IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembuatan yang dibuat pada riset ini dibuat dari kitosan dengan penambahan ekstrak bawang putih sebagai bahan aktif. Kitosan dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 1% sedangkan sebagai plasticizer digunakan gliserol. Proses pembuatan film dilakukan sesuai dengan prosedur menurut Wardhani (2008) dan Zainab (2009). Kitosan dilarutkan pada larutan asam asetat 1% pada suhu 50 C selama 60 menit sambil dilakukan pengadukan sehingga larutan menjadi homogen dan kental. Lembaran film didapatkan setelah larutan film dituangkan ke plat kaca berukuran cm dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 40 C selama 24 jam. Hasil film yang didapatkan untuk film tanpa penambahan ekstrak bawang putih berwarna lebih terang. Hal ini terjadi karena ekstrak bawang putih berwarna coklat gelap sehingga mempengaruhi warna film yang dibentuk. Penampakan dari kedua jenis film tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. A B Gambar 2. Penampakan dari kedua jenis film : (A) film tanpa penambahan ekstrak bawang putih; (B) film dengan penambahan ekstrak bawang putih Fessenden dan Fessenden (1995) menyatakan bahwa kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2%. Selama pencampuran akan reaksi antara kitosan dan asam asetat berupa ikatan hidrogen dan gaya Van der Walls. Peter (2005) juga menyatakan bahwa kitosan membentuk film apabila kitosan yang dilarutkan pada larutan asam laktat atau asam asetat 2% (contohnya 1%) dikeringkan. Kekuatan tarik dari film kitosan berkisar antara 38 sampai 66 MPa, kurang lebih dua kali lipat dari kekuatan tarik dari plastik polyethylene. Muzzarelli dan Muzzarelli (2007) menyatakan bahwa hasil dari sejumlah penelitian sampai saat ini menunjukkan bahwa kitosan dapat bersifat pembunuh bakteri atau penghambat bakteri, atau bahkan dapat membantu pertumbuhan bakteri sesuai dengan jenis bakterinya. Sejumlah hasil menunjukkan bahwa kitosan bersifat mencegah terhadap pertumbuhan sebagian besar bakteri patogen pada manusia dan bakteri perusak bahan pangan. Alexander dan Rhee (2005) juga menyatakan bahwa oligomer dari gugus glukosamin pada kitosan dengan derajat polimerisasi (DP) 30 memiliki sifat antimikroba terhadap beberapa bakteri Gram-negatif, bakteri Gram-positif dan bakteri asam laktat, dimana oligomer dengan DP yang rendah tidak memiliki sifat antimikroba. Oligomer kitosan dengan 13

2 nilai DP yang rendah merupakan nutrien bagi bakteri, sementara oligomer dengan nilai yang lebih tinggi mempunyai sifat racun sebagai akibat dari sifat adhesi kitosan pada membran sel sehingga proses penyerapan nutrien melalui membran sel mikroba menjadi terhambat. Kitosan juga mengandung antioksidan yang dapat membantu menambah umur simpan kerupuk. Kitosan ini dapat mengikat radikal bebas antara lain hidrogen peroksida, anion superoksida dan ion Cu 2+. Karena itu film kitosan cocok digunakan untuk mengemas produk yang mengandung minyak atau lemak (Lin dan Chuo, 2004; Kim dan Thomas, 2007). Plasticizer yang digunakan dalam pembuatan film ini adalah gliserol. Menurut Noureddini et al. (1998), gliserol mempunyai keunggulan sebagai plasticizer karena titik didih yang tinggi sehingga tidak ada gliserol yang menguap dalam proses dibandingkan dengan dietilena glikol monometil eter (DEGMENT), etilena glikol (ET), dietilena glikol (DEG), trietilena glikol (TEG) dan tetraetilena glikol. Hal ini didukung dengan tidak adanya interaksi gliserol dan molekul protein di dalam bahan baku plastik. Gontard et al. (1993) juga menyatakan bahwa gliserol sangat kompatibel dengan film hidrofilik seperti kitosan dan akan menghasilkan film yang lebih fleksibel, halus, dan tidak rapuh. Bahan aktif, dalam hal ini ekstrak bawang putih, ditambahkan setelah larutan homogen dengan tetap dilakukan pengadukan sampai ekstrak bawang putih tercampur secara merata. Pencampuran ekstrak bawang putih dilakukan paling akhir karena dikhawatirkan bahan aktif yang terdapat pada ekstrak bawang putih akan rusak apabila mengalami pemanasan dalam waktu lama karena pada umumnya rempah-rempah sensitif terhadap pemanasan (Chen et al., 1985). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Dewick (2003) yang menyatakan bahwa alisin yang terdapat pada bawang putih tidak tahan terhadap pemanasan. Ekstrak bawang putih yang digunakan dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan pelarut metanol. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Hasil ekstraksi yang diperoleh berupa ekstrak kental. Bawang putih juga diketahui mempunyai sifat antioksidan. Vaidya et al. (2008) menyatakan bahwa alisin yang berpengaruh terhadap rasa dan bau dari bawang putih juga dinyatakan mempunyai sifat antioksidan. Aktivitas ini berupa pengikatan terhadap ion radikal bebas dari peroksida. Sifat anti mikroba ini diperoleh dari asam sulfenik yang terbentuk dari dekomposisi alisin pada bawang putih. Sifat antioksidan ini diharapkan dapat meningkatkan umur simpan dengan cara mengurangi oksidasi yang terjadi pada kerupuk. Zainab (2009) menyatakan bahwa film yang ditambah ekstrak bawang putih mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Salmonella dengan konsentrasi ekstrak bawang putih 0,4% dan 0,6%. Ketika film tersebut diaplikasikan untuk mengemas produk pangan, yaitu bakso ikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa film yang ditambah ekstrak bawang putih 6% dapat memperpanjang umur simpan bakso sampai dua hari pada penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang diberi bahan tambahan Sodium Tripolifosfat (STTP) 0,25%. Pada permukaan film yang ditambah ekstrak bawang putih dapat terlihat adanya serat-serat halus yang berasal dari ekstrak bawang putih. Hal ini diduga dapat mempengaruhi nilai kekuatan tarik atau elongasi dari film tersebut. yang diperoleh juga mempunyai aroma yang khas sesuai dengan bahan pembuatnya. tanpa penambahan ekstrak bawang putih berbau agak asam sebagai akibat dari penggunaan asam asetat dan juga masih ada bau amis udang sebagai akibat dari penggunaan kitosan sementara film dengan penambahan ekstrak bawang putih mempunyai bau agak asam dan juga berbau bawang putih. Aroma dari ekstrak bawang putih akan mempengaruhi aroma dari bahan kemasan yang dikemas sehingga dapat mempengaruhi penerimaan dari konsumen. Proses pembuatan film ini tidak membutuhkan teknologi tinggi sehingga mudah diterapkan dalam skala kecil tetapi diperlukan pengembangan atau desain alat produksi agar proses produksi film ini dapat diterapkan dalam skala industri. 14

3 4.2. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gliserol terhadap Kekuatan Sealing Plastik Gliserol yang dicampurkan ke larutan bervariasi yaitu 0,5%, 0,8% dan 1% (v/v). Perbandingan karakteristik dari ketiga jenis film tersebut secara kualitatif disajikan pada Tabel 2. Perbedaan dari ketiga jenis film tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 sementara penampakan dari hasil seal dari film tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. (a) (b) (c) Gambar 3. dengan konsentrasi gliserol : (a) 0,5%; (b) 0,8%; dan (c) 1% 15

4 Hasil seal (a) Hasil seal (b) Hasil seal (c) Gambar 4. Hasil seal film dengan konsentrasi gliserol : (a) 0,5%; (b) 0,8%; dan (c) 1% 16

5 Tabel 2. Pengaruh konsentrasi gliserol terhadap karakteristik film Konsentrasi gliserol (v/v) Tekstur kemasan Kelenturan kemasan Kekuatan seal 0,5% 0,8% 1,0% kasar agak kasar halus kaku agak kaku lentur agak kuat lemah lemah Gambar 3 menunjukkan film yang dibuat dengan konsentrasi gliserol yang berbeda. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa film yang dihasilkan dengan konsentrasi gliserol 0,5% lebih kasar dan kaku. yang dihasilkan dari larutan dengan konsentrasi gliserol 0,8 % lebih plastis dan lentur tetapi teksturnya masih agak kasar sementara film yng dihasilkan dari larutan yang menggunakan konsentrasi gliserol 1% teksturnya lebih halus dan lentur. yang telah diperoleh lalu dikelim untuk melihat pengaruh gliserol terhadap kekuatan sealing film tersebut. Pada Gambar 4 terlihat bahwa kekuatan seal setiap film berbeda. Pada film dengan konsentrasi gliserol 0,5% terlihat bahwa jika kedua ujung film tersebut ditarik untuk membuka hasil seal-nya maka film tersebut menjadi robek di bagian seal-nya. Sementara pada film dengan gliserol 0,8% dan 1% terlihat bahwa apabila kedua ujung film ditarik maka hasil seal-nya akan terlepas. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil seal dari film dengan gliserol 0,5% lebih kuat dibandingkan dengan hasil seal dari film dengan gliserol 0,8% dan 1%. Hal ini terbukti dari hasil seal film yang tidak terlepas walaupun ditarik. Apabila ditarik lebih kuat maka film tersebut akan robek pada bagian seal-nya yang berarti bahwa nilai kekuatan seal-nya lebih besar dari nilai ketahanan sobeknya. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi gliserol berpengaruh positif terhadap sifat plastis dari film yang dihasilkan tetapi tidak berpengaruh positif terhadap kekuatan seal dari film tersebut. Semakin besar konsentrasi gliserol yang digunakan maka film yang diperoleh semakin plastis sementara kekuatan seal yang diperoleh semakin lemah. Atas kesimpulan ini maka diputuskan untuk menggunakan film dengan konsentrasi gliserol 0,5% dalam penelitian selanjutnya Karakteristik Fisis dan Mekanis Kemasan Salah satu fungsi utama kemasan yaitu melindungi produk dari kerusakan terutama kerusakan karena faktor mekanis dan kerusakan yang disebabkan karena perpindahan uap air dan gas serta mikroba. Karena itu maka pemilihan bahan yang digunakan sangat mempengaruhi fungsi kemasan yang dihasilkan karena setiap bahan mempunyai karakteristik tertentu. Akan tetapi penambahan agen antimikroba ke dalam kemasan dapat berakibat sebaliknya yaitu penurunan nilai fisik dan mekanis dan perubahan sifat optis dari kemasan tersebut sehingga perlu diperhatikan kecocokan dari agen antimikroba yang digunakan dan bahan utama pembuat kemasan tersebut (Ahvenainen, 2003) Ketebalan Ketebalan merupakan indikator kekuatan suatu bahan dimana bahan yang mempunyai ketebalan lebih tinggi pada umumnya lebih kuat dan lebih tahan terhadap kerusakan akibat benturan secara mekanis. Ketebalan film akan berpengaruh terhadap kuat tarik, persen pemanjangan, dan laju transmisi gas (Park et al., 1993). Hasil pengukuran dari ketebalan kemasan disajikan pada Gambar 5. 17

6 0.250 Nilai ketebalan (mm) kitosan kitosan + EBP PP Jenis Kemasan Gambar 5. Nilai ketebalan kemasan yang digunakan Gambar 5 menunjukkan bahwa film yang ditambah ekstrak bawang putih mempunyai ketebalan yang lebih besar daripada film kitosan. Volume larutan yang dipakai untuk membuat kedua jenis film dan luas cetakan sama yaitu 100 ml dan cm 2. Perbedaan ketebalan ini diduga karena ekstrak bawang putih mengandung sejumlah senyawa seperti dialil disulfida, dialil trisulfida, alil propil disulfida, sejumlah kecil disulfida dan dialil polisulfida yang dinamakan alisin (Seydim dan Sarikus, 2006). Adanya senyawa-senyawa ini mengakibatkan total padatan yang terdapat pada film yang ditambah ekstrak bawang putih menjadi lebih banyak daripada total padatan pada film. Ketebalan PP yang digunakan jauh lebih kecil daripada ketebalan film kitosan. Hal ini terjadi karena film yang diproduksi getas dan kekuatan tariknya kecil sehingga harus diproduksi lebih tebal agar film tersebut tidak sobek Kekuatan Tarik dan Elongasi Kekuatan tarik menunjukkan ukuran ketahanan film, yaitu regangan maksimal yang dapat diterima sampel sebelum putus, sedangkan persen pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum yang dialami film pada saat sampel sobek. Nilai kekuatan tarik sangat berpengaruh pada kekuatan mekanis film. Semakin tinggi kekuatan tarik suatu kemasan maka semakin kuat pula kemasan tersebut dalam menahan benturan dan semakin besar pula bobot yang dapat dibawa dalam kemasan tersebut. Sementara nilai elongasi menentukan elastisitas dari kemasan tersebut. Semakin besar nilai elongasi suatu kemasan maka semakin tinggi elastisitasnya. Nilai kekuatan tarik dan nilai elongasi bersifat spesifik sesuai dengan jenis bahan yang digunakan. Nilai kekuatan tarik dan nilai elongasi dari kemasan yang diuji disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7. 18

7 Nilai Kekuatan tarik (N) ¹ ) kitosan kitosan + EBP PP Jenis Kemasan Gambar 6. Nilai kekuatan tarik kemasan yang digunakan ) Sumber : Benning (1983) Nilai Elongasi (%) kitosan kitosan + EBP PP ) Jenis Kemasan Gambar 7. Nilai elongasi kemasan yang digunakan ) Sumber : Benning (1983) kitosan tanpa ekstrak bawang putih memiliki nilai kekuatan tarik lebih tinggi dari film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih. Hal ini diduga terjadi karena penambahan ekstrak bawang putih menyebabkan film menjadi bersifat lebih liat tetapi mengurangi sifat kaku yang tadinya terdapat pada film kitosan. Akibatnya yaitu film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih menjadi lebih plastis tetapi lebih mudah putus. kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih memiliki nilai elongasi yang lebih besar dari film kitosan tanpa penambahan ekstrak bawang putih. Hal ini diduga terjadi karena ekstrak bawang putih yang ditambahkan yang berupa oleoresin akan mengisi ruang antar molekul daerah yang tidak berbentuk pada struktur polimer dan akan meningkatkan kerapatan ruang antar molekul (Ahvenainen, 2003). Hal ini menyebabkan struktur yang terbentuk lebih padat sehingga film yang dihasilkan lebih plastis. Kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih dapat membentuk tekstur film yang baik karena 19

8 mempunyai kemampuan mengikat komponen air dan minyak (mengandung gugus OH dan atau gugus NH₂) yang terdapat di dalam ekstrak bawang putih (Brzeski, 1987). Benning (1983) menyatakan bahwa kekuatan tarik PP sebesar 172,368 N/mm 2. Hal ini sangat besar apabila dibandingkan dengan kekuatan tarik film kitosan dan film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih yaitu sebesar 4,569 N/mm 2 dan 3,409 N/mm 2. Akibat dari nilai kekuatan tarik yang rendah ini yaitu film kitosan yang diproduksi tidak dapat digunakan untuk mengemas produk yang berbobot besar Laju Transmisi Uap Air (Water Vapor Transmission Rate) Laju transmisi uap air merepresentasikan kemampuan suatu kemasan untuk menahan uap air untuk masuk ke dalam kemasan. Nilai laju transmisi uap air (WVTR) disajikan pada Gambar Nilai WVTR (gr/m 2 /hari) kitosan kitosan + EBP PP ) Jenis Kemasan Gambar 8. Nilai WVTR kemasan yang digunakan ) Sumber : Benning (1983) Laju transmisi uap air dipengaruhi oleh a w, RH, suhu, ketebalan, jenis dan konsentrasi plasticizer, dan sifat bahan pembentuk film. Semakin rendah nilai laju transmisi uap air maka film tersebut semakin baik. yang terbuat dari bahan polisakarida merupakan polimer polar dan mempunyai tingkat ikatan hidrogen tinggi karena mengandung gugus hidroksil, sehingga memiliki laju transmisi uap air yang tinggi (Krochta et al., 1994). Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai laju transmisi uap air pada film kitosan tanpa ekstrak bawang putih lebih besar. Hal ini terjadi diduga karena ketebalan film yang lebih kecil dan kerapatan molekul pada film yang ditambah ekstrak bawang putih lebih besar. kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih memiliki ketebalan yang lebih besar sehingga menyebabkan uap air lebih lama untuk melewati kemasan karena jarak yang ditempuh menjadi lebih jauh. Selain itu menurut Ahvenainen (2003) ekstrak bawang putih yang ditambahkan ke dalam film kitosan akan mengisi ruang antar molekul daerah yang tidak berbentuk pada struktur polimer dan akan meningkatkan kerapatan ruang antar molekul. Hal ini menyebabkan uap air menjadi lebih susah untuk melewati kemasan. Menurut Krochta et al., (1994) ekstrak bawang putih mengandung minyak dan air. Komponen minyak dan lemak mempunyai sifat perlindungan yang tinggi terhadap uap air sehingga akan mengurangi sifat hidrofilik film kitosan. Karena itu uap air akan lebih susah untuk melewati kemasan tersebut. 20

9 Uap air di dalam kemasan tidak disukai karena akan meningkatkan a w di dalam produk dan memicu tumbuhnya mikroba yang pada akhirnya akan menurunkan umur simpan produk. Karena itu kemasan yang baik adalah kemasan yang mempunyai nilai laju transmisi uap air rendah. Katz dan Labuza (1981) menyatakan bahwa laju penyerapan air dipengaruhi oleh kemampuan air menembus kemasan kemasan. Makin besar pori-pori kemasan maka laju penyerapan air akan makin cepat. Perpindahan uap air dari lingkungan ke dalam kemasan dapat terjadi apabila nilai a w di dalam kemasan lebih rendah daripada nilai a w lingkungan. Akan tetapi nilai perpindahan ini akan semakin kecil apabila nilai a w produk sudah hampir sama dengan nilai a w lingkungan sehingga nilai transmisi ini akan semakin kecil setiap hari. Nilai laju transmisi uap air dari PP menurut Benning (1983) berkisar antara g/m 2 /24 jam. Nilai ini jauh lebih kecil daripada nilai transmisi uap air dari kedua film yang diproduksi. Perbedaan ini terjadi karena permeabilitas film kitosan yang diproduksi tersebut yang sangat tinggi sehingga mudah dilewati oleh uap air Transparansi Transparansi adalah kemampuan suatu bahan untuk meneruskan cahaya. Parameter ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas kemasan tetapi lebih berpengaruh kepada penampilannya dan preferensi konsumen. Kemasan yang lebih transparan umumnya lebih disukai konsumen. Selain itu kemasan yang lebih transparan juga lebih baik untuk menampilkan produk di dalam kemasan kepada konsumen sehingga lebih berguna sebagai media promosi. Nilai transparansi kemasan disajikan pada Gambar Nilai Transparansi (% T) kitosan kitosan + EBP PP Jenis Kemasan Gambar 9. Nilai transparansi kemasan yang digunakan Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai transparansi dari film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih bernilai lebih besar. Hal ini terjadi karena ekstrak bawang putih yang ditambahkan berwarna coklat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan warna larutan menjadi lebih gelap sehingga film yang dihasilkan juga lebih gelap. Warna coklat ini didapatkan sewaktu pengeringan bawang putih dimana warna bawang putih yang semula putih berubah menjadi coklat. Nilai transparansi dari PP bernilai paling tinggi. Hal ini terjadi karena plastik PP yang digunakan merupakan plastik bening sehingga lebih mudah untuk mengantarkan cahaya. Selain itu plastik PP yang digunakan juga lebih tipis sehingga mempermudah cahaya untuk menembus kemasan 21

10 tersebut. Perbandingan nilai sifat fisis dan mekanis dari film kitosan tanpa penambahan ekstrak bawang putih, film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih dan plastik PP disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan nilai sifat fisis dan mekanis ketiga jenis kemasan yang digunakan Karakteristik kemasan Satuan kitosan kitosan + EBP PP Ketebalan mm 0,182 0,202 0,043 Kuat tarik N/mm² 4,569 3, ,368 a Elongasi % 107,9 176, a Laju transmisi uap air g/m²/hari 132,29 126, a Transparansi % 73,4 62,9 81,6 Sumber : a : Benning (1983) Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa film kitosan tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih jelek dari plastik PP kecuali pada nilai elongasi. Hal ini menunjukkan bahwa film AM dan film AM yang ditambah ekstrak bawang putih belum cukup baik untuk digunakan sebagai kemasan komersial karena selain biaya produksinya lebih besar, film ini juga masih mempunyai karakteristik yang lebih jelek daripada PP, terutama parameter nilai laju transmisi uap air. Karakterisitik yang lebih jelek ini mengakibatkan proses perlindungan yang diberikan kemasan kepada produk lebih lemah sehingga produk lebih mudah rusak Aplikasi Kemasan pada Kerupuk Udang Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini juga dapat diawali oleh hentakan mekanis. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001). Produk yang digunakan sebagai bahan yang dikemas yaitu kerupuk udang. Kerupuk udang dipilih karena mudah diuji, cepat rusak, dan berkadar air rendah karena film ini sangat mudah rusak apabila terkena air. Kerupuk udang juga cocok digunakan sebagai bahan uji karena cocok untuk menguji sifat permeabilitas film yang diproduksi. Parameter yang diuji yaitu kadar air, kekerasan bahan, dan kadar asam lemak bebas. Parameter kadar air dan kekerasan dapat dibandingkan dengan nilai permeabilitas film yang digunakan. Kerupuk udang yang telah digoreng dikemas dalam film yang telah dikelim lalu disimpan pada suhu ruang dan suhu 45 C. Pengujian dilakukan setiap hari selama tiga hari penyimpanan. Hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan kerupuk udang yang dikemas dengan plastik PP karena kemasan inilah yang umumnya digunakan sebagai kemasan untuk kerupuk di pasaran. 22

11 Kadar Air Pengaruh kadar air sangat penting dalam menentukan daya awet dari makanan. Hal ini karena faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat fisiko kimia, perubahan kimia (browning non enzimatis), kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis (Winarno dan Jennie, 1984). Hasil pengujian dari kadar air kerupuk udang disajikan pada Gambar 10. Kadar Air (%) A Kerupuk tanpa kemasan Kemasan PP Kitosan Kitosan + EBP Lama Penyimpanan (Hari) Lama Penyimpanan (Hari) Gambar 10. Kadar air kerupuk udang selama penyimpanan : (A) pada suhu kamar; (B) pada suhu 45 C Kerupuk merupakan bahan kering yang bersifat higroskopis, yaitu mampu menyerap molekul air dari lingkungannya dengan baik. Hal ini menyebabkan penurunan mutu kerupuk sangat dipengaruhi oleh permeabilitas kemasannya karena permeabilitas kemasan akan sangat mempengaruhi jumlah uap air yang dapat masuk ke dalam kemasan. Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar air dari kerupuk yang disimpan pada suhu kamar meningkat setiap harinya, bahkan kerupuk yang dikemas dengan film kitosan dan film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih memiliki nilai kadar air berturut-turut 8,69% dan 8,68% pada hari ke-3. Nilai ini hampir sama dengan kadar air kerupuk yang disimpan tanpa melalui pengemasan yaitu sebesar 8,99%. Hal ini dapat terjadi karena film tersebut memiliki nilai permeabilitas yang tinggi, nilai transmisi uap air dari film kitosan dan film kitosan yang ditambah ekstrak bawang putih berturut-turut adalah 132,29 g/m 2 /hari dan 126,55 g/m 2 /hari. Sementara kerupuk yang dikemas dengan plastik PP memiliki nilai kadar air yang paling rendah. Hal ini terjadi karena plastik PP mempunyai nilai permeabilitas yang rendah. Menurut Syarief dan Halid (1993), sifat PP yang lebih kaku dan tidak mudah sobek dibandingkan plastik PE (LDPE dan HDPE) menjadikan plastik PP cocok digunakan sebagai bahan pengemas produk makanan kering khususnya kerupuk yang mudah rusak. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa kadar air kerupuk udang yang disimpan pada suhu kamar cenderung lebih tinggi daripada kadar air kerupuk udang yang disimpan pada suhu 45 C. Hal ini diduga terjadi karena kelembaban relatif dari tempat penyimpanan pada suhu 45 C cukup rendah sehingga tidak terjadi perpindahan uap air dari lingkungan ke kerupuk. Hal ini menyebabkan kadar air kerupuk tidak meningkat bahkan menurun karena kandungan air dari kerupuk justru berpindah ke lingkungan. Karakteristik film kitosan yang memiliki permeabilitas tinggi menyebabkan film ini sangat lemah dalam melindungi produk terhadap penurunan kualitas akibat pengaruh kadar air. Untuk mengurangi kemungkinan masuknya uap air dar lingkungan ke produk dapat dilakukan beberapa cara. Kadar Air (%) B Kerupuk tanpa kemasan Kemasan PP Kitosan Kitosan + EBP 23

12 Cara yang pertama yaitu dengan menggunakan kemasan sekunder yang memiliki nilai permeabilitas yang rendah untuk mencegah masuknya uap air ke produk. Cara yang kedua yaitu dengan menambahkan gas yang bersifat inert, contohnya N 2, ke dalam kemasan. Cara yang ketiga yaitu mengemas kerupuk tersebut dalam kemasan vakum Kerenyahan Kerenyahan merupakan parameter penting dalam menentukan mutu suatu bahan terutama bahan kering atau yang mengalami proses penggorengan. Kerenyahan juga merupakan ciri khas dari produk makanan ringan, contohnya kerupuk (Katz dan Labuza, 1981). Arpah (2001) menyatakan bahwa kerenyahan merupakan suatu perubahan sifat fisik pada bahan pangan akibat dari reaksi deteriorasi selama penyimpanan yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu. Tergantung pada tingkat deteriorasi yang berlangsung, perubahan tersebut dapat menyebabkan produk pangan tidak dapat digunakan untuk tujuan seperti yang seharusnya atau bahkan tidak dapat dikonsumsi sehingga dikategorikan sebagai bahan kadaluarsa. Hasil pengujian nilai kerenyahan disajikan pada Gambar 11. Nilai kerenyahan (N) A Kerupuk tanpa kemasan Kemasan PP Kitosan Kitosan + EBP Lama Penyimpanan (hari) Lama Penyimpanan (hari) Gambar 11. Nilai kerenyahan kerupuk udang selama penyimpanan : (A) pada suhu kamar; (B) pada suhu 45 C Parameter ini berhubungan erat dengan kadar air bahan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka bahan tersebut semakin tidak renyah. Perubahan nilai kerenyahan terjadi karena adanya perpindahan uap air dari lingkungan ke dalam kemasan sehingga parameter ini juga bergantung pada nilai transmisi uap air kemasan yang dipakai. Nilai kerenyahan yang semakin tinggi mengakibatkan diperlukan tenaga yang lebih besar untuk mematahkan bahan tersebut. Katz dan Labuza (1981) menduga bahwa air melarutkan dan melunakkan matriks pati atau protein yang ada pada sebagian besar bahan pangan yang mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik termasuk kerenyahan. Nilai pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar nilai yang diperoleh maka semakin besar gaya yang diperlukan untuk mematahkan kerupuk tersebut. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai yang diperoleh pada pengujian tersebut maka kerupuk tersebut semakin tidak renyah. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai kerenyahan kerupuk cenderung meningkat artinya yaitu kerupuk semakin tidak renyah selama penyimpanan. Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai kerenyahan kerupuk udang semakin menurun selama penyimpanan tetapi besar penurunan tersebut lebih besar pada kerupuk udang yang Nilai Kerenyahan (N) B Kerupuk tanpa kemasan Kemasan PP Kitosan Kitosan + EBP 24

13 disimpan pada suhu kamar. Hal ini dapat dipahami karena penurunan kadar air pada suhu kamar juga lebih kecil daripada penurunan kadar air pada suhu 45 C. Gambar 11 menunjukkan bahwa pada suhu kamar, penurunan nilai kerenyahan paling besar terdapat pada kerupuk yang tidak dikemas. Hal ini terjadi karena memang penurunan kadar air yang terbesar terdapat pada kerupuk yang tidak dikemas sebab udara tidak mendapat halangan untuk kontak dengan produk. Sementara nilai kerenyahan yang paling kecil terdapat pada kerupuk yang dikemas dengan plastik PP. Hal ini terjadi karena plastik PP merupakan kemasan yang paling rendah nilai permeabilitasnya dibandingkan dengan film kitosan yang digunakan. Gambar 11 menunjukkan bahwa penurunan nilai kerenyahan pada kerupuk yang disimpan pada suhu 45 C lebih kecil daripada kerupuk yang disimpan pada suhu kamar. Hal ini terjadi karena kadar air kerupuk terjaga pada suhu tersebut sehingga penurunan kerenyahannya juga kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang positif pada kerenyahan bahan Kadar Asam Lemak Bebas Kadar asam lemak bebas adalah nilai asam lemak bebas yang terdapat di dalam bahan. Parameter ini digunakan untuk menguji bahan yang digoreng karena bahan yang digoreng mengandung asam lemak yang berasal dari minyak goreng yang digunakan. Hasil pengujian kadar asam lemak bebas disajikan pada Gambar 12. Kadar ALB (%) A Kerupuk tanpa kemasan Kemasan PP Kitosan Kitosan + EBP Lama penyimpanan (hari) Lama penyimpanan (hari) Gambar 12. Kadar asam lemak bebas kerupuk udang selama penyimpanan : (A) pada suhu kamar; (B) pada suhu 45 C Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar asam lemak bebas mengalami peningkatan selama penyimpanan. Kerupuk yang dikemas pada film kitosan mengalami peningkatan kadar asam lemak bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerupuk yang dikemas dengan PP. Hal ini terjadi karena permeabilitas film kitosan yang lebih besar daripada PP. Kerupuk yang dikemas di dalam PP mempunyai kadar asam lemak yang paling kecil dibandingkan dengan kerupuk yang dikemas dengan kemasan lain. Hal ini terjadi karena plastik PP mempunyai permeabilitas gas yang paling kecil dibandingkan dengan film kitosan sehingga proses oksidasi terjadi lebih lambat. Oksigen yang akan masuk ke dalam kemasan lebih mudah untuk masuk apabila permeabilitas gasnya besar sehingga peluang untuk terjadinya proses oksidasi juga lebih besar. Asam lemak bebas berasal dari asam lemak tidak jenuh pada bahan yang mengalami proses oksidasi oleh oksigen. Asam lemak bebas ini tidak disukai pada bahan karena selain mengakibatkan Kadar ALB (%) B Kerupuk tanpa kemasan Kemasan PP Kitosan Kitosan + EBP 25

14 rasa dan bau tidak enak, proses oksidasi ini juga dapat menurunkan nilai gizi karena kerusakan asam lemak esensial dalam lemak. Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal ini dikenal sebagai reversion. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan dari reversion ini adalah suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen, dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai katalisator pada proses oksidasi (Ketaren, 1989). Secara umum proses ketengikan lebih mempengaruhi penerimaan konsumen. Bau tengik yang dihasilkan oleh proses oksidasi ini dapat menyebabkan konsumen tidak menyukai produk tersebut. Selain itu juga ada kemungkinan terjadinya perubahan rasa produk akibat proses oksidasi yang juga mempengaruhi penerimaan konsumen. Kitosan dan bawang putih diketahui mempunyai antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas. Antioksidan ini diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dengan mencegah terjadinya proses ketengikan. Kadar asam lemak bebas dari kerupuk yang dikemas dengan film kitosan lebih rendah dari kerupuk yang tidak dikemas tetapi masih lebih tinggi dari kadar asam lemak bebas dari kerupuk yang dikemas dengan PP. Hal ini diduga karena permeabilitas dari film kitosan yang besar sehingga walaupun film tersebut menghasilkan antioksidan tetapi proses oksidasi masih dapat terjadi. Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya proses ketengikan adalah dengan mencegah masuknya oksigen ke dalam kemasan sehingga proses oksidasi tidak terjadi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan kemasan sekunder yang bersifat kedap, menambahkan gas inert ke dalam kemasan, atau mengemas produk dalam kondisi vakum. 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengemasan merupakan proses perlindungan suatu produk pangan yang bertujuan menjaga keawetan dan konsistensi mutu. Produk yang dikemas akan memiliki masa simpan relatif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan... 66 a. Ekstraksi pati ganyong... 66 b. Penentuan kisaran konsentrasi sorbitol untuk membuat edible film 68 c. Penentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Plastik merupakan salah satu bahan yang telah memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

EVALUASI SIFAT FISIS-MEKANIS DAN PERMEABILITAS FILM BERBAHAN KITOSAN PHYSICAL-MECHANICAL PROPERTIES AND PERMEABILITY EVALUATION OF CHITOSAN FILM

EVALUASI SIFAT FISIS-MEKANIS DAN PERMEABILITAS FILM BERBAHAN KITOSAN PHYSICAL-MECHANICAL PROPERTIES AND PERMEABILITY EVALUATION OF CHITOSAN FILM Endang Warsiki, Juanda Sianturi, dan Titi Candra Sunarti EVALUASI SIFAT FISIS-MEKANIS DAN PERMEABILITAS FILM BERBAHAN KITOSAN PHYSICAL-MECHANICAL PROPERTIES AND PERMEABILITY EVALUATION OF CHITOSAN FILM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengemasan Aktif

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengemasan Aktif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengemasan Aktif Pengemasan mempunyai peran yang signifikan dalam rantai pasok makanan dan merupakan bagian yang penting baik pada pengolahan makanan dan keseluruhan rantai pasok

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan lingkungan, menjaga kualitas

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2)

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian umur simpannya akan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Enkapsulasi Minyak Cengkeh Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perbandingan konsentrasi yang optimum untuk gum arabika dan tapioka yang kemudian

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenang identik dengan rasa manis dan gurih yang lekat. Secara umum jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat dari bahan buah-buahan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Buah merupakan salah satu produk pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Buah mengandung banyak nutrisi, air, dan serat, serta kaya akan karbohidrat sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Produksi plastik di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data INAPLAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian, dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEMASAN AKTIF BERBAHAN DASAR KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH SKRIPSI JUANDA SIANTURI F

PENGEMBANGAN KEMASAN AKTIF BERBAHAN DASAR KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH SKRIPSI JUANDA SIANTURI F PENGEMBANGAN KEMASAN AKTIF BERBAHAN DASAR KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH SKRIPSI JUANDA SIANTURI F 34050731 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 DEVELOPMENT

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah

ABSTRAK. Keripik pisang merupakan makanan ringan yang mudah mengalami ketengikan. Salah 1 KAJIAN LAMA SIMPAN KERIPIK PISANG KEPOK PUTIH (Musa acuminate sp.) BERDASARKAN TINGKAT AROMA, RASA DAN KERENYAHAN ORGANOLEPTIK DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN DENGAN MODEL PENDEKATAN ARRHENIUS Citra Ratri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN KEMASAN KERTAS DAN PLASTIK Kertas Kasar Kertas Lunak Daya kedap terhadap air, gas, dan kelembaban rendah Dilapisi alufo Dilaminasi plastik Kemasan Primer Diresapi lilin,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: 55 Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: a. Pengukuran Ketebalan Film (McHugh dan Krochta, 1994).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Aspek Perlindungan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN

PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA

Lebih terperinci

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. KULIAH KE VIII EDIBLE FILM mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan. Kelemahan Kemasan Plastik : non biodegradable Menimbulkan pencemaran Dikembangkan kemasan dari bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang

I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak-otak merupakan produk pengolahan dari daging ikan yang dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang putih, dan bawang merah. Produk otak-otak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembungkus dari buah buahan dan sayuran dapat menggantikan beberapa pembungkus sintetik yang biasanya digunakan untuk mengawetkan dan melindungi makanan tersebut. Edible

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah.

MODUL 7 STICK IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna kekuningan dan memiliki tekstur yang renyah. MODUL 7 STICK IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat stick ikan yang gurih, renyah dan enak. Indikator Keberhasilan: Mutu stick ikan yang dihasilkan berwarna

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih

I. PENDAHULUAN. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik telah meluas hampir ke seluruh bidang kehidupan. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih ekonomis, tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belimbing Belimbing terdiri atas dua jenis, yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis mempunyai bentuk seperti bintang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa Fakultas

Lebih terperinci

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan. pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan IV. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN 4.1. Waktu dan Tempat Percobaan Percobaan pendahuluan dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012 dan pecobaan utama dilakukan pada bulan April Mei 2012 dengan tempat percobaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PEG-400 DAN LILIN LEBAH TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL DARI CAMPURAN METILSELULOS- KARBOKSIMETILSELULOSA-SUSU BUNGKIL KEDELAI

PENGARUH PENAMBAHAN PEG-400 DAN LILIN LEBAH TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL DARI CAMPURAN METILSELULOS- KARBOKSIMETILSELULOSA-SUSU BUNGKIL KEDELAI PENGARUH PENAMBAHAN PEG-400 DAN LILIN LEBAH TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL DARI CAMPURAN METILSELULOS- KARBOKSIMETILSELULOSA-SUSU BUNGKIL KEDELAI Oleh: MEDINOVA F31.0011 1998 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG Disusun oleh : 1. I Gede Sanjaya M.H. (2305100060) 2. Tyas Puspita (2305100088)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci