BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud disini adalah mengkaji aspek-aspek mendasar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masa lalu. Salah satu aspek dari kehidupan masa lalu yang menarik perhatian arkeologi adalah kehidupan sosial. Namun kajian terhadap kehidupan sosial terkadang menghadapi kendala berupa terbatasnya data yang dapat mewakili. Tidak banyak situs arkeologi yang menyediakan data yang mampu membantu rekonstruksi kehidupan sosial. Salah satu situs yang berpotensi menyediakan data untuk rekonstruksi kehidupan sosial adalah situs Benteng Somba Opu. Situs Benteng Somba Opu merupakan sebuah situs arkeologi dari periode Islam di Nusantara. Letaknya di Kelurahan Somba Opu, Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Situs ini menurut sejarahnya merupakan tinggalan dari Kerajaan Gowa-Talo dan sempat menjadi pusat pemerintahan pada abad XVI-XVII. Kesimpulan tersebut diperoleh oleh Mukhlis (1975) dalam penafsirannya terhadap buku Sejarah Gowa. Mukhlis menekankan bahwa Benteng Somba Opu telah ada pada awal abad XVI namun baru dijadikan istana pada masa pemerintahan Tunipallangga ( ) sebagai akibat majunya perdagangan maritim di Makassar pada waktu itu (Bulbeck 2005 : 128). Kondisi masyarakat Makassar pada abad XVII sering kali dapat diketahui melalui catatan-catatan harian istana ataupun pedagang yang singgah. Tradisi

2 2 menulis catatan harian ini paling tua ditemui pada awal abad XVII menggunakan berbagai bahasa seperti Bahasa Makassar, Bugis, Arab, Romawi, dan Melayu (Ceperkovic, 2005 : 95). Catatan-catatan harian ini menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya pada abad XVII Makassar telah menjadi sebuah kawasan Kosmopolis tempat persinggahan pedagang dari berbagai penjuru bumi. Kejayaan perdagangan Makassar pada abad XVII juga didukung oleh temuan arkeologi. Survei permukaan yang dilakukan David Bulbeck tahun 1986 dalam The South Sulawesi Prehistorical and Historical Archaeology Project (SSHPHAP) menemukan keramik, utuh dan fragmen, di Kawasan Situs Benteng Somba Opu. Pecahan keramik tersebut dipertanggalkan secara relatif berasal dari akhir abad XVI. Keramik tersebut merupakan keramik import dari China, Thailand, dan Vietnam (Bulbeck, 1992, dalam Bulbeck 2005 : 129). Kepurbakalaan di Situs Benteng Somba Opu cukup rumit karena merupakan gabungan antara situs pemukiman, pemakaman, dan benteng pertahanan. Pada situs ini terdapat data arkeologis berupa fitur yaitu dinding benteng yang terbuat dari tanah maupun bata, pemakaman, dan sisa-sisa pemukiman. Selain itu terdapat pula temuan berupa artefak, sebagian besar artefak ini merupakan artefak pecah belah (gerabah dan keramik). Temuan artefak di situs ini cukup banyak dan menarik perhatian untuk dikaji lebih lanjut. Kajian yang mungkin dilakukan adalah menganalisis fungsinya : digunakan untuk aktifitas sesuai fungsinya pada kehidupan sehari-hari atau lebih bersifat simbolik dan digunakan pada kegiatan ceremonial. Lebih jauh lagi, nilai simbolik dari artefak tersebut dapat dinilai lebih jauh untuk melihat nilai (antrophy) dari benda tersebut. Dengan mengklasifikasi temuan tersebut, diharapkan dapat diinterpretasi bagaimana kehidupan sosial masa lalu.

3 3 Sebagian besar artefak yang ditemukan di Situs Benteng Somba Opu adalah artefak pecah belah (keramik dan gerabah). Artefak pecah belah merupakan temuan yang umum ditemukan di semua situs arkeologi. Keramik dan gerabah memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya gerabah merupakan sebuah teknologi untuk memenuhi kebutuhan wadah untuk menyimpan bahan makanan untuk waktu konsumsi yang relatif lama. Di sisi lain, selain digunakan dalam aktivitas sehari-hari (utilitarian), gerabah juga kerap digunakan sebagai alat perlengkapan religius suatu komunitas (ceremonial) (Soegondho, 1995 : 1). Pada perkembangannya, wadah-wadah dengan jenis yang lebih beragam dibuat dengan tujuan estetis dan lebih bertujuan sebagai barang mewah yang menandakan prestise pemiliknya (Soegondho, 1995 : 3). Oleh karena itu, pada penelitian ini artefak pecah belah akan lebih sering dibahas meskipun tidak menutup kemungkinan adanya kajian terhadap artefak jenis lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kehidupan sosial penduduk Benteng Somba Opu pada Abad XVI-XVII berdasarkan interpretasi artefak pecah belah. Kehidupan sosial yang ingin dikaji antara lain : stratifikasi sosial, relasi antar kelas, dan determinasi ekonomi yang menandai batas-batas kelas sosial tersebut. Keterkaitan artefak pecah belah dengan data lain seperti tata letak dan struktur bangunan serta catatan sejarah juga akan digunakan sebagai data sekunder untuk membantu interpretasi.

4 4 B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menjawab masalah : Bagaimanakah stratifikasi sosial penduduk Benteng Somba Opu abad XVI-XVII dilihat dari temuan artefak pecah belah yang ada? Sesuai dengan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji ulang data arkeologis, khususnya artefak pecah belah, yang pernah ditemukan di Situs Benteng Somba Opu. 2. Menginterpretasi stratifikasi sosial penduduk Benteng Somba Opu abad XVI-XVII berdasarkan temuan artefak pecah belah. 3. Menghadirkan sebuah narasi interpretatif baru mengenai Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo. i C. Tinjauan Pustaka Penelitian ini mencoba lebih berfokus pada kehidupan sosial di masa lalu. Beberapa terminologi tidak menggunakan referensi umum. Untuk itu, dalam bagian ini penggunaan istilah yang diacu akan dijelaskan. Benteng Somba Opu merupakan sebuah kota-kerajaan yang diperkuat dengan sebuah benteng. Seperti sebuah benteng pada umumnya, Benteng Somba Opu memiliki dinding (fortifikasi) yang berfungsi sebagai pelindung ataupun pemisah bagian dalam benteng. Pada umumnya, sebutan benteng digunakan untuk menyebut dinding dan daerah di dalamnya. Namun, dalam tulisan ini, sebutan benteng pada Benteng Somba Opu lebih tepat diartikan sebagai suatu kawasan yang meliputi baik kota-kerajaan yang berada di dalam

5 5 dinding maupun pemukiman pendukung pyang berada di sisi luar dinding benteng. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal di dalam suatu tempat tertentu dengan batas yang jelas dengan faktor utamanya adalah hubungan yang kuat di dalam anggota kelompok. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009 : 118). Benteng Somba Opu pada abad XVI- XVII digambarkan sebagai sebuah kawasan dagang yang ramai oleh pedagang asing. Keberadaan pedagang asing yang menetap hanya untuk beberapa musim membuat sebutan masyarakat tidak tepat untuk menyebut penghuni Benteng Somba Opu kala itu. Sebagai ganti dari istilah masyarakat, Istilah penduduk. Istilah penduduk yang digunakan dalam tulisan ini tidak sepenuhnya mengacu pada arti masyarakat melainkan lebih dekat pada formasi sosial. Formasi sosial adalah istilah ekonomis untuk menyebut hubungan antar orang dalam kehidupan bersama tanpa mempedulikan identitas bersama (Mulyanto, 2011; 244). Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial adalah pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara vertikal (Soekanto, 1990 : 252). Dalam kajian ini, stratifikasi sosial disesuaikan dengan penyebutan formasi sosial sebagai penduduk. Maka stratifikasi sosial dalam penelitian ini lebih tepat bila diartikan sebagai tatanan vertikal penduduk suatu wilayah. Tentu saja dalam terminologi ini pedagang yang singgah hanya dalam waktu beberapa bulan dihitung sebagai penduduk. Penelitian arkeologis pertama di Benteng Somba Opu dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerjasama dengan Suaka Peninggalan Sejarah

6 6 dan Purbakala Sulawesi Selatan pada tahun Tahun 1980, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional kembali melakukan survey permukaan di kawasan Benteng Somba Opu. Penelitian ini dilanjutkan pada Tahun 1986, Francis David Bulbeck dalam The South Sulawesi Prehistorical and Historical Archaeology Project. Bulbeck melakukan penelitian arkeologis dan historis pada berbagai situs peninggalan, terutama benteng, Kerajaan Gowa-Tallo (Bulbeck, 2005 : 114). Pada akhir dekade 1980, penelitian di Benteng Somba Opu mulai intensif. Pada 1987, penggalian dilakukan oleh mahasiswa dengan monitor dari Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan. Kegiatan ini menemukan banyak struktur, artefak, dan ekofak. Pada tahun 1989, penggalian kembali dilakukan dalam rangka penyelamatan. Penggalian tahun 1989 ini terkait dengan proyek pembangunan Taman Miniatur Sulawesi Selatan pada tahun 1991 oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi pertama yang menyinggung Benteng Somba Opu, meskipun tidak secara khusus, adalah skripsi tahun 1983 karya Darwas Rasyid melakukan penelitian untuk kepentingan tugas akhir Jurusan Sejarah Universitas Hasanuddin dengan judul Benteng-Benteng Pertahanan Kerajaan Gowa. Pada tugas akhirnya ini, Rasyid mencoba menjelaskan fungsi dan latar belakang sejarah berdirinya benteng-benteng pertahanan Kerajaan Gowa (Rasyid, 1983, Rostia, 2006). Hasir Sonda (1999) melakukan penelitian untuk tugas akhir studi pasca sarjananya di Universitas Indonesia dengan judul Benteng-Benteng Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan Tinjauan Bentuk dan Fungsinya (Kajian Arkeologi Sejarah). Dalam tesisnya, Hasir Sonda menjelaskan fungsi keenam benteng pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo berdasarkan kajian arkeologi kesejarahan.

7 7 Terakhir tahun 2005, penelitian untuk tugas akhir juga dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Arkeologi, Universitas Hasanudim, Muhammad Iqbal dengan judul Determinasi Lingkungan dalam Penempatan Benteng-Benteng Kerajaan Gowa abad ke-16 hingga ke-17. Dalam karyanya, Iqbal mencoba menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keletakan benteng-benteng Kerajaan Gowa-Talo (Rostia, 2005, Saputri, 2013). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan pada Benteng Somba Opu dapat disimpulkan bahwa penelitian lebih cenderung bersifat umum. Benteng Somba Opu dipandang sebagai salah satu benteng pertahanan Kerajaan Gowa- Tallo dan dikaji dalam konteks makro. Ekskavasi yang dilakukan lebih sering bersifat penyelamatan (salvation). Ekskavasi penyelamatan di suatu situs arkeologi bertujuan untuk menyelamatkan data arkeologis yang terancam kerusakan. Oleh karena tujuannya itu ekskavasi penyelamatan lebih fokus pada perekaman data sehingga menyisakan banyak data untuk dikaji lebih lanjut. Penelitian berfokus pada benteng sebagai tempat pertahanan dan istana. Penelitian Bulbeck lebih memfokuskan pada teknologi konstruksi bangunan pertahanan. Sementara itu, penelitian Iqbal, Sonda, dan Rasyid mengkaji sejarah dan faktor-faktor yang mempengaruhi keletakan Somba Opu dan bentengbenteng lainnya sebagai pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo abad XVI-XVII. Pendekatan yang telah dilakukan antara lain: pendekatan kesejarahan dan lingkungan. Hal ini menyisakan celah untuk melakukan penelitian lain dengan pendekatan yang berbeda, seperti misalnya kajian interpretatif yang menekankan pada stratifikasi sosial yang ada pada masa lalu.

8 8 D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penalaran induktif. Penalaran ini adalah penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum (Tanudirjo, 1989: 34). Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian interpretatif-teoritis. Penelitian dengan strategi ini mencoba melakukan sintesis terhadap informasi-informasi yang telah didapatkan sebelumnya (Tanudirjo, 1989: 35). Dalam penelitin ini informasi-informasi itu akan dicoba ditafsirkan untuk menggambarkan kondisi sosial penduduk Benteng Somba Opu pada masa lalu. Pemahaman sejarah dalam penelitian ini adalah pemahaman posmodern. Pemahama sejarah ini adalah sebuah pemahaman yang berlandaskan paradigma yang meyakini sejarah sebagai sebuah narasi, bukan sebagai fakta. Pemahaman ini memandang kajian mengenai masa lalu sebagai sesuatu yang idealistik dan tidak mungkin bersikap netral ii (Jenkins, 1997 :5). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hermeneutik. Kajian hermeneutika arkeologi adalah sebuah metode penafsiran arkeologi paska-prosesual yang mengedepankan komentar-komentar kritis dan kesadaran mengenai subjektifitas dalam memaknai data. Dalam pendekatan ini tinggalan budaya masa lalu dipandang sebagai sebuah simbol bahasa. Simbol bahasa tersebut sejatinya tidak memiliki arti jika dikaji secara terpisah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, artefak akan dikaji berdasarkan konteksnya. Artefak pecah belah hanya menjadi sebuah media bahasa simbol yang menjelaskan bahasa dari masa lalu (Shaw, 1999 : 573). Langkah-langkah penelitian ini dapat dibagi kedalam tiga tahap:

9 9 I.Pengumpulan data Tahap pengumpulan data adalah tahap awal dari sebuah penelitian induktif. Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan ke dalam data primer dan sekunder. Pembagian data ini bukan berdasarkan cara memperolehnya (first hand/second hand) melainkan berdasarkan stratusnya dalam analisis. Data primer penelitian ini adalah temuan artefak di Benteng Somba Opu. Temuan artefak di Benteng Somba Opu yang diperoleh dari berbagai penelitian sebelumnya akan dikumpukan dan dirangkum dalam bentuk deskripsi kualitatif dan kuantitatif. Setidaknya ada tiga data yang merupakan hasil penelitian yang digunakan sebagai data primer dalam penelitian ini. Data tersebut antara lain adalah hasil survei Francis David Bullbeck pada tahun 1986, laporan ekskavasi yang dilakukan tim Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan pada tahun 1992, dan hasil klasifikasi koleksi keramik Museum Karaeng Pattingaloang yang dilakukan Muslimin Effendy. iii Selain data penelitian terdahulu, observasi juga menjadi data pada penelitian ini. Hasil observasi dilapangan kemudian digunakan sebagai verifikasi data-data tekstual maupun digunakan sebagai pembantu interpretasi. Observasi dilakukan dengan pengamatan situs secara langsung. Pengamatan meliputi daerah Situs Benteng Somba Opu dan sekitarnya serta Museum Karaeng Pattingaloang beserta koleksinya. Pengamatan situs Benteng Somba Opu dilakukan beberapa kali dengan jangka waktu yang acak. iv Data sekunder dalam penelitian ini adalah kajian pustaka dan data-data lain yang digunakan sebagai alat bantu interpretasi. Studi pustaka akan dilakukan untuk memperoleh pengetahuan umum mengenai benteng-benteng di

10 10 Nusantara, khususnya di Sulawesi Selatan. Data sekunder lain berupa gambaran keruangan benteng Somba Opu abad XVII termuat dalam berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain catatan harian kerajaan yang merupakan tradisi khas Sulawesi Selatan abad XVII (Ceperkovic, 2005 : 95). Selain itu, observasi yang dilakukan selama penelitian juga menghasilkan beberapa data yang dalam analisis ditempatkan sebagai data sekunder. II. Pengolahan Data Dari data yang dikumpulkan dari penelitian-penelitian terdahulu kemudian disinopsiskan untuk mendapatkan gambaran lebih besar dari artefak pecah belah di Benteng Somba Opu. Artefak-artefak tersebut akan dilihat karakteristiknya secara umum sehingga dapat dipahami keberadaannya. Pemahaman mengenai keberadaan tersebut dapat digunakan untuk menggolongkan artefak-artefak sesuai jenisnya. Untuk artefak keramik, jenis atau gaya menjadi atribut utama yang dianalisis. Jenis atau gaya sebuah keramik dapat menjelaskan asal maupun waktu pembuatannya, sedangkan untuk artefak gerabah, bentuk dan motif hias menjadi atribut utamanya. Dengan melihat penyelesaiannya dapat diperkirakan value atau nilai dari artefak tersebut. Nilai secara mekanis adalah jumlah dari waktu kerja yang diperlukan secara sosial untuk memproduksi komoditi (Mulyanto, 2011: 145). Sedangkan bentuk dapat digunakan untuk memperkirakan fungsi artefak tersebut. Lokasi penemuan juga menjadi data yang penting. Artefak juga akan diklasifikasikan sesuai dengan lokasi penemuannya. Hal ini diiharapkan dapat memberikan konteks yang lebih jelas pada artefak.

11 11 III. Interpretasi Pada tahap interpretasi data primer kemudian disintesiskan dengan informasi-informasi lain yang menjadi data sekunder untuk memperoleh kesimpulan baru. Data artafektual yang telah diklasifikasikan berdasarkan atribut yang telah ditentukan kemudian diinterpretasi untuk mendapatkan gambarangambaran mengenai masalah penelitian. Dalam hal ini stratifikasi sosial penduduk Benteng Somba Opu pada abad XVI-XVII. Interpretasi dibantu dengan data lain berupa informasi dan teori yang berkaitan. Pendekatan hermeneutik dalam interpretasi arkeologi menekankan pemberian makna pada suatu objek materi sesuai dengan konteksnya. Maka pada tahap interpretasi ini artefak pecah belah yang telah dikaji karakteristik dan konteksnya akan ditafsirkan berdasarkan informasi-informasi yang berkaitan. Informasi tersebut berupa data arkeologis lain, data sejarah, maupun data etnografis. Data arkeologis lain dapat membantu memahami keberadaan artefak pecah belah dalam konteks sistem maupun konteks arkeologisnya. Keterkaitan artefak pecah belah dengan fitur-fitur di dekatnya maupun artefak lain merupakan sebuah koneksi simbol yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian, data itu saja tidak cukup untuk memperoleh pemahaman mengenai masa lalu. Data sejarah merupakan data yang digunakan untuk melengkapi penjelasan menegenai data-data arkeologi. Catatan-catatan asing maupun lokal serta sketsa-sketsa VOC sebelum penyerangan ke Benteng Somba Opu dapat membantu menggambarkan keberadaan Benteng Somba Opu pada masa lalu. Data etnografis, diperlukan untuk memahami budaya masyarakat pendukung Benteng Somba Opu. Meskipun dari segi temporal masyarakat

12 12 Makassar saat ini dan masyarakat Makassar yang menghuni Benteng Somba Opu terpisah beberapa ratus tahun, namun masih ada pola-pola yang bisa dikatakan telah ada sejak dahulu. Pola-pola tersebut dapat kembali dipertegas dengan melihat data sejarah atau naskah-naskah tua yang menjelaskan kehidupan masyarakat Makassar masa lalu.

13 i Mengenai narasi sejarah Kerajaan Gowa-Tallo yang telah ada sebelumnya akan saya jelaskan pada bab selanjutnya. ii Karena pemahaman sejarah posmodern, saya meyakini bahwa tulisan ini merupakan sebuah narasi yang penuh dengan kepentingan dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, segala impresi, opini pribadi, pengalaman saat penelitian, dan berbagai faktor eksternal lain yang saya rasa sangat mempengaruhi karya ini akan saya tuliskan dalam catatan di akhir setiap bab sebagai kompensasi dari aturan penulisan skripsi yang berlaku. iii Hasil Survei proyek South Sulawesi Historical and Archaeology Project oleh David Bullbeck dimuat dalam disertasinya A Tale of Two Kingdoms: The Historical Archaeology of Gowa and Tallok, South Sulawesi, Indonesia, pada tahun Sedangkan hasil klasifikasi Muslimin Effendy dimuat dalam terbitan Jaringan Perdagangan Keramik: Makassar Abad XVI-XVII, tahun Saya rasa, tentang laporan ekskavasi cukup jelas. iv Pada beberapa kesempatan, saya melakukan observasi sambil mengikuti acara-acara kebudayaan yang berlangsung di sekitar situs. Saya merasa ini cukup penting karena dapat membantu saya memahami arti Benteng Somba Opu pada masa kini.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan keramik asing di Indonesia dari berbagai negara sudah masuk ke Indonesia sejak jaman prasejarah, dibuktikan dengan temuan tertua berupa keramik Tiongkok

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN 8.1. Kesimpulan 1. Selama abad ke-15 hingga ke-19 terdapat dua konsep pusat yang melandasi politik teritorial di Pulau Jawa. Kedua konsep tersebut terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai beragam kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan tersebut mempunyai unsur yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Proses sejarah yang panjang serta kondisi geografis

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara memiliki berbagai keistimewaan masing-masing. Proses pembuatan atau pembangunan rumah tersebut,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI PENDOKUMENTASIAN CAGAR BUDAYA (Pengantar Umum) Pengertian CAGAR BUDAYA Warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli

PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli APAKAH ARKEOLOGI Arkeologi terkait dengan identifiaksi atas jejak fisik manusia yang ditinggalakan oleh kehidupan masalampau ARKEOLOGI MARITIM Arkeologi

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan metode dan teknik penelitian, yang berupa: persiapan pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan ANALISIS BATU BATA Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa di Situs Sitinggil terdapat struktur bangunan berciri masa prasejarah, yaitu punden berundak. Namun, berdasarkan pada hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum BERKALA ARKEOLOGI terdiri dari dua kata yaitu dan. adalah sebutan dalam Bahasa Sansekerta untuk jenis kerang atau siput laut. dalam mitologi Hindhu digunakan sebagai atribut dewa dalam sekte Siwa dan Wisnu.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala Oleh Junus Satrio Atmodjo Mengapa Kita Harus Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan I La Galigo merupakan intangible heritage yang menjadi identitas masyarakat Sulawesi Selatan dan saat ini masih bertahan di tengah arus globalisasi. Salah satu cara untuk melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Batasan Pengertian Judul Museum :Gedung yg digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti yaitu sesuatu yang diciptakan Tuhan yang selalu berhubungan secara timbal

Lebih terperinci

SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA. Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan

SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA. Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan *Tenaga Pengajar pada FKIP UNSRI Jurusan IPS Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan 25 III. METODE PENELITIAN Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau yang sering disebut dengan metode. Metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka langkah-langkah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kain batik sudah menjadi semacam identitas tersendiri bagi masyarakat Jawa. Motif dan coraknya yang beragam dan memikat memiliki daya jual yang tinggi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Kulango Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Faktor yang mendorong manusia untuk melalukan kegiatan ekonomi pada awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang meliputi Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, dan Kesultanan Asahan, salah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri Sandal Barepan selama 38 tahun tersebut, maka perlu digunakan suatu metode penelitian sejarah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah laku manusia dengan tujuan untuk mengetahui seluruh cara hidupnya (Braidwood, 1960 dalam

Lebih terperinci

GERABAH MAMBANG JOMBANG: TRADISI PRASEJARAH YANG MASIH BERLANGSUNG SAMPAI SEKARANG SEBAGAI WUJUD ENKULTURASI. Oleh: Andik Suharyanto

GERABAH MAMBANG JOMBANG: TRADISI PRASEJARAH YANG MASIH BERLANGSUNG SAMPAI SEKARANG SEBAGAI WUJUD ENKULTURASI. Oleh: Andik Suharyanto GERABAH MAMBANG JOMBANG: TRADISI PRASEJARAH YANG MASIH BERLANGSUNG SAMPAI SEKARANG SEBAGAI WUJUD ENKULTURASI Oleh: Andik Suharyanto Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

Metode Dalam Penelitian

Metode Dalam Penelitian PERTEMUAN 2 Metode Dalam Penelitian Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) metode penelitian dimana penetapan dan pemilihan metode penelitian ini sangat berhubungan dengan desain dari penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan III. METODE PENELITIAN A. Metode yang digunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan menggunakan sumber primer dan sekunder sebagai objek penelitian. Metode Historis

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke jaman, seirama dengan perkembangan mode. Sekitar abad. berubah menjadi barang yang memiliki fungsi ekonomis di

BAB I PENDAHULUAN. ke jaman, seirama dengan perkembangan mode. Sekitar abad. berubah menjadi barang yang memiliki fungsi ekonomis di BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Proyek Batik di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dari jaman ke jaman, seirama dengan perkembangan mode. Sekitar abad XVIII, batik yang awalnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak peninggalan sejarah, baik yang berupa bangunan (candi, keraton, benteng pertahanan), maupun benda lain seperti kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia adalah Negara majemuk dimana kemajemukan tersebut mengantarkan Negara ini kedalam berbagai macam suku bangsa yang terdapat didalamnya. Keaneka ragaman suku

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Based on the research done, earthenware is found in Sentani Lake. The earthenware which is found in pieces,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 50 BAB III METODE PENELITIAN Adapun pertanyaan besar dalam penelitian dokumen ini adalah bagaimana kualitas soal Ujian Nasional mata pelajaran Matematika tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior BAB VII KESIMPULAN Studi ini berangkat dari dua gejala kontradiktif dari kehidupan orang Makeang. Orang Makeang di masa lalu adalah kaum subordinat dan dipandang kampungan, sedangkan orang Makeang masa

Lebih terperinci

DEFINISI PENELITIAN Soerjono Soekanto Sanapiah Faisal Soetrisno Hadi Donald Ary John Woody

DEFINISI PENELITIAN Soerjono Soekanto Sanapiah Faisal Soetrisno Hadi Donald Ary John Woody DEFINISI PENELITIAN Pengertian mengenai penelitian secara teoritis menurut para ahli, ialah sebagai berikut: Soerjono Soekanto Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada suatu analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini telah jelas terlihat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Konsekuensi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Judul Penelitian ini tentang Analisis Patung Figur Manusia Karya Nyoman Nuarta di Galeri NuArtSculpture Park. Pengambilan judul penelitian ini didasari oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia diawali melalui hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu kemudian berkembang ke berbagai

Lebih terperinci

Cagar Budaya Candi Cangkuang

Cagar Budaya Candi Cangkuang Cagar Budaya Candi Cangkuang 1. Keadaan Umum Desa Cangkuang Desa Cangkuang terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael menjelaskan penelitian deskriptif adalah melukiskan secara fakta atau karakteristik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian adalah cara-cara yang mengatur prosedur penelitian ilmiah pada umumnya, sekaligus pelaksanaannya terhadap masingmasing ilmu secara khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia memiliki ragam suku dan budaya, dalam proses pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah memiliki nilai sejarah. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang terdiri dari berbagai macam pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki kota-kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat dikatagorikan sebagai salah satu negara yang maju dari benua Eropa. Republik Perancis saat ini adalah

Lebih terperinci

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini mengenai konsep diri pada perempuan penderita tumor jinak payudara, metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Metode

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PERISTIWA SEJARAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PERISTIWA SEJARAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PERISTIWA SEJARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Sulawesi Selatan dan Barat terdapat empat etnik dominan dan utama, yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki ragam

Lebih terperinci

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Pentingnya Pengetahuan Arsitektur Mesjid Mesjid merupakan tempat untuk melaksanakan ibadah kaum muslimin menurut arti yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijabarkan mengenai latar belakang Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tesis perancangan ini berangkat dari permasalahan komunikasi atas kenangan dari masa lampau yang hadir dari sebuah situs cagar budaya melalui perancangan arsitektur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan hal penting dalam berbangsa karena sejarah adalah bagian dari kehidupan yang dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi bangsa yang lebih baik.

Lebih terperinci