BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, transportasi merupakan pengangkutan barang yang menggunakan berbagai jenis kendaraan sesuai dengan perkembangan teknologinya (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1210). Pada mulanya, pengangkutan barang mengunakan peralatan yang cukup sederhana dan memanfaatkan tenaga manusia. Barang-barang dijinjing, dipanggul, dan dipikul menggunakan tenaga yang dimiliki. Pengangkutan semakin berkembang dengan memanfaatkan tenaga hewan, seperti sapi, kerbau, unta, hingga keledai untuk memindahkan barang-barang dari satu tempat ke tempat yang lain (Gani, 1978: 9). Perkembangan transportasi terus terjadi dengan ditemukannya sarana dan prasarana transportasi baru, salah satunya ialah gerobak. Menurut penelitian Charles E Lee dan C.F Dendy Marshall dalam Gani (1978), untuk memudahkan pengangkutan barang digunakan gerobak yang diletakkan di atas rel sehingga lebih ringan untuk ditarik. Angkutan yang menggunakan rel tampaknya terus mengalami perkembangan. Hal ini juga yang memicu munculnya revolusi industri, hingga ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1765 (Gani, 1978: 10 11). Ditinjau dari permukaan jalan yang dilalui, transportasi dapat dikategorikan menjadi transportasi darat, transportasi air, dan transportasi udara. Transportasi darat meliputi transportasi yang melalui jalan raya dan rel. Transportasi air 1

2 2 merupakan transportasi yang menggunakan air sebagai prasarananya untuk bergerak. Transportasi air dibagi atas transportasi air pedalaman (melalui sungai, danau, atau kanal) beserta transportasi laut. Transportasi udara merupakan transportasi yang melintasi udara atau angkasa (Kadir, 2006: 123). Adanya berbagai jenis transportasi memiliki peranan dalam kehidupan manusia. Transportasi memberikan peranan dalam bidang sosial, lingkungan, dan ekonomi. Pada bidang sosial, perkembangan transportasi menyebabkan perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lain semakin cepat dan jarak yang ditempuh semakin jauh. Selain itu, variasi kegiatan manusia yang menggunakan kendaraan semakin beragam. Transportasi memberikan dampak pada lingkungan, seperti penggunaan bahan bakar yang menyebabkan polusi udara. Dalam bidang ekonomi, transportasi berkaitan dengan proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan manusia (Utomo, 2009: 1 4). Oleh karena itu, transportasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perusahaan atau kegiatan industri (Gani, 1978: 10). Salah satu industri yang menarik untuk dikaji aspek transportasinya ialah industri pertambangan emas Lebong Tandai. Pertambangan ini menggunakan transportasi air yang melalui sungai dan transportasi darat yang menggunakan rel untuk keluar masuk daerah pertambangan. Jalur transportasi yang melalui sungai memiliki jarak tempuh sejauh 34 km dan jalur relnya sejauh 36 km (Verslag van de Directie Mijnbouw Maatschappij Simau, 1940: 31). Penggunaan sarana prasarana transportasi air yang melalui sungai dan melalui rel tentu memilik karakteristik tersendiri, mengingat kondisi geografis daerah pertambangan emas

3 3 yang berbeda dengan kondisi geografis sektor industri lainnya, seperti industri gula. Selain itu, rel pertambangan emas Lebong Tandai merupakan satu-satunya rel yang masih tersisa di wilayah Provinsi Bengkulu. Secara administratif tambang emas Lebong Tandai berada di wilayah Desa Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Lokasinya terletak di pedalaman dan masuk dalam wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Pusat pertambangan berada di sebuah lembah yang dialiri oleh Sungai Lusang. Terdapat perbukitan di sekitar pertambangan yang menjadi sumber bahan tambang. Wilayah Lebong Tandai mengalami beberapa pergantian penghunian dari masa Kolonial hingga saat ini. Pada masa Kolonial, tambang emas Lebong Tandai dikelola oleh Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS) sejak tahun 1906 hingga tahun 1942-an. Pertambangan ini memproduksi emas dalam skala yang cukup besar. Sebanyak kg emas dan kg perak dihasilkan selama pengoperasiannya. Hasil tambang didapat dari beberapa sumber bahan di sekitarnya, seperti Bukit Glumbuk, Lebong Husin, Bukit Tandai, hingga Aer Noar. Nilai yang dihasilkan dari pertambangan ini selama hampir 30 tahun sebanyak gulden dan menjadi salah satu daerah tambang yang besar di Asia Tenggara (Lapian & Sjafei, 1984: 35-38). Setelah berakhirnya eksploitasi yang dilakukan Kolonial Belanda, daerah Lebong Tandai ditambang secara tradisional oleh masyarakat. Aktivitas tersebut terus berlanjut hingga masuknya perusahaan tambang swasta yaitu PT. Lusang Mining pada tahun 1980-an. Eksploitasi perusahaan menjadikan adanya

4 4 perubahan dalam kehidupan masyarakat karena terjadi pemindahan penduduk ke lokasi lainnya di luar daerah tambang. Setelah perusahaan tersebut menghentikan operasinya, masyarakat kembali mengekploitasi wilayah Lebong Tandai. Tinggalan-tinggalan dari aktivitas pertambangan sebelumnya, sebagian besar dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Secara umum tinggalan pertambangan emas dari masa Kolonial di Lebong Tandai dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti fitur lubang galian tambang, sisa-sisa permukiman, peralatan dan perlengkapan pertambangan, hingga sarana prasarana transportasi. Fitur lubang galian tambang yang masih memiliki potensi untuk dieksploitasi digunakan kembali dari masa ke masa, sedangkan sisa-sisa permukiman pertambangan Kolonial digunakan sebagai tempat tinggal oleh masyarakat dengan modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Peralatan dan perlengkapan tambang Kolonial yang tersisa berupa struktur-struktur bangunan dan besi-besi yang diduga sebagai bagian dari pabrik pengolahan emasnya. Tinggalan yang berupa sarana dan prasarana transportasi di Lebong Tandai antara lain berupa rel, jembatan, dan terowongan. Penelitian di pertambangan emas Lebong Tandai masih cukup potensial karena data arkeologi yang tersedia cukup memadai dan eksplorasi tinggalan arkeologi di wilayah ini belum banyak dilakukan. Penelitian ini juga penting untuk dilakukan mengingat terdapat potensi kerusakan tinggalan arkeologi akibat aktivitas budaya manusia maupun faktor alam. Selain itu, informasi kesejarahan pertambangan emas Lebong Tandai belum banyak diketahui. Padahal wilayah

5 5 Lebong Tandai menjadi salah satu bukti adanya aktivitas eksploitasi sumber daya alam pada masa lampau Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini ialah: Bagaimana karakteristik jalur transportasi pertambangan emas Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS)? 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik jalur dan komponen transportasi yang digunakan dalam pertambangan emas Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS) di Lebong Tandai, Bengkulu Utara. Selain itu, latar belakang pemilihan jenis transportasinya juga ingin diketahui. Dengan demikian, salah satu paradigma arkeologi yang berupa rekonstruksi sejarah budaya pada masa lampau dapat diketahui Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini dibedakan atas ruang lingkup kajian, ruang lingkup wilayah, dan ruang lingkup waktu. Ruang lingkup kajian meliputi aspek transportasi yang berupa jalur yang digunakan (jalur transportasi air yang melalui sungai dan jalur transportasi darat yang menggunakan rel) beserta sarana prasarana transportasi, seperti pelabuhan, stasiun, jembatan, terowongan, dan lainlain, sedangkan lingkup wilayah penelitian mencakup daerah Ketahun dan Napal Putih (wilayah yang dilalui oleh jalur transportasi pertambangan) serta wilayah di sekitar pusat Desa Lebong Tandai. Ruang lingkup waktu dimulai sejak

6 6 beroperasinya pertambangan emas Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS) hingga penutupan tambang emas pada tahun 1942-an Tinjauan Pustaka Referensi mengenai pertambangan emas di Bengkulu tidak banyak ditemui. Salah satu referensi mengenai pertambangan emas di Bengkulu ialah laporan survei tahun 2000 yang ditulis oleh Agus Sudaryadi dkk. dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi dengan judul Laporan Survei Tambang Emas Kolonial di Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Laporan tersebut membahas adanya sisa-sisa struktur peninggalan tambang emas Belanda di Lebong Donok dan Tambang Sawah serta kegiatan pertambangan tradisional yang masih dilakukan oleh masyarakat. Belum dijelaskan mengenai sistem pertambangan maupun transportasi pertambangan yang dilakukan pada masa Kolonial. Keadaan sisa-sisa pertambangan emas di Lebong Donok dan Tambang Sawah telah mengalami kerusakan dikarenakan pengaruh alam maupun aktivitas manusia. Dalam rekomendasi laporan ini, diperlukan adanya survei dan penelitian lebih lanjut di situs bekas pertambangan emas Kolonial Belanda yang ada di Bengkulu, salah satunya ialah pertambangan milik Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS) di Lebong Tandai. Pada pertambangan Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS) sebagian transportasinya menggunakan tram yang berjalan di atas rel. Oleh karena itu, salah satu pustaka yang dapat diacu ialah Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I. Buku ini ditulis oleh Tim Telaga Bakti Nusantara bekerjasama dengan Asosiasi Perkeretaapian Indonesia pada tahun Dalam buku ini dibahas mengenai

7 7 sejarah munculnya transportasi kereta api di Indonesia hingga perkeretaapian pada masa Pendudukan Jepang. Selain itu, sarana perkeretaapian, seperti jenis lokomotif dan gerbong serta prasarana penunjang perkeretaapian, seperti stasiun, jenis rel, terowongan, jembatan, dan lain-lain juga dijelaskan dalam buku ini. Pembahasan mengenai karakteristik jalur transportasi yang menggunakan kereta pernah dilakukan oleh Arif Wahyu Barokah tahun 2011 dalam skripsinya yang berjudul Karakteristik Jalur Kereta Serajoedal Stoomtram Maatshappij (SDS) dari Stasiun Banjar Negara hingga Stasiun Wonosobo, Jawa Tengah. Skripsi ini membahas karakter sarana dan prasarana pendukung maupun keadaan lingkungan di sepanjang jalur kereta SDS. Jalur tersebut digolongkan sebagai jalur kereta pegunungan karena memiliki kelandaian hingga 20%. Pemakaian lebar sepur dan pemilihan jalur transportasi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang berupa pegunungan. Fungsi dari adanya kereta di wilayah pegunungan Wonosobo ialah sebagai transportasi komoditas kopi dan tembakau dari pedalaman. Selain itu, masing-masing komponen transportasi, seperti stasiun dan halte yang letaknya berdekatan memiliki fungsi sebagai tempat menaik turunkan penumpang dan bongkar muat barang. Selama ini penelitian arkeologi di Lebong Tandai belum dilakukan oleh instansi arkeologi maupun oleh pemerintah daerah setempat. Penelitian yang akan dilakukan saat ini lebih menekankan pada kegiatan eksplorasi tinggalan arkeologi di Lebong Tandai dan sekitarnya yang terkait dengan transportasi pertambangan.

8 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan penalaran induktif. Penalaran ini merupakan proses berfikir yang diawali oleh data empirik menuju ke suatu teori. Dapat dijelaskan sebagai proses mengorganisasikan fakta-fakta atau data yang didapat dari pengamatan menjadi suatu rangkaian yang berhubungan atau generalisasi (Azwar, 2010: 40). Sifat penelitian ini berupa penelitian eksploratif atau penjajagan. Dalam penelitian eksploratif belum banyak data yang terungkap dari bahan yang dikaji. Dengan demikian, sifatnya mencoba untuk menemukan hubungan antara suatu gejala dengan gejala yang lain. Fokus kajiannya adalah data sehingga teori, konsep, maupun hipotesis tidak dapat mengendalikan penelitian dengan sifat yang seperti ini (Tanudirjo, 1989: 34). Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: Persiapan Tahap persiapan merupakan langkah awal yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai pertambangan yang ada di wilayah Bengkulu, terutama di Lebong Tandai dan sekitarnya. Pengumpulan informasi dilakukan dengan penelusuran internet, dan pustaka yang mencakup berbagai laporan penelitian instansi arkeologi, seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi dan Balai Arkeologi (Balar) Palembang. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai potensi penelitian yang dilakukan. Survei awal atau penjajagan dilakukan pada lokasi penelitian. Survei ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan kondisi sosial masyarakat. Pengurusan administrasi penelitian dilakukan pada tahap ini, sehingga jika ada

9 9 kekurangan dalam perijinan maupun hal teknis lainnya dapat dipersiapkan kembali sebelum dilakukan tahapan penelitian selanjutnya. Pengumpulan informasi awal juga bertujuan untuk memperkuat strategi penelitian yang dilakukan. Pada tahap ini, mulai dipersiapkan berbagai peralatan dan perlengkapan penunjang penelitian. Peralatan dan perlengkapan untuk survei lapangan yang dipersiapkan berupa cek list yang berisi point-point informasi yang ingin didapatkan dan alat ukur. Selain itu, dilakukan persiapan alat pendukung pemetaan seperti Global Positioning System (GPS). Alat-alat perekaman data, seperti kamera dan alat tulis juga dipersiapkan Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Data Primer merupakan data yang didapatkan langsung dari objek penelitian dengan menggunakan alat ukur maupun alat pengambilan data, sedangkan data sekunder ialah data yang didapatkan dari pihak lain sehingga peneliti tidak mendapatkan data secara langsung dari objek penelitiannya. Data ini dapat berupa dokumentasi maupun laporan (Azwar, 2010: 92). a. Data primer Data primer berupa tinggalan sarana prasarana transportasi pertambangan Kolonial yang meliputi bekas pelabuhan, sisa-sisa rel, jembatan, dan terowongan yang masih dapat diamati hingga saat ini. Data tersebut didapatkan dari observasi dan survei lapangan. Obeservasi transportasi air dilakukan pada titik-titik tertentu, seperti pelabuhan dan sebagian aliran Sungai, sedangkan pada jalur transportasi

10 10 darat yang menggunakan tram observasi dilakukan sepanjang jalur yang dilalui dari Air Tenang (Napal Putih) hingga Lebong Tandai. Observasi dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi Molek. Survei lapangan dilakukan dengan cara berjalan kaki menelusuri sejauh ± 3 km, dimulai dari pusat Desa Lebong Tandai hingga pemakaman Cina. Komponen sarana prasarana transportasi maupun tinggalan arkeologi yang terkait dengan pertambangan dipetakan dengan melakukan plotting menggunakan GPS dan deskripsi tinggalan arkeologi maupun keadaan lingkungan dibuat pada cek list yang sudah dipersiapkan. Objek penelitian didokumentasikan menggunakan alat perekam. Data lain yang dikumpulkan ialah data etnografi untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam sarana prasarana transportasinya hingga perubahan yang terjadi pada jalur transportasi yang digunakan. Mengingat pada lokasi ini masih berlangsung penambangan oleh masyarakat secara tradisional. Datanya didapat dari wawancara terbuka dengan masyarakat. Narasumber yang dipilih ialah pekerja tambang, tokoh masyarakat, dan mantan pekerja tambang PT. Lusang Mining, pemilihannya didasari oleh informasi dari perangkat desa Lebong Tandai. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari sumber lain, seperti pustaka dan arsip. Data ini diperlukan untuk mengetahui sejarah pertambangan di wilayah Lebong Tandai dan sekitarnya. Komponen pertambangan dan pola-pola pertambangan pada masa lampau juga dapat diketahui melalui data ini. Dengan

11 11 demikian, tinggalan yang ada di Lebong Tandai semakin mudah untuk diidentifikasi dan dideskripsikan. Data arsip, seperti foto-foto pertambangan masa Kolonial dapat membantu untuk memahami aktivitas pertambangan pada masa lampau di wilayah Lebong Tandai. Salah satu tempat yang memungkinkan memiliki arsip ini ialah Arsip Nasional Republik Indonesia dan Arsip Daerah Provinsi Bengkulu. Adapun mengenai sejarah pertambangan di wilayah Lebong Tandai, digunakan arsip Dinas ESDM (Energi dan Sumberdaya Mineral) Provinsi Bengkulu. Data pustaka didapatkan dari perpustakaan yang memiliki koleksi buku terkait dengan aktivitas pertambangan pada masa lampau. Beberapa perpustakaan tersebut antara lain Perpustakaan Jurusan Arkeologi UGM, Perpustakaan Balai Arkeologi (Balar) Palembang, Perpustakaan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, dan Perpustakaan Nasional Analisis Data Tahapan ini merupakan tahapan yang dilakukan setelah adanya data yang didapatkan dari sumber primer maupun sumber sekunder. Analisis yang dilakukan berupa analisis lingkungan. Analisis lingkungan yang dimaksud ialah kajian lebih dalam mengenai pengaruh lingkungan terhadap karakter yang ada pada komponen-komponen transportasi pertambangan emas Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS). Menurut Julian H. Steward (1995) dalam Prijono (2001) lingkungan dan budaya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, saling berinteraksi dan kompleks. Selain itu, adanya interaksi manusia dengan lingkungan tampak dari teknologi yang dihasilkan (Prijono, 2001: 13). Komponen-komponen transportasi pertambangan emas Maatschappij Simau

12 12 (MMS) merupakan salah satu bentuk teknologi yang dihasilkan manusia pada masa itu Penarikan Kesimpulan Data yang telah dianalisis lalu ditarik kesimpulannya. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat pengaruh lingkungan terhadap karakteristik atau ciri khas jalur dan komponen transportasi yang digunakan dalam pertambangan emas Mijnbouw Maatschappij Simau (MMS).