebabkan ketengikan. Selain itu enzim ini juga dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom β, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya membentuk metil keton (Ketaren 2008). Mutu Pangan Mutu pangan didefinisikan sebagai kelompok sifat atau faktor pada pangan yang membedakan tingkat pemuas atau aseptabilitas (penerimaan) dari pangan tersebut bagi pembeli atau konsumen. Mutu bahan pangan yang dinyatakan tidak dapat diterima oleh seorang konsumen, mungkin masih dapat diterima oleh konsumen lainnya, sehingga definisi dari kerusakan bahan pangan oleh mikroorganisme menjadi sangat subyektif. Menurut Syarief dan Halid (1993) mutu pangan dapat dibedakan menjadi: 1. Mutu Organoleptik Pangan Mutu organoleptik pangan merupakan sifat-sifat produk pangan yang hanya dikenali atau diukur dengan proses penginderaan, yaitu dengan menggunakan pancaindera. Mutu organoleptik ini meliputi bentuk, ukuran, warna, tekstur, aroma, dan rasa. Pengujian indrawi/organoleptik ini penting dan harus dilakukan pada produk pangan untuk pemeriksaan mutu pangan, pengendalian proses selama pengolahan berlangsung, dan sebagai metode pengukuran sifat mutu dalam penelitian. Perubahan organoleptik dan zat gizi terjadi selama penyimpanan, yang besarnya tergantung pada suhu penyimpanan, sistem pengemasan, dan sifat produknya.

11 13 2. Mutu Kimiawi Pangan Mutu kimiawi pangan berhubungan dengan zat-zat kimia baik makro maupun mikro yang menyusun pangan tersebut. Zat kimia makro penyusun pangan adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Komponen kimia lain yang juga penting dalam mempengaruhi mutu stabilitas, terutama pada produk pangan kering adalah air. Sifat-sifat kimia yang penting dalam pengawasan pangan meliputi komposisi kimia dan gizi, kandungan kimia aktif, zat kimia yang berhubungan dengan kesehatan, zat tambahan, zat kimia yang berkaitan dengan pengolahan, dan zat kimia yang berhubungan dengan pencemaran. Karena zat kimia mempengaruhi mutu produk pangan maka perlu adanya pengawasan mutu yang dapat dilakukan baik dengan metode kuantitatif maupun kualitatif. 3. Mutu Mikrobiologik Mikroba dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dan penurunan mutu produk pangan, tetapi tidak semua mikroba merugikan. Pada produk pangan basah dan semibasah mikroba berada dalam bentuk vegetatif, sedangkan bentuk spora mikroba terdapat pada hampir semua produk pangan. Produk pangan kering biasanya tidak atau sedikit mengandung bakteri tetapi dapat mengandung kapang dalam jumlah besar, terutama dalam bentuk spora yang memberi pengaruh negatif pada mutu pangan. Suatu produk yang ditumbuhi mikroba mula-mula akan mengalami perubahan sifat-sifat produk. Perubahan sifat ini tergantung pada jenis produk pangan dan jenis mikroba yang tumbuh. Perubahan ini mengarah pada penurunan mutu dan kerusakan pangan yang dapat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu adanya mikroba ini juga akan mempengaruhi daya awet atau daya simpan produk pangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BISKUIT YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BISKUIT YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP MUTU ISKUIT YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG IKAN LELE DUMO (Clarias gariepinus) DAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI (Glycine max) ARDHITA RUKMI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KOPI INSTAN Kopi instan dibuat dari kopi bubuk yang diekstrak dengan menggunakan air (Clarke, 1988). Di dalam Encyclopedia Britanica (1983), disebutkan bahwa pada pembuatan kopi

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

Program Studi Teknologi Pangan

Program Studi Teknologi Pangan Program Studi Teknologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Internationally Recognized Undergraduate Program by IFT & IUFoST FTP 200 Pengantar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembuatan yang dibuat pada riset ini dibuat dari kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih sebagai bahan aktif. Kitosan dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 1% sedangkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Aspek Perlindungan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang,

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c). II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG MANIS Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturtev.) termasuk ke dalam famili Gramineae (Martin dan Leonard, 1949). Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI

MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI MIKROBIOLOGI PANGAN TITIS SARI Ilmu yang mempelajari kehidupan makhluk mikroskopik Mikroorganisme atau jasad renik MIKROBIOLOGI Ukuran sangat kecil, hanya dapat diamati dengan bantuan mikroskop Spoilage

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan tumbuhan yang biasanya ditanam setiap satu tahun sekali atau setiap dua kali setahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALAK Buah salak

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALAK Buah salak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SALAK 2.1.1 Buah salak Salak merupakan salah satu produk hortikultura yang berpotensi untuk ditanam dan dikembangkan. Di Indonesia banyak terdapat daerah potensial penghasil salak.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Bakso ikan Sumber: Dokumentasi Junide (2009) 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Ikan Bakso ikan dapat didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ikan (kadar daging ikan tidak kurang dari 50%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Keju Lunak Rendah Lemak Karakterisasi keju lunak rendah lemak dilakukan sesuai dengan parameter atribut mutu yang diamati selama masa penyimpanan. Untuk satu produk,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang

pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu bahan minuman yang sangat digemari bahkan menjadi salah satu gaya hidup di seluruh dunia. Produksi kopi pun meningkat seiring

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7) Waktu

Lebih terperinci