HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kenampakan dan Tekstur PJT Pati jagung yang digunakan berupa serbuk putih halus, yang sesudah dicampur dengan HCl dan NaH 2 PO 4 Na 2 HPO 4 membentuk pasta, tetapi setelah dikenai gelombang mikro berubah menjadi kering.hal ini mengindikasikan telah terjadi reaksi taut silang fosfat pada kondisi basah (Fang et al. 2008) dan reaksi fosforilasi pada kondisi kering (Deetae et al. 2008).Panas yang timbul akibat gelombang mikro membuat air yang terdapat dalam campuran, baik yang ditambahkan maupun hasil reaksi esterifikasi menguap sehingga PJT membentuk granul kecil yang kasar (Gambar 1).Apabila digerus PJT menghasilkan serbuk yang lebih padat dibandingkan PJ. Gelombang mikro meningkatkan getaran air yang dapat menghancurkan susunan kristal lamelar amilopektin dan memecahkan granul PJ menjadi lebih rapat sebagaimana dilaporkan oleh Palav &Seetharaman (2007). Gambar 1 Pati jagung (kiri) dan pati jagung terfosforilasi (kanan) DSP PJT Berdasarkan hasil perhitungan serapan relatif C O P spektrum inframerah diperoleh kisaran DSP Nilai DSP maksimum sebesar didapat pada kondisi ph 6, daya gelombang mikro 500 W selama 10 menit (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa DSP yang dihasilkan tinggi karena menurut Stahl et al. (2007) DSP tinggi melebihi nilai Nilai ini lebih tinggi daripada yang telah dilakukan Jyothi et al. (2008)yang telah menyintesis pati singkong terfosforilasi dengan mencampurkan pati singkong dengan larutan Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 menghasilkan DSP , sehingga fosfat yang tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian ini yang menggunakanpadatan Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4. Reagen Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 Campuran Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 dipilih sebagai reagen fosforilasi karena tidak beracun, dapat menghasilkan DSP tinggi pada suasana asam dan basa (Stahl et al. 2007), dapat menyebarkan gelombang mikro dalam proses fosforilasi PJ 5

2 sehingga tumbukan lebih kuat (Ryyniinen 1995), dan memiliki nilai ph reaksi mendekati ph suspensi pati yang berkisar pada ph netral. Campuran Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 memiliki efisiensi reaksi yang lebih baik (Luo et al. 2009;Passauer et al.2010) apabila dibandingkan dengan natrium heksametafosfat (Maneesriraj et al. 1998), POCl 3 (Yoneya et al. 2003), epiklorohidrin (Ackar et al. 2010), trinatrium tripolifosfat (TNTPP) (Błaszczak et al. 2010), dan trinatrium trimetafosfat (TNTMP) (Sang et al. 2010). POCl 3 sangat efisien jika digunakan pada suspensi pati dengan keberadaan garam netral pada ph > 11.Epiklorohidrin sukar larut dalam air dan memiliki ukuran yang tidak seragam.selain itu POCl 3 dan epiklorohidrin beracun, mudah terbakar,dan dapat mencemari lingkungan (Nor-Nadiha et al. 2010).Natrium heksametafosfat, TNTPP, dan TNTMPmerupakan agen penaut silang yang efisien untuk patitetapi masih menghasilkan derajat substitusi yang rendah (Sang et al. 2010). Pengaruh Daya Gelombang Mikro pada Reaksi Fosforilasi Pati jagung terfosforilasi disintesis dengan mengatur daya gelombang mikro, waktu, dan ph reaksi fosforilasi untuk mendapatkan kondisi reaksi fosforilasi yang menghasilkan DSP maksimum. Pati jagung, HCl, dan campuran Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 apabila diberi gelombang mikro akan memposisikan diri terhadap gelombang mikrodalam hitungan detik sehingga bertumbukan dan bereaksi membentuk ikatan ester fosfat. Gelombang mikro menjadikan gugusfosfatmenjadi lebih reaktif terhadap pati dibandingkan pemanasan konvensional (Yu et al. 1996).Semakin tinggi daya, semakin tinggisuhu yang ditimbulkan.oleh karena itu daya yang digunakan dalam sintesis PJT tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menghanguskan campuran. Pada penelitian ini digunakan daya 500 dan 800 W. Pada daya 500 W dihasilkan DSP maksimumsebesar karena gelombang mikro yang diberikan dapat mereaksikan fosfat dengan gugus hidroksil pati dan menguapkan air tanpa merusak ikatan ester fosfat yang terbentuk (Luo et al. 2009). Hal berbeda ditunjukkan ketika daya gelombang mikro 800 W menyebabkan penurunan DSP PJTdibandingkan daya 500 W. Pemberian daya gelombang mikro lebih dari 800 W dapatmenghanguskan PJT dan memutuskan ikatan ester fosfat yang terbentuk.teknik gelombang mikro digunakan untuk memberikan energi maksimum melalui tumbukan (Deetae et al. 2008), menguapkan air yang dihasilkan,dan menghindari kemungkinan hidrolisis ikatan ester yang terbentuk. Pengaruh phpada Reaksi Fosforilasi Reaksi fosforilasi PJ memerlukan kondisi ph tertentu supaya reaksinya optimum.nilai DSP maksimum dicapai pada saat ph campuran 6.Pemberian gelombang mikro dapat meningkatkan gerakan HCl untuk bertumbukan, memotong ikatan hidrogen dan memudahkan ion fosfat bereaksi dengan OH pati bebas (Shogren 2003).Pada ph campuran 6, protonasi fosfat untuk reaksi fosforilasi akan lebih mudah terjadi dibandingkan reaksi hidrolisis ikatan glikosida. Hal ini senada seperti yang dilakukan oleh Błaszczak et al. (2010), yang menyatakan bahwa reaksi fosforilasi dapat menghasilkan DSP maksimum pada kisaran ph Pada saat ph campuran 4 dan 5, ikatan glikosida dalam pati 6

3 jagung dapat terhidrolisis sehingga protonasi fosfat berkurang. Akibatnya reaksi esterifikasi fosfat dengan gugus hidroksil pati jagung menjadi kurang optimum.hal ini dibuktikan dengan menurunnya nilai DSP pada saat ph campuran 4 dan 5.Reaksi fosforilasi pati secara umum terjadi pada ph basa, yaitu 8-11, apabila menggunakan pereaksi TNTMP dan TNTPP.Kondisi basa tersebut dibutuhkan untuk memutuskan fosfat dari senyawa TNTMP dan TNTPP yang dapat terjadi pada kondisi basa, selanjutnya bereaksi dengan gugus hidroksil pati. Gelombang mikro memungkinkan reaksi fosforilasi pati jagung terjadi pada ph netral, karena perekasi Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 dapat bereaksi dengan bantuan gelombang mikro pada kondisi netral. Pati fosfat dapat diklasifikasikan menjadi pati fosfat monoester dan pati fosfat diester. Pati fosfat monoester dapat dibuat dengan cara mereaksikan serbuk pati dengan TNTPPpada ph 7 dengan suhu ºC. Reaksi taut silang dapat dipercepat pada ph 8 10 menghasilkan pati fosfat diester.pada ph di bawah 9 gugus fosfat TNTPPmengalami protonasi membentuk pati monofosfat. Pada ph diatas 10, gugus OH pati dapat terionisasi menyerang pusat fosfat pada TNTPPmembentuk pati pirofosfat dan bereaksi lebih lanjut dengan menyerang gugus OH pati yang lain membentuk pati difosfat (Lim & Seib 1993). Pengaruh Waktupada Reaksi Fosforilasi Fosforilasi PJ dengan bantuan gelombang mikro memerlukan waktu 10 menit. Hal ini lebih cepat daripada yang dilakukan oleh Błaszczak et al. (2011) yang memerlukan waktu 2 jam untuk fosforilasi pati pada kondisi basa dan 45 menit jika dilakukan pada kondisi asam. Bahkan Sang et al. (2007) memerlukan waktu 3 jam untuk fosforilasi pati pada ph 11.5 dan suhu 45 º C.Waktu reaksi lebih dari 10 menit menunjukkan penurunan nilai DSP.Hal ini disebabkan setelah 10 menit campuran mendapatkan energi gelombang mikro yang berlebihan (Banik et al. 2003) yang dapat memutuskan ikatan ester fosfat yang terbentuk dan menghanguskan campuran (Luo et al.2009). Analisis DSP dengan Metode Permukaan Respons Berdasarkan hasil metode permukaan respons,faktor ph, daya gelombang mikro, dan waktu mempengaruhi keragaman nilai DSP fosforilasi PJ sebesar 72.6%. Ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap DSP PJT, semakin kecil nilai P, semakin kuat pengaruhnya. Daya gelombang mikro (P = 0.004) memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap DSP PJT dibandingkan ph (P = 0.014) dan waktu reaksi (P = 0.038) (Lampiran 2). Hal ini membuktikan bahwa teknik gelombang mikro sangat membantu proses fosforilasi PJ dibandingkan ph dan waktu reaksi.ketiga faktor tersebutdapat berinteraksi secara sinergis maupun antagonis dalam mempengaruhi nilai DSP PJT.Derajat subtitusi fosfat sangat dipengaruhi oleh interaksi daya gelombang mikro waktu (P = 0.005) dibandingkan interaksi ph daya (P = 0.006) dan ph waktu (P = 0.358) (Gambar 2).Hal ini sejalan dengan nilai DSP maksimum yang dihasilkan oleh pengaruh interaksi daya waktu, yaitu ±0.725, sedangkan interaksi ph daya memiliki nilai 7

4 DSP PJT yang lebih kecil ±0.030 dibandingkan DSP PJT akibat pengaruh interaksi sinergis ph waktu, yaitu sebesar A B C Gambar 2 Kontur dan grafik (A) interaksi ph daya terhadap nilai DSP, (B) kontur dan grafik interaksi ph waktu terhadap nilai DSP dan (C) kontur dan grafik interaksi daya waktu terhadap nilai DSP Model permukaan responssintesis PJT dengan bantuan gelombang mikro dapat dituliskan sebagai berikut: DSP= [( ) + ( ph) + ( daya) + ( waktu) ( ph daya) + ( ph waktu) ( daya waktu)]. Apabila model ini diuji pada kondisi maksimum sintesis PJT, yaitu ph 6, daya 500W dan waktu 10 menit menghasilkandsp sebesar Nilai tersebutsedikit lebih rendah dibandingkan DSP optimum 8

5 penelitian PJT, yaitu Terdapat pengaruh faktor lain sebesar 27.4% yang mempengaruhi nilai DSP PJT yang tidak dapat dijelaskan oleh daya gelombang mikro, ph dan waktu reaksi. Faktor lain ini dapat berupa ukuran partikel PJ, luas wadah reaksi, konsentrasi Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4, dan komposisi amilosaamilopektin dalam PJ. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai DSP maksimum diperlukan desain reaksi yang lebih detil untuk memperjelas pengaruh tiap-tiap faktor dalam mempengaruhi nilai DSP. Fosforilasi PJ lebih mudah terjadi pada amilosa dibandingkan amilopektin (Blennow et al. 2002).Teknik gelombang mikro menjadikan fosforilasi dapat terjadi pada keduanya karena selain membantu mereaksikan ion fosfat dengan gugus hidroksil pati melalui tumbukan, gelombang mikro juga dapat memotong struktur amilopektin dan menjadikannya lebih mudah bereaksi dengan ion fosfat (Palav & Seetharaman 2007).Dengan demikian, fosforilasi pati dapat diperkirakan melalui panjangnya rantai amilopektin (Blennow et al. 2000).Pati memiliki gugus OH bebas dengan posisi ekuatorial pada C2, C3, dan C6 (Leszczyñski 2004). Posisi OH pada C3 dan C6 memungkinkan serangan ion fosfat lebih tinggi karena kedudukannya yang terbuka, namun apabila mempertimbangkan struktur 3 dimensi amilosa maka serangan ion fosfat akan lebih mudah mengenai OH pada C3 yang mengarah keluar ulir dibandingkan OH pada C6 yang berada dalam ulir amilosa (Ritteet al. 2006). Spektrum Inframerah PJT Ikatan ester fosfat yang terbentuk akibat reaksi antara gugus fosfat dengan gugus hidroksil pati terlihat pada serapan spectrum inframerah PJT pada daerah 990 cm -1 yang menunjukkan regangan ikatan C O P.Spektrum inframerah PJTmenunjukkan kenaikan puncak serapan dibandingkan spektrum inframerahpj(gambar 3), yaitu pada bilangan gelombang 3409 cm -1 (regangan O- H), 2933 cm -1 (regangan C H), dan 1158 cm -1 (regangan C O). Gambar 3 tidak memperlihatkankenaikan serapan yang signifikan pada 2360 cm -1 yang menunjukkan taut silang fosfat pada pati (Wanrosli et al. 2011). Gambar 3 Spektrum inframerah PJT (A) dan PJ (B) 9

6 Serapan pada 1651cm -1 menunjukkan pembentukan ikatan hidrogen secara intramolekuler antara air dan gugus fosfatpada PJT (Liu et al. 2012).Pada daerah lain spektrum inframerah PJT, terdapat serapan pada 1325 (regangan C-H), 1200 (P=O), dan 990 cm -1 (C O P) yang merujuk pada ikatan fosfat pada pati monoester fosfat (Zhang & Wang 2009). Hal ini diperkuat oleh penelitian Passauer et al. (2010) pada pati terfosforilasi TNTPP TNTMP yang memiliki puncak serapan yang sama. Pencirian Fisiko-Kimia PJT Pencirian fisiko-kimia PJTdilakukan untuk melihat pengaruh reaksi fosforilasi terhadap perubahan struktur PJ menjadi PJT.Granula pati dapat mengalami perubahan morfologi akibatreaksi esterifikasi fosfat dengan gugus hidroksil PJ. Hasil pencirian fisiko-kimia PJT ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pencirian fisiko-kimia PJT Sifat Fisiko-Kimia Satuan PJT PJ Kadar air (%) Nilai ph Daya mengembang (%) Kapasitas absorpsi air (mg/g) Kepadatan total (g/ml) Kelarutan (%) Adsorben [Hg] (%) Adsorben biru metilena (%) Kadar Air Keberadaan air sebagai hasil reaksi esterifikasi dapat memicu hidrolisis ikatan ester yang telah terbentuk.oleh karena itu keberadaan air dalam reaksi fosforilasi PJ harus dikontrol.pjt memiliki kandungan air 12.7%lebih besar dibandingkan PJ, yaitu 5.0%. Peningkatan air pada PJT disebabkan oleh penambahan larutan HCl. Campuran PJ, larutan HCl, dan Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 akan matang bahkan hangus apabila memiliki kandungan air yang banyak sehingga reaksi esterifikasi fosfat akan terganggu. Begitupun jika air yang ditambahkan sedikit akan berpengaruh pada proses homogenisasi campuran PJ, larutan HCl, dan Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 sehingga tumbukan yang diakibatkan oleh pemberian gelombang mikro tidak menghasilkan reaksi yang maksimum. Apabila PJ ditambahkan HCl tanpa diberikan gelombang mikro maka kandungan airnya mencapai 33.5%.Reaksi esterifikasi tidak memerlukan air sebagai media reaksi karena gelombang mikro akan menggerakkan fosfat, larutan HCl, dan PJ kemudian bertumbukan yang menghasilkan ikatan ester fosfat. Air yang dihasilkan selama proses esterfikasi fosfat tidak akan menghidrolisis ikatan ester yang terbentuk karena tumbukan yang diakibatkan oleh pemberian gelombang mikro menguapkan air tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang mikro dapat menguapkan air (Palav & Seetharaman 2006) dan ikut mengendalikan air selama reaksi fosforilasi (Staroszczyk 2009), sehingga fosforilasi PJ dalam suasana asam dapat terjadi dalam waktu lebih singkat (Deetae et al. 2008). 10

7 Nilai ph Pati jagung terfosforilasi mempunyai ph 6.33, lebih rendah dibandingkan ph PJ, yaitu 6.67.penurunan nilai ph PJT dikarenakan penambahan larutan HCl. Pati jagung terfosforilasi diharapkan mempunyai ph netral sehingga aman apabila diaplikasikan dalam produk pangan. Berdasarkan hasil tersebut, untuk mendapatkan DSP tinggi maka fosforilasi PJ dapat dilakukan pada kondisi ph netral.hal ini berbeda sekali dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada kondisi basa (Stahl et al. 2007). Fosforilasi pati dalam kondisi basa dapat menyebabkan warna pati menjadi kekuning-kuningan (Manoi & Rizvi 2010) dan muatan negatif pada ion fosfat akan bertolakan dengan gugus OH pada pati, sehingga dapat menurunkan DSP (Lim & Seib 1993).Perubahan nilai ph pada PJ dan PJT akan mempengaruhi morfologi granula pati (Nor-Nadiha et al.2010). Daya Mengembang dan Kapasitas Absorpsi Air Daya mengembang PJT sebesar 35.4% lebih kecil dibandingkan PJT, yaitu 67.3%. Campuran air, asam, PJ, dan Na 2 HPO 4 NaH 2 PO 4 akan menyerap gelombang mikro dan memposisikan diri. Perubahan orientasi ini menyebabkan tumbukan, menimbulkan panas, dan merusak ikatan hidrogen (Palav & Seetharaman 2006). Granula PJT hancur dan menjadi lebih rapat sehingga proses penyerapan air menjadi lebih sulit (Palav & Seetharaman 2007). Hal inilah yang mengakibatkan kapasitas absorpsi PJT sebesar mg/g lebih kecil dibandingkan PJ, yaitu mg/g. Hal ini sangat berbeda apabila sintesis dilakukan pada kondisi basah dan ph basa. NaOH dapat merusak dan menghidrolisis bagian amorf pada granula pati sehingga granula pati menjadi terstabilkan oleh ikatan hidrogen yang terbentuk, kondisi ini akan menyebabkan pertambahan daya mengembang granul pati (Karim et al. 2008). Kepadatan Total dan Kelarutan Kepadatan total PJT lebih tinggi (0.747 g/ml) dibandingkan PJ (0.506 g/ml).gelombang mikro dapat masuk sampai tingkat molekuler PJ (Banik et al. 2003) sehingga tumbukan air, ion fosfat, dan PJ dapat menyebabkan hancurnya sisi amorf granul pati. Gugus fosfat dalam PJT mengakibatkan tertariknya struktur 3 dimensi pati sehingga granula PJ menjadi lebih padat (Palav &Seetharaman 2007). Hal ini menjadikan PJT lebih mudah larut dalam air dibandingkan PJ.Kelarutan PJT lebih besar (1.32%) dibandingkan kelarutan PJ (0.07%). Peningkatan nilai kelarutan PJT disebabkan oleh gugus fosfat mampu berikatan hidrogen secara intramolekuler dengan molekul air, sehingga kelarutan PJT meningkat sejalan dengan pendapat Sang et al. (2010). Kejernihan PJT memiliki kejernihan yang lebih tinggi dibandingkan PJ (Gambar 4).Kejernihan PJT naik tajam pada hari pertama, yaitu dari 5.9% menjadi 70.8% sedangkan kenaikan hari berikutnya tidak terlalu signifikan akibat telah terjadi kesetimbangan gaya tolak-menolak antarmolekul PJT. Hal tersebut sangat berbeda dengan kejernihan PJ yang hanya mencapai 17.9%.Kenaikan kejernihan PJT disebabkan oleh gugus fosfat pada PJT yang memposisikan diri dalam struktur 3 dimensi PJT sehingga antarrantai amilosa maupun amilopektin menjadi lebih 11

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati adalah bahan baku yang sangat penting untuk industri makanan. Sebagai pengembangan produk makanan yang baru, pati memiliki sifat khusus yang fungsional. Fungsi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

SINTESIS PATI JAGUNG TERFOSFORILASI MELALUI TEKNIK GELOMBANG MIKRO ATEP DIAN SUPARDAN

SINTESIS PATI JAGUNG TERFOSFORILASI MELALUI TEKNIK GELOMBANG MIKRO ATEP DIAN SUPARDAN SINTESIS PATI JAGUNG TERFOSFORILASI MELALUI TEKNIK GELOMBANG MIKRO ATEP DIAN SUPARDAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Pembuatan Larutan Buffer Semua zat yang digunakan untuk membuat larutan buffer dapat larut dengan sempurna. Larutan yang diperoleh jernih, homogen, dan tidak berbau. Data

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA LAPORAN PRAKTIKUM ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Ade Sinaga Tujuan Praktikum : Teori 1. Mengetahui pembuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

JKK, Tahun 2017, Vol 6(1), halaman ISSN

JKK, Tahun 2017, Vol 6(1), halaman ISSN SINTESIS ASAM OKSALAT DARI GETAH BATANG TANAMAN SRI REJEKI (Dieffenbachia seguine (Jacq.) Schott) MENGGUNAKAN METODE HIDROLISIS ASAM FOSFAT Winsen Irwanda 1*, Andi Hairil Alimuddin 1, Rudiyansyah 1 1 Progam

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PECBAAN DAN PEMBAASAN Transesterifikasi, suatu reaksi kesetimbangan, sehingga hasil reaksi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan salah satu produk yang terbentuk. Penggunaan metil laurat dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR

FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR FOSFOR A. KELIMPAHAN FOSFOR Fosfor termasuk unsur bukan logam yang cukup reaktif, sehingga tidak ditemukan di alam dalamkeadaan bebas. Fosfor berasal dari bahasa Yunani, phosphoros, yang berarti memiliki

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan,

BAB I PENDAHULUAN. Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerupuk karak merupakan produk kering dari proses penggorengan, berbentuk lempengan tipis, bundar atau persegi panjang, yang terbuat dari bahan dasar beras dengan berbagai

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM

ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM ANALISIS KADAR GLUKOSA PADA BIOMASSA BONGGOL PISANG MELALUI PAPARAN RADIASI MATAHARI, GELOMBANG MIKRO, DAN HIDROLISIS ASAM Oleh: Qismatul Barokah 1 dan Ahmad Abtokhi 2 ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

MODIFIKASI PATI SUKUN DENGAN METODE IKAT SILANG MENGGUNAKAN TRINATRIUM TRIMETAFOSFAT

MODIFIKASI PATI SUKUN DENGAN METODE IKAT SILANG MENGGUNAKAN TRINATRIUM TRIMETAFOSFAT MODIFIKASI PATI SUKUN DENGAN METODE IKAT SILANG MENGGUNAKAN TRINATRIUM TRIMETAFOSFAT Cut Fatimah Zuhra*, Mimping Ginting, Marpongahtun, Ayu Syufiatun Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN KTSP & K-13 kimia K e l a s XI LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami konsep molaritas. 2. Memahami definisi dan faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa

I. PENDAHULUAN. buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa yang masih belum dikenal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto LOGO Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau Mitha Fitriyanto 1409100010 Pembimbing : Prof.Dr.Surya Rosa Putra, MS Pendahuluan Metodologi Hasil dan

Lebih terperinci

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA.

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER Nama : Fathul Muin NIM : 12/334686/PA/14919 LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA DASAR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Eksperimen Eksperimen dikerjakan di laboratorium penelitian Kimia Analitik. Suhu ruang saat bekerja berkisar 24-25 C. Data yang diperoleh mencakup data hasil kalibrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pati merupakan polimer glukosa yang banyak ditemukan dalam jaringan tumbuhan. Secara alami pati ditemukan dalam bentuk butiran-butiran yang disebut granula. Granula

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin

Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Laporan Praktikum Senyawa Organik Polifungsi KI2251 1 Kondensasi Benzoin Benzaldehid: Rute Menujuu Sintesis Obat Antiepileptik Dilantin Antika Anggraeni Kelas 01; Subkelas I; Kelompok C; Nurrahmi Handayani

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel

Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel Lampiran 1. Hasil identifikasi sampel 36 Lampiran 2. Gambar tumbuhan jerami padi ( a ) ( b ) Keterangan : a. Pohon padi b. Jerami padi 37 Lampiran 3. Gambar serbuk, α-selulosa, dan karboksimetil selulosa

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB I IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI ALKOHOL

BAB I IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI ALKOHOL BAB I IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI ALKOHOL TUJUAN : Mengetahui sifat fisik alkohol dan fenol Membedakan senyawa alkohol primer, sekunder, tersier dan fenol dengan menggunakan tes Lucas dan Ferri Klorida A.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula (Jane, 1995). Winarno (2002), menyatakan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 lat dan Bahan lat yang digunakan pada pembuatan karbon aktif pada penilitian ini adalah peralatan sederhana yang dibuat dari kaleng bekas dengan diameter 15,0 cm dan

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi.

PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi. A B PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi. Dasar Teori Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator!

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator! Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang cara menghitung ph dan poh larutan asam basa berdasarkan konsentrasi ion [H + ] dan [OH ] SMA kelas 11 IPA. Berikut contoh-contoh soal yang bisa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013 Kurikulum 2006/2013 KIMIa K e l a s XI ASAM-BASA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kesetimbangan air. 2. Memahami pengaruh asam

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci