BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gambar cadas merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia yang memiliki pola tertentu yang dibuat baik pada dinding gua, dinding ceruk, tebing, maupun batu besar (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 47). Pembuatan pola-pola gambar pada setiap objek cadas dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya menggores, mencungkil, menyemprot, dan cap. Hal tersebut merupakan bukti kreativitas nenek moyang manusia untuk mengekspresikan rasa seni (Sopandi t.t.). Sebagai data arkeologi, seni cadas sering digolongkan sebagai fitur karena dibuat oleh manusia pada benda alam yang tidak mungkin dapat dipindahkan tanpa mengubah keadaannya. Di seluruh benua-benua besar seperti Afrika, Amerika, Eropa, Australia, dan Asia ditemukan tinggalan gambar cadas dengan keunikan yang berbeda-beda. Setiap wilayah memiliki corak dan media sendiri yang khas, hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh lingkungan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, kondisi lingkungan turut mempengaruhi ketersediaan bahan yang digunakan untuk membuat seni cadas. Selain itu, mata pencahariaan, sistem kepercayaan, dan religi tertentu juga turut

2 2 mempengaruhi perbedaan gaya, motif, dan tema dari seni cadas antara satu tempat dengan tempat lainnya. Di Australia, sebaran seni gambar cadas hampir dapat ditemukan di seluruh pelosok, bahkan hingga Tasmania. Beberapa sebaran ditemukan di Australia Utara dan Australia Selatan (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 52-53). Keberadaan seni gambar cadas di wilayah Asia Tenggara sudah lama diketahui seperti di daerah Thailand bagian timur laut dan Thailand bagian selatan. Di Malaysia, dapat ditemukan di Sarawak. Kemudian terdapat juga penemuan gambar cadas di Filipina bagian Tengah (Prasetyo, 1997: 46-47). Menurut Tan (2014, 73-74) gambar cadas di Asia Tenggara mulai ditemukan pada abad 19. Peneliti yang paling banyak menulis tentang gambar cadas di Asia Tenggara adalah Kusch. Di Indonesia pun cukup banyak terdapat situs-situs yang mengandung temuan gambar cadas. Situs-situs tersebut ditemukan tersebar terutama di wilayah Indonesia bagian timur dan tenggara. Situssitus tersebut antara lain terdapat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Pulau Seram, Kepulauan Kei, dan Irian Jaya (Kosasih, 1985: 27). Di Pulau Jawa sendiri, gambar cadas ditemukan di Gunung Sangkur, Jawa Barat dalam bentuk ukiran. Pada perkembangannya, baru-baru ini ditemukan pula tinggalan-tinggalan gambar cadas di belahan Indonesia lainnya, antara lain Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Temuan paling baru adalah penemuan gambar cadas di Sumatera Selatan yaitu di Gua Harimau (Tan, 2014: 86-87). Gambar

3 3 cadas lainnya juga ditemukan di Timor Timur, tepatnya di Situs Hatu Wakik berupa cap tangan dan bentuk-bentuk geometris yang abstrak (Tan, 2014: 91). Hasil penelitian selama ini menunjukkan bahwa seni cadas di Indonesia tergolong hasil budaya yang baru jika dibandingkan dengan masuknya budaya serupa di negara-negara Eropa ataupun Australia. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa seni cadas tertua yang ada di Indonesia ternyata berusia 39,9 kyr, yaitu temuan berupa lukisan oker yang ada di Leang Timpuseng, Situs Pangkep, Sulawesi Selatan (Taҫon et al. 2014: ). Artinya, lukisan prasejarah di Indonesia memiliki usia yang relatif sama dengan temuan lukisan gua yang ada di Eropa dan Australia. Temuan gambar cadas tidak lepas dari kecenderungan manusia untuk memilih gua dan ceruk sebagai tempat tinggal dikarenakan kebutuhan akan tempat tinggal yang lebih aman. Rasa takut terhadap alam, telah mendorong manusia untuk menempati gua dan ceruk. Selain itu, dengan pola kehidupan yang lebih mapan, manusia memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan kegiatan yang lebih kompleks. Salah satunya adalah membuat gambar cadas sebagai curahan dari pemikiran manusia (Kosasih, 1985: 16-17). Dengan kata lain, naluri manusia merupakan faktor penggerak utama terciptanya seni gambar cadas. Dilihat dari sifat tersebut, gambar cadas dapat dikategorikan sebagai bagian dari ideofak.

4 4 Tujuan dibuatnya gambar cadas, tidak hanya sekedar untuk ungkapan rasa seni semata. Dalam kajian seni gambar cadas prasejarah terdapat beberapa asumsi mengenai hal tersebut. Beberapa pemikiran mengutarakan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi penciptaan gambar cadas. Pemikiran-pemikiran tersebut antara lain berkaitan dengan konsep manusia terhadap kehidupan dan alam, sebagai identitas kelompok, gambar tokoh mitos atau legenda, maupun hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan ritual tertentu (Tanudirjo dan Mahirta, 2009: 47-48). Seperti halnya pada studi kasus petroglif di Yinshan, Mongolia, pola hewan pada seni gambar cadas menunjukkan adanya pemaknaan religi oleh masyarakat prasejarah baik sebagai dewa ataupun pemujaan lainnya (Zhang, 2014: 89). Senada dengan itu, Soejono (1986: ) mengatakan bahwa seni gambar cadas merupakan pengutaraan rasa estetika dan religius dari manusia di masa berburu tingkat lanjut. Munculnya gambar cadas di kawasan Indonesia bagian barat telah menyambung mata rantai yang sempat terputus di Nusantara, dan secara umum persebaran di kawasan Asia dan Pasifik. Gambar cadas di Kalimantan yang pertama kali ditemukan adalah di Diang Kaung pada tahun 1988 oleh Jean-Michel Chazine. Disusul kemudian dengan penemuan di Situs Batu Cap (Ketapang) pada tahun Selain itu terdapat pula sejumlah gambar cadas di beberapa situs di desa Sungai Sungkung, Sambas yang berbatasan dengan Serawak. Situs-situs tersebut meliputi Gua Tengkayu, Batu Bakil, dan Batu Kadok. Di wilayah

5 5 Kalimantan Timur, gambar cadas terdapat di wilayah Sangkulirang, pada salah satu ceruk bernama Mardua III (Prasetyo, 1997: 45-46). Sebagai salah satu gua yang masuk kedalam jalur survei Chazine pada tahun 1988, gambar cadas di Situs Diang Kaung memiliki keunikan tersendiri. Selain bahan pembuatnya yang berwarna hitam, lokasi situs ini juga tidak jauh dari Ipoh, Niah, dan Sireh di Wilayah Serawak yang juga merupakan gua-gua yang memiliki gambar cadas. Hal ini dapat mengungkapkan persebaran masyarakat pembawa budaya gambar cadas di wilayah Kalimantan pada khususnya. Situs Diang Kaung terletak di Bukit Kaung yang merupakan jajaran kars yang melintang dari utara ke selatan. Sepanjang bukit ini terdapat sejumlah ceruk maupun gua. Masih aktifnya sebagian besar stalaktit membuat kondisi tanah yang ada di cekungan-cekungan Bukit Kaung memiliki kelembaban yang cukup tinggi. Lingkungan sekitar Bukit Kaung berupa hutan hujan tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Sungai terdekat merupakan aliran sungai periodik yang hanya muncul ketika hujan, sedangkan salah satu sungai besar di Bukit Kaung adalah Sungai Hovoroi yang merupakan anak Sungai Kapuas. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan oleh tim Balai Arkeologi Banjarmasin di jajaran Bukit Kaung, hanya ditemukan satu ceruk saja yang memiliki tinggalan gambar cadas, yaitu Diang Kaung I, sedangkan Diang Kaung II, Diang Kaung III, Diang Kaung IV, Diang Kaung V, Diang Kaung VI, Diang Kaung VII, dan Diang Kaung VIII tidak ditemukan gambar cadas (Balai Arkeologi Banjarmasin, 2014: 14-18).

6 6 Adanya tinggalan gambar cadas di Situs Diang Kaung turut membuka wawasan mengenai jalur persebaran pembawa budaya tersebut di kawasan Asia Pasifik pada umumnya, dan di Kalimantan pada khususnya. Namun, sejauh ini belum banyak kajian yang dilakukan terhadap keberadaan gambar-gambar cadas di situs ini. Karena itu, kajian terhadap gambar cadas di Situs Diang Kaung perlu dilakukan secara lebih rinci. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja pola hias seni gambar cadas situs Diang Kaung, Kalimantan Barat? 2. Siapakah manusia pendukung yang membawa budaya seni gambar cadas di situs Diang Kaung? C. Tujuan Penelitian Seni cadas adalah salah satu unsur kebudayaan Prasejarah yang dapat digolongkan dalam kategori Kebudayaan Gua jika ditemukan di dalam gua maupun ceruk. Kebudayaan gua di Indonesia muncul pada Kala Akhir Pleistosen sampai Awal Holosen serta bertepatan dengan Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut (Kadir, 1983: 176).

7 7 Penelitian ini ditujukan untuk memberikan deskripsi mengenai motif hias gambar cadas Situs Diang Kaung. Pendeskripsian tersebut didasarkan pada observasi lapangan dan juga berbagai laporan atau data sekunder lainnya. Diharapkan deskripsi ini dapat mengungkapkan mengenai kronologi relatif dan manusia pembawa budaya gambar cadas di Situs Diang Kaung. Di samping itu, penelitian ini dirasa penting untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang gambar cadas yang ada di Indonesia. D. Tinjauan Pustaka dan Keaslian Penelitian Penelitian mengenai seni gambar cadas sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Pada tahun 2004, Universitas Indonesia mempublikasikan skripsi Marika Dewi Santania mengenai seni gambar cadas di Kalimantan Barat yang berjudul Lukisan Gua/Ceruk di Situs Batu Cap: Suatu Data Tambahan dalam Perbandingan Lukisan Gua/Ceruk di Indonesia. Skripsi mengenai seni gambar cadas lainnya juga pernah ditulis oleh Adhi Agus Oktaviana (2009) dengan judul Penggambaran Motif Perahu pada Seni Cadas di Indonesia. Dalam tesisnya, Blasius Suprapta (1996) menulis tentang bentuk dan lokasi serta tema lukisan dinding gua di daerah Pangkep, pembahasannya juga mendalam hingga rekonstruksi lingkungan biologis dan kehidupan sosial ekonomis masyarakat penghuni kompleks gua Pangkep. Penelitian mengenai seni cadas di Papua telah di lakukan oleh Karina Arifin dan Delanghe pada tahun 1996 dengan wilayah eksplorasi

8 8 meliputi Kokas dan Goras, Teluk Berau, wilayah Kaimana, dan Lembah Baliem. (Oktaviana, 2009: 6). Penelitian terhadap seni cadas di Papua juga pernah dilakukan oleh J. Roder terutama di Teluk Berau, Pulau Ogar, dan Teluk Arguni. Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Glover di Dataran Tinggi Baucau dan Kepulauan Kei (Arifin dan Delanghe, 2004: 40-41). Penemuan seni cadas di daerah Sulawesi Selatan pertama kali dilakukan oleh Heeren Palm di Leang PattaE berupa cap tangan dengan latar belakang warna merah. Seni gambar cadas situs Batu Cap di wilayah Kalimantan Barat terungkap oleh tim peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Selain itu, penelitian Balai Arkeologi Bandung juga mendata sejumlah seni gambar cadas di Sambas. Seni gambar cadas di wilayah Sangkulirang, Kalimantan Timur terungkap oleh tim peneliti dari Balai Arkeologi Banjarmasin yang dibantu oleh peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Prasetyo, 1997: 44-46). Temuan gambar cadas di Kalimantan relatif baru jika dibandingkan dengan temuan di Sulawesi dan Papua. Tinggalan seni cadas di Kalimantan yang sudah cukup terkenal berada di Pegunungan Marang, Kalimantan Timur dengan temuan berupa lukisan cap tangan, dan berbagai motif lainnya. Selain itu terdapat juga temuan gambar cadas di Situs Batu Cap, Kalimantan Selatan dan Situs Diang Kaung, Kalimantan Barat. Penelitian mengenai Diang Kaung ini pertama kali dilakukan oleh Jean Michel Chazine pada tahun 1988 (Hasan t.t). Dalam laporannya, Chazine mengemukakan hanya ada tujuh jenis motif gambar di Situs

9 9 Diang Kaung. Pada laporan tersebut disebutkan bahwa motif-motif hias di Situs Diang Kaung antara lain adalah matahari, panah, ikan, antropomorfik, genderang, biawak, dan rusa. Teknik yang dipakai dalam penggambaran adalah sapuan penuh terutama motif lukisan berbentuk hewan seperti rusa, biawak serta sebagian dari lukisan antropomorfik, sedangkan teknik lain berupa sketsa untuk motif-motif lukisan berbentuk geometris, ikan, mata panah, dan sebagian motif antropomorfik (Prasetyo, 1997: 46). Berbeda dengan hasil laporan tersebut, dalam skripsi ini akan dijabarkan mengenai adanya 14 jenis motif gambar pada Situs Diang Kaung. Kemudian, penelitian berikutnya pernah dilakukan oleh Achmad Sopandi dari Universitas Negeri Jakarta pada tahun Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Sopandi menyimpulkan ada 30 gambar yang dibuat dengan arang. Sayangnya, pada laporan tersebut tidak disertakan keterangan mengenai detail motif-motif dan posisi panelnya. Selain itu, penjabarannya dirasa belum mendalam dan rinci, hanya mengidentifikasikan bentuk-bentuk tertentu tanpa ada analisis yang cukup jelas. Untuk melengkapi penelitian tersebut, maka dalam skripsi ini akan dijabarkan 64 gambar yang ada di Situs Diang Kaung. Penelitian terbaru di situs Diang Kaung dilakukan pada tahun 2013 oleh Vida Pervaya Rusianti Kusmartono beserta tim untuk melihat okupasi di situs ini. Selain itu, di tahun yang sama, Balai Arkeologi Banjarmasin juga melakukan survei di lokasi yang sama. Berdasarkan hasil survei, terdapat cukup banyak ceruk dan gua di sepanjang Bukit

10 10 Kaung, Kalimantan Barat. Hasilnya, lebih dari empat ceruk dan gua di sepanjang Bukit Kaung berhasil di survei. Tiga ceruk di antaranya yaitu Diang Kaung I, Diang Kaung II, dan Diang Tonokong telah diekskavasi dengan membuka 6 kotak, dan 1 kotak trench (Kusmartono, keterangan lisan, 2014). Dari hasil penelitian tersebut, hanya satu ceruk saja yang memiliki temuan gambar cadas, yaitu Diang Kaung I. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, nampak bahwa penelitian mengenai pola hias gambar cadas Situs Diang Kaung, Kalimantan Barat dan kronologi manusia pembawa budaya seni gambar cadas tersebut belum pernah dilakukan. Meskipun upaya mengidentifikasi bentuk gambar cadas sudah dilakukan tetapi masih bersifat kurang mendalam. Penelitian yang dilakukan sekarang akan tidak sekedar hanya menganalisis bentuk, tetapi juga susunan dan makna yang ada di balik gambar. Selain itu, penelitian ini juga mencoba menentukan pertanggalan dan manusia pendukungnya. Kedua aspek tersebut belum dibahas dalam penellitian sebelumnya. E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terfokus untuk menjawab permasalahan mengenai motif hias dan masyarakat pembawa kebudayaan seni cadas di Situs Diang Kaung. Selain itu, hal-hal yang juga akan dijelaskan adalah ciri-ciri situs dalam konteks ekologi, sebaran gambar cadas, serta keletakan gambar, hubungan antar simbol, dan penafsiran tema seni cadas Diang Kaung.

11 11 Untuk mengungkapkan kemungkinan pendukung budaya gambar cadas di Diang Kaung perlu dilakukan perbandingan dengan temuan gambar cadas di beberapa tempat lain yang relevan. Situs lain yang akan dibandingkan dengan Diang Kaung antara lain Situs Gua Sireh di Sarawak, situs-situs di wilayah Pangkep, Situs Batu Cap di Kalimantan Selatan, Situs Kaimana di Papua Barat, serta beberapa situs lainnya. Karena itu, lingkup kajian perbandingan akan meliputi temuan gambar cadas yang memiliki motif dan teknik yang tidak jauh berbeda dengan temuan di Diang Kaung. F. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana jumlah sampel bukanlah hal yang penting. Sesuai karakter pendekatan kualitatif yang lebih investigatif, maka pengambilan sample dalam studi kualitatif lebih ditekankan pada kualitas sampel dan bukan pada jumlah atau kuantitasnya. Secara umum prosedur pengambilan sampel pada studi kualitatif memiliki karakter sebagai berikut: (1) tidak diarahkan pada jumlah yang besar, melainkan pada kekhususan kasus sesuai dengan masalah penelitian; (2) tidak ditentukan secara kaku sejak awal, namun bisa berubah ditengah penelitian sesuai pemahaman dan kebutuhan yang berkembang; (3) tidak diarahkan pada keterwakilan/representasi, melainkan pada konteks (Salim, 2006: 12). Pendekatan kualitatif dirasa tepat digunakan dalam penelitian ini. Hal tersebut mempertimbangan tentang keseluruhan data yang diambil

12 12 oleh peneliti. Penelitian ini tidak menggunakan metode sampling, itu artinya peneliti mengambil data gambar cadas Diang Kaung berdasarkan kualitasnya. Dalam kasus ini, data yang diambil adalah keseluruhan gambar cadas di Situs Diang Kaung. Penalaran yang digunakan adalah induktif. Dalam penalaran induktif, data dikumpulkan terlebih dahulu, selanjutnya penyusunan hipotesis yang dapat menjelaskan semua hubungan antar data (Haryono, 1993: 13). Penalaran ini bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus yang kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum. Namun, sangat memungkinkan untuk memunculkan asumsi dan landasan teori terlebih dahulu sebelum pengumpulan data dimulai selama proses ini ditujukan untuk mengarahkan penelitian (Tanudirjo, 1989: 34). Dalam penelitian untuk mengetahui motif-motif hias dan masyarakat yang membawa kebudayaan gambar cadas di Situs Diang Kaung ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Data primer merupakan hasil dari pengamatan langsung pada gambar-gambar di Ceruk Diang Kaung, Kalimantan Barat. Mengingat objek penelitian adalah gambar cadas, maka pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan menitik beratkan pada detail pendokumentasiannya. Teknik dokumentasi dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah dengan menggunakan kamera. Teknik ini memiliki kelebihan dalam hal mempresentasikan bentuk dan warna dari gambar cadas tersebut. Kemudian, peneliti juga menggunakan metode absklat, yaitu pendokumentasian dengan teknik

13 13 jiplak. Teknik ini membutuhkan plastik sebagai medianya. Beberapa plastik disusun menimpa gambar cadas, selanjutnya dilakukan penggambaran dengan menggunakan spidol mengikuti alur-alur pola yang ada. Selain gambar-gambar cadas di Situs Diang Kaung, data primer juga didapatkan dengan melakukan pengamatan di lingkungan sekitar situs, serta objek-objek lainnya yang dianggap perlu. Unsur-unsur yang turut diamati antara lain flora dan fauna yang ada di sekitar lingkungan situs. Tidak hanya itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan pada motif hias pada motif lukisan yang ada di Desa Tanjung Lokang sebagai pemukiman yang paling dekat dengan lokasi situs. Keseluruhan dari data-data tersebut digunakan sebagai pembanding untuk menginterpretasikan dan mengetahui motif hias yang ada di Situs Diang Kaung. Selain itu, digunakan juga data sekunder yang didapat dari studi pustaka sebagai data pembanding, penguat, dan pelengkap dari data yang telah didapatkan selama di lapangan. Untuk melengkapi data sekunder ini, peneliti akan menggunakan beberapa literatur seperti jurnal ilmiah baik dalam maupun luar negeri, berbagai buku yang berkenaan dengan seni gambar cadas secara umum, peta situs, artikel, website, dan berbagai bacaan lainnya. Dalam penelitian ini juga dilakukan teknik wawancara untuk mengetahui istilah-istilah dalam penyebutan motif-motif tertentu dan untuk mendapatkan data tambahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

14 14 Tahap kedua adalah analisis data yang dilakukan sebagai kelanjutan dari tahap pengumpulan data. Pada tahap ini, baik data primer maupun data sekunder diolah untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang motif dan pendukung gambar cadas di Diang Kaung. Data primer berupa foto dari gambar cadas Situs Diang Kaung akan diolah dengan menggunakan picasa untuk lebih memperjelas gambarnya. Beberapa gambar memang diketahui telah pudar sehingga sulit untuk diamati dengan pengamatan biasa. Dengan mengubah komposisi warna, maka gambar yang telah pudar akan nampak lebih jelas. Dari hasil pengelolaan foto-foto tersebut, akan dilakukan analisis bentuk. Secara umum, seni gambar cadas dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu figuratif atau non figuratif. Figuratif adalah bentuk-bentuk yang berkaitan dengan pola-pola yang mudah dikenali seperti manusia, tumbuhan, maupun hewan. Sedangkan non-figuratif biasanya berbentuk lingkaran, lengkungan, garis, spiral, dan titik. Pola hias situs Diang Kaung memiliki beberapa variasi bentuk. Beberapa gambar dapat diidentifikasi sebagai bentuk manusia, hewan, dan geometris, sedangkan beberapa lainnya belum dapat diidentifikasi. Dalam proses pendiskripsian, dibutuhkan studi komperatif terhadap pola-pola gambar cadas Diang Kaung dengan bentuk-bentuk serupa tanpa memandang medianya. Untuk menganalisis bentuk gambar cadas Diang Kaung, dibutuhkan banyak literatur sebagai data pembanding. Selanjutnya akan dilakukan analisis ukuran, teknik, warna dan bahan. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara lebih

15 15 mengenai ukuran, teknik, warna dan bahan dari gambar cadas di Situs Diang Kaung dalam rangka menemukan motif-motif yang digambarkan di situs ini. Selanjutnya dilakukan studi komperarif antara gambar cadas Situs Diang Kaung dengan situs-situs serupa yang memiliki tinggalan gambar cadas. Beberapa situs yang akan dibandingkan dengan Diang Kaung. Selain itu juga akan dilakukan analogi terhadap bentuk flora, fauna, dan motif hias seperti lukisan dan tatoo. Studi komperatif ini ditujukan untuk memberikan pandangan mengenai bentuk dan gaya dari gambar cadas yang ada di Situs Diang Kaung. Untuk menjawab pertanyaan mengenai masyarakat pembawa kebudayaan seni cadas di Situs Diang Kaung, akan digunakan literatur dari Wilson yang telah membagi gaya seni cadas menjadi dua yaitu Austronesian Engraving Style (AES) dan Austronesian Painting Tradition (APT). Tidak hanya itu, untuk menjawab hal ini juga akan digunakan data etnografi dengan membandingkan hasil kesenian masyarkat dayak pada motif hias di Situs Diang Kaung.

KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN Bambang Sugiyanto Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; Telepon

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA

BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA BAB DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA Berdasarkan data foto dan gambar yang dapat dikumpulkan dari hasil penelitian mengenai seni cadas pada situs-situs di Indonesia dan sekitarnya (Sarawak

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI ADHI AGUS OKTAVIANA

UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI ADHI AGUS OKTAVIANA UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI ADHI AGUS OKTAVIANA 0703030018 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARKEOLOGI DEPOK JANUARI 2009 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian, Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing,

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing, BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing, dan batu. Seni cadas merupakan salah satu fenomenal dalam dunia arkeologi yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Proses sejarah yang panjang serta kondisi geografis

Lebih terperinci

SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR

SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR Erlin Novita Idje Djami (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Rock art in East Biak is an interesting subject to be examined. Its carved technique and motifs offer many important

Lebih terperinci

ROCK-ART KALIMANTAN TIMUR: JENIS GAMBAR DAN WAKTU PEMBUATANNYA EAST KALIMANTAN ROCK-ART: FIGURES AND ITS CHRONOLOGIES

ROCK-ART KALIMANTAN TIMUR: JENIS GAMBAR DAN WAKTU PEMBUATANNYA EAST KALIMANTAN ROCK-ART: FIGURES AND ITS CHRONOLOGIES ROCK-ART KALIMANTAN TIMUR: JENIS GAMBAR DAN WAKTU PEMBUATANNYA EAST KALIMANTAN ROCK-ART: FIGURES AND ITS CHRONOLOGIES Bambang Sugiyanto Balai Arkeologi Kalimantan Selatan, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005.

POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. POLA OKUPASI GUA KIDANG: HUNIAN PRASEJARAH KAWASAN KARST BLORA 2014 Indah Asikin Nurani Penelitian ini telah memasuki tahap ke delapan, yang dilakukan sejak tahun 2005. A. Hasil Penelitian Sampai Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia. Adhi Agus Oktaviana

Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia. Adhi Agus Oktaviana Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia Adhi Agus Oktaviana Abstrak Perahu merupakan sarana transportasi air yang memiliki nilai penting

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian

Lebih terperinci

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) Sri Chiirullia Sukandar Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele,

Lebih terperinci

Keterkaitan antar lokasi atau ruang dapat dilihat secara fisik maupun nonfisik.

Keterkaitan antar lokasi atau ruang dapat dilihat secara fisik maupun nonfisik. contoh interaksi keruangan antar wilayah di Indonesia: 1) menempatkan sebuah ruang publik (misalnya: rumah sakit) yang dapat dapat menjangkau wilayah2 sekitarnya dengan mudah, 2) membuka akses transportasi

Lebih terperinci

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia :

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia : JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD V (LIMA) ILMU PENGETAHUAN ALAM KENAMPAKAN ALAM DAN BUATAN DI INDONESIA A. KENAMPAKAN ALAM 1. Ciri-Ciri Kenampakan Alam Kenampakan Alam di Indonesia mencakup

Lebih terperinci

FUNGSI SENI. Ayat Suryatna. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus Abstrak

FUNGSI SENI. Ayat Suryatna. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus Abstrak FUNGSI SENI Ayat Suryatna dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus 2001 Abstrak Dalam kenyataannya, seni meliputi dua hal, yaitu proses penciptaan seni dan karya seni. Seni juga

Lebih terperinci

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI LINGKUNGAN KEHIDUPAN DI MUKA BUMI Indonesia terdiri atas pulau-pulau sehingga disebut negara kepulauan. Jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah itu menandakan bahwa Indonesia merupakan suatu wilayah yang

Lebih terperinci

II. UNSUR GEOGRAFI DAN PENDUDUK DI KAWASAN ASIA TENGGARA

II. UNSUR GEOGRAFI DAN PENDUDUK DI KAWASAN ASIA TENGGARA II. UNSUR GEOGRAFI DAN PENDUDUK DI KAWASAN ASIA TENGGARA A. Pengertian Interprestasi Peta Unsur geografis adalah keadaan alam di muka bumi yang membentuk lingkungan geografis adalah bentang alam, letak,

Lebih terperinci

KARTU SOAL ULANGAN HARIAN

KARTU SOAL ULANGAN HARIAN KARTU SOAL ULANGAN HARIAN Sekolah : SMPN 4 Wates Nama Penyusun : Nurul Khaerotun N Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Semester : VII / 1 (Gasal) Tahun Ajar : 2016 / 2017 N O Standar Kompetensi Kompetensi

Lebih terperinci

TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU. Marlon NR Ririmasse

TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU. Marlon NR Ririmasse TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU Marlon NR Ririmasse Abstract Rock Art sites in Mollucas is a part of Rock Art Bridge over Mainland Asia, South East Asia Archipelago, to Australia and Oceania. Although

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontak antara Cina dengan Nusantara sudah terjadi sejak berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. Kontak antara Cina dengan Nusantara sudah terjadi sejak berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontak antara Cina dengan Nusantara sudah terjadi sejak berabad-abad lalu, dan Cina mengalami migrasi besar-besaran sekitar abad 16 (Purcell, 1997: 33 dalam Supardi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cirebon sejak lama telah mendapat julukan sebagai Kota Wali. Julukan Kota Wali disebabkan oleh kehidupan masyarakatnya yang religius dan sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU. Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas

LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU. Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas Lucas Wattimena Balai Arkeologi Ambon Jl. Namalatu Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe - Kota Ambon 97118 Email : lucas.wattimena@yahoo.com

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya adalah sebanyak jiwa (Kotabaru Dalam Angka 2014).

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya adalah sebanyak jiwa (Kotabaru Dalam Angka 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memang diberkahi kekayaan potensi pariwisata yang luar biasa. Menyebar luas dari Sabang sampai Merauke, keanekaragaman potensi wisata Indonesia bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Indonesia adalah negara yang dua pertiga luas wilayahnya merupakan laut dengan jumlah pulau sekitar 17.500 buah yang hampir seluruhnya dibatasi laut kecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju Peta Konsep Potensi lokasi Potensi Sumber Daya Alam Potensi Sumber Daya Manusia Potensi Sumber Daya Manusia Upaya Pemanfaatan Potensi lokasi, Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari cincin api yang melingkari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Pelajaran

Ringkasan Materi Pelajaran Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan manusia dengan bumi Kompetensi Dasar 5.1 Menginterpretasi peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi 5.2 Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFIS CHINA

KONDISI GEOGRAFIS CHINA CHINA WILAYAH CINA KONDISI GEOGRAFIS CHINA Dataran tinggi di bagian barat daya China dengan rangkaian pegunungan tinggi yakni Himalaya. Pegunungan ini berbaris melengkung dan membentang dari Hindukush

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

Interpretasi Peta Tentang Bentuk dan Pola Muka Bumi. Bab

Interpretasi Peta Tentang Bentuk dan Pola Muka Bumi. Bab Bab IX Interpretasi Peta Tentang Bentuk dan Pola Muka Bumi Sumber: hiemsafiles.wordpress.com Gb.9.1 Lembah dan pegunungan merupakan contoh bentuk muka bumi Perlu kita ketahui bahwa bentuk permukaan bumi

Lebih terperinci

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ornament berarti perhiasan. Secara umum ornament adalah

Lebih terperinci

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Irsyad Leihitu, Tipologi Motif Cap Tangan Prasejarah di Leang Uhallie, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan PARADIGMA JURNAL KAJIAN BUDAYA Vol. 6 No. 2 (2016): 207 218 207 TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

2015 IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN MOTIF HIAS SUMATERA BARAT

2015 IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN MOTIF HIAS SUMATERA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum sebagai suatu rencana sejalan dengan rumusan kurikulum menurut undang-undang pendidikan yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,

BAB III METODE PENELITIAN. Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun, 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini, sebagai awalnya dilihat fenomena yang terjadi di Desa Nggela. Bentuk permukiman adat di Desa Nggela yang berbentuk linear namun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memegang peran penting dalam kehidupan. Hutan memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMP... Kelas : IX (sembilan) Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Semester : 2 (dua) Standar : 5. Memahami hubungan manusia dengan bumi, 5.1Menginterpre tasi peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TNW Kabupaten Merauke Provinsi Papua (Lampiran 1). Kegiatan penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, diawali

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) Satuan Pendidikan : SMP/MTs Mata Pelajaran : Seni Budaya Kelas / Semester : VII / Materi Pokok : SENI RUPA Sub Materi Pokok : Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi) baik dalam ucapan dan tulisan lahir dari sejarah kebudayaan manusia sejak manusia berhenti sebagai pengembara (nomaden).

Lebih terperinci

E. Kondisi Alam Indonesia

E. Kondisi Alam Indonesia E. Kondisi Alam Indonesia Alam Indonesia dikenal sangat indah dan kaya akan berbagai sumber daya alamnya. Tidak heran jika banyak wisatawan dari berbagai dunia tertarik dan datang ke Indonesia. Kegiatan

Lebih terperinci

Hotel Wisata Etnik di Palangka Raya

Hotel Wisata Etnik di Palangka Raya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang 1.1.1. Latarbelakang Pemilihan Tempat Kota Palangka Raya merupakan kota yang memiliki keunikan dengan letaknya yang berada di tengah pulau Kalimantan. Pembangunan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

Gambaran Materi Pelajaran. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas 6 Semester 1 Tahun Ajaran Minggu Topik Materi Umum Materi Adaptasi

Gambaran Materi Pelajaran. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas 6 Semester 1 Tahun Ajaran Minggu Topik Materi Umum Materi Adaptasi I. Program Mingguan Gambaran Materi Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas 6 Semester 1 Tahun Ajaran 2008-2009 Minggu Topik Materi Umum Materi Adaptasi 1 (21-25 Juli) Wilayah administrasi Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan para penjelajah kuno seperti S. Dillon Ripley (1980, hal.51) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan para penjelajah kuno seperti S. Dillon Ripley (1980, hal.51) mengatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia sangat kaya dan melimpah. Ini bukan sembarang kalimat yang terlontar, seluruh bagian dunia pun mengakuinya, bahkan para

Lebih terperinci

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional Johny S. Tasirin dan Semuel P. Ratag Seminar Nasional Pertanian Pengembangan Sumber Daya Pertanian Untuk Menunjang Kemandirian Pangan Dies Natalis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hubungan antara manusia dengan alam yang ada di sekitarnya merupakan hubungan yang sangat erat dan saling berakibat sejak awal kemunculan manusia. Kehidupan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada awalnya sebelum muncul huruf, peradaban manusia lebih dulu mengenal herogliph (simbol) di dinding goa - goa. Bahkan bangsa Mesir pun yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera)

Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi Daerah (Sumatera) Sub Topik: - Alur Persebaran Manusia di Pulau Sumatera - Suku-suku di Pulau Sumatera - Dinamika Peradaban di Pulau Sumatera Institut Teknologi Sumatera Lampung Selatan, 2018 Pengenalan Lingkungan dan Potensi

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP VISUAL DAN KONSEP KOMUNIKASI. : Silu meminta Ayus menjaga kéncéng dan Ayus tidak boleh membuka kéncéngnya, Ayus menyanggupinya

BAB IV KONSEP VISUAL DAN KONSEP KOMUNIKASI. : Silu meminta Ayus menjaga kéncéng dan Ayus tidak boleh membuka kéncéngnya, Ayus menyanggupinya berikutnya, Silu menengok ke kiri dan daerah Selatan, maka daerah itupun panen. Sedangkan ketiga gunung tersebut hingga kini masih ada berada di sepanjang sungai dimana Silu menaiki perahunya menuju laut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN

III. METODE PENCIPTAAN III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Kucing adalah hewan yang memiliki karakter yang unik dan menarik. Tingkah laku kucing yang ekspresif, dinamis, lincah, dan luwes menjadi daya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti

BAB III METODE PENELITIAN. analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis atau descriptive research. Melalui metode deskriptif analisis peneliti

Lebih terperinci

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO :

KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH PENYUSUN : 1. A. ARDY WIDYARSO, DRS. ID NO : KISI-KISI PENYUSUNAN SOAL UJIAN SEKOLAH JENJANG PENDIDIKAN : PENDIDIKAN DASAR SATUAN PENDIDIKAN : SEKOLAH DASAR (/MI) MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) ALOKASI WAKTU : 120 MENIT JUMLAH SOAL

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

Latihan Ulangan Semsester 1 Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VI

Latihan Ulangan Semsester 1 Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VI Latihan Ulangan Semsester 1 Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VI A. Berilah tanda Silang (x) pada huruf a, b, c, dan d di depan jawaban yang benar! 1. Pada tahun 1960, Provinsi Sulawesi dimekarkan menjadi....

Lebih terperinci

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Burial in caves and niches on the Web is a

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran : SMPN 4 Wates : IPS Kelas/Semester : VII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Kompetensi Inti 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang

Lebih terperinci

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus KTSP & K-13 Kelas X geografi PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian geografi dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Faktor yang mendorong manusia untuk melalukan kegiatan ekonomi pada awalnya

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya manusia hidup di dunia harus memenuhi lima kebutuhan pokok untuk bertahan hidup, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial,

Lebih terperinci

Kerajinan Fungsi Hias

Kerajinan Fungsi Hias Kerajinan Fungsi Hias KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan

Lebih terperinci