UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI ADHI AGUS OKTAVIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI ADHI AGUS OKTAVIANA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI ADHI AGUS OKTAVIANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARKEOLOGI DEPOK JANUARI 2009

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora ADHI AGUS OKTAVIANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARKEOLOGI DEPOK JANUARI 2009

3

4

5 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, ilmu, dan karunia-nya, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Kepada Ibu dan Bapa yang telah mencurahkan segalanya bagi pendidikan anakmu ini, penulis haturkan terima kasih. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan dan kesulitan, yang tidak mudah dilalui tanpa bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis berterimakasih, namun tidak mungkin semuanya dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan singkat ini dan penulis mohon di maafkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Karina Arifin, Ph.D yang telah bersedia menjadi pembimbing penulis, masukan, saran, dan motivasi kepada penulis yang telah banyak tercurah dan dengan sabar memeriksa skripsi ini hingga akhirnya terselesaikan. Dr. R. Cecep Eka Permana dan Dr. Wanny Rahardjo Wahyudi selaku pembaca, yang juga telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis, terimakasih atas waktu yang diluangkan. Terima kasih bagi para Dosen Arkeologi FIB UI yang telah memberikan bekal ilmu arkeologi bagi penulis. Kepada Bapak Daud Aris Tanudirjo, Ph.D dan Ibu Dr. Sumiati A.S di UGM, Bapak Prof.Ris.Dr. Haris Sukendar di Puslitbang Arkenas, Bapak Waruno Mahdi dan Mr. Chris Ballard, Ph.D (via ), dan Horst Liebner di Lodan yang telah memberikan ilmu, saran, dan bahan referensi yang dibutuhkan. Kepada Bapak Prof.Dr. Primadi Tabrani yang meluangkan waktunya untuk memberikan kuliah cara baca gambar prasejarahnya di ITB dan Pindi Setiawan (peneliti gambar cadas di Indonesia) atas diskusi dan foto-foto motif perahu dari Gua Mardua, hatur nuhun pisan. Irwansyah 02 beserta Umhi 06 (KAISAR UNHAS) yang telah membantu mencarikan data di Pulau Muna. Kepada Mas Gugun, Mas Aqo, Mas Ikhsan, Mba Inyong, Mas Yudhi beserta teman-teman di lantai 9, 10, dan 11 BUDPAR yang sering penulis datangi untuk berdiskusi. Terima kasih pula kepada Bapak U. Saefudin Noer atas suntikan iv

6 dananya. Pak Endang dan Mba Yayi yang terus menerus memberikan semangat dan bantuannya, penulis ucapkan terima kasih. Penulis haturkan terima kasih juga kepada teman-teman di Bandung (even, victory, dan Pram atas tumpangannya di ITB). Teman-teman di UGM (Madha, Icat, Dian, Inuk, Kukuh, dan teman lainnya, terima kasih atas tumpangannya juga di Jogja). Teman-teman L.A.33 yang menemani penulis bersepeda funbike. Teman-teman 3A SMP 1 Pandeglang yang banyak memberikan semangat. Begitu juga terima kasih kepada teman-teman AGGRESI, Garda Hijau, dan MAPALA- UI, tempat nongkrong mencari ilmu. Terima kasih kepada Marika dan Budenk 97 atas fotokopian referensi dan gambar petanya, Abi, dan Ajeng yang banyak membantu memberikan referensi, Mak dan Mas Ari 02 tempat berdiskusi. Kepada Keluarga Mahasiswa Arkeologi UI yang telah menjadi teman berbagi suka maupun duka bersama penulis selama masa perkuliahan. Para teman satu angkatan: Rega, Anton, Bagus, Oksy (tumpangan ngeprint), Blee, Rekso, Ulet, Pero, Vitra, Arum, Dinda, Shalihah, Yuri, Sony, Kiki, Tina, Maha, Hani, Evelyn, Ivone, Andi, Bimo, Eko, Amirah, dan Intan, semoga cita-cita kita tercapai semuanya. Untuk saudaraku, Eka dan Teh Leli yang sering direpotkan di Cibinong, Pefi dan Laila yang menunggu di rumah, terima kasih atas doanya. Untuk kekasihku, Intan Fermia Pranantyasari, dan keluarga terima kasih atas dukungan moral dan doanya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu Arkeologi Indonesia, khususnya seni cadas dan arkeologi maritim. Depok, 3 Januari 2009 Adhi Agus Oktaviana v

7

8 ABSTRAK Nama : Adhi Agus Oktaviana Program Studi : Arkeologi Judul : Penggambaran Perahu Pada Seni Cadas di Indonesia Skripsi ini membahas mengenai penggambaran bentuk motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Metode yang digunakan adalah analisis khusus terhadap komponen atribut bentuk motif perahu dan analisis taksonomik untuk mengetahui keragaman bentuk motif perahu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motif perahu pada seni cadas memperlihatkan keragaman bentuk dan perkembangan teknologi perahu. Penggambaran motif perahu juga ada yang distilir dan memiliki makna tertentu yang berkaitan dengan religi si penggambarnya. Kata kunci : Arkeologi, Prasejarah, Seni Cadas (rock art), Perahu, Indonesia vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR PETA DAFTAR SKEMA DAFTAR FOTO DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii iv vi vii viii x xi xii xiv xv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Riwayat Penelitian Seni Cadas di Indonesia yang memiliki Tinggalan Perahu Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian dan Gambaran Data Metode Penelitian Sistematisasi Penulisan TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERAHU TRADISIONAL 17 NUSANTARA 2.1. Sejarah Awal Perahu di Nusantara Temuan Arkeologis Tinggalan Perahu Tradisional di Indonesia Perahu sebagai Peti Mati di Indonesia pada Nekara Perunggu di Indonesia Teknologi Perahu Tradisional Indonesia Bagian-bagian Perahu Tradisional Indonesia DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA Kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan Kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Kawasan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur Kawasan Kepulauan Kei, Maluku Tenggara Kawasan Teluk Berau, Papua Barat Kawasan Tutuala, Timor Leste Kawasan Gua Niah, Sarawak, Malaysia Kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur 99 viii

10 4. ANALISIS DAN PENAFSIRAN PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA Komponen Atribut Perahu pada Perahu Seni Cadas di Indonesia Bentuk Dasar Perahu (Ds) Bentuk Lambung Perahu (Lm) Bentuk Linggi Perahu (Li) Bentuk Kemudi Perahu (Ke) Bentuk Tiang Layar Perahu (TL) Bentuk Layar Perahu (Ly) Penentuan Tipe Perahu pada Seni Cadas di Indonesia Tipe Dasar Satu dan Lambung Satu (Ds 1 Lm 1 ) Tipe Dasar Satu dan Lambung Dua (Ds 1 Lm 2 ) Tipe Dasar Satu dan Lambung Tiga (Ds 1 Lm 3 ) Tipe Dasar Dua dan Lambung Dua (Ds 2 Lm 2 ) Tipe Dasar Tiga dan Lambung Dua (Ds 3 Lm 2 ) Tipe Dasar Empat dan Lambung Satu (Ds 4 Lm 1 ) Tipe Dasar Empat dan Lambung Dua (Ds 4 Lm 2 ) Tipe Dasar Empat dan Lambung Tiga (Ds 4 Lm 3 ) Tipe Dasar Lima dan Lambung Dua (Ds 5 Lm 2 ) Tipe Dasar Enam dan Lambung Dua (Ds 6 Lm 2 ) Hubungan Tipe Perahu dengan Gaya Penggambaran pada Kawasan Situs Seni Cadas di Indonesia Hubungan Tipe Perahu dengan Teknologi Konstruksi Perahu pada Perahu Seni Cadas di Indonesia Hubungan Tipe Perahu dengan Teknik Gerak Perahu pada Perahu di Seni Cadas di Indonesia Hubungan Tipe Perahu dengan Kawasan Situs pada Seni Cadas di Indonesia Hubungan Tipe Perahu dengan Jenis Perairan pada Kawasan Situs Seni Cadas di Indonesia Perkembangan Gambar Perahu pada Seni Cadas di Indonesia PENUTUP 162 DAFTAR REFERENSI 165 ix

11 DAFTAR PETA Peta 1.1. Kawasan Situs yang terdapat Perahu di Indonesia dan sekitarnya 10 Peta 3.1. Kawasan Situs Gua Sumpangbita dan Leang Bulu Sipong, Sulawesi Selatan (Sumber: Budiman) 35 Peta 3.2. Kawasan Situs Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (diolah kembali dari Kosasih, 1982) 39 Peta 3.3. Kawasan Situs Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. (diambil dari Arifin, 1992) 50 Peta 3.4. Kawasan Situs Kepulauan Kei, Maluku Tenggara (diambil dari Ballard, 1988) 52 Peta 3.5. Kawasan Situs Teluk Berau, Papua Barat (diolah kembali dari Röder, 1959) 58 Peta 3.6. Kawasan Situs Tutuala, Timor Leste (diambil dari Lape, 2007) 78 Peta 3.7. Kawasan Situs Niah, Sarawak, Malaysia (diambil dari Szabo, 2008) 96 Peta 3.8. Kawasan Situs Gua Mardua, Sangkulirang, Kalimantan Timur (diambil dari Chazine, 1999) 99 x

12 DAFTAR SKEMA 4.1. Skema Tipologi Perahu Pada Seni Cadas Di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 1 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 1 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 1 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 2 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 3 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 4 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 4 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 4 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 5 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Skema Tipe Perahu Ds 6 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 146 xi

13 DAFTAR FOTO Foto 1.1. Atribut-atribut Perahu pada Perahu dalam Seni Cadas, Gua Kobori, P. Muna, Sulawesi Tenggara 14 Foto 2.1. Replika perahu suku Ngaju Dayak terbuat dari lateks berukuran 240 x 465 mm 25 Foto 2.2. Bentuk peti mati berupa perahu di Gua Liang Kain Hitam, Niah, Sarawak, Malaysia 26 Foto 2.3. Bentuk peti mati berupa perahu di Kepulauan Kei 26 Foto 2.4. Hias Perahu pada Kain Tampan berukuran 870 x 670 mm dari Lampung 29 Foto 3.1. (1.1 1) 1 Leang Sumpangbita 36 Foto 3.2. (2.1.1) 1 Gua Metanduno 40 Foto 3.3. (2.1.2) 2 Gua Metanduno 41 Foto 3.4. (2.1.3) 3 Gua Metanduno 42 Foto 3.5. (2.1.4) 4 Gua Metanduno 43 Foto 3.6. (2.1.5) 5 Gua Metanduno 44 Foto 3.7. (2.1.6) 6 Gua Metanduno 45 Foto 3.8. (2.1.7) 7 Gua Metanduno 46 Foto 3.9. (2.2.1) 1 Gua Kobori 47 Foto (2.2.2) 2 Gua Kobori 48 Foto (2.2.3) 3 Gua Kobori 49 Foto (6.1.1) 1 Ili Kerekere 79 Foto (6.1.2) 2 Ili Kerekere 80 Foto (6.1.3) 3 Ili Kerekere 81 Foto (6.1.4) 4 Ili Kerekere 82 Foto (6.1.5) 5 Ili Kerekere 83 Foto (6.1.6) 6 Ili Kerekere 84 Foto (6.1.7) 7 Ili Kerekere 85 Foto (6.1.8) 8 Ili Kerekere 86 Foto (6.2.1) 1 Lene Hara 87 Foto (6.3.1) 1 Kurus 88 Foto (6.4.1) 1 Lene Cece 89 Foto (6.4.2) 2 Lene Cece 90 Foto (6.5.1) 1 Lene Kici 91 Foto (6.6.1) 1 Sunu Taraleu 92 Foto (6.6.2) 2 Sunu Taraleu 93 Foto (6.7.1) 1 Tebing Tutuala 94 Foto (6.7.2) 2 Tebing Tutuala 95 Foto (7.1.1) 1 Gua Liang Kain Hitam 97 Foto (7.1.2) 2 Gua Liang Kain Hitam 98 Foto (8.1.1) 1 Gua Mardua 100 Foto (8.1.2) 2 Gua Mardua 101 Foto (8.1.3) 3 Gua Mardua 102 Foto (8.1.4) 4 Gua Mardua 103 Foto (8.1.5) 5 Gua Mardua 104 Foto (8.1.6) 6 Gua Mardua 105 Foto (8.1.7) 7 Gua Mardua 106 xii

14 Foto 4.1. Contoh Perahu Lesung Tidak Berlinggi dan Tidak Bertiang yang dioperasikan dengan sikap mendayung berdiri yang mirip dengan motif xiii

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Bentuk Perahu Austronesia dengan Cadik Tunggal dan Layar Segitiga dari Satawal, Kepulauan Caroline 20 Gambar 2.2. Pengaruh yang saling menguntungkan pada bentuk tiang dan layar perahu pada perahu Austronesia dan perahu bangsa Semit 21 Gambar 2.3. Jukung Sudur berasal dari abad Masehi dari Kalimantan 23 Gambar 2.4. Sampan Sudur Itik dari Sumatera Utara abad 19 Masehi 24 Gambar 2.5. Perahu pada Nekara Perunggu di Laos 28 Gambar 2.6. Bagian-bagian Perahu Tradisional di Indonesia 32 Gambar 3.1. (1.2.1) 1 Leang Bulu Sipong 37 Gambar 3.2. (1.2.2) 2 Leang Bulu Sipong 38 Gambar 3.3. (3.1.1) 1 Watu weti 51 Gambar 3.4. (4.1.1) 1 Tebing Dudumahan, Panil 4.i 53 Gambar 3.5. (4.1.2) 2 Tebing Dudumahan, Panil 6.xi 54 Gambar 3.6. (4.1.3) 3 Tebing Dudumahan, Panil 2.vi 55 Gambar 3.7. (4.1.4) 4 Tebing Dudumahan, Panil 3.i 56 Gambar 3.8. (4.2.1) 1 Ceruk Loh Vat 57 Gambar 3.9. (5.1.1) 1 Risatot 59 Gambar (5.2.1) 1 Sosorra, Furir 60 Gambar (5.2.2) 2 Sosorra, Furir 61 Gambar (5.2.3) 3 Sosorra, Furir 62 Gambar (5.2.4) 4 Sosorra, Furir 63 Gambar (5.2.5) 5 Sosorra, Furir 64 Gambar (5.2.6a dan 5.2.6b) 6a dan 6b Sosorra, Furir 65 Gambar (5.2.7) 7 Sosorra, Furir 66 Gambar (5.2.8) 8 Sosorra, Furir 67 Gambar (5.3.1) 1 Matutuo/Pulau Duduru 68 Gambar (5.4.1) 1 Auramo, Sungai Bedidi 69 Gambar (5.4.2) 2 Auramo, Sungai Bedidi 70 Gambar (5.4.3a dan 5.4.3b) 3a dan 3b Auramo, Sungai Bedidi 71 Gambar (5.4.4a dan 5.4.4b) 4a dan 4b Auramo, Sungai Bedidi 72 Gambar (5.4.5) 5 Auramo, Sungai Bedidi 74 Gambar (5.5.1) 1 Gua Siawachwa, Kokas 75 Gambar (5.5.2) 2 Gua Siawachwa, Kokas 76 Gambar (5.6.1) 1 Tanjung Abba 77 Gambar 4.1. Ilustrasi Bentuk Dasar pada Perahu Seni Cadas di Indonesia 108 Gambar 4.2. Ilustrasi Tipe Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 119 Gambar 4.3. perahu pada nekara perunggu yang mirip dengan motif perahu pada seni cadas di Indonesia 149 xiv

16 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Gambaran Data Perahu dalam Seni Cadas di Indonesia 11 Tabel 3.1. Persebaran motif perahu pada seni cadas di Indonesia dan sekitarnya 34 Tabel 4.1. Bentuk Dasar Perahu (Ds) Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 111 Tabel 4.2. Bentuk Lambung Perahu (Lm) Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 113 Tabel 4.3. Bentuk Linggi Perahu (Li) Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 114 Tabel 4.4. Bentuk Kemudi Perahu (Ke) Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 116 Tabel 4.5. Bentuk Tiang Layar Perahu (TL) Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 117 Tabel 4.6. Bentuk Layar Perahu (Ly) Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 118 Tabel 4.7. Tipe Perahu Ds 1 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia 121 Tabel 4.8. Tipe Perahu Ds 1 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 126 Tabel 4.9. Tipe Perahu Ds 1 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia 130 Tabel Tipe Perahu Ds 2 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 134 Tabel Tipe Perahu Ds 3 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 135 Tabel Tipe Perahu Ds 4 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia 137 Tabel Tipe Perahu Ds 4 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 139 Tabel Tipe Perahu Ds 4 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia 141 Tabel Tipe Perahu Ds 5 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 143 Tabel Tipe Perahu Ds 6 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia 145 Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Gaya Penggambaran pada Kawasan Situs Seni Cadas di Indonesia 148 Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Teknologi Konstruksi Perahu Papan pada Seni Cadas di Indonesia 153 Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Teknik Gerak Perahu pada Seni Cadas di Indonesia 155 Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Kawasan Situs pada Seni Cadas di Indonesia 158 Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Jenis Perairan pada Seni Cadas di Indonesia 159 Tabel Lampiran, Tabulasi Analisis dan Penafsiran Penggambaran Perahu Pada Seni Cadas Di Indonesia 170 xv

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian arkeologi berupaya untuk merekonstruksi kebudayaan manusia pada masa lampau dengan menggunakan tinggalan artefak sebagai datanya. Tinggalan hasil kebudayaan manusia yang berupa material artefak salah satunya adalah kesenian. Kesenian telah ada sejak masa prasejarah, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan. Seni pada awalnya timbul dari hasrat dan keinginan manusia mengaktualisasi dirinya terhadap alam sekitar. Seni juga dianggap sebagai informasi yang tersimpan mengenai kehidupan sehari-hari manusia masa lalu (Mithen, 1996: 170). Seni sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan manusia yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990: ) memiliki keragaman bentuk, antara lain seni patung, seni tari, dan seni pertunjukan, termasuk di dalamnya seni cadas 1. Seni cadas merupakan segala objek yang digambarkan, dipahatkan, atau digoreskan pada bidang dinding gua, dinding tebing karang, dan bongkahan batu (Whitley, 2005: 3-4; Prasetyo dan Yuniawati, 2004: 22). Objek-objek yang digambarkan pada seni cadas berbentuk figuratif dan nonfiguratif. Bentuk figuratif yang digambarkan antara lain motif manusia, hewan, dan tumbuhan. Sedangkan motif non-figuratif berupa bentuk geometris termasuk motif perahu (Arifin, 1997: 15; Ballard, 1988: ). Teknik pembuatan seni cadas yang digunakan yaitu pahatan, goresan, dan lukisan. Teknik goresan atau pahatan dilakukan dengan cara menorehkan benda tajam ke permukaan dinding batuan secara langsung atau menggunakan alat pemukul dengan dipahatkan. Sementara itu teknik lukisan dikerjakan menggunakan bahan pigmen basah dengan hasil berupa lukisan dan pigmen kering untuk hasil berupa gambar. Bentuk objek yang digambar biasanya menggunakan teknik semprot, teknik kuas, dan teknik cap/stensil (Arifin, 1997: 15). 1 Pengertian seni cadas merujuk pada istilah rock art dalam bahasa Inggris. Pengertian istilah rock art yang dikemukakan oleh beberapa peneliti adalah lukisan karang atau lukisan gua/ceruk yang mengacu pada media penggambarannya. Pengertian seni cadas tersebut digunakan oleh penulis dalam penelitian ini. 1

18 2 Penggunaan warna yang umum adalah warna merah, putih, dan hitam. Namun, ada juga penggambaran lukisan dengan warna cokelat dan biru. Warnawarna tersebut merupakan unsur alam yang ada di sekitar lingkungan gua atau tebing karang yang digambarkan. Warna merah berasal dari mineral yang disebut hematit. Warna hitam berasal dari arang atau mineral mangan. Warna putih diduga berasal dari abu kayu atau dari bahan kapur, kerang, atau karang. Warna cokelat diduga berasal dari lumpur atau tanah dan warna biru berasal dari tumbuhan. Bahan warna tersebut dicampurkan dengan lemak binatang, getah, atau air sebagai perekat pada media penggambarannya (Kosasih, 1982: 17). Pada seni cadas, jika warna objeknya tumpang tindih, dapat berguna untuk menentukan kronologi relatif yang menghasilkan perkembangan gaya dari seni cadas 2 (Arifin, 1997: 16). Dalam penelitian seni cadas secara arkeologis, pada observasi lapangan berupa deskripsi, baik verbal maupun piktorial (penggambaran, stensil, dan fotografi) sangat rumit dan memerlukan penanganan khusus dibandingkan pada artefak lainnya. Kendala yang dihadapi dalam pendeskripsian seni cadas adalah keadaan gua dan tebing yang sering kali sulit dijangkau. Selain itu, objek seni cadas diterakan pada posisi yang cukup menyulitkan dalam perekamannya (Kosasih, 1999: 10). Terutama seni cadas pada tebing-tebing yang berada di tepi pantai dengan teraan objek pada ketinggian yang sulit dijangkau. Selain itu, keletakkan penggambaran objek pada ruangan gua juga menyulitkan dalam perekaman. Salah satu objek dalam seni cadas di dunia, termasuk Indonesia, adalah penggambaran motif perahu. Perahu merupakan salah satu sarana transportasi yang penting bagi masyarakat Nusantara. Penggunaan perahu sebagai sarana transportasi air diduga sudah ada sejak masa penghunian gua di Nusantara yang tidak terlepas dari kebutuhan manusia pendukungnya, yaitu untuk menyesuaikan bentuk kehidupannya dengan alam yang ada. Geografi kepulauan di Nusantara 2 Misalnya, penelitian Röder yang memperkirakan adanya perbedaan waktu dalam penggambaran antara lukisan perahu yang berwarna hitam dengan cap tangan yang berwarna merah. Ia melihat bahwa lukisan-lukisan yang berwarna merah merupakan lukisan yang paling tua, karena selalu berada di bawah lukisan warna hitam dan putih. Oleh karena itu, ia kemudian membuat kronologi relatif penggambaran seni cadas di teluk Berau dengan membedakan lukisan-lukisan tersebut ke dalam beberapa gaya (Röder 1938:87).

19 3 dan adanya sungai-sungai yang memisahkan daratan tersebut secara langsung mempengaruhi kehidupan manusia. Perahu pada masa prasejarah mengambil bagian yang penting dalam menjaga hubungan antar komunitas yang berada di pulau-pulau. Hal ini berdasarkan atas tersebarnya tinggalan arkeologis masa prasejarah yang berhasil diteliti di kepulauan Indonesia, seperti sebaran beliung, kapak lonjong, gerabah, nekara perunggu, dan manik-manik. Namun demikian, tinggalan arkeologis perahu dari masa prasejarah di Nusantara masih sedikit temuannya. Perahu pada masa prasejarah selain memiliki nilai fungsional, juga memiliki nilai yang penting dalam religi masyarakat di Nusantara. Perahu digambarkan dalam beragam media, antara lain motif perahu dalam kain tenun, nekara perunggu, dan seni cadas di Nusantara. Perahu-perahu yang digambarkan dalam berbagai media ini memiliki nilai-nilai yang berkaitan dengan religi (Röder 1959; Harrison 1959; Ballard 1988; Kosasih 1991; Lape et al. 2007: 238). Dengan demikian, pengetahuan mengenai bentuk-bentuk motif perahu dalam seni cadas di Indonesia amat diperlukan untuk merekonstruksi unsur-unsur kebudayaan manusia pendukungnya di Nusantara. Selain itu, perahu perlu mendapatkan porsi penelitian yang lebih banyak guna merekonstruksi kebudayaan maritim di Nusantara. Dalam hal ini, akan dicoba melalui penelitian mengenai bentuk-bentuk motif perahu yang terekam dalam seni cadas di wilayah Indonesia dan sekitarnya. 1.2 Riwayat Penelitian Seni Cadas di Indonesia yang memiliki Tinggalan Perahu Penelitian mengenai seni cadas yang memuat penggambaran motif perahu di Indonesia, telah dimulai oleh para peneliti asing sejak abad ke-19 dan perkembangannya dilanjutkan oleh para peneliti Indonesia hingga saat ini. Para peneliti itu, antara lain H.R. van Heekeren, J. Röder, Th. Verhoeven, Antonio de Almeida, E.A. Kosasih, R.P. Soejono, A.S. Sumiati, Karina Arifin, Pindi Setiawan, Blasius Suprapta, C. Ballard, P. Delanghe, Sue O Connor, Jean-Michel Chazine, dan R. Cecep Eka Permana.

20 4 Penelitian seni cadas di kawasan Maros Pangkep, Sulawesi Selatan pertama kali dilakukan oleh C.H.M. Heeren-Palm tahun Ia menemukan beberapa lukisan cap tangan di Gua Leang PattaE. Heekeren bersama dengan C.J.H. Franssen menemukan 29 motif cap-cap tangan (Heekeren 1958:30). Blasius Suprapta dalam tesis magisternya pada tahun 1996 meneliti mengenai pemaknaan motif-motif lukisan di wilayah Pangkep berdasarkan konteks keruangan di tiap gua. Sedangkan penelitian terbaru mengenai seni cadas terdapat dalam disertasi R. Cecep Eka Permana (2008) mengenai pola motif-motif cap tangan yang berada di Kawasan Maros Pangkep. Penelitian seni cadas di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara dilaksanakan di Desa Bolo, Kecamatan Raha, Kabupaten Raha. Penelitian ini dilakukan oleh Puslit Arkenas pada tahun 1977 dan tahun 1984 dengan penelitinya E.A Kosasih. Tinggalan seni cadas ditemukan di gua dan ceruk, yaitu Gua-Gua Kobori, Metanduno, Toko, Wabose, La Kolumba, Ceruk Lasabo A dan B, Tangga Ara, La Nsarofa, dan Ida Malangi. Dokumentasi mengenai lokasi, bentuk, dan ukuran lukisan-lukisan seni cadas cukup rinci, disertai dengan gambar-gambar, foto, dan tabel frekuensi lukisan, serta peta persebaran gua dan ceruk. Tinggalan seni cadas di Pulau Muna seluruhnya dilukis dengan menggunakan warna coklat ini selain menggambarkan motif perahu, juga menggambarkan motif lain seperti figur manusia yang sedang berburu, menari, dan berperang, serta penggambaran hewan yaitu babi, rusa, kuda, anjing, ayam, dan binatang melata seperti buaya, biawak, serta lipan (Kosasih 1982, 1995). Penelitian seni cadas di Timor Leste dilakukan oleh antropolog Portugis yaitu Ruy Cinnati tahun 1962 dan Almeida tahun 1964 pada situs ceruk ataupun gua yaitu di Tutu Ala, Ili Kerekere, Lene Hara, dan Sunu Tareleu (Almeida, 1967: 69-73). Almeida mendeskripsikan secara rinci situs-situs tersebut dengan temuan motif manusia, perahu, ikan, matahari, bulan, lipan, kura-kura, rusa, dan lukisan geometris yang terdiri dari segi empat, garis lurus, dan belah ketupat. Warna yang digunakan yaitu warna merah, hitam, kuning, dan hijau. Selanjutnya penelitian dilakukan oleh I. Glover tahun 1966 dan 1967 dengan menyebutkan secara sepintas mengenai seni cadas di daerah Tutuala dan menambahkan bahwa ada stensil tangan berwarna merah di langit-langit belakang

21 5 Gua Lie Siri di daerah dataran tinggi Baucau dengan melampirkan letak stensil tangan tersebut (Glover 1986: 89 dalam Arifin 1992: 14). Penelitian secara khusus mengenai motif perahu di wilayah Timor Leste ini dilakukan kembali oleh O Connor pada tahun 2000 dan Pada penelitian ini ia mencatat bahwa jumlah tinggalan motif perahu sebanyak 18 buah gambar (Lape et al. 2007: 242). Penelitian seni cadas di Nua Mbako, Flores Tengah dilakukan oleh Verhoeven tahun an. Selain itu penelitian juga dilakukan oleh Heekeren tahun Wilayah Pulau Lomblen atau Lembata diteliti oleh Sumiati tahun 1984 dengan mendeskripsikan lukisan manusia dan perahu yang diterakan pada bongkahan batu, namun hanya motif manusia saja yang direkam dengan digambar sedangkan motif perahu hanya berupa deskripsi verbal saja (Sumiati, 1984). Penelitian di Kepulauan Kei dilakukan oleh A. Langen tahun 1885, Jacobson tahun 1896, dan Ballard tahun 1988 (Ballard, 1988: 142). Ballard mendeskripsikan situs-situs yang memiliki tinggalan seni cadas pada tebing karang di wilayah Dudumahan. Ia membedakan motif berbentuk figuratif dan non-figuratif, penggambaran berupa motif perahu juga ditemukan, selain itu motif manusia dengan perisai, manusia jongkok dengan tangan ke atas atau bersikap kangkang, topeng, cap tangan, matahari, ikan, burung, binatang melata, dan motif geometris berupa garis-garis silang yang berbentuk seperti belah ketupat (Ballard, 1988: ). Penelitian di Pulau Seram mengenai seni cadas dilakukan oleh J. Röder (1938) di wilayah sepanjang pantai utara Teluk Seleman dan Sungai Tala. Bentuk seni cadas yang ditemukan berupa pahatan, goresan, dan lukisan. yang digambarkan berupa manusia dengani perisai, cap tangan, kadal, burung, rusa, perahu, matahari, lingkaran, dan mata, warna yang digunakan yaitu warna merah dan warna putih (Heekeren 1972: ). Catatan mengenai seni cadas di Papua Barat dapat ditemukan dalam tulisan Johannes Keyts tahun 1678, Th. B. Leon tahun 1878, W.J. Cator tahun 1939, dan penelitian yang lebih serius dalam tulisan Röder tahun 1938, (Arifin, 1997: 1-7). Tichelman dan Gruyter tahun 1944 menerbitkan artikel panjang yang sebenarnya mengutip penelitian Röder tahun 1938 (Arifin, 1997: 1-7). seni cadas yang digambarkan selain motif perahu, antara lain motif manusia, cap tangan dan kaki

22 6 manusia, ikan, burung, matahari, dan binatang melata, serta motif geometris berupa lingkaran, lingkaran konsentris, spiral, garis lengkung, garis silang, titik yang bersambung, dan swastika. Warna pada seni cadas di Papua Barat secara umum terdiri dari merah, hitam, dan putih (Röder 1959: 68-85). Penelitian terbaru, tahun 1996, dilakukan oleh Arifin dan Delanghe di Papua dengan hasil penelitian yang menambahkan dan menjelaskan kondisi terakhir tinggalan seni cadas tersebut atas dukungan dana dari UNESCO 3 dengan wilayah eksplorasi situs yang lebih luas, yaitu wilayah antara Kokas dan Goras, Teluk Berau yang telah diteliti oleh Röder, wilayah Kaimana, dan Lembah Baliem (Arifin dan Delanghe, 2004). Umumnya, penelitian seni cadas hanya berada di wilayah Indonesia bagian timur. Namun, dengan ditemukannya seni cadas di wilayah Kalimantan oleh Puslit Arkenas maupun Balai Arkeologi di Samarinda menunjukkan bahwa tinggalan seni cadas juga tidak hanya dominan di wilayah Indonesia Timur (Arifin dan Delanghe, 2004). Gambar pada seni cadas itu berupa ragam cap tangan, binatang, bentuk geometris, dan penggambaran perahu juga ada (Setiawan 1999). perahu ditemukan di salah satu gua di kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur, yaitu di Gua Mardua dengan teknik lukisan berwarna hitam sebanyak 7 motif perahu. Umur lukisan seni cadas di Indonesia belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi Heekeren berpendapat bahwa lukisan gua di Sulawesi Selatan memiliki umur sekitar 4000 tahun yang lalu (Heekeren, 1952, 1972). Röder menjelaskan bahwa umur seni cadas di Papua Barat sekitar 1000 tahun yang lalu (Röder, 1959; Soejono, 1984). Sedangkan pertanggalan seni cadas di Kalimantan berumur ± tahun (Chazine et al., 2001: 222) Rumusan Masalah Dalam seni cadas di Indonesia, motif perahu telah disinggung oleh para peneliti seni cadas terdahulu. Namun demikian, baru sebatas pada deskripsi dan penentuan makna mengenai motif perahu. 3 UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization).

23 7 Perahu tidak mungkin terlepas dari fungsi utamanya sebagai sarana transportasi. Pada masa yang lalu, perahu memegang peranan penting bagi perpindahan sekelompok orang dari satu tempat ke tempat lain. Setelah beberapa generasi, dari perpindahan tempat tersebut, keyakinan mereka mengenai perahu mendapat fungsi/makna tambahan, selain dari hal yang aktual sebagai transportasi air. Fungsi/makna perahu juga berkaitan dengan keyakinan/religi mereka, yaitu sebagai alat transportasi arwah ke dunia yang lain. Pada beberapa daerah di Nusantara, perahu juga digunakan sebagai peti mati yang diletakkan di gua-gua atau ceruk yang memiliki tinggalan seni cadas berupa motif perahu. Konsepsi perahu peti mati merupakan ungkapan yang mungkin dilatarbelakangi oleh migrasi atau perpindahan sekelompok orang dengan perahu (Tanudirjo, 1985: 3). Sebagai salah satu transportasi air yang telah ada sejak dahulu, perahu diperkirakan merupakan alat migrasi orang Austronesia 4 yang berlangsung sekitar ± 3000 dan 1000 SM sebagai masa ekspansi kelompok-kelompok Austronesia ke Nusantara (Bellwood, 2000: 446). Horridge (2006: 143) menambahkan bahwa migrasi kelompok-kelompok petutur Austronesia selama 3500 tahun tersebut berkemampuan membawa serta pengetahuan membuat api, membawa binatang seperti ayam dan anjing, bibit-bibit pertanian seperti biji-bijian, dan pengetahuan mengenai pelayaran menuju Nusantara hingga ke Pasifik. Selain itu mereka membawa pengetahuan mengenai teknik pembuatan pakaian dari kulit, seni mentato tubuh, pembuatan gerabah, dan domestikasi babi (Horridge, 2006: 144). Migrasi tersebut dilakukan dengan perahu yang sederhana hingga perahu bercadik dari Taiwan menuju Nusantara hingga ke Oseania. Pakar sejarah maritim Indonesia, A.B. Lapian, berpendapat bahwa bentuk dan teknologi perahu tradisional jarang menjadi minat penelitian. Ia menambahkan bahwa tinggalan perahu Austronesia mempunyai ciri khas yang terbuat dari satu batang kayu saja 4 Istilah Austronesia mengacu pada suatu rumpun bahasa yang tersebar luas di Tenggara dan Timur Asia sampai ke Pasifik (Jacob, 2004: 33). Dari Madagaskar di barat hingga pulau Paskah di timur; dari Taiwan dan Mikronesia di utara hingga ke New Zealand di selatan, terdapat teori mengenai asal usul nenek moyang petutur Austronesia yaitu teori Out of Taiwan yang didukung oleh P. Bellwood dan R. Blust dan teori model Alternatif yaitu W. Meacham dan Solheim dan Terrell yang kemudian disintesiskan oleh S. Oppenheimer (Tanudirjo dan Simanjuntak, 2004: 11-32)

24 8 (single log boat) berupa kano yang memiliki cadik dan tinggalan perahu dengan ciri ini tersebar di Nusantara (Lapian, 1997: 28-31). Data arkeologi yang berasal dari seni cadas dapat mendukung penelitian mengenai jejak budaya prasejarah di Nusantara, khususnya penggambaran motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Perahu yang digambarkan pada seni cadas dalam laporan penelitian para arkeolog terdahulu yang tersebar di pulau-pulau di wilayah Indonesia jumlahnya tidak sedikit dan memiliki keragaman bentuk, warna, dan teknik penggambaran. Penggambaran motif perahu dalam seni cadas merupakan hal yang sangat wajar, karena dilihat dari konteks geografisnya, motif perahu yang digambarkan pada seni cadas relatif berdekatan dengan perairan. Chippindale (2001: 259) menyatakan bahwa perubahan bentuk dari tiga dimensi ke dua dimensi itu berakibat pada hilangnya beberapa informasi seperti warna dan ukuran objek aslinya pada lukisan atau pahatan pada seni cadas. Dengan demikian, si pembuat lukisan dan pahatan berkonsentrasi untuk membuat karyanya agar dapat menghadirkan informasi esensial yang akan mengidentifikasikan objek yang ia gambar dan hal itu terlihat penting dengan menandai permukaan dua dimensi dengan bentuk yang merepresentasikan objeknya. Hal ini menjadi sangat luar biasa ketika sebuah keruwetan yang dipadukan dari bentuk tiga dimensi dikurangi dan mampu dikenali. Ia mencontohkan pada penggambaran bentuk muka figur manusia digambarkan dengan posisi menghadap ke muka (front view) atau ke samping (profile view) yang memiliki perbedaan penggambarannya (Chippindale 2001: 259). perahu yang ada pada dinding gua, tebing karang, dan bongkahan batuan juga merupakan perubahan penggambaran bentuk tiga dimensi perahu menjadi bentuk motif dalam dua dimensi. Bagian-bagian dari sebuah perahu yang digambarkan pada motif perahu dalam seni cadas merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Karena situs-situs yang memiliki tinggalan motif perahu pada seni cadas tersebar merata di kepulauan Indonesia. Pada penelitian terdahulu, belum pernah ada penjelasan mengenai proses identifikasi bentuk motif perahu dalam seni cadas di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini dapat diajukan pertanyaan tentang bagaimana bentuk-bentuk motif perahu dalam seni cadas di Indonesia?

25 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan arkeologi dalam bidang seni cadas yang berkaitan dengan tinggalan budaya maritim di Indonesia. Dengan mengidentifikasi penggambaran bentuk-bentuk motif perahu dalam seni cadas di Indonesia, diharapkan dapat diketahui atributatribut dasar pada penggambaran motif perahu tersebut. Dengan demikian, dapat diketahui variasi bentuk motif perahu pada seni cadas di Indonesia dan sejauh mana tingkat pengetahuan dan teknologi yang terekam pada motif perahu seni cadas di Indonesia. Selain itu diharapkan pula dapat diketahui motif-motif perahu dalam seni cadas yang mungkin berkaitan dengan kepercayaan masyarakat pendukungnya Ruang lingkup dan Gambaran data Seni cadas dalam lingkup penelitian ini bukan merupakan kajian mengenai seni semata. Melainkan kajian arkeologi terhadap tinggalan kesenian manusia berupa penggambaran motif perahu dalam seni cadas di Indonesia. Wilayah Indonesia dalam penelitian seni cadas ini menggunakan wilayah budaya dan geografis Indonesia sebagai Nusantara, bukan merupakan wilayah politik dan administratif. Oleh sebab itu, penelitian ini mencakup tinggalan seni cadas yang terdapat di wilayah Maros-Pangkep di Sulawesi Selatan, Pulau Muna di Sulawesi Tenggara, Kepulauan Kei, Pulau Flores, dan Teluk Berau di Papua Barat yang merupakan situs-situs yang memiliki tinggalan seni cadas berupa motif perahu (Soejono 1984; Kosasih 1995). Penelitian seni cadas di wilayah Sangkulirang, Kalimantan Timur yang dilakukan oleh Pindi Setiawan juga menemukan motif perahu di Gua Mardua (Setiawan, 1999:14). Selain itu, penelitian ini memasukkan kawasan Tutuala, Timor Leste yang memiliki unsur-unsur kebudayaan di Nusa Tenggara Timur, sebelum dan sesudah memisahkan diri dengan Indonesia. Gua Liang Kain Hitam, di Sarawak, Malaysia Timur, yang mempunyai tinggalan seni cadas juga, khususnya penggambaran perahu akan dimasukkan dalam penelitian ini, untuk melihat wilayah persebaran motif perahu pada seni cadas di Indonesia dan sekitarnya. Oleh karena itu, wilayah tersebut juga akan disertakan dalam penelitian ini (lihat Peta 1. hlm 10

26 10 dan Tabel 1. hlm 11). Dengan demikian, lingkup penelitian ini merupakan skala makro atau regional karena cakupan penelitian terdiri dari situs-situs seni cadas yang ada di Indonesia dan sekitarnya dengan kekhususan penelitian seni cadas pada tinggalan motif perahu. Peta 1.1 Kawasan Situs yang terdapat Perahu di Indonesia dan sekitarnya (diolah kembali dari diakses tanggal 17 November 2008). Data utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah berupa deskripsi, gambar, dan foto motif perahu yang digambarkan pada dinding gua, dinding ceruk, bongkahan batu, dan tebing-tebing karang di Indonesia yang terdapat dalam berbagai laporan penelitian, artikel, dan buku-buku hasil penelitian seni cadas. Sedangkan literatur mengenai perahu tradisional di Nusantara digunakan sebagai data pendukung yang merupakan pembanding bentuk dan fungsi motif perahu yang digambarkan dan literatur mengenai sistem kepercayaan atau religi masyarakat yang berkaitan dengan perahu, di Nusantara, digunakan sebagai bahan tafsiran pemaknaan motif perahu dalam seni cadas. Kelengkapan dari data memudahkan penelitian ini, sehingga gambar atau foto dari motif yang dianggap perahu oleh peneliti terdahulu menjadi syarat utama sebagai data yang digunakan. perahu yang digambarkan pada seni cadas merupakan bentuk kesenian dan

27 11 bukan merupakan gambar teknik perahu dengan ukuran yang detil yang digambarkan oleh pelukisnya. Berikut ini adalah gambaran data situs, berdasarkan persebaran bentuk penggambaran motif perahu yang diterakan pada gua, ceruk, bongkahan batu, dan tebing karang di Indonesia, termasuk situs di daerah Tutuala, Timor Leste dan Gua Liang Kain Hitam di Sarawak, Malaysia. Tabel 1.1 Gambaran Data Perahu dalam Seni Cadas di Indonesia (diolah kembali dari Arifin dan Delanghe, 2004). No. Kawasan Situs Balocci, Pangkep, Sulawesi Selatan Pangkep, Sulawesi Selatan Kec. Katobu, P. Muna, Sulawesi Tenggara Kec. Katobu, P. Muna, Sulawesi Tenggara Distrik Lio, Desa Nua Mbako, P. Flores Kep. Kai Kecil, Maluku Selatan Kep. Kai Kecil, Maluku Selatan Pulau Arguni, Teluk Berau Teluk Berau, Papua Barat Daerah Tutuala, Timor Leste Daerah Tutuala, Timor Leste Daerah Tutuala, Timor Leste 2.5 km dari Desa Tutuala 2 km Timur Laut Desa Tutuala Daerah Tutuala, Timor Leste Daerah Tutuala, Timor Leste 17 Sarawak, Malaysia 18 Sangkulirang, Kalimantan Timur Leang Sumpang Bita Gua Bulu Sipong Gua Metanduno Bentuk situs Ketinggian (m dpl) Teknik Warna Jumlah Perahu Referensi Gua 280 Lukisan Merah 1 Suprapta, Gua 180 Lukisan Merah 2 Kosasih, Gua 202 Lukisan Cokelat 7 Gua Kobori Gua 216 Lukisan Cokelat 3 Watu Weti Dudumahan Ceruk Loh Vat Risatot Dinding batuan Tebing pantai Kosasih, 1978, 1982, Kosasih, 1978, 1982, - Pahatan - 1 Verhoeven,1956 ± 30 Lukisan Merah dan Hitam 4 Ballard, 1988 Gua - Lukisan Hitam 1 Sukendar, 2002 Dinding tebing - Lukisan Hitam 1 Roder, 1959 Teluk Berau Gua - Lukisan Hitam 20 Ili Kerekere Gua - Lukisan Hitam 8 Lene Hara Gua - Lukisan Hitam 1 Roder, 1959; Arifin dan Delanghe, 1995 Arifin dan Delanghe, 2002; Lape et al Arifin dan Delanghe, 2002; Lape et al Kurus Gua - Lukisan Hitam 1 Lape et al Lene Cece Ceruk 250 Lukisan Hitam 2 Lape et al Lene Kici Gua 100 Lukisan Merah 1 Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Ceruk 60 Lukisan Merah 3 Dinding tebing Arifin dan Delanghe, 2002; Lape et al Almeida, 1967; Arifin dan Delanghe, 2002, Lape et al Lukisan Merah 2 Lape et al Gua 267 Lukisan Merah 2 Karina Arifin, 2003 Gua ± 200 Lukisan Hitam 7 Setiawan, 1999

28 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, sesuai dengan tiga tahapan dalam ilmu arkeologi, yaitu pengumpulan data (observation), pengolahan data (description), dan penafsiran data (explanation) (Deetz, 1967:8). Pada dasarnya penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan sumber kepustakaan sebagai datanya. Tahap pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan sumber-sumber kepustakaan yang berkenaan dengan topik penelitian. Sumber kepustakaan yang dikumpulkan terbagi dua, yaitu mengacu pada penggambaran motif perahu dalam seni cadas dan sumber-sumber penelitian mengenai perahu tradisional. Sumber data yang dikumpulkan berupa deskripsi hasil-hasil penelitian, misalnya dalam Felsbilder und Vorgeschichte des MacCluer-Golfes West-Neuguinea oleh Roder (1959) dan Rock Art in West Papua oleh Karina Arifin dan Delanghe (2004). Data berupa foto dan gambar dari motif perahu pada seni cadas di Indonesia yang terdapat dalam berbagai hasil penelitian, antara lain penelitian E.A Kosasih (1978), Ballard (1988), O Connor (2003), Pindi Setiawan (1999), dan tulisantulisan mengenai perahu tradisional di Nusantara seperti yang dilakukan oleh peneliti bahari yaitu A. Horridge (1981), J. Hornell (1928), W. Mahdi (1999), dan A.B Lapian (1997). Peta geografis Indonesia digunakan untuk menunjukkan distribusi persebaran motif perahu tersebut. Selain itu, kepustakaan mengenai kepercayaan yang berhubungan dengan perahu pada masyarakat di Nusantara yang akan membantu dalam penafsiran penggambaran motif perahu juga dikumpulkan, seperti Tanudirjo (1985), Ballard et al. (2003), dan Perry (1915). Tahap kedua adalah proses pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan mendeskripsikan bentuk-bentuk yang dianggap motif perahu dalam seni cadas di Indonesia. Aspek-aspek yang diteliti mencakup teknik penggambaran, bentuk, dan motif yang diambil dari tipologi yang dibuat oleh L. Maynard untuk seni cadas di Australia (1977) hal ini bertujuan untuk menghasilkan deskripsi dengan informasi yang memadai (Arifin, 1997). Dalam pendeskripsian yang pertama dilakukan adalah menguraikan teknik penggambaran yaitu apakah menggunakan teknik pahatan atau teknik lukisan. Teknik pahatan merupakan hasil

29 13 gesekan benda tajam pada permukaan batuan, torehan (engraved) menghasilkan pahatan menyudut seperti huruf v di permukaan batuan, dan tatahan (pecked) menghasilkan pahatan yang menumpul seperti huruf u di permukaan dengan secara langsung atau tidak. Sedangkan lukisan secara mekanis menghasilkan cap atau stensil, atau dengan pigmen basah berupa lukisan dan pigmen kering berupa gambar. Pada bentuk lukisan juga disebutkan warna yang digunakan (Arifin 1997: 15). Uraian mengenai bentuk diamati dengan mendeskripsikan atribut-atribut perahu. Apakah dibuat dengan garis titik, garis bersambung, atau garis terputus. Apakah membentuk ruang tertutup berupa lingkaran, segiempat, atau absrak, apakah terdapat hiasan isian didalamnya, berupa titik-titik menyebar, garis-garis, atau berupa daerah isian penuh yang seluruhnya tertutup pigmen berwarna (Arifin 1997: 15). Selanjutnya identifikasi dilakukan dengan sudut pandang motif perahu dari tampak samping (profil), pengamatan dengan menunjukkan bagian-bagian atau atribut sebuah perahu dari bagian bawah hingga bagian atas perahu yaitu dasar perahu, lambung perahu, linggi, kemudi, tiang perahu, dan layar perahu (Ardiati 2004). Identifikasi juga dilakukan pada komponen atribut tambahan pada perahu yang digambarkan bersama motif perahu pada seni cadas yaitu struktur, tongkat, motif ikan, lingkaran, senjata, alat tabuhan, dan motif manusia yang ikut digambarkan untuk mendapatkan penafsiran motif perahu yang lebih akurat. Struktur pada penggambaran motif perahu pada seni cadas terdapat dua bentuk, yaitu tiang menara dan tempat berteduh atau gubuk di atas lambung perahu. yang diteliti sudah tentu motif non-figuratif yang diperkirakan berupa penggambaran motif perahu. adalah penamaan bentuk penggambaran pada seni cadas yang telah diidentifikasi secara objektif oleh peneliti sebelumnya. Maynard (1977: ) membedakan motif dalam dua penamaan yaitu motif figuratif dan non-figuratif. Bentuk motif figuratif adalah manusia, binatang, dan tumbuhan. Sedangkan yang termasuk motif non-figuratif adalah bentuk geometris termasuk motif perahu, namun dalam pendeskripsiannya, motif non-figuratif sering terjadi kesulitan, karena bentuk yang dideskripsikan bervariasi dan seringkali istilah yang digunakan membingungkan atau tidak menjelaskan secara

30 14 jelas bentuk motif yang sebenarnya, sehingga dibuat termonologi atau standar istilah dalam penamaan motif non-figuratif seperti pada bentuk lingkaran, oval, segiempat, kisi-kisi, dan lain sebagainya (Arifin, 1997: 15). Sedangkan untuk ukuran dan karakter yang merupakan bagian dari tipologi L. Maynard tidak dimasukkan dalam metode ini, mengingat sumber data yang digunakan adalah data sekunder, dimana pendeskripsian dilakukan terhadap gambar dan foto, bukan pada motif perahu yang ada di situsnya langsung (nonprimary recording) Keterangan: 1. Dasar Perahu 2. Lambung Perahu 3. Linggi Perahu 4. Dayung Perahu 5. Kemudi Perahu 6. Tiang Layar 7. Layar 8. Figur Manusia 1 Foto 1.1. Atribut-atribut Perahu pada Perahu dalam Seni Cadas, contoh pada Situs Gua Kobori, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (Sumber foto: Aksa 1991) Selanjutnya dilakukan analisis mengenai bentuk-bentuk atribut perahu dari bagian dasar hingga bagian layar perahu. Tipologi berguna untuk mengetahui variasi bentuk gambar motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Tipologi dilakukan berdasarkan hubungan antara bentuk dasar perahu dengan bentuk lambung perahu, karena kedua unsur tersebut yang menentukan tipe perahu. Selanjutnya ditentukan penggambaran atribut linggi sebagai subtipe perahu, sedangkan subsubtipe/varian berdasarkan gabungan dari bagian kemudi, tiang perahu, dan layar perahu (penjelasan pada Bab 4, hlm 107). Pembagian tipe motif perahu pada seni cadas di Indonesia belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tipologi perahu yang digunakan merupakan tipologi bentuk

31 15 motif perahu pada seni cadas yang dapat diperbaiki kemudian oleh peneliti selanjutnya. Mengingat seni cadas merupakan bagian dari kebudayaan, maka selanjutnya motif perahu yang digambarkan dalam seni cadas dapat pula ditafsirkan melalui analogi dengan bentuk perahu tradisional di Indonesia. Pada penafsiran yaitu melihat hubungan tipe motif perahu dengan gaya penggambaran, hubungan tipe motif perahu dengan teknologi konstruksi perahu, hubungan tipe motif perahu dengan teknik gerak perahu, hubungan tipe motif perahu dengan kawasan, dan hubungan tipe motif perahu dengan jenis perairan pada kawasan situs seni cadas. Sehingga diketahui perkembangan bentuk gambar motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Tahap yang terakhir adalah kesimpulan dari penelitian. Hasil yang ingin dicapai yaitu mengetahui variasi bentuk motif perahu yang digambarkan pada kawasan seni cadas di Indonesia. Dalam penafsiran penggambaran motif perahu di Indonesia diharapkan juga dapat diketahui adanya hubungan motif perahu dengan jenis perairan sebagai gambaran tingkat pengetahuan dan teknologi perahu masyarakat pendukungnya Sistematisasi Penulisan Bab 1 (Pendahuluan) berisi uraian latar belakang, riwayat penelitian seni cadas, permasalahan, tujuan, ruang lingkup dan gambaran data motif perahu, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 (Tinjauan Pustaka Mengenai Perahu Tradisional Nusantara) meliputi tinggalan arkelogis perahu tradisional, tinggalan motif perahu pada bentuk media selain seni cadas, pengetahuan jenis perahu berdasarkan teknik pembuatan, serta taksonomi perahu yang akan digunakan dalam mengidentifikasi motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Bab 3 (Deskripsi Perahu pada Seni Cadas di Indonesia) merupakan identifikasi motif perahu pada seni cadas di Indonesia berdasarkan atribut-atribut perahu tradisional yang tergambarkan. Bab 4 (Analisis dan Penafsiran Penggambaran Perahu pada Seni Cadas di Indonesia) merupakan tahapan mengenai analisis dan penafsiran. Pada tahap

32 16 analisis dilakukan klasifikasi dengan membuat tipologi bentuk-bentuk gambar motif perahu dibedakan ke dalam 6 tipe dasar perahu yang dihubungkan dengan 3 bentuk lambung perahu. Selanjutnya pada penafsiran yaitu melihat hubungan tipe motif perahu dengan gaya pengambaran, hubungan tipe motif perahu dengan teknologi konstruksi perahu, hubungan tipe motif perahu dengan teknik gerak perahu, hubungan tipe motif perahu dengan kawasan, dan hubungan tipe motif perahu dengan jenis perairan pada kawasan situs seni cadas. Sehingga diketahui perkembangan bentuk gambar motif perahu pada seni cadas di Indonesia. Bab 5 (Penutup), pada bab ini berupa kesimpulan dan saran. Kesimpulan diuraikan dengan menjelaskan mengenai variasi bentuk motif perahu pada seni cadas di Indonesia dan motif perahu yang berkaitan dengan religi. Selain itu, mengungkapkan tingkat pengetahuan dan teknologi perahu pada seni cadas di Indonesia. Saran pada skripsi ini yaitu melakukan penelitian dengan menggunakan data primer langsung dan mengkaji motif perahu menggunakan analisis kontekstual untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai penggambaran motif perahu pada seni cadas di Indonesia.

33 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERAHU TRADISIONAL NUSANTARA Dalam rangka mendapatkan gambaran yang jelas mengenai motif perahu pada seni cadas di Indonesia diperlukan pendalaman materi atau tinjauan pustaka mengenai perahu di Nusantara. Sumber kepustakaan yang berhasil dikumpulkan dari berbagai artikel dan buku mengenai segala aspek yang berkaitan dengan perahu tradisional di Nusantara Sejarah Awal Perahu di Nusantara Perahu merupakan salah satu hasil budaya bahari yang sejak masa prasejarah telah memegang peranan penting dalam kehidupan manusia di dunia termasuk Nusantara. Perahu selain memiliki fungsi sosial ekonomi sebagai alat transportasi air, untuk berkomunikasi antar masyarakat, perdagangan, dan sarana mencari ikan, perahu juga berkaitan erat dengan religi masyarakat pendukungnya yang mendiami pulau-pulau di Nusantara. Penelitian F.L. Dunn dan D.F. Dunn (1977: 22) mengemukakan bahwa antara sampai tahun lalu teknologi pelayaran di wilayah Asia Tenggara masih sangat terbatas. Aktivitas pelayaran di laut terbuka belum berjalan, kemungkinan baru tahap penggunaan rakit dengan eksploitasi jenis kerang-kerangan di wilayah perairan dangkal seperti rawa-rawa dan hutan bakau yang dipengaruhi pasang surut air laut. Kemudian sekitar 9000 tahun lalu mulai dikenal adanya perahu yang penggunaannya bersama rakit dengan wilayah eksploitasinya berupa rawa-rawa dan pelayaran terbatas di perairan terbuka. Eksploitasi wilayah baru dilakukan dengan bertambahnya pengetahuan keahlian berperahu. Selanjutnya sekitar 5000 tahun yang lalu diperkirakan telah ada eksploitasi wilayah Laut Tiongkok Selatan dengan penguasaan navigasi laut dan teknologi perahu yang semakin berkembang. Penggunaan cadik maupun layar sederhana berupa anyaman dari dedaunan meningkatkan luas wilayah eksploitasi dengan daya jelajah yang cukup jauh dari pantai (Dunn dan Dunn, 1977: 22-24). 17

34 18 Selain itu diperkirakan pelayaran dianggap lebih berkembang sejak awal Holosen, penggunaan kayu gelondongan, ikatan kulit kayu atau buluh, kayu yang dilubangi berupa kano dan jenis rakit dari bakau atau bambu merupakan alat-alat pelayaran pada kala itu. Perkembangan teknologi pelayaran disebabkan karena faktor kondisi permukaan air laut yang meninggi mencapai 130 meter pada kurun hingga tahun yang lalu. Terbentuknya pulau-pulau di Nusantara yang menciptakan garis pantai yang lebih panjang dan sumber daya alam yang melimpah serta iklim yang lebih stabil meningkatkan pertambahan populasi yang berdampak pada kemajuan budaya termasuk eksploitasi sumber daya laut. Isolasi geografi pulau-pulau di Nusantara oleh alam ditanggapi oleh manusia dengan mengembangkan teknologi pelayaran untuk melakukan kontak atau migrasi antar pulau-pulau (Simanjuntak 2001: 667). Horridge (2006: 143) menduga penggunaan rakit dari bambu telah ada sejak tahun lalu yang digunakan oleh manusia untuk bermigrasi dari Dataran Sunda ke Dataran Sahul, ketika muka laut lebih rendah daripada sekarang dan jarak antar daratan lebih pendek pada masa glasial. Selain itu rakit bambu mudah dibuat dan dapat dikerjakan dengan alat batu yang sederhana. Sebaran rakit bambu sampai sekarang masih terdapat di Indonesia, Melanesia, hingga ke Fiji. Kemungkinan manusia pertama kali menggunakan rakit bambu menuju Australia dan selanjutnya menggunakan perahu lesung. Penggunaan kayu dan bambu sebagai rakit telah digunakan sebelum datangnya teknologi perahu petutur Austronesia. Terdapat hubungan antara perahu Austronesia dan perahu yang berkembang di Lautan Hindia sekitar 5000 tahun lalu yang bercirikan teknologi berbentuk perahu lesung dengan penambahan komponen berupa papan di atas dinding lambung perahu lesung dan perahu papan yang digabungkan menggunakan tali (sewn-plank) yang tersebar di Nusantara. Ciri ini juga terlihat pada perahu-perahu di Mesir, Lembah Sungai Indus dan Mesopotamia. Selain itu bentuk tiang, teknik pasak, bentuk ujung kemudi pipih segiempat, dan bentuk layar trapesium berkembang sekitar 2000 tahun lalu pada jaringan perdagangan di selat Malaka. Namun pengaruh dari teknologi yang berkembang di lautan Hindia pada teknologi perahu Austronesia ini oleh Horridge (2006: ) dianggap kurang tepat

35 19 karena kelompok-kelompok petutur Austronesia meninggalkan wilayah Asia Daratan jauh sebelum mendapat pengaruh dari teknologi perahu yang berkembang di Lautan Hindia atau bahkan dari Mesir. Ia menunjukkan bahwa perahu-perahu Ausronesia telah berkembang dengan menggunakan bentuk layar segitiga sejak sekitar 200 tahun sebelum Masehi, teknologi layar segitiga ini baru berkembang di Lautan Hindia pada sekitar 200 tahun Setelah Masehi hingga seribu tahun kemudian diadopsi oleh para pelaut Portugis. Rute perdagangan dari Vietnam menuju kawasan timur Nusantara sekitar 200 SM yang ditunjukkan oleh persebaran nekara perunggu yang merupakan salah satu artefak dari budaya Dongson yang mengikuti pergerakan musim angin monsoons di laut Cina Selatan dan laut Jawa. Diperkirakan cengkih dan kayu manis merupakan komoditas perdagangan yang dibawa oleh para pelaut petutur Austronesia menuju India dan Srilangka, dan mungkin menuju pantai timur Afrika dengan menggunakan perahu bercadik. Mereka meninggalkan jejak dengan pengaruh berupa desain perahu, teknik pembuatan perahu, cadik, teknik menangkap ikan, dan sebagainya pada bukti literatur di Yunani (Christie, 1957 dalam Horridge 2006: 146). Hal ini didukung oleh Hornel (1928: 1-4) bahwa bentuk perahu di Victoria Nyanza, Uganda pada Suku Bantu di Afrika Timur mirip dengan bentuk perahu yang berada di Indonesia, dengan contoh perahu yang berasal dari Madura yaitu bercirikan adanya tambahan papan pada dinding lambung dengan teknik ikat dan terdapat dekorasi pada ujung haluan perahu. Selain itu juga didukung oleh data lingusitik mengenai istilah-istilah perahu (Adelaar 2005) berdasarkan hasil penelitian tahun 1951 pada kelompok petutur Austronesia dari Nusantara di Madagaskar. Perahu Austronesia awal tidak memakai cadik, perahu ini digunakan sebagai perahu penangkap ikan yang ulung, dan terutama sebagai perahu perang dengan konstruksi satu lambung. Bentuk perahu ini masih terdapat pada perahu naga di Asia, bentuk kano pada suku Asmat, dan tergambarkan pada motif perahu pada nekara perunggu (Horridge 2006: 147). Perahu Austronesia pada perkembangannya memiliki ciri yang unik yaitu bentuk layar segitiga dan bercadik tunggal. Bentuk cadik berupa batang bambu yang dihubungkan dengan penghubung yang melintang di atas lambung perahu, sedangkan bentuk layar

36 20 segitiga dikembangkan dengan batangan bambu yang ditopang oleh tiang layar yang miring (Horridge 2006:149). Gambar 2.1. Bentuk Perahu Austronesia dengan Cadik Tunggal dan Layar Segitiga dari Satawal, Kepulauan Caroline (Sumber: Horridge, 2006: 149). Pada komunitas petutur Austronesia, sarana transportasi mereka memiliki ciri khas yaitu pada desain bentuk perahu masing-masing komunitas yang diturunkan berdasarkan tradisi dari nenek moyang mereka. Penerus mereka belajar untuk melanjutkan tradisi pembuatan perahu tanpa kecacatan karena mereka yakin jika kesalahan tersebut terjadi akan berakibat fatal dan berbahaya pada saat digunakan mengarungi lautan. Konstruksi perahu yang cenderung konservatif dan berakibat pada teknik pembuatan perahu bertahan hingga seribu tahun yang diturunkan pada generasi-generasi di bawahnya (Horridge 2006: 150). Keberadaan perahu merupakan bagian dari transportasi air yang digunakan untuk migrasi penduduk yang bertambah populasinya dan penyebaran bahasa di Nusantara hingga ke Pasifik. Migrasi penutur bahasa Austronesia selama kurang dari tahun merupakan proses yang sangat cepat yang tentunya didukung oleh penguasaan teknologi pelayaran (Koestoro, 1999). Berdasarkan hasil penelitian W. Mahdi (1999: ) sarana transportasi air paling awal pada masyarakat penutur Austronesia di Nusantara adalah rakitrakit bambu yang selanjutnya berkembang dari gabungan balok-balok kayu yang diikat. Balok-balok kayu kadang diceruk bagian dalamnya sehingga mirip kano. Rakit dari balok kayu lalu berkembang menjadi perahu berlunas ganda (double canoe) atau katamaran. Selanjutnya dari perahu berlunas ganda berkembang

37 21 menjadi perahu bercadik tunggal dan hingga pada akhirnya perahu bercadik ganda. Mahdi (1999) mengemukakan bahwa hubungan pelayaran jarak jauh perahu-perahu Austronesia dengan perahu dari bangsa Semit di lautan Hindia diperkirakan telah terjadi antara 1000 dan 600 SM. Hal ini berdasarkan data tertulis Kitab Suci mengenai perjalanan pelaut dari bangsa Phoenic untuk membantu ekspedisi pelayaran Raja Sulaiman ke tanah Ophir (Kings 9: 26-28; Chron 8: dalam Mahdi 1999: 153) dan terekam juga dalam Ioudaikes Archaiologias yang merupakan tulisan orang Yahudi yaitu Flavius Joshephus tahun 93 Masehi yang menyebutkan tujuan perjalanan ekspedisi tersebut ke tanah Sopheir (Thackeray dan Marcus 1966: dalam Mahdi 1999: 153). Terdapat asumsi dari literatur yang lebih kemudian bahwa tujuan ekspedisi ke arah timur itu adalah wilayah Semenanjung Malaya atau wilayah daratan Sumatera yang dianggap sebagai Suvarnabhumi (tanah emas). Sedangkan pada literatur yang lebih tua bahwa pelayaran hanya sampai pada daerah Sopara tidak jauh dari Baroch (Baygaza) (Mahdi 1999: ). Gambar 2.2. Pengaruh yang saling menguntungkan pada bentuk tiang dan layar perahu pada perahu Austronesia dan perahu bangsa Semit (Sumber: Mahdi, 1999:158)

38 22 Pada gambar 2.2. terlihat adanya hubungan yang saling menguntungkan antara dua teknologi yang berkembang pada komunitas petutur Austronesia di Nusantara dan para pelaut Semit di wilayah perairan Selat Malaka, Laut Merah, dan Teluk Persia, yaitu bentuk layar dan sistem tali temali. Bentuk layar pada perahu bangsa Semit, seperti yang terekam dalam sejarah Mesir Kuna dan Laut Tengah, adalah segiempat yang dipasang di tengah tiang perahu secara simetris dan tidak memakai kayu atau bambu pengikat layar. Sedangkan bentuk layar perahu Ausronesia umumnya bervariasi, namun ciri khasnya berbentuk segitiga dengan pengikat kayu atau bambu pada ujung-ujung layarnya dan layar dipasang tidak simetris pada tiang perahu. Pengaruh dari kedua teknologi perahu tersebut pada perahu bangsa Latin yaitu bentuk layar perahu segitiga yang dipasang lebih dekat ke tengah tiang layar yang merupakan pengaruh dari bentuk layar Austronesia, namun bentuk layar pada perahu ini tidak memiliki batas bawah pada layarnya yang merupakan perkembangan dari bentuk layar bangsa Semit. Sedangkan bentuk layar pada perahu bangsa Melayu awal yaitu berbentuk layar segiempat dengan digantung miring pada tiang layar namun tidak simetris di tengah tiang layar. Bentuk layar segiempat mendapat pengaruh dari bangsa Semit dengan tetap mempertahankan batangan kayu atau bambu sebagai batas bawah layar yang merupakan perkembangan dari perahu Austronesia awal (Mahdi, 1999: ). Selain itu bentuk pelayaran jarak jauh perahu-perahu Austronesia menggunakan cadik atau tanpa cadik. Bentuk perahu tanpa cadik yang berukuran lebih besar terbuat dari konstruksi lambung papan sedangkan perahu bercadik umumnya berkonstruksi perahu lesung, tetapi bentuk konstruksi papan juga digunakan. Persebaran perahu bercadik ganda maupun bercadik tunggal sangat luas di Nusantara hingga sekarang Temuan Arkeologis Tinggalan Perahu Tradisional di Indonesia Temuan arkeologis mengenai jejak perahu lesung tertua, yaitu sekitar 8000 BP ditemukan di Kuahuqiao, wilayah Sungai Yangzse, China. Temuan ini berasosiasi dengan sisa rotan atau bambu yang diperkirakan bagian dari layar atau bagian atap sebuah kano (Jiang dan Liu 2005 dalam Lape et al. 2007: 239).

39 23 Sedangkan temuan tinggalan perahu tertua di Eropa ditemukan di Pesse, Belanda yang diperkirakan sekitar ± SM berdasarkan pertanggalan radio karbon. Bukti tertua tinggalan arkeologis di Asia Tenggara mengenai sisa perahu ditemukan di wilayah Kuala Pontian, pantai timur Pahang, Malaysia berupa tiga keping papan, sebuah sisa lunas, dan beberapa gading-gading yang berasosiasi dengan sisa guci yang mirip dengan temuan di Oc-eo, Vietnam Selatan (Utomo, 2007: 24). Berdasarkan pertanggalan radio karbon diperkirakan berasal dari sekitar abad 3-5 Masehi (Booth 1984: dalam Utomo, 2007: 24). Gambar 2.3. Jukung Sudur berasal dari abad Masehi dari Kalimantan (Sumber: Utomo, 2007). Berdasarkan penelitian arkeologis tinggalan perahu lesung dengan pertanggalan yang paling tua belum ditemukan di Indonesia. Temuan perahu lesung berasal dari abad ke Masehi ditemukan di tepi Sungai Tarasi, Desa Kaludan Besar, Amuntai Tengah, Kalimantan Selatan berupa Jukung Sudur yang sekarang berada di Museum Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan (Utomo, 2007: 55-56). Perahu yang ditemukan berukuran panjangnya dengan lebar 115 cm dan kedalamannya 32 cm, yang diperkirakan dapat memuat 30 orang (Utomo, 2007: 51). Berdasarkan jejak pada badan perahu, alat yang digunakan yaitu belayung atau belincung. Pada bagian badan perahu terdapat delapan buah tonjolan berbentuk persegi panjang yang dipahatkan langsung pada batang perahu

40 25 lagi. Masing-masing keping papan panjang maksimumnya 250 cm dengan lebar antara 20 hingga 30 cm dan ketebalannya 5 cm. Terdapat tambuko dan lubanglubang untuk memasukkan tali dan pasak untuk menyatukan papan-papan pembentuk badan perahu dengan gading-gading (Utomo, 2007: 70). Temuan jenis perahu papan lainnya terdapat di situs-situs Paya Pasir, Sumatera Utara; Bukit Jakas, Riau; Ujung Plancu, Jambi; Karanganyar, Sambirejo, Tulung Selapan, Tanjung Jambu, Sumatera Selatan; Tanjung Pandan, Bangka Belitung; dan Pasucinan, Jawa Timur (Utomo, 2007: 64-74) 2.3. Perahu sebagai Peti Mati di Indonesia Perahu mempunyai makna religius bagi sebagian masyarakat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Ballard et all, 2003: ; Utomo, 2007: 27-28; Szabo et all, 2008: ). Berkaitan dengan penguburan, perahu digunakan sebagai wadah kubur pada beberapa suku di Indonesia. Misalnya suku Dayak Ngaju yang menempatkan si mati pada perahu peti mati, yang bermakna bahwa orang yang telah mati akan berpindah menuju alam arwah dengan menggunakan perahu sebagai wahananya. Suku Dayak Ngaju mempunyai dua istilah bagi perahu peti mati tersebut, yaitu banawa tingang (perahu bangau) dan banawa bulan (perahu ular air) (Utomo 2007: 28). Foto 2.1. Replika perahu suku Ngaju Dayak terbuat dari lateks berukuran 240 x 465 mm (Foto diambil dari buku Art of Southeast Asia, 2004: 50) Perahu yang digunakan oleh orang Dayak Ngaju tidak hanya sebagai peti mati saja, namun perahu juga digunakan sebagai alat transportasi sehari-hari (Perry, 1915: 142).

41 26 Pada situs-situs gua prasejarah di Asia Tenggara sering ditemukan bentukbentuk peti mati berupa perahu. Tinggalan bentuk perahu peti mati tersebut masih dapat ditemukan di Gua Liang Kain Hitam, Niah, Sarawak, Malaysia (Harrison, 1958 dalam Szabo et al., 2008). Selain itu ditemukan juga di Kepulauan Kei (Sukendar 2002: 182). Foto 2.2. Bentuk peti mati berupa perahu di Gua Liang Kain Hitam, Niah, Sarawak, Malaysia (Sumber: Szabo, 2008: 151) Foto 2.3. Bentuk peti mati berupa perahu di Kepulauan Kei (Sumber: Sukendar, 2002: 182) Contoh lain dari penggunaan peti mati berbentuk perahu yaitu yang digunakan oleh orang Galera, Halmahera. Tradisi mereka menyatakan bahwa

42 27 nenek moyangnya berasal dari arah barat laut seberang lautan. Ketika tanah orang meninggal dipisahkan oleh perairan, maka perahu digunakan untuk perjalanan tersebut, dan perahu telah lama bertahan sebagai alat transportasi perairan seharihari. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas menganggap asal nenek moyang mereka dari seberang lautan, sehingga ketika anggota masyarakatnya meninggal perahu digunakan sebagai simbol kendaraan arwah yang meninggal menuju dunia arwah (Perry, 1915: 143). Pada komunitas Austronesia, perahu memiliki bentuk yang bervariasi yang digunakan dalam konteks kematian. Peti mati berbentuk perahu ada yang dipahat dari kayu atau bongkahan batuan, dan bentuk motif perahu juga digambarkan pada kain dari kulit kayu, dan kayu yang disimpan pada situs penguburan. Praktek penguburan pada perahu sebagai peti mati juga ditemukan di Semenanjung Malaysia di sebelah barat, Filipina di sebelah utara, dan kepulauan Solomon di sebelah timur (Ballard et al, 2003: 393) Perahu pada Nekara Perunggu di Indonesia. Di Asia Tenggara, logam mulai dikenal sekitar Sebelum Masehi. Nekara perunggu (kettledrum) merupakan salah satu warisan budaya logam yang merupakan komoditas perdagangan pada masa perundagian yang tersebar di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (Soejono 1984: 245). Laporan pertama mengenai nekara perunggu yaitu pada tulisan tahun 1905 D Amboinsche Rariteitenkamer yang dibuat oleh G.E. Rumphius sekitar tahun 1704 mengenai nekara di Pejeng, Bali. Tahun 1884, A.B Meyer dalam publikasinya menyebutkan temuan nekara di Jawa, Salayar, Luang, Roti, dan Leti. Meyer bersama dengan W. Fox tahun 1897 menerbitkan buku berjudul Bronzepauken aus Sudost Asien yang merupakan hasil studi perbandingan nekara-nekara perunggu di Asia Tenggara, mereka berpendapat bahwa nekara perunggu dibuat di Khmer dan kemudian disebarkan ke seluruh Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tahun 1902 F. Heger menerbitkan sebuah karangan berjudul Alte Metalltrommeln aus Sudost Asien mengenai klasifikasi morfologis seluruh nekara perunggu di Asia Tenggara (Soejono, 1984: 245).

43 28 Heger memberikan uraian mengenai bentuk nekara di dunia serta mengklasifikasikannya ke dalam empat tipe yang diberi nomor kode H-I sampai dengan H-IV. Meyer (1897) sebelumnya telah mengklasifikasi nekara ke dalam enam tipe dengan nomor M-I sampai dengan M-VI yang kemudian oleh Heger lebih disederhanakan ke dalam empat tipe. 6 Jenis motif hias pada nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia yaitu antara lain motif geometri, benda langit, figur manusia, bentuk bangunan, fauna seperti burung, katak, dan rusa, serta perahu. Hiasan motif perahu ditemukan pada nekara yang terdapat di Kabunan, Sangeang, Salayar, Roti, Leti, dan Kur (Kempers, 1988). Gambar 2.5. Perahu pada Nekara Perunggu di Laos (Sumber: Kempers, 1988: 146) Penggambaran motif perahu ini dianggap sebagai perjalanan arwah menggunakan perahu yang merupakan budaya Dongson yang bermigrasi sekitar tahun yang lalu (Tanudirjo, 1985). Sedangkan Looft-Wissowa (1991, dalam Bellwood 2000: 403) menganggap bahwa motif hias pada nekara itu 6 Ciri-ciri dari empat tipe nekara perunggu yang diklasifikasikan oleh Heger. Nekara tipe Heger I mempunyai bidang pukul dengan garis tengah yang lebih besar daripada ukuran tinggi keseluruhan nekara. Bahu berbentuk cembung, bagian tengah berbentuk silindrik dan kaki melebar berbentuk seperti kerucut terpancung dengan bagian bawah yang terbuka. Nekara tipe Heger II mempunyai bidang pukul yang lebih besar daripada tubuh nekara, sehingga menjorong ke luar. Bagian bahu tidak berbentuk cembung, tetapi lurus ke pinggangnya. Tipe Heger III mempunyai bentuk yang hampir sama dengan nekara tipe Heger II. Bagian bahunya melurus ke bawah dan di bagian pinggang agak melengkung ke dalam, sehingga tampak bentuk pinggang. Nekara tipe Heger IV mempunyai bidang pukul yang menutup badan nekara,bahu berbentuk cembung dan bagian tengahnya hanya sedikit membentuk pinggang kemudian melurus ke bawah. Pada bentuk nekara tipe ini tampak seolah-olah bagian atas lebih besar daripada bagian bawah (Soejono, 1984: ). Temuan nekara perunggu di Indonesia hanya dari tipe Heger I dan Heger IV antara lain sebagian besar ditemukan di Indonesia bagian Timur yaitu di Pulau Sangeang, Pulau Roti, Pulau Leti, Pulau Kur (Kepulauan Kei), dan Pulau Salayar. Nekara-nekara tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional, kecuali nekara dari Selayar. hias nekara-nekara dari daerah Indonesia Timur ini memiliki banyak persamaan dengan motif hias Cina dan Dongson (Hartatik, 1999: 18).

44 24 tersebut yang dinamakan sangkar 5. Diduga pada abad Masehi, jukung sudur itu difungsikan sebagai sarana transportasi oleh tokoh masyarakat atau penguasa setempat (Utomo, 2007: 51-52). Gambar 2.4. Sampan Sudur Itik dari Sumatera Utara abad 19 Masehi (Sumber: Utomo, 2007) Temuan lain perahu lesung yaitu jenis sampan sudur itik yang berasal dari abad ke 19 di daerah Pantai Cermin, Serdang Begadai, Sumatera Utara yang berada di daerah perkebunan kelapa sawit dan cokelat. Temuan perahu ini memiliki panjang 910 cm dengan lebar 86 cm dan kedalamannya 28 cm. Perahu ini berasal dari batang pohon cangal (Hopea sangal). Berdasarkan jejak pada badan perahu pengerjaan perahu lesung ini menggunakan belincung, dinding lambung memiliki tebal 3 cm, dan dasar badan perahu sekitar 4 cm. Perahu ini memiliki 13 buah sangkar seperti pada temuan perahu jukung sudur di Kalimantan Selatan. Perahu sampan sudur itik ini berkaitan dengan pemanfaatannya sebagai sarana transportasi di daerah perairan yang ada di perkebunan pada akhir abad 19 Masehi (Utomo, 2007: 57-62). Berdasarkan penelitian arkeologis temuan mengenai tinggalan perahu papan paling tua di Indonesia berada di situs Kolam Pinisi, di kaki Bukit Seguntang sebelah barat Palembang. Berdasarkan pertanggalan C 14 sisa perahu ini berasal dari sekitar tahun Masehi. Temuan sisa perahu terdiri dari lebih dari enam puluh keping papan badan dan lunas perahu dengan kondisi yang tidak utuh 5 Sangkar ini berfungsi untuk menopang papan atau batang kayu yang diletakkan melintang pada badan perahu sebagai tempat duduk penumpang atau pendayung dan sebagai penguat badan perahu (Utomo 2007:53).

45 29 menggambarkan adegan lomba perahu yang beraspek kesuburan bukan menggambarkan perjalanan perahu arwah yang membawa jiwa ke dunia akhirat dan nekara-nekara itu dihadiahkan kepada para penguasa setempat sebagai lambang martabat raja dan kekuasaannya oleh para penguasa politik dan agama di Vietnam. Namun demikian, Bernet Kempers (1988) berpendapat bahwa mungkin nekara perunggu tersebut dibawa ke Indonesia oleh para pengungsi yang menghindari peperangan atas penguasaan wilayah Vietnam oleh China. perahu yang ada pada nekara tersebut tidak memiliki tiang maupun layar, begitu juga dengan cadik untuk keseimbangan tidak digambarkan. perahu tersebut oleh Kempers (1988) dianalogikan dengan bělang yaitu perahu yang digunakan khusus untuk ritual di Kepulauan Kei dan Tanimbar, dan penggambaran motif perahu pada papan pada Suku Dayak. Selain itu, juga dianalogikan dengan penggambaran pada motif kain di Sumatera bagian Selatan yang merepresentasikan Totality and Holy Life atau kemutlakan dan kehidupan yang suci. Foto 2.4. Hias Perahu pada Kain Tampan berukuran 870 x 670 mm dari Lampung (Sumber foto: Kerlogue, 2004:51)

46 Teknologi Perahu Tradisional Indonesia. Munculnya perahu sebagai alat transportasi air adalah usaha adaptasi manusia untuk menghadapi kondisi lingkungan alam yang ada di sekitarnya. Pada dasarnya prinsip dari sebuah perahu yaitu benda yang dapat mengapung, dapat mengangkut manusia dan barang bawaan, serta dapat dikendalikan ke tempat yang dituju. Pada kondisi perairan dengan arus yang tidak terlalu deras diperkirakan sebuah perahu mulai dikenal ketika seseorang menggunakan batang kayu yang hanyut, atau seikat bambu untuk membantunya terapung di atas air. Rakit ini terdiri dari beberapa lapis horizontal kayu atau bambu dengan menggabungkan batangan kayu atau bambu yang diikat dengan tali. Hal ini bertujuan untuk menambah daya apung dan daya muat rakit tersebut (Casson 1959: 103). Kemudian ditemukan bahwa penggunaan kayu yang berongga memiliki daya apung yang lebih besar dibandingkan dengan batang kayu bulat. Balok kayu yang dilubangi di bagian tengahnya, sehingga menyisakan bagian sisi-sisinya dikenal sebagai perahu lesung atau dugout canoe. Pada perkembangan selanjutnya ada penambahan bagian sisi-sisi tersebut dengan papan-papan yang berguna untuk keseimbangan, sehingga cadik digunakan di perairan lepas pantai (Utomo, 2007:21). Dari segi teknologi, perahu dikelompokkan ke dalam dua jenis perahu berdasarkan bentuk, bahan, dan konstruksinya. Jenis pertama adalah bentuk perahu lesung atau kano (dugout canoe) sedangkan jenis kedua yaitu perahu papan (planked boat). Perahu lesung berbahan balok kayu utuh yang dilubangi bagian tengahnya, menghasilkan bentuk ramping atau pipih memanjang dengan konstruksi lambung atau badan yang polos tanpa sambungan. Teknik pembuatan perahu lesung secara umum yaitu menggunakan material sebuah batangan kayu yang bulat lurus dengan ukuran diameter dan panjang yang disesuaikan dengan ukuran perahu yang diinginkan. Kayu yang telah disiapkan bagian dalamnya dikeruk hingga mencapai kedalaman tertentu (Utomo, 2007: ). Tipe perahu lesung antara lain sampan, bentuk perahu yang biasanya dibuat dari batang kayu yang besar, dengan cara dipahat sehingga diperoleh rongga memanjang untuk penumpang atau barang, pada bagian depan dan belakang

47 31 meruncing dan tipis dengan maksud agar dapat bergerak cepat. Di Sulawesi Selatan, jenis sampan dikenal dengan sebutan lepa-lepa yang dipergunakan untuk menangkap ikan (memancing atau menjala) dan biasanya dinaiki oleh dua atau tiga orang. Sejenis dengan sampan di Kalimantan dikenal bentuk perahu jukung yang terbuat dari batang kayu utuh yang dibelah kayunya. Kemudian diceruk dan dibakar pada bagian cekungannya untuk memperbesar bagian badan perahu. Perahu jukung memiliki tebal sekitar 10 cm pada bagian dasarnya dan mampu bergerak pada kedalaman air yang hanya 10 cm. Perahu lesung yang digunakan di perairan laut biasanya menggunakan cadik pada sisi kiri dan kanan badan perahu, setelah menambahkan papan-papan pada dinding lambung perahunya (Utomo, 2007:26.193,200). Untuk pembuatan perahu papan bahan kayu yang digunakan tidak dari satu pohon saja, sehingga bentuk perahu yang dihasilkan lebih beragam. Tidak hanya ramping atau pipih memanjang. Bagian konstruksi lambungnya secara keseluruhan merupakan sambungan papan atau kayu, tetapi biasanya menggunakan lunas yang terbuat dari satu batang kayu. Lunas yang terdiri dari satu batang kayu pada awalnya merupakan bentuk dari perahu lesung, sehingga lunas dapat digunakan untuk mengetahui panjang sebuah perahu papan (Utomo, 2007:234). Terdapat dua tradisi kuna dalam pembangunan perahu di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian arkeologis mengenai situssitus sisa perahu di Indonesia, yaitu perahu dengan teknik ikat dan teknik pasak. Teknik ikat menggunakan bahan tali dari ijuk untuk menyatukan papan-papan badan perahu. Selain itu, digunakan tambuko untuk menyatukan badan perahu dengan gading-gading (rusuk perahu atau tulang-tulang kayu yang disambungkan oleh tambuko). Modifikasi yang terlihat dari teknologi pasak pada perahu tradisional di Nusantara yaitu teknik ikat, teknik pasak kayu atau bambu, teknik gabungan ikat dan pasak kayu atau bambu, dan perpaduan teknik pasak kayu dan paku besi (Utomo, 2007: 85-86). Secara umum pembangunan perahu yang dibuat dengan teknologi tradisi Asia Tenggara mempunyai ciri-ciri khas, antara lain memiliki teknik penyambungan papan yang terkenal, yaitu teknik papan ikat dan kupingan

48 32 mengikat (sewn-plank and lashed-lug technique); bentuk perahu berukuran besar sehingga tidak memiliki cadik; bagian badan (lambung) perahu berbentuk seperti huruf V sehingga bagian lunasnya berlinggi, haluan dan buritan umumnya simetris; tidak ada sekat-sekat kedap air di bagian lambungnya; dalam seluruh proses produksinya tidak menggunakan paku besi; kemudi terdapat di bagian kanan dan kiri buritan; teknik pemasangan tiang dan layar perahu dengan pengetahuan dan teknik yang berkemampuan tinggi (Manguin 1993: ) Bagian-bagian Perahu Tradisional Indonesia. Perahu tradisional di Indonesia memiliki keragaman bentuk yang sangat bervariasi di tiap-tiap pulau di Indonesia. Unsur-unsur utama perahu tradisional antara lain mencakup lunas atau dasar, lambung, linggi, dayung, kemudi, tiang, dan layar perahu. Bagian perahu yang disebut lunas adalah batangan kayu utama pada bagian bawah dari kerangka dasar perahu papan, sedangkan dasar adalah bagian bawah dari perahu lesung. Lambung adalah bentuk dinding perahu. Linggi adalah bentuk tambahan perahu pada bagian haluan atau buritan yang menonjol ke atas. Sedangkan dayung merupakan alat kayuh perahu terbuat dari batang kayu yang memanjang dengan bentuk pipih di bagian ujungnya. Pada bagian pangkal dayung biasanya terdapat hiasan. Bentuk kemudi menyerupai dayung yang agak tebal pada bagian ujungnya, berfungsi sebagai pengarah perahu dan umumnya terdapat di bagian buritan perahu, penggambaran kemudi pada motif perahu di seni cadas dapat menentukan arah orientasi motif perahu (Ardiati, 2004) Keterangan : 1. Dasar Perahu 2. Lambung Perahu 3. Linggi Perahu 4. Kemudi Perahu 5. Tiang layar Perahu 6. Layar Perahu 2 1 Gambar 2.6. Bagian-bagian Perahu Tradisional di Indonesia (diolah dari Horridge, 1981)

49 33 Dalam upaya untuk mengetahui bentuk-bentuk perahu pada seni cadas di Indonesia, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu membedakan konstruksi lambung menjadi dua tipe teknologi konstruksi. Pertama yaitu konstruksi lambung satu batang pohon dan lambung lima komponen (terdiri dari satu batang pohon dengan bagian kiri-kanannya dipertinggi dengan papan, sedang bagian haluan dan buritan diberi tambahan). Konstruksi kedua yaitu konstruksi lambung papan. Selain itu perlu diperhatikan bentuk layar dan tiang layar. Perahu Austronesia pada awalnya memiliki layar segitiga dan tidak selalu memakai tiang layar. Perahu layar segitiga yang memakai tiang layar, biasanya pendek. Layar segiempat agak panjang digantung miring dan digunakan setelah zaman Masehi. Pada perkembangannya, konstruksi tiang layar diperkuat dengan kaki tiga pada perahu layar segiempat (Mahdi, komunikasi pribadi, 2007).

50 BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA Berdasarkan data foto dan gambar yang dapat dikumpulkan dari hasil penelitian mengenai seni cadas pada situs-situs di Indonesia dan sekitarnya (Sarawak dan Timor Leste) yang dibagi ke dalam delapan kawasan, yang terdiri atas 22 situs dengan 67 motif perahu. Situs-situs seni cadas ini berupa gua, tebing karang, dan bongkahan batuan. Tabel 3.1. Persebaran motif perahu pada seni cadas di Indonesia dan sekitarnya No Kawasan Situs No Situs Jumlah Perahu 1 Pangkep, Sulawesi Selatan 1 Leang Sumpangbita 1 2 Leang Bulu Sipong 2 3 Gua Metanduno 7 4 Gua Kobori 3 2 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara 3 Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur 5 Watu Weti 1 4 Kepulauan Kei, Maluku 6 Tebing Dudumahan, Kei Kecil 4 Tenggara 7 Ceruk Loh Vat, Kei Kecil 1 8 Risatot, Arguni 1 9 Sosorra, Furir 9 5 Teluk Berau, Papua Barat 10 Matutuo/ Pulau Duduru 1 11 Auramo/ Sungai Bedidi 7 12 Gua Siawachwa, Kokas 2 13 Tanjung Abba 1 14 Ili Kerekere 8 15 Lene Hara 1 16 Kurus 1 6 Tutuala, Timor Leste 17 Lene Cece 2 18 Lene Kici 1 19 Sunu Taraleu 3 20 Tebing Tutuala 2 7 Sarawak, Borneo 21 Gua Liang Kain Hitam 2 8 Sangkulirang, Kalimantan Timur 22 Gua Mardua 7 Pendeskripsian pada gambar dan foto motif perahu dimulai dari kawasan situs dengan penomoran (misalnya 1...), selanjutnya situs tempat motif perahu tersebut (misalnya 1.1..) lalu pada motif perahunya yaitu misalnya, motif 1 di gua Sumpangbita (1.1.1). Setelah itu pendeskripsian mengenai teknik penggambaran 34

51 35 motif perahu yaitu teknik pahatan, lukisan, atau gambar berupa garis, ragangan (outline), atau isian penuh (solid). Deskripsi pada bentuk motif perahu diawali dengan menggambarkan komponen atribut perahu dan dilanjutkan dengan mendeskripsikan komponen atribut tambahan pada motif perahu. Deskripsi pada motif yaitu motif non-figuratif berupa perahu Kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan. Pada kawasan Pangkep, Sulawesi Tenggara, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada dua situs, yaitu situs Leang Sumpangbita dan Leang Bulu Sipong. Kawasan ini berdekatan dengan perairan sungai dan tidak jauh dari pesisir pantai. Kawasan Pangkep 3.1. Peta Kawasan Situs Pangkep, Sulawesi Selatan (Sumber Foto: Budiman).

52 Leang Sumpangbita, Pangkep, Sulawesi Selatan. Pada situs ini hanya terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Leang Sumpangbita. Keterangan: Dasar perahu 2. Lambung perahu 2 Sumber foto: Irwansyah, Teknik Bentuk : Dilukis secara penuh (solid area) menggunakan warna merah. : Perahu dibuat dengan bentuk melengkung di bagian dasar, pada ujung-ujungnya melancip dan bagian atasnya mendatar horizontal. Bagian lambung perahu merupakan area warna merah. Bagian haluan dan buritan tidak dibedakan penggambarannya. : Non-figuratif, perahu.

53 Leang Bulu Sipong, Pangkep, Sulawesi Selatan. Pada situs ini terdapat dua motif yang diperkirakan motif perahu Leang Bulu Sipong Keterangan: Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Figur manusia memegang tongkat melintang 5. Figur manusia memegang tongkat vertikal (Sumber gambar: Suprapta, 1996). 2 Teknik Bentuk : Perahu dilukis secara penuh (solid area) dengan menggunakan warna merah. : Bagian dasar perahu dibuat melengkung dan bagian atasnya mendatar. Bagian ujung sebelah kanan perahu terdapat linggi berupa garis lengkung ke atas. Figur manusia pertama dilukiskan dalam posisi berdiri menghadap ke depan dengan kedua kakinya digambarkan. Kedua tangan memegang tongkat melintang horizontal yang salah satu ujungnya bercabang tiga. Tongkat tersebut disangga oleh sebuah tongkat yang bertumpu pada bagian atas perahu. Sedangkan figur manusia kedua dilukiskan agak ke tengah perahu dengan posisi berdiri menghadap figur manusia pertama, kedua lengan memegang tongkat vertikal, bagian kaki tidak tampak. : Non-figuratif, perahu.

54 Leang Bulu Sipong. 4 3 Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Garis-garis lengkung 4. Cap tangan 5. ikan 1 (Sumber gambar: Suprapta, 1996). 2 5 Teknik Bentuk : Digambar dengan menggunakan warna merah dalam bentuk ragangan (outline). : Bentuk perahu terdiri dari tiga garis bersambung (continuous line) yang menyatu pada kedua ujungnya. Garis yang pertama membentuk bagian atas perahu, garis kedua terdapat di bagian tengah perahu, sedangkan garis ketiga membentuk dasar perahu. Pada bagian isian lambung perahu terdapat 16 garis vertikal yang disusun berpasangan. Terdapat titik-titik yang menyebar di kedua ujung perahu. Di ujung kanan perahu, pada bagian atas, terdapat sepuluh garis lengkung yang mengarah ke atas. Selain itu, di bagian atas kedua ujung-ujung perahu terdapat motif cap tangan. Pada bagian bawah perahu terdapat motif ikan. : Non-figuratif, perahu.

55 Kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Pada kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada dua situs, yaitu situs Gua Metanduno dan Gua Kobori. Kedua situs tersebut terletak di tengah Pulau Muna dengan karakter perairan pesisir dan lautan Peta Kawasan Situs Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (diolah kembali dari Kosasih, 1982)

56 Gua Metanduno, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Pada situs ini terdapat tujuh motif yang diperkirakan motif perahu Gua Metanduno. 3 2 Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Figur manusia Sumber foto: Irwansyah, Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dalam bentuk garis tebal. : Perahu digambarkan dalam bentuk garis melengkung. Figur manusia berbentuk garis vertikal yang menggambarkan badan dan kedua lengan di kanan kirinya. Kepala digambarkan secara penuh (solid). : Non-figuratif, perahu.

57 Gua Metanduno. 2 3 Keterangan : 1. Lambung perahu 2. Linggi 3. Tiang layar Sumber foto: Irwansyah, Teknik Bentuk : Dilukis dengan warna cokelat dalam bentuk garis tipis. : Bagian badan perahu berupa garis bersambung (continuous line) melengkung yang pada ujung sebelah kanannya terdapat garis yang dibuat hampir tegak lurus terhadap badan perahu. Terdapat dua garis lengkungan (setengah lingkaran) di atas lambung perahu yang membentuk ruang tertutup. Pada lengkungan yang ada di bagian tengah badan perahu, di atasnya terdapat garis vertikal yang bagian ujungnya memiliki garis pendek yang melintang agak miring. Garis vertikal ini membentuk tiang perahu. : Non-figuratif, perahu.

58 Gua Metanduno Keterangan : 1. Lambung perahu 2. Badan manusia 3. Kepala manusia 4. Lengan Kiri 5. Pegangan dayung 6. Ujung dayung Sumber foto: Irwansyah, Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dalam bentuk garis tebal. : Perahu dibuat dalam bentuk garis melengkung yang membentuk lambung perahu dengan ujung sebelah kiri lebih tinggi dari ujung sebelah kanan dan dibuat melengkung ke luar. Sedangkan pada ujung sebelah kanan membengkok 90º ke arah luar. Badan dan kepala manusia di atas perahu dibuat penuh (solid) dengan kedua lengannya memegang dayung. Lengan kiri berupa lengkungan garis melewati kepala yang berbentuk lingkaran. Dayung dilukiskan berupa garis vertikal di samping perahu, bagian bawah ujung dayung berbentuk oval. : Non-figuratif, perahu.

59 Gua Metanduno Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Dayung 5. Kemudi 6. Tempat berteduh 7. Figur manusia Sumber foto: Irwansyah, Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dengan bentuk garis tebal. : Perahu digambarkan dalam bentuk garis tebal bersambung melengkung, di kedua ujungnya bercabang membentuk linggi. Pada bagian dasar sebelah kiri perahu terdapat kemudi, selain itu terdapat sepuluh dayung berupa garis vertikal yang ujung-ujungnya oval. Di bagian tengah perahu dilukiskan struktur berupa segitiga yang ditopang oleh dua buah tiang di ujung-ujungnya. Terdapat dua figur manusia berupa garis vertikal dengan kepala berbentuk bulat penuh. Kedua figur tersebut di lengan kiri memegang senjata dan di lengan kanan mungkin perisai. Senjata digambarkan berupa garis vertikal sedangkan perisai berbentuk oval penuh (solid). : Non-figuratif, perahu.

60 Gua Metanduno Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Figur manusia 2 (Sumber foto: Aksa, 1991) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat berupa ragangan (outline). : Perahu digambarkan dalam bentuk garis bersambung penuh melengkung yang membentuk bagian bawah lambung perahu sedangkan bagian atas perahu berupa garis horizontal. Linggi digambarkan bercabang tiga. Di atas perahu digambarkan empat figur penuh yang mungkin menggambarkan manusia. Pada bagian dasar perahu tidak terdapat dayung. : Non-figuratif, perahu.

61 Gua Metanduno Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Dayung 5. Figur manusia (Sumber foto: Aksa, 1991) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dalam bentuk garis tebal. : Badan perahu dilukiskan dengan garis bersambung melengkung yang membentuk lambung perahu, ujung kiri perahu memiliki linggi yang penggambarannya agak buram, namun masih terlihat sisanya yang pada bagian ujungnya terdapat garis menyilang. Pada ujung kanan perahu, pada bagian linggi, terdapat garis-garis silang dan tumpang tindih dengan figur manusia. Dayung pada perahu dilukiskan sudah agak buram di bagian kanan bawah dasar perahu. Terdapat empat figur manusia di atas perahu yang badan dan kedua tangannya dilukiskan dalam bentuk garis silang dan kepala membulat pada bagian atas. Di atas motif perahu ini terdapat lukisan hewan dan figur manusia yang mungkin tidak berhubungan dengan motif perahu. : Non-figuratif, perahu.

62 Gua Metanduno Keterangan : 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Dayung 5. Figur manusia (Sumber foto: Kosasih 1984) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dalam bentuk garis tebal. : Bagian lambung perahu berupa garis bersambung melengkung. Linggi pada ujung kiri perahu, berupa garis bercabang dua mengarah ke atas, sedangkan linggi kanan perahu tidak terlihat bercabang. Di bagian dasar perahu terdapat dayung berjumlah sepuluh garis yang ujung-ujungnya lonjong. Di bagian atas perahu dilukiskan figur manusia yang berjumlah sekitar tujuh orang berupa garis-garis vertikal yang ujung-ujungnya berupa bulatan agak lonjong. : Non-figuratif, perahu.

63 Gua Kobori, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Pada situs ini terdapat tiga motif yang diperkirakan motif perahu Gua Kobori Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi Perahu 4. Dayung 5. Kemudi 6. Figur manusia (Sumber foto: Aksa, 1991) 1 4 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dengan garis bersambung penuh (solid area). : Perahu dilukiskan berupa bentuk melengkung penuh (solid area). Pada bagian dasar perahu dilukiskan tiga buah dayung dan sebuah kemudi pada bagian paling kiri. Figur manusia dilukiskan dalam bentuk garis bersambung yang sudah agak buram, diperkirakan jumlahnya empat orang. : Non-figuratif, perahu.

64 Gua Kobori Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung Perahu 3. Linggi perahu 4. Dayung 5. Kemudi 6. Tempat berteduh 7. Tiang layar 8. Layar 9. Figur manusia 4 (Sumber foto: Aksa, 1991) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dalam bentuk solid. : Lambung perahu dibuat dengan garis bersambung penuh (solid infill). Linggi kiri digambarkan melengkung ke dalam, sedangkan linggi kanan mungkin juga digambarkan melengkung dan bercabang. Pada gambar tidak terlalu jelas karena bersambung dengan figur manusia yang digambarkan dekat linggi kanan. Pada bagian kiri perahu terdapat kemudi yang dilukiskan dalam bentuk garis tebal dengan posisi miring dan berujung oval. Ujung atas kemudi dipegang oleh figur manusia dengan badan yang dilukiskan dalam garis tebal dan bagian kepala berada di bawah layar perahu. Di samping figur manusia terdapat garis-garis yang tidak diketahui menggambarkan apa. Figur manusia di sebelah kanan, struktur tubuhnya digambarkan dengan badan vertikal di atas lambung perahu. Layar berbentuk persegi panjang yang miring ke arah kiri dan pada ruang persegi panjang ini dilukiskan garis-garis. : Non-figuratif, perahu.

65 Gua Kobori Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Kemudi 5. Tiang layar 6. Layar 7. Figur manusia (Sumber foto: Aksa, 1991) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna cokelat dalam bentuk solid. : Bagian lambung perahu terdiri dari garis bersambung penuh (solid infill) melengkung ke atas. Linggi pada ujung kiri perahu dilukiskan melengkung ke dalam. Sedangkan linggi ujung kanan melancip. Di atas perahu, di sebelah kanan, dilukiskan figur manusia dengan bagian badan berupa garis vertikal tebal, kepala dilukiskan berbentuk bulat dengan isian penuh. Pada bagian tengah perahu digambarkan tiang layar yang dilukiskan vertikal dengan bagian bawah tebal dan semakin menipis di bagian atas. Layar berbentuk persegi panjang yang miring ke arah kiri perahu dan ruang persegi panjang tersebut dihiasi dengan garis-garis. Di bagian kiri layar tampak garis tebal yang mungkin juga menggambarkan manusia. Dua buah garis yang diperkirakan kemudi ganda dilukiskan pada bagian kiri dasar perahu dalam bentuk garis dengan bagian ujung oval. : Non-figuratif, perahu.

66 Kawasan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Pada kawasan ini, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada satu situs, yaitu situs Watuweti. Kawasan ini berdekatan dengan perairan pesisir Peta Kawasan Situs Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. (diambil dari Arifin, 1992)

67 Watu weti, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Pada situs ini terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Watu weti. Keterangan: 1. Lambung Perahu (Sumber gambar: Verhoeven 1956) 1 Teknik Bentuk : Pahatan, berupa garis. : Bagian lambungnya dipahatkan mendatar lurus dalam bentuk garis bersambung. Kedua ujung mengarah ke atas dengan kemiringan yang berbeda. Ujung kiri lebih panjang dari pada ujung kanan dan membentuk sudut 45º, sedangkan ujung kanan membentuk sudut hampir 90º. : Non-figuratif, perahu.

68 Kawasan Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Pada kawasan ini, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada dua situs, yaitu Tebing Dudumahan dan Ceruk Loh Vat. Kedua situs berdekatan dengan perairan pesisir dan lautan Peta Kawasan Situs Kepulauan Kei, Maluku Tenggara (diambil dari Ballard, 1988)

69 Tebing Dudumahan, Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Pada situs ini terdapat empat motif yang diperkirakan motif perahu Tebing Dudumahan, Panil 4.i. 4 Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Figur manusia 3 (Sumber gambar: Ballard, 1988) 1 2 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bentuk dasar perahu yang masih terlihat yaitu bagian haluan sampai ke bagian tengah lambung yang dibuat dengan garis tebal bersambung dan terputus. Bagian dasar tidak jelas, ada bagianbagian yang digambarkan dengan garis tipis dan membentuk bidang geometris, seperti segi empat. Tiga figur manusia menghadap ke kiri dilukiskan di atas perahu, ketiganya dilukiskan dengan kepala berbentuk relatif bulat dilukis penuh, namun ada yang sudah tidak utuh lagi. Mungkin sudah terkelupas. Rambut digambarkan mengarah ke atas. Anggota tubuh, yaitu lengan kiri berupa garis tipis berbentuk menyiku mengarah ke bawah. Masing-masing figur tampaknya memegang benda yang berbeda. Lengan kanan digambarkan dalam bentuk garis tipis mengarah ke atas. Bagian badan membusung ke depan sedangkan kedua kaki agak tertekuk. : Non-figuratif, perahu.

70 Tebing Dudumahan, Panil 6.xi Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Dayung 5. Figur manusia 6. Alat tabuhan (Sumber gambar: Ballard, 1988) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna merah dalam bentuk ragangan (outline). : Bentuk bagian dasar perahu berupa garis bersambung melengkung, kedua ujungnya membentuk linggi yang masing-masing bercabang dua. Bagian lambung berupa ruang tertutup yang di bagian tengah ruang terdapat tiga garis vertikal yang membentuk empat bidang pada lambung perahu. Pada bidang-bidang yang terletak di kedua ujung perahu terdapat garis horizontal di bagian tengahnya. Dayung dilukiskan berupa garis miring dengan ujung oval lancip, menyerupai daun. Sedangkan di bagian kanan atas perahu digambarkan figur manusia dalam bentuk ragangan. Bagian badan berupa dua garis lengkung vertikal, kepala berbentuk lingkaran tertutup dan kedua lengan digambarkan terlipat ke atas. Pada bagian tengah perahu terdapat alat tabuhan yang mempunyai bentuk yang serupa dengan nekara perunggu. : Non-figuratif, perahu.

71 Tebing Dudumahan, Panil 2.vi Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Bentuk tidak jelas (Sumber gambar: Ballard, 1988) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan garis tebal, sapuan penuh (solid infill). : Lambung berupa garis tebal bersambung melengkung ke atas, bagian dasar perahu tidak rata. Terdapat linggidibagian kiri dan kanan ujung perahu. Tidak terdapat dayung atau kemudi. Di atas perahu dilukiskan suatu bentuk yang tidak jelas, mungkin sebagian sudah terkelupas atau rusak sehingga bentuk aslinya tidak dapat dilihat lagi. : Non-figuratif, perahu.

72 Tebing Dudumahan, Panil 3.i Keterangan : 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Layar 5. Figur manusia (Sumber gambar: Ballard, 1988) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk solid penuh (solid infill) : Lambung perahu berupa garis bersambung penuh (solid infill) melengkung ke atas, sedangkan linggi pada kedua ujung lambung berupa garis tipis yang menyudut ke arah kiri. Di bagian atas perahu terdapat ruang tertutup terdiri dari empat garis vertikal (garis kedua dari kiri lebih tebal dari yang lainnya) yang pada ujung-ujungnya menyatu menjadi bagian dari layar berbentuk segitiga seperti kipas. Terdapat sebuah figur manusia dalam bentuk ragangan penuh di bawah motif perahu yang digambarkan dalam posisi horizontal menghadap ke bawah. Kepalanya dilukiskan dengan lima helai rambut berupa garis vertikal dan digambarkan lebih besar dari badan dan kakinya. Kedua tangan dalam posisi terangkat di depan dan belakang kepala. Tangan yang di depan memegang sesuatu, mungkin tameng. Tangan yang di belakang memegang seperti tongkat yang melengkung yang memiliki dua buah garis yang terhubung ke bagian dasar perahu. : Non-figuratif, perahu.

73 Ceruk Loh Vat, Ohoidertawun, Kei Kecil. Pada situs ini hanya terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Ceruk Loh Vat Keterangan : 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Alat tabuhan 5. Bentuk abstrak (Sumber gambar: Sukendar 2002) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Lambung perahu dibentuk oleh dua garis melengkung ke atas. Garis yang membentuk dasar perahu lebih tebal dari garis yang membentuk bagian atas perahu. Kedua garis ini menyatu di ujungujungnya membentuk linggi. Garis yang membentuk linggi kiri dibuat jauh lebih tebal dari garis yang membentuk bagian badan perahu dan ujungnya bercabang dua. Sedangkan linggi kanan yang juga berupa garis tebal digambarkan vertikal. Di atas perahu digambarkan sejenis genderang berupa dua buah garis vertikal yang di bagian atas melebar ke kanan dan ke kiri membentuk bidang yang lebih lebar. Bagian atas berupa garis mendatar. Pada bagian atas bidang isian genderang ini dibuat garis silang yang ujung-ujung bawahnya ke luar dari bidang isian genderang dan berhenti di bagian atas lambung perahu. Pada kanan genderang terdapat dua buah motif yang menyerupai tanaman daun lidah mertua. : Non-figuratif, perahu.

74 Kawasan Teluk Berau, Papua Barat. Pada kawasan ini, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada enam situs, yaitu situs Risatot, P. Arguni, situs Sosorra, Furir, situs Matutuo/P.Duduru, situs Auramo, Sungai Bedidi, dan situs Tanjung Abba. Beberapa situs berdekatan dengan perairan pesisir dan lautan, sedangkan dua situs berdekatan dengan perairan sungai Peta Kawasan Situs Teluk Berau, Papua Barat (diolah kembali dari Röder, 1959)

75 Risatot, Pulau Arguni, Teluk Berau, Papua Barat. Pada situs ini terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Risatot, Pulau Arguni Keterangan: 1. Lambung perahu 2. Haluan perahu 3. Buritan perahu 4. Dayung 5. Figur manusia laki-laki 6. Figur manusia 7. Ikan 8. Lingkaran (Sumber gambar: Rőder 1959) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk garis tebal. : Lambung perahu berupa garis bersambung yang di bagian tengah membentuk sudut 135. Bagian kiri merupakan buritan dan kanan haluan perahu. Di atas perahu dilukiskan empat figur manusia. Dua figur manusia di sebelah kiri memiliki bagian kepalanya berupa garis bersambung melingkar. Figur paling kanan adalah laki-laki yang dapat dilihat dari bentuk alat kelamin di bagian badannya. Sedangkan dua figur di sebelah kanan memiliki bentuk kepala seperti mata panah yang mengarah ke bawah. Keempat figur manusia ini digambarkan dalam posisi berdiri menghadap ke kanan dengan kedua lengannya memegang dayung yang hampir tegak lurus ke bawah. Dayung digambarkan dalam bentuk garis vertikal yang bagian gagangnya lebih tinggi dari figur manusia dan bagian ujungnya yang berada di bagian bawah dasar perahu berbentuk lojong atau wajik. Seekor ikan dalam bentuk isian penuh digambarkan menghadap ke atas di antara dua dayung di bawah

76 60 buritan. Sebuah motif lingkaran lonjong dilukiskan di atas figur-figur manusia. : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir, Teluk Berau, Papua Barat. Pada situs ini terdapat sembilan motif yang diperkirakan motif perahu Sosorra, Furir Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan 4. Buritan 5. Tiang perahu (Sumber gambar : Rőder 1939) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Perahu ini digambarkan agak abstrak, tetapi masih dapat dikenali sebagai bentuk perahu. Bagian dasar perahu berupa garis bersambung melengkung dan menyiku di bagian buritan membentuk sudut Bagian haluan dibentuk oleh garis lengkungan dasar perahu yang bertemu dengan garis bagian atas badan perahu. Garis bagian atas ini lebih tebal di bagian haluan dan menipis serta membentuk garis tipis di bagian tengah perahu. Garis ini tidak bersambung membentuk sudut buritan. Sudut haluan tidak lancip tetapi persegi. Buritan perahu dibentuk oleh dua buah garis yang relatif sejajar: garis bagian dasar dan bagian atas perahu. Ujung buritan berbentuk persegi. Bagian haluan lebih tebal dari bagian buritan. Lambung perahu berupa sekat-sekat ruang. Di bagian tengah lambung perahu terdapat tiang perahu berupa garis vertikal yang

77 61 agak melengkung. Pada bagian tengah tiang terdapat lingkaran terbuka dan pada bagian ujung terdapat garis pendek tegak lurus terhadap tiang perahu yang di atasnya digambarkan garis lengkung mengarah ke atas seperti bulan sabit. : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Buritan 5. Figur manusia 6. burung 1 7. burung 2 8. bulan Sabit (Sumber gambar: Rőder 1939) 7 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Perahu ini digambarkan agak abstrak, tetapi masih dapat dikenali sebagai bentuk perahu. Bagian lambung dibentuk oleh dua garis melengkung (cembung). Di bagian tengah lambung terdapat dua buah garis berbentuk V. Ujung kiri perahu lebih tinggi dari ujung kanan dan terdapat linggi bercabang tiga yang melengkung ke dalam. Pada bagian kiri lambung perahu terdapat dua bentuk yang menyerupai burung, keduanya menembus dasar perahu. Bentuk menyerupai burung yang pertama berupa garis vertikal yang di ujung atasnya terdapat tonjolan garis ke arah kiri. Bagian tengah garis vertikal dipotong oleh garis melengkung ke arah bawah menyerupai sayap, Bentuk kedua digambarkan lebih tipis dengan bagian kepala berbentuk setengah lingkaran, dan bagian badan berbentuk oval yang

78 62 dibelah oleh garis lurus vertikal. Pada bagian lambung kanan perahu terdapat bentuk manusia kangkang berupa garis vertikal yang membentuk badan, bagian kepala di ujung atasnya membulat padat. Di bawah kedua kaki, garis vertikal yang membentuk badan berlanjut dan dilukiskan garis melingkar menyerupai hati. Di atas figur manusia terdapat bentuk bulan sabit. : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir. Keterangan : 1. Lambung perahu 2. Tiang perahu (Sumber gambar: Rőder 1959) 2 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu berupa garis bersambung yang hampir lurus dan ketika mendekati bagian ujung-ujungnya melengkung ke atas dan bertemu dengan garis lurus yang membentuk bagian atas lambung perahu. Di atas perahu dilukiskan dua buah garis vertikal yang letaknya agak berjauhan, yang kanan lebih panjang dari yang kiri dan kedua garis ini merupakan tiang perahu. Di ujung kanan perahu menempel dua garis miring yang satu ke atas dan yang lain ke bawah perahu. Tampaknya garis ini bukan merupakan bagian dari motif perahu.

79 63 : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan 4. Buritan 5. Tiang layar 6. Tiang layar tengah 7. Lingkaran (Sumber gambar: Rőder 1959) 2 1 Teknik Bentuk : Dilukiskan menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu berupa garis bersambung yang agak melengkung dan dibagian buritan membentuk sudut Haluan tidak memiliki linggi. Di atas perahu dilukiskan empat lingkaran yang ukurannya berbeda. Lingkaran pertama di sebelah kiri berukuran kecil. Lingkaran kedua berukuran lebih besar dan memiliki hiasan di dalamnya berupa garis vertikal yang miring ke kanan dan bentuk binatang melata berupa garis vertikal tipis dengan dua garis pendek bersilangan tegak lurus dengan garis vertikal tersebut. Lingkaran ketiga berukuran kecil dan di tengahnya terdapat garis vertikal yang berupa tiang perahu yang menjulang di atas lingkaran. Pada tiang ini terdapat dua susun garis miring membentuk hiasan duri ikan. Lingkaran keempat merupakan lingkaran yang paling besar di antara lingkaran-lingkaran lainnya dan tidak berhimpit dengan lambung perahu. Pada bagian tengah lingkaran terdapat sebuah garis vertikal yang agak melengkung yang digambarkan dari bagian bawah dasar perahu menembus lingkaran. Garis ini mungkin menggambarkan

80 64 tiang perahu. Bagian buritan dilukiskan dengan garis melengkung ke atas yang merupakan kelanjutan badan perahu yang pada bagian ujungnya dipotong dengan garis vertikal yang agak miring. : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Buritan 5. Tiang layar 6. Lingkaran (Sumber gambar: Rőder 1959) Teknik Bentuk : Dilukiskan menggunakan warna hitam, garis bersambung dalam bentuk ragangan (outline). : Dasar perahu berupa garis lurus agak tebal yang pada bagian ujung kiri membelok ke atas, membentuk garis hampir tegak lurus, agak tinggi membentuk linggi yang pada ujungnya dihias dengan garis pendek tegak lurus dengan garis linggi dan garis setengah lingkaran di bagian luar di bawah ujung linggi.ujung kanannya juga melengkung ke atas, tidak terlalu tinggi, membentuk sudut 135º. Ujung dasar perahu ini bertemu dengan garis bagian atas perahu yang relatif horizontal. Ujung kanan ini membentuk bagian papak perahu yang merupakan ciri perahu papan. Tidak jauh dari ujung kanan perahu terdapat dua garis vertikal dan pada bagian bawah garis vertikal tersebut digambarkan tiga buah garis ke arah kiri yang semakin ke ujung semakin tipis. Garis-garis ini bersusun tiga, garis yang paling bawah relatif horizontal, garis yang ditengah agak naik.

81 65 Keduanya berakhir hampir pada ujung linggi kiri perahu. Sedangkan garis yang paling atas tidak terlalu panjang, berakhir di sekitar bagian tengah perahu Tiang layar berupa garis vertikal yang dihias dengan garis-garis miring yang berlawanan di kiri kanan tiang sedang di ujung atasnya berupa dua bentuk belah ketupat. Terdapat bentuk yang tidak terlalu jelas pada bagian badan perahu berupa dua lingkaran yang berdempetan dan lingkaran-lingkaran yang bersusun ke atas di bagian kiri dan kanan atas perahu. Digambarkan secara abstrak. : Non-figuratif, perahu a dan b. 6a dan motif 6b Sosorra, Furir Keterangan: 1a. Dasar perahu a 2. Linggi haluan a 3. Linggi buritan a 1b. Dasar perahu b 4. Linggi haluan b 5. Linggi buritan b 6. Bentuk lingkaran. 5 (Sumber gambar: Rőder 1959) 1a 1b Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan garis tipis. : Terdapat dua bentuk perahu: perahu a di bagian atas dan perahu b di bagian bawah. Bentuk perahu a, berupa garis bersambung melengkung, linggi kiri dihias dengan garis ragangan mengikuti alur dasar perahu dengan garis-garis menyekat di dalamnya. Ujung linggi berupa garis miring yang di atasnya dua garis lengkung membentuk ruang tertutup. Di atas kanan perahu dilukiskan garis lengkung melingkar membentuk ruang tertutup, sedangkan ujung linggi kanan

82 66 bercabang tiga, kedua ujung-ujungnya melingkar. Sedangkan di bawah linggi haluan terdapat garis bersambung lengkung. Perahu b dilukiskan bagian haluannya melewati lambung perahu a, hiasan di ujung haluan perahu b berupa garis bersambung miring, garis mendatar dengan dua garis melengkung membentuk ruang, lingkaran yang di dalamnya dua garis bersambung. Diatas lambung perahu dilukiskan bentuk segitiga, dua garis melingkar di dalam lingkaran. Sedangkan ujung kanan perahu b berupa garis sambung bercabang dua, salah satu ujungnya berbentuk segitiga dengan dua garis dibawahnya. : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Linggi haluan 3. Kemudi tempel 4. Kemudi 5. Tiang layar (Sumber gambar: Rőder 1959) 3 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan garis tebal. : Bagian lambung berupa garis tebal bersambung melengkung. Bagian linggi haluan berujung melengkung ke dalam dan terdapat garis pendek melintang di bawah lengkungan tersebut. Di atas perahu terdapat tiang layar dengan garis tebal yang ujungnya berupa lingkaran. Bagian buritan memiliki kemudi tempel dengan garis tipis

83 67 dan kemudi berupa lingkaran (solid) dengan 8 garis menempel diluarnya. : Non-figuratif, perahu Sosorra, Furir Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan 4. Linggi Buritan 5. Tiang layar 6. Figur manusia 7. Pengemudi 8. Figur manusia kangkang (Sumber gambar: Rőder 1959) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan ragangan (outline). : Perahu di bagian haluan mendatar ke arah lambung perahu dan melengkung di bagian buritan membentuk garis tegak, di atas lambung perahu dilukiskan tiang layar dengan garis vertikal yang di ujungnya terdapat figur manusia (solid), pada badan tiang layar dilukiskan garis miring yang berlawanan. Figur manusia diantara tiang layar dengan buritan, mengarah ke kiri dengan posisi duduk, kepala berbentuk lingkaran tanpa isian. Di atasnya dilukiskan figur manusia kangkang (stick figure). Linggi buritan dilukiskan dengan ujung melengkung, terdapat hiasan berupa garis horizontal yang tegak lurus dan garis lengkung yang ujungnya membulat. : Non-figuratif, perahu.

84 Matutuo/Pulau Duduru, Teluk Berau, Papua Barat. Pada situs ini terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Matutuo/Pulau Duduru. 2 2 Keterangan: 1.Lambung perahu 2. Linggi perahu (Sumber gambar: Rőder 1959) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dengan garis tipis. : Bagian lambung berupa garis bersambung melengkung ke atas. Bagian linggi kanan dibentuk oleh garis lambung perahu yang melengkung ke luar. Di atas perahu dilukiskan beberapa garis vertikal dan garis melingkar di bagian tengah perahu. Garis-garis vertikal juga ditemukan di bagian bawah perahu. Sebagian dari garisgaris dan lingkaran ini tampak sudah tidak jelas. : Non-figuratif, perahu.

85 Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat Pada situs ini terdapat tujuh motif yang diperkirakan motif perahu Auramo, Sungai Bedidi Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Tiang perahu 5. Dayung (Sumber gambar: Rőder 1959) 5 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan garis bersambung tebal. : Bagian dasar perahu dibentuk oleh garis lurus yang di bagian kanan melengkung ke atas membentuk linggi yang ujungnya membelok ke kiri membentuk sudut 45. Ujung bagian kiri perahu digambarkan agak kompleks. Tiang perahu dilukiskan berupa garis tipis vertikal di bagian tengah perahu yang ujung bagian atas membelok ke kiri. Di bagian dasar perahu dilukiskan lima dayung yang terlihat jelas bagian-bagiannya berupa garis vertikal dengan ujung berbentuk oval, kecuali dayung yang terletak di ujung kiri, sebagian bentuk ovalnya sudah tidak terlihat. Kelima dayung ini digambarkan tidak proporsional dengan perahu, kelimanya jauh lebih besar dibandingkan perahu. Pada bagian ujung kiri bagian bawah perahu, di samping dayung terdapat dua garis pendek sejajar dengan dayung. : Non-figuratif, perahu.

86 Auramo, Sungai Bedidi. 5 6 Keterangan : 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan perahu 4. Buritan perahu 5. Tiang layar 6. Layar 4 3 (Sumber gambar: Rőder 1959) 1 2 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu berupa garis bersambung mendatar dan melengkung ke atas pada bagian kanan. Ujungnya bertemu dengan garis yang membentuk bagian atas perahu. Bagian buritan perahu terbentuk oleh garis tegak lurus yang memotong garis bagian dasar dan atas perahu, membentuk bidang persegi pada bagian buritan. Bagian lambung perahu diisi dengan garis mendatar dari arah buritan yang bercabang dua, yang satu melengkung ke atas dan yang lain ke bawah, di bagian haluan. Pada bagian tengah perahu juga terdapat garis-garis cabang yang keluar dari garis mendatar di tengah lambung perahu. Tiang layar berupa garis vertikal tebal di bagian tengah perahu. Di sisi kanan tiang layar terdapat layar berbentuk trapesium yang pada bidang dalam layar dilengkapi dengan dua garis vertikal. Pada bagian kiri tiang layar terdapat dua garis tipis, satu sejajar dengan tiang layar dan yang lainnya, lebih panjang, agak miring. : Non-figuratif, perahu.

87 a dan 5.4.3b. 3a dan 3b Auramo, Sungai Bedidi Keterangan: 1. Lambung perahu 2. Linggi perahu 3. Tiang layar a 4. Tiang layar b 5. Garis vertikal zigzag 2 1b 1a (Sumber gambar: Rőder 1959) 5 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dengan garis tipis bersambung. : Dua buah perahu yang terletak berdampingan. Perahu a terletak di sebelah kanan perahu b. Lambung perahu a digambarkan dengan garis bersambung mendatar lalu melengkung ke atas pada kedua ujungnya. Tiang layar terletak di bagian tengah perahu berupa garis vertikal yang ujungnya menyiku ke arah kanan. Di samping kiri tiang layar, di atas lambung perahu, terdapat garis vertikal pendek yang ujungnya membelok ke kanan membentuk sudut 45. Haluan dan buritan berbentuk sama. Pada Perahu b, bagian lambung perahunya hanya digambarkan separuh, bagian dasar lurus yang kemudian di sebelah kiri membelok ke atas membentuk sudut yang menjadi linggi perahu. Tiang layar digambarkan berupa garis vertikal setinggi linggi perahu. Sebuah garis bersambung melingkar membentuk ruang tertutup digambarkan di tengah tiang ini membentuk layar. Di antara kedua perahu pada bagian bawah digambarkan garis zigzag dengan orientasi vertikal. : Non-figuratif, perahu.

88 a dan 5.4.4b. 4a dan 4b Auramo, Sungai Bedidi. 2b 3b 3a 2a Keterangan: 1a. Dasar perahu a 2a. Linggi perahu a 3a. Tiang perahu 1b. Dasar perahu b 2b. Linggi kiri perahu b 3b. Tiang perahu b (Sumber gambar: Rőder 1959) 1b 1a Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam, garis tipis bersambung penuh. : Dua buah perahu yang digambarkan berdampingan. Perahu a terletak di sebelah kanan dan lebih tinggi dari perahu b yang terletak di sebelah kiri. Bentuk perahu a, berupa garis bersambung yang pada bagian dasar perahu berbentuk lurus, dengan bagian kanan sedikit lebih tinggi dari bagian kiri, yang melengkung ke atas pada kedua sisinya membentuk linggi. Pada ujung kiri, garis ini membelok ke kanan membentuk sudut 90º, sedangkan pada ujung bagian kanan terdapat garis horizontal yang pada bagian kanan lebih tebal dari bagian kiri dan bagian kiri ujungnya agak melengkung ke bawah. Di atas perahu dilukiskan tiga garis vertikal yang merupakan tiang perahu. Garis vertikal yang di tengah paling tinggi dan dilengkapi dengan dua buah lingkaran yang agak melebar ke samping. Sedangkan dua garis vertikal yang lain hanya memiliki satu lingkaran yang agak lonjong. Pada bagian linggi kiri perahu terdapat bentuk segiempat yang membentuk ruang tertutup dan digambarkan dengan garis yang lebih tipis dari garis lambung perahu, garis silang mengisi bagian dalamnya. Di sebelah kiri tiang perahu yang di tengah terdapat garis vertikal yang berlanjut ke bawah perahu dan pada garis tersebut digambarkan lingkaran-lingkaran yang jumlahnya

89 73 ada tiga, dengan lingkaran yang paling atas paling besar dan bentuknya lonjong, sedangkan lingkaran yang di tengah juga agak lonjong dan terpotong lingkaran yang di atas. Lingkaran yang paling bawah berbentuk bundar. Perahu b dibentuk oleh sebuah garis yang pada bagian dasar perahu relatif datar dan di bagian kanan melengkung ke atas dan membentuk garis tegak lurus, sedangkan pada bagian kiri garis tersebut naik ke atas membentuk sudut 45º dan di bagian ujungnya membelok ke luar. Pada bagian tengah perahu terdapat garis vertikal yang terletak di tengah sebuah garis melengkung yang hampir membentuk lingkaran. Garis melengkung ini pada bagian kiri ujungnya terdapat pada dasar perahu, sedangkan pada bagian kanan tidak menyentuh dasar perahu. : Non-figuratif, perahu.

90 Auramo, Sungai Bedidi Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Linggi perahu 3. Tiang Layar 4. Bentuk Abstrak 1 (Sumber gambar: Rőder 1959) Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam, dalam garis tipis bersambung. : Bagian dasar perahu berupa garis bersambung melengkung, kedua linggi perahu membentuk siku ke arah luar. Di atas lambung perahu dilukiskan empat garis vertikal yang masing-masing di bagian tengahnya terdapat garis bersambung yang melingkar membentuk ruang, kecuali garis vertikal ketiga yang bentuk menyerupai lingkaran terletak di sebelah kanan garis vertikal dan digambarkan agak kompleks. Dua garis vertikal yang terletak di bagian tengah perahu digambarkan di dalam sebuah lingkaran besar. Di bagian kiri linggi perahu dilukiskan bentuk abstrak yang berupa garis vertikal yang bagian bawahnya bersambung dengan dua garis mendatar membentuk ruang tertutup. : Non-figuratif, perahu.

91 Gua Siawachwa, Kokas, Teluk Berau, Papua Barat. Pada situs ini terdapat dua motif yang diperkirakan motif perahu Gua Siawachwa, Kokas Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Linggi perahu 5. Tiang layar 6. Layar (Sumber gambar: Rőder 1959) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk garis bersambung. : Bagian lambung perahu digambarkan berupa garis bersambung melengkung ke atas. Pada lambung perahu bagian kanan, tidak jauh dari ujung linggi, di bagian luar digambarkan sebuah garis pendek tegak lurus dengan lambung perahu yang bagian ujungnya terdapat garis yang relatif sejajar dengan lambung perahu. Di tengah lambung perahu terdapat sebuah garis vertikal yang membentuk tiang layar. Pada bagian atas, di sebelah kanan, menempel pada garis vertikal tersebut terdapat bentuk empat persegi panjang, yang mungkin menggambarkan layar. : Non-figuratif, perahu.

92 Gua Siawachwa, Kokas Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Tiang layar 4. Layar (Sumber gambar: Rőder 1959) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian lambung perahu berupa garis bersambung mendatar di bagian bawah dan membentuk bidang tertutup persegi panjang dengan di kedua sisi tegak. Tiang layar digambarkan dalam bentuk garis vertikal di atas lambung perahu yang pada sisi kiri ujung atasnya terdapat dua garis berjejer tegak lurus terhadap tiang layar. Sedangkan layar dibentuk oleh garis bersambung berupa segitiga yang bagian bawahnya menempel pada lambung perahu. Pada bagian bawah bidang layar yang terletak di sebelah kanan tiang layar digambarkan tiga garis bersambung dalam posisi miring ke arah lambung perahu. Sedangkan pada bagian bawah layar sebelah kiri, pada bagian yang menjorok dari lambung perahu terdapat bentuk persegi yang digambar penuh. : Non-figuratif, perahu.

93 Tanjung Abba, Teluk Berau, Papua Barat Pada situs ini terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Tanjung Abba. 2 3 Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi 1 (Sumber gambar: Rőder 1959) Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam, garis bersambung, dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu berupa garis bersambung mendatar, yang pada bagian kanan membelok ke atas, agak menyiku, membentuk sudut 100. Sedangkan pada bagian kiri, bagian dasar perahu melengkung ke atas dan berbelok ke kanan membentuk lambung perahu. Namun demikian, garis bagian atas lambung perahu tidak digambarkan menyambung sampai ke bagian ujung kanan perahu. Tiga belas garis vertikal dilukiskan pada bagian lambung perahu. Garis bagian atas perahu tidak menutupi bidang antara garis ketiga dan keempat. Demikian pula, antara garis ke delapan sampai ke tiga belas dan berlanjut ke ujung kanan lambung perahu tidak tertutup oleh garis bagian atas lambung perahu. : Non-figuratif, perahu.

94 Kawasan Tutuala, Timor Leste Pada kawasan ini, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada delapan situs, yaitu situs Ili Kerekere, Lene Hara, Kurus, Lene Cece, Lene Kici, Sunu Taraleu, dan Tebing Tutuala. Situs-situs pada kawasan ini berdekatan dengan perairan pesisir dan lautan Peta Kawasan Situs Tutuala, Timor Leste (diambil dari Lape, 2007)

95 Ili Kerekere, Tutuala, Timor Leste Pada situs ini terdapat delapan motif yang diperkirakan motif perahu Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan perahu 4. Buritan perahu 5. Linggi perahu (Sumber foto: Karina Arifin 2003) 2 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna merah dalam bentuk ragangan (outline). : Dasar perahu berupa garis bersambung melengkung yang ujung kanannya bertemu dengan garis bagian atas perahu, sedangkan sebelah kirinya terbuka. Pada bagian lambung terdapat empat garis vertikal. Pada sisi kiri garis vertikal yang paling kiri terdapat bentuk yang tidak jelas. : Non-figuratif, perahu.

96 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi Haluan 4. Buritan Buritan 5. Dayung 6. Layar 7. Tiang Layar 8. Figur manusia (Sumber foto: O Connor 2003) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Lambung perahu dibuat dengan garis bersambung melengkung. Linggi kiri berupa garis tegak lurus yang panjang dan semakin ke ujung semakin menipis, sedangkan linggi kanan agak melengkung ke dalam. Di atas perahu dilukiskan figur manusia memegang kemudi dengan posisi berdiri. Layar berbentuk trapesium dengan bagian yang lebih lebar di bagian atas. Pada bagian dalamnya terdapat beberapa garis vertikal. Dayung berupa garis tipis miring dengan ujung persegi yang terletak di bawah dasar perahu. : Non-figuratif, perahu.

97 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Linggi buritan 5. Dayung 6. Kemudi 7. Layar 8. Struktur (Sumber foto: O Connor 2003) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam, dalam bentuk solid. : Lambung perahu berupa area tertutup (solid) dengan garis melengkung pada bagian dasar perahu dan garis mendatar di bagian atas. Linggi haluan berupa lengkungan dengan hiasan yang bentuknya kurang jelas terlihat. Sedangkan linggi buritan berupa garis miring yang ujungnya berhias. Di atas perahu digambarkan struktur dan layar perahu berupa segi empat dengan isian satu garis horizontal di bagian tengah dan empat garis vertikal. Dayung berjumlah empat buah berupa garis miring di bawah perahu dan kemudi dengan garis lebih lebar berada di kanan perahu. Kemungkinan terdapat lima pengemudi di atas perahu, namun gambarnya tidak terlalu jelas. : Non-figuratif, perahu.

98 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Linggi buritan 5. Kemudi 6. Tiang Layar (Sumber foto: O Connor 2003) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Lambung perahu dibentuk oleh garis bersambung yang mendatar di bagian bawah yang tebal yang membentuk bagian dasar perahu dengan garis lurus tipis yang membentuk bagian atas perahu dan melengkung pada kedua ujung menuju linggi perahu. Pada bagian ujung linggi haluan dan buritan terdapat hiasan layar berbentuk persegi panjang yang keduanya mengarah ke kiri. Di atas perahu digambarkan tiang layar yang pada bagian ujungnya terdapat bendera berbentuk empat persegi panjang yang mengarah ke kiri. Tiang layar itu sendiri ditopang oleh empat garis, dua garis di sebelah kiri dan dua garis di sebelah kanan yang membentuk layar. Pada bagian kanan perahu digambarkan kemudi dalam bentuk garis tebal (solid) yang miring ke kanan. : Non-figuratif, perahu.

99 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan 4. Buritan 5. Dayung 6. Layar 7. Figur manusia 5 (Sumber foto: O Connor 2003) 2 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan(outline). : Lambung perahu dibuat dengan garis bersambung dengan bagian dasar sedikit melengkung dan ujung-ujungnya melengkung ke atas membentuk linggi. Bagian atas lambung dibentuk oleh garis yang relatif rata. Lambung perahu memiliki hiasan berupa bentuk setengah lingkaran, tiga di bagian dasar perahu dan empat di bagian atas. Linggi buritan memiliki hiasan, demikian pula linggi haluan, namun bentuknya tidak jelas. Dayung digambarkan di bagian kiri perahu dengan bagian ujungnya berbentuk segi tiga. Layar dilukiskan memiliki tiang dengan layar berbentuk trapesium terbalik. Di atas perahu dilukiskan dua figur manusia, figur pertama berada antara layar dan buritan, memegang dayung yang berfungsi sebagai kemudi dengan posisi duduk. Sedang figur kedua berada antara layar dan haluan, posisi duduk, kedua lengan di atas kepala memegang suatu benda. : Non-figuratif, perahu.

100 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Linggi buritan 5. Dayung 6. Layar? (Sumber foto: O Connor 2003) 1 5 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk solid. : Dasar perahu dibentuk oleh sebuah garis melengkung dan bagian atas perahu terbuat dari sebuah garis lurus yang memotong garis melengkung tersebut. Bagian lambung perahu berupa area tertutup (solid), yang di atasnya terdapat garis membentuk bidang empat persegi panjang tanpa isian, kemungkinan berupa layar atau katir. Dayung dilukiskan di bawah lambung perahu dalam bentuk garis bersambung miring yang di ujungnya terdapat bentuk segitiga tanpa isian. : Non-figuratif, perahu.

101 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan perahu 4. Buritan perahu 5. Figur manusia 6. Dayung (Sumber foto: O Connor 2003) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk garis tebal. : Badan perahu berbentuk garis bersambung melengkung. Di atas lambung perahu dilukiskan figur manusia dalam bentuk area tertutup (solid). Dayung dilukiskan lebih besar dan tidak proporsional terhadap perahu dan letaknya di bagian buritan digambarkan dengan garis miring ke arah kiri dasar perahu. Ujung dayung lonjong membentuk ruang tertutup dan padat (solid infill). : Non-figuratif, perahu.

102 Ili Kerekere Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Layar 5. Figur manusia (Sumber foto: O Connor 2003) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk solid. : Badan perahu digambarkan dalam bentuk penuh (solid area), terdiri dari garis bersambung mendatar di bagian bawah dan melengkung ke atas menuju linggi perahu. Linggi kiri berupa garis tegak lurus yang digambarkan menebal ke arah lambung perahu. Ujungnya melengkung keluar membentuk ukel. Linggi kanan digambarkan lurus. Bentuk yang ditafsirkan sebagai layar dilukiskan di bagian tengah perahu berupa garis lurus sejajar dengan bagian atas lambung perahu. Garis ini pada ujung-ujungnya membentuk garis tegak lurus ke atas yang pada bagian atas masing-masing melengkung keluar dan digambarkan menebal. Figur-figur manusia dilukiskan dengan garis tipis jauh lebih kecil dari perahunya, di atas lambung perahu berupa garis bersambung vertikal, menyilang yang berada di samping kiri dan kanan layar perahu. : Non-figuratif, perahu.

103 Lene Hara, Tutuala, Timor Leste. Pada situs ini hanya terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Lene Hara Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Struktur 4. Linggi haluan 5. Linggi buritan 6. Layar 7. Kemudi (Sumber foto: O Connor 2003) 1 2 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Dasar perahu berupa garis bersambung yang pada bagian dasar lurus dan di ujung-ujungnya melengkung ke atas. Bagian linggi haluan berupa garis lengkung vertikal yang ujungnya memiliki hiasan garisgaris lengkung pendek yang bentuknya tidak terlalu jelas terlihat. Bagian ujung kiri dan kanan lambung digambarkan penuh (solid) sedangkan bagian tengahnya berupa ragangan. Di atas bagian tengah ini digambarkan struktur empat persegi panjang yang disekat oleh tiga garis vertikal. Di atas struktur ini, di bagian tengah dilukiskan layar berbentuk trapesium terbalik yang bagian dalamnya dihias dengan dua garis horizontal. Kemudi dilukiskan di bagian bawah linggi buritan berupa garis bersambung melengkung ke kiri. : Non-figuratif, perahu.

104 Kurus, Tutuala, Timor Leste. Pada situs ini hanya terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Kurus. 3 Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Layar perahu (Sumber foto: O Connor 2003) 2 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk solid. : Lambung perahu digambarkan dalam bentuk solid berupa garis bersambung melengkung. Di atas perahu terdapat struktur empat persegi panjang dengan bagian bawah terbuka (tidak terdapat garis horizontal), kemungkinan berupa layar. Pada bagian dalam struktur ini, digambarkan garis menyilang. : Non-figuratif, perahu.

105 Lene Cece, Tutuala, Timor Leste. Pada situs ini terdapat dua motif yang diperkirakan motif perahu Lene Cece Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Bayangan figur manusia 4. Linggi haluan 5. Linggi buritan 6. Figur manusia 7. Layar (Sumber foto: O Connor 2003) Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Lambung perahu berupa garis bersambung melengkung ke atas dengan linggi buritan berupa garis tipis vertikal tanpa hiasan. Sedangkan linggi haluan berupa lengkungan garis bersambung tipis yang ujungnya dihias motif burung. Tidak seluruh bagian lambung perahu dilukiskan secara penuh (solid) tetapi terdapat tiga bidang kosong yang salah satunya berisi lima figur manusia. Di atas lambung perahu dilukiskan enam figur manusia dengan ukuran berbeda, berbentuk garis, kedua lengan dilukiskan ke arah atas, bagian kepala mengarah ke kiri, dan posisi kedua kaki ditekuk seperti sedang menari. Salah satu figur manusia memegang garis lengkung yang ujungnya menyatu dengan sudut kanan atas layar. Layar dilukiskan berupa empat garis vertikal yang ujung atasnya mendatar, bagian isian berupa garis-garis mendatar dan membentuk ruang terbuka. Profil perahu menghadap ke kanan. : Non-figuratif, perahu.

106 Lene Cece Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Linggi buritan 5. Dayung 6. Figur manusia 7. Layar Sumber foto: O Connor, Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan solid. : Bagian lambung berupa garis bersambung melengkung ke atas, linggi buritan berupa garis lengkungan yang ujungnya dibatasi dengan garis mendatar. Sedangkan linggi haluan berupa garis bersambung melengkung yang pada bagian ujungnya terdapat garis pendek tegak lurus dengan garis linggi. Bagian lambung merupakan area tertutup (solid area), namun di bagian tengahnya terdapat ruang terbuka miring. Layar perahu berada di tengah perahu berbentuk segi empat vertikal, sisi vertikalnya terdapat isian segitiga berhadapan. Terdapat tiga figur manusia di atas lambung perahu. Figur manusia pada kanan layar berukuran paling besar. Bentuk tubuh berupa garis vertikal bagian belakang menonjol, kedua lengan menyiku ke atas memegang suatu benda, bagian kepala berupa garis tebal ke arah kiri. Figur kedua di samping kiri layar dilukiskan sedang memegang kemudi, lengan yang lainnya digambarkan menyiku mengarah ke atas dan memegang suatu benda, bagian kepala menghadap ke kiri. Sedangkan figur ketiga berukuran paling kecil dilukiskan bagian kepala menghadap ke kiri, salah satu lengan memegang suatu benda, dan kedua kaki menyiku. Dayung yang berfungsi sebagai kemudi

107 91 dipegang oleh figur kedua, bagian pegangan berupa garis tipis miring melewati lambung perahu, bagian ujungnya (solid). : Non-figuratif, perahu Lene Kici, Tutuala, Timor Leste. Pada situs ini hanya terdapat satu motif yang diperkirakan motif perahu Lene Kici Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Linggi buritan 5. Dayung 6. Figur manusia 7. Tiang perahu 5 2 (Sumber foto: O Connor 2003) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk garis tebal. : Lambung perahu berupa garis tebal bersambung melengkung ke atas. Pada bagian ujung linggi buritan terdapat lingkaran (solid) dan garis tipis melengkung. Linggi haluan dihiasi dengan bentuk membulat yang memiliki garis-garis lengkung. Di atas perahu dilukiskan empat figur manusia dan tiang perahu di tengahnya. Figur manusia paling kiri berdiri dengan tangan memegang dayung yang berfungsi sebagai kemudi menghadap ke kanan, pegangan dayung dilukiskan dengan garis vertikal melewati lambung perahu yang ujung bawahnya melengkung ke arah kiri. Figur kedua dilukiskan duduk, bagian badan berupa area tertutup dan kepala berupa lingkaran penuh, salah satu tangan memegang tiang perahu. Tiang perahu dilukiskan berupa dua garis bersambung vertikal dengan tiga garis mendatar yang di antara garis mendatar tersebut terdapat garis menyilang mengisi

108 92 sekat-sekatnya. Figur ketiga di samping kanan tiang perahu, satu lengannya memegang tiang perahu dan lengan yang lain memegang pinggang, bagian kepala membulat. Sedangkan figur ke empat berada paling kanan yang bagian badannya dilukiskan berupa garis vertikal dan kepala melingkar tanpa isian dengan hiasan di atasnya berupa garis-garis lengkung. : Non-figuratif, perahu Sunu Taraleu, Tutuala, Timor Leste. Pada situs ini terdapat tiga motif yang diperkirakan motif perahu Sunu Taraleu Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan 4. Buritan 5. Dayung 6. Layar? 7. Figur manusia 5 (Sumber foto: O Connor 2003) 1 2 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan ragangan (outline). : Perahu digambarkan berupa garis bersambung mendatar pada bagian dasar perahu dan melengkung ke atas pada kedua ujungnya. Pada lambung perahu terdapat lima ruang segiempat. Di atas perahu dilukiskan empat figur manusia dengan rambut yang mengarah ke bawah, seperti dikuncir. Figur paling kiri memegang dayung, figur kedua berada dalam struktur segiempat (layar?) memanjang vertikal di tengah perahu, figur manusia ke tiga dan keempat berada di antara struktur dan haluan. Dayung di bagian pegangan berupa garis miring

109 93 dengan bagian ujung bawahnya melebar (solid). Posisi perahu mengarah ke kanan. : Non-figuratif, perahu Sunu Taraleu Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Dayung 4. Kemudi 5. Figur manusia 2 (Sumber foto: O Connor 2003) 4 3 1a 4 1b Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk penuh (solid infill). : Terdapat dua buah perahu. Perahu dibuat melengkung pada bagian ujung-ujungnya. Pada bagian kiri perahu 1a terdapat figur manusia memegang kemudi dan empat dayung berupa garis pendek yang miring di bawah perahu. Tiga figur manusia memegang senjata dan tameng berdiri di atas perahu. Linggi haluan dan buritan tidak jelas digambarkan. Sedangkan pada perahu 1b terdapat kemudi di bagian buritan dan satu dayung di bawah perahu. Di atas perahu terdapat tiga figur manusia memegang senjata dan tameng. : Non-figuratif, perahu.

110 Tebing Tutuala, Tutuala, Timor Leste. Pada situs ini terdapat dua motif yang diperkirakan motif perahu Tebing Tutuala Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi 4. Layar perahu 5. Tiang perahu 6. Bendera (Sumber foto: O Connor 2003) 1 2 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dalam bentuk garis tebal. : Bagian lambung perahu dibentuk oleh garis bersambung mendatar dibagian bawah lalu melengkung ke atas pada kedua ujungnya membentuk linggi. Di atas bagian lambung yang mendatar dilukiskan tiang layar dengan bendera di puncaknya dan dua garis miring membentuk layar di bagian bawah bendera. : Non-figuratif, perahu.

111 Tebing Tutuala Keterangan: 1. Lambung perahu 2. Buritan perahu 3. Tiang layar 4. Bendera (Sumber foto: O Connor 2003) 1 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna hitam dengan garis tebal. : Bagian lambung terpisah (mungkin lukisannya sudah kabur atau rusak), dengan linggi kiri berbentuk garis lengkungan yang ujungnya bercabang dua, dan linggi kanan tidak tampak lagi. Di atas bagian lambung terdapat garis vertikal yang terputus di tengah dan di ujung atasnya terdapat bendera berbentuk persegi yang berkibar ke arah kiri. Di bawah bendera terdapat dua garis miring yang masingmasing mengarah ke kedua ujung perahu membentuk layar. : Non-figuratif, perahu.

112 Kawasan Niah, Sarawak, Malaysia. Pada kawasan ini, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada satu situs, yaitu situs Liang Kain Hitam. Kawasan situs ini berdekatan dengan perairan pesisir dan lautan Peta Kawasan Situs Niah, Sarawak, Malaysia (diambil dari Szabo, 2008).

113 Liang Kain Hitam, Niah, Sarawak, Malaysia. Pada situs ini, hanya dua motif perahu saja yang dijadikan data dalam skripsi Liang Kain Hitam Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Buritan 5. Figur manusia (Sumber foto: Karina Arifin 2003) 1 2 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna merah solid penuh. : Lambung perahu dibuat solid dan melengkung ke atas di kedua ujungnya. Pada bagian atas perahu terdapat garis-garis tipis pendek vertikal. Bagian linggi kanan ujungnya bercabang, sedangkan ujung linggi kiri terdapat lingkaran konsentrik. Di atas perahu terdapat figur manusia berdiri dengan bagian tubuh dan kepala dilukis penuh, kedua lengan mengarah ke atas. : Non-figuratif, perahu.

114 Liang Kain Hitam Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Buritan 5. Figur manusia (Sumber foto: Karina Arifin 2003) 1 4 Teknik Bentuk : Dilukis menggunakan warna merah solid penuh. : Perahu dibuat melengkung pada bagian dasarnya, bagian linggi kiri membelok ke arah luar. Ujung kanan perahu tidak berlinggi. Di atas lambung perahu dilukiskan sembilan garis vertikal dan di bagian tengahnya tampak figur manusia yang tubuhnya digambarkan dengan dua garis melengkung membentuk bidang tubuh, sedangkan bagian kepala tidak jelas penggambarannya. Lengan kiri mengarah ke bawah sedangkan lengan kanan tidak tampak. Pada bagian ujung kanan terdapat figur yang mungkin menggambarkan manusia (solid). : Non-figuratif, perahu.

115 Kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur. Pada kawasan ini, data motif perahu yang dapat dikumpulkan terdapat pada satu situs, yaitu situs Gua Mardua. Perairan sungai dan pesisir berdekatan dengan situs Gua Mardua Peta Kawasan Situs Sangkulirang, Kalimantan Timur (diambil dari Chazine, 1999).

116 Gua Mardua, Sangkulirang, Kalimantan Timur. Pada situs ini, terdapat tujuh motif yang diperkirakan motif perahu Gua Mardua Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi haluan 4. Linggi buritan 5. Tiang layar 6. Bendera (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) 1 Teknik Bentuk : Penggambaran menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian lambung perahu dibuat melengkung dengan di kedua sisinya tegak. Bagian linggi kanan digambarkan bercabang dua, sedang bagian linggi kiri berupa segitiga (solid). Di atas lambung perahu terdapat dua tiang layar yang digambarkan dengan garis tebal. Dari bagian atas kedua tiang tersebut terentang tali-tali pengikat tiang layar ke arah badan perahu. Di bawah perahu dilukiskan garis-garis miring ke arah kiri. : Non-figuratif, perahu.

117 Gua Mardua Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Haluan 4. Linggi buritan 5. Tiang layar (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian lambung perahu dibuat melengkung ke atas dan bertemu dengan bagian atas perahu yang relatif horizontal. Haluan tidak berlinggi. Sedang bagian linggi buritan terdapat tambahan garis yang ujungnya membelok ke bawah dengan garis yang lebih tebal. Di atas lambung perahu terdapat dua tiang layar yang digambarkan dengan garis tebal. Dari kedua tiang tersebut terentang tali-tali pengikat tiang layar ke arah badan perahu. Di bawah perahu dilukiskan garis-garis miring ke arah kiri. : Non-figuratif, perahu.

118 Gua Mardua Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Tiang layar 4. Layar perahu 1 (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu dibuat melengkung ke atas dan kedua ujungnya bertemu dengan bagian atas perahu yang lurus. Perahu digambarkan tidak berlinggi. Di atas lambung perahu terdapat tiang layar yang digambarkan berupa garis vertikal yang di kanan kiri bagian ujung atasnya ditorehkan dua garis yang masing-masing mengarah ke kedua ujung perahu membentuk layar segitiga. : Non-figuratif, perahu.

119 Gua Mardua Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Tiang layar 5. Figur manusia (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu dibuat melengkung ke atas. Kedua ujung perahu berlinggi. Di atas lambung perahu terdapat tiang layar berupa garis vertikal dengan tali-tali pengikat tiang layar terentang dari ujung atas tiang layar ke arah badan perahu. Lima figur manusia dilukiskan di atas perahu. Di bawah perahu dilukiskan garis-garis miring ke arah kiri. : Non-figuratif, perahu.

120 Gua Mardua Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi perahu 4. Tiang layar (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu dibuat melengkung ke atas, sedangkan bagian atasnya lurus. Perahu digambarkan agak miring dengan ujung kiri lebih tinggi dari ujung kanan. Kedua ujung perahu berlinggi. Linggi bagian kiri digambarkan membelok ke kiri membentuk garis mendatar kurang lebih sejajar dengan bagian atas perahu. Linggi bagian kanan bercabang dua, satu membentuk garis vertikal miring dan yang lainnya agak datar dan di dengan ujungnya membentuk lingkaran tertutup. Di atas lambung perahu terdapat tiang layar berupa garis vertikal dengan empat tali pengikat tiang layar berupa garis miring berlawanan dari ujung atas tiang layar ke arah badan perahu. : Non-figuratif, perahu.

121 Gua Mardua Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Linggi 4. Tiang perahu 5. Figur manusia (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian lambung perahu dibuat dengan garis melengkung ke atas. Kedua ujung perahu berlinggi. Di atas lambung perahu terdapat tiang layar berupa garis agak miring dengan tali-tali pengikat tiang layar berupa garis miring ke arah badan perahu. Sebuah figur manusia dilukiskan pada bagian kanan perahu dengan sikap tangan mengarah ke bawah. Di bawah perahu, sepanjang dasar perahu, dilukiskan garis-garis miring ke arah kiri : Non-figuratif, perahu.

122 Gua Mardua. 4 3 Keterangan: 1. Dasar perahu 2. Lambung perahu 3. Tiang layar 4. Layar perahu 2 (Sumber foto Pindi Setiawan, 1996) 1 Teknik Bentuk : Digambar menggunakan warna hitam dalam bentuk ragangan (outline). : Bagian dasar perahu dibuat dalam bentuk garis melengkung ke atas dan bagian atas perahu berupa garis horizontal. Kedua ujung perahu tidak berlinggi. Di atas lambung perahu terdapat tiang layar berupa garis vertikal dengan layar segitiga berupa garis miring yang berlawanan mengarah ke badan perahu. : Non-figuratif, perahu.

123 BAB 4 PENGGAMBARAN MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA 4.1. Komponen Atribut Perahu pada Perahu Seni Cadas di Indonesia Pada seni cadas, penggambaran motif perahu diperkirakan bukan merupakan gambar-gambar teknik bentuk perahu, melainkan terdapat unsur estetis di dalam penggambarannya, sehingga seringkali bagian-bagian perahu tidak tergambarkan secara detil dan hanya bentuk-bentuk bagian perahu yang penting saja yang digambarkan. Dalam penggambaran dua dimensi motif perahu pada seni cadas terdapat aspek-aspek bentuk tiga dimensi dari benda aslinya yang sulit untuk dapat dikenali sebagai komponen atribut perahu. Pada 67 motif perahu yang diteliti, terdapat perbedaan pada penggambaran bagian utama motif perahu, yaitu bagian badan perahu atau yang disebut lambung perahu. Perbedaan tersebut terlihat dalam bentuk motif perahu berupa ruang tertutup dengan isian (solid infill) dan ruang tertutup yang tidak memiliki isian (ragangan) yang memperlihatkan adanya bagian lambung perahu, yaitu ruang yang terbentuk oleh garis lurus yang menjadi bagian atas perahu dan garis lengkung yang menjadi dasar perahu. Selain itu, bentuk dasar perahu dapat dibedakan berdasarkan bentuk garis yang ditorehkan, yaitu garis melengkung dan garis lurus atau mendatar yang menjadi bagian dasar perahu. perahu memiliki ragam bentuk yang bervariasi dalam penggambarannya pada seni cadas. Klasifikasi 7 pada motif perahu didasarkan atas bentuk dasar dan lambung yang merupakan atribut utama sebuah motif perahu sebagai tipe. Pada analisis motif perahu juga dikelompokkan berdasarkan pada subtipe linggi, dan subsubtipe yang dikelompokkan berdasarkan kemudi, tiang perahu, dan bentuk layar perahu. Klasifikasi ini menggunakan klasifikasi taksonomik 8 yang menghasilkan tipe bentuk motif perahu untuk mengetahui keragaman variasi bentuk motif perahu pada seni cadas di Indonesia. 7 8 Klasifikasi adalah proses penggolongan objek-objek benda ke dalam golongan-golongan berdasarkan karakteristik yang sama (Sharer & Ashmore, 2003:295). Klasifikasi taksonomik menghasilkan tipe yang dicirikan oleh dua atau lebih atribut yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian (Rouse 1971: ). 107

124 108 Secara garis besar bentuk perahu pada seni cadas ini ada enam komponen atribut perahu yang dalam menganalisis digunakan singkatan pada bentuk-bentuk atributnya, yaitu: 1. Dasar Perahu (Ds). Bagian dasar perahu pada seni cadas merupakan komponen atribut perahu yang utama sebagai indikasi bahwa motif tersebut adalah motif perahu. Bagian dasar adalah garis pada bagian bawah perahu. Dari hasil deskripsi pada Bab 3, bentuk dasar perahu dibedakan menjadi enam tipe: (1) Bentuk dasar satu (Ds 1 ), yaitu bagian dasar perahu dengan bentuk melengkung. (2) Bentuk dasar dua (Ds 2 ), yaitu bagian dasar perahu melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut (3) Bentuk dasar tiga (Ds 3 ), yaitu bagian dasar perahu melengkung dengan kedua ujung sisi perahu tegak. (4) Bentuk dasar empat (Ds 4 ), yaitu bagian dasar perahu lurus atau mendatar. Bentuk dasar dinyatakan lurus bila memiliki garis lurus minimal 2/3 dari bagian dasar perahu. (5) Bentuk dasar lima (Ds 5 ), yaitu bagian dasar perahu lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut (6) Bentuk dasar enam (Ds 6 ), yaitu bagian dasar perahu lurus atau mendatar dengan kedua ujung sisi perahu tegak. Gambar 4.1. Ilustrasi Bentuk Dasar pada Perahu Seni Cadas di Indonesia

125 Lambung Perahu (Lm). Selain dasar perahu, lambung perahu juga merupakan komponen atribut yang utama sebagai indikasi bahwa motif tersebut adalah motif perahu. Dari hasil deskripsi pada Bab 3, bentuk lambung perahu dapat dibedakan ke dalam tiga teknik penggambaran, yaitu : (1) Bentuk lambung satu (Lm 1 ), yaitu lambung berbentuk garis, baik garis tipis maupun garis tebal hasil dari teknik kuasan tipis dan kuasan tebal, dan bentuk garis dari hasil pahatan. (2) Bentuk lambung dua (Lm 2 ), yaitu lambung berbentuk ragangan yang dihasilkan dari dua garis yang membentuk ruang tertutup tetapi tidak ada isian penuh. (3) Bentuk lambung tiga (Lm 3 ) adalah lambung berbentuk solid atau isian penuh (solid infill). 3. Linggi Perahu (Li). Linggi merupakan komponen atribut perahu yang digambarkan pada kedua ujung perahu yang merupakan sambungan dari dasar perahu. Linggi dapat berupa garis melengkung ke arah luar perahu, garis melengkung ke arah dalam perahu, atau kombinasi garis-garis yang membentuk motif tertentu. Linggi umumnya berhias. Hiasan pada linggi berupa motif hewan, garis-garis yang memotong garis linggi, atau garis lainnya. Linggi digambarkan pada kedua ujung perahu atau hanya pada salah satu ujung perahu, di bagian kiri (linggi kiri) atau di bagian kanan (linggi kanan). Dari hasil deskripsi pada Bab 3, bentuk linggi perahu dapat dibedakan menjadi enam bentuk: (1) Linggi satu (Li 1 ), yaitu linggi kiri, yang penggambaran lingginya yang penggambaran lingginya hanya ada di bagian kanan saja. (3) Linggi tiga (Li 3 ), yaitu linggi kiri dan kanan, yang penggambaran lingginya ada pada kedua ujung perahu, di bagian kiri dan kanan. (4) Linggi empat (Li 4 ), yaitu linggi kiri berhias. (5) Linggi lima (Li 5 ), yaitu linggi kanan berhias. (6) Linggi enam (Li 6 ),, yaitu linggi kiri dan kanan berhias. 4. Kemudi Perahu (Ke). Kemudi perahu digunakan untuk mengarahkan perahu. Bentuk kemudi yang menyerupai dayung yang agak tebal pada bagian ujungnya, berfungsi sebagai pengarah perahu dan umumnya terdapat di bagian buritan perahu.

126 110 Kemudi dianggap merupakan indikator motif perahu yang digunakan untuk perjalanan antar pulau. Penggambaran bentuk kemudi dapat berupa kemudi tunggal atau kemudi ganda. Selain itu, dayung juga merupakan alat kayuh pada perahu yang terbuat dari batang kayu yang memanjang dengan bentuk pipih pada bagian ujungnya. Tongkat pada motif perahu merupakan alat kayuh dari bagian batangan untuk menggerakkan perahu ke depan. Terminologi kemudi pada analisis ini digunakan untuk menyebutkan bentuk alat kayuh dan pengarah pada perahu, baik itu dayung, tongkat, maupun kemudi itu sendiri. Deskripsi pada Bab 3, menghasilkan lima bentuk kemudi perahu: (1) Kemudi satu (Ke 1 ), yaitu dayung. (2) Kemudi dua (Ke 2 ), yaitu kemudi tunggal tidak berdayung. (3) Kemudi tiga (Ke 3 ), adala yaitu kemudi tunggal berdayung. (4) Kemudi empat (Ke 4 ), yaitu kemudi ganda berdayung. (5) Kemudi lima (Ke 5 ), yaitu tongkat. 5. Tiang Layar Perahu (TL). Tiang perahu digunakan untuk menopang layar perahu. Pada seni cadas tiang perahu digambarkan berupa garis vertikal di atas lambung perahu. Jumlah tiang perahu bervariasi antara satu sampai empat tiang. Dari hasil deskripsi pada Bab 3, bentuk tiang layar perahu dapat dibedakan menjadi empat: (1) Tiang layar satu (TL 1 ), terdiri atas satu tiang. (2) Tiang layar dua (TL 2 ) terdiri atas dua tiang. (3) Tiang layar tiga (TL 3 ) terdiri atas tiga tiang. (4) Tiang layar empat (TL 4 ) terdiri atas empat tiang. 6. Layar Perahu (Ly). Layar perahu berfungsi untuk menangkap angin yang digunakan sebagai penggerak perahu. Layar pada seni cadas digambarkan berbentuk segitiga, trapesium, segiempat, persegi panjang, dan lingkaran. Dari hasil deskripsi pada Bab 3, bentuk layar perahu dapat dibedakan menjadi empat: (1) Layar satu (Ly 1 ) adalah layar segitiga. (2) Layar dua (Ly 2 ) adalah layar trapesium. (3) Layar tiga (Ly 3 ) adalah layar segiempat. (4) Layar empat (Ly 4 ) adalah layar persegi panjang. (5) Layar lima (Ly 5 ) adalah layar lingkaran.

127 111 Selain itu, terdapat beberapa bentuk atribut komponen tambahan perahu. Komponen atribut tambahan pada perahu yang digambarkan bersama motif perahu pada seni cadas adalah struktur, motif ikan, lingkaran, senjata, alat tabuhan, dan motif manusia. Penggambaran struktur pada motif perahu berupa tempat berteduh atau gubuk di atas lambung perahu. Bentuk atribut komponen tambahan perahu ini diperkirakan berada satu konteks dengan gambar atau pahatan pada motif perahu Bentuk Dasar Perahu (Ds) Berdasarkan deskripsi pada Bab 3, dapat diketahui bahwa bentuk dasar perahu terbagi menjadi enam bentuk dasar, yaitu: tiga bentuk melengkung (Ds 1, Ds 2, dan Ds 3 ) dan tiga bentuk garis lurus atau mendatar (Ds 4, Ds 5, dan Ds 6 ). Situssitus yang memiliki ragam bentuk dasar bervariasi yaitu Sosorra, Furir (Ds 1, Ds 2, Ds 4, dan Ds 5 ) dan Auramo, Sungai Bedidi pada kawasan Teluk Berau, Papua Barat (Ds 1, Ds 4, dan Ds 5 ). Sedangkan kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan (Gua Sumpangbita dan Gua Kobori) dan Niah, Sarawak, Malaysia (Gua Liang Kain Hitam) hanya memiliki bentuk dasar satu (Ds 1 ) saja Tabel Bentuk Dasar Perahu (Ds) Perahu pada Situs Seni Cadas di Indonesia Komponen Atribut Perahu Situs Dasar Gua Sumpangbita Leang Bulu Sipong Gua Metanduno Gua Kobori Watuweti Tebing Dudumahan Ceruk Loh Vat Risatot, Pulau Arguni Sosorra, Furir Matutuo / Pulau Duduru Auramo, Sungai Bedidi Gua Siawachwa, Kokas Tanjung Abba Ili Kere-kere Lene Hara Kurus Lene Cece Lene Kici Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Jumlah Persentase% Ds Ds Ds Ds Ds Ds Bentuk dasar satu (Ds 1 ) yaitu dasar melengkung merupakan bentuk yang paling banyak pada motif perahu di Indonesia (69%) dan tersebar di semua

128 112 kawasan situs. Tiga situs memiliki jumlah motif terbanyak yaitu masing-masing 6 motif (situs Gua Metanduno, Ili Kerekere, dan Gua Mardua). Bentuk dasar dua (Ds 2 ) yaitu dasar melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut hanya terdapat pada satu situs (±3%), yang terdiri atas dua motif di Sosorra, Furir, Teluk Berau. Sedangkan situs lainnya tidak memiliki bentuk dasar dua tersebut. Bentuk dasar tiga (Ds 3 ) yaitu dasar melengkung dengan kedua ujung sisi perahu tegak hanya sekitar 1% dan terdapat pada satu motif di situs Gua Mardua, Sangkulirang, Kalimantan Timur. Bentuk dasar empat (Ds 4 ) adalah bagian dasar perahu lurus atau mendatar, terdapat pada lima kawasan situsbentuk dasar empat jumlahnya sekitar 20% dari 67 motif perahu. Bentuk dasar lima (Ds 5 ) memiliki bagian dasar perahu lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut (4% ). Bentuk ini ditemukan pada satu kawasan situs Teluk Berau, Papua Barat, yaitu dua motif di situs Sosorra, Furir, dan masing-masing satu motif di situs Auramo, Sungai Bedidi dan Tanjung Abba. Bentuk dasar enam (Ds 6 ) yang memiliki bagian dasar perahu lurus atau mendatar dengan kedua ujung sisi perahu tegak hanya ada satu motif yang ditemukan di Gua Siawachwa, Kokas, Teluk Berau, Papua Barat Bentuk Lambung Perahu (Lm) Berdasarkan deskripsi pada Bab 3, bentuk lambung motif perahu pada seni cadas dibedakan menjadi tiga teknik penggambaran, yaitu bentuk garis (Lm 1 ), ragangan (Lm 2 ), dan solid (Lm 3 ). Situs yang memiliki bentuk lambung ketiganya yaitu Situs Tebing Dudumahan, Kepulauan Kei, Maluku Tenggara (Lm 1 = 1 motif, Lm 2 = 2 motif, dan Lm 3 = 1 motif) dan situs Ili Kerekere (Lm 1 = 1 motif, Lm 2 = 4 motif, dan Lm 3 = 3 motif). Kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur hanya mempunyai bentuk lambung dua (Lm 2 ) sebanyak tujuh motif, sedangkan kawasan Niah, Sarawak, Malaysia hanya mempunyai bentuk lambung tiga (Lm 3 ) saja sebanyak dua motif. Selain itu, kawasan situs Teluk Berau, Papua Barat tidak memiliki bentuk motif perahu dengan bentuk lambung tiga (Lm 3 ), yang ada hanya bentuk lambung satu (Lm 1 ) dan dua (Lm 2 ) saja.

129 Tabel Bentuk Lambung Perahu (Lm) Perahu pada Situs Seni Cadas di Indonesia. Komponen Atribut Perahu Situs Lambung Perahu Gua Sumpangbita Leang Bulu Sipong Gua Metanduno Gua Kobori Watuweti Tebing Dudumahan Matutuo / Pulau Duduru Sosorra, Furir Risatot, Pulau Arguni Ceruk Loh Vat Auramo, Sungai Bedidi Gua Siawachwa, Kokas Tanjung Abba Ili Kere-kere Lene Hara Kurus Lene Cece Lene Kici Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Jumlah Persentase % Lm Lm Lm Bentuk lambung satu (Lm 1 ) adalah lambung berbentuk garis, baik garis tipis hasil dari teknik kuasan tipis maupun garis tebal hasil dari teknik kuasan tebal dan bentuk garis dari hasil pahatan. Bentuk lambung ini sebanyak 24 motif (sekitar 36%) dari 67 motif perahu yang terdapat pada lima kawasan situs. Bentuk lambung satu (Lm 1 ) paling banyak di Gua Metanduno dan Auramo, Sungai Bedidi yaitu masing-masing enam motif. Sedangkan Teluk Berau, Papua Barat merupakan kawasan dengan jumlah situs terbanyak yaitu lima situs. Bentuk lambung dua (Lm 2 ) adalah lambung berbentuk ragangan yang dihasilkan dari dua garis yang membentuk ruang tertutup tetapi tidak ada isian penuh. Bentuk lambung Lm 2 terdapat pada 28 motif perahu, sekitar 41% dari 67 motif perahu yang dianalisis. Gua Mardua, Sangkulirang, Kalimantan Timur didominasi oleh bentuk lambung ini (tujuh motif perahu). Bentuk lambung ini juga mendominasi pada kawasan Teluk Berau, Papua Barat. Bentuk lambung tiga (Lm 3 ) adalah lambung berbentuk solid atau isian penuh (solid infill), jumlahnya 15 motif, yaitu sekitar 23% dari 67 motif perahu yang dianalisis. Bentuk lambung tiga terdapat pada dua situs (Gua Kobori dan Ili Kerekere) sebanyak 3 motif.

130 Bentuk Linggi Perahu (Li) Berdasarkan deskripsi pada Bab 3, bentuk linggi motif perahu pada seni cadas dapat dibedakan menjadi enam bentuk, yaitu: Linggi satu (Li 1 ), penggambaran linggi hanya ada di bagian kiri saja. Linggi dua (Li 2 ) penggambaran linggi hanya ada di bagian kanan saja. Linggi tiga (Li 3 ), penggambaran linggi ada pada kedua ujung perahu di bagian kiri dan kanan perahu. Linggi empat (Li 4 ) adalah linggi kiri berhias. Linggi lima (Li 5 ) adalah linggi kanan berhias. Linggi enam (Li 6 ) adalah linggi kiri dan kanan berhias. Sedangkan motif perahu yang tidak berlinggi menggunakan singkatan (Li 0 ). yang tidak berlinggi atau (Li 0 ) terbanyak, terdapat di dua kawasan, yaitu Teluk Berau, Papua Barat (masing-masing tiga motif di situs Sosorra, Furir dan Auramo, Sungai Bedidi) dan Tutuala, Timor Leste (tiga motif di situs Sunu Taraleu). perahu yang tidak memiliki linggi (Li 0 ) berjumlah 22 atau sekitar 33% dari 67 motif perahu yang dianalisis Tabel Bentuk Linggi Perahu (Li) Perahu pada Situs Seni Cadas di Indonesia Komponen Atribut Perahu Situs Linggi Gua Sumpangbita Leang Bulu Sipong Gua Metanduno Gua Kobori Watuweti Tebing Dudumahan Ceruk Loh Vat Risatot, Pulau Arguni Sosorra, Furir Matutuo / Pulau Duduru Auramo, Sungai Bedidi Gua Siawachwa, Kokas Tanjung Abba Ili Kere-kere Lene Hara Kurus Lene Cece Lene Kici Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Jumlah Persentase % Li Li Li Li Li Li Li Bentuk linggi tiga (Li 3 ) sebanyak 14 motif (sekitar 21% dari 67 motif perahu yang dianalisis) merupakan bentuk linggi terbanyak yaitu pada lima kawasan situs.

131 115 Bentuk linggi tidak berhias terdiri atas Li 1, Li 2, dan Li 3. Bentuk linggi satu (Li 1 ) hanya ada dua motif, terdapat pada dua kawasan situs, yaitu satu motif di Tebing Tutuala, Tutuala, Timor Leste dan satu motif di Gua Liang Kain Hitam, Sarawak, Malaysia. Bentuk linggi ini sekitar 3% dari 67 motif perahu yang dianalisis. Sedangkan bentuk linggi dua (Li 2 ) juga hanya dua motif (sekitar 3% dari 67 motif perahu yang dianalisis) terdapat pada dua kawasan situs, yaitu satu motif di Leang Bulu Sipong, Pangkep dan satu motif di Tanjung Abba, Teluk Berau. Bentuk linggi berhias terdiri atas Li 4, Li 5, dan Li 6. Bentuk linggi empat (Li 4 ) berjumlah tiga motif (sekitar 4% dari 67 motif perahu yang dianalisis), hanya terdapat pada dua kawasan. Bentuk linggi lima (Li 5 ) juga berjumlah tiga motif (sekitar 4% dari 67 motif perahu yang dianalisis), terdapat pada dua kawasan. Bentuk linggi enam (Li 6 ) merupakan bentuk linggi berhias yang paling dominan pada seni cadas, yaitu 21 motif (sekitar 32% dari 67 motif yang dianalisis). Situs yang memiliki paling banyak bentuk linggi enam (Li 6 ) adalah Ili Kerekere, sebanyak empat motif. Bentuk linggi enam (Li 6 ) terdapat pada lima kawasan. Variasi bentuk linggi berhias (Li 4, Li 5, dan Li 6 ) terdapat pada situs Sosorra, Furir, Teluk Berau, Papua Barat.

132 Bentuk Kemudi Perahu (Ke) Berdasarkan deskripsi pada Bab 3, bentuk kemudi atau alat kayuh pada motif perahu dapat dibedakan menjadi lima bentuk, yaitu: Kemudi satu (Ke 1 ) adalah dayung. Kemudi dua (Ke 2 ) adalah kemudi tunggal tidak berdayung. Kemudi tiga (Ke 3 ) adalah kemudi tunggal berdayung. Kemudi empat (Ke 4 ) adalah kemudi ganda berdayung. Kemudi lima (Ke 5 ) adalah tongkat. Sedangkan motif perahu yang tidak berkemudi menggunakan singkatan (Ke 0 ) Tabel Bentuk Kemudi Perahu (Ke) Perahu pada Situs Seni Cadas di Indonesia Komponen Atribut Perahu Situs Kemudi Perahu Gua Sumpangbita Leang Bulu Sipong Gua Metanduno Gua Kobori Watuweti Tebing Dudumahan Ceruk Loh Vat Risatot, Pulau Arguni Sosorra, Furir Matutuo / Pulau Duduru Auramo, Sungai Bedidi Gua Siawachwa, Kokas Tanjung Abba Ili Kere-kere Lene Hara Kurus Lene Cece Lene Kici Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Jumlah Persentase % Ke Ke Ke Ke Ke Ke perahu yang tidak memiliki kemudi (Ke 0 ) sebanyak 42 motif (64% dari 67 motif perahu yang dianalisis) dan tersebar di semua kawasan situs seni cadas. Terdapat sembilan situs yang tidak memiliki kemudi. Situs yang terbanyak tidak memiliki kemudi yaitu situs Sosorra, Furir (8 motif perahu). Kemudi satu (Ke 1 ) atau bentuk alat kayuh berupa dayung terdapat 13 motif (sekitar 21% dari 67 motif perahu yang dianalisis) dan yang terbanyak yaitu empat motif terdapat di situs Ili Kerekere, Tutuala, Timor Leste. Bentuk kemudi satu (Ke 1 ) ini terdapat di empat kawasan. Bentuk kemudi dua (Ke 2 ) atau bentuk kemudi tunggal tidak berdayung terdapat tiga motif (sekitar 4% dari 67 motif perahu) yang berada pada tiga kawasan. Bentuk kemudi tiga (Ke 3 ) atau bentuk kemudi tunggal berdayung terdapat enam motif (sekitar 9% dari 67 motif perahu yang dianalisis), yang tersebar pada dua kawasan. Bentuk kemudi empat (Ke 4 )

133 117 atau bentuk kemudi ganda dan berdayung hanya terdapat satu motif (1% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yaitu di Gua Kobori di kawasan P. Muna, Sulawesi Tenggara. Terakhir, bentuk kemudi lima (Ke 5 ) atau bentuk kemudi tongkat, hanya terdapat satu motif (1% dari 67 motif perahu) yaitu pada situs Leang Bulu Sipong di kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan Bentuk Tiang Layar Perahu (TL) Berdasarkan deskripsi pada Bab 3, bentuk tiang layar dapat dibedakan menjadi empat: Tiang layar satu (TL 1 ), tiang layar dua (TL 2 ), tiang layar tiga (TL 3 ), dan tiang layar empat (TL 4 ). Bentuk motif perahu yang tidak memiliki tiang layar menggunakan singkatan (TL 0 ) Tabel Bentuk Tiang Layar Perahu (TL) Perahu pada Situs Seni Cadas di Indonesia Komponen Atribut Perahu Situs Tiang Layar Gua Sumpangbita Leang Bulu Sipong Gua Metanduno Gua Kobori Watuweti Tebing Dudumahan Ceruk Loh Vat Risatot, Pulau Arguni Sosorra, Furir Matutuo / Pulau Duduru Auramo, Sungai Bedidi Gua Siawachwa, Kokas Tanjung Abba Ili Kere-kere Lene Hara Kurus Lene Cece Lene Kici Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Jumlah Persentase % TL TL TL TL TL perahu yang tidak memiliki tiang layar (TL 0 ) yaitu 36 motif (55% dari 67 motif perahu yang dianalisis) tersebar di semua kawasan situs seni cadas, kecuali di situs Gua Mardua, Sangkulirang yang semua motif perahunya memiliki tiang layar. perahu tidak bertiang paling banyak ditemukan di situs Gua Metanduno (enam motif) dan di situs Ili Kerekere (lima motif). Terdapat 13 situs yang tidak memiliki tiang layar pada motif perahunya. perahu satu tiang (TL 1 ) jumlahnya 25 motif dan paling banyak dibanding jumlah tiang yang lain (sekitar 37% dari 67 motif perahu). Bentuk tiang layar satu (TL 1 ) terdapat pada empat kawasan. perahu dua tiang (TL 2 )

134 118 terdiri atas empat motif (6% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang terdapat pada dua kawasan. perahu tiga tiang (TL 3 ) dan empat tiang (TL 4 ) terdapat di Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat (masing-masing jumlahnya satu) Bentuk Layar Perahu (Ly) Berdasarkan deskripsi pada Bab 3, bentuk dapat dibedakan menjadi empat: Layar satu (Ly 1 ) adalah layar segitiga, layar dua (Ly 2 ) adalah layar trapesium, layar tiga (Ly 3 ) adalah layar segiempat, layar empat (Ly 4 ) adalah layar persegi panjang, dan layar lima (Ly 5 ) adalah layar lingkaran Tabel Bentuk Layar Perahu (Ly) Perahu pada Situs Seni Cadas di Indonesia Komponen Atribut Perahu Situs Layar Perahu Gua Sumpangbita Leang Bulu Sipong Gua Metanduno Gua Kobori Watuweti Tebing Dudumahan Ceruk Loh Vat Risatot, Pulau Arguni Sosorra, Furir Matutuo / Pulau Duduru Auramo, Sungai Bedidi Gua Siawachwa, Kokas Tanjung Abba Ili Kere-kere Lene Hara Kurus Lene Cece Lene Kici Sunu Taraleu Tebing Tutuala Gua Liang Kain Hitam Gua Mardua Jumlah Persentase % Ly Ly Ly Ly Ly Ly perahu yang tidak memiliki layar (Ly 0 ) jumlahnya 43 motif (64% dari 67 motif perahu yang dianalisis). Sepuluh situs tidak memiliki layar perahu. perahu layar satu (Ly 1 ) atau layar segitiga jumlahnya tujuh motif (11% dari 67 motif perahu) dan terdapat pada empat kawasan situs. perahu dengan layar dua (Ly 2 ) atau layar trapesium jumlahnya lima motif (7% dari 67 motif perahu yang dianalisis) dan terdapat pada dua kawasan situs. perahu layar tiga (Ly 3 ) atau layar segiempat jumlahnya tujuh motif (11% dari 67 motif perahu yang dianalisis) dan terdapat pada dua kawasan. perahu layar empat (Ly 4 ) atau layar persegi panjang jumlahnya dua (3% dari 67 motif perahu) dan hanya

135 119 terdapat pada satu situs. perahu layar lima (Ly 5 ) atau layar lingkaran jumlahnya tiga motif (4% dari 67 motif perahu yang dianalisis) dan terdapat pada dua situs pada satu kawasan Penentuan Tipe Perahu pada Seni Cadas di Indonesia Penentukan tipe perahu dilakukan dengan menggunakan klasifikasi taksonomik atau yang sering disebut tipologi. Tipe perahu ditentukan berdasarkan bentuk dasar dan lambung yang merupakan atribut utama dari bentuk perahu. Sedangkan subtipe dibuat berdasarkan komponen atribut perahu linggi, dan subsubtipe dibuat berdasarkan gabungan komponen-komponen atribut perahu yaitu, kemudi, tiang layar, dan layar. Tipologi ini menggunakan tipologi bertingkat dari atribut utama bagian dasar. Apakah motif perahu pada seni cadas termasuk bentuk (Ds 1 ), (Ds 2 ), (Ds 3 ), (Ds 4 ), (Ds 5 ), atau (Ds 6 ). Setelah itu, yang diamati adalah tiga teknik penggambaran motif perahu pada bagian lambung yang dibedakan menjadi bentuk garis atau (Lm 1 ), ragangan atau (Lm 2 ), atau lambung solid (Lm 3 ) yang akhirnya menghasilkan tipe motif perahu. Gambar 4.2. Ilustrasi Tipe Perahu pada Seni Cadas di Indonesia

136 120 Selanjutnya, subtipe perahu ditentukan berdasarkan komponen-komponen atribut linggi. Linggi dibedakan menjadi tujuh, (Li 0, Li 1, Li 2, Li 3, Li 4, Li 5, Li 6 ). Terakhir pada subsubtipe/varian ditentukan berdasarkan gabungan dari bagian kemudi, tiang layar, dan layar perahu. Bagian kemudi dibedakan menjadi enam yaitu Ke 0, Ke 1, Ke 2, Ke 3, Ke 4, dan Ke 5 ). Selanjutnya tiang layar dibedakan menjadi lima, yaitu TL 0, TL 1, TL 2, TL 3, dan TL 4. Terakhir, tiang layar dibedakan menjadi enam, yaitu Ly 0, Ly 1, Ly 2,Ly 3, Ly 4, dan Ly 5. Pada skema tipologi motif perahu berikut dapat diketahui tipe-tipe motif perahu pada seni cadas di Indonesia Skema Tipologi Perahu Pada Seni Cadas Di Indonesia Keseluruhan Data Perahu pada Seni Cadas di Indonesia Ds 1 Ds 2 Ds 3 Ds 4 Ds 5 Ds 6 Lm 1 Lm 2 Lm 3 Tipe Perahu Li 0 Li 1 Li 2 Li 3 Li 4 Li 5 Li 6 Subtipe Perahu Ke 0 Ke 1 Ke 2 Ke 3 Ke 4 Ke 5 TL 0 TL 1 TL 2 TL 3 TL 4 Subsubtipe Perahu Ly 0 Ly 1 Ly 2 Ly 3 Ly 4 Ly 5

137 121 Keterangan singkatan pada kotak, yaitu: (Ds 1 ): bagian dasar perahu melengkung. (Ds 2 ): bagian dasar perahu melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut (Ds 3 ): bagian dasar perahu melengkung dengan kedua ujung sisi perahu tegak. (Ds 4 ): bagian dasar perahu lurus atau mendatar. (Ds 5 ): bagian dasar perahu lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut (Ds 6 ): bagian dasar perahu lurus atau mendatar dengan kedua ujung sisi perahu tegak. (Lm 1 ) : lambung garis. (Lm 2 ): lambung ragangan. (Lm 3 ): lambung solid. (Li 0 ): tidak berlinggi. (Li 1 ): linggi kiri tidak berhias. (Li 2 ): linggi kanan tidak berhias. (Li 3 ), linggi kiri dan kanan tidak berhias. (Li 4 ), linggi kiri berhias. (Li 5 ): linggi kanan berhias. (Li 6 ): linggi kiri dan kanan berhias. (Ke 0 ): tidak berkemudi dan tidak berdayung. (Ke 1 ): berdayung. (Ke 2 ): berkemudi tunggal tidak berdayung. (Ke 3 ): berkemudi tunggal berdayung. (Ke 4 ): berkemudi ganda berdayung. (Ke 5 ): kemudi tongkat. (TL 0 ): tidak bertiang layar. (TL 1 ): satu tiang. (TL 2 ): dua tiang. (TL 3 ): tiga tiang. (TL 4 ): empat tiang. (Ly 0 ): tidak berlayar. (Ly 1 ): layar segitiga. (Ly 2 ): layar trapesium. (Ly 3 ): layar segiempat. (Ly 4 ): layar persegi panjang. (Ly 5 ): layar lingkaran Tipe Perahu Dasar Satu dan Lambung Satu (Ds 1 Lm 1 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung diketahui terdapat 17 motif (25% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk pada tipe Ds 1 Lm 1 atau bentuk dasar melengkung dengan lambung berbentuk garis. No. Tipe Perahu 4.7. Tabel Tipe Perahu Ds 1 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia. Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan Situs No. 1 Ke 0,TL 0,Ly 0 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Gua Metanduno Pulau Muna, 2 Gua Metanduno Li 0 Sulawesi Tenggara Ke 1,TL 0,Ly 0 Teluk Berau, Papua Risatot, Pulau Barat Arguni 4 Tutuala, Timor Leste Ili Kerekere Kepulauan Kei, Tebing Ke 0,TL 0,Ly 0 Maluku Tenggara Dudumahan Teluk Berau, Papua Matutuo / Pulau Barat Duduru Ds 1 Lm 1 Pulau Muna, 7 Gua Metanduno Li 3 Ke 0,TL 1,Ly 0 Sulawesi Tenggara Teluk Berau, Papua Auramo, Sungai b Barat Bedidi 9 Ke 0,TL 1,Ly 3 Teluk Berau, Papua Gua Siawachwa, Barat Kokas Ke 0,TL 3,Ly 0 Teluk Berau, Papua Auramo, Sungai Barat Bedidi 5.4.4a 11 Li 4 Ke 1,TL 0,Ly 0 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara 12 Li 5 Ke 2,TL 1,Ly 0 Teluk Berau, Papua Barat Gua Metanduno Sosorra, Furir 5.2.7

138 122 No. Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan Teluk Berau, Papua 13 Ke 0,TL 0,Ly 0 Barat Teluk Berau, Papua 14 Li 6 Barat 15 Ke 0,TL 4,Ly 5 Teluk Berau, Papua Barat Situs Sosorra, Furir Sosorra, Furir Auramo, Sungai Bedidi No a 5.2.6b Ke 1,TL 1,Ly 0 Tutuala, Timor Leste Lene Kici Pada tipe Ds 1 Lm 1 diketahui motif terbanyak (empat motif, yaitu 2.1.1, 2.1.2, 2.1.3, dan 2.1.7) terdapat di Gua Metanduno, P. Muna, Sulawesi Tenggara dan kawasan Teluk Berau, Papua Barat (lima situs yaitu Risatot, P. Arguni; Sosorra, Furir; Matutuo/P. Duduru; Auramo, Sungai Bedidi; dan Gua Siawachwa, Kokas). Pada tipe ini terdapat lima subtipe perahu dengan 11 varian/subsubtipe, yaitu: 1. Subtipe satu (Ds 1,Lm 1,Li 0 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dan tidak berlinggi. Pada subtipe ini terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 0 Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis, dan tidak berlinggi, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar hanya terdiri atas satu motif (2.1.1 di Gua Metanduno, P. Muna, Sulawesi Tenggara). Sedangkan varian dua yaitu Ds 1,Lm 1,Li 0,Ke 1,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dan berdayung. Subsubtipe ini terdiri atas tiga motif di tiga kawasan situs, yaitu motif di Gua Metanduno, P. Muna, Sulawesi Tenggara, motif di Risatot, P. Arguni, Teluk Berau, Papua Barat, dan motif di situs Ili Kerekere, Tutuala, Timor Leste. 2. Subtipe dua (Ds 1,Lm 1,Li 3 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu. Pada subtipe ini terdapat empat varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 3,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu. Subsubtipe ini memiliki dua motif yang terdapat di kawasan Kepulauan Kei, Maluku Tenggara (motif di situs Tebing Dudumahan) dan Teluk Berau, Papua Barat (motif di situs Matutuo/Pulau Duduru). Varian

139 123 dua, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 3,Ke 0,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu dan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas dua motif, yang terdapat di kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (motif di Gua Metanduno) dan kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif 5.4.4b di situs Auramo, Sungai Bedidi). Varian tiga, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 3,Ke 0,TL 1,Ly 3 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujungnya dan satu tiang layar dengan layar segiempat, hanya ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif di Gua Siawachwa, Kokas). Varian empat, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 3,Ke 0,TL 3,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu dan tiga tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif 5.4.4a di situs Auramo, Sungai Bedidi). 3. Subtipe tiga (Ds 1,Lm 1,Li 4 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi kiri perahu berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 4,Ke 1,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi kiri perahu berhias dan berdayung. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (motif di Gua Metanduno). 4. Subtipe empat (Ds 1,Lm 1,Li 5 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi kanan perahu berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 5,Ke 2,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi kanan perahu berhias, berkemudi tunggal tidak berdayung dan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif di situs Sosorra, Furir). 5. Subtipe lima (Ds 1,Lm 1,Li 6 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua ujung perahu. Terdapat tiga varian. Varian satu yaitu Ds 1,Lm 1,Li 6,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua

140 124 ujung perahu. Subsubtipe ini terdiri atas dua motif yang terdapat di kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif 5.2.6a dan 5.2.6b di situs Sosorra, Furir). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 6,Ke 0,TL 4,Ly 5 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, empat tiang layar, dan layar lingkaran. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif di situs Auramo, Sungai Bedidi). Varian tiga, yaitu Ds 1,Lm 1,Li 6,Ke 1,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berdayung dan satu tiang. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Lene Kici).

141 Skema Tipe Perahu Ds 1 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 1 Lm 1 Tipe Perahu Li 0 Li 3 Li 4 Li 5 Li 6 Subtipe Perahu Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 1, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 3 Ke 0, TL 3, Ly 0 Ke 1, TL 0, Ly 0 Ke 2, TL 1, Ly 0 Ke 0, TL 4, Ly 5 Ke 1, TL 0, Ly 0 Ke 1, TL 1, Ly 0 Subsubtipe Perahu Jumlah Perahu

142 Tipe Dasar Satu dan Lambung Dua (Ds 1 Lm 2 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung diketahui terdapat 16 motif (24% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk pada tipe Ds 1 Lm 2 atau bentuk dasar melengkung dengan lambung berbentuk ragangan. No. Tipe Perahu 4.8. Tabel Tipe Perahu Ds 1 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia. Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan Situs No. Leang Bulu 1 Pangkep, Sulawesi Selatan Sipong Ke 0,TL 0,Ly 0 Tebing 2 Kepulauan Kei, Maluku Tenggara Li 0 Dudumahan 3 Tutuala, Timor Leste Ili Kerekere Sangkulirang, Kalimantan Timur Gua Mardua Ke 0,TL 1,Ly 1 5 Sangkulirang, Kalimantan Timur Gua Mardua Ke 0,TL 0,Ly 0 Sangkulirang, Kalimantan Timur Gua Mardua Sangkulirang, Kalimantan Timur Gua Mardua Li 3 Ke 0,TL 1,Ly 0 8 Sangkulirang, Kalimantan Timur Gua Mardua Ds 1 Lm 2 Ke 1,TL 1,Ly 2 Tutuala, Timor Leste Ili Kerekere Li 4 Ke 0,TL 0,Ly 0 Teluk Berau, Papua Barat Sosorra, Furir Li 5 Ke 0,TL 2,Ly 0 Sangkulirang, Kalimantan Timur Gua Mardua Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Gua Metanduno Ke 0,TL 0,Ly 0 Gua Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Metanduno Li 6 Kepulauan Kei, Maluku Tenggara Ceruk Loh Vat Ke 0,TL 0,Ly 3 Tutuala, Timor Leste Lene Cece Ke 1,TL 0,Ly 0 Kepulauan Kei, Maluku Tenggara Tebing Dudumahan Ke 1,TL 1,Ly 2 Tutuala, Timor Leste Ili Kerekere Pada tipe Ds 1 Lm 2 diketahui motif terbanyak terdapat di Gua Mardua, Sangkulirang, Kalimantan Timur (enam motif yaitu 8.1.2, 8.1.3, 8.1.4, 8.1.5, 8.1.6, dan 8.1.7). Pada tipe ini terdapat lima subtipe perahu dengan 11 varian/subsubtipe, yaitu: 1. Subtipe satu (Ds 1,Lm 2,Li 0 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi. Terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan

143 127 lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini ada tiga motif yaitu di kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan (motif di Leang Bulu Sipong, Pangkep, Sulawesi Selatan), di kawasan Kep. Kei, Maluku Tenggara (motif di situs Tebing Dudumahan), dan di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Ili Kerekere). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 1,Ly 1 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan satu tiang layar dan layar segitiga. Subsubtipe ini terdiri atas dua motif yang terdapat di kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur (motif dan di Gua Mardua). 2. Subtipe dua (Ds 1,Lm 2,Li 3 ) subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu. Terdapat tiga varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 3,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur (motif di Gua Mardua). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 3,Ke 0,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu dan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas dua motif yang terdapat di kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur (motif dan di Gua Mardua). Varian tiga, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 3,Ke 1,TL 1,Ly 2 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu dan berdayung, satu tiang layar dengan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Ili Kerekere). 3. Subtipe tiga (Ds 1,Lm 2,Li 4 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kiri berhias. Hanya terdapat satu varian, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 4,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kiri berhias, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif

144 128 terdapat di kawasan Teluk Berau, Papua Barat (motif di situs Sosorra, Furir). 4. Subtipe empat (Ds 1,Lm 2,Li 5 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kanan berhias. Hanya satu varian, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 5,Ke 0,TL 2,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kanan berhias dan dua tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif terdapat di kawasan Sangkulirang, Kalimantan Timur (motif di Gua Mardua). 5. Subtipe lima (Ds 1,Lm 2,Li 6 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu. Terdapat empat varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 6,Ke 0,TL 0,Ly 0 yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas tiga motif terdapat di dua kawasan yaitu di kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (motif dan di Gua Metanduno) dan di kawasan Kepulauan Kei, Maluku Tenggara (motif di Ceruk Loh Vat). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 6,Ke 0,TL 0,Ly 3 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu dan layar segitiga. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat kawasan ya Tutuala, Timor Leste (motif di situs Lene Cece). Varian tiga, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 6,Ke 1,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu dan berdayung. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif terdapat di kawasan Kepulauan Kei, Maluku Tenggara (motif di Tebing Dudumahan). Varian empat, yaitu Ds 1,Lm 2,Li 6,Ke 1,TL 1,Ly 2 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berdayung, satu tiang dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Ili Kerekere).

145 Skema Tipe Perahu Ds 1 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 1 Lm 2 Tipe Perahu,Li 0 Li 3 Li 4 Li 5 Li 6 Subtipe Perahu Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 1 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 0 Ke 1, TL 1, Ly 2 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 2, Ly 0 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 0, Ly 3 Ke 1, TL 0, Ly 0 Ke 1, TL 1, Ly 2 Subsubtipe /varian Perahu Jumlah Perahu

146 Tipe Dasar Satu dan Lambung Tiga (Ds 1 Lm 3 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung pada motif perahu diketahui terdapat 13 motif (19% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk pada tipe Ds 1 Lm 3 atau bentuk dasar melengkung dengan lambung berbentuk solid Tabel Tipe Perahu Ds 1 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia. No. Tipe Perahu Ds 1 Lm 3 Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan 1 Ke 0,TL 0,Ly 0 Pangkep, Sulawesi Selatan 2 Ke 1,TL 0,Ly 3 Tutuala, Timor Li 0 Leste Tutuala, Timor 3 Ke 3,TL 0,Ly 0 Leste 4 Tutuala, Timor Leste 5 Li 1 Ke 0,TL 0,Ly 0 Sarawak, Malaysia 6 Li 2 Ke 5,TL 0,Ly 0 Pangkep, Sulawesi Selatan 7 Ke 1,TL 0,Ly 3 Tutuala, Timor Li 3 Leste 8 Ke 3,TL 0,Ly 0 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara 9 Ke 0,TL 0,Ly 0 Sarawak, Malaysia 10 Ke 1,TL 0,Ly 3 Tutuala, Timor Leste 11 Li 6 Ke 3,TL 0,Ly 3 Tutuala, Timor Leste 12 Ke 3,TL 1,Ly 4 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara 13 Ke 5,TL 1,Ly 4 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Situs Gua Sumpangbita No Kurus Sunu Taraleu Sunu Taraleu Gua Liang Kain Hitam Leang Bulu Sipong 6.6.2a 6.6.2b Ili Kerekere Gua Kobori Gua Liang Kain Hitam Lene Cece Ili Kerekere Gua Kobori Gua Kobori Pada tipe Ds 1 Lm 3 diketahui motif terbanyak terdapat di Gua Kobori, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (tiga motif yaitu 2.2.1, 2.2.2, dan 2.2.3). Sedangkan kawasan dengan situs terbanyak, yaitu empat situs, terdapat di Tutuala Timor Leste. Pada tipe ini terdapat lima subtipe perahu dengan 12 varian/subsubtipe, yaitu: 1. Subtipe satu (Ds 1,Lm 3,Li 0 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid, tidak berlinggi. Terdapat tiga varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 0,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung

147 131 berbentuk solid, tidak berlinggi, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan (motif di Gua Sumpangbita). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 0,Ke 1,TL 0,Ly 3 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan kemudi dayung dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Kurus). Varian tiga, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 0,Ke 3,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan kemudi tunggal, berdayung. Subsubtipe ini terdiri atas dua motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif 6.6.2a dan 6.6.2b di situs Sunu Taraleu). 2. Subtipe dua (Ds 1,Lm 3,Li 1 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi kiri tidak berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 1,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi kiri tidak berhias, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atassatu motif yang terdapat di kawasan Sarawak, Malaysia (motif di Gua Liang Kain Hitam, Niah). 3. Subtipe tiga (Ds 1,Lm 3,Li 2 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi kanan tidak berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 2,Ke 5,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi kanan tidak berhias dan kemudi tongkat. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Pangkep, Sulawesi Selatan (motif di Leang Bulu Sipong). 4. Subtipe empat (Ds 1,Lm 3,Li 3 ) yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu. Terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 3,Ke 1,TL 0,Ly 3 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu, berdayung, dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Ili Kerekere). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 3,Ke 3,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung

148 132 berbentuk solid dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu dan berkemudi tunggal, berdayung. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (motif di Gua Kobori). 5. Subtipe lima (Ds 1,Lm 3,Li 6 ) yaitu yaitu subtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi berhias di kedua ujung perahu. Terdapat lima varian. Varian satu, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 6,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Sarawak, Malaysia (motif di Gua Liang Kain Hitam, Niah). Varian dua, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 6,Ke 1,TL 0,Ly 3 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berdayung, dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Lene Cece). Varian tiga, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 6,Ke 3,TL 0,Ly 3 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berkemudi tunggal, berdayung, dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Ili Kerekere). Varian empat, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 6,Ke 3,TL 1,Ly 4 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berkemudi tunggal, berdayung, satu tiang layar dan layar persegi panjang. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (motif di Gua Kobori). Varian lima, yaitu Ds 1,Lm 3,Li 6,Ke 4,TL 1,Ly 4 subsubtipe dasar melengkung dan lambung berbentuk solid dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berkemudi ganda, berdayung, satu tiang layar dan layar persegi panjang. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (motif di Gua Kobori).

149 Skema Tipe Perahu Ds 1 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 1 Lm 3 Tipe Perahu Li 0 Li 1 Li 2 Li 3 Li 6 Subtipe Perahu Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 1, TL 0, Ly 3 Ke 3, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 5, TL 0, Ly 0 Ke 1, TL 0, Ly 3 Ke 3, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 1, TL 0, Ly 3 Ke 3, TL 0, Ly 3 Ke 3, TL 1, Ly 4 Ke 4, TL 1, Ly 4 Subsubtipe /varian Perahu Jumlah Perahu

150 Tipe Dasar Dua dan Lambung Dua (Ds 2 Lm 2 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat dua motif (3% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk pada tipe Ds 2 Lm 2 atau bentuk dasar melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan Tabel Tipe Perahu Ds 2 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia. No. Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan 1 Ke 0,TL 1,Ly 0 Teluk Berau, Ds 2 Lm 2 Li 0 Papua Barat 2 Ke 0,TL 2,Ly 5 Teluk Berau, Papua Barat Situs Sosorra, Furir Sosorra, Furir No Tipe Ds 2 Lm 2 diketahui hanya terdapat pada satu situs, yaitu Sosorra, Furir, Teluk Berau, Papua Barat (motif dan 5.2.4). Pada tipe ini terdapat satu subtipe perahu dengan dua varian/subsubtipe. Subtipe Ds 2,Lm 2,Li 0 yaitu subtipe dasar melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi. Terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 2,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi dengan satu tiang. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yaitu motif Varian dua, yaitu Ds 2,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 2,Ly 5 subsubtipe dasar melengkung dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi dengan dua tiang dan layar lingkaran. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yaitu motif

151 Skema Tipe Perahu Ds 2 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 2 Lm 2 Tipe Perahu Li 0 Subtipe Perahu Ke 0, TL 1, Ly 0 Ke 0, TL 2, Ly 5 Subsubtipe /varian Perahu 1 1 Jumlah Perahu Tipe Dasar Tiga dan Lambung Dua (Ds 3 Lm 2 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat satu motif (1% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk pada tipe Ds 3 Lm 2 atau bentuk dasar melengkung dengan kedua ujung sisi perahu tegak dan lambung berbentuk ragangan Tabel Tipe Perahu Ds 3 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia. No. Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan 1 Ds 3 Lm 2 Li 3 Ke 0,TL 2,Ly 0 Kalimantan Sangkulirang, Timur Situs Gua Mardua No Pada tipe Ds 3 Lm 2 diketahui hanya terdapat pada satu situs yaitu di Gua Mardua, Sangkulirang, Kalimantan Timur (motif ) Tipe ini memiliki satu subtipe perahu Ds 3,Lm 2,Li 3 yaitu bentuk dasar melengkung dengan kedua ujung sisi perahu tegak dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi tidak berhias di kedua ujung. Dengan satu varian, yaitu Ds 3,Lm 2,Li 3,Ke 0,TL 2,Ly 0 subsubtipe bentuk dasar melengkung dengan kedua ujung sisi perahu tegak dan lambung

152 136 berbentuk ragangan dengan linggi tidak berhias di kedua ujung dan dua tiang layar yaitu pada motif Skema Tipe Perahu Ds 3 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 3 Lm 2 Tipe Perahu Li 3 Subtipe Perahu Ke 0, TL 2, Ly 0 Subsubtipe /varian Perahu 1 Jumlah Perahu

153 Tipe Dasar Empat dan Lambung Satu (Ds 4 Lm 1 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat tujuh motif (10% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk pada tipe Ds 4 Lm 1 atau bentuk dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis Tabel Tipe Perahu Ds 4 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia. No. Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan 1 Ke 0,TL 0,Ly 0 Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur 2 Li 0 Ke 0,TL 1,Ly 0 Teluk Berau, Papua Barat 3 Ke 0,TL 1,Ly 5 Teluk Berau, Papua Barat 4 Ds 4 Lm 1 Li 1 Tutuala, Timor Leste Ke 0,TL 1,Ly 1 5 Li 3 Tutuala, Timor Leste 6 Ke 1,TL 1,Ly 0 Teluk Berau, Papua Li 6 Barat 7 Ke 3,TL 0,Ly 0 Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Situs No. Watuweti Auramo, Sungai Bedidi Auramo, Sungai Bedidi Tebing Tutuala Tebing Tutuala Auramo, Sungai Bedidi Gua Metanduno 5.4.3a 5.4.3b Tipe Ds 4 Lm 1 diketahui hanya terdapat pada empat situs. terbanyak terdapat di situs Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat (tiga motif yaitu 5.4.1, 5.4.3a, dan 5.4.3b). Pada tipe ini terdapat empat subtipe dengan tujuh varian/subsubtipe motif perahu, yaitu: 1. Subtipe satu (Ds 4,Lm 1,Li 0 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis, tidak berlinggi. Terdapat tiga varian. Varian satu, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 0,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis, tidak berlinggi, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif yang terdapat di situs Watuweti, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Varian dua, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 0,Ke 0,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif 5.4.3a yang terdapat di situs Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat. Varian tiga, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 0,Ke 0,TL 1,Ly 5 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan

154 138 lambung berbentuk garis dengan satu tiang layar dan layar lingkaran. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif 5.4.3b yang terdapat di situs Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat. 2. Subtipe dua (Ds 4,Lm 1,Li 1 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi kiri tidak berhias. Hanya satu varian, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 1,Ke 0,TL 1,Ly 1 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi kiri tidak berhias, satu tiang layar, dan layar segitiga. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Tebing Tutuala). 3. Subtipe tiga (Ds 4,Lm 1,Li 3 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 3,Ke 0,TL 1,Ly 1 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi tidak berhias di kedua ujung perahu, satu tiang layar, dan layar lingkaran. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yang terdapat di kawasan Tutuala, Timor Leste (motif di situs Tebing Tutuala). 4. Subtipe empat (Ds 4,Lm 1,Li 6 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua ujung perahu. Terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 6,Ke 1,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berdayung, dan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif yang terdapat di situs Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat. Varian dua, yaitu Ds 4,Lm 1,Li 6,Ke 3,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk garis dengan linggi berhias di kedua ujung perahu dan berkemudi tunggal, berdayung. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif di Gua Metanduno, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.

155 Skema Tipe Perahu Ds 4 Lm 1 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 4 Lm 1 Tipe Perahu Li 0 Li 1 Li 3 Li 6 Subtipe Perahu Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 5 Ke 0, TL 1, Ly 1 Ke 0, TL 1, Ly 1 Ke 1, TL 1, Ly 0 Ke 3, TL 0, Ly 0 Subsubtipe /varian Perahu Jumlah Perahu Tipe Dasar Empat dan Lambung Dua (Ds 4 Lm 2 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat empat motif (6% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk tipe Ds 4 Lm 2 atau bentuk dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan Tabel Tipe Perahu Ds 4 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia. Tipe Subtipe Subsubtipe No. No. Kawasan Situs Perahu Perahu Perahu 1 Ke 0,TL 2,Ly 0 Teluk Berau, Papua Sosorra, Li Barat Furir 2 Ds 4 Lm 2 Ke 1,TL 0,Ly 3 Tutuala, Timor Leste Sunu Taraleu Ke 2,TL 0,Ly 2 Tutuala, Timor Leste Lene Hara Li 6 4 Ke 2,TL 1,Ly 1 Tutuala, Timor Leste Ili Kerekere Tipe Ds 4 Lm 2 hanya terdapat pada empat situs. Kawasan dengan situs terbanyak dengan tipe ini adalah Tutuala, Timor Leste. Pada tipe ini terdapat dua subtipe perahu dengan empat varian/subsubtipe, yaitu:

156 Subtipe satu (Ds 4,Lm 2,Li 0 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi. Terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 4,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 2,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi dengan dua tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif yang terdapat di situs Sosorra, Furir, Teluk Berau, Papua Barat. Varian dua, yaitu Ds 4,Lm 2,Li 0,Ke 1,TL 0,Ly 3 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi, berdayung, dan layar segiempat. Subsubtipe ini Terdiri atas satu motif, yaitu motif yang terdapat di situs Sunu Taraleu, Tutuala, Timor Leste. 2. Subtipe dua (Ds 4,Lm 2,Li 6 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu. Terdapat dua varian. Varian satu, yaitu Ds 4,Lm 2,Li 6,Ke 2,TL 0,Ly 2 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berkemudi tunggal, tidak berdayung, dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif yang terdapat di Lene Hara, Tutuala, Timor Leste. Varian dua, yaitu Ds 4,Lm 2,Li 6,Ke 2,TL 1,Ly 1 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu, berkemudi tunggal, tidak berdayung, satu tiang layar, dan layar segitiga. Subsubtipe ini terdiri dari satu motif, yaitu motif di Ili Kerekere, Tutuala, Timor Leste.

157 Skema Tipe Perahu Ds 4 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 4 Lm 2 Tipe Perahu Li 0 Li 6 Subtipe Perahu Ke 0, TL 2, Ly 0 Ke 1, TL 0, Ly 3 Ke 2, TL 0, Ly 2 Ke 2, TL 1, Ly 1 Subsubtipe /varian Perahu Jumlah Perahu Tipe Dasar Empat dan Lambung Tiga (Ds 4 Lm 3 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat dua motif (3% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk tipe Ds 4 Lm 3 atau bentuk dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk solid. No. Tipe Perahu Tabel Tipe Perahu Ds 4 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia. Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan Situs No. 1 Ke 0,TL 0,Ly 1 Kepulauan Kei, Tebing Ds 4 Lm 3 Li 6 Maluku Tenggara Dudumahan 2 Ke 0,TL 0,Ly 2 Tutuala, Timor Leste Ili Kerekere Tipe Ds 4 Lm 3 diketahui hanya terdapat pada dua situs. Pada tipe ini terdapat satu subtipe perahu dengan dua varian/subsubtipe. Subtipe Ds 4,Lm 3,Li 6 yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu. Varian satu, yaitu Ds 4,Lm 3,Li 6,Ke 0,TL 0,Ly 1 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan dengan

158 142 linggi berhias di kedua ujung perahu dan layar segitiga. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif yaitu motif di situs Tebing Dudumahan, Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Varian dua, yaitu Ds 4,Lm 3,Li 6,Ke 0,TL 0,Ly 2 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi berhias di kedua ujung perahu dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif yang terdapat di Ili Kerekere, Tutuala, Timor Leste Skema Tipe Perahu Ds 4 Lm 3 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 4 Lm 3 Tipe Perahu Li 6 Subtipe Perahu Ke 0, TL 0, Ly 1 Ke 0, TL 0, Ly 2 Subsubtipe /varian Perahu 1 1 Jumlah Perahu

159 Tipe Dasar Lima dan Lambung Dua (Ds 5 Lm 2 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat empat motif (6% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk tipe Ds 5 Lm 2 atau bentuk dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan Tabel Tipe Perahu Ds 5 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia. No. 1 Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan Li 0 Ke 0,TL 1,Ly 2 Teluk Berau, Papua Barat 2 Ds 5 Lm 2 Li 2 Ke 0,TL 0,Ly 0 Teluk Berau, Papua Barat 3 Li 4 Ke 0,TL 1,Ly 0 Teluk Berau, Papua Barat 4 Li 5 Ke 0,TL 1,Ly 0 Teluk Berau, Papua Barat Situs Auramo, Sungai Bedidi Tanjung Abba Sosorra, Furir Sosorra, Furir No Tipe Ds 5 Lm 2 hanya terdapat pada satu kawasan situs, yaitu Teluk Berau, Papua Barat (dua motif di Sosorra, Furir dan masing-masing satu motif di situs Auramo, Sungai Bedidi dan Tanjung Abba). Pada tipe ini terdapat empat subtipe perahu dengan empat varian/subsubtipe, yaitu: 1. Subtipe satu (Ds 5,Lm 2,Li 0 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dan tidak berlinggi. Hanya satu varian, yaitu Ds 5,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 1,Ly 2 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dengan satu tiang layar dan layar trapesium. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif di situs Auramo, Sungai Bedidi, Teluk Berau, Papua Barat. 2. Subtipe dua (Ds 5,Lm 2,Li 2 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kanan tidak berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 5,Lm 2,Li 2,Ke 0,TL 0,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk

160 144 ragangan dengan linggi kanan tidak berhias, tidak berkemudi, tidak bertiang, dan tidak berlayar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif di situs Tanjung Abba, Teluk Berau, Papua Barat. 3. Subtipe tiga (Ds 5,Lm 2,Li 4 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kiri berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 5,Lm 2,Li 4,Ke 0,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kiri berhias dan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif di situs Sosorra, Furir, Teluk Berau, Papua Barat. 4. Subtipe empat (Ds 5,Lm 2,Li 5 ) yaitu subtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kanan berhias. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 5,Lm 2,Li 5,Ke 0,TL 1,Ly 0 subsubtipe dasar lurus atau mendatar dengan salah satu ujungnya membentuk sudut dan lambung berbentuk ragangan dengan linggi kanan berhias dan satu tiang layar. Subsubtipe ini terdiri atas satu motif, yaitu motif di situs Sosorra, Furir, Teluk Berau, Papua Barat.

161 Skema Tipe Perahu Ds 5 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 5 Lm 2 Tipe Perahu Li 0 Li 2 Li 4 Li 5 Subtipe Perahu Ke 0, TL 1, Ly 2 Ke 0, TL 0, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 0 Ke 0, TL 1, Ly 0 Subsubtipe /varian Perahu Jumlah Perahu Tipe Dasar Enam dan Lambung Dua (Ds 6 Lm 2 ). Berdasarkan analisis terhadap komponen atribut bentuk dasar dan lambung perahu diketahui terdapat satu motif (1% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang termasuk tipe Ds 6 Lm 2 atau bentuk dasar lurus atau mendatar dengan di kedua ujung sisi perahu tegak dan lambung berbentuk ragangan Tabel Tipe Perahu Ds 6 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia No. Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Kawasan 1 Ds 6 Lm 2 Li 0 Ke 0,TL 1,Ly 1 Teluk Berau, Papua Barat Situs Gua Siawachwa, Kokas No Tipe Ds 6 Lm 2 hanya terdapat pada satu kawasan situs, yaitu Teluk Berau, Papua Barat (satu motif di situs Gua Siawachwa, Kokas). Pada tipe ini terdapat satu subtipe perahu, yaitu: Subtipe Ds 6,Lm 2,Li 0, subtipe dasar lurus atau mendatar dengan kedua ujung sisi perahu tegak dan lambung berbentuk ragangan dengan tidak berlinggi. Hanya ada satu varian, yaitu Ds 6,Lm 2,Li 0,Ke 0,TL 1,Ly 1 subsubtipe

162 146 dasar lurus atau mendatar dengan kedua ujung sisi perahu tegak dan lambung berbentuk ragangan, tidak berlinggi, satu tiang layar, dan layar segitiga. Tipe ini hanya terdiri atas satu motif, yaitu motif di situs Gua Siawachwa, Kokas, Teluk Berau, Papua Barat Skema Tipe Perahu Ds 6 Lm 2 pada Seni Cadas di Indonesia Ds 6 Lm 2 Tipe Perahu Li 0 Subtipe Perahu Ke 0, TL 1, Ly 1 Subsubtipe /varian Perahu 1 Jumlah Perahu Berdasarkan analisis pada tipe motif perahu seni cadas di Indonesia dihasilkan 10 tipe motif perahu, 29 subtipe dengan 56 subsubtipe/varian. Bentuk dasar satu dan lambung satu Ds 1 Lm 1 merupakan tipe perahu dengan motif dan subtipe terbanyak. Tipe dasar tiga dan lambung dua Ds 3 Lm 2 dan tipe dasar enam dan lambung dua Ds 6 Lm 2 merupakan tipe dengan motif paling sedikit yaitu hanya satu motif. Namun demikian, jika dibandingkan dengan bentuk lambung garis (Lm 1 ) yang hanya 24 motif, maka bentuk lambung ragangan (Lm 2 ) sebanyak 28 motif perahu merupakan teknik penggambaran yang dominan pada motif perahu seni cadas di Indonesia.

163 Hubungan Tipe Perahu dengan Gaya Penggambaran pada Kawasan Situs Seni Cadas di Indonesia Terdapat dua gaya penggambaran pada motif perahu, yaitu distilir dan natural. perahu yang natural atau realistis adalah motif perahu yang bentuknya seperti perahu yang digunakan sebagai transportasi air yang dalam penggambaran pada seni cadas tampak sewajarnya, sedangkan perahu yang distilir atau nonrealistis adalah bentuk perahu yang tidak terdapat di alam nyata. perahu yang diperkirakan distilir pada seni cadas di Indonesia merupakan bentuk perahu yang digambarkan tidak sewajarnya atau pada penggambarannya terdapat bentuk-bentuk atribut perahu yang distilir/nonrealistis atau bentuk perahu digambarkan agak abstrak. Misalnya, terdapat figur manusia yang distilir, pada bagian kepala ada hiasan di bagian rambutnya atau figur manusia kangkang, atau bentuk perahu digambarkan agak abstrak. Pada motif perahu juga terdapat bendabenda seperti alat tabuhan yang mirip dengan nekara perunggu. Selain itu layar lingkaran juga menunjukkan bentuk motif perahu yang distilir. Pada Bab 2 telah diuraikan bahwa terdapat bentuk-bentuk media lain yang berhubungan dengan perahu, yaitu bentuk perahu pada kain tenun, nekara perunggu, atau bentuk peti mati. Beberapa ahli mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara bentuk penggambaran motif perahu pada seni cadas dengan media-media tersebut yaitu bermakna sebagai perahu arwah (ship of the dead) atau perahu nenek moyang (ancestor ship), dan perahu sebagai simbol peti mati (coffin boat). Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa arwah orang yang telah meninggal dunia akan berpindah ke alam lain, sehingga diperlukan wahana untuk mencapai alam lain tersebut. Perahu yang secara fungsional sebagai alat transportasi untuk mencari ikan dan bersosialisasi, dianggap juga sebagai sarana berpindah arwah ke alam lain (Ballard et al, 2003; Mahdi, 1999; Szabo et al, 2008; dan Tanudirjo, 1985). Terdapat dua hubungan dari bentuk-bentuk motif perahu yang distilir dengan penggambaran perahu pada media lain di Asia Tenggara yaitu pengaruh budaya Dongson dari Vietnam Selatan pada jaringan perdagangan laut dengan bukti sebaran artefak perunggunya. Selain itu juga merupakan simbol dari ekspresi kematian pada suku-suku bangsa di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Szabo et al, 2008:163).

164 Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Gaya Penggambaran pada Kawasan Situs Seni Cadas di Indonesia. Kawasan Situs Tipe Perahu Gaya Penggambaran Pangkep, Sulawesi Selatan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur Kepulauan Kei, Maluku Tenggara Teluk Berau, Papua Barat Tutuala, Timor Leste Sarawak, Malaysia Sangkulirang, Kalimantan Timur Ds 1 Lm 1 Distilir 8 2 Natural Ds 1 Lm 2 Distilir Natural Ds 1 Lm 3 Distilir 2 2 Natural Ds 2 Lm 2 Distilir 2 Natural Ds 3 Lm 2 Distilir Natural 1 Ds 4 Lm 1 Distilir 1 2 Natural Ds 4 Lm 2 Distilir 1 Natural 1 2 Ds 4 Lm 3 Distilir Natural 1 1 Ds 5 Lm 2 Distilir 2 Natural 2 Ds 6 Lm 2 Distilir Natural 1 Terdapat tujuh tipe motif perahu Ds 1 Lm 1, Ds 1 Lm 2, Ds 1 Lm 3, Ds 2 Lm 2, Ds 4 Lm 1, Ds 4 Lm 2, dan Ds 5 Lm 2, dengan 28 motif perahu yang distilir atau sekitar 42% dari 67 motif perahu yang dianalisis. Dua situs (Sosorra, Furir dan Auramo, Sungai Bedidi) merupakan situs dengan motif perahu distilir terbanyak pada seni cadas di Indonesia. perahu yang distilir diperkirakan memiliki makna tertentu. Tipe Ds 1 Lm 1 merupakan tipe dengan motif perahu distilir yang paling banyak digambarkan dan sebagian besar motif perahu terdapat di kawasan situs Teluk Berau merupakan bentuk motif yang artistik, bagian ujung

165 149 linggi haluan dihiasi lingkaran yang memancarkan garis-garis lengkung. Selain itu, figur manusia yang berada di bagian haluan juga mengenakan hiasan kepala yang artistik. Pada tipe Ds 1 Lm 2, motif perahu pada Leang Bulu Sipong diperkirakan memiliki makna tertentu karena digambarkan bersama dengan motif cap tangan yang berada pada kedua ujung perahu, dan motif ikan yang menempel pada bagian bawah perahu tersebut distilir dalam penggambarannya yang ditunjukkan dari bagian kepala figur-figur manusia berhias diperkirakan merupakan motif perahu nenek moyang, karena bentuk figur manusia yang digambarkan mirip dengan bentuk motif perahu pada nekara perunggu. Gambar 4.3. perahu pada nekara perunggu yang serupa dengan motif distilir, ditunjukkan oleh bentuk figur manusia yang memegang sesuatu dan alat tabuhan di atas perahu yang bermakna tertentu. Pada situs Ceruk Loh Vat, motif distilir, karena terdapat bentuk alat tabuhan di atas perahu seperti motif yang diperkirakan memiliki makna tertentu. perahu dan di dari Kepulauan Kei memiliki kemiripan bentuk, keduanya digambarkan dengan alat tabuhan di atas lambung perahu dan penggambarannya distilir dilihat dari figur manusianya yang digambarkan diperkirakan mirip dengan bentuk figur manusia pada nekara perunggu dan diasumsikan mirip dengan perahu Dongson (Lape et al., 2007: 250) memiliki bentuk figur manusia yang mirip pada nekara perunggu dan terdapat hiasan burung pada ujung linggi haluan perahunya. Pada tipe Ds 1 Lm 3, motif perahu dan merupakan sampel dari sejumlah motif perahu dari Gua Liang Kain Hitam, Sarawak, Malaysia Timur yang diasumsikan oleh Harrison (1959: 7) sebagai perahu arwah (ship of the

166 150 dead), karena pada situs tersebut terdapat bentuk peti seperti bentuk perahu yang digunakan sebagai wadah kubur mayat. Pada tipe Ds 2 Lm 2, motif perahu dan digambarkan agak abstrak terlihat pada bentuk tiang layar dan layar perahunya, keduanya diperkirakan memiliki makna tertentu. Pada tipe Ds 4 Lm 1, motif merupakan pahatan yang terdiri atas bagian badan perahu saja. Pada panil yang sama dengan motif diterakan juga motif-motif seperti ikan, kapak persegi, dan alat serut, sehingga mungkin motif perahu ini memiliki makna tertentu. Penggambaran motif distilir, karena bentuk dayung yang tidak proporsional dan mungkin memiliki makna tertentu. Pada tipe Ds 4 Lm 2, motif perahu distilir dengan ditunjukkan oleh bentuk empat figur manusia yang digambarkan dengan rambut yang mengarah ke bawah, dan bagian lambung perahu tidak digambarkan secara penuh, melainkan terdapat ruang-ruang kosong. Berdasarkan hal ini diperkirakan bahwa motif memiliki makna tertentu. Pada tipe Ds 5 Lm 2, motif dan 5,2,8 diperkirakan memiliki makna tertentu. Beberapa ahli berasumsi bahwa bentuk tiang layar pada kedua motif perahu ini merupakan bentuk pohon hayat seperti pada bentuk perahu berbahan perunggu dari Flores (Szabo et all., 2008: 164) yang didukung oleh adanya penggambaran bentuk motif manusia kangkang pada motif Penggambaran motif perahu pada seni cadas, sebanyak 39 motif perahu diperkirakan tidak distilir atau natural dalam penggambarannya (sekitar 58% dari 67 motif perahu yang dianalisis) yang terdapat pada semua tipe (Ds 1 Lm 1, Ds 1 Lm 2, Ds 1 Lm 3, Ds 4 Lm 1, Ds 4 Lm 2, Ds 5 Lm 2, dan Ds 6 Lm 2 ) kecuali tipe Ds 2 Lm 2. Pada dua kawasan seni cadas dengan tiga situsnya, motif perahu dalam penggambarannya tidak distilir atau natural yaitu situs Gua Metanduno dan Gua Kobori di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara dan Gua Mardua di Sangkulirang, Kalimantan Timur. Bentuk penggambaran motif perahu yang natural atau realistis diperkirakan berkaitan dengan bentuk transportasi sehari-hari, atau hanya berupa gambar perahu saja yang tidak berkaitan dengan alat transportasi. Misalnya penggambaran motif perahu pada tipe Ds 1 Lm 3 di Gua Kobori yang berkaitan dengan pelayaran antar pulau dan motif perahu mencerminkan pengetahuan bahwa perahu digerakkan oleh dua tenaga yaitu layar dan dayung. Selain itu,

167 151 diperkirakan motif perahu ini juga dipergunakan untuk pelayaran jarak jauh, karena terdapat struktur di bawah layar dan menggunakan kemudi untuk mengarahkan perahu. Selain itu, pada tipe Ds 4 Lm 1 terdapat motif perahu yang kemungkinan digunakan sebagai transportasi untuk berperang (contoh motif no ). Pada tipe Ds 4 Lm 3 di situs Tebing Dudumahan, Figur manusia yang digambarkan di bagian bawah perahu sedang menyelam, kemungkinan menangkap ikan. perahu ini diperkirakan sebagai bentuk perahu untuk menangkap ikan. Dapat disimpulkan bahwa tipe motif perahu dengan gaya penggambaran sangat bervariasi, perkiraan ini disebabkan karena kreativitas dan imajinasi si pelukis atau pada penggambarannya memiliki makna tertentu sesuai dengan tradisi, lingkungan, dan kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, penggambaran motif perahu dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dengan sendirinya mempengaruhi gaya seninya sehingga lebih berperan pada gaya penggambaran motif perahu. Pada dua kawasan saja bentuk motif perahu yang distilir dengan penggambaran dominan yaitu di situs Niah, Sarawak dan Teluk Berau Papua Barat.

168 Hubungan Tipe dengan Teknologi Konstruksi Perahu pada Perahu Seni Cadas di Indonesia. Berdasarkan tinjauan pustaka mengenai perahu di Nusantara pada Bab 2, dapat diketahui bahwa teknologi konstruksi perahu tradisional dibedakan menjadi dua, yaitu konstruksi perahu lesung dan konstruksi perahu papan. Perahu lesung dibentuk oleh satu batang kayu utuh yang diceruk bagian tengah batangnya sehingga membentuk rongga. Sedangkan pada bentuk perahu papan, teknik pembuatannya diawali dengan membentuk bagian lunas perahu dari satu batangan kayu utuh atau gabungan balok-balok kayu. Selanjutnya ditambahkan papanpapan yang disusun membentuk dinding lambung. Pada penyusunan papan-papan digunakan teknologi ikat atau pasak untuk menyambung papan-papan tersebut dengan rangka lambung perahu. Bentuk perahu papan umumnya ditandai dengan bagian buritan perahu yang berbentuk papak atau sisi buritannya tegak. Chippindale (2001:259) mengungkapkan bahwa perubahan bentuk objek tiga dimensi yang direpresentasikan menjadi bentuk dua dimensi, berakibat pada hilangnya sebagian unsur-unsur dari objek tersebut. Si penggambar dalam merepresentasikan objeknya, akan fokus pada beberapa unsur yang penting menurutnya. Unsur inilah yang merupakan atribut-atribut yang digunakan sebagai bahan identifikasi motif-motif perahu pada seni cadas. Representasi bentuk perahu pada motif-motif perahu seni cadas di Indonesia berdasarkan atributnya dapat digolongkan ke dalam komponen atribut utama sebuah motif perahu, yaitu bagian dasar dan lambung perahu. Pada analisis ini dihasilkan 10 tipe motif perahu seni cadas di Indonesia. Selanjutnya, dilengkapi dengan komponen atribut perahu berupa linggi, kemudi, tiang layar, dan layar perahu. Penggolongan ini menghasilkan 29 subtipe motif perahu dengan 56 sub-subtipe/varian. Teknologi konstruksi perahu tradisional, berdasarkan data literatur dan analisis pada Bab 4 dapat dikenali pada motif motif perahu seni cadas di Indonesia. Tipe motif perahu dengan konstruksi perahu lesung umumnya ditemukan pada motif perahu dengan tipe Ds 1 Lm 1, Ds 1 Lm 2, Ds 1 Lm 3, Ds 4 Lm 1, Ds 4 Lm 2, dan Ds 4 Lm 3. Tipe lesung lebih banyak digambarkan dengan tipe dasar satu (Ds 1 ) atau dasar berbentuk melengkung. Tipe perahu yang diperkirakan berbentuk perahu lesung digambarkan pada lima kawasan situs, yaitu kawasan

169 153 Pangkep, Sulawesi Selatan; Pulau Muna, Sulawesi Tenggara; Kepulauan Kei, Maluku Tenggara; Teluk Berau, Papua Barat; Tutuala, Timor Leste; dan Niah, Sarawak, Malaysia. Sebanyak 12 motif perahu dapat diketahui berkonstruksi perahu lesung. Sedangkan bentuk konstruksi perahu papan lebih mudah dikenali, karena bagian papak pada motif perahu seni cadas dapat ditemukan, yaitu tipe Ds 2 Lm 2 dan Ds 5 Lm 2 pada lima motif di kawasan Teluk Berau, Papua Barat. Bentuk lambung ragangan paling banyak digambarkan pada tipe perahu papan Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Teknologi Konstruksi Perahu pada Seni Cadas di Indonesia No. Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Situs 1 Ds 1 Lm 1 Li 0 Ke 1,TL 0,Ly 0 Risatot, Pulau Arguni Tipe Lesung 2 Li 0 Ke 0,TL 0,Ly 0 Leang Bulu Sipong Tipe Lesung 3 Ds 1 Lm 2,Ke 1,TL 0,Ly 0 Tipe Tebing Dudumahan Li 6 Lesung 4 Ke 1,TL 1,Ly 2 Tipe Ili Kerekere Lesung 5 Ke 0,TL 0,Ly 0 Gua Sumpangbita Tipe Lesung Li 0 Tipe 6 Sunu Taraleu Ke 2,TL 0,Ly 0 Lesung 7 Ds 1 Lm 3 Tipe Sunu Taraleu Lesung 8 Li 1 Ke 0,TL 0,Ly 0 Liang Kain Hitam Tipe Lesung 9 Li 6 Ke 0,TL 0,Ly 0 Liang Kain Hitam Tipe Lesung 10 Ke 0,TL 1,Ly 0 Sosorra, Furir Ds 2 Lm 2 Li 0 11 Ke 0,TL 2,Ly 5 Sosorra, Furir 12 Ds 4 Lm 1 Li 6 Ke 2,TL 0,Ly 0 Gua Metanduno Tipe Lesung 13 Ds 4 Lm 2 Li 0 Ke 1,TL 0,Ly 3 Sunu Taraleu Tipe Lesung 14 Ds 4 Lm 3 Li 6 Ke 0,TL 0,Ly 2 Ili Kerekere Tipe Lesung 15 Sosorra, Furir 16 Ds 5 Lm 2 Sosorra, Furir Li 4 Ke 0,TL 1,Ly 0 17 Li 0 Ke 0,TL 1,Ly 2 Auramo, Sungai Bedidi Konstruksi Perahu Tipe Papan Tipe Papan Tipe Papan Tipe Papan Tipe Papan

170 154 Sedangkan sebanyak 50 motif perahu tidak teridentifikasi konstruksi perahunya (sekitar 75% dari 67 motif perahu) yang terdapat pada sembilan tipe motif perahu dan tersebar pada semua kawasan situs seni cadas, kecuali pada tipe Ds 2 Lm 2. Pada penggambaran motif perahu seni cadas di Indonesia, dari 10 tipe pada motif perahu tersebut dapat diketahui adanya perbedaan teknologi perahu tradisional yang terekam dalam penggambarannya. Tipe perahu papan dan tipe perahu lesung masih dapat dijumpai pada motif perahu seni cadas di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa motif-motif perahu pada seni cadas mempunyai nilai yang penting sebagai data arkeologi yang merupakan tinggalan budaya maritim di Indonesia Hubungan Tipe Perahu dengan Teknik Gerak Perahu pada Perahu Seni Cadas di Indonesia Berdasarkan analisis pada motif-motif perahu seni cadas, dapat diketahui tujuh cara pada teknik gerak perahu, yaitu : 1. Figur manusia yang digambarkan berdiri dengan menggunakan tongkat. 2. Figur manusia mengemudikan perahu dengan sikap mendayung berdiri. 3. Figur manusia dengan posisi duduk dan sikap tangan mendayung. 4. Figur manusia ada yang mengemudikan perahu (skiper) dan beberapa figur manusia lain sedang mendayung. 5. Figur manusia menggunakan kemudi. Mengingat perahu yang digambarkan pada motif ini menggunakan layar, maka kemudi berfungsi sebagai pengatur arah perahu, sedangkan layar sebagai penggerak perahu. 6. Figur manusia mengemudikan perahu (skiper) menggunakan kemudi tunggal di bagian buritan, ditambah dengan dua buah dayung di bagian tengah perahu. Seperti pada butir 5, perahu ini juga telah menggunakan layar. 7. Figur manusia mengemudikan perahu dengan kemudi ganda di kiri kanan bagian buritan. Perahu dilengkapi dengan layar sebagai penggerak.

171 155 No Tabel Hubungan Tipe Perahu dengan Teknik Gerak Perahu pada Seni Cadas di Indonesia Tipe Perahu Subtipe Perahu Subsubtipe Perahu Situs Teknik Gerak Perahu 2 Gua Metanduno 3 3 Ili Kerekere 3 4 Li 6 Ke 1,TL 1,Ly 0 Lene Kici 3 5 Li 6 Ke 1,TL 0,Ly 0 Tebing Dudumahan 3 6 Ds 1 Lm 2 Li 3 Ke 1,TL 1,Ly 2 Ili Kerekere 5 7 Li 6 Ke 1,TL 1,Ly 2 Ili Kerekere 5 8 Li 2 Ke 5,TL 0,Ly 0 Leang Bulu Sipong 1 Ds 1 Lm 1 Li 0 Ke 1,TL 0,Ly 0 Risatot, Pulau Arguni 2 9 Li 0 Ke 3,TL 0,Ly 0 Sunu Taraleu 4 10 Ds 1 Lm 3 Sunu Taraleu 4 11 Ke 1,TL 0,Ly 3 Lene Cece 5 12 Li 6 Ke 3,TL 1,Ly 4 Gua Kobori 6 13 Ke 4,TL 1,Ly 4 Gua Kobori 7 14 Ds 4 Lm 1 Li 6 Ke 3,TL 0,Ly 0 Gua Metanduno 4 15 Ds 4 Lm 2 Li 0 Ke 1,TL 0,Ly 3 Sunu Taraleu 5 Dari tabel 4.18, diketahui bahwa terdapat lima tipe motif perahu pada sembilan situs yang menunjukkan teknologi gerak perahu pada motif perahu seni cadas di Indonesia. Tipe Ds 1 Lm 3 merupakan tipe dengan jumlah motif perahu terbanyak dan bervariasi pada teknologi geraknya. Umumnya bentuk dasar melengkung dengan lambung garis, ragangan, dan solid yang diketahui teknologi gerak perahunya. Teknik gerak perahu diketahui dari motif perahu yang digambarkan beserta figur manusia dengan alat gerak perahunya. Penggambaran teknik gerak perahu paling banyak digambarkan mada motif-motif perahu di kawasan Tutuala, Timor Leste yaitu sebanyak delapan motif. Sebanyak 52 motif (sekitar 78% dari 67 motif perahu) tidak teridentifikasi teknik geraknya karena tdak digambarkan beserta figur manusia atau tidak disertai kemudi pada motif perahunya. Macam-macam cara ini menunjukkan bahwa motif-motif perahu seni cadas dapat merekam pengetahuan dalam mengendalikan perahu pada karakter perairan di sungai, pesisir pantai, maupun antar pulau. Seperti motif 1.2.1, yang memperlihatkan penggunaan tongkat sebagai pengendali, dan motif yang menggunakan dayung. Kedua motif tersebut memperlihatkan manusia dengan posisi berdiri menggerakkan perahu ke arah yang diinginkan. Cara ini umumnya

172 156 digunakan pada perairan yang dangkal baik di sungai, rawa-rawa maupun di muara sungai. Cara atau sikap mendayung berdiri pada motif perahu masih dapat dijumpai pada suku-suku di kawasan Papua Barat. Foto 4.1. Perahu yang dioperasikan dengan sikap mendayung berdiri yang mirip dengan motif Selain itu, teknik mendayung keempat menunjukkan bahwa telah ada pembagian fungsi dalam menjalankan perahu, yaitu satu orang menggunakan dayung atau kemudi sebagai pengendali perahu dan yang lain sebagai penggerak perahu. Teknik selanjutnya menunjukkan bahwa diperkirakan ukuran kemudi berkembang mengikuti ukuran perahu yang semakin besar dan telah memiliki layar sebagai penggerak utama perahu. perahu pada mencerminkan pengetahuan bahwa perahu digerakkan oleh dua tenaga yaitu layar dan dayung. Selain itu, diperkirakan motif perahu ini juga dipergunakan untuk pelayaran jarak jauh, karena terdapat struktur di bawah layar dan menggunakan kemudi untuk mengarahkan perahu. Pada motif perahu seni cadas tampaknya terdapat dua tipe kemudi yang digunakan untuk mengendalikan perahu yaitu kemudi tunggal (motif 2.2.2) dan kemudi ganda (motif 2.2.3) yang diperkirakan untuk pelayaran antar pulau. Dari 10 tipe motif perahu hanya lima tipe motif perahu yang diketahui teknik gerak perahunya, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua tipe dapat diketahui teknik gerak perahunya karena tidak digambarkan dengan figur manusia dan komponen atribut kemudi perahunya. Pengetahuan mengenai teknik mengemudikan perahu ini menunjukkan bahwa motif-motif perahu pada seni cadas memiliki nilai arkeologis yang penting yang mampu merekam dan menampilkan aspek perilaku dari apa yang digambarkan pada motif perahu tersebut.

BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA

BAB 3 DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA BAB DESKRIPSI MOTIF PERAHU PADA SENI CADAS DI INDONESIA Berdasarkan data foto dan gambar yang dapat dikumpulkan dari hasil penelitian mengenai seni cadas pada situs-situs di Indonesia dan sekitarnya (Sarawak

Lebih terperinci

Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia. Adhi Agus Oktaviana

Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia. Adhi Agus Oktaviana Teknik Menggerakkan Perahu yang terekam dalam Seni Cadas sebagai Kekayaan Seni dan Maritim di Indonesia Adhi Agus Oktaviana Abstrak Perahu merupakan sarana transportasi air yang memiliki nilai penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia

BAB I PENDAHULUAN. cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gambar cadas merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang cukup populer di dunia. Gambar cadas merupakan suatu karya manusia yang memiliki pola tertentu

Lebih terperinci

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH

JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERAHU TRADISIONAL NUSANTARA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERAHU TRADISIONAL NUSANTARA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI PERAHU TRADISIONAL NUSANTARA Dalam rangka mendapatkan gambaran yang jelas mengenai motif perahu pada seni cadas di Indonesia diperlukan pendalaman materi atau tinjauan pustaka

Lebih terperinci

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora Flora sebagai sumber objek motif ragam hias dapat dijumpai hampir di seluruh pulau di Indonesia. Ragam hias dengan motif flora (vegetal) mudah dijumpai pada barang-barang

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN Bambang Sugiyanto Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; Telepon

Lebih terperinci

Adhi Agus Oktaviana PENGAPLIKASIAN PLUGIN DSTRETCH PADA PEREKAMAN GAMBAR CADAS DI INDONESIA. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,

Adhi Agus Oktaviana PENGAPLIKASIAN PLUGIN DSTRETCH PADA PEREKAMAN GAMBAR CADAS DI INDONESIA. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, PENGAPLIKASIAN PLUGIN DSTRETCH PADA PEREKAMAN GAMBAR CADAS DI INDONESIA Adhi Agus Oktaviana Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jln. Raya Condet Pejaten No.4, Jakarta Pos-el: aaoktaviana@gmail.com - Diskusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing,

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang. Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing, BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Seni cadas adalah gambar yang terdapat pada dinding gua atau ceruk, tebing, dan batu. Seni cadas merupakan salah satu fenomenal dalam dunia arkeologi yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak)

JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) JEJAK BUDAYA PENUTUR AUSTRONESIA PADA SITUS KAMPUNG FORIR, FAKFAK (The Last Vestiges of The Austronesian Culture in Kampung Forir Site, Fakfak) Sri Chiirullia Sukandar Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele,

Lebih terperinci

SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR

SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR SENI CADAS DI WILAYAH BIAK TIMUR Erlin Novita Idje Djami (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Rock art in East Biak is an interesting subject to be examined. Its carved technique and motifs offer many important

Lebih terperinci

TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU. Marlon NR Ririmasse

TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU. Marlon NR Ririmasse TINJUAN KEMBALI SENI CADAS DI MALUKU Marlon NR Ririmasse Abstract Rock Art sites in Mollucas is a part of Rock Art Bridge over Mainland Asia, South East Asia Archipelago, to Australia and Oceania. Although

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

Eksistensi gambar tangan negatif pada gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna, Sulawesi Tenggara

Eksistensi gambar tangan negatif pada gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Eksistensi gambar tangan negatif pada gambar cadas di kawasan karst Pulau Muna, Sulawesi Tenggara Adhi Agus Oktaviana Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian

Lebih terperinci

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Prana Nusa Putra C KRIYA TEKSTIL SURAKARTA

SKRIPSI. Oleh. Prana Nusa Putra C KRIYA TEKSTIL SURAKARTA EKSPRESI ESTETIK KAIN NAMPAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Kriya Seni/ Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Oleh Prana Nusa Putra

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Tembikar merupakan salah satu tinggalan arkeologi yang penting dalam mempelajari kehidupan manusia masa lalu. Berbagai informasi dapat diperoleh dari artefak berbahan tanah liat ini, mulai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia

BAB V PENUTUP. Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pemanfaatan gua-gua atau ceruk di sekitar pegunungan karst berasal dari Asia Tenggara menjelang akhir plestosen, yang didasarkan akan adanya kebutuhan manusia akan tempat yang

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Proses sejarah yang panjang serta kondisi geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Artefak obsidian..., Anton Ferdianto, FIB UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penelitian Pada awal abad ke 20, Pulau Jawa menjadi pusat penelitian mengenai manusia prasejarah. Kepulauan Indonesia, terutama Pulau Jawa memiliki bukti dan sejarah

Lebih terperinci

LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU. Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas

LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU. Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas LUKISAN CADAS: SIMBOLIS ORANG MALUKU Rock Painting: The Symbolic of People in The Moluccas Lucas Wattimena Balai Arkeologi Ambon Jl. Namalatu Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe - Kota Ambon 97118 Email : lucas.wattimena@yahoo.com

Lebih terperinci

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian, Bab 4 Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Alur Pembelajaran Pengertian Menerapkan Ragam Hias pada Bahan Kayu Ragam hias Teknik Menggambar Ragam Hias Ukiran Melukis Ragam Hias di Atas Bahan Kayu Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

Software Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004 Copyleft 2004 Digital Journal Al-Manär. Alif Muttaqin

Software Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004 Copyleft 2004 Digital Journal Al-Manär. Alif Muttaqin Masjid 2000: Ensiklopedi Masjid Se-Indonesia Alif Muttaqin LISENSI DOKUMEN Copyleft: Digital Journal Al-Manar. Lisensi Publik. Diperkenankan untuk melakukan modifikasi, penggandaan maupun penyebarluasan

Lebih terperinci

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil Penerapan ragam hias flora, fauna, dan geometris pada bahan tekstil banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Penerapan ragam hias pada bahan tekstil dapat dilakukan dengan cara membatik, menenun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN

TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH DI LEANG UHALLIE, KABUPATEN BONE, SULAWESI SELATAN Irsyad Leihitu, Tipologi Motif Cap Tangan Prasejarah di Leang Uhallie, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan PARADIGMA JURNAL KAJIAN BUDAYA Vol. 6 No. 2 (2016): 207 218 207 TIPOLOGI MOTIF CAP TANGAN PRASEJARAH

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL ULANGAN KENAIKAN KELAS SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2015/2016. Tema 8 : Bumi dan Alam Semesta Nama :... Kelas : III (tiga)

LATIHAN SOAL ULANGAN KENAIKAN KELAS SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2015/2016. Tema 8 : Bumi dan Alam Semesta Nama :... Kelas : III (tiga) LATIHAN SOAL ULANGAN KENAIKAN KELAS SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2015/2016 a. museum b. planetarirum c. auditorium d. podium 5. Daerah yang dekat dengan laut atau pantai adalah dataran... a. rendah b. tinggi

Lebih terperinci

PRASEJARAH INDONESIA

PRASEJARAH INDONESIA Tradisi Penguburan Jaman Prasejarah Di Liang Bua dan Gua Harimau E. Wahyu Saptomo Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta PRASEJARAH INDONESIA Prasejarah Indonesia dapat dibagi dua yaitu: - Prasejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2)

Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia (2) Matakuliah : R077 Arsitektur Tradisional Tahun : Sept - 009 Penelaahan deskriptif dan grafis rumah tradisional di pemukiman etnik tertentu di Indonesia () Pertemuan 4 PENGENALAN RUMAH TRADISIONAL SUKU-SUKU

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia BAB V PENUTUP Manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam hal ini makanan, telah mengembangkan teknologi pembuatan alat batu. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran. Nopsi Marga Handayani Sekar Manik Pranita

Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran. Nopsi Marga Handayani Sekar Manik Pranita Observasi Migrasi Manusia di Situs Manusia Purba - Sangiran Nopsi Marga Handayani 14148118 Sekar Manik Pranita - 14148159 Perjalanan Panjang Manusia Sebelum abad ke-18 Gagasan evolusi muncul Abad ke-18

Lebih terperinci

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA Nama : Muhammad Bagus Zulmi Kelas : X 4 MIA No : 23 SENI RUPA Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN PENGANTAR ARSITEKTUR MINGGU - 1 TIM DOSEN : AP, LS, VW, RN, OI, SR DAFTAR PUSTAKA Apa Itu Kebudayaan? Kebudayaan Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dipunyainya

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN

LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN LAPORAN PENGAMATAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn. Sartika Devi Putri E.A.A NIM. 14148115 Angga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman hasil kebudayaan. Keanekaragaman hasil kebudayaan itu bisa dilihat dari wujud hasil kebudayaan

Lebih terperinci

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Oleh : Jesicarina (41182037100020) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNKASI

Lebih terperinci

Kajian Awal Fungsi Gua dan Wilayah Sebaran Situs Gua Di Maluku dan Maluku Utara. Syahruddin Mansyur*

Kajian Awal Fungsi Gua dan Wilayah Sebaran Situs Gua Di Maluku dan Maluku Utara. Syahruddin Mansyur* Kajian Awal Fungsi Gua dan Wilayah Sebaran Situs Gua Di Maluku dan Maluku Utara Syahruddin Mansyur* Abstract Cave Exploiting tradition have been started since a period Plestocen For till A period of Holocen.

Lebih terperinci

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

L2B Ahmad Farid R Museum Armada TNI AngkatanLaut Surabaya 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dua pertiga wilayahnya berupa perairan. Nenek moyang bangsa Indonesia juga pada mulanya bermigrasi dari daratan China Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris

ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ORNAMEN Pengertian ornamen secara umum Istilah ornamen berasal dari kata Ornare (bahasa Latin) yang berarti menghiasisedang dalam bahasa Inggris ornament berarti perhiasan. Secara umum ornament adalah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

Lukisan Dinding Gua ( ): Keterancaman dan Upaya Konservasinya

Lukisan Dinding Gua ( ): Keterancaman dan Upaya Konservasinya Lukisan Dinding Gua ( ): Keterancaman dan Upaya Konservasinya R. Cecep Eka Permana Departemen Arkeologi FIB UI, Depok, Jawa Barat 16424 Email: cecep1permana@yahoo.com Abstrak: Lukisan dinding gua merupakan

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Batu warna dan pasir warna adalah salah satu dari potensi pertambangan yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selain mangan, emas, dan marmer.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Indonesia adalah negara yang dua pertiga luas wilayahnya merupakan laut dengan jumlah pulau sekitar 17.500 buah yang hampir seluruhnya dibatasi laut kecuali

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya

Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Pengertian Seni Kriya, Fungsi, Macam & Contoh Seni Kriya Secara Umum, Pengertian Seni Kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4. Yunani. Cina. Vietnam. Yunan. Teluk Tonkin SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.4 1. Berdasarkan kesamaan artefak yang ditemukan menurut Prof. H.C Kern nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari wilayah...

Lebih terperinci

KONDISI GEOGRAFIS CHINA

KONDISI GEOGRAFIS CHINA CHINA WILAYAH CINA KONDISI GEOGRAFIS CHINA Dataran tinggi di bagian barat daya China dengan rangkaian pegunungan tinggi yakni Himalaya. Pegunungan ini berbaris melengkung dan membentang dari Hindukush

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah : Mata Pelajaran : Sejarah Kelas/Semester : X/2 Standar : 2. Menganalisis Peradaban dan Dunia 2.1. Menganalisis Kehidupan Awal Masyarakat Kehidupan Awal Masyarakat Teori

Lebih terperinci

KONDISI FISIK WILAYAH

KONDISI FISIK WILAYAH BAB I KONDISI FISIK WILAYAH GEOGRAFIS DENGAN AKTIVITAS PENDUDUK Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kalian mampu memahami hubungan antara kondisi fisik geografis suatu daerah dengan kegiatan penduduk.

Lebih terperinci

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH

TARI MANDAU TALAWANG. Di susun oleh : DAYA SAKTI KALIMANTAN TENGAH TARI MANDAU TALAWANG Di susun oleh : DAYA SAKTI SANGGAR BETANG TATU HIYANG KALIMANTAN TENGAH Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Aula KNPI Kota Palangka Raya Contact : 085249164999 085651304442 085252479944 KATA

Lebih terperinci

Budaya Banten Tingkat Awal

Budaya Banten Tingkat Awal XIX. Budaya Banten Tingkat Awal Penelusuran sejarah kebudayaan manusia sangat diperlukan sebagai rekam jejak untuk mengetahui tingkat peradaan suatu bangsa. Asal usul manusia yang tinggal di wilayah tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dalam menunjang keberhasilan pembangunan Bangsa dan Negara. Oleh karena itu perlu diupayakan langkah-langkah

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA MALUKU (Paparan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku) GAMBARAN UMUM Propinsi Maluku merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah 714.480 km 2 terdiri atas 92,4 % Lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 17.504 pada tahun 2004 menurut data dari Departemen Dalam

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nama geografis atau nama unsur rupabumi (topografi) baik dalam ucapan dan tulisan lahir dari sejarah kebudayaan manusia sejak manusia berhenti sebagai pengembara (nomaden).

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR BAGAN... x DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR BAGAN... x DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR BAGAN... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.

Lebih terperinci

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya Selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga termasuk kaya akan keragaman budaya. Beraneka ragam budaya dapat dijumpai di Negara ini. Keragaman budaya tersebut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT

KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT KAJIAN KERAJINAN UKIRAN KAYU SUKU ASMAT Oleh Hernis Novayanti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Univeristas Telkom. Abstrak Budaya mengukir di Asmat lahir dari upacara keagamaan. Di sebagian daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berubahnya teknologi batu ke teknologi logam, kehidupan manusia dalam segala aspek sosial, politik, maupun ekonomi menjadi semakin maju (Haryono, 2001: 1).

Lebih terperinci

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS A. Implementasi Teoritis Istilah kata celeng berasal dari sebagian masyarakat Jawa berarti babi liar. Jika dilihat dari namanya saja, sudah nampak bahwa

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DERMAGA PELABUHAN NAMLEA PULAU BURU KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-nya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre adventure

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre adventure BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre adventure game bertemakan Seni Budaya Dayak Punan sebagai upaya memperkenalkan Budaya Kalimantan. Hal

Lebih terperinci

BAB. Bentuk Permukaan Bumi

BAB. Bentuk Permukaan Bumi BAB 8 Bentuk Permukaan Bumi Ketika sedang belajar IPA, ibu guru bertanya kepada Dimas. "Ayo, sebutkan, terdiri dari apakah permukaan bumi kita?" Dimas menjawab, "Permukaan bumi kita terdiri atas daratan

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

MAKNA SIMBOLIS UKIRAN PADA MANDAU ( SENJATA TRADISIONAL ) KALIMANTAN BARAT

MAKNA SIMBOLIS UKIRAN PADA MANDAU ( SENJATA TRADISIONAL ) KALIMANTAN BARAT MAKNA SIMBOLIS UKIRAN PADA MANDAU ( SENJATA TRADISIONAL ) KALIMANTAN BARAT SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Unversitas Negeri Yogyakarta Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan).

Contoh fosil antara lain fosil manusia, fosil binatang, fosil pepohonan (tumbuhan). Kehidupan Manusia Pra Aksara Pengertian zaman praaksara Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman Praaksara yaitu zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi zaman Nirleka

Lebih terperinci

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta RAGAM HIAS TRADISIONAL Oleh: Kasiyan, M.Hum. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Pengertian Ragam Hias Ragam hias adalah bentuk dasar hiasan yang biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

Seni Rupa. (Sumber: Dok. Kemdikbud)

Seni Rupa. (Sumber: Dok. Kemdikbud) Seni Rupa Bab 1 Pembelajaran Menggambar Flora, Fauna, dan Alam Benda Kompetensi Inti KI 1 : Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,

Lebih terperinci

BUDAYA MARITIM NUSANTARA DAN GERAKAN KEMBALI KE LAUT

BUDAYA MARITIM NUSANTARA DAN GERAKAN KEMBALI KE LAUT BUDAYA MARITIM NUSANTARA DAN GERAKAN KEMBALI KE LAUT Gusti Asnan (Jur. Sejarah, Fak. Ilmu Budaya, Univ. Andalas Padang gasnan@yahoo.com) Berbincang mengenai budaya maritim Nusantara sesungguhnya membincangkan

Lebih terperinci

Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Legenda Gunung Tondoyan

Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Legenda Gunung Tondoyan LAPORAN TUGAS AKHIR Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Legenda Gunung Tondoyan Laporan DK 4097 Tugas Akhir DKV Semester I 2008/2009 NADIA MAHATMI 17405039 Pembimbing Hafiz Ahmad, M.Des NIP 132 207 730 INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 menetapkan bahwa wilayah daerah provinsi terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh

Lebih terperinci

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM

TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM TRADISI PENGUBURAN DALAM GUA DAN CERUK PADA MASYARAKAT WEB DI KAMPUNG YURUF DISTRIK WEB KABUPATEN KEEROM Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Burial in caves and niches on the Web is a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan keramik asing di Indonesia dari berbagai negara sudah masuk ke Indonesia sejak jaman prasejarah, dibuktikan dengan temuan tertua berupa keramik Tiongkok

Lebih terperinci

Hiasan teknis. Bentuk hiasan yang disamping berguna sebagai hiasan juga memiliki fungsi yang lain. (lihat gambar 3)

Hiasan teknis. Bentuk hiasan yang disamping berguna sebagai hiasan juga memiliki fungsi yang lain. (lihat gambar 3) A. Ornamen Ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ornare yang artinya hiasan atau perhiasan. Yang dimaksud menghias di sini adalah mengisi sesuatu yang semula kosong menjadi terisi hiasan,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Ajeng Rizki Nugraheni

TUGAS AKHIR SKRIPSI. Oleh: Ajeng Rizki Nugraheni PEMBAGIAN KERJA DAN CURAHAN WAKTU KERJA WANITADALAM RUMAH TANGGA PETANI KARET DI DESA KARANG AGUNG DAN SUMBER MULYA KECAMATAN LUBAI ULU KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN TUGAS AKHIR SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Pelajaran

Ringkasan Materi Pelajaran Standar Kompetensi : 5. Memahami hubungan manusia dengan bumi Kompetensi Dasar 5.1 Menginterpretasi peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi 5.2 Mendeskripsikan keterkaitan unsur-unsur geografis dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA 4 IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : MENGENALI POTENSI GEOGRAFIS DESA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Membangun pemahaman

Lebih terperinci