PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)"

Transkripsi

1 PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA) SKRIPSI LUH PASTINIASIH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 INSTANT COFFEE PROCESSING WITH BULELENG LOCAL COFFEE ( ROBUSTA_ARABICA BLEND) Luh Pastiniasih 1), Djumali Mangunwidjaja 1), dan Indah Yuliasih 1) 1) Departement Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor arta_pasti@yahoo.com ABSTRACT Coffee is potential commodity in Indonesia, however most of instant coffee are imported. The purpose of this study is to produce instant coffee from Buleleng local coffee (Robusta and Arabica blend) and to recognize quality of this instant coffee. The blended ratio of Robusta_Arabica was 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, and 0:100, extracted with ratio of coffee_ water of 1:4, 1:6 and 1:8 by weight (g) per volume (ml). The product was analyzed to water content, juice, ash, reducing volatile substance (VRS), ph, and organoleptic tests. Experimental design used in this study is factorial completely randomized with two factor, Robusta_Arabica blend (A) and ratio of coffee_water for extraction (B). The results showed that the Buleleng local coffee have appropriate characteristics to be processed into instant coffee. A and B treatments had resulted product with different quality. The best instant coffee was 70 % Robusta and 30 % Arabica with ratio of coffee_water of 1:8. The product had 6.11 % moisture content, 11,96 % ash, % juice, meq VRS, and 5.80 ph. Keywords: Buleleng, Arabica, Robusta, instant cofee

3 Luh Pastiniasih. F Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika). Dibawah bimbingan Djumali Mangunwidjaja dan Indah Yuliasih RINGKASAN Kopi instan merupakan produk olahan kopi yang banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Namun, kopi instan yang beredar di Indonesia sebagian besar merupakan kopi instan impor. Indonesia sebagai produsen kopi peringkat empat dunia memiliki potensi untuk pengembangan kopi instan karena ketersediaan bahan baku yang melimpah. Pemanfaatan kopi lokal sebagai bahan baku kopi instan akan menghasilkan kopi instan dengan karakteristik yang khas, salah satunya adalah kopi lokal Buleleng, Bali. Kopi lokal Buleleng yang tersedia berupa kopi jenis Robusta dan Arabika. Robusta memiliki kandungan kafein lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika, sedangkan kopi Arabika memiliki kandungan asam pembentuk cita rasa lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Robusta. Hasil pencampuran keduanya akan menghasilkan produk olahan kopi yang berbeda karakteristiknya. Selain dipengaruhi varietas kopi, dalam pembuatan kopi instan jumlah air yang digunakan juga mepengaruhi mutunya, karena sangat berkaitan dengan jumlah senyawa kopi yang dapat dilarutkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik kopi instan berbahan baku kopi lokal Buleleng, Bali dengan perlakuan perbandingan jenis kopi (Robusta : Arabika) dan jumlah air untuk ekstraksi (kopi : air). Kopi lokal Buleleng, berupa kopi jenis Robusta dan Arabika, yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kopi instan dianalisis karakteristiknya, berupa kadar air, kadar abu, kadar komponen larut air ketika penyeduhan (sari), kadar kafein, kadar senyawa mudah menguap (Volatile Reducing Substance (VRS)), dan derajat keasaman (ph). Kemudian hasil analisis dibandingkan dengan standar yang ditetapkan. Perlakuan yang diamati adalah perbandingan Robusta : Arabika dengan perbandingan 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, dan 0:100. Kopi bubuk diektraksi dengan perbandingan kopi : air yang digunakan, yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8 (g/ml). Kopi instan yang dihasilkan dianalisis karakteristiknya berupa kadar air, abu, sari, VRS, dan derajat keasaman serta uji organoleptik terhadap bubuk dan seduhannya. Perlakuan terbaik diperoleh dengan analisis ragam terhadap semua parameter yang diukur. Kopi Robusta bubuk yang digunakan selama penelitian memiliki kadar air 2,70 %, abu 5,57 %, sari 29,52 %, kafein 2,26 %, VRS 19,95 meq, ph 5,67, dan total asam 15,84 mg/g. Kopi Arabika bubuk yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air 2,19 %, abu 5,64 %, sari 28,59 %, kafein 1,27 %, VRS 20,90 meq, ph 5,69 dan total asam 17,76 mg/g. Kriteria kedua kopi bubuk memenuhi SNI kopi bubuk , kecuali kadar abunya. Hasil pencampuran kopi Robusta dan Arabika memberikan karakteristik berbeda terhadap kadar air, abu, sari, kafein, VRS, dan derajat keasaman kopi bubuk yang akan diekstrak. Kopi instan yang dihasilkan dari kedua perlakuan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Rendemen kopi instan dari masing-masing perlakuan berkisar 6-15 % tergantung dari perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air yang digunakan dalam ekstraksi. Kadar air kopi instan yang dihasilkan sebagian besar melebihi standar yang ditetapkan karena dipengaruhi oleh kelembaban udara pada ruang pengeringan. Kadar sari menunjukkan jumlah padatan yang dapat larut dalam air ketika diseduh. Kadar sari kopi instan cukup tinggi untuk semua perlakuan. Nilai VRS menunjukkan jumlah senyawa mudah menguap yang dapat membentuk aroma kopi. Nilai VRS dari

4 setiap perlakuan tidak berbeda nyata karena kandungan senyawa mudah menguap pada kedua jenis kopi hampir sama. Senyawa mudah menguap dan senyawa pembentuk cita rasa merupakan asamasam organik yang terdapat dalam kopi. Kandungan asam-asam pembentuk aroma dan cita rasa mempengaruhi derajat keasaman kopi yang dihasilkan. Nilai derajat keasaman (ph) dan total asam dipengaruhi oleh perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air yang digunakan untuk ekstraksi. Untuk hasil uji organoleptik, terdapat perbedaan persentase kesukaan panelis terhadap atribut sensori bubuk kopi instan dan hasil seduhannya. Berdasarkan uji hedonik serta didukung oleh hasil rendemen, uji kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar VRS, derajat keasaman (ph), dan total asam yang kemudian dilakukan uji ranking maka dipilih kopi instan terbaik, yaitu perlakuan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Kopi instan hasil perlakuan tersebut memiliki kadar air 6,11 %, kadar abu 11,96 %, kadar sari 81,27 %, VRS 12,35 meq, ph 5,80, dan total asam 8,16 mg/g. Perlakuan ini juga menghasilkan rendemen kopi instan yang tinggi sehingga biaya bahan baku menjadi lebih murah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

5 PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh LUH PASTINIASIH F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi : Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika) Nama : Luh Pastiniasih NRP : F Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II (Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA) (Dr. Indah Yuliasih, S.TP. M.Si) NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP: Tanggal lulus: 9 Agustus 2012

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan Luh Pastiniasih F

8 Hak cipta miliki Luh Pastiniasih, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

9 BIODATA PENULIS Luh Pastiniasih lahir di Singaraja pada tanggal 16 Agustus Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Made Sukerawan dan Ni Putu Sutarmi. Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Pancasari. Penulis kemudian menempuh pendidikan menengah di SMPN 2 Sukasada, tamat pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Singaraja dan tamat pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi (2010), Teknologi Bioproses (2011), dan Teknologi Penyimpanan dan Penggudangan (2012). Penulis juga aktif di sejumlah organisasi diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Muda FATETA Kabinet Semut Merah, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) dan Bimbingan Belajar MAFIA CLUBS. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada bulan Juni-Agustus tahun 2011 di Perusahaan Kopi Bubuk Banyuatis dan mengambil judul Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Kopi di Perusahaan Kopi Bubuk Banyuatis. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian dengan judul Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika).

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya yang masih memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menikmati nikmat dan karunianya yang tidak terhitung, salah satunya yaitu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika) disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Indah Yuliasih, S.TP. M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 4. Ayah, Ibu, seluruh keluarga dan orang tersayang Made Artawan yang selalu memberikan dorongan semangat dan doa serta kasih sayang kepada penulis. 5. Bu Ega, Bu Rini, Pak Gun, Bu Sri, Pak Edi, Pak Dicki, dan Pak Sugiardi serta seluruh laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian. 6. Perusahan Kopi Bubuk Banyuatis yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 7. Teman-teman satu bimbingan Angga, Desta, Melisa, Cici, Aryo, Dora, dan yang lainnya atas saran dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat TIN 45 terutama Derbie, Yuyun, dan Rachel atas semangat dan persahabatan yang diberikan selama hari-hari perkuliahan. 9. Semua pihak yang telah membentu penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaan bagi yang membutuhkan. Terima Kasih. Bogor, Agustus 2012 Penulis iii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi... 3 B. Pengolahan Kopi Bubuk Pengolahan Buah Kopi Penyangraian Penggilingan... 8 C. Pengolahan Kopi Instan Ekstraksi Pengeringan a. Spray Drying b. Freeze Drying III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Metode Penelitian Karakterisasi Kopi Bubuk Karakterisasi Air Pengekstrak Pembuatan Kopi Instan Katakterisasi Kopi Instan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Kopi Bubuk B. Karakteristik Air Pengestrak C. Proses Pengolahan Kopi Instan D. Karakteristik Kopi Instan Rendemen Kadar Air Kadar Abu Kadar Sari Senyawa Mudah Menguap (Volatile Reducing Substance (VRS)) Nilai Derajat Keasaman (ph) Total Asam Uji Organoleptik E. Profil Biaya Bahan Baku iv

12 Halaman VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Halaman Komponen kimia biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai... 7 Tabel 2. Satandar mutu kopi instan berdasarkan SNI , Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Deskripsi dan definisi atribut sensori pada kopi instan... Karakteristik kopi bubuk... Perbandingan karakteristik air yang digunakan untuk ekstraksi dengan kualitas air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/ Tabel 6. Tabel 7. Nilai TSS dari perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi... Profil biaya bahan baku untuk menghasilkan 1 kg kopi instan vi

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Susunan buah kopi (Ridwansyah 2003)... 3 Gambar 2. Kopi Arabika dan kopi Robusta (digoda-coffee.blogspot.com 2011)... Gambar 3. Struktur kimia kafein (C 8 H 10 N 4 O 2 ) (Blietz et al. 2009)... Gambar 4. Gambar 5. Diagram alir pembuatan kopi instan... Proses pengolahan kopi instan (a) Ekstraksi kopi, (b) Pengeringan ekstrak dengan spray dryer, (c) Kopi instan hasil perlakuan Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Rendemen kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Kadar air kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Kadar abu kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Kadar sari kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Kadar VRS kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Derajat keasaman (ph) kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Total asam kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi (a) Bubuk kopi instan dari kopi murni, (b) bubuk kopi instan dengan penambahan matlodekstrin 7% Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Gambar 18. Persentase kesukaan panelis terhadap tekstur bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Gambar 19. Gambar 20. Persentase kesukaan panelis terhadap rasa kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Persentase kesukaan panelis terhadap penerimaan umum kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi vii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur analisis Lampiran 2. Sidik ragam kareksteristik kopi bubuk... Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh perlakuan perbandingan jenis kopi (Robusta : Arabika) dan jumlah air untuk ekstraksi (kopi : air) terhadap kopi instan... Lampiran 4. Uji organoleptik bubuk dan seduhan kopi instan viii

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kopi merupakan salah satu bahan penyegar yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan. Minuman kopi yang merupakan hasil pengolahan buah kopi ini memiliki cita rasa yang khas dan banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat. Produk olahan kopi yang sering dijumpai berupa kopi bubuk dan kopi instan. Di Indonesia, produk olahan kopi berupa kopi instan sebagian besar masih diimpor dari negara lain karena terbatasnya teknologi. Beberapa kopi instan yang beredar di Indonesia, terutama di pasar retail merupakan kopi instan dari luar negeri dengan menonjolkan karakteristik khas dari daerah asalnya. Indonesia merupakan pengekspor kopi peringkat keempat dunia yang mana setiap daerah penghasil kopi Indonesia menghasilkan kopi dengan karakteristik yang berbeda. Ini merupakan peluang untuk membuat kopi instan yang berlabelkan daerah penghasil kopi (Bina UKM 2011). Bali merupakan salah satu daerah penghasil kopi, baik kopi Robusta ataupun kopi Arabika, yang cukup menjanjikan untuk pengembangan industri kopi instan. Pada tahun 2007, Bali memiliki luas areal perkebunan kopi Robusta ha dan kopi Arabika ha yang tersebar di beberapa kabupaten diantaranya Bangli, Buleleng, Badung dan Tabanan. Karakteristik kopi yang dihasilkan berbeda-beda karena pengaruh lokasi tumbuhnya. Menurut Freitas dan Mosca (1999), komponen utama pembentuk aroma pada kopi dipengaruhi oleh indeks geografi tumbuhnya sehingga aroma kopi yang dihasilkan berbeda-beda bergantung dari komponen utama penyusunnya. Beberapa penelitian tentang proses pengolahan kopi instan telah banyak dilakukan dalam rangka mendapatkan kopi instan yang disukai konsumen, antara lain perlakuan jumlah air dan lama waktu ekstraksi pada kopi instan dengan mikroenkapsulasi, dekafeinasi kopi instan dengan reaktor kolom tunggal, serta kopi instan rendah kafein dengan proses kristalisasi kafein. Namun, kopi yang digunakan dalam pembuatan kopi instan tersebut hanya kopi Robusta. Hal ini dikarenakan kopi jenis Robusta mendominasi perkebunan kopi di Indonesia. Belum ada penelitian tentang pengolahan kopi instan dari campuran dua jenis kopi (Robusta dan Arabika). Kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika sehingga hasil seduhannya memiliki rasa yang lebih pahit. Kopi Arabika dengan kafein yang lebih sedikit memiliki cita rasa yang lebih baik karena semakin kecil kandungan kafein semakin enak rasa kopi yang dihasilkan. Selain itu, kopi Arabika mengandung asam-asam organik yang menyebabkan cita rasanya menjadi khas. Kopi Robusta memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan dapat tumbuh pada ketinggian 800 m diatas permukaan laut. Kopi Robusta lebih banyak dibudidayakan dibandingkan kopi Arabika karena kopi Arabika harus ditanam di ketinggian m di atas permukaan laut. Kopi Robusta dengan harga yang lebih murah, banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku indusri kopi. Proses pengolahan kopi instan dilakukan dengan mencampurkan kopi Robusta dan Arabika dengan berbagai perbandingan untuk mendapatkan aroma dan rasa yang sesuai dengan keinginan konsumen. Target konsumen yang ingin dituju adalah masyarakarat daerah Bali khususnya kaula muda yang menyukai produk instan. Sekarang, banyak produk kopi yang beredar di pasar. Untuk pasar lokal Bali khususnya Buleleng, terdapat produk kopi hasil perusahaan lokal. Produk kopi yang dihasilkan belum memenuhi kriteria yang diingikan konsumen karena masih meninggalkan ampas dan rasanya yang terlalu pahit. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk membuat kopi tanpa ampas dan memiliki cita rasa yang disukai konsumen. Campuran menggunakan Robusta yang lebih banyak 1

17 dibandingkan Arabika. Hal ini dikarenakan konsumen menginginkan kopi yang tidak terlalu pahit karena kafein dari kopi Robusta dan juga tidak timbul rasa asam yang berlebih dari kopi Arabika. Selain itu, dari segi ekonomi kopi Robusta banyak ditanam di perkebunan Indonesia yang memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan kopi Arabika. Selain pencampuran kedua jenis kopi, karakteristik kopi instan yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh proses ekstraksinya. Proses ekstraksi yang dilakukan dengan perbandingan kopi : air yang berbeda-beda juga dapat mempengaruhi karakteristik kopi instan yang dihasilkan, berbeda volume air yang digunakan berbeda jumlah komponen yang dapat dilarutkan. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), perbandingan kopi : air yang disarankan untuk proses ekstraksi adalah 1:4, sedangkan untuk air sadah 1:8. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan penelitian mengenai proses pengolahan kopi instan dari kopi lokal Buleleng, Bali dengan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi agar diperoleh kopi instan dengan karakteristik yang disukai konsumen. B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik kopi instan berbahan baku kopi lokal Buleleng, Bali dengan perlakuan perbandingan jenis kopi (Robusta : Arabika) dan jumlah air untuk proses ekstraksi (kopi : air). 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI Kopi termasuk kelompok tanaman semak dengan genus Coffea. Kopi termasuk ke dalam famili Rubiaceae. Beberapa jenis kopi yang banyak dijumpai adalah kopi Arabika (Coffea arabica), kopi Robusta (Coffea canephora), dan kopi Liberika ( Coffea liberica). Di Indonesia jenis kopi yang paling banyak ditanam adalah jenis Robusta dan Arabika. Kopi Arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian meter di atas permukaan laut (dpl). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan akan semakin baik. Kopi Robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan kopi Arabika. Sebagian besar kopi Indonesia merupakan kopi jenis Robusta karena lebih mudah ditanam dibandingkan kopi Arabika serta tingkat produktivitas yang tinggi. Kopi Arabika memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan kopi jenis lainnya. Kopi Arabika memiliki cita rasa yang khas dengan kandungan kafein yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kopi Robusta. Kopi jenis Liberika sudah tidak ditanam lagi oleh petani Indonesia karena rendemen biji kopi yang dihasilkan hanya 10% dari bobot kopi basah (Panggabean 2011). Tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik apabila faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dioptimalkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kopi terdiri atas, tanah, curah hujan, ketinggian tempat, dan pemeliharaan. Untuk dapat tumbuh dengan baik kopi harus ditanam pada tanah yang subur dan memiliki ph berkisar 5-7. Curah hujan yang masih dapat ditolerir oleh tanaman kopi adalah mm/tahun. Curah hujan mempengaruhi pembentukan bunga sampai menjadi buah. Berbeda jenis kopi yang ditanam berbeda pula ketingian tempat yang dipersyaratkan, kopi Arabika tumbuh pada ketinggian diatas 1000 meter dpl sedangkan kopi Robusta dapat tumbuh pada ketinggian 800 meter dpl (Ridwansyah 2003). Pemanenan kopi dilakukan ketika buah kopi sudah berwarna merah hingga merah tua. Kopi mulai menghasilkan buah ketika berumur empat tahun. Proses pemanenan dilakukan secara manual. Kopi dipetik satu persatu menggunakan tangan. Kopi kering yang luluh ke tanah dipanen secara terpisah yang disebut dengan panen lelesan. Pada akhir masa panen, semua buah dipanen sampai habis yang disebut dengan panen rampasan untuk memutus daur hidup hama (Panggabean 2011). Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi atau sering juga disebut kopi gelondongan basah adalah buah kopi hasil panen dari kebun, kadar airnya masih berkisar antara % dan biji kopinya masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari. Buah kopi tediri atas tiga bagian, yaitu lapisan kulit luar (excocarp), lapisan daging (mesocarp), dan lapisan kulit tanduk (endoscarp). Adapun susunan buah kopi disajikan pada Gambar 1 berikut ini : Kulit buah Pulp Kulit tanduk Endoskraf Kulit ari Biji kopi Gambar 1. Susunan buah kopi (Ridwansyah 2003) 3

19 Suatu jenis kopi dapat dibedakan dengan melihat bentuk bijinya. Kopi Arabika memiliki karakteristik biji bentuknya agak memanjang, bidang cembung tidak terlalu tinggi, lebih bercahaya dari jenis lainnya, dan celah tengah (center cut) di bagian datar tidak lurus memanjang ke bawah, tetapi berlekuk. Kopi Robusta memiliki karakteritik biji bentuknya agak bulat, lengkungan biji lebih tebal dibandingkan jenis Arabika, dan garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata atau lurus (Panggabean 2011). Perbedaan kenampakan Robusta dan Arabika dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kopi Arabika dan kopi Robusta (digoda-coffee.blogspot.com 2011) Menurut Leonard et al. (1996), komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Dalam biji kopi terkadung lebih dari 500 senyawa kimia, tetapi komponen kimia yang terpenting tedapat di dalam kopi adalah kafein dan kafeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf dan kafeol memberikan flavor dan aroma yang baik. Selama proses penyangraian biji kopi beberapa bagian kafein berubah menjadi kafeol dengan jalan sublimasi. Kandungan kafein dalam kopi memiliki efek positif dan efek negatif pada tubuh. Kafein kopi bermanfaat dalam stimulasi otak dan sistem syaraf serta mempertinggi denyut jantung, karena itu setelah meminum kopi akan terasa sensasi kesegaran psikis. Kandungan kafein yang tinggi dapat menyebabkan jantung berdebar, pusing, dan tekanan darah meningkat serta menyebabkan susah tidur. Menurut Winarno (1992), kafein dapat meningkatkan sekresi asam lambung, memperbanyak produksi urine, memperlebar pembuluh darah, dan meningkatkan kerja otot. Kopi bubuk murni mengandung 100 mg kafein. Kadar kafein yang mulai membahayakan kesehatan bila konsumsinya 1000 mg/hari atau konsumsi kopi lebih dari 5 cangkir per hari. Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba. Kristal kafein mengikat satu molekul air, dapat larut dalam air mendidih. Kafein mencair pada suhu C dan akan menyublim pada suhu 1760 o C di dalam ruangan terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang sangat pahit dan mengembang di dalam air (Randi 2006). Kafein sangat penting dalam aspek psikologis peminum kopi dan merupakan faktor penting pemberi rasa pahit. Semakin kecil kandungan kafein dalam biji kopi, semakin enak rasa kopi yang dihasilkan. Struktur kimia kafein dapat dilihat pada Gambar 3. 4

20 Gambar 3. Struktur kimia kafein (C 8 H 10 N 4 O 2 ) (Blietz et al. 2009) Kandungan kopi selain kafein berupa asam klorogenat, trigonelin, senyawa mudah menguap, asam amino, dan karbohidrat mempengaruhi cita rasa kopi yang dihasilkan. Perbedaan komposisi pada masing-masing jenis kopi akan menghasilkan cita rasa kopi yang berbeda sehingga setiap jenis kopi bersifat unik. Masing-masing senyawa kimia dalam kopi memiliki andil dalam pembentukan cita rasa dan aroma seduhan kopi. Rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral bersama dengan pecahan serat kasar, asam klorogenat, kafein, tanin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya (Varnam dan Sutherland 1994). B. PENGOLAHAN KOPI BUBUK 1. Pengolahan Buah Kopi Buah kopi yang telah masak sempurna akan dipanen untuk diolah menjadi kopi beras (biji kopi kering). Pengolahan buah kopi yang dilakukan mempengaruhi cita rasa alohan kopi yang nantinya dihasilkan. Pengolahan buah kopi menjadi kopi beras dapat dilakukan dengan dua cara pengolahan cara kering (Oost Indische Bereiding) atau pengolahan cara basah (Wash Indichi Bereiding). Pengolahan buah kopi dengan metode kering banyak dilakukan oleh petani Indonesia karena relatif pendek dan sederhana. Proses pengolahan kering dilakukan dengan langsung mengeringkan buah kopi yang baru dipanen. Pengeringan dapat menggunakan pengeringan matahari atau dengan pengeringan buatan. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari pada umumnya berlangsung hari, sangat bergantung pada keadaan cuaca. Pengeringan dengan cara ini membutuhkan lokasi yang luas dan bersih. Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan mesin-mesin pengering yang banyak ditawarkan di pasaran, seperti mesin pengering statik, mesin pengering drum yang berputar atau mesin pengering vertikal. Dengan pengeringan buatan, suhu pengeringan dapat diatur sehingga dapat mempertahankan kualitas kopi. Setelah buah kopi kering kulit kopi dikupas hingga diperoleh biji kopi kering yang bersih (Siswoputranto 1993). Buah kopi yang diolah dengan metode basah pada umumnya memiliki kualitas yang baik dan seragam. Namun, jika pengolahannya tidak tepat, beresiko merusak cita rasa kopi menjadi fermented (biji kopi terfermentasi berlebihan). Menurut Panggabean (2011), tahapan proses pengolahan kopi secara basah adalah sebagai berikut: a. Sortasi Sortasi buah kopi dilakukan secara manual dengan alat berupa bak penampung yang berisi air. Buah kopi hasil panen dimasukkan ke dalam bak kemudian diberi air. Buah kopi yang mengambang menandakan buah tersebut jelek atau rusak. Buah yang tenggelam merupakan buah berisi dan dapat diolah pada tahap selanjutnya. 5

21 b. Pengupasan kulit buah Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke mesin pulper yang akan mengupas kulit buah kopi. Pada prinsipnya pengupasan kulit metode basah sama dengan pengupasan kulit pada metode kering. Pengupasan kulit buah berlangsung di antara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang diam (stator) di dalam alat pulper. c. Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir yang tersisa dari kulit tanduk. Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terdapat di lapisan lendir dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi dilakukan dengan merendam biji kopi dengan air pada bak fermentasi. Biji kopi dibiarkan terendam selama 10 jam. Setelah 10 jam air rendaman dibuang sambil diaduk. Bak kembali diisi air bersih dan dilakukan perendaman lagi. Setiap 3-4 jam air rendaman diganti sambil diaduk. Perendaman dihentikan setelah 30 jam difermentasi. Fermentasi yang baik ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir dari kulit tanduk. Selain dengan fermentasi basah, fermentasi kopi juga dapat dilakukan dengan fermentasi kering. Fermentasi kering dilakukan tanpa menggunakan air. Fermentasi kering dilakukan dengan menutup biji kopi dengan kain atau karung goni basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama dibandingkan fermentasi basah. d. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa lendir yang masih menempel setelah proses fermentasi. Pencucian mengunakan air mengalir pada bak yang memanjang, kopi diaduk dengan tangan atau kaki untuk melepaskan sisa lendir yang masih melekat. e. Pengeringan Pengeringan yang dilakukan pada metode basah tidak berbeda dengan pengeringan pada metode kering. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air biji kopi. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara mekanis atau tradisonal. Pengeringan mekanis menggunakan alat atau mesin pengering. Pengeringan dengan cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari (penjemuran). f. Pengupasan kulit tanduk Setelah proses pengeringan, biji kopi dihilangkan kulit tanduknya dengan menggunakan mesin huller. Dengan mesin huller akan diperoleh kopi beras yang siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya. Biji kopi kering yang dihasilkan dari pengolahan metode kering atau basah dikemas dengan menggunakan karung untuk kemudian dijual atau disimpan. Penyimpanan dilakukan pada ruangan yang mempunyai ventilasi udara yang memadai, disusun baik, dan tidak dicampur dengan komoditas pertanian lainnya. Ketahanan penyimpanan biji kopi yang diolah dengan metode kering sama dengan biji kopi yang diolah dengan metode basah. 2. Penyangraian Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO 2 dan produk pirolisis mudah menguap lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan C, medium roast suhu yang digunakan 204 C dan dark roast suhu yang digunakan C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994): ligh roast menghilangkan kadar air 3-5%, medium roast 5-8 % dan dark roast 8-14%. 6

22 Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinu. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, pada beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinu merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster, dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Nasriati 2006). Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100 C dan berikutnya tahap pirolisis pada suhu 180 C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa mudah menguap, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO 2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO 2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi (Buffo dan Cardelli-Freire 2004). Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melansidin yang memberikan warna cokelat. Perubahan komponen kimia biji kopi yang telah melalui proses roasting dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Komponen kimia biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai Komponen Arabika Robusta Kopi Beras Kopi Sangrai Kopi Beras Kopi Sangrai Mineral (%b/b) 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5 4,6-5,0 Kafein (%b/b) 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4 2,0 Trigonelin (%b/b) 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75 0,3-0,6 Lemak (%b/b) 12,0-18,0 14,5-20,0 9,0-13,0 11,0-16,0 Asam Klorogenat (%b/b) 5,5-8,0 1,2-2,3 7,0-10,0 3,9-4,6 Asam Alifatis (%b/b) 1,5-2,0 1,0-1,5 1,5-1,2 1,0-1,5 Oligosakarida (%b/b) 6,0-8,0 0-3,5 5,0-7,0 0-3,5 Polisakarida (%b/b) 50,0-55,0 24,0-39,0 37,0-47,0 - Asam Amino (%b/b) 2,0 0,0 Protein (%b/b) 11,0-13,0 13,0-15,0 13,0-15,0 Asam humat (%b/b) - 16,0-17,0 16,0-17,0 Sumber : Clarke dan Macrae (1987) Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimetilamin, asam formiat dan asam asetat. 7

23 Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat (Franca et al. 2005). Perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor dengan perubahan nilai ph. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa mudah menguap seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H + bebas di dalam seduhan makin berkurang secara signifikan (Sulistyowati 2002). Senyawa trigonelin dalam kopi akan mengalami degradasi selama proses penyanggraian menjadi beberapa komponen heterosiklik piridin yang menimbulkan aroma kopi yang telah disangrai. Namun, trigonelin yang tidak terdegradasi sempurna menimbulkan rasa pahit yang mempengaruhi cita rasa kopi. Kadar trigonelin pada biji Arabika 0,6 1,3 %, sedangkan Robusta mencapai 0,3 0,9% (Panggabean 2011). Senyawa mudah menguap yang menciptakan aroma kopi terbentuk pada menit-menit terkahir penyangraian karena terjadinya pirolisis gula, karbohidrat dan protein dalam struktur sel biji. Karbohidrat akan mengalami degradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana (Arya dan Rao 2007). Selama proses pirolisis terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat dan berbagai jenis asam lainnya, aldehida dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO 2, sulfide, dan senyawa lainnya. Komponen mudah menguap pada biji Arabika dan Robusta hampir sama, walaupun komponen turunannya dan aroma dari biji Arabika mempunyai beberapa perbedaan terhadap biji Robusta. Pembentukan senyawa mudah menguap melibatkan reaksi Mailard antara asam amino, protein, trigonelin, serotonin dengan karbohidrat, asam-asam hidroksilat, fenol, dan lain-lain. Reaksi-reaksi yang terjadi selama penyangraian akan mepengaruhi warna dan cita rasa kopi (Blietz et al. 2009). Karbohidrat di dalam biji kopi berupa senyawa larut air atau tidak larut air. Jenis karbohidrat yang terdapat dalam kopi di antaranya arabinosa, fruktosa, mannosa, galaktosa, dan glukosa. Polisakarida berupa selulosa dan hemiselulosa dijumpai pada dinding sel biji kopi (Panggabean, 2011). Kandungan karbohidrat pada Arabika adalah sekitar 6-8,3 % basis kering dan Robusta 3,1-4,1%. Glukosa berkorelasi negatif dengan tingkat aroma, tetapi berkorelasi positif dengan kemanisan. Karbohidrat berpengaruh terhadap warna cokelat pada kopi yang sudah disangrai, membentuk cita rasa, dan berperan kepada pembentukan senyawa mudah menguap. Selama penyangraian, karbohidrat berubah menjadi polisakarida larut air, oligosakarida, melanoidin, karamel dan senyawa mudah menguap (Varnam dan Sutherland 1994). 3. Penggilingan Kopi yang telah disangrai kemudian digiling untuk mendapatkan kopi bubuk. Penggilingan dilakukan dengan alat pengiling (grinder). Mekanisme penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh kerapatan piringan dan ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Semakin kecil ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk ukuran partikel kopi bubuk semakin halus (Najiyati dan Danarti 2001). Penggilingan bertujuan untuk membuka permukaan kopi sangrai. Dengan permukaan yang semakin luas akan meningkatkan jumlah koloid yang larut dalam air ketika penyeduhan. Penggilingan yang lebih halus tidak hanya meningkatkan efisiensi hasil ekstrak tetapi juga merubah sifat soluble dan koloidal yang mengakibatkan rasa berubah sesuai dengan hasil gilingan. Semakin halus hasil gilingan semakin baik cita rasa yang dihasilkan dari seduhannya. Menurut Yeretzian et al. (2012), semakin halus partikel kopi semakin mudah melepas komponen kopi saat penyeduhan. Kehalusan penggilingan mempengaruhi lepasnya komponen kopi selama penyimpanan. 8

24 C. PENGOLAHAN KOPI INSTAN Kopi instan ditemukan oleh G. Washington pada tahun 1906, seorang kebangsaan Inggris yang hidup di Guatemala. Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut air (soluble) tanpa meninggalkan serbuk atau endapan. Menurut Siswoputranto (1993), kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) tanpa meninggalkan ampas. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian (roasting), penggilingan (grinding), ekstraksi, pengeringan (Spray Drying maupun Freeze Drying), dan pengemasan produk. Berdasarkan SNI , kopi instan adalah produk kering yang mudah larut dalam air, diperoleh seluruhnya dengan mengekstrak biji tanaman kopi (Coffee sp.) yang telah disangrai, hanya dengan menggunakan air. Keuntungan utama dari kopi instan adalah kopi instan memungkinkan konsumen untuk membuat kopi tanpa peralatan lain selain cangkir dan pengaduk, secepat memanaskan air. Peneliti pemasaran juga menemukan bahwa konsumen lebih senang membuat kopi tanpa harus menyisakan ampas. Beberapa pelanggan yang sudah terbiasa mengkonsumsi kopi instan, sebagaimana yang ditemukan melalui penelitian taste test oleh sebuah pabrikan kopi, bahkan tidak mengenal rasa dari kopi yang diseduh secara tradisional (Sumahamijaya 2009). Pengolahan kopi instan (soluble coffee) sangat tergantung dari proses sebelumnya. Pada tahap penggilingan, biji-biji kopi yang berbeda ukuran partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingan yang agak kasar dan seragam lebih diinginkan (Ridwansyah 2003). 1. Ekstraksi Proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan menggunakan percolator (penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini terjadi di dalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhunya 180 C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100 C. Penggunaan suhu air yang tinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak yang tinggi. Penggunaan suhu tinggi akan menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi hidroulik (suhu air 173 C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kpa) dan kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air mengumpulkan sisa padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak terekstraksi akan secara langsung terbawa ke kolom percolator berikutnya dan terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran. Larutan ekstrak bergerak ke depan secara kontinu dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut %. Pengisian air panas mengalir secara kontinu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak (Syamsir 2010). Menurut Ridwansyah (2003), kopi hasil ekstraksi yang dihasilkan dari kolom terakhir harus didinginkan terlebih dahulu pada tempat penampungan. Kopi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying atau freeze drying, namun biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut lainnya. Ekstrak dipekatkan dengan cara evaporasi dengan evaporator tradisional. Ekstrak kemudian disimpan sementara di tangki penyimpanan untuk 9

25 menunggu proses pengeringan. Ampas kopi bubuk dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke tempat pembuangan karena masih mengandung 70 % kadar air. Selain menggunakan perkolator, proses penyangraian dapat dilakukan dengan cara countercurrent extraction atau slurry extraction. Ekstraksi dengan cara counter-current extraction dilakukan dengan meletakkan kopi yang akan diekstrak pada silinder yang berotasi, air panas disemburkan dari atas silinder untuk mengestrak kafein kopi. Ekstraksi dengan cara slurry extraction merupakan cara yang paling sederhana, kopi yang akan diekstrak dicampur dengan air panas, diaduk-aduk. Setelah ekstraksi, kopi disaring kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan padatan yang tidak terlarut (Rahardian 2008). Dalam proses ekstraksi kopi menggunakan air, kualitas air juga perlu diperhatikan karena berkaitan dengan pembuatan bahan pangan. Menurut Buckle et al. (1987), air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan pangan harus memenuhi standar mutu yang diperlukan untuk air minum. Masing-masing bagian dari industri pengolahan pangan mungkin perlu mengembangkan syarat-syarat mutu air khusus untuk mencapai hasil-hasil pengolahan yang memuaskan. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), sifat kimia air memberikan pengaruh kecil pada proses ekstraksi kopi. Air yang mengandung alkali menghambat kecepatan perkolasi. Air alkali dengan perbandingan tinggi mempengaruhi ph, rasa seduhan dan warna gelap. Pada perkolasi komersial, perbandingan kopi : air yang dipakai adalah 1:4 dengan ph ampas 3,8. Air yang digunakan dalam proses esktraksi kopi merupakan air yang memenuhi baku mutu air minum. 2. Pengeringan a. Spray Drying Proses spray drying terjadi di dalam tower silindris yang besar dengan dasar kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran udara panas sekitar 250 C. Partikel-partikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar. Udara yang telah terpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi adalah diproduksinya partikel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu, makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi (Ridwansyah 2003). b. Freeze Drying Prinsip kerja freeze drying meliputi pembekuan larutan, menggranulasikan larutan yang beku, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublim dan akan menghasilkan produk padat (solid product). Pada prakteknya, ekstrak kopi disaring dan dikumpulkan pada tangki utama, kemudian cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar. Setelah itu dibawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan etilen glikol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama menit dengan suhu -40 C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lempeng beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. Partikel-partikel disaring untuk keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata. 10

26 Granula-granula yang membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan vakum yang dioperasikan secara batch atau kontinu. Selama proses pengeringan suhu produk umumnya tidak lebih dari 50 C (Ridwansyah 2003). Pada tahapan proses ekstraksi, komponen flavor yang bersifat mudah menguap seringkali tidak terekstrak secara sempurna. Hal ini terjadi karena beberapa komponen tersebut memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, sehingga tidak ikut terekstrak pada saat proses ekstraksi. Proses pemekatan dan pengeringan yang menggunakan panas (evaporasi vakum dan pengeringan semprot) juga berpotensi menyebabkan hilangnya komponen aroma dan cita rasa yang mudah menguap karena ikut menguap bersama air yang dikeluarkan sehingga menghasilkan produk kopi instan dengan aroma dan citarasa yang lebih ringan dibandingkan dengan proses beku (pemekatan beku dan pengeringan beku). Akan tetapi, karena penggunaan teknik pemekatan beku dan pengeringan beku memerlukan biaya produksi yang sangat tinggi, disamping teknologinya yang diproteksi oleh paten, maka teknik ini hanya digunakan untuk kopi instan dengan kelas superior yang harganya relatif lebih mahal (Syamsir 2010). Kopi instan yang dihasilkan harus sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Karakteristik mutu kopi instan berdasarkan SNI ,1992 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar mutu kopi instan berdasarkan SNI Uraian Satuan Persyaratan Keadaan : Bau Normal Rasa Normal Air % bobot Maks 4 Abu % bobot 7 14 Kealkalian Abu ml 1 N NaOH/100g Kafein % bobot 2 8 Jumlah gula (sebagai gula pereduksi) % bobot Maks 10 Padatan yang tidak larut dalam air % bobot Maks 0,25 Cemaran logam : Timbal (Pb) mg/kg Maks 2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 30 Arsen (As) mg/kg Maks 1 Pemeriksaan Mikrobiologi : Kapang koloni/g Maks. 50 Jumlah bakteri koloni/g Lebih kecil dari 300 Untuk mengetahui cita rasa yang dihasilkan dari kopi instan, dilakukan analisis sensori. Pada umumnya, analisis sensori pada kopi dilakukan dengan analisis sensori deskriptif. Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori di mana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripdikan, dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini (Setianingsih et al. 2010). Aroma dan cita rasa pada kopi dapat dideskripsikan berdasarkan kesan yang paling dominan. Deskripsi para ahli kopi terhadap atribut sensori bubuk kopi instan dan seduhannya dapat dilihat pada Tabel 3. 11

27 Tabel 3. Deskripsi dan definisi atribut sensori pada kopi instan No Atribut Penjelasan 1. Penampakan Bubuk Warna Tekstur Simetri Kerapatan 2. Aroma Bubuk Fishy 3. Penampakan Seduhan Kelarutan Kabut 4. Aroma Seduhan Leather Cocoa Malty Toasted cereal Nutty Barthy Spicy Roasted Acidic odour Sweet odour Mushroom Fenugreek Root 5. Cita Rasa Seduhan Acidic taste Bitter taste Sweet Body Astringency Sumber : Geel et al. (2005) Menunjukkan intensitas kecoklatan bubuk kopi (cokelat muda atau cokelat pekat) Granula bubuk kopi menjadi kasar ketika memiliki ukuran partikel yang besar dan keras Sebuah partikel kopi dikatan simetris ketika kedua bagian partikel mencerminkan satu sama lain Partikel yang dikemas bersama dan memiliki tekstur yang halus dikatakan memiliki kerapatan tinggi, sedangkan yang kerapatannya rendah partikel terlihat berlubang (lubang kecil yang tidak terlihat dari permukaan) Aroma bubuk kopi instan yang timbul menyerupai aroma ikan kaleng (seperti tuna) Kemudahan bubuk kopi larut ketika ditambahkan air panas. Kejernihan atau kekeruhan dari penampakan seduhan kopi instan. Mengingatkan bau hewan, memiliki karakteristik aroma bulu basah, kulit samak atau kulit mentah. Aroma ini menunjukkan aroma dan flavor dari bubuk coklat Karakteristik aroma seperti biji-bijian mentah atau malt ekstrak Mengarah ke biji-bijian yang disangrai, seperti roti yang baru selesai di panggang. Seperti aroma kacang segar Aroma tanah basah atau aroma kentang mentah. Aroma rempah-rempah seperti cengkeh, sereh atau lada. Menunjukkan tingkat penyangraian mulai dari sangrai ringan hingga seperti asap kayu bakar. Aroma ini muncul karena adanya aroma asam buah yang segar, tidak mengindikasikan proses fermentasi. Aroma karamel (gula dipanaskan) Aroma seperti jamur segar, aroma ini berbeda dengan aroma tanah. Aroma gurih pedas seperti daging dengan merica Aroma yang menggambarkan aroma pemasakan ubi jalar. Karakteristik dasar cita rasa dibentuk oleh asam-asam organik. Cita rasa terbentuk karena kandungan kafein, quinon dan alkaloid. Cita rasa terbentuk karena larutnya glukosa dan fruktosa. Cita rasa yang menggambarkan rasa kopi seutuhnya ketika di mulut. Cita rasa yang tertinggal setelah meminum kopi, seperti efek pengeringan di daerah mulut. 12

28 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biji kopi sangrai Robusta dan Arabika dari Kabupaten Buleleng, Bali sebagai bahan baku utama dalam pembuatan kopi instan serta bahan kimia untuk keperluan analisis VRS dan karakterisasi kopi yang terdiri atas, Kalium permanganat (KMnO 4 ) 0,02 N, H 2 SO 4 6 N, KI 20%, Na 2 S 2 O 3 0,02 N, indikator kanji 1%, Pb-asetat, etanol absolut, metanol kromatografi, kafein standar, kertas saring dan membran filtrasi. 2. Alat Peralatan yang digunakan antara lain spray dryer (Mini Spray Dryer Bunchi 190), timbangan digital, labu erlenmeyer, gelas piala, labu takar, pipet mohr, cawan porselin, cawan aluminium, biuret, corong penyaring, termometer, ph meter, oven pengering, desikator, pembakar tanur, labu aerasi VRS apparatus, kompor listrik, HPLC (HP series 1100 UV visible), dan kamera digital. B. METODE PENELITIAN 1. Karakterisasi Kopi Bubuk Pada awal penelitian dilakukan analisis karakteristik biji kopi Robusta dan Arabika yang telah disangrai untuk mengetahui perbedaan keduanya. Biji kopi Robusta dan Arabika sangrai yang sudah diketahui karakteristiknya kemudian dicampur dengan beberapa perbandingan. Perbandingan Robusta : Arabika yang diinginkan adalah 100:0, 80:20, 70:30, 60:40 dan 0:100. Biji kopi sangrai yang telah dicampur digiling hingga kehalusan 75 mesh. Analisis yang dilakukan terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar kafein, kadar sari, kadar VRS, total asam, dan nilai ph. Prosedur pengujian sesuai dengan SNI untuk kopi bubuk dan SNI untuk kopi instan. 2. Karakterisasi Air Pengestrak Air yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah air PAM. Pada pengolahan kopi instan, air yang digunakan dipanaskan hingga mendidih dan dibiarkan mendidih selama 15 menit. Air digunakan dalam proses esktraksi setelah suhunya mencapai o C. Air pengestrak yang digunakan duji karakteristik fisika dan kimianya. Hasil pengujian dibandingkan dengan baku mutu air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/ Pembuatan Kopi Instan Kopi bubuk yang telah disiapkan kemudian diproses untuk pembuatan kopi instan. Pada tahap pencampuran, perbandingan kopi Robusta : Arabika yang digunakan adalah 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, dan 0:100. Masing-masing perbandingan digiling dengan disc mill dengan kehalusan 75 mesh. Kopi bubuk diekstraksi dengan air panas (85-90 o C) dengan perbandingan kopi : air yaitu 1:4, 1:6, dan 1:8 bobot (g) per volume (ml). Proses ekstraksi dilakukan selama 1,5 jam (hingga dingin). Setelah proses ekstraksi dilakukan penyaringan. Proses penyaringan dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama penyaringan dengan kain saring dan tahap kedua penyaringan dengan kertas saring. Hasil ekstraksi dikeringkan dengan spray dryer dengan suhu inlet o C dan suhu outlet

29 o C. Kopi instan yang dihasilkan langsung dikemas dengan kantong aluminium foil karena kopi instan bersifat sangat hidroskopis. Diagram alir pembuatan kopi instan dapat dilihat pada Gambar 4. Kopi Arabika Kopi Robusta Pencampuran Penggilingan Ekstraksi dengan air suhu o C selama 1,5 jam Penyaringan bertahap Pengeringan dengan spray dryer Kopi Instan Gambar 4. Diagram alir pembuatan kopi instan 4. Karakterisasi Kopi Instan Kopi instan yang dihasilkan dikarakterisasi. Parameter yang diamati adalah rendemen, sifat fisiko kimia (kadar air, kadar abu, kadar VRS, kadar sari kopi, kadar kafein dan derajat keasaman /ph), dan uji organoleptik bubuk kopi instan dan hasil seduhannya. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor perlakuan dan dua ulangan. Faktor-faktor yang dipelajari yaitu perbandingan Robusta : Arabika (A) dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi (B). Menurut Sudjana (1984), model linear rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = µ + A i + B j + (AB) ij + ε ij Y ij : Nilai pengamatan µ : Nilai rata-rata umum A i : Pengaruh perlakuan perbandingan Robusta : Arabika pada taraf ke-i B j : Pengaruh perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstrksi pada taraf ke-j (AB) ij : Pengaruh interaksi perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi ε ij : Pengaruh galat percobaan 14

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KOPI BUBUK Karakteristik awal kopi sangrai diketahui dengan melakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar kafein, kadar VRS, derajat keasaman (ph), dan total asam terhadap kopi Arabika dan Robusta sangrai serta campuran keduanya. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan standar kopi bubuk berdasarkan SNI kopi bubuk yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik kopi bubuk Karakteristik Satuan Pustaka* Perbandingan Robusta : Arabika 100:0 80:20 70:30 60:40 0:100 Bau - Normal Normal Normal Normal Normal Normal Rasa - Normal Normal Normal Normal Normal Normal Warna - Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kadar Air % b/bb Mks. 7 2,70 2,19 2,03 2,40 2,81 Kadar Abu % b/bb Mks. 5 5,57 5,52 5,50 5,57 5,64 Kadar Sari % b/bb ,52 27,11 29,80 28,39 28,59 Kadar Kafein % b/b 0,9-2 2,29 2,11 2,04 2,00 1,26 Kadar VRS ml ekuivalen 19,95 17,10 19,95 19,00 20,90 Nilai ph 5,67 5,60 5,53 5,63 5,69 Total Asam mg/g 15,84 16,8 17,28 16,8 17,76 * SNI kopi bubuk Kopi yang telah disangrai memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda, tergantung jenis kopi yang digunakan, suhu penyangraian, lama penyangraian, dan teknik penyangraian. Hasil penyangraian akan mempengaruhi aroma dan cita rasa kopi instan yang akan dihasilkan sehingga perlu diketahui karakteristik awalnya. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Effendi (2009), kandungan air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Kandungan air dalam suatu bahan pangan dinyatakan berupa basis basah atau basis kering. Pada pengukuran kadar air kopi sangrai digunakan basis basah. Kopi Robusta dan Arabika bubuk serta campurannya memiliki kadar air yang sesuai dengan SNI. Dengan kadar air yang rendah, kopi bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama karena dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme yang menyebabkan kopi bubuk mengalami kerusakan. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan nilai kadar air yang berbeda-beda. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar air kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar air tertinggi dan berbeda nyata dengan empat perbandingan lainnya yang saling tidak berbeda nyata. Perbedaan 15

31 kadar air terjadi karena derajat sangrai dari kopi tersebut. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan C, medium roast suhu yang digunakan 204 C dan dark roast suhu yang digunakan C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5 % kadar air, medium roast 5-8 %, dan dark roast 8-14 %. Banyaknya air yang diuapkan selama penyangraian mempengaruhi kadar air akhir dari kopi sangrai. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan kadar air kopi Robusta. Namun, campuran keduanya memberikan nilai kadar air yang tidak berbeda nyata dengan Robusta. Hal ini diduga terjadi karena derajat penyangraian Robusta lebih tinggi dibandingan Arabika sehingga kadar airnya lebih rendah. Rekapitulasi sidik ragam kadar air kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dan logam pada suatu bahan. Kandungan mineral dan logam pada kopi bubuk dipengaruhi oleh tempat tumbuh kopi itu sendiri dan tidak berubah secara signifikan selama penyangraian. Kandungan mineral pada kopi bubuk diperoleh dari unsur hara yang diserap selama pertumbuhan (Martin et al. 1998). Kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan sedikit melebihi standar SNI yang mensyaratkan kadar abu maksimum pada bubuk kopi adalah 5 % b/b. Tingginya kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan dipengaruhi oleh proses pemeliharaan, kondisi tanah dan iklim tempat kopi itu tumbuh. Kopi yang digunakan sebagai bahan baku diambil dari Kabupaten Buleleng, Bali sehingga memiliki karakteristik kadar abu tidak berbeda jauh satu dengan lainnya. Berdasarkan sidik ragam terhadap kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar abu tertinggi dan beda nyata terhadap perbandingan lainnya. Kadar abu kopi berbeda karena perbedaan kandungan mineral dan logam dari kopi itu sendiri. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar abu lebih lebih tinggi dari kopi Robusta karena pengaruh tempat tumbuh. Kopi Arabika ditanam pada ketinggian m dpl, sedangkan kopi Robusta ditanam pada ketinggian 800 m dpl. Hal tersebut menyebabkan perbedaan unsur hara yang tersedia untuk pertumbuahan kopi. Daerah yang lebih tinggi diduga menyediakan unsur hara lebih banyak untuk pertumbuhan kopi. Faktor pemeliharaan dan tempat tumbuh sangat mempengaruhi kandungan mineral dan logam kopi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al. (1999), kopi yang berbeda varietasnya (daerah tumbuh) memiliki kandungan logam yang berbeda-beda. Kandungan logam pada masing-masing varietas dapat digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis kopi. Rekapitulasi sidik ragam kadar abu kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar sari kopi bubuk menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan mempengaruhi cita rasa seduhan kopi. Dalam pembuatan kopi instan, proses ekstraksi dilakukan untuk mengambil sari dari kopi yang kemudian dikeringkan. Semakin tinggi sari kopi yang terekstrak semakin tinggi rendemen kopi instan yang dihasilkan. Kopi bubuk yang digunakan memiliki kadar sari yang sesuai dengan SNI yaitu berkisar antara %. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar sari diperoleh bahwa perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi bubuk. Masing-masing kopi bubuk hasil perbandingan memiliki kandungan zat yang larut dalam air dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Dalam penyeduhan kopi bubuk terdapat dua komponen yang terbentuk, yaitu komponen yang larut air dan komponen yang dapat membentuk emulsi. Komponen yang larut dapat berupa senyawa mudah menguap, seperti aldehid dan keton (pembentuk aroma) dan senyawa yang tidak menguap, seperti kafein, asam, dan gula (pembentuk cita rasa) (Buffo dan Cardelli-Freire 2004). Rekapitulasi sidik ragam kadar sari kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. 16

32 Kandungan kafein dari kopi sangat penting untuk diketahui karena kafein, senyawa stimulan yang terdapat dalam kopi, mempengaruhi cita rasa kopi yang dihasilkan. Kafein memberikan rasa pahit pada kopi, semakin rendah kandungan kafeinnya, semakin enak rasa seduhan kopi. Kadar kafein kopi Robusta yang digunakan melebihi kadar kafein yang ditentukan pada SNI. Namun, berdasarkan penelitian Ling et al. (2000), menyatakan bahwa kopi Robusta memiliki konsentrasi kafein (2,26g/100g) lebih tinggi dibandingkan kopi Arabika (1,61g/100g). Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar kafein diperoleh bahwa perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kafein dari kopi bubuk. Kopi Arabika memiliki kadar kafein terendah dan berbeda nyata dengan kopi bubuk lainnya. Kadar kafein kopi bubuk semakin rendah dengan meningkatnya persentase Arabika. Namun, perbandingan Robusta : Arabika 70:30 dan 60:40 memiliki kadar kafein yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Tinggi rendahnya kadar kafein kopi, selain dipengaruhi oleh varietas juga dipengaruhi oleh proses penyangraian. Pada proses penyangraian, sebagain kafein akan menyublim menjadi kafeol (Panggabean 2011). Apabila proses sublimasi tidak berjalan sempurna akan menyebabkan kadungan kafein yang tinggi pada kopi bubuk. Selama penyangraian biji kopi, terjadi perubahan fisik dan kimia seperti swelling, penguapan air, terbentunya senyawa mudah menguap, karamelisaasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO 2. Senyawa mudah menguap yang terbentuk akan menghasilkan aroma yang khas ketika kopi diseduh. Senyawa mudah menguap kopi bubuk diukur sebagai nilai volatile reducing substance (VRS). Kopi Arabika memiliki aroma seduhan yang khas dan cita rasa yang lebih baik dibandingkan dengan kopi Robusta karena kopi Arabika memiliki senyawa pembentuk aroma yang tidak dimiliki kopi Robusta. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar VRS diperoleh bahwa perlakuan perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar VRS kopi bubuk. Masing-masing perbandingan memiliki kandungan senyawa mudah menguap dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Selama proses penyangraian, komponen aroma (senyawa mudah menguap) terbentuk melalui proses pirolisis (Mondello et al. 2005). Kopi mengandung lebih dari 800 senyawa pembentuk aroma yang terdiri atas beberapa golongan, seperti asam, alkohol, aldehid, anisol, ester, furan, keton, tiasol, dan komponen fenolik serta sulfur (Buffo dan Cardelli-Freire 2004). Kopi mengadung asam-asam pembentuk aroma dan cita rasa yang mempengaruhi derajat keasamannya. Keasaman yang tinggi meberikan kualitas aroma yang baik karena terdapat senyawa asam yang bersifat mudah menguap seperti asam format, asam asetat, asam propanoat, dan asam heksanoat. Asam yang membentuk cita rasa berupa asam asetat, asam malat, asam sitrat dan asam fosfat. Pada proses penyangraian, berbagai jenis asam mengalami perubahan. Nilai derajat keasaman (ph) kopi bubuk Robusta dan Arabika tidak berbeda jauh berkisar antara ph 5-6,1. Kadar asam yang terdapat pada biji kopi Arabika rata-rata 1,7 %, sedangkan Robusta 1,6 % (Panggabean 2011). Sidik ragam terhadap derajat keasaman menunjukkan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman. Perbandingan Robusta : Arabika 100:0 dan 0:100 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perbandingan 80:20, 70:30, dan 60:40. Perbandingan 70:30 memberikan nilai ph terendah yang berbeda nyata dengan perbandingan lainnya. Ini menunjukkan Robusta murni dan Arabika murni memiliki derajat keasaman yang hampir sama. Campuran keduanya memberikan nilai ph yang lebih kecil karena asam yang terlarut merupakan gabungan dari asam-asam Robusta dan Arabika. Selain itu, derajat keasaman dipengaruhi oleh derajat penyangraian, semakin lama penyangraian dan semakin tinggi suhu penyangraian, semakin tinggi derajat keasamannya. Berdasarkan penelitian Albanese et al. (2009), pencampuran Robusta dan Arabika akan memberikan nilai ph yang berbeda-beda, karena asam yang larut dalam air berbeda jumlahnya. 17

33 B. KARAKTERISTIK AIR PENGEKSTRAK Air merupakan komponen kedua yang sangat penting dalam pembuatan kopi instan. Air berfungsi sebagai pelarut komponen kopi. Pada umumnya, komposisi air tidak berpengaruh langsung terhadap cita rasa kopi instan yang dihasilkan. Berbeda karakteristik air yang digunakan, berbeda pengaruhnya terhadap kualitas kopi instan. Tingkat alkalinitas air mempengaruhi ion-ion yang terdapat dalam kopi selama proses ekstraksi (Navarini dan Rivetti 2010). Karakteristik air yang digunakan dalam proses ekstraksi dibandingkan dengan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/1990 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan karakteristik air yang digunakan untuk ekstraksi dengan kualitas air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/1990 Parameter Satuan Permenkes Sampel Air Fisika : Bau - Tidak berbau Normal Jumlah zat padat terlarut mg/l Kekeruhan Skala NTU 5 0 Rasa - Tidak berasa Normal Warna Skala TCU 15 0 Kimia Anorganik : ph - 6,5 8,5 6,86 Kesadahan CaCO 3 mg/l ,52 Besi (Fe) mg/l 0,3 0,017 Zeng (Zn) mg/l 5,0 0,047 Magnesium (Mg) mg/l Kalsium (Ca) mg/l 21,52 Natrium (Na) mg/l 0,039 Kalium (K) mg/l 0,904 Air yang digunakan harus sesuai dengan baku mutu air minum karena digunakan untuk pembuatan bahan pangan. Air yang digunakan adalah air PAM yang ada di daerah Dramaga Bogor yang memenuhi standar baku mutu air minum berdasarkan Permenkes No. 907/MENKES/SK/VII/ 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (PDAM Tirta Pakuan 2010). Pada proses ekstraksi, air dipanaskan hingga mendidih dan dibiarkan selama 15 menit. Ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam air. Air digunakan untuk mengekstrak komponen kopi setelah mencapai suhu o C. Dengan suhu yang tidak terlalu tinggi diharapkan komponen kopi tidak rusak akibat panas. Parameter yang diamati dari sampel air berupa parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi bau, rasa, warna, kekeruhan, dan zat padat terlarut. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh dan tidak terdapat zat padat yang terlarut. Hasil pengujian ini sesuai dengan yang disyaratkan peraturan mentri kesehatan untuk air minum. Sifat fisika air sedikit mengalami perubahan ketika pemanasan atau pendinginan. Perubahan wujud air terjadi karena adanya perubahan suhu. Pada proses ekstraksi, air dipanaskan hingga 90 o C agar dapat melarutkan komponen-komponen yang terdapat dalam kopi. Pemanasan membuat air memuai dan ikatan antar molekulnya menjadi longgar sehingga dapat melarutkan komponen kopi (Andarwulan 2011). Suhu air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan komponen cita rasa dan aroma yang telah terekstrak. 18

34 Parameter kimia yang diamati dari air adalah ph, kesadahan, dan kandungan logamnya. Derajat keasaman (ph) air yang disyaratkan adalah 6,5-8,5. Tingkat keasaman air dipengaruhi oleh jumlah senyawa oksida yang terlarut dalam air, seperti karbondioksida dan ion karbonat. Nilai ph dari sampel air yang digunakan memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu 6,86. Kesadahan menunjukkan tingkat alkalinitas sampel air yang diuji. Kesadahan dapat berupa kesadahan sementara dan kesadahan permanen. Kesadahan sementara terjadi karena keberadaan kalsium dan magnesium bikarbonat (Ca(HCO 3 ) 2 dan Mg(HCO 3 ) 2 ) yang akan hilang ketika terjadi pemanasan air hingga mendidih. Kesadahan permanen disebabkan oleh sulfat dan karbonat dari magnesium dan kalsium. Hasil pengujian menunjukkan tingkat kesadahan masih dalam ambang batas yang disyaratkan. Tingkat kesadahan yang tinggi mempengaruhi ph kopi instan yang dihasilkan. Untuk setiap 100 ppm alkalinitas meningkatkan ph 0,22 unit untuk kopi sangrai dan 0,33 unit untuk kopi instan. Sampel air memiliki kesadahan yang lebih kecil dari 50 ppm, ini menunjukkan kesadahan air yang digunakan pada proses ekstraksi tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan ph (Navarini dan Rivetti 2010). Kandungan logam pada air yang diguankan pada proses ekstraksi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kandungan logam yang berlebih dapat membahayakan kesehatan dan mengubah rasa air itu sendiri. C. PROSES PENGOLAHAN KOPI INSTAN Pengolahan kopi bubuk menjadi kopi instan melalui beberapa tahapan diantaranya proses ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan pengemasan. Proses yang paling penting dalam pembuatan kopi instan adalah proses ekstraksi dan pengeringan. Proses ekstraksi menentukan seberapa banyak komponen kopi dapat diambil untuk kemudian dikeringkan. Proses pengeringan menentukan karakteristik bubuk kopi instan yang dihasilkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan spray dryer atau freeze dryer. Menurut Clarke dan Vitzthum (2001), proses ekstraksi kopi dilakukan dengan menggunakan pelarut air pada suhu dibawah 100 o C. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan dekomposisi kandungan kopi dan penurunan cita rasa kopi instan. Proses ekstraksi dapat dilakukan secara batch ataupun kontinu. Pada proses batch, kopi bubuk dan air dimasukkan pada kolom yang sama, kemudian setelah proses ekstraksi ampas dan ekstrak kopi keluar dari kolom secara bersamaan untuk kemudian disaring. Untuk proses kontinu, kopi bubuk diumpankan pada mesin ekstraksi dan dialiri air panas. Hasil ekstraksi keluar dari lubang ekstrak, sedangkan kopi bubuk berjalan pada konveyor yang terus dialiri air. Kopi bubuk diumpankan secara terus menerus sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung secara kontinu. Pada penelitian ini, proses ekstraksi dilakukan secara batch dengan menggunakan gelas piala sebagai pengganti kolom ekstraktor. Pembuatan kopi instan dilakukan dengan menggunakan kopi bubuk dengan perbandingan Robusta : Arabika yang berbeda. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika yang digunakan adalah 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, dan 0:100. Kopi bubuk yang akan diekstrak ditimbang bobotnya kemudian diekstrak dengan perbandingan kopi : air yang telah ditentukan, yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8 (g/ml). Suhu air untuk ekstraksi berkisar antara o C untuk menghindari kerusakan dan kehilangan komponen pembentuk cita rasa dan aroma. Proses ekstraksi berlangsung selama 1,5 jam (hingga dingin). Ekstrak kopi kemudian disaring bertahap menggunakan kain saring dan kertas saring. Ekstrak kopi kemudian dikeringkan menjadi bubuk kopi instan. Hasil dari penyaringan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer. Namun, sebelum dikeringkan dilakukan pengujian total padatan terlarut (Total Soluble Solids (TSS)). Pengujian TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah padatan yang terlarut dalam setiap liter larutan. Hasil pengujian TSS pada perlakuan perbandingan air disajikan pada Tabel 6. 19

35 Tabel 6. Nilai TSS dari perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi Kopi : Air (g/ml) Ulangan 1 (mg/ml) Ulangan 2 (mg/ml) Rata-rata (mg/ml) 1:4 1,55 1,56 1,56 1:6 0,66 0,71 0,69 1:8 0,41 0,43 0,42 Nilai TSS mempengaruhi tingkat hidroskopis kopi instan yang dihasilkan setelah pengeringan. Nilai TSS yang kecil menunjukkan jumlah padatan yang terlarut dalam air juga kecil. Semakin kecil nilai TSS, kopi instan yang dihasilkan semakin bersifat hidroskopis. Jika dalam ruangan kelembabannya tinggi maka kopi instan akan menyerap uap air dari udara. Hal tersebut menyebabkan peningkatan kadar air pada kopi instan. Dari hasil pengujian semakin banyak air yang digunakan untuk mengekstrak semakin rendah nilai TSSnya. Ekstrak kopi dikeringkan menggunakan spray dryer karena harganya lebih murah dibandingakan dengan freeze dryer. Pada prinsipnya, pengeringan dengan spray dryer dilakukan dengan pemberian udara panas pada cairan yang disemprotkan. Pengeringan berlangsung dalam waktu singkat sehingga tidak merusak bahan yang dikeringkan. Laju spray juga harus diperhatikan karena menentukan tingkat kekeringan bahan. Untuk menentukan laju pengeringan yang tepat, dilakukan penelitian pendahuluan dengan mengatur kecepatan penyemprotan ekstrak. Dari hasil penelitian pendahuluan menggunakan kecepatan putaran pompa peristaltik untuk penyemprotan bahan, yaitu 300, 350, 400 rpm, diperoleh bahwa kecepatan putaran pompa peristaltik untuk penyemprotan 300 rpm menghasilakan bubuk kopi yang lebih kering dengan rendemen yang lebih tinggi dibandingan dengan 350 dan 400 rpm. Penyemprotan dengan laju putaran 400 rpm menghasilkan kopi instan yang lengket, menggumpal dan masih basah. Oleh karena itu, proses pengeringan kopi instan dengan spray dryer dilakukan dengan kecepatan putaran 300 rpm untuk mendapatkan bubuk kopi instan yang lebih kering. Untuk proses pengolahan kopi instan yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini : a b Gambar 5. Proses pengolahan kopi instan (a) Ekstraksi kopi, (b) Pengeringan ekstrak dengan spray dryer, (c) Kopi instan hasil perlakuan c 20

36 D. KARAKTERISTIK KOPI INSTAN 1. Rendemen Rendemen hasil pengolahan kopi bubuk menjadi kopi instan sangat bergantung dari jumlah sari kopi bubuk yang terekstrak. Kandungan kopi berupa senyawa penghasil cita rasa dan aroma kopi larut dalam air. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi suhunya tidak melebihi 100 o C agar kamponen kopi yang diektrak tidak rusak. Rendemen kopi instan yang dihasilkan pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6. Rendemen (%) :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika kopi : air 1:4 1:6 1:8 Gambar 6. Rendemen kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, rendemen kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi, tetapi tidak berbeda nyata untuk interaksi kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap nilai rendemen dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbandingan Robusta : Arabika 100:0, 80:20, dan 0:100 menghasilkan rataan rendemen yang tidak berbeda jauh, rendemen meningkat pada perbandingan 70:30 dan menurun pada perbandingan 60:40. Hal ini menunjukkan rendemen kopi instan yang dihasilkan dari Robusta murni dan Arabika murni tidak berbeda secara signifikan. Namun campurannya memberikan rendemen yang berbeda satu sama lain. Perbandingan Robusta : Arabika 70:30 menghasilkan rendemen tertinggi. Rendemen kopi instan dipengaruhi oleh karakteristik kopi bubuk yang diekstrak. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 70:30 memiliki kadar sari, VRS dan total asam yang tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk perbandingan lainnya. Tingginya kadar sari, VRS dan total asam menyebabkan rendemen kopi instan yang dihasilkan lebih banyak. Semakin tinggi kadar sari, VRS dan total asam semakin banyak jumlah senyawa yang terlarut ketika proses ekstraksi. Kopi bubuk yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan kopi : air 1:6 atau 1:4. Hal ini disebabkan semakin banyak air yang digunakan dalam ekstraksi, semakin banyak komponen kopi bubuk yang dapat terekstrak. Perbandingan kopi : air 1:8 lebih banyak melarutkan senyawa kopi yang terdapat dalam kopi bubuk dibandingkan dengan perbandingan kopi : air 1:6 atau 1:4 namun, ekstrak yang dihasilkan lebih encer dan akan berpengaruh terhadap lamanya pengeringan menggunakan spray dryer. Selain itu, rendahnya rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh faktor kehilangan (loss) pada saat pengeringan menggunakan spray dryer. 21

37 Peningkatan nilai rendemen dapat dilakukan dengan ekstraksi berulang. Ampas kopi sisa proses ekstraksi diekstrak kembali untuk mengambil sari kopi yang belum terekstrak sebelumnya. Hasil ekstraksi ini dipekatkan dengan cara evaporasi dan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer. Delgado et al. (2008), mengungkapkan kecilnya rendemen kopi instan yang dihasilkan dari proses ekstraksi karena adanya kandungan galaktomanan yang tidak mudah larut dalam air. Peningkatan rendemen dilakukan dengan menghidrolisis galaktomanan menjadi gula yang lebih sederhana yaitu manosa dan galaktosa menggunakan enzim pektinase. Gula sederhana akan lebih mudah larut dalam air sehingga sari kopi yang terekstrak menjadi lebih besar. 2. Kadar Air Kadar air suatu bahan perlu diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita rasa. Kadar air mempengaruhi daya tahan bahan selama penyimpanan. Kandungan air dalam bahan menentukan daya tahan terhadap serangan mikroorganisme (Winarno 1992). Kadar air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut (Purnomo 1995). Kadar air yang diharapkan dari kopi instan yang diperoleh dari perlakuan adalah kadar air yang terendah. Semakin rendah kadar air maka penyerapan uap air dari udara akan semakin lama. Hal ini akan menjaga ketahanan bahan pangan dari kontaminasi mikroorganisme selama penyimpanan. Peningkatan kadar air menyebabkan kerusakan pada produk yang mana kopi instan yang dihasilkan akan menggumpal. Kadar air kopi instan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar Kadar Air (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 7. Kadar air kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, kadar air berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan interaksi antara kedua perlakuan, sedangkan perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak berbeda nyata. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kopi instan yang dihasilkan. Kopi instan yang dihasilkan dari perbandingan Robusta : Arabika 100:0 menghasilkan kopi instan dengan rataan kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kopi instan yang dihasilkan. Namun, interaksi kedua perlakuan mempengaruhi kadar air kopi instan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa produk kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 100:0 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki rata-rata kadar air terendah yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 22

38 80:20 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki kadar air tertinggi dan keduanya tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar air terendah dari kopi instan hasil perlakuan memenuhi syarat pada SNI, sedangkan perlakuan lainnya memberikan kadar air lebih tinggi dari nilai maksimal yang disyaratkan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar air dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar air masing-masing perlakuan berbeda nyata dan tidak menunjukkan kecendrungan terhadap perlakuan yang diberikan. Kadar air kopi instan sangat dipengaruhi oleh relative humidity (RH) ruangan tempat ekstraksi. Kopi instan bersifat hidroskopis, kopi instan akan menyerap uap air dari udara hingga mencapai titik equilibrium moisture content (EMC). Menurut Earle (1983), equilibrium moisture content (EMC) merupakan titik kesetimbangan antara kadar air dalam bahan dengan uap air yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi nilai RH ruangan semakin tinggi kadar air kopi instan yang dihasilkan. Pada proses pengeringan, RH ruangan sangat mempengaruhi kadar air kopi intan yang dihasilkan. Ruang pengeringan memiliki kelembaban yang tinggi dengan RH rata-rata 85%. Uap air yang ada di udara diserap oleh kopi instan yang bersifat hidroskopis, sehingga kadar airnya menjadi tinggi. Untuk mengurangi tingkat hidroskopisnya, kopi instan yang dihasilkan dari proses spray dryer digranulasi. Proses granulasi dilakukan untuk memperbesar ukuran partikel kopi instan. Semakin besar ukuran partikelnya, luas permukaan untuk mengikat uap air semakin kecil. 3. Kadar Abu Kadar abu menunjukkan jumlah material yang terdapat dalam suatu bahan. Kandungan material pada kopi dapat berupa unsur kelumit yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhan. Menurut Martin et al. (1998), kandungan material dalam kopi dipengaruhi oleh kandungan hara di lingkungan tempat tumbuhnya dan penggunaan pupuk selama pemeliharaan. Jumlah mineral dalam kopi tidak mengalami perubahan secara signifikan selama proses pengolahan kopi hingga siap diminum oleh konsumen. Kadar abu kopi instan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar Kadar Abu (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 8. Kadar abu kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, kadar abu kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan interaksi kedua perlakuan, sedangkan untuk perlakuan 23

39 perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak berbeda nyata. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar abu dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata pada nilai kadar abu. Dari Perbandingan Robusta : Arabika 100:0 dan 80:20 mengahasilkan kopi instan dengan kadar abu yang tidak berbeda jauh, kadar abu menurun pada perbandingan Robusta : Arabika 70:30, kemudian meningkat pada perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 0:100. Kopi instan dari Arabika murni memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 8). Perbedaan kadar abu pada kopi instan dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Kopi bubuk dengan Arabika murni memiliki kadar abu paling tinggi dan berbeda nyata dengan kopi bubuk lainnya. Ini menunjukkan semakin tinggi kadar abu pada bahan baku semakin tinggi kadar abu pada kopi instan yang dihasilkan. Perlakuan perbandingan air ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu karena air yang digunakan jenisnya sama. Interaksi antara perlakuan pencampuran dengan perbandingan jumlah air menunjukkan kopi Arabika yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan, kopi bubuk dengan kadar abu yang tinggi diekstrak dengan air yang lebih banyak akan menghasilkan kopi intan dengan kadar abu yang lebih tinggi. Meskipun perbandingan kopi : air tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi karakteristik air yang digunakan ikut mempengaruhi kandungan mineral pada kopi instan. Air yang digunakan memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi yang diduga ikut terbawa pada ekstrak kopi yang kemudian dikeringkan. Tingginya kandungan kalsium menyebabkan air menjadi sadah. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), Air yang mengandung alkali menghambat kecepatan perkolasi. Perbandingan kopi terhadap air alkali adalah 1:10. Kerugian menggunakan air yang bersifat alkali adalah terbentuknya garam kalsium yang dapat menurunkan efisiensi proses pemakaian panas. 4. Kadar Sari Kadar sari menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Kopi instan merupakan hasil ekstraksi sari kopi bubuk yang kemudian dipekatkan dan dikeringkan. Kopi instan mengandung padatan larut air dan senyawa mudah menguap yang diekstrak dari bubuk kopi. Hasil ektraksi yang kemudian dikeringkan menghasilkan kopi tanpa ampas. Kadar sari kopi instan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari kopi bubuk. Hasil pengujian kadar sari kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar Kadar Sari(%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 9. Kadar sari kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 24

40 Berdasarkan sidik ragam, kadar sari kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika, perbandingan kopi : air untuk ekstraksi dan interaksi antara kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar sari dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perlakuan perbandingan Arabika : Robusta memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi instan yang dihasilkan. Masing-masing perbandingan Robusta : Arabika memberikan kadar sari yang berbeda. Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa perbandingan Robusta : Arabika 70:30 menghasilkan kopi instan dengan rataan kadar sari terendah yang meningkat pada perbandingan Robusta : Arabika 0:100, 100:0, 80:20 dan 60:40. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 memberikan rataan kadar sari tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan lainnya. Kopi bubuk perbandingan 60:40 memiliki kadar sari, total asam, kafein dan VRS yang cukup tinggi sehingga banyak senyawa larut air yang dapat terekstrak menjadi kopi instan. Semakin banyak senyawa yang larut dalam air ketika proses ekstraksi semakin tinggi kadar sarinya. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk esktraksi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi instan. Pada Gambar 9, dapat dilihat perbandingan kopi : air 1:4 sebagian besar menghasilkan kopi instan dengan kadar sari yang tinggi. Kopi instan yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6 menghasilkan kopi instan dengan kadar sari tertinggi yang berbeda nyata dengan perbandingan kopi : air 1:8. Volume air yang digunakan juga mempengaruhi kadar sari kopi instan yang dihasilkan. Volume air yang tinggi tidak hanya melarutkan senyawa larut air, tetapi juga membawa partikel koloid. Semakin tinggi volume air semakin banyak partikel koloid yang ikut terbawa, sehingga kadar sari kopi instan semakin kecil. Uji lanjut Duncan menunjukkan kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6 memiliki kadar sari tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar sari kopi instan dipengaruhi oleh jumlah senyawa yang larut dalam air dan partikel koloid yang ikut dalam filtrat ketika proses ekstraksi dan penyaringan. Partikel koloid merupakan padatan yang tidak larut dalam air namun membetuk suspensi yang sulit dipisahkan karena ukuran partikel yang kecil. Kopi instan yang dihasilkan dari proses pengeringan filtrat yang mengandung partikel koloid akan memberikan nilai kadar sari yang rendah. Banyaknya partikel koloid yang ikut dalam filtrat dipengaruhi oleh kehalusan gilingan kopi bubuk. Semakin kecil partikel kopi semakin banyak partikel koloid yang lolos dari saringan. Kadar sari kopi instan lebih tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk karena jumlah padatan yang larut airnya lebih banyak. Besarnya persentase padatan terlarut pada kopi instan karena kopi instan merupakan hasil ekstraksi dari kopi bubuk. Semakin banyak jumlah padatan larut air semakin baik cita rasa kopi yang dihasilkan, karena padatan terlarut memberikan cita rasa pada hasil seduhan kopi. Kadar sari kopi instan dipengaruhi oleh proses ekstraksi karena air yang digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi akan mengekstrak komponen padatan larut air dan senyawa mudah menguap (Clarke dan Vitsthurn 2001). 5. Senyawa Mudah Mengaup (Volatile Reducing Substance (VRS)) Penentuan jumlah bahan yang mudah menguap dapat ditentukan dengan menghitung nilai volatile reducing substance (VRS). Menurut Clifford dan Willson (1985), uji VRS adalah uji untuk menentukan bahan mudah menguap yang dapat direduksi. Bahan-bahan tersebut dapat berupa komponen aroma yang disukai atau komponen yang tidak disukai konsumen, aroma yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh komponen yang dominan. Pada pengolahan kopi instan, kandungan senyawa mudah menguap ini sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi. Senyawa mudah menguap yang terbentuk setelah proses penyangraian diekstrak 25

41 dengan melarutkannya dalam air panas. Suhu air ekstraksi sangat berpengaruh terhadap kandungan senyawa mudah menguap yang terkandung dalam kopi instan yang dihasilkan. Suhu ekstraksi yang terlalu tinggi ( lebih dari C) akan merusak komponen senyawa mudah menguap dan senyawa pembentuk cita rasa. Selain itu, komponen mudah menguap juga dipengaruhi oleh proses pengeringan menggunkan spray dryer. Semakin lama ekstrak kopi kontak dengan panas semakin tinggi kemungkinan senyawa mudah menguap dalam kopi instan tersebut rusak. Perbandingan nilai VRS dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. Kadar VRS (meq) :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika kopi : air 1:4 1:6 1:8 Gambar 10. Kadar VRS kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai VRS, menunjukkan bahwa kadar VRS tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan dan interaksi antara keduanya. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar VRS dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar VRS kopi instan yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain dikarenakan kopi bubuk yang digunakan memiliki nilai VRS yang tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Senyawa mudah menguap merupakan komponen pembentuk aroma. Senyawa-senyawa yang mudah menguap tersebut, pada biji kopi timbul setelah biji kopi disangrai. Komponen mudah menguap pada biji Arabika dan Robusta hampir sama. Walaupun komponen turunannya dan aroma dari biji Arabika mempunyai beberapa perbedaan terhadap biji Robusta. Senyawa mudah menguap yang dihasilkan setelah kopi disangrai dapat berupa hasil pirolisis dari senyawa karbohidrat, protein, dan lemak (Panggaben 2011). Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 80:20 dengan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi 1:6 memiliki nilai VRS paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Namun, jika dilihat dari hasil uji organoleptik perlakuan tersebut kurang disukai panelis. Hal ini dikarenakan senyawa mudah menguap yang direduksi dalam uji VRS berupa komponen tidak disukai oleh konsumen. Tingginya komponen mudah menguap yang tidak disukai menyebabkan aroma seduhan kopi menjadi tidak enak. Kerusakan senyawa mudah menguap dapat terjadi pada proses ekstraksi, pengeringan dengan spray dryer, atau keduanya. 26

42 6. Nilai Derajat Keasaman (ph) Menurut Panggabean (2011), kadar asam karboksilat pada biji kopi Arabika rata-rata 1,7 %, sedangkan Robusta 1,6 %. Jenis asam karboksilat pada biji kopi diantaranya asam format, asam asetat, asam aksilik, asam sitrat, asam piruvat, asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Sementara itu, asam yang berperan terhadap pembentukan komponen cita rasa asam yaitu asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam fosfat. Asam-asam yang terkandung dalam kopi mempengaruhi derajat keasamannya. Hasil pengujian derajat keasaman kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 11. 6,4 6,2 nilai ph 6 5,8 5,6 5,4 5, :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika kopi : air 1:4 1:6 1:8 Gambar 11. Derajat keasaman (ph) kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, nilai ph kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika, perbandingan kopi : air untuk ekstraksi, dan interaksi antara kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap nilai ph dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman kopi instan yang dihasilkan. Pada Gambar 11, dapat dilihat perbandingan Robusta : Arabika 100:0 dan 0:100 menghasilkan kopi instan dengan derajat keasaman yang cukup tinggi yang berbeda nyata satu sama lain, sedangkan perbandingan Robusta : Arabika 80:20, 70:30 dan 60:40 memiliki derajat keasaman yang lebih rendah. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 80:20 dan 60:40 memiliki derajat keasaman terendah dan saling tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perbandingan Robusta : Arabika 70:30. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa Arabika murni memiliki derajat keasaman yang lebih rendah dibandingkan dengan Robusta murni. Namun, campuran keduanya memiliki derajat keasaman yang lebih rendah dari keduanya. Derajat keasaman kopi instan dipengaruhi oleh derajat keasaman dan total asam kopi bubuk yang digunakan. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 80:20 memiliki nilai ph yang tidak berbeda nyata (lihat Lampiran 2). Hal inilah yang menyebabkan ph kopi instan yang dihasilkan dari kedua prebandingan tersebut saling tidak berbeda nyata. Selain itu, ph juga dipengaruhi oleh air yang digunakan. Derajat keasaman air adalah 6,86, nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan ph kopi bubuk. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman kopi instan. Perbandingan kopi : air untuk estraksi 1:4, 1:6 dan 1:8 memberikan derajat keasaman yang berbeda satu dengan lainnya. Kopi instan yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan perbandingan kopi : air 1:4 memberikan nilai ph terendah. Hal ini dikarenakan 27

43 konsentrasi asam pada proses ekstaksi dipengaruhi jumlah air yang digunakan. Volume air yang tinggi menyebabkan konsentrasi asam semakin rendah. Perbandingan kopi : air 1:4 memiliki nilai ph lebih rendah karena lebih pekat dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Uji lanjut Duncan menunjukkan kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 80:20 diekstrak dengan semua perbandingan kopi : air dan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki nilai ph terendah dan tidak saling berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 70:30 memiliki derajat keasaman yang rendah namun ketika diekstraksi dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 derajat keasamannya menjadi tinggi. Hal ini diduga dikarenakan adanya interaksi antara kopi bubuk yang memiliki ph rendah dengan air yang digunakan yang memiliki ph yang lebih tinggi. Semakin banyak air yang bereaksi semakin tinggi nilai ph. Nilai ph yang lebih rendah menunjukkan kandungan asam yang lebih banyak dalam pembentukan cita rasa dan aroma. Keasaman kopi juga dipengaruhi oleh cara pengolahan. Pengolahan kopi secara basah nyebabkan keasamannya tinggi terutama pada kopi Arabika, sedangkan pengolahan kering untuk kopi Robusta menyebabkan keasaman rendah (Panggabean 2011). Dalam pembuatan kopi instan suhu air ekstraksi mempengaruhi tingkat keasaman karena menentukan jumlah asam-asam organik yang ikut teresktrak. Menurut Fond (1995), sifat kimia air memberikan pengaruh kecil pada proses ekstraksi. Namun, penggunaan air alkali dengan perbandingan yang tinggi mempengaruhi nilai ph, rasa dan warna gelap. Air yang digunakan untuk ekstraksi memiliki alkalinitas yang cukup tinggi sehingga semakin tinggi perbandingan air yang digunakan semakin tinggi ph kopi instan yang dihasilkan. 7. Total Asam Nilai total asam memiliki korelasi terhadap nilai ph. Semakin tinggi nilai total asam maka semakin rendah nilai phnya. Dalam perhitungan total asam pada kopi, asam yang digunakan sebagai acuan adalah asam sitrat karena asam ini banyak ditemui pada buah-buahan. Kopi Bali dikenal memiliki cita rasa asam buah karena ditanam secara tumpang sari dengan tanaman jeruk. Nilai total asam mengalami penurunan selama proses pengolahan kopi instan. Terdapat jenis asam yang mudah menguap ketika kontak dengan panas. Total asam kopi instan masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar Total Asam (mg/g) kopi : air 1:4 1:6 1:8 100:0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 12. Total asam kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 28

44 Berdasarkan analisis ragam, nilai total asam kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika serta interaksi kedua perlakuan, sedangkan perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak berpengaruh nyata. Rekapitulasi sidik ragam terhadap total asam dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total asam kopi instan. Pada Gambar 12, dapat dilihat perbandingan Robusta : Arabika 100:0 menghasilkan kopi instan dengan total asam terendah, nilai total asam terus meningkat dengan meningkatnya persentase Arabika. Perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 0:100 memberikan total asam tertinggi dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Total asam kopi instan dipengaruhi oleh total asam kopi bubuk yang digunakan. Pada umumnya, kopi Arabika memiliki total asam lebih tinggi dibandingakan dengan kopi Robusta tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Arabika memiliki beberapa senyawa asam yang tidak dimiliki oleh Robusta, sehingga Arabika memiliki rasa asam yang khas yang tidak dimiliki oleh Robusta (Albanese et al. 2009). Total asam kopi bubuk dari hasil perbandingan Robusta : Arabika tidak berbeda nyata satu dengan lain. Namun, pada proses ekstraksi terjadi perubahan total asam karena total asam pada kopi bubuk tidak larut seluruhnya. Menurut Panggabean (2011), Asam-asam yang terdapat dalam kopi bubuk merupakan senyawa yang mudah menguap dan tidak menguap. Asam mudah menguap sangat rentan terhadap panas, karena akan mengalami degradasi ketika terkena panas. Selama proses esktraksi dan pengeringan terjadi degradasi asam karena panas, sehingga kopi instan memiliki total asam yang lebih kecil dibandingkan dengan kopi bubuk. Interaksi perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap total asam kopi instan. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 0:100 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi 1:4 menghasilkan kopi instan yang memiliki total asam tertinggi yang saling tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan, kopi bubuk yang memiliki persentase Arabika semakin tinggi dan diekstrak dengan air yang tidak terlalu banyak akan menghasilkan kopi instan yang memiliki total asam yang tinggi. 8. Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Setianingsih et al. (2010), evaluasi sensori dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, seperti penampakan, aroma, konsistensi, tekstur, dan rasa. Selanjutnya, evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu produk, optimasi produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar yang potensial. Terdapat beberapa jenis pengujian organoleptik, jenis pengujian yang dipilih tergantung tujuan apa yang diinginkan. Pada penelitian ini, uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap bubuk kopi instan dan seduhannya. Pada uji organoleptik, panelis yang menguji merupakan mahasiswa yang mewakili konsumen yang ada di pasar. Panelis mahasiswa dipilih untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen yang menjadi target yang sebagian besar merupakan kaula muda yang menyukai produk instan. Menurut Illy dan Viani (2005), terdapat enam faktor yang mempengaruhi karakteristik sensori kopi, yaitu varietas tanaman, lokasi/kondisi tumbuh, metode pengolahan (metode basah atau kering), tingkat penyangraian, kehalusan bubuk, dan cara penyajian. Perlakuan pencampuran kopi Robusta dan Arabika akan menghasilkan kopi instan yang memiliki karakteristik sensori yang berbeda-beda. Perbedaan jenis kopi akan memberikan karakteristik yang khas. 29

45 a. Warna Warna bubuk kopi instan dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kopi instan. Menurut Geel et al. (2005), warna bubuk kopi instan dapat dikelompokkan berdasarkan penambahan bahan pengisi dalam pembuatan kopi instan itu sendiri. Kopi instan murni memiliki warna lebih pekat dibandingkan dengan kopi instan yang dibuat dengan penambahan bubuk chicory atau maltodekstrin. Penambahan bahan pengisi dilakukan untuk perbedaan kelas ekonomi. Bahan pengisi seperti maltodekstrin mengurangi tingkat kecokelatan bubuk kopi yang dihasilkan. Pebedaan kopi instan dari kopi murni dengan kopi instan dengan bahan tambahan maltodekstrin dapat dilihat pada Gambar 13. (a) (b) Gambar 13. (a) Bubuk kopi instan dari kopi murni, (b) bubuk kopi instan dengan penambahan matlodekstrin 7 % Bubuk kopi instan yang dihasilkan memiliki warna yang sama satu dengan yang lainnya, yaitu cokelat pekat. Warna bubuk kopi instan tidak berbeda pada penampakan visual dikarenakan pada proses pembuatan kopi instan tidak dilakukan penambahan pengisi. Kopi instan dihasilkan dari ekstraksi kopi bubuk yang kemudian langsung dikeringkan. Semua sampel kopi yang diamati menunjukkan warna yang baik sesuai dengan warna kopi instan yang berbahan baku kopi murni. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 14. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Dari Gambar 14 dapat terlihat bahwa sebagian besar panelis menilai suka terhadap warna bubuk kopi instan. Beberapa warna bubuk kopi instan yang paling disukai panelis adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 80:20 dan 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 serta kopi instan dari Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Panampakan secara visual bubuk kopi instan menunjukkan warna yang sama sehingga penilaian 30

46 panelis cendrung rata. Warna bubuk kopi instan dipengaruhi oleh kadar sarinya. Sari kopi memiliki warna cokelat pekat ketika dikeringkan. Inilah yang menyebabkan kopi instan memiliki warna cokelat khas. Bubuk kopi instan yang berwarna cokelat akan berwarna hitam ketika diseduh. Warna seduhan dapat berbeda-beda dikarenakan pengaruh pengolahan tehadap sifat fisik dan kimia pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia dan peka terhadap panas. Warna kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses penyangraian. Selama proses penyangraian akan terjadi perubahan senyawa-senyawa kimia seperti karamelisasi gula yang menyebabkan timbulnya warna cokelat tua (Sari 2001). Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 15. Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Hasil penilaian panelis menunjukkan semua warna seduhan kopi instan disukai konsumen. Perlakuan yang paling disukai konsumen adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6. Warna seduhan dipengaruhi oleh nilai kadar sari dari kopi instan. Sari kopi yang larut dalam air akan memberikan warna hitam pekat. Kadar sari kopi instan cukup tinggi untuk setiap perlakuan sehingga hasil seduhannya memberikan warna hitam yang tampak sama secara pengamatan visual. b. Aroma Aroma bubuk kopi instan timbul karena adanya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Senyawa mudah menguap dari kopi terbentuk selama proses penyangraian. Dalam pembuatan kopi instan senyawa mudah menguap tersebut dilarutkan dalam air panas agar ikut terekstrak dan membentuk aroma kopi instan yang dihasilkan (Bhumiratana et al. 2011). Sebagian besar senyawa mudah menguap yang tidak tahan terhadap panas akan mengalami kerusakan selama proses ekstraksi dan pengeringan. Aroma kopi instan yang terbentuk adalah aroma fishy (aroma ikan). Aroma ini dapat dengan mudah dikenali ketika bubuk kopi instan keluar dari spray dyer. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar

47 80 Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 16. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Pada Gambar 16, dapat dilihat bahwa sampel kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki aroma yang paling disukai konsumen dibandingkan dengan sampel kopi lainnya. Aroma yang timbul dipengaruhi oleh jumlah senyawa mudah menguap dan total asam. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki kadar VRS dan total asam yang cukup tinggi. Kadar VRS kopi instan tidak berbeda nyata, tetapi persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan berbeda-beda. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan proporsi antara senyawa mudah menguap yang disukai konsumen dengan senyawa mudah menguap yang tidak disukai konsumen. Senyawa mudah menguap yang terdapat pada kopi instan perlakuan ini diduga sebagian besar merupakan komponen yang disukai panelis. Selain senyawa mudah menguap, total asam juga mempengaruhi aroma bubuk kopi instan. Asam yang terdapat pada kopi dapat berupa asam yang mudah menguap. Asam yang mudah menguap akan memberikan aroma khas pada kopi. Baggenstoss et al. (2008) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya. Asam-asam organik yang terdapat dalam kopi merupakan komponen yang membentuk aroma kopi saat diseduh. Sebagian senyawa pembentuk aroma merupakan senyawa yang mudah menguap yang rentan terhadap panas yang terlalu tinggi. Persentase kesukaan konsumen terhadap aroma seduhan kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 17. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 32

48 Hasil pengujian panelis diperoleh bahwa kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 paling disukai konsumen, sedangkan kopi instan perbandingan 80:20 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 paling tidak disukai. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dipengaruhi oleh senyawa mudah menguap, total asam dan kadar sarinya. Dari uji VRS diperoleh bahwa kopi instan yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 80:20 yang diektraksi dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki rataan nilai VRS (Lampiran 3) tinggi tetapi cenderung tidak disukai konsumen. Hal ini dikarenakan senyawa mudah menguap yang terukur dalam pengujian VRS memiliki komponen yang tidak disukai lebih tinggi dibandingkan dengan komponen yang disukai. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki total asam dan kadar sari yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Total asam dapat berupa asam pembentuk aroma atau cita rasa. Kandungan asam yang tinggi memberikan aroma yang khas karena lepasnya asam-asam mudah menguap ketika penyeduhan. Kadar sari menunjukkan komponen yang larut dalam air ketika penyeduhan. Komponen yang larut dapat berupa senyawa mudah menguap yang membentuk aroma. Semakin banyak senyawa mudah menguap yang larut dalam air ketika penyeduhan semakin tajam aroma yang dihasilkan. c. Tekstur Tekstur kopi instan terbentuk karena proses pengeringan yang menggunakan spray dryer. Proses pengeringan dengan menyemprotkan ekstrak kopi ke tabung pemanas mengahasilkan bubuk yang halus. Bubuk kopi instan akan lengket satu dengan lainnya ketika kontak dengan uap air karena bubuk yang bersifat hidroskopis. Apabila kontak dengan udara lembab bubuk kopi akan berubah menjadi granula-granula yang lebih besar dan teksturnya menjadi kasar. Persentase kesukaan panelis terhadap tekstur bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 18. Persentase kesukaan panelis terhadap tekstur bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Tekstur bubuk kopi instan yang disukai konsumen adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4, sedangkan yang paling tidak disukai adalah kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Penilaian konsumen terhadap tekstur bubuk kopi instan dipengaruhi oleh tingkat kehalusan bubuk itu sendiri. Tekstur kopi instan dipasaran pada umumnya dibuat bergranula untuk mengurangi tingkat hidroskopisnya. Proses granulasi dapat dilakukan dengan aglomerasi. 33

49 Aglomerasi merupakan proses penggabungan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Dengan bergabungnya partikel kecil ini akan menyebabkan tekstur menjadi kasar. Teknik aglomerasi untuk kopi instan dapat dilakukan dengan metode basah yang kemudian dikeringkan dengan fluidized bed atau pengeringan vakum (Maximillian 2010). d. Rasa Cita rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi beberapa senyawa seperti karbohidrat, alkaloid, asam klotogenat, senyawa mudah menguap, dan trigonelin. Karbohidrat terdegradasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhana yang menghasilkan rasa manis. Alkaloid berupa kafein mengalami sublimasi menjadi kafeol. Kafein bersama dengan asam klorogenat dan trigonelin memberikan rasa pahit pada kopi. Asam klorogenat terdekomposisi sebanyak 50 % selama penyangraian. Penyangraian yang baik akan menghilangkan kandungan asam klorogenat. Senyawa trigonelin terdekomposisi hanya 15 % untuk semua derajat penyangraian. Senyawa mudah menguap terbentuk pada akhir penyangraian. Dekomposisi senyawa ini terjadi pada tahap pirolisis (Sari 2001). Persentase kesukaan konsumen terhadap rasa kopi instan dapat dilihat pada Gambar Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1: :0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 19. Persentase kesukaan panelis terhadap rasa kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Hasil pengujian panelis diperoleh bahwa beberapa kopi instan yang sangat disukai panelis, yaitu kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 serta kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6. Rasa seduhan dipengaruhi oleh karakteristik fisiko kimia kopi instan. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 memiliki kadar abu terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya kadar abu menunjukkan sedikitnya mineral dan unsur logam pada kopi yang dapat mempengaruhi cita rasa seduhannya. Kadar sari dan total asam dari kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kadar sari yang tinggi menunjukkan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma larut dalam air. Total asam menunjukkan jumlah asam-asam pembentuk cita rasa. Asam-asam tersebut akan memberikan cita rasa asam yang khas pada kopi. Hal ini menyebabkan kopi dengan perlakuan ini memiliki rasa yang paling disukai konsumen. 34

50 e. Penerimaan Umum Penerimaan umum panelis menunjukkan tingkat penerimaan panelis terhadap produk kopi instan. Penerimaan umum merupakan penilaian atribut sensori kopi instan secara umum. Persentase kesukaan konsumen terhadap penerimaan umum kopi instan dapat dilihat pada Gambar 20. Hasil pengujian panelis menunjukkan sebagian besar panelis menyukai kopi instan yang dihasilkan. Kopi instan dengan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 serta kopi instan dengan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6 merupakan kopi instan yang banyak disukai panelis. Kopi instan dengan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 dan 60:40 lebih banyak disukai karena pengaruh karakteristik fisiko kimia. Kopi instan dengan dua perbandingan tersebut memiliki kadar sari, total asam, dan VRS yang tinggi sehingga cita rasanya lebih baik dibandingakn dengan perlakuan lainnya Kesukaan (%) kopi : air 1:4 1:6 1:8 100:0 80:20 70:30 60:40 0:100 Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 20. Persentase kesukaan panelis terhadap penerimaan umum kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Kopi instan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki rasa yang paling disukai konsumen. Penerimaan umum panelis terhadap kopi instan perlakuan ini paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain dari hasil uji organoleptik, kopi instan perlakuan ini memiliki nilai rendemen tertinggi, yaitu 15%. Dengan kadar abu yang rendah, kopi instan ini memiliki kandungan mineral dan logam yang lebih rendah dibandingakan dengan perlakuan lainnya sehingga cita rasanya lebih baik. Kadar sari yang tidak terlalu tinggi menunjukkan adanya partikel koloid berupa ter yang ikut terlarut ketika diseduh yang memberikan rasa khas pada kopi. Derajat keasaman yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi menyebabkan rasa kopi instan sesuai dengan selera konsumen. Begitu pula dengan nilai total asamnya. E. PROFIL BIAYA BAHAN BAKU Profil biaya bahan baku pengolahan kopi instan hanya memperhatikan harga bahan baku dan rendemen kopi instan yang dihasilkan. Dengan mengasumsikan harga biji Robusta sangrai Rp dan harga biji Arabika sangrai Rp Profil biaya bahan baku untuk menghasilkan 1 kg kopi instan dari perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dapat dilihat pada Tabel 7. 35

51 Tabel 7. Profil biaya bahan baku untuk menghasilkan 1 kg kopi instan Robusta : Arabika Rendemen (%) Kebutuhan Kopi Biaya Kopi Total biaya 100:0 11,60 8,6 kg Robusta Rp Rp :20 10,51 70:30 11,98 60:40 8,32 7,6 kg Robusta Rp ,9 kg Arabika Rp ,8 kg Robusta Rp ,7 kg Arabika Rp ,2 kg Robusta Rp ,8 kg Robusta Rp Rp Rp Rp :100 11,19 8,9 kg Arabika Rp Rp Dari Tabel 8 dapat dilihat rendemen sangat mempengaruhi biaya bahan baku yang dikeluarkan dalam pengolahan kopi instan. Semakin tinggi rendemen semakin rendah biaya bahan baku yang dikeluarkan. Dilihat dari profil biaya bahan baku dibandingkan dengan harga jual kopi instan Rp / 250g, semua perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dapat digunakan dalam produksi kopi instan. Namun, pada kenyataannya, biaya yang dibutuhkan dalam pengolahan kopi instan bukan hanya biaya bahan baku, tetapi juga biaya tetap (peralatan), dan biaya tidak tetap lainnya (bahan bakar, tenaga kerja, listrik, dan lain-lain). Oleh karena itu, perlakuan yang dipilih adalah perlakuan yang memberikan rendemen tertingi dan biaya pokok terendah. Perbandingan Robusta : Arabika 70:30 sangat cocok untuk dipilih karena biaya bahan bakunya paling rendah dah kopi instan yang dihasilkan memiliki karakteristik fisiko kimia dan organoleptik yang cukup disukai konsumen. 36

52 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kopi lokal Buleleng, Bali yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kopi instan memiliki karakteristik yang sesuai dengan SNI kopi bubuk Kopi Robusta bubuk yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar air 2,70 %, abu 5,57 %, sari 29,52 %, kafein 2,26 %, VRS 19,95 meq, ph 5,67, dan total asam 15,84 mg/g. Kopi Arabika bubuk yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air 2,19 %, abu 5,64 %, sari 28,59 %, kafein 1,27 %, VRS 20,90 meq, ph 5,69 dan total asam 17,76 mg/g. Kriteria kedua kopi bubuk memenuhi SNI kopi bubuk , kecuali kadar abunya. Campuran kopi Robusta dan Arabika memberikan karakteristik berbeda terhadap kadar air, kadar sari, kafein, VRS, total asam, dan derajat keasaman kopi bubuk yang akan diekstrak. Kopi instan yang dihasilkan dari kedua perlakuan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Rendemen kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan berkisar 6-15 % tergantung dari perbandingan kedua jenis kopi dan jumlah air yang digunakan dalam ekstraksi. Kopi instan yang dihasilkan dari setiap perlakuan memiliki karakteristik yang berbeda. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memiliki pengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, kadar sari dan derajat keasaman. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi memiliki pengaruh nyata terhadap rendemen, kadar sari dan derajat keasaman. Interaksi dari kedua perlakuan berpengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar sari, dan derajat keasaman. Hasil evaluasi sensori melalui uji hedonik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persentase kesukaan panelis pada atribut sensori bubuk kopi instan dan hasil seduhannya. Berdasarkan uji hedonik serta didukung oleh hasil rendemen, uji kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar VRS, derajat keasaman (ph), dan total asam yang kemudian dilakukan uji ranking maka dipilih kopi instan terbaik, yaitu perlakuan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Kopi instan hasil perlakuan tersebut memiliki kadar air 6,11 %, kadar abu 11,96 %, kadar sari 81,27 %, VRS 12,35 meq, ph 5,80, dan total asam 8,16 mg/g. Perlakuan ini juga menghasilkan rendemen kopi instan yang tinggi sehingga biaya bahan baku menjadi lebih murah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. B. SARAN 1. Proses ekstraksi perlu dilakukan pada alat khusus seperti kolom perkolasi agar hasil ekstraksi lebih tinggi. 2. Penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kelembaban ruangan selama proses pengeringan terhadap kadar air kopi instan. 3. Diperlukan uji organoleptik oleh para ahli kopi agar diketahui karakteristik kopi instan yang dihasilkan secara detail. 4. Hasil perlakuan terbaik perlu dilakukan uji pembanding untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan dibandingkan dengan produk yang telah ada di pasaran. 5. Bahan baku kopi instan yang digunakan dapat berasal dari kopi daerah lain sehingga bisa dibandingkan dengan hasil penelitian ini. 37

53 DAFTAR PUSTAKA Albanese D, Di Matteo M, Poiana M, dan Spagnamusso S Espresso coffee (EC) by POD: Study of thermal profile during extraction process and influence of water temperature on chemicalphysical and sensorial properties. Food Research International 42: Andarwulan N, Kusnandar F, dan Herawati D Analisis Pangan. Dian Rakyat, Jakarta. Arya M dan Rao LJM An impression of coffee carbohydrates. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 47: Baggenstoss J, Poisson L, Kaegi R, Perren R, dan Escher F Coffee roasting and aroma formation: application of different time and temperature conditions. Journal of Agricultural and Food Chemistry 56(14): Belitz HD, Grosch W, dan Schieberle P Food chemistry (4th ed.). Springer, Heidelberg Bhumiratana N, Adhikari K, dan E Chambers IV Evolution of sensory aroma attributes from coffee beans to brewed coffee. LWT- Food Science and Technology 44: Bina UKM Perkembangan Produksi Kopi Di Indonesia. perkembangan-produksi-kopi-di-indonesia/. [20 Februari 2012]. Buckle KA, Edwards RA, Fleet EH, dan Wooton M A Course Manual in Food Science. Australian Vice Chancellors Commitee. Watson Ferguson and Co., Brisbane. Buffo RA dan Cardelli-Freire C Coffee flavour: An overview. Flavour and Fragrance Journal 19: Ciptadi W dan Nasution MZ Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Clarke RJ dan Macrae R Coffee Volume 1 Coffee Chemestry. Elsevier Applied Science, London and New York. Clarke RJ dan Vitzthum OG Coffee: Recent Developments. Blackwell Science, Oxford. Clifford MN dan Willson KC Coffee Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverage. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Delgado PA, Vignoli JA, Siika-aho M, dan Franco TT Sediments in coffee extracts : Composition and control by enzymatic hydrolysis. Food Chemistry 110: Effendi MS Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta, Bandung. Fond O Effect of water and coffee acidity on extraction. Dynamics of coffee bed compaction in Espresso type extraction, ASIC. In Proceedings 16th colloquium (pp ). Kyoto, Japan Freitas CAM dan Mosca AI Coffee geographic origin an aid to coffee differentiation. Food Research International 32: Illy A dan Viani R Espresso coffee: The science of quality (2nd ed.). London, UK: Elsevier Academic Press. Geel L, Kinnear, dan HL de Kock Relating consumer preferences to sensory attributes of instant coffee. Food Quality and Preference 16: Leonard NB, Clinton RW, dan Alexandra NG Caffeine content in coffee as influenced by grinding and brewing techniques. Food Research International 29: Ling LS, Ismail N, Daud N, dan Hassan O Determination Of Coffee Content In Coffee Mixture. Journal of Analytical Sciences. UKM, Selangor, Malaysia Martin MJ, Pablos F, dan Gonzales AG Characterization of arabica and Robusta roasted coffee varieties and mixture resolution according to their metal content. Food Chemistry 66:

54 Maximillian Proses Produksi Kopi. [19 Mei 2012]. Mondello L, Costa R, Tranchida PQ, Dugo P, Presti ML, dan Festa S Reliable characterization of coffee bean aroma profiles by automated headspace solid phase microextraction-gas chromatography mass spectrometry with the support of a dual-filter mass spectra library. Journal of Separation Science 28: Najiyati S dan Danarti Kopi Budidaya dan penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya, Jakarta. Nasriati Analisis Usahatani Kopi Pada Sistem Usahatani Konservasi Lahan Kering Berbasis Tanaman Kopi Di Kabupaten Lampung Barat. Laporan Tahunan BPTP Lampung, Bandar Lampung. Navarini L. Dan Rivetti D Water quality for Espresso coffee. Food Chemistry 122: Panggabean E Buku Pintar Kopi. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Purnomo H Aktivitas Air dan Peranannya Dalam Pengawetan Pangan. UI Perss, Jakarta. Rahardian D Proses Produksi Kopi Instan. Jurusan Ilmu dan Teknologi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. PDAM Tirta Pakuan Pelayanan Bag [15 Agustus 2012] Randi S Kebijakan Pengembangan Industri Pengolahan dan Pemasaran Kopi. Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Ridwansyah Pengolahan Kopi. Digital Library. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. / /776/1/tekper-ridwansyah4.pdf. [11 Januari 2012] Sari LI Mempelajari Proses Pengolahan Kopi Bubuk ( Coffea canephora) Alternatif dengan Menggunakan Suhu dan tekanan Rendah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setianingsih D, Apriyantono A, dan Puspita SA Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press, Bogor. Siswoputranto PS Kopi Internasional dan Indonesia. Kanasius, Jakarta. SNI Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Instan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta. SNI Standar Nasional Indonesia untuk Kopi Bubuk. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta. Sudjana Desain dan Analisis Eksperimen (3 rd ed.). Tarsito, Bandung Sulistyowati Beberapa Teknik Penyajian Kopi Seduhan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember. Sumahamijaya I CHE Around Us : Instant Coffee. [14 Mei 2012]. Syamsir E Flavor Recovery Pada Pengolahan Kopi Instan. /2010/04/flavor-recovery-pada-pengolahan-kopi.html. [30 Desember 2011]. Varnam HA dan Sutherland JP Beverages (Technology, Chemestry and Microbiology). Chapman and Hall, London. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yeretzian C, Pascual EC, dan Goodman BA Effect of roasting condition and grinding on free radical contents of coffee beans stored in air. Food Chemistry 131:

55 Lampiran 1. Prosedur analisis a. Kadar Air (SNI ,1992) Pinggan beserta tutup dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 o C. Didinginkan di dalam eksikator kira-kira 15 menit kemudian ditimbang. Contoh yang akan diukur kadar airnya dimasukkan ke dalam pinggan kurang lebih 3 gram, ditutup rapat kemudian ditimbang. Pinggan beserta tutup yang berisi contoh dikeringkan selama 1 jam pada suhu 105 o C dengan tutup yang dibiarkan terbuka. Setelah pengeringan pinggan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit. Prosedur diulangi sampai bobot konstan. Kadar Air = m1 m2 x 100% mi m0 Keterangan: m1 adalah bobot pinggan + tutup + contoh sebelum dikeringkan (g) m2 adalah bobot pinggan + tutup + contoh setelah dikerigkan (g) m0 adalah bobot pinggan + tutup (g) b. Kadar Abu (SNI , 1992) Cawan kosong dipijarkan di atas pembakar atau di dalam tanur suhu 550 o C, kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang dengan teliti 2 g contoh ke dalam cawan tersebut. Contoh diabukan, mula-mula di atas api kecil hingga contoh diperarang kemudian dipijarkan atau cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550 o C sampai menjadi abu putih. Cawan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Diulangi sampai bobot konstan. Keterangan: m1 adalah bobot cawan + abu (g) m2 adalah bobot sampel awal (g) m0 adalah bobot cawan kosong (g) Kadar Abu = m1 m0 m2 x 100% c. Kadar Sari (SNI ) Dua gram contoh ditimbang dengan teliti kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 500ml. Air mendidih ditambahkan sebanyak 200ml dan didiamkan selama 1 jam. Larutan contoh disaring ke dalam labu ukur 500ml, dibilas dengan air panas sampai larutan menjadi jernih. Larutan dibiarkan sampai suhu kamar, air ditambahkan hingga tepat pada tanda tera (garis batas). Larutan dipipet 50ml ke dalam pinggan porselin yang telah diketahui bobotnya. Dipanaskan di atas penangas air sampai mengering, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 ± 2 o C selama 2 jam. Setelah itu didinginkan di desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Nilai kadar sari dihitung dengan rumus: Keterangan: W1 adalah bobot ekstrak W2 adalah bobot contoh Kadar Sari = W1 x 500 W2 x 50 x 100% 40

56 Lampiran 1 (Lanjutan) d. Kadar VRS (Volatile Reducing Substances) Satu gram contoh dimasukkan ke dalam labu aerasi VRS apparatus dan ditambahkan 10 ml air suling, pipet larutan KmnO 4 0,02 N sebanyak 10 ml ke dalam labu aerasi. Alat VRS dipasang lebih kurang 40 menit, kemudian ke dalam tabung aerasi tersebut segera ditambahkan 5 ml H 2 SO 4 6 N dan 3 ml KI 20%. Isi labu aerasi kemudian dituangkan ke dalam Erlenmeyer, labu aerasi dibilas dengan air suling, air bilasan juga dituangkan ke dalam Erlenmeyer tersebut. Titrasi dilakukan dengan menggunakan Na 2 S 2 O 3 0,02 N dengan indikator kanji yang ditambahkan pada isi labu aerasi yang dituangkan ke dalam Erlenmeyer. Titrasi dihentikan apabila warna biru hilang, dilakukan juga titrasi blangko. Kadar VRS (meq) = (ml a ml b) x N Na 2 S 2 O 3 x 1000 Keterangan: ml a = mililiter titran yang digunakan untuk blangko ml b = mililiter titran yang digunakan untuk contoh e. Total Asam Sampel kopi yang akan diuji ditimbang 10g kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250ml, ditepatkan sampai tanda tera. Larutan disaring dengan kapas. Filtrat yang diperoleh diambil 100ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambakan 3 tetes phenolphtalein, kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah jambu. Nilai total asam dihitung dengan rumus berikut: ml NaOH x N NaOH x P x 192 (BM As.Sitrat ) Total Asam = Bobot sampel f. Kadar Kafein (SNI ) 1) Persiapan Larutan Uji Sampel kopi yang akan diuji ditimbang 1g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Kopi dilarutkan dengan 40ml akuades, ditambahkan 1ml Pb asetat. Dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 o C selama 15 menit, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100ml, erlenmeyer dibilas dengan aquades minimal 3 kali, kemudian ditepatkan sampai tanda garis. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 ke dalam gelas piala 100ml. Filtrat dipipet 10ml ke dalam labu ukur 50ml, ditambahkan aquades sampai tanda garis. Filtrat disaring menggunakan syringe dengan membrane filter (pore size: 0,45µm, diameter 13 mm) ke dalam tabung reaksi. 2) Persiapan Fase Gerak Solvent yang digunakan sebagai fase gerak (mobile phase) untuk pemeriksaan kadar kafein dengan alat HPLC adalah 70% aquadest filter dan 30% methanol (gradient grade for liquid chromatography). Solvent harus difilter terlebih dahulu menggunakan vakum filter dengan membrane filter (pore size : 0,45 μm, diameter 47 mm) sebelum digunakan untuk pemeriksaan. 3) Pengujian Larutan standar maupun larutan uji masing-masing sebanyak 10 μl diinjeksikan dengan menggunakan syringe 50 μl ke alat HPLC, dimana kondisi alat HPLC pada saat analisa: Kolom (Column) : Hypersil ODS C 18,5 UM, 100 x 4,6mm 41

57 Lampiran 1 (Lanjutan) Fase gerak (Mobil phase) : Aquadest filter; methanol ( 70% : 30% ) Kecepatan aliran ( Flow ) : 0,75ml/menit Temperatur : 35 C Detektor : VWD dengan UV 272 nm g. Total Suspended Solid (TSS) Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total. TSS (mg/l) = (A-B) X 1000 / V Dimana: A = berat kertas saring + residu kering (mg) B = berat kertas saring (mg) V = volume contoh (ml) h. Analisis Sensori (Setianingsih 2010) Analisis sensori dilakukan terhadap 30 orang panelis. Panelis yang menguji merupakan panelis terlatih dari mahasiswa karena target pasar yang ingin dituju merupakan kaula muda yang menyukai produk instan. Masing-masing panelis disediakan 15 jenis bubuk kopi dan 15 seduhan kopi instan yang diberi kode berbeda. Uji organoleptik yang diterapkan adalah uji kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur bubuk kopi serta warna, aroma, rasa, dan penerimaan umum seduhan kopi instan. Hasilnya dinyatakan dalam skala hedonik mulai dari sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat suka (5). Data hasil uji organoleptik diolah dengan melihat jumlah persentase kesukaan panelis. Panelis yang menilai 1 dan 2 digolongkan panelis yang tidak suka, panelis yang menilai 3 digolongkan netral, sedangkan panelis yang menilai 4 dan 5 digolongkan panelis yang suka. Cara penyajian sampel seduhan kopi instan. Kopi instan yang akan diuji dicampur dengan gula dengan perbandingan 1:8, perbandingan ini diperoleh dari pengujian beberapa perbandingan kopi : gula terhadap beberapa konsumen. Kopi kemudian diseduh dengan air mendidih menggunakan gelas kaca dengan volume air 120 ml untuk 1 gram kopi instan. Hasil seduhan di tempatkan pada cup sampel yang akan diuji oleh panelis. Berikut merupakan gambar sampel untuk uji organoleptik a) sampel bubuk kopi instan, b) sampel seduhan kopi instan. a b 42

TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI

TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KOPI Kopi termasuk kelompok tanaman semak dengan genus Coffea. Kopi termasuk ke dalam famili Rubiaceae. Beberapa jenis kopi yang banyak dijumpai adalah kopi Arabika (Coffea

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KOPI BUBUK Karakteristik awal kopi sangrai diketahui dengan melakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar kafein, kadar VRS, derajat keasaman (ph),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi diperoleh dari buah (Coffe. Sp) yang termasuk dalam familia Rubiceae. Banyak varietas yang dapat memberi buah kopi, namun yang terutama penting dalam masalah budidaya

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOPI Kopi adalah salah satu komoditi andalan Indonesia. Hasil komoditi ini menempati urutan ketiga setelah karet dan lada.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN D. KARAKTERISTIK BIJI KOPI Karakteristik awal biji kopi diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar lemak, kadar serat, kadar protein, dan kadar abu terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi merupakan bahan minuman tidak

I. PENDAHULUAN. dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi merupakan bahan minuman tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan termasuk dalam family Rubiaceae dan genus Coffea. Kopi merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER

UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER UJI BEDA UKURAN MESH TERHADAP MUTU PADA ALAT PENGGILING MULTIFUCER (Test of Different Mesh Size on the Quality of Coffee Bean In Multifucer Grinder) Johanes Panggabean 1, Ainun Rohanah 1, Adian Rindang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. rasanya dibanding jenis kopi yang lain, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. rasanya dibanding jenis kopi yang lain, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Arabika Kopi Arabika (Coffea arabica) adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya dibanding jenis kopi yang lain, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Lebih dari 76% kakao yang

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN KOPI INSTAN, KOPI BLENDING, DAN KOPI TUBRUK DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA JENGGAWAH-JEMBER

PROSES PENGOLAHAN KOPI INSTAN, KOPI BLENDING, DAN KOPI TUBRUK DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA JENGGAWAH-JEMBER PROSES PENGOLAHAN KOPI INSTAN, KOPI BLENDING, DAN KOPI TUBRUK DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA JENGGAWAH-JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: KENT MIRA CANDRA 6103008083

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI Secangkir kopi dihasilkan melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari teknik budidaya, pengolahan pasca panen hingga ke penyajian akhir. Hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH JUMLAH FORMULASI RAGI INOKULUM DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU BIJI KOPI

STUDI PENGARUH JUMLAH FORMULASI RAGI INOKULUM DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU BIJI KOPI STUDI PENGARUH JUMLAH FORMULASI RAGI INOKULUM DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU BIJI KOPI SKRIPSI FAHLEVI AKBAR 060305003 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION)

KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Agroteknose, Vol. III, No. 2 Th. 2007 KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Siti Achadiyah Staf Pengajar Jurusan THP, Fak Tekn Pertanian INSTIPER ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.konsumsi kopi dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.konsumsi kopi dunia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies

Lebih terperinci

PERLAKUAN PENGOLAHAN KOPI BIJI TERHADAP PERUBAHAN FISIK. (Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar) Oleh. Kelompok 5

PERLAKUAN PENGOLAHAN KOPI BIJI TERHADAP PERUBAHAN FISIK. (Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar) Oleh. Kelompok 5 PERLAKUAN PENGOLAHAN KOPI BIJI TERHADAP PERUBAHAN FISIK (Laporan Praktikum Teknologi Bahan Penyegar) Oleh Kelompok 5 Irfan Permadi 1414051050 Ni Made Yulia S. 1414051073 Ria Apriani 1414051080 Shahelia

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. SUSU BUBUK Menurut Chandan (1997), susu segar secara alamiah mengandung 87.4% air dan sisanya berupa padatan susu sebanyak (12.6%). Padatan susu terdiri dari lemak susu (3.6%)

Lebih terperinci

Kata kunci : kopi arabika gayo, suhu penyangraian, lama penyangraian, dan kualitas

Kata kunci : kopi arabika gayo, suhu penyangraian, lama penyangraian, dan kualitas KAJIAN MUTU KOPI ARABIKA GAYO DENGAN PERLAKUAN VARIASI SUHU DAN LAMA PENYANGRAIAN (Study of Arabica Gayo Coffee Quality under Temperature and Roasting Duration Treatments) Kaswindi 1, Bambang Sukarno Putra

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI

UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI UJI KECEPATAN PUTARAN OPTIMAL PADA ALAT PENYANGRAI KOPI TIPE ROTARI TERHADAP KUALITAS HASIL SANGRAI (The Effect of RPM Coffee Roaster Machine on the Product Quality) Dedi Johanes Silaen 1, Achwil Putra

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. ekspor dan sumber pendapatan devisa negara. Meskipun demikian, komoditas

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. ekspor dan sumber pendapatan devisa negara. Meskipun demikian, komoditas I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI JAHE DAN REMPAH PADA PEMBUATAN SIRUP KOPI

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI JAHE DAN REMPAH PADA PEMBUATAN SIRUP KOPI PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI JAHE DAN REMPAH PADA PEMBUATAN SIRUP KOPI Effect of the concentration of ginger and spices in the manufacture of coffee syrup OLEH: Dina Mardhatilah STp. MS.i Staf pengajar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN 1 ARTIKEL ILMIAH Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN Penelitian mengenai Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda telah dilakanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

ROASTING KOPI CELUP Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan

ROASTING KOPI CELUP Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan ROASTING KOPI CELUP Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi Arabika dan Robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi Arabika digunakan sebagai sumber citra rasa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK SIKTIEN SEPTIA 060305008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Lampung. Kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

Dairi merupakan salah satu daerah

Dairi merupakan salah satu daerah Produksi Kopi Sidikalang di Sumatera Utara Novie Pranata Erdiansyah 1), Djoko Soemarno 1), dan Surip Mawardi 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118. Kopi Sidikalang

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan sumber penting dalam pemenuhan kebutuhan vitamin dan juga karbohidrat bagi tubuh. Buah memiliki rasa yang unik dan juga mengandung kalori yang rendah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH JUMLAH AIR DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI

STUDI PENGARUH JUMLAH AIR DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI STUDI PENGARUH JUMLAH AIR DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU KOPI INSTAN SECARA MIKROENKAPSULASI SKRIPSI Oleh: WILLY AGUSTINUS CHANDRA 050305010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SARI NENAS DENGAN SARI DAUN KATUK DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELLY

PENGARUH PERBANDINGAN SARI NENAS DENGAN SARI DAUN KATUK DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELLY PENGARUH PERBANDINGAN SARI NENAS DENGAN SARI DAUN KATUK DAN KONSENTRASI KARAGENAN TERHADAP MUTU PERMEN JELLY SKRIPSI Oleh: MISYE A. LUMBANGAOL 110305028/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada

TINJAUAN PUSTAKA. ini mulai dikenal pertama kalinya di benua Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Kopi Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi dan dikembang secara luas oleh petani di Propinsi Aceh.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair Karina Novita Dewi. 1211205027. 2017. Pengaruh Konsentrasi H 2 SO 4 dan Waktu Hidrolisis terhadap Karakteristik Gula Cair dari Ampas Padat Produk Brem di Perusahaan Fa. Udiyana di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup murah. Selain itu, jambu biji juga memiliki khasiat untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Jambu biji merupakan salah satu buah yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Jambu biji ini sangat populer karena mudah didapat dan memiliki harga yang cukup murah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) THE CHEMICAL NATURE AND LEVEL (HARD CANDY) SARI NUTMEG (Myristica fragrans houtt

Lebih terperinci

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011 KAKAO BAHAN PENYEGAR COKLAT COCOA & CHOCOLATE Definisi Kakao : biji coklat yang belum mengalami pengolahan dan kadar air masih tinggi (>15%) Cocoa : biji coklat yang sudah dikeringkan dengan kadar air

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci