HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KOPI BUBUK Karakteristik awal kopi sangrai diketahui dengan melakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar kafein, kadar VRS, derajat keasaman (ph), dan total asam terhadap kopi Arabika dan Robusta sangrai serta campuran keduanya. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan standar kopi bubuk berdasarkan SNI kopi bubuk yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik kopi bubuk Karakteristik Satuan Pustaka* Bau - Normal Normal Normal Normal Normal Normal Rasa - Normal Normal Normal Normal Normal Normal Warna - Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kadar Air % b/bb Mks. 7 2,7 2,19 2,3 2,4 2,81 Kadar Abu % b/bb Mks. 5 5,57 5,52 5,5 5,57 5,64 Kadar Sari % b/bb ,52 27,11 29,8 28,39 28,59 Kadar Kafein % b/b,9-2 2,29 2,11 2,4 2, 1,26 Kadar VRS ml ekuivalen 19,95 17,1 19,95 19, 2,9 Nilai ph 5,67 5,6 5,53 5,63 5,69 Total Asam mg/g 15,84 16,8 17,28 16,8 17,76 * SNI kopi bubuk Kopi yang telah disangrai memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda, tergantung jenis kopi yang digunakan, suhu penyangraian, lama penyangraian, dan teknik penyangraian. Hasil penyangraian akan mempengaruhi aroma dan cita rasa kopi instan yang akan dihasilkan sehingga perlu diketahui karakteristik awalnya. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Effendi (29), kandungan air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Kandungan air dalam suatu bahan pangan dinyatakan berupa basis basah atau basis kering. Pada pengukuran kadar air kopi sangrai digunakan basis basah. Kopi Robusta dan Arabika bubuk serta campurannya memiliki kadar air yang sesuai dengan SNI. Dengan kadar air yang rendah, kopi bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama karena dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme yang menyebabkan kopi bubuk mengalami kerusakan. memberikan nilai kadar air yang berbeda-beda. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar air kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar air tertinggi dan berbeda nyata dengan empat perbandingan lainnya yang saling tidak berbeda nyata. Perbedaan 15

2 kadar air terjadi karena derajat sangrai dari kopi tersebut. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan C, medium roast suhu yang digunakan 24 C dan dark roast suhu yang digunakan C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5 % kadar air, medium roast 5-8 %, dan dark roast 8-14 %. Banyaknya air yang diuapkan selama penyangraian mempengaruhi kadar air akhir dari kopi sangrai. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan kadar air kopi Robusta. Namun, campuran keduanya memberikan nilai kadar air yang tidak berbeda nyata dengan Robusta. Hal ini diduga terjadi karena derajat penyangraian Robusta lebih tinggi dibandingan Arabika sehingga kadar airnya lebih rendah. Rekapitulasi sidik ragam kadar air kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dan logam pada suatu bahan. Kandungan mineral dan logam pada kopi bubuk dipengaruhi oleh tempat tumbuh kopi itu sendiri dan tidak berubah secara signifikan selama penyangraian. Kandungan mineral pada kopi bubuk diperoleh dari unsur hara yang diserap selama pertumbuhan (Martin et al. 1998). Kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan sedikit melebihi standar SNI yang mensyaratkan kadar abu maksimum pada bubuk kopi adalah 5 % b/b. Tingginya kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan dipengaruhi oleh proses pemeliharaan, kondisi tanah dan iklim tempat kopi itu tumbuh. Kopi yang digunakan sebagai bahan baku diambil dari Kabupaten Buleleng, Bali sehingga memiliki karakteristik kadar abu tidak berbeda jauh satu dengan lainnya. Berdasarkan sidik ragam terhadap kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar abu tertinggi dan beda nyata terhadap perbandingan lainnya. Kadar abu kopi berbeda karena perbedaan kandungan mineral dan logam dari kopi itu sendiri. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar abu lebih lebih tinggi dari kopi Robusta karena pengaruh tempat tumbuh. Kopi Arabika ditanam pada ketinggian 1-2 m dpl, sedangkan kopi Robusta ditanam pada ketinggian 8 m dpl. Hal tersebut menyebabkan perbedaan unsur hara yang tersedia untuk pertumbuahan kopi. Daerah yang lebih tinggi diduga menyediakan unsur hara lebih banyak untuk pertumbuhan kopi. Faktor pemeliharaan dan tempat tumbuh sangat mempengaruhi kandungan mineral dan logam kopi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al. (1999), kopi yang berbeda varietasnya (daerah tumbuh) memiliki kandungan logam yang berbeda-beda. Kandungan logam pada masing-masing varietas dapat digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis kopi. Rekapitulasi sidik ragam kadar abu kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar sari kopi bubuk menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan mempengaruhi cita rasa seduhan kopi. Dalam pembuatan kopi instan, proses ekstraksi dilakukan untuk mengambil sari dari kopi yang kemudian dikeringkan. Semakin tinggi sari kopi yang terekstrak semakin tinggi rendemen kopi instan yang dihasilkan. Kopi bubuk yang digunakan memiliki kadar sari yang sesuai dengan SNI yaitu berkisar antara 2-36 %. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar sari diperoleh bahwa perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi bubuk. Masing-masing kopi bubuk hasil perbandingan memiliki kandungan zat yang larut dalam air dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Dalam penyeduhan kopi bubuk terdapat dua komponen yang terbentuk, yaitu komponen yang larut air dan komponen yang dapat membentuk emulsi. Komponen yang larut dapat berupa senyawa mudah menguap, seperti aldehid dan keton (pembentuk aroma) dan senyawa yang tidak menguap, seperti kafein, asam, dan gula (pembentuk cita rasa) (Buffo dan Cardelli-Freire 24). Rekapitulasi sidik ragam kadar sari kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. 16

3 Kandungan kafein dari kopi sangat penting untuk diketahui karena kafein, senyawa stimulan yang terdapat dalam kopi, mempengaruhi cita rasa kopi yang dihasilkan. Kafein memberikan rasa pahit pada kopi, semakin rendah kandungan kafeinnya, semakin enak rasa seduhan kopi. Kadar kafein kopi Robusta yang digunakan melebihi kadar kafein yang ditentukan pada SNI. Namun, berdasarkan penelitian Ling et al. (2), menyatakan bahwa kopi Robusta memiliki konsentrasi kafein (2,26g/1g) lebih tinggi dibandingkan kopi Arabika (1,61g/1g). Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar kafein diperoleh bahwa perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kafein dari kopi bubuk. Kopi Arabika memiliki kadar kafein terendah dan berbeda nyata dengan kopi bubuk lainnya. Kadar kafein kopi bubuk semakin rendah dengan meningkatnya persentase Arabika. Namun, perbandingan Robusta : Arabika 7:3 dan 6:4 memiliki kadar kafein yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Tinggi rendahnya kadar kafein kopi, selain dipengaruhi oleh varietas juga dipengaruhi oleh proses penyangraian. Pada proses penyangraian, sebagain kafein akan menyublim menjadi kafeol (Panggabean 211). Apabila proses sublimasi tidak berjalan sempurna akan menyebabkan kadungan kafein yang tinggi pada kopi bubuk. Selama penyangraian biji kopi, terjadi perubahan fisik dan kimia seperti swelling, penguapan air, terbentunya senyawa mudah menguap, karamelisaasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO 2. Senyawa mudah menguap yang terbentuk akan menghasilkan aroma yang khas ketika kopi diseduh. Senyawa mudah menguap kopi bubuk diukur sebagai nilai volatile reducing substance (VRS). Kopi Arabika memiliki aroma seduhan yang khas dan cita rasa yang lebih baik dibandingkan dengan kopi Robusta karena kopi Arabika memiliki senyawa pembentuk aroma yang tidak dimiliki kopi Robusta. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar VRS diperoleh bahwa perlakuan perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar VRS kopi bubuk. Masing-masing perbandingan memiliki kandungan senyawa mudah menguap dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Selama proses penyangraian, komponen aroma (senyawa mudah menguap) terbentuk melalui proses pirolisis (Mondello et al. 25). Kopi mengandung lebih dari 8 senyawa pembentuk aroma yang terdiri atas beberapa golongan, seperti asam, alkohol, aldehid, anisol, ester, furan, keton, tiasol, dan komponen fenolik serta sulfur (Buffo dan Cardelli-Freire 24). Kopi mengadung asam-asam pembentuk aroma dan cita rasa yang mempengaruhi derajat keasamannya. Keasaman yang tinggi meberikan kualitas aroma yang baik karena terdapat senyawa asam yang bersifat mudah menguap seperti asam format, asam asetat, asam propanoat, dan asam heksanoat. Asam yang membentuk cita rasa berupa asam asetat, asam malat, asam sitrat dan asam fosfat. Pada proses penyangraian, berbagai jenis asam mengalami perubahan. Nilai derajat keasaman (ph) kopi bubuk Robusta dan Arabika tidak berbeda jauh berkisar antara ph 5-6,1. Kadar asam yang terdapat pada biji kopi Arabika rata-rata 1,7 %, sedangkan Robusta 1,6 % (Panggabean 211). Sidik ragam terhadap derajat keasaman menunjukkan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman. 1: dan :1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perbandingan 8:2, 7:3, dan 6:4. Perbandingan 7:3 memberikan nilai ph terendah yang berbeda nyata dengan perbandingan lainnya. Ini menunjukkan Robusta murni dan Arabika murni memiliki derajat keasaman yang hampir sama. Campuran keduanya memberikan nilai ph yang lebih kecil karena asam yang terlarut merupakan gabungan dari asam-asam Robusta dan Arabika. Selain itu, derajat keasaman dipengaruhi oleh derajat penyangraian, semakin lama penyangraian dan semakin tinggi suhu penyangraian, semakin tinggi derajat keasamannya. Berdasarkan penelitian Albanese et al. (29), pencampuran Robusta dan Arabika akan memberikan nilai ph yang berbeda-beda, karena asam yang larut dalam air berbeda jumlahnya. 17

4 B. KARAKTERISTIK AIR PENGEKSTRAK Air merupakan komponen kedua yang sangat penting dalam pembuatan kopi instan. Air berfungsi sebagai pelarut komponen kopi. Pada umumnya, komposisi air tidak berpengaruh langsung terhadap cita rasa kopi instan yang dihasilkan. Berbeda karakteristik air yang digunakan, berbeda pengaruhnya terhadap kualitas kopi instan. Tingkat alkalinitas air mempengaruhi ion-ion yang terdapat dalam kopi selama proses ekstraksi (Navarini dan Rivetti 21). Karakteristik air yang digunakan dalam proses ekstraksi dibandingkan dengan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/199 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan karakteristik air yang digunakan untuk ekstraksi dengan kualitas air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/199 Parameter Satuan Permenkes Sampel Air Fisika : Bau - Tidak berbau Normal Jumlah zat padat terlarut mg/l 1 Kekeruhan Skala NTU 5 Rasa - Tidak berasa Normal Warna Skala TCU 15 Kimia Anorganik : ph - 6,5 8,5 6,86 Kesadahan CaCO 3 mg/l 5 21,52 Besi (Fe) mg/l,3,17 Zeng (Zn) mg/l 5,,47 Magnesium (Mg) mg/l.83 Kalsium (Ca) mg/l 21,52 Natrium (Na) mg/l,39 Kalium (K) mg/l,94 Air yang digunakan harus sesuai dengan baku mutu air minum karena digunakan untuk pembuatan bahan pangan. Air yang digunakan adalah air PAM yang ada di daerah Dramaga Bogor yang memenuhi standar baku mutu air minum berdasarkan Permenkes No. 97/MENKES/SK/VII/ 22 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (PDAM Tirta Pakuan 21). Pada proses ekstraksi, air dipanaskan hingga mendidih dan dibiarkan selama 15 menit. Ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam air. Air digunakan untuk mengekstrak komponen kopi setelah mencapai suhu 85-9 o C. Dengan suhu yang tidak terlalu tinggi diharapkan komponen kopi tidak rusak akibat panas. Parameter yang diamati dari sampel air berupa parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi bau, rasa, warna, kekeruhan, dan zat padat terlarut. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh dan tidak terdapat zat padat yang terlarut. Hasil pengujian ini sesuai dengan yang disyaratkan peraturan mentri kesehatan untuk air minum. Sifat fisika air sedikit mengalami perubahan ketika pemanasan atau pendinginan. Perubahan wujud air terjadi karena adanya perubahan suhu. Pada proses ekstraksi, air dipanaskan hingga 9 o C agar dapat melarutkan komponen-komponen yang terdapat dalam kopi. Pemanasan membuat air memuai dan ikatan antar molekulnya menjadi longgar sehingga dapat melarutkan komponen kopi (Andarwulan 211). Suhu air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan komponen cita rasa dan aroma yang telah terekstrak. 18

5 Parameter kimia yang diamati dari air adalah ph, kesadahan, dan kandungan logamnya. Derajat keasaman (ph) air yang disyaratkan adalah 6,5-8,5. Tingkat keasaman air dipengaruhi oleh jumlah senyawa oksida yang terlarut dalam air, seperti karbondioksida dan ion karbonat. Nilai ph dari sampel air yang digunakan memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu 6,86. Kesadahan menunjukkan tingkat alkalinitas sampel air yang diuji. Kesadahan dapat berupa kesadahan sementara dan kesadahan permanen. Kesadahan sementara terjadi karena keberadaan kalsium dan magnesium bikarbonat (Ca(HCO 3 ) 2 dan Mg(HCO 3 ) 2 ) yang akan hilang ketika terjadi pemanasan air hingga mendidih. Kesadahan permanen disebabkan oleh sulfat dan karbonat dari magnesium dan kalsium. Hasil pengujian menunjukkan tingkat kesadahan masih dalam ambang batas yang disyaratkan. Tingkat kesadahan yang tinggi mempengaruhi ph kopi instan yang dihasilkan. Untuk setiap 1 ppm alkalinitas meningkatkan ph,22 unit untuk kopi sangrai dan,33 unit untuk kopi instan. Sampel air memiliki kesadahan yang lebih kecil dari 5 ppm, ini menunjukkan kesadahan air yang digunakan pada proses ekstraksi tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan ph (Navarini dan Rivetti 21). Kandungan logam pada air yang diguankan pada proses ekstraksi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kandungan logam yang berlebih dapat membahayakan kesehatan dan mengubah rasa air itu sendiri. C. PROSES PENGOLAHAN KOPI INSTAN Pengolahan kopi bubuk menjadi kopi instan melalui beberapa tahapan diantaranya proses ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan pengemasan. Proses yang paling penting dalam pembuatan kopi instan adalah proses ekstraksi dan pengeringan. Proses ekstraksi menentukan seberapa banyak komponen kopi dapat diambil untuk kemudian dikeringkan. Proses pengeringan menentukan karakteristik bubuk kopi instan yang dihasilkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan spray dryer atau freeze dryer. Menurut Clarke dan Vitzthum (21), proses ekstraksi kopi dilakukan dengan menggunakan pelarut air pada suhu dibawah 1 o C. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan dekomposisi kandungan kopi dan penurunan cita rasa kopi instan. Proses ekstraksi dapat dilakukan secara batch ataupun kontinu. Pada proses batch, kopi bubuk dan air dimasukkan pada kolom yang sama, kemudian setelah proses ekstraksi ampas dan ekstrak kopi keluar dari kolom secara bersamaan untuk kemudian disaring. Untuk proses kontinu, kopi bubuk diumpankan pada mesin ekstraksi dan dialiri air panas. Hasil ekstraksi keluar dari lubang ekstrak, sedangkan kopi bubuk berjalan pada konveyor yang terus dialiri air. Kopi bubuk diumpankan secara terus menerus sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung secara kontinu. Pada penelitian ini, proses ekstraksi dilakukan secara batch dengan menggunakan gelas piala sebagai pengganti kolom ekstraktor. Pembuatan kopi instan dilakukan dengan menggunakan kopi bubuk dengan perbandingan Robusta : Arabika yang berbeda. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika yang digunakan adalah 1:, 8:2, 7:3, 6:4, dan :1. Kopi bubuk yang akan diekstrak ditimbang bobotnya kemudian diekstrak dengan perbandingan yang telah ditentukan, yaitu, dan (g/ml). Suhu air untuk ekstraksi berkisar antara 85-9 o C untuk menghindari kerusakan dan kehilangan komponen pembentuk cita rasa dan aroma. Proses ekstraksi berlangsung selama 1,5 jam (hingga dingin). Ekstrak kopi kemudian disaring bertahap menggunakan kain saring dan kertas saring. Ekstrak kopi kemudian dikeringkan menjadi bubuk kopi instan. Hasil dari penyaringan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer. Namun, sebelum dikeringkan dilakukan pengujian total padatan terlarut (Total Soluble Solids (TSS)). Pengujian TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah padatan yang terlarut dalam setiap liter larutan. Hasil pengujian TSS pada perlakuan perbandingan air disajikan pada Tabel 6. 19

6 Tabel 6. Nilai TSS dari perlakuan perbandingan untuk ekstraksi Kopi : Air (g/ml) Ulangan 1 (mg/ml) Ulangan 2 (mg/ml) Rata-rata (mg/ml) 1,55 1,56 1,56,66,71,69,41,43,42 Nilai TSS mempengaruhi tingkat hidroskopis kopi instan yang dihasilkan setelah pengeringan. Nilai TSS yang kecil menunjukkan jumlah padatan yang terlarut dalam air juga kecil. Semakin kecil nilai TSS, kopi instan yang dihasilkan semakin bersifat hidroskopis. Jika dalam ruangan kelembabannya tinggi maka kopi instan akan menyerap uap air dari udara. Hal tersebut menyebabkan peningkatan kadar air pada kopi instan. Dari hasil pengujian semakin banyak air yang digunakan untuk mengekstrak semakin rendah nilai TSSnya. Ekstrak kopi dikeringkan menggunakan spray dryer karena harganya lebih murah dibandingakan dengan freeze dryer. Pada prinsipnya, pengeringan dengan spray dryer dilakukan dengan pemberian udara panas pada cairan yang disemprotkan. Pengeringan berlangsung dalam waktu singkat sehingga tidak merusak bahan yang dikeringkan. Laju spray juga harus diperhatikan karena menentukan tingkat kekeringan bahan. Untuk menentukan laju pengeringan yang tepat, dilakukan penelitian pendahuluan dengan mengatur kecepatan penyemprotan ekstrak. Dari hasil penelitian pendahuluan menggunakan kecepatan putaran pompa peristaltik untuk penyemprotan bahan, yaitu 3, 35, 4 rpm, diperoleh bahwa kecepatan putaran pompa peristaltik untuk penyemprotan 3 rpm menghasilakan bubuk kopi yang lebih kering dengan rendemen yang lebih tinggi dibandingan dengan 35 dan 4 rpm. Penyemprotan dengan laju putaran 4 rpm menghasilkan kopi instan yang lengket, menggumpal dan masih basah. Oleh karena itu, proses pengeringan kopi instan dengan spray dryer dilakukan dengan kecepatan putaran 3 rpm untuk mendapatkan bubuk kopi instan yang lebih kering. Untuk proses pengolahan kopi instan yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini : a b Gambar 5. Proses pengolahan kopi instan (a) Ekstraksi kopi, (b) Pengeringan ekstrak dengan spray dryer, (c) Kopi instan hasil perlakuan c 2

7 D. KARAKTERISTIK KOPI INSTAN 1. Rendemen Rendemen hasil pengolahan kopi bubuk menjadi kopi instan sangat bergantung dari jumlah sari kopi bubuk yang terekstrak. Kandungan kopi berupa senyawa penghasil cita rasa dan aroma kopi larut dalam air. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi suhunya tidak melebihi 1 o C agar kamponen kopi yang diektrak tidak rusak. Rendemen kopi instan yang dihasilkan pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. Rendemen (%) Gambar 6. Rendemen kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, rendemen kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan untuk ekstraksi, tetapi tidak berbeda nyata untuk interaksi kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap nilai rendemen dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbandingan Robusta : Arabika 1:, 8:2, dan :1 menghasilkan rataan rendemen yang tidak berbeda jauh, rendemen meningkat pada perbandingan 7:3 dan menurun pada perbandingan 6:4. Hal ini menunjukkan rendemen kopi instan yang dihasilkan dari Robusta murni dan Arabika murni tidak berbeda secara signifikan. Namun campurannya memberikan rendemen yang berbeda satu sama lain. 7:3 menghasilkan rendemen tertinggi. Rendemen kopi instan dipengaruhi oleh karakteristik kopi bubuk yang diekstrak. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 7:3 memiliki kadar sari, VRS dan total asam yang tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk perbandingan lainnya. Tingginya kadar sari, VRS dan total asam menyebabkan rendemen kopi instan yang dihasilkan lebih banyak. Semakin tinggi kadar sari, VRS dan total asam semakin banyak jumlah senyawa yang terlarut ketika proses ekstraksi. Kopi bubuk yang diekstrak dengan perbandingan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan atau. Hal ini disebabkan semakin banyak air yang digunakan dalam ekstraksi, semakin banyak komponen kopi bubuk yang dapat terekstrak. Perbandingan lebih banyak melarutkan senyawa kopi yang terdapat dalam kopi bubuk dibandingkan dengan perbandingan atau namun, ekstrak yang dihasilkan lebih encer dan akan berpengaruh terhadap lamanya pengeringan menggunakan spray dryer. Selain itu, rendahnya rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh faktor kehilangan (loss) pada saat pengeringan menggunakan spray dryer. 21

8 Peningkatan nilai rendemen dapat dilakukan dengan ekstraksi berulang. Ampas kopi sisa proses ekstraksi diekstrak kembali untuk mengambil sari kopi yang belum terekstrak sebelumnya. Hasil ekstraksi ini dipekatkan dengan cara evaporasi dan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer. Delgado et al. (28), mengungkapkan kecilnya rendemen kopi instan yang dihasilkan dari proses ekstraksi karena adanya kandungan galaktomanan yang tidak mudah larut dalam air. Peningkatan rendemen dilakukan dengan menghidrolisis galaktomanan menjadi gula yang lebih sederhana yaitu manosa dan galaktosa menggunakan enzim pektinase. Gula sederhana akan lebih mudah larut dalam air sehingga sari kopi yang terekstrak menjadi lebih besar. 2. Kadar Air Kadar air suatu bahan perlu diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita rasa. Kadar air mempengaruhi daya tahan bahan selama penyimpanan. Kandungan air dalam bahan menentukan daya tahan terhadap serangan mikroorganisme (Winarno 1992). Kadar air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut (Purnomo 1995). Kadar air yang diharapkan dari kopi instan yang diperoleh dari perlakuan adalah kadar air yang terendah. Semakin rendah kadar air maka penyerapan uap air dari udara akan semakin lama. Hal ini akan menjaga ketahanan bahan pangan dari kontaminasi mikroorganisme selama penyimpanan. Peningkatan kadar air menyebabkan kerusakan pada produk yang mana kopi instan yang dihasilkan akan menggumpal. Kadar air kopi instan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar Kadar Air (%) Gambar 7. Kadar air kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, kadar air berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan interaksi antara kedua perlakuan, sedangkan perlakuan perbandingan untuk ekstraksi tidak berbeda nyata. memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kopi instan yang dihasilkan. Kopi instan yang dihasilkan dari perbandingan Robusta : Arabika 1: menghasilkan kopi instan dengan rataan kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perbandingan untuk ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kopi instan yang dihasilkan. Namun, interaksi kedua perlakuan mempengaruhi kadar air kopi instan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa produk kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 1: yang diekstrak dengan perbandingan memiliki rata-rata kadar air terendah yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 22

9 8:2 yang diekstrak dengan perbandingan dan kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 7:3 yang diekstrak dengan perbandingan memiliki kadar air tertinggi dan keduanya tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar air terendah dari kopi instan hasil perlakuan memenuhi syarat pada SNI, sedangkan perlakuan lainnya memberikan kadar air lebih tinggi dari nilai maksimal yang disyaratkan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar air dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar air masing-masing perlakuan berbeda nyata dan tidak menunjukkan kecendrungan terhadap perlakuan yang diberikan. Kadar air kopi instan sangat dipengaruhi oleh relative humidity (RH) ruangan tempat ekstraksi. Kopi instan bersifat hidroskopis, kopi instan akan menyerap uap air dari udara hingga mencapai titik equilibrium moisture content (EMC). Menurut Earle (1983), equilibrium moisture content (EMC) merupakan titik kesetimbangan antara kadar air dalam bahan dengan uap air yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi nilai RH ruangan semakin tinggi kadar air kopi instan yang dihasilkan. Pada proses pengeringan, RH ruangan sangat mempengaruhi kadar air kopi intan yang dihasilkan. Ruang pengeringan memiliki kelembaban yang tinggi dengan RH rata-rata 85%. Uap air yang ada di udara diserap oleh kopi instan yang bersifat hidroskopis, sehingga kadar airnya menjadi tinggi. Untuk mengurangi tingkat hidroskopisnya, kopi instan yang dihasilkan dari proses spray dryer digranulasi. Proses granulasi dilakukan untuk memperbesar ukuran partikel kopi instan. Semakin besar ukuran partikelnya, luas permukaan untuk mengikat uap air semakin kecil. 3. Kadar Abu Kadar abu menunjukkan jumlah material yang terdapat dalam suatu bahan. Kandungan material pada kopi dapat berupa unsur kelumit yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhan. Menurut Martin et al. (1998), kandungan material dalam kopi dipengaruhi oleh kandungan hara di lingkungan tempat tumbuhnya dan penggunaan pupuk selama pemeliharaan. Jumlah mineral dalam kopi tidak mengalami perubahan secara signifikan selama proses pengolahan kopi hingga siap diminum oleh konsumen. Kadar abu kopi instan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. 2 Kadar Abu (%) Gambar 8. Kadar abu kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, kadar abu kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan interaksi kedua perlakuan, sedangkan untuk perlakuan 23

10 perbandingan untuk ekstraksi tidak berbeda nyata. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar abu dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. memberikan pengaruh nyata pada nilai kadar abu. Dari 1: dan 8:2 mengahasilkan kopi instan dengan kadar abu yang tidak berbeda jauh, kadar abu menurun pada perbandingan Robusta : Arabika 7:3, kemudian meningkat pada perbandingan Robusta : Arabika 6:4 dan :1. Kopi instan dari Arabika murni memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 8). Perbedaan kadar abu pada kopi instan dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Kopi bubuk dengan Arabika murni memiliki kadar abu paling tinggi dan berbeda nyata dengan kopi bubuk lainnya. Ini menunjukkan semakin tinggi kadar abu pada bahan baku semakin tinggi kadar abu pada kopi instan yang dihasilkan. Perlakuan perbandingan air ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu karena air yang digunakan jenisnya sama. Interaksi antara perlakuan pencampuran dengan perbandingan jumlah air menunjukkan kopi Arabika yang diekstrak dengan perbandingan dan memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan, kopi bubuk dengan kadar abu yang tinggi diekstrak dengan air yang lebih banyak akan menghasilkan kopi intan dengan kadar abu yang lebih tinggi. Meskipun perbandingan tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi karakteristik air yang digunakan ikut mempengaruhi kandungan mineral pada kopi instan. Air yang digunakan memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi yang diduga ikut terbawa pada ekstrak kopi yang kemudian dikeringkan. Tingginya kandungan kalsium menyebabkan air menjadi sadah. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), Air yang mengandung alkali menghambat kecepatan perkolasi. Perbandingan kopi terhadap air alkali adalah 1:1. Kerugian menggunakan air yang bersifat alkali adalah terbentuknya garam kalsium yang dapat menurunkan efisiensi proses pemakaian panas. 4. Kadar Sari Kadar sari menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Kopi instan merupakan hasil ekstraksi sari kopi bubuk yang kemudian dipekatkan dan dikeringkan. Kopi instan mengandung padatan larut air dan senyawa mudah menguap yang diekstrak dari bubuk kopi. Hasil ektraksi yang kemudian dikeringkan menghasilkan kopi tanpa ampas. Kadar sari kopi instan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari kopi bubuk. Hasil pengujian kadar sari kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar Kadar Sari(%) Gambar 9. Kadar sari kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 24

11 Berdasarkan sidik ragam, kadar sari kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika, perbandingan untuk ekstraksi dan interaksi antara kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar sari dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perlakuan perbandingan Arabika : Robusta memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi instan yang dihasilkan. Masing-masing perbandingan Robusta : Arabika memberikan kadar sari yang berbeda. Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa perbandingan Robusta : Arabika 7:3 menghasilkan kopi instan dengan rataan kadar sari terendah yang meningkat pada perbandingan Robusta : Arabika :1, 1:, 8:2 dan 6:4. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 6:4 memberikan rataan kadar sari tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan lainnya. Kopi bubuk perbandingan 6:4 memiliki kadar sari, total asam, kafein dan VRS yang cukup tinggi sehingga banyak senyawa larut air yang dapat terekstrak menjadi kopi instan. Semakin banyak senyawa yang larut dalam air ketika proses ekstraksi semakin tinggi kadar sarinya. Perlakuan perbandingan untuk esktraksi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi instan. Pada Gambar 9, dapat dilihat perbandingan sebagian besar menghasilkan kopi instan dengan kadar sari yang tinggi. Kopi instan yang diekstrak dengan perbandingan dan menghasilkan kopi instan dengan kadar sari tertinggi yang berbeda nyata dengan perbandingan. Volume air yang digunakan juga mempengaruhi kadar sari kopi instan yang dihasilkan. Volume air yang tinggi tidak hanya melarutkan senyawa larut air, tetapi juga membawa partikel koloid. Semakin tinggi volume air semakin banyak partikel koloid yang ikut terbawa, sehingga kadar sari kopi instan semakin kecil. Uji lanjut Duncan menunjukkan kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 6:4 yang diekstrak dengan perbandingan dan memiliki kadar sari tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar sari kopi instan dipengaruhi oleh jumlah senyawa yang larut dalam air dan partikel koloid yang ikut dalam filtrat ketika proses ekstraksi dan penyaringan. Partikel koloid merupakan padatan yang tidak larut dalam air namun membetuk suspensi yang sulit dipisahkan karena ukuran partikel yang kecil. Kopi instan yang dihasilkan dari proses pengeringan filtrat yang mengandung partikel koloid akan memberikan nilai kadar sari yang rendah. Banyaknya partikel koloid yang ikut dalam filtrat dipengaruhi oleh kehalusan gilingan kopi bubuk. Semakin kecil partikel kopi semakin banyak partikel koloid yang lolos dari saringan. Kadar sari kopi instan lebih tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk karena jumlah padatan yang larut airnya lebih banyak. Besarnya persentase padatan terlarut pada kopi instan karena kopi instan merupakan hasil ekstraksi dari kopi bubuk. Semakin banyak jumlah padatan larut air semakin baik cita rasa kopi yang dihasilkan, karena padatan terlarut memberikan cita rasa pada hasil seduhan kopi. Kadar sari kopi instan dipengaruhi oleh proses ekstraksi karena air yang digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi akan mengekstrak komponen padatan larut air dan senyawa mudah menguap (Clarke dan Vitsthurn 21). 5. Senyawa Mudah Mengaup (Volatile Reducing Substance (VRS)) Penentuan jumlah bahan yang mudah menguap dapat ditentukan dengan menghitung nilai volatile reducing substance (VRS). Menurut Clifford dan Willson (1985), uji VRS adalah uji untuk menentukan bahan mudah menguap yang dapat direduksi. Bahan-bahan tersebut dapat berupa komponen aroma yang disukai atau komponen yang tidak disukai konsumen, aroma yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh komponen yang dominan. Pada pengolahan kopi instan, kandungan senyawa mudah menguap ini sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi. Senyawa mudah menguap yang terbentuk setelah proses penyangraian diekstrak 25

12 dengan melarutkannya dalam air panas. Suhu air ekstraksi sangat berpengaruh terhadap kandungan senyawa mudah menguap yang terkandung dalam kopi instan yang dihasilkan. Suhu ekstraksi yang terlalu tinggi ( lebih dari 1 C) akan merusak komponen senyawa mudah menguap dan senyawa pembentuk cita rasa. Selain itu, komponen mudah menguap juga dipengaruhi oleh proses pengeringan menggunkan spray dryer. Semakin lama ekstrak kopi kontak dengan panas semakin tinggi kemungkinan senyawa mudah menguap dalam kopi instan tersebut rusak. Perbandingan nilai VRS dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1. Kadar VRS (meq) Gambar 1. Kadar VRS kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai VRS, menunjukkan bahwa kadar VRS tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan dan interaksi antara keduanya. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar VRS dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar VRS kopi instan yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain dikarenakan kopi bubuk yang digunakan memiliki nilai VRS yang tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Senyawa mudah menguap merupakan komponen pembentuk aroma. Senyawa-senyawa yang mudah menguap tersebut, pada biji kopi timbul setelah biji kopi disangrai. Komponen mudah menguap pada biji Arabika dan Robusta hampir sama. Walaupun komponen turunannya dan aroma dari biji Arabika mempunyai beberapa perbedaan terhadap biji Robusta. Senyawa mudah menguap yang dihasilkan setelah kopi disangrai dapat berupa hasil pirolisis dari senyawa karbohidrat, protein, dan lemak (Panggaben 211). Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 8:2 dengan perbandingan untuk ekstraksi memiliki nilai VRS paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Namun, jika dilihat dari hasil uji organoleptik perlakuan tersebut kurang disukai panelis. Hal ini dikarenakan senyawa mudah menguap yang direduksi dalam uji VRS berupa komponen tidak disukai oleh konsumen. Tingginya komponen mudah menguap yang tidak disukai menyebabkan aroma seduhan kopi menjadi tidak enak. Kerusakan senyawa mudah menguap dapat terjadi pada proses ekstraksi, pengeringan dengan spray dryer, atau keduanya. 26

13 6. Nilai Derajat Keasaman (ph) Menurut Panggabean (211), kadar asam karboksilat pada biji kopi Arabika rata-rata 1,7 %, sedangkan Robusta 1,6 %. Jenis asam karboksilat pada biji kopi diantaranya asam format, asam asetat, asam aksilik, asam sitrat, asam piruvat, asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Sementara itu, asam yang berperan terhadap pembentukan komponen cita rasa asam yaitu asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam fosfat. Asam-asam yang terkandung dalam kopi mempengaruhi derajat keasamannya. Hasil pengujian derajat keasaman kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 11. 6,4 6,2 nilai ph 6 5,8 5,6 5,4 5,2 5 Gambar 11. Derajat keasaman (ph) kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, nilai ph kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika, perbandingan untuk ekstraksi, dan interaksi antara kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap nilai ph dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman kopi instan yang dihasilkan. Pada Gambar 11, dapat dilihat perbandingan Robusta : Arabika 1: dan :1 menghasilkan kopi instan dengan derajat keasaman yang cukup tinggi yang berbeda nyata satu sama lain, sedangkan perbandingan Robusta : Arabika 8:2, 7:3 dan 6:4 memiliki derajat keasaman yang lebih rendah. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 8:2 dan 6:4 memiliki derajat keasaman terendah dan saling tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perbandingan Robusta : Arabika 7:3. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa Arabika murni memiliki derajat keasaman yang lebih rendah dibandingkan dengan Robusta murni. Namun, campuran keduanya memiliki derajat keasaman yang lebih rendah dari keduanya. Derajat keasaman kopi instan dipengaruhi oleh derajat keasaman dan total asam kopi bubuk yang digunakan. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 6:4 dan 8:2 memiliki nilai ph yang tidak berbeda nyata (lihat Lampiran 2). Hal inilah yang menyebabkan ph kopi instan yang dihasilkan dari kedua prebandingan tersebut saling tidak berbeda nyata. Selain itu, ph juga dipengaruhi oleh air yang digunakan. Derajat keasaman air adalah 6,86, nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan ph kopi bubuk. Perlakuan perbandingan untuk ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman kopi instan. Perbandingan untuk estraksi, dan memberikan derajat keasaman yang berbeda satu dengan lainnya. Kopi instan yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan perbandingan memberikan nilai ph terendah. Hal ini dikarenakan 27

14 konsentrasi asam pada proses ekstaksi dipengaruhi jumlah air yang digunakan. Volume air yang tinggi menyebabkan konsentrasi asam semakin rendah. Perbandingan memiliki nilai ph lebih rendah karena lebih pekat dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Uji lanjut Duncan menunjukkan kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 6:4 dan 8:2 diekstrak dengan semua perbandingan dan perbandingan Robusta : Arabika 7:3 yang diekstrak dengan perbandingan memiliki nilai ph terendah dan tidak saling berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 7:3 memiliki derajat keasaman yang rendah namun ketika diekstraksi dengan perbandingan kopi : air dan derajat keasamannya menjadi tinggi. Hal ini diduga dikarenakan adanya interaksi antara kopi bubuk yang memiliki ph rendah dengan air yang digunakan yang memiliki ph yang lebih tinggi. Semakin banyak air yang bereaksi semakin tinggi nilai ph. Nilai ph yang lebih rendah menunjukkan kandungan asam yang lebih banyak dalam pembentukan cita rasa dan aroma. Keasaman kopi juga dipengaruhi oleh cara pengolahan. Pengolahan kopi secara basah nyebabkan keasamannya tinggi terutama pada kopi Arabika, sedangkan pengolahan kering untuk kopi Robusta menyebabkan keasaman rendah (Panggabean 211). Dalam pembuatan kopi instan suhu air ekstraksi mempengaruhi tingkat keasaman karena menentukan jumlah asam-asam organik yang ikut teresktrak. Menurut Fond (1995), sifat kimia air memberikan pengaruh kecil pada proses ekstraksi. Namun, penggunaan air alkali dengan perbandingan yang tinggi mempengaruhi nilai ph, rasa dan warna gelap. Air yang digunakan untuk ekstraksi memiliki alkalinitas yang cukup tinggi sehingga semakin tinggi perbandingan air yang digunakan semakin tinggi ph kopi instan yang dihasilkan. 7. Total Asam Nilai total asam memiliki korelasi terhadap nilai ph. Semakin tinggi nilai total asam maka semakin rendah nilai phnya. Dalam perhitungan total asam pada kopi, asam yang digunakan sebagai acuan adalah asam sitrat karena asam ini banyak ditemui pada buah-buahan. Kopi Bali dikenal memiliki cita rasa asam buah karena ditanam secara tumpang sari dengan tanaman jeruk. Nilai total asam mengalami penurunan selama proses pengolahan kopi instan. Terdapat jenis asam yang mudah menguap ketika kontak dengan panas. Total asam kopi instan masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar Total Asam (mg/g) Gambar 12. Total asam kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 28

15 Berdasarkan analisis ragam, nilai total asam kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika serta interaksi kedua perlakuan, sedangkan perlakuan perbandingan untuk ekstraksi tidak berpengaruh nyata. Rekapitulasi sidik ragam terhadap total asam dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total asam kopi instan. Pada Gambar 12, dapat dilihat perbandingan Robusta : Arabika 1: menghasilkan kopi instan dengan total asam terendah, nilai total asam terus meningkat dengan meningkatnya persentase Arabika. 6:4 dan :1 memberikan total asam tertinggi dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Total asam kopi instan dipengaruhi oleh total asam kopi bubuk yang digunakan. Pada umumnya, kopi Arabika memiliki total asam lebih tinggi dibandingakan dengan kopi Robusta tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Arabika memiliki beberapa senyawa asam yang tidak dimiliki oleh Robusta, sehingga Arabika memiliki rasa asam yang khas yang tidak dimiliki oleh Robusta (Albanese et al. 29). Total asam kopi bubuk dari hasil perbandingan Robusta : Arabika tidak berbeda nyata satu dengan lain. Namun, pada proses ekstraksi terjadi perubahan total asam karena total asam pada kopi bubuk tidak larut seluruhnya. Menurut Panggabean (211), Asam-asam yang terdapat dalam kopi bubuk merupakan senyawa yang mudah menguap dan tidak menguap. Asam mudah menguap sangat rentan terhadap panas, karena akan mengalami degradasi ketika terkena panas. Selama proses esktraksi dan pengeringan terjadi degradasi asam karena panas, sehingga kopi instan memiliki total asam yang lebih kecil dibandingkan dengan kopi bubuk. Interaksi perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan untuk ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap total asam kopi instan. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 6:4 dan :1 yang diekstrak dengan perbandingan untuk ekstraksi menghasilkan kopi instan yang memiliki total asam tertinggi yang saling tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan, kopi bubuk yang memiliki persentase Arabika semakin tinggi dan diekstrak dengan air yang tidak terlalu banyak akan menghasilkan kopi instan yang memiliki total asam yang tinggi. 8. Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Setianingsih et al. (21), evaluasi sensori dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, seperti penampakan, aroma, konsistensi, tekstur, dan rasa. Selanjutnya, evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu produk, optimasi produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar yang potensial. Terdapat beberapa jenis pengujian organoleptik, jenis pengujian yang dipilih tergantung tujuan apa yang diinginkan. Pada penelitian ini, uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap bubuk kopi instan dan seduhannya. Pada uji organoleptik, panelis yang menguji merupakan mahasiswa yang mewakili konsumen yang ada di pasar. Panelis mahasiswa dipilih untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen yang menjadi target yang sebagian besar merupakan kaula muda yang menyukai produk instan. Menurut Illy dan Viani (25), terdapat enam faktor yang mempengaruhi karakteristik sensori kopi, yaitu varietas tanaman, lokasi/kondisi tumbuh, metode pengolahan (metode basah atau kering), tingkat penyangraian, kehalusan bubuk, dan cara penyajian. Perlakuan pencampuran kopi Robusta dan Arabika akan menghasilkan kopi instan yang memiliki karakteristik sensori yang berbeda-beda. Perbedaan jenis kopi akan memberikan karakteristik yang khas. 29

16 a. Warna Warna bubuk kopi instan dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kopi instan. Menurut Geel et al. (25), warna bubuk kopi instan dapat dikelompokkan berdasarkan penambahan bahan pengisi dalam pembuatan kopi instan itu sendiri. Kopi instan murni memiliki warna lebih pekat dibandingkan dengan kopi instan yang dibuat dengan penambahan bubuk chicory atau maltodekstrin. Penambahan bahan pengisi dilakukan untuk perbedaan kelas ekonomi. Bahan pengisi seperti maltodekstrin mengurangi tingkat kecokelatan bubuk kopi yang dihasilkan. Pebedaan kopi instan dari kopi murni dengan kopi instan dengan bahan tambahan maltodekstrin dapat dilihat pada Gambar 13. (a) (b) Gambar 13. (a) Bubuk kopi instan dari kopi murni, (b) bubuk kopi instan dengan penambahan matlodekstrin 7 % Bubuk kopi instan yang dihasilkan memiliki warna yang sama satu dengan yang lainnya, yaitu cokelat pekat. Warna bubuk kopi instan tidak berbeda pada penampakan visual dikarenakan pada proses pembuatan kopi instan tidak dilakukan penambahan pengisi. Kopi instan dihasilkan dari ekstraksi kopi bubuk yang kemudian langsung dikeringkan. Semua sampel kopi yang diamati menunjukkan warna yang baik sesuai dengan warna kopi instan yang berbahan baku kopi murni. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) Gambar 14. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Dari Gambar 14 dapat terlihat bahwa sebagian besar panelis menilai suka terhadap warna bubuk kopi instan. Beberapa warna bubuk kopi instan yang paling disukai panelis adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 8:2 dan 7:3 yang diekstrak dengan perbandingan serta kopi instan dari Robusta : Arabika 6:4 yang diekstrak dengan perbandingan. Panampakan secara visual bubuk kopi instan menunjukkan warna yang sama sehingga penilaian 3

17 panelis cendrung rata. Warna bubuk kopi instan dipengaruhi oleh kadar sarinya. Sari kopi memiliki warna cokelat pekat ketika dikeringkan. Inilah yang menyebabkan kopi instan memiliki warna cokelat khas. Bubuk kopi instan yang berwarna cokelat akan berwarna hitam ketika diseduh. Warna seduhan dapat berbeda-beda dikarenakan pengaruh pengolahan tehadap sifat fisik dan kimia pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia dan peka terhadap panas. Warna kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses penyangraian. Selama proses penyangraian akan terjadi perubahan senyawa-senyawa kimia seperti karamelisasi gula yang menyebabkan timbulnya warna cokelat tua (Sari 21). Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) Gambar 15. Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Hasil penilaian panelis menunjukkan semua warna seduhan kopi instan disukai konsumen. Perlakuan yang paling disukai konsumen adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 7:3 yang diekstrak dengan perbandingan. Warna seduhan dipengaruhi oleh nilai kadar sari dari kopi instan. Sari kopi yang larut dalam air akan memberikan warna hitam pekat. Kadar sari kopi instan cukup tinggi untuk setiap perlakuan sehingga hasil seduhannya memberikan warna hitam yang tampak sama secara pengamatan visual. b. Aroma Aroma bubuk kopi instan timbul karena adanya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Senyawa mudah menguap dari kopi terbentuk selama proses penyangraian. Dalam pembuatan kopi instan senyawa mudah menguap tersebut dilarutkan dalam air panas agar ikut terekstrak dan membentuk aroma kopi instan yang dihasilkan (Bhumiratana et al. 211). Sebagian besar senyawa mudah menguap yang tidak tahan terhadap panas akan mengalami kerusakan selama proses ekstraksi dan pengeringan. Aroma kopi instan yang terbentuk adalah aroma fishy (aroma ikan). Aroma ini dapat dengan mudah dikenali ketika bubuk kopi instan keluar dari spray dyer. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar

18 8 Kesukaan (%) Gambar 16. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Pada Gambar 16, dapat dilihat bahwa sampel kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 7:3 yang diekstrak dengan perbandingan memiliki aroma yang paling disukai konsumen dibandingkan dengan sampel kopi lainnya. Aroma yang timbul dipengaruhi oleh jumlah senyawa mudah menguap dan total asam. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 7:3 yang diekstrak dengan perbandingan memiliki kadar VRS dan total asam yang cukup tinggi. Kadar VRS kopi instan tidak berbeda nyata, tetapi persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan berbeda-beda. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan proporsi antara senyawa mudah menguap yang disukai konsumen dengan senyawa mudah menguap yang tidak disukai konsumen. Senyawa mudah menguap yang terdapat pada kopi instan perlakuan ini diduga sebagian besar merupakan komponen yang disukai panelis. Selain senyawa mudah menguap, total asam juga mempengaruhi aroma bubuk kopi instan. Asam yang terdapat pada kopi dapat berupa asam yang mudah menguap. Asam yang mudah menguap akan memberikan aroma khas pada kopi. Baggenstoss et al. (28) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya. Asam-asam organik yang terdapat dalam kopi merupakan komponen yang membentuk aroma kopi saat diseduh. Sebagian senyawa pembentuk aroma merupakan senyawa yang mudah menguap yang rentan terhadap panas yang terlalu tinggi. Persentase kesukaan konsumen terhadap aroma seduhan kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) Gambar 17. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN D. KARAKTERISTIK BIJI KOPI Karakteristik awal biji kopi diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, dan kadar abu terhadap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae. Banyak varietas yang dapat memberi buah kopi, namun yang terutama penting dalam masalah budidaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobial terhadap produk kopi instan formula. Analisis proksimat yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER (Test of Different Mesh Size on the Quality of Coffee Bean In Multifucer Grinder) Johanes Panggabean 1, Ainun Rohanah 1, Adian Rindang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Penelitian Pendahuluan 4.1.1 Pengaruh Pasteurisasi dan Maltodekstrin Hasil untuk sampel dengan maltodekstrin 3% yang dipasteurisasi, rendemen dari berat jambu awal

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KOPI BUBUK. Beberapa jenis olahan kopi biji

PENGOLAHAN KOPI BUBUK. Beberapa jenis olahan kopi biji PENGOLAHAN KOPI BUBUK Beberapa jenis olahan kopi biji Kualitas bahan dasar (kopi biji), sangat berpengaruh pada kualitas kopi bubuk. Diperlukan persyaratan kopi biji, agar dihasilkan kopi bubuk berkualitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION)

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Agroteknose, Vol. III, No. 2 Th. 2007 KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Siti Achadiyah Staf Pengajar Jurusan THP, Fak Tekn Pertanian INSTIPER ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI Kopi adalah salah satu komoditi andalan Indonesia. Hasil komoditi ini menempati urutan ketiga setelah karet dan lada.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)

PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA) PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA) SKRIPSI LUH PASTINIASIH F34080141 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 INSTANT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN 1 ARTIKEL ILMIAH Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN Penelitian mengenai Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda telah dilakanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok

Lebih terperinci

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH

1. PROSPEK TEH HIJAU SEBAGAI INDUSTRI HILIR TEH TEKNOLOGI HILIR TEH Pokok Bahasan : 1. Prospek Teh Hijau Sebagai Bahan Baku Industri Hilir Teh 2. Teh Wangi 3. Teh Instan 4. Tablet Effervescent Teh Hijau (TETH) 5. Teh Katekin Tinggi 6. Teh celup, botol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam +

HASIL DAN PEMBAHASAN. = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam. AZT2.5 = AA diimpregnasi ZnCl 2 5% selama 24 jam + 6 adsorpsi sulfur dalam solar juga dilakukan pada AZT2 dan AZT2.5 dengan kondisi bobot dan waktu adsorpsi arang aktif berdasarkan kadar sulfur yang terjerap paling tinggi dari AZT1. Setelah proses adsorpsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu contoh minuman yang paling terkenal dikalangan masyarakat. Kopi digemari karena memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Menurut

Lebih terperinci

Polisakarida Larut Air (PLA) Kulit Kopi sebagai Pensubstitusi Gum Arab Pada Enkapsulasi Minyak Kopi

Polisakarida Larut Air (PLA) Kulit Kopi sebagai Pensubstitusi Gum Arab Pada Enkapsulasi Minyak Kopi Polisakarida Larut Air (PLA) Kulit Kopi sebagai Pensubstitusi Gum Arab Pada Enkapsulasi Minyak Kopi Peneliti : Dr. Puspita Sari, S.TP, MPh 1 Sumber Dana Diseminasi : BOPTN Universitas Jember : belum ada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI

TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI Kopi termasuk kelompok tanaman semak dengan genus Coffea. Kopi termasuk ke dalam famili Rubiaceae. Beberapa jenis kopi yang banyak dijumpai adalah kopi Arabika (Coffea

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES DAN PERALATAN BUMBU MASAKAN KHAS ACEH INTISARI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES DAN PERALATAN BUMBU MASAKAN KHAS ACEH INTISARI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES DAN PERALATAN BUMBU MASAKAN KHAS ACEH Penelitian pengembangan peralatan dan proses pembuatan bumbu masakan khas Aceh telah dilaksanakan di Baristand Industri Banda Aceh. Fokus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR Oleh : MARTINA : AK.011.046 A. PENGERTIAN AIR senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya karena fungsinya

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam yang diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Bogor grade BP1 (Broken Pekoe 1).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP FOOD SCIENCE AND TECHNOLOGY AGRICULTURAL TECHNOLOGY BRAWIJAYA UNIVERSITY 2011 THE OUTLINE PENDAHULUAN PENGGARAMAN REFERENCES 2 METODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat

Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel. Mata air yang terletak di Gunung Sitember. Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat Lampiran 1. Lokasi Pengambilan Sampel Mata air yang terletak di Gunung Sitember Tempat penampungan air minum sebelum dialirkan ke masyarakat 48 Air minum yang dialirkan menggunakan pipa besi Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

Enkapsulasi Minyak Kopi Menggunakan Polisakarida Larut Air Kulit Buah Kopi Sebagai Flavoring

Enkapsulasi Minyak Kopi Menggunakan Polisakarida Larut Air Kulit Buah Kopi Sebagai Flavoring Enkapsulasi Minyak Kopi Menggunakan Polisakarida Larut Air Kulit Buah Kopi Sebagai Flavoring Peneliti : Dr. Ir. Sih Yuwanti, MP 1 Mahasiswa Terlibat : - Sumber Dana : BOPTN Universitas Jember 1 Jurusan

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci