V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaku Pemasaran Kayu Rakyat Pelaku pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung terdiri dari petani hutan rakyat, pedagang pengumpul dan sawmill (industri pengolahan kayu rakyat). Di lokasi penelitian, menanam pohon merupakan salah satu kebiasaan masyarakat sehingga masyarakat sudah terbiasa menjual kayu rakyat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena terdesak kebutuhan hidup, seringkali petani menjual kayu rakyat dengan diameter yang kecil. Hutan rakyat dijadikan sebagai aset yang kapan saja dapat dijual saat petani membutuhkan uang, petani dapat dengan mudah menjual kayunya ke pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul adalah orang yang mendistribusikan kayu rakyat dari petani sampai ke sawmill. Pedagang pengumpul melakukan beberapa kegiatan produksi seperti penebangan, penyaradan dan muat bongkar. Oleh sebab itu pedagang pengumpul harus memiliki modal dan informasi pasar agar usahanya dapat memperoleh keuntungan. Disini pedagang pengumpul memiliki posisi sebagai monopsoni, yang dengan mudah dapat membeli kayu rakyat dari para petani dengan harga yang dapat ditentukan sendiri. Kelangsungan usaha pedagang pengumpul ditunjang oleh para petani yang menjual kayunya ke pedagang pengumpul. Kemudian kayu rakyat dialirkan dari pedagang pengumpul ke sawmill. Sawmill mendapat bahan baku produknya sebagian besar dari pedagang pengumpul, dapat dikatakan bahwa pedagang pengumpul merupakan pemasok utama bahan baku kayu rakyat untuk sawmill. Kegiatan produksi yang paling banyak dilakukan berada di tingkat sawmill. Sehingga keuntungan yang diperoleh sawmill pun jauh lebih besar dibandingkan dengan para pelaku pemasaran kayu rakyat yang lain. Hal ini menyebabkan usaha sawmill (industri penggergajian) semakin berkembang. Dari sawmill produk kayu rakyat dipasarkan ke industriindustri besar di luar kota.

2 28 1. Petani Hutan Rakyat Petani hutan rakyat merupakan pekerjaan utama masyarakat di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung. Sehingga dalam kegiatan pengusahaan hutan petani melakukannya sendiri tanpa mengupahkan kepada orang lain. Mayoritas jenis pohon yang ditanam yaitu Sengon (Paraserianthes falcataria), adapun jenis lain yang ditanam yaitu Kayu Afrika (Maesopsis eminii), dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Kegiatan penanaman dilakukan dengan jarak tanam 5 m x 5 m dan untuk topografi yang curam dilakukan penanaman dengan jarak yang lebih rapat 2 m x 3 m (Data petani hutan rakyat dapat dilihat pada Lampiran 1.) (a) (b) Gambar 4 Tegakan hutan rakyat (a) di Kecamatan Cibinong dan (b) di Kecamatan Tanggeung. Luas lahan rata-rata dan jumlah pohon rata-rata yang dimiliki petani tercantum pada tabel berikut. Tabel 2 Luas lahan rata-rata dan jumlah pohon rata-rata yang dimiliki petani No. Desa Kecamatan Luas lahan Jumlah pohon Jumlah pohon (m2) yang dimiliki per Ha 1 Sukamekar Cibinong Cikangkareng Cibinong Sirnajaya Tanggeung Kertajaya Tanggeung Sumber: Data Primer Diolah Kecamatan Cibinong merupakan kecamatan yang memiliki potensi hutan rakyat terbesar di Kabupaten Cianjur. Sekitar 84% di Kecamatan Cibinong merupakan lahan darat yang ditanami kayu rakyat. Hal ini terbukti rata-rata luas hutan rakyat yang dimiliki petani di Kecamatan Cibinong antara m² sampai m², dengan jumlah pohon per hektarnya antara 754 sampai 792

3 29 pohon. Sedangkan di Kecamatan Tanggeung petani hutan rakyat memiliki luas lahan yang relatif rendah berkisar 4415 m² sampai 4500 m², dengan jumlah pohon per hektarnya antara 657 sampai 799 pohon. Penjualan kayu yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah jenis sengon, dikarenakan sengon merupakan jenis yang paling banyak ditanam di lahan para petani juga memiliki umur tebang yang relatif singkat (5 tahun). Berikut ini disajikan persentase beberapa bentuk penjualan kayu rakyat yang dilakukan oleh petani. Tabel 3 Persentase bentuk penjualan kayu oleh petani hutan rakyat No. Kecamatan Desa Bentuk Penjualan Kayu (%) Pohon berdiri Kayu bulat Timpleng 1 Sukamekar 69,23 23,08 7,69 Cibinong 2 Cikangkareng 90,91 9,09 0,00 3 Sirnajaya 80,00 20,00 0,00 Tanggeung 4 Kertajaya 100,00 0,00 0,00 Sumber: Data Primer Diolah Catatan: Timpleng adalah balok persegi dengan ukuran tak tentu disesuaikan dengan diameter kayu Tabel 3 menunjukkan bahwa petani yang melakukan penjualan kayu rakyat lebih banyak melakukan penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri, dengan persentase antara 69,23% sampai 100%. Dari keempat desa di atas Desa Kertajaya merupakan desa yang menjual kayu rakyat seluruhnya dalam bentuk kayu berdiri hal ini terlihat dari besar persen penjualan kayu rakyat sebesar 100%. Penjualan kayu rakyat dalam bentuk kayu bulat dan kayu gergajian (timpleng) memiliki persentase yang lebih kecil dari penjualan katu rakyat dalam bentuk kayu berdiri. Persentase untuk penjualan kayu dalam bentuk kayu bulat yaitu antara 9,09% sampai 23,08% yang berada di tiga desa kecuali Desa Kertajaya, sedangkan untuk penjualan dalam bentuk timpleng hanya ada di Desa Sukamekar sebesar 7,69%. Berdasarkan hasil wawancara, penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri sangat praktis karena mulai dari penebangan hingga pengangkutan termasuk seluruh biayanya ditanggung oleh pembeli yang biasanya adalah pedagang pengumpul. Penjualan kayu dalam bentuk pohon berdiri pada hutan rakyat mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian bagi petani. Keuntungan yang diperoleh adalah petani tidak perlu menanggung biaya pemanenan dan biaya

4 30 pemasaran, juga tidak perlu susah dalam memikirkan tenaga kerja karena sudah menjadi tanggung jawab pembeli (pedagang pengumpul). Sedangkan kerugian yang diperoleh yaitu petani dalam posisi yang lemah dalam menentukan harga karena kurangnya akses terhadap informasi harga, dan jika terjadi kerusakan pada pohon-pohon dalam tegakan tidak mendapat ganti rugi dari pembeli. (a) (b) (c) Gambar 5 Bentuk penjualan kayu rakyat (a) kayu berdiri, (b) kayu bulat, dan (c) timpleng. Pemasaran kayu rakyat di lokasi penelitian termasuk mudah, petani cukup menghubungi pedagang pengumpul dan melakukan transaksi jual beli di tempat (lahan), biasanya harga ditentukan atas dasar kesepakatan bersama. Adapun motivasi penjualan mayoritas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak. Dalam sistem penjualannya kayu rakyat biasanya dijual oleh petani dengan beberapa sistem penjualan, yaitu menghitung per pohon, kubikasi dan borongan. Tabel 4 Sistem penjualan kayu rakyat No. Kecamatan Desa Sistem Penjualan (%) Per Pohon Kubikasi Borongan 1 Sukamekar 80,00 20,00 0,00 Cibinong 2 Cikangkareng 80,00 20,00 0,00 3 Sirnajaya 20,00 20,00 60,00 Tanggeung 4 Kertajaya 80,00 20,00 0,00 Sumber: Data Primer Diolah Keterangan: - Sistem penjualan per pohon adalah sistem penjualan kayu rakyat dengan cara menghitung pohon yang dijual dengan satuan per pohon. - Sistem penjualan kubikasi adalah sistem penjualan kayu rakyat dengan cara menghitung volume pohon yang dijual dalam keadaan masih berdiri dengan bantuan Tabel Tarif Volume. - Sistem penjualan borongan adalah sistem penjualan kayu rakyat dengan cara menghitung pohon yang akan dijual dalam luasan lahan tertentu (satuan Rp/tegakan).

5 31 Tabel 4 diatas menunjukkan sistem penjualan yang dipakai petani dalam menjual kayu rakyat. Sistem yang paling banyak digunakan adalah dengan menghitung jumlah pohon yang akan dijual. Dalam penjualannya, pohon yang akan dijual dihitung berapa jumlahnya kemudian ditaksir berapa harga yang sesuai untuk membeli kayu tersebut oleh pembeli (pedagang pengumpul). Pada umumnya petani menjual kayu rakyat dengan cara menghitung jumlah pohon yang akan dijual, hal ini disebabkan karena petani biasanya menjual pohon yang berdiameter besar sehingga pedagang pengumpul tinggal menghitung jumlah pohon yang akan dijual di lahan milik petani. Kerugian dalam sistem penjualan ini yaitu seringkali harga beli dari pedagang pengumpul tidak sesuai dengan volume pohon yang dibeli hal ini disebabkan karena harga beli ditentukan dengan cara menaksir volume pohon yang dijual. Dari keempat desa penelitian, sistem penjualan ini sangat dominan dilakukan, hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase antara 20% sampai 80%. Sistem kubikasi juga sering digunakan hanya saja sistem ini biasanya dipakai jika petani sudah mengerti perhitungan volume pohon. Dalam penjualannya, pohon yang akan dijual dihitung diameter dan tinggi taksirannya kemudian pembeli menentukan volume pohon tersebut dengan melihat tabel Tarif Volume Kayu. Sistem penjualan dengan kubikasi merupakan sistem penjualan yang paling baik karena harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul sesuai dengan volume pohon yang dijual oleh petani. Keuntungan dari sistem ini yaitu petani akan mendapat harga yang sesuai dengan volume pohon yang dijual, dan tidak tertipu oleh harga beli dari pedagang pengumpul. Adapun kekurangan dari sistem ini adalah tidak banyak petani yang menggunakan sistem penjualan ini karena keterbatasan informasi cara menghitung volume pohon sehingga petani membutuhkan bantuan Tabel Tarif Volume yang juga jarang dimiliki petani. Di lokasi penelitian, petani yang menjual kayu rakyat dengan sistem penjualan kubikasi rata-rata sekitar 20% Sistem yang jarang digunakan adalah sistem borongan, sistem ini biasanya dipakai jika petani menjual kayu rakyat dengan luasan tertentu. Misalnya petani menjual semua pohon berdiameter 20 cm up di lahan seluas 400 m² (satu patok) dengan harga yang telah disepakati antara petani dan pembeli. Kekurangan dari

6 32 sistem penjualan borongan yaitu kemungkinan kerugian yang akan dialami oleh petani sangat besar. Karena harga beli yang diberikan oleh pedagang pengumpul ditentukan dengan cara menaksir volume pohon saja. Di sisi lain, pedagang pengumpul diuntungkan karena dapat dengan mudah memainkan harga beli. Sistem penjualan pohon dengan cara borongan ini, memiliki persamaan dengan sistem penjualan dengan menghitung pohon. Persamaannya adalah harga beli dari pedagang pengumpul ditentukan dengan cara menaksir volume pohon yang dijual. Adapun perbedaannya yaitu di dalam sistem penjualan kayu per pohon, pedagang pengumpul menaksir volume pohon yang telah dipilih petani untuk dijual. Harga beli dari pedagang pengumpul adalah Rp/pohon. Sedangkan dalam sistem penjualan borongan, pedagang pengumpul menaksir volume pohon-pohon yang dipilih petani untuk dijual dalam satu tegakan. Harga beli dari pedagang pengumpul memiliki satuan Rp/tegakan. Di lokasi penelitian sistem penjualan pohon dengan sistem borongan hanya terjadi di satu desa yaitu Desa Sirnajaya. Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani lebih besar dari 1 hektar dan dominan ditanami dengan pohon sengon. Adapun cara penjualan kayu rakyat ke tengkulak dengan cara menjual pohon berdiri, dan sistem penjualan yang digunakan adalah menghitung per pohon. 2. Pedagang Pengumpul Menurut wilayah kerjanya pedagang pengumpul dibedakan menjadi pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul kecil memiliki wilayah kerja di tingkat desa, dan pedagang pengumpul besar memiliki wilayah kerja di tingkat kecamatan. Di Kecamatan Cibinong pedagang pengumpul yang ditemui yaitu pedagang pengumpul kecil sedangkan di Kecamatan Tanggeung pedagang pengumpul yang ditemukan yauitu pedagang pengumpul besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Tanggeung merupakan kecamatan yang memiliki industri pengolahan kayu rakyat terbanyak di Kabupaten Cianjur, sehingga memicu adanya keterlibatan pelaku lain dalam pemasaran kayu rakyat yang menghubungkan petani hutan rakyat dengan industri, yaitu pedagang pengumpul. Oleh sebab itu pedagang pengumpul di Kecamatan

7 33 Tanggeung memiliki wilayah kerja yang lebih besar dibandingkan di Kecamatan Cibinong, karena kedudukan industrinya pun berada di kecamatan. Gambar 6 Kayu dipasarkan dalam bentuk log dan gergajian. Pedagang pengumpul yang ditemui di lokasi penelitian terdiri dari 5 orang pengumpul kecil dan 2 orang pengumpul besar. Kapasitas pembelian kayu rakyat oleh petani antara m³/bln, dengan rata-rata pembelian sebesar 38 m³/bln (Tabel 5). Tabel 5 Kapasitas pembelian kayu rakyat oleh pedagang pengumpul No Nama Kapasitas pembelian kayu (m³/bln) Cakupan Kayu dipasarkan penjualan log gergajian Kayu dijual ke- 1 Ujun 20 dalam desa pengumpul besar 2 Sudarman 48 dalam desa Sawmill 3 Emis 10 dalam desa Sawmill 4 Ukim 80 dalam desa Sawmill 5 Edi 10 dalam desa Sawmill 6 Sahidin 12 dalam kecamatan Sawmill 7 Pandi 10 dalam kecamatan Sawmill Rata-rata 38 Sumber: Data Primer Diolah Kayu yang dipasarkan dalam bentuk kayu bulat (log) dan kayu gergajian. Umumnya pedagang pengumpul memasarkan kayu rakyat dalam bentuk log, hal ini disebabkan karena hanya sedikit pedagang pengumpul yang memiliki keahlian untuk mengolah kayu rakyat menjadi kayu gergajian dan adanya keterbatasan modal yang dimiliki. Dalam pemasarannya, pedagang pengumpul kecil menjual kayu rakyat ke tengkulak besar atau langsung ke sawmill (industri penggergajian). Sedangkan pedagang pengumpul besar menjual kayu rakyat langsung ke sawmill di tingkat kecamatan

8 34 Wilayah kerja dari pedagang pengumpul menggambarkan konsumen yang menjadi tujuan pemasarannya. Pedagang pengumpul yang wilayah kerjanya luas (lingkup kecamatan) memiliki konsumen yang berlokasi diluar wilayah Kabupaten Cianjur. Sedangkan pedagang pengumpul yang memiliki wilayah kerja sempit (lingkup desa) memiliki konsumen yang berlokasi di dalam wilayah penelitian. 3. Industri Penggergajian (sawmill) Industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri pengolahan kayu rakyat. Industri pengolahan kayu rakyat yang ada di Kecamatan Cibinong adalah industri yang terdiri dari dua jenis usaha yaitu penggergajian dan jasa penggergajian. Usaha penggergajian memproduksi palet, papan, balok dan kaso, sedangkan usaha jasa penggergajian menghasilkan produk yang diinginkan oleh pengguna jasa dengan bahan baku dari pengguna. Biasanya jasa penggergajian menyewakan alat (bandsaw) kemudian pengguna jasa membayar dengan satuan kubikasi, yang dibayar Rp ,- per m³. Sedangkan di Kecamatan Tanggeung hanya ditemui usaha penggergajian saja, dengan produk yang dihasilkan berupa bahan baku untuk matrial dan meubel yang berlokasi di luar Kabupaten Cianjur. Gambar 7 Industri penggergajian (sawmill) di Desa Kertajaya. Masyarakat di lokasi penelitian menyebut industri penggergajian dan jasa penggergajian dengan sebutan sirkel. Jenis industri ini merupakan industri yang belum berbadan hukum dan dikelola oleh perseorangan. Kapasitas produksi diartikan sebagai kemampuan suatu pabrik atau industri untuk memproduksi dan mengolah suatu barang (input) menjadi barang

9 35 yang baru (output). Tinggi rendahnya kapasitas produksi mencirikan besar kecilnya industri tersebut. Data mengenai kapasitas produksi dari industri (sawmill) yang menjadi responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa industri kayu rakyat yang ada di lokasi penelitian memiliki kapasitas produksi rata-rata 139 m³/bulan atau 1668 m³/tahun. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Fakultas Kehutanan IPB (1983), maka industri kayu rakyat yang ada di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Tanggeung termasuk ke dalam industri penggergajian kecil karena memiliki kapasitas produksi < 6000 m³/tahun. Tabel 6 Kapasitas produksi industri (sawmill) di lokasi penelitian Kecamatan No Pemilik Nama Industri Kapasitas produksi (m³/bln) Realisasi Bahan Baku (m³/bln) Cibinong 1 Apih Sadili ,5 Cibinong 2 Usep PD Sawargi Cibinong 3 Makbullah PT Sumber Karya Abadi Cibinong 4 Ukim Cibinong 5 Apih Ahmad Ropandi PT Sinar Mulya Tanggeung 6 Saprudin - 2 0,25 Tanggeung 7 Sumpena - 5 2,5 Tanggeung 8 Rohimat Mulyadi CV Mahoni Jaya Abadi Tanggeung 9 H. Ajat TB. Sukawangi Tanggeung 10 Pai Pardi Ikbal Jaya 5 3 Tanggeung 11 Asep Karya Palet 1 1 Tanggeung 12 Mumus Tanggeung 13 H. Hamid Tanggeung 14 H. Juanda CV. Tiga Berlian Tanggeung 15 H. Faridnudin Rata-rata per bulan ,55 Rata-rata per tahun ,6 Sumber: Data Primer Diolah Bahan baku merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan suatu industri. Ketersediaan bahan baku dengan jumlah yang cukup pada saat dibutuhkan akan menjamin kelestarian produksi. Bahan baku yang digunakan oleh industri kayu rakyat dilokasi penelitian diperoleh dari pedagang pengumpul kayu, baik pengumpul kecil maupun besar. Pedagang pengumpul ini menjadi rekan industri, dan biasanya orang yang sudah dipercaya sehingga industri akan bersedia member modal pada pedagang pengumpul untuk melakukan pembelian kayu dari

10 36 petani. Masyarakat di lokasi penelitian menyebut pedagang pengumpul dengan sebutan ranting. Selain dari pedagang pengumpul, industri juga membeli kayu dari petani, biasanya dilakukan dalam jumlah kecil (beberapa batang). Petani menawarkan kayu ke industri, setelah ada kesepakatan mengenai harga maka penebangan dan pembagian sortimen dilakukan sesuai keinginan industri. Biaya penebangan dan biaya pemasaran ditanggung oleh industri. (a) (b) Gambar 8 Produk hasil kayu rakyat (a) kaso, dan (b) bahan palet. Produk yang dihasilkan oleh sawmill di lokasi penelitian antara lain palet, balok, papan, kaso, dan kusen, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri-industri besar di dalam maupun di luar kabupaten. Industriindustri besar tersebut berupa industri palet, industri keramik, pabrik kaca, mebel dan matrial. Untuk ukuran produk yang dihasilkan berbeda di setiap wilayah, tergantung pada permintaan konsumen (permintaan pasar). Tujuan pemasaran kayu rakyat dapat dilihat di Lampiran 4. Lokasi konsumen kayu rakyat menunjukkan skala usaha, sehingga industri yang berada di luar lokasi penelitian dapat dikatakan sebagai industri skala menengah dan besar yang memerlukan pasokan bahan baku dalam jumlah besar sehingga mengakibatkan pedagang memperluas wilayah kerja untuk dapat memenuhi pesanan industri. Meskipun sawmill di lokasi penelitian masih termasuk industri penggergajian kecil karena memiliki kapasitas < 6000 m³/tahun, usaha sawmill di lokasi penelitian semakin berkembang. Salah satunya karena kegiatan produksi yang paling banyak dilakukan berada di tingkat sawmill. Sehingga keuntungan yang diperoleh sawmill pun jauh lebih besar dibandingkan dengan para pelaku

11 37 pemasaran kayu rakyat yang lain. Hal ini menyebabkan usaha sawmill (industri penggergajian) semakin berkembang B. Karakteristik Pemasaran Kayu Rakyat Untuk mengetahui keadaan pemasaran kayu di lokasi penelitian, dilakukan analisis terhadap pelaku pemasaran yang terlibat. Dari analisis tersebut dapat diketahui saluran pemasaran yang terbentuk dan besarnya marjin pemasaran. Marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui efisiensi dari setiap saluran pemasaran. 1. Mekanisme Pemasaran Kayu Rakyat Pada umumnya petani hutan rakyat menjual kayunya dalam bentuk pohon berdiri tanpa memperhitungkan keuntungan atau nilai yang paling besar. Adapun keputusan petani menjual kayu sebagian besar didasarkan karena adanya kebutuhan yang saat itu dihadapi, misalnya untuk kebutuhan rumah tangga yang mendesak atau keperluan pendidikan anak. Pohon-pohon yang berada di lahan petani dijadikan sebagai tabungan yang pada saat diperlukan dapat ditebang dan dijual. Atas dasar kebiasaan tersebut, maka dikenal dengan istilah daur butuh (Hardjanto 2000). Pedagang pengumpul yang melakukan pembelian pohon berdiri akan menanggung semua biaya pemanenan, tetapi jika pedagang pengumpul membeli dalam bentuk kayu bulat maka biaya pemanenan dibebankan kepada petani. Sistem pemanenan yang digunakan adalah tebang pilih, karena jumlah pohon yang ditebang sedikit dengan diameter yang berbeda. Adapun mekanisme pembelian kayu ada dua yaitu petani mendatangi pedagang pengumpul untuk menawarkan pohon berdiri dan petani menawarkan kayu bulat yang sudah disimpan di pinggir jalan. Harga beli dari pedagang pengumpul berdasarkan pada diameter pohon berdiri. Harga ini dapat berbeda-beda selain karena ukuran diameter pohon juga tergantung pada lokasi pohon tersebut berada. Pohon dengan diameter yang sama dapat berbeda harganya tergantung dari jauh dekatnya dari jalan raya dan tingkat kesulitan pengangkutannya. Semakin jauh dan sulit lokasi pohon tersebut harganya semakin murah. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul harus

12 38 menanggung biaya penyaradan dan biaya pengangkutan yang besar. Harga beli kayu sengon rata-rata Rp ,- per m³ (diameter cm) dan Rp ,- untuk diameter 20 cm up. Diameter pohon sengon yang dibeli oleh pedagang pengumpul adalah diameter > 10 cm. Sebelum dijual ke industri kayu tersebut biasanya disimpan di pinggir jalan raya, selanjutnya diangkut jika sudah terkumpul dengan jumlah yang banyak. Dari pedagang pengumpul, kayu rakyat dijual ke industri pengolahan kayu rakyat biasanya sawmill. Pada umumnya kayu yang dijual berupa kayu bulat, jika pedagang pengumpul memiliki keahlian dan modal yang cukup besar biasanya kayu rakyat dijual dalam bentuk timpleng (kayu balok) dan kayu gergajian. Dari industri penggergajian (sawmill), kayu rakyat dijual ke industri besar di luar Kabupaten Cianjur setelah kayu tersebut diolah. Produk yang biasanya dihasilkan oleh sawmill adalah palet dengan berbagai ukuran tergantung permintaan pasar. Adapun harga jual rata-rata palet dari sawmill ke industri besar seharga Rp ,- per m³. Perhitungan harga jual rata-rata palet dari tiap industri dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7 Perhitungan harga jual rata-rata produk kayu rakyat (palet) No. Nama Pemilik Nama Industri Harga Palet (Rp/m ) 1 Apih Sadili ,00 2 Usep PD Sawargi ,00 3 Makbullah PT Sumber Karya Abadi ,00 4 Ukim ,00 5 H. Ajat TB Sukawangi ,00 6 Pai Pardi Ikbal Jaya ,00 7 H. Hamid ,00 8 Rohimat Mulyadi CV Mahoni Jaya Abadi ,00 Harga jual rata-rata palet ,00 Sumber: Data Primer Diolah Dalam pemasaran kayu rakyat, pihak yang melakukan pengangkutan kayu rakyat ke industri dikenakan biaya SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) dan biaya retribusi. Besarnya biaya SKSHH adalah Rp ,- per m³. Dan besarnya biaya retribusi kayu sengon yang harus dibayar sebesar Rp ,- per m³. SKSHH diperlukan untuk membuktikan bahwa kayu yang diangkut ke industri bukan berasal dari areal hutan yang dikelola oleh Perhutani.

13 39 Saluran pemasaran kayu rakyat dimulai dari tingkat desa ke tingkat kecamatan, selanjutnya dipasarkan ke dalam dan luar kabupaten. Untuk saluran pemasaran di tingkat kecamatan dapat dilihat di Gambar 9 dan 10. Adapun tujuan pemasaran kayu rakyat dari lokasi penelitian menuju konsumen digambarkan pada Gambar 11. Gambar 9 menunjukkan aliran distribusi kayu rakyat di Kecamatan Cibinong, kayu rakyat dipasarkan di dalam desa dalam kecamatan. Petani di lokasi penelitian (Desa Sukamekar dan Desa Cikangkareng) menjual kayunya ke pedagang pengumpul yang berada di dalam desa, kemudian pedagang pengumpul menjualnya kembali kepada sawmill yang berada di dalam desa. Produk kayu rakyat dari sawmill yang ada di desa dipasarkan ke industri besar di luar kecamatan luar kabupaten. Pemasaran kayu rakyat mengalir ke arah utara, yaitu menuju ke Kecamatan Tanggeung. Dari lokasi desa penelitian distribusi kayu rakyat menggunakan jalan provinsi. Aliran distribusi di Kecamatan Tanggeung digambarkan pada Gambar 10. Di kecamatan ini aliran kayu rakyat dipasarkan di dalam desa, luar desa dalam kecamatan, luar desa luar kecamatan. Dari lokasi penelitian (Desa Sirnajaya dan Desa Kertajaya) umumnya petani menjual kayu rakyat ke pedagang pengumpul besar yang berada di dalam desa. Kemudian pedagang pengumpul menjual kembali ke sawmill yang ada di luar desa dalam kecamatan. Biasanya pedagang pengumpul menjual ke sawmill yang berada di Desa Tanggeung, hal ini disebabkan karena Desa Tanggeung berada dekat jalan provinsi dan terminal kecamatan. Kecamatan Tanggeung merupakan kecamatan yang memiliki letak yang cukup strategis, oleh sebab itu industri sawmill banyak berkembang di Kecamatan Tanggeung. Aliran distribusi kayu dari sawmill yang ada di kecamatan dipasarkan ke industri besar dan pabrik yang ada di luar kecamatan dan luar kabupaten.

14 43 Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan aliran distribusi kayu rakyat di tingkat kecamatan, yaitu distribusi kayu rakyat sebagai bahan baku produk. Sedangkan Gambar 11 menunjukkan aliran distribusi kayu rakyat di tingkat kabupaten dan kota, yaitu distribusi kayu rakyat sebagai produk. Dari Gambar 11 tersebut, pemasaran kayu rakyat dilakukan dengan cara dispersi yaitu menyalurkan barang dari satu lokasi ke banyak lokasi. Dalam pemasarannya, konsumen kayu rakyat berada di kabupaten dan kota yang berada di bagian utara Pulau Jawa. Jika dilihat dari kondisi wilayahnya, wilayah bagian utara Pulau Jawa merupakan wilayah yang lebih maju dibanding dengan wilayah bagian Pulau Jawa. Di wilayah bagian utara Pulau Jawa merupakan wilayah yang strategis dalam hal perdagangan, selain di wilayah ini terdapat banyak pabrik atau industri yang berbahan baku kayu rakyat, seperti industri palet, industri kaca, industri keramik, matrial dan meubel. Lokasi tujuan pemasaran kayu rakyat untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11. Tujuan pemasaran kayu rakyat terjauh yaitu ke Provinsi Banten (Merak) dan tujuan pemasaran terdekat ke daerah Kabupaten Cianjur. Mekanisme pemasaran lokasi penelitian sangat variatif. Harga jual kayu rakyat di Kecamatan Cibinong dengan Kecamatan kayu di Tanggeung berbeda, hal ini disebabkan karena informasi pemasaran kayunya pun berbeda. Pedagang pengumpul di Kecamatan Cibinong hanya di tingkat desa, sedangkan di Kecamatan Tanggeung sudah lebih besar cakupan penjualannya yang berada di tingkat kecamatan. Produk yang dihasilkan sawmill di kedua kecamatan bervariasi, hanya saja palet merupakan produk yang paling banyak diproduksi. Produk kayu rakyat kemudian dipasarkan ke kota-kota besar bagian utara Pulau Jawa. 2. Saluran Pemasaran Kayu Rakyat Saluran pemasaran kayu rakyat menggambarkan suatu rangkaian kegiatan distribusi kayu rakyat dari produsen yaitu petani hutan rakyat sampai dengan konsumen. Saluran pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong terdiri dari beberapa jenis saluran yaitu satu tingkat (one-level-channel), dua tingkat (twolevel-channel), dan saluran tiga tingkat (three-level-channel). Pada saluran satu

15 44 tingkat hanya terdapat satu perantara pemasaran yaitu sawmill di desa, pada saluran dua tingkat perantara yang ada yaitu pengumpul kecil dan pengumpul besar, sedangkan pada saluran tiga tingkat terdapat tiga perantara perantara yang terlibat yaitu pengumpul kecil, pengumpul besar, dan sawmill di desa. Saluran pemasaran satu tingkat dapat dikatakan sebagai saluran pemasaran yang pendek, karena pelaku pemasaran pada tingkat ini terdiri dari petani, sawmill di desa dan industri. Sedangkan saluran tiga tingkat memiliki lima pelaku pemasaran yaitu petani, pengumpul kecil, pengumpul besar, sawmill di desa dan industri. Sehingga saluran tersebut dapat dikatakan sebagai saluran pemasaran yang panjang. Jika diihat dari bentuk saluran pemasarannya, saluran pemasaran yang terdapat di lokasi penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Petani Pengumpul Kecil Pengumpul Besar Sawmill desa Industri Gambar 12 Saluran pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Cibinong. Petani Pengumpul Besar Sawmill desa Industri Gambar 13 Saluran pemasaran kayu rakyat di Kecamatan Tanggeung.

16 45 Dari gambar tersebut, jika diuraikan terdapat beberapa saluran pemasaran sebagai berikut: Saluran 1: Petani Pengumpul Kecil Pengumpul Besar Sawmill di desa Industri Saluran 2: Petani Pengumpul Kecil Sawmill di desa Industri Saluran 3: Petani (kayu berdiri) Sawmill di desa Industri Saluran 4: Petani (kayu bulat) Sawmill di desa Industri Saluran 5: Petani (timpleng) Sawmill di desa Industri Saluran 6: Petani Pengumpul Besar (timpleng) Sawmill di desa Industri Saluran 7: Petani Pengumpul Besar (gergajian) Sawmill di desa Industri Saluran pemasaran yang ada di Desa Sukamekar Kecamatan Cibinong yaitu saluran pemasaran 1, 2, 3 dan 5. Sedangkan di desa Cikangkareng Kecamatan Cibinong saluran pemasaran kayu rakyat dengan menggunakan saluran 1, 2 dan 4. Berbeda dengan Kecamatan Tanggeung yang sudah lebih maju perkembangan sawmillnya, di Desa Sukamekar pemasaran kayu rakyat dilakukan dengan saluran 6 dan 7. Begitu pula di Desa Kertajaya saluran pemasaran yang dipakai yaitu saluran 6 dan 7. Saluran pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian jika dilihat dari jarak tempuh pendistribusian produk kayu rakyat ke konsumen, dapat dibedakan menjadi dua yaitu jarak dekat dan jauh. Menurut hasil survei, tujuan pemasaran produk kayu rakyat jarak dekat yaitu Cianjur, Ciwidey, Sukabumi dan Bandung. Sedangkan kota yang termasuk jarak jauh adalah Tangerang, Jakarta, Karawang, Bekasi, Cikampek, Merak dan sebagainya (dapat dilihat pada Gambar 11.). Jika dilihat dari jaraknya, kota-kota tujuan pemasaran jarak dekat memiliki jarak ratarata 50 km sampai dengan 65 km dari lokasi penelitian. Sedangkan kota-kota tujuan pemasaran jarak jauh memiliki jarak rata-rata lebih dari 65 km dari lokasi penelitian dilakukan. Jika dilihat dari letaknya, Kabupaten Cianjur terletak di tengah Provinsi Jawa Barat yang berjarak sekitar 65 km dari Ibu Kota Provinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 km dari Ibu Kota Negara (Jakarta). Jarak dekat yaitu jarak pendistribusian produk kayu rakyat dari sawmill di lokasi penelitian ke konsumen yang berada di sekitar Ibu Kota Provinsi Jawa Barat (Bandung). Dan jarak jauh

17 46 3. Marjin Pemasaran Kayu Rakyat Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Nilai marjin pemasaran dibentuk oleh keuntungan pemasaran yang diperoleh dan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dalam hal ini produk yang dipasarkan adalah palet. Besar kecilnya biaya, keuntungan dan marjin pemasaran produk (palet) dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8 Marjin dan efisiensi pemasaran (jarak jauh) Saluran yaitu jarak pendistribusian produk kayu rakyat dari sawmill di lokasi penelitian ke konsumen yang berada di sekitar Ibu Kota Negara (Jakarta). Adapun perbedaan jarak tersebut akan berpengaruh kepada biaya transportasi yang dikeluarkan, biaya transportasi yang dikeluarkan sawmill di lokasi penelitian berkisar Rp ,- sampai Rp ,- per m³. Kisaran biaya transportasi tersebut, maka untuk mendistribusikan produk kayu rakyat pendistribusian kayu rakyat dengan jarak dekat diperlukan biaya transportasi sebesar Rp ,- per m³, sedangkan untuk jarak jauh diperlukan biaya transportasi sebesar Rp ,- per m³. Pemilihan saluran pemasaran tidak hanya dilihat dari keuntungan yang akan diperoleh para pelaku pemasaran saja tetapi juga berdasarkan atas efektivitas produk yang dihasilkan untuk dapat sampai ke konsumen akhir (industri). Pemasaran Pelaku Pemasaran Petani (%) Pengumpul Kecil (%) Pengumpul Kecil (%) Sawmill (%) Farmer Share Biaya π Marjin Biaya π Marjin Biaya π Marjin Total Marjin (%) Sumber: Data Primer Diolah Total K/B

18 47 Tabel 9 Marjin dan efisiensi pemasaran (jarak dekat) Saluran Pemasaran Pelaku Pemasaran Petani (%) Pengumpul Kecil (%) Pengumpul Kecil (%) Sawmill (%) Farmer Share Biaya π Marjin Biaya π Marjin Biaya π Marjin Total Marjin (%) Sumber: Data Primer Diolah Total K/B Pemasaran produk kayu sengon berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 di atas, marjin pemasaran yang tertinggi diterima oleh sawmill pada saluran 3 yaitu sebesar 73,44% dari harga beli konsumen (industri besar). Pada saluran 3, sawmill bertindak sebagai pengolah kayu dan menjual kayunya dalam bentuk kayu gergajian (dalam bentuk palet). Sawmill mendapatkan bahan baku langsung dari petani dengan cara membeli pohon berdiri. Sedangkan marjin pemasaran terkecil diterima oleh pedagang pengumpul besar yang berada pada saluran 1 yaitu sebesar 6,64%. Pada saluran 1 ini, pedagang pengumpul besar hanya mendistribusikan bahan baku dari pengumpul kecil ke sawmill karena kegiatan pemasaran yang dilakukan hanya muat bongkar dan pengangkutan. Besar kecilnya marjin pemasaran pada saluran pemasaran kayu sengon di tingkat pedagang pengumpul baik pengumpul kecil maupun besar disebabkan oleh biaya pemasaran yang harus dikeluarkan, bukan disebabkan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh. Berbeda halnya di tingkat sawmill, besarnya marjin pemasaran disebabkan oleh besarnya keuntungan yang diperoleh. Biaya pemasaran adalah seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses pembuatan dan penyampaian barang mulai dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Biaya pemasaran terdiri dari biaya penebangan, penyaradan, muat bongkar, pengangkutan, upah kerja penggergajian, bahan bakar, biaya retribusi dan biaya SKSHH. Rincian nilai biaya pemasaran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

19 48 Besarnya biaya pemasaran pada semua saluran didominasi oleh tingginya biaya angkut. Hal ini disebabkan karena pengangkutan produk kayu rakyat ke industri merupakan pengangkutan antar kota. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul didominasi oleh tingginya biaya tebang potong dan sarad akibat lokasi tebangan yang jauh. Semakin banyak pelaku yang terlibat dalam saluran pemasaran maka biaya pemasarannya pun akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan setiap pelaku pemasaran mengeluarkan biaya untuk mengantarkan produk ke pemasaran berikutnya. Tabel 10 Persentase biaya transportasi tiap saluran pemasaran jarak jauh Persentase Biaya Transportasi Jarak Jauh Saluran B. Transport (Rp) Biaya Pemasaran (Rp) Share (%) , ,00 50, , ,00 50, , ,00 50, , ,00 61, , ,00 61, , ,00 45, , ,00 42,67 Sumber: Data Primer Diolah Tabel 11 Persentase biaya transportasi tiap saluran pemasaran jarak dekat Persentase Biaya Transportasi Jarak Dekat Saluran B. Transport (Rp) Biaya Pemasaran (Rp) Share (%) , ,00 45, , ,00 45, , ,00 45, , ,00 55, , ,00 55, , ,00 40, , ,00 37,33 Sumber: Data Primer Diolah Tabel di atas merupakan tabel persentase biaya transportasi yang dikeluarkan tiap saluran pemasaran baik dalam jarak jauh maupun dekat. Biaya transportasi saluran pemasaran jarak jauh sebesar Rp ,00, yang memiliki persentase 42,67 % sampai 50,72 % dari biaya pemasaran yang dikeluarkan tiap saluran pemasaran kayu rakyat. Sedangkan biaya transportasi saluran pemasaran

20 49 jarak dekat sebesar Rp ,00, yang memiliki persentase 37,33 % sampai 45,16% dari biaya pemasaran yang dikeluarkan tiap saluran pemasaran kayu rakyat. Dengan demikian tingginya biaya pemasaran dipengaruhi oleh biaya transportasi yang tinggi pula. Saluran pemasaran akan memiliki biaya pemasaran yang tinggi jika petani menjual kayu dalam bentuk pohon berdiri, hal ini terbukti pada saluran 1,2,3,6 dan 7 memiliki biaya pemasaran yang tinggi. Sedangkan pada saluran 4 dan 5, petani menjual kayu dalam bentuk kayu bulat dan timpleng sehingga biaya yang dikeluarkan relatif lebih rendah. Pada lokasi penelitian, saluran pemasaran kayu rakyat memiliki total marjin pemasaran > 50,00 % yaitu antara 57,51% sampai 76,10%. Saluran pemasaran yang memiliki marjin pemasaran total terkecil berada pada saluran 5, sedangkan total marjin pemasaran terbesar berada pada saluran pemasaran 1 dan 2. Besarnya marjin pemasaran yang didapat oleh pedagang pengumpul kayu dan sawmill akan mempengaruhi besarnya farmer s share pada tingkat petani, disebabkan akumulasi (total) marjin pemasaran yang tinggi akan mengakibatkan selisih harga yang sangat mencolok antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Dari hasil perhitungan, nilai farmer s share berkisar antara 23,90% sampai 42,49%. Nilai marjin pemasaran dibentuk oleh keuntungan pemasaran yang diperoleh dan biaya pemasaran yang dikeluarkan. Biaya pemasaran merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang (produk kayu rakyat), dalam hal ini besarnya biaya pemasaran didominasi oleh besarnya biaya transportasi dalam pendistribusian produk kayu rakyat yaitu antara 37,33% sampai dengan 50,72% dari biaya pemasarannya. 4. Efisiensi Pemasaran Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan nilai farmer s share di setiap saluran pemasaran, baik pemasaran jarak jauh dan jarak dekat. Saluran pemasaran kayu rakyat yang memiliki nilai farmer s share tertinggi adalah saluran 5 yaitu 42,49%. Pada saluran ini petani menjual kayu rakyat dalam bentuk timpleng sehingga harga jual dari petani relatif lebih besar dibanding saluran pemasaran lain.

21 50 Farmer s share menggambarkan tingginya harga jual di tingkat petani, sehingga saluran pemasaran yang memiliki farmer s share yang tinggi akan menjadi saluran pemasaran yang menguntungkan untuk petani. Keuntungan pemasaran diperoleh dari pengurangan marjin pemasaran dengan biaya pemasaran. Semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh semakin kecil. Biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran dapat dihubungkan dengan rasio K-B. Rasio K-B merupakan perbandingan antara keuntungan pemasaran dengan biaya pemasaran. Dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8, besarnya nilai rasio K-B pada pemasaran kayu rakyat (sengon) berkisar antara 0,76 sampai 2,26. Nilai rasio K-B 0,76 berarti setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan Rp. 0,76. Di tingkat pedagang pengumpul baik pedagang pengumpul kecil dan besar, di setiap saluran pemasaran menunjukkan nilai rasio K-B yang diperoleh kurang dari satu. Yang berarti biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Kecuali pada saluran pemasaran 7, pedagang pengumpul memiliki nilai rasio K-B sebesar 1,31. Hal ini disebabkan karena pedagang pengumpul menjual produk kayu rakyat dalam bentuk kayu gergajian yang menyebabkan nilai jual kepada industri lebih tinggi dibanding biaya yang dikeluarkan, walaupun biaya yang dikeluarkan juga besar. Saluran pemasaran yang memiliki rasio K-B terbesar adalah saluran pemasaran 1 yaitu 1,88 (jarak jauh) dan 2,26 (jarak dekat), yang tersebar di tiga pelaku pemasaran yaitu pengumpul kecil (0,40), pengumpul besar (0,31) dan sawmill (1,54) pada saluran pemasaran jarak jauh, dan pada pemasaran jarak dekat pengumpul kecil (0,40), pengumpul besar (0,31) dan sawmill (1,17). Besarnya nilai rasio K-B ini tidak merata pada setiap pelaku pemasaran sehingga saluran 1 lebih menguntungkan untuk sawmill. Sedangkan saluran pemasaran yang memiliki nilai rasio K-B terkecil yaitu saluran 5 sebesar 0,76 (jarak jauh) dan 1,01 (jarak dekat). Pada saluran ini pemasaran dilakukan oleh sawmill saja karena petani langsung menjual kayu ke sawmill. Walaupun demikian, keuntungan yang diperoleh sawmill lebih besar dibanding dengan biaya yang

22 51 dikeluarkannya. Besarnya rasio K-B setiap saluran dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. Efisiensi saluran pemasaran selain dilihat dari nilai farmer s share yang besar juga dilihat dari biaya pemasarannya. Saluran pemasaran yang efisien yaitu saluran pemasaran yang dapat mengantarkan produk dari produsen ke konsumen dengan harga biaya pemasaran serendah mungkin. Berdasarkan nilai farmer s share dan nilai marjin pemasaran, saluran pemasaran yang paling efisien di lokasi penelitian adalah saluran pemasaran 5. Karena memiliki nilai farmer s share yang paling besar, saluran 5 juga memiliki biaya pemasaran terkecil dibanding dengan saluran pemasaran lain.walaupun saluran pemasaran 5 memiliki nilai rasio K-B terkecil dibanding saluran pemasaran lain, tetapi saluran ini memiliki nilai marjin pemasaran yang lebih kecil dibanding nilai farmer s share-nya. Sesuai dengan konsep efisiensi pemasaran, untuk mengetahui saluran paling efisien bagi petani digunakan analisis marjin pemasaran, biaya pemasaran dan nilai bagian yang diterima petani (farmer share). Disamping itu digunakan konsep adil sesuai dengan balas jasa yang telah diberikan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa teori dalam Tinjauan Pustaka, terdapat lima variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu:

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Luas Lahan Luas Hutan Jumlah Pohon Pertanian (m²) Rakyat (m²) yang Dimiliki Desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis merupakan kabupaten yang memiliki kawasan hutan rakyat yang cukup luas di Provinsi Jawa Barat dengan luasan sekitar 31.707

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Baku Kayu Gergajian Widarmana (1977) 6 menyatakan bahwa bahan mentah atau kayu penghara yang masuk di penggergajian adalah produk alam yang berupa dolok (log) yang berkeragaman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 101 108 ISSN 2407-9049 EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Marketing eficient

Lebih terperinci

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh : Nur Arifatul Ulya, Edwin Martin, Bambang Tejo Premono dan 1) Andi Nopriansyah ABSTRAK Jati ( Tectona grandis) merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Para Aktor Dalam rantai nilai perdagangan kayu sengon yang berasal dari hutan rakyat, terlibat beberapa aktor (stakeholder) untuk menghasilkan suatu produk jadi

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Achmad Supriadi 1) ABSTRAK Industri perkayuan di Indonesia saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku terutama kayu

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Budidaya

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI

ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI ANALISIS PEMASARAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN LEUWISADENG, CIGUDEG, DAN JASINGA MAULIDA OKTAVIARINI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a.

Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a. LAMPIRAN 49 Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a. sendiri b. sistem upah 3. Berapa upah yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian terhadap pemasaran kayu rakyat dimulai dari identifikasi karakteristik pelaku pemasaran kayu rakyat yang terdiri dari petani, pedagang

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT Oleh: Ridwan A. Pasaribu & Han Roliadi 1) ABSTRAK Departemen Kehutanan telah menetapkan salah satu kebijakan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang

Lebih terperinci

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN Oleh Budiman Achmad Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis HP : 081320628223 email : budah59@yahoo.com Disampaikan pada acara Gelar Teknologi

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

Hutan Rakyat. Tonny Soehartono

Hutan Rakyat. Tonny Soehartono Tonny Soehartono 38 Bab 5 Hutan Rakyat Definisi dan Kelahiran Hutan Rakyat Istilah hutan rakyat atau hutan milik rakyat mulai dikenal secara luas pada pertengahan tahun 1970 saat pemerintah mendorong masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau bahan berkayu (hasil hutan atau hasil perkebunan, limbah pertanian dan lainnya) menjadi berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat Pengusahaan hutan rakyat di Desa Burat dapat diuraikan berdasarkan beberapa aspek seperti status lahan, modal, SDM, pelaksanaan,

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN 9.1. Pendapatan Perusahaan Hutan Tujuan perusahaan hutan adalah kelestarian hutan. Dalam hal ini dibatasi dalam suatu model unit perusahaan hutan dengan tujuan

Lebih terperinci

Rantai Perdagangan Kehutanan

Rantai Perdagangan Kehutanan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KELAPA (Cocos nucifera L) (Suatu Kasus di Desa Ciakar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Abstrak

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KELAPA (Cocos nucifera L) (Suatu Kasus di Desa Ciakar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Abstrak ANALISIS SALURAN PEMASARAN KELAPA (Cocos nucifera L) (Suatu Kasus di Desa Ciakar Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Oleh: Ridwana 1, Yus Rusman 2, Mochammad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG 5.1. Kondisi Geografis dan Potensi Alam Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa barat. Daerah ini memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Pemasaran Dalam penelitian ini yang diidentifikasi dalam sistem pemasaran yaitu lembaga pemasaran, saluran pemasaran, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Kemenyan di Desa Sampean Hutan kemenyan berawal dari hutan liar yang tumbuh tanpa campur tangan manusia. Pohon kemenyan tumbuh secara alami di hutan

Lebih terperinci

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor)

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor) KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (Studi Kasus di Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung Kabupaten Bogor) MENTARI MEDINAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran CV ATLAS adalah salah satu IKM yang memiliki tujuan menghasilkan produk yang memiliki nilai jual yang tinggi serta mendapatkan laba atau keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehutanan menurut pasal 1 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK

PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK PEMASARAN BIBIT SENGON DI DESA KEDUNGLURAH KECAMATAN POGALAN KABUPATEN TRENGGALEK Idah Lumahtul Fuad Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: faperta.@yudharta.ac.id ABSTRAKSI Degradasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN SENGON TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN SENGON TAHUN 2014 Lampiran 1.f. No. 83/12/19/Th.II, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN SENGON TAHUN 2014 TOTAL PENGELUARAN UNTUK USAHA PER 100 TANAMAN SENGON SIAP TEBANG PER TAHUN SEBESAR Rp384 RIBU A. SENGON

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN Oleh : Rachman Effendi 1) ABSTRAK Jumlah Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Selatan tidak sebanding dengan ketersediaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT Armenia Ridhawardani 1, Pandi Pardian 2 *, Gema Wibawa Mukti 2 1 Alumni Prodi Agribisnis Universitas Padjadjaran 2 Dosen Dept. Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas hasil pertanian. Berdasarkan bidang usaha, terutama sektor pertanian subsektor tanaman

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK 116 ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG Ekawati Budi Utaminingsih, Watemin, dan Dumasari Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 11 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini berfungsi untuk memberikan arah bagi penelitian atau landasan yang dapat dijadikan bagian dari kerangka penelitian berupa

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal 28 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal pedaging. Peternak merupakan pihak yang melakukan kegiatan pemeliharaan itik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu semenanjung Malaysia, Thailand, Myanmar dan

Lebih terperinci

GLOBAL BUSINESS OPPORTUNITY

GLOBAL BUSINESS OPPORTUNITY GLOBAL BUSINESS OPPORTUNITY PT. GMN didirikan tahun 2005 dengan basis usaha teknologi telekomunikasi & informasi. FC Malang FC ACEH Cikarang Denpasar Bekasi Tangerang PT. GMN didirikan tahun 2005 dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di KTH Girimukti Pengelolaan hutan rakyat dapat dikelompokkan ke dalam tiga sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU: STUDY KASUS DI SUMATRA SELATAN

PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU: STUDY KASUS DI SUMATRA SELATAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KAYU: STUDY KASUS DI SUMATRA SELATAN Oleh: Nunung Parlinah dan Indartik Ringkasan Informasi tentang produksi dan peredaran kayu penting untuk diketahui dalam rangka memahami mekanisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Jurnal Agrorektan: Vol. 2 No. 1 Juni 2015 2 PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI BUNCIS DENGAN SISTEM TEBASAN DAN TANPA TEBASAN Annisa Aprianti R 1 1) Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci